• Tidak ada hasil yang ditemukan

DOCRPIJM 1507774368BAB 2 ARAHAN BIDANG CK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "DOCRPIJM 1507774368BAB 2 ARAHAN BIDANG CK"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II.

ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN

BIDANG CIPTA KARYA

2.1. AMANAT PEMBANGUNAN NASIONAL BIDANG CIPTA KARYA

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena

turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan,

maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam

implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara

menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen

tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut

dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a. Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air

minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat

serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi,

pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi. Pemenuhan kebutuhan

tersebut dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan

pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air,

serta kesehatan.

b. Dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan maka Pemenuhan

kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1)

peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan

sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3)

penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4)

(2)

c. Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan

adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana

pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan

prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin

ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d. Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN,

yaitu:

RPJMN ke 2 (2010-2014): Daya saing perekonomian ditingkatkan melalui percepatan pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara pemerintah dan

dunia usaha dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

RPJMN ke 3 (2015-2019): Pemenuhan kebutuhan hunian bagi seluruh masyarakat terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang dan

berkelanjutan, efisien, dan akuntabel. Kondisi itu semakin mendorong terwujudnya kota

tanpa permukiman kumuh.

RPJMN ke 4 (2020-2024): terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung sehingga terwujud kota tanpa permukiman kumuh.

2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010

menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk

mendorong pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi

masyarakat Dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak

sesuai dengan UUD 1945 Pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi

masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana

dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada

periode 2010-2014, yaitu:

(3)

b. Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014,

yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap sistem pengelolaan air limbah terpusat

(off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala

kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5 %

serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat

(on-site) yang layak bagi 90 % total penduduk.

c. Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80 % rumah tangga di daerah perkotaan.

d. Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk

meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai,

melalui:

a. Menyediakan perangkat peraturan di tingkat Pusat dan/atau Daerah,

b. Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c. Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d. Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan

pengelolaan persampahan,

e. Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f. Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g. Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat

(PHBS),

h. Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i. Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j. Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan.

2.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI)

Dalam rangka transformasi ekonomi menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi

7-9 persen per tahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada kawasan perhatian investasi (KPI MP3EI).

(4)

Prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi

atau KPI dalam MP3EI adalah adalah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang

terikat atau terhubung dengan satu atau lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI

dilakukan untuk mempermudah identifikasi, pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau

sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

2.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI)

Sesuai dengan agenda RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan

upaya pembangunan yang inklusif dan berkeadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana

semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka

kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di

semua kelompok masyarakat. Dalam mencapai misi penanggulangan kemiskinan pada tahun 2025,

MP3KI bertumpu pada sinergi dari tiga strategi utama, yaitu:

a. Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi,dan mampu

melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b. Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya

kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa

mendatang,

c. Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood) masyarakat miskin dan

rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan

(5)

Kementerian Pekerjaan Umum, khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam

pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat

(PNPMPerkotaan/P2KP, PPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

2.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK)

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan

untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK

dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi

dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang

memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Di samping zona ekonomi, KEK juga

dilengkapi zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini

diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga

menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan

Dalam Inpres No. 3 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pembangunan berkeadilan yang meliputi

Program pro rakyat, Keadilan untuk semua, dan Program Pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya

memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih

untuk rakyat dan program peningkatak\n kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam

pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan

sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.2. AMANAT PERATURAN PERUNDANGAN PERMBANGUNAN TERKAIT BIDANG CIPTA

KARYA

2.2.1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah

Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten/Kota dalam

penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a. Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang

perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi

(6)

b. Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap pelaksanaan kebijakan

kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian,

dan kawasan permukiman.

d. Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan

perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

e. Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota.

f. Melaksanakan melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

g. Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman.

h. Melaksanakan kebijakan dan strategi provinsi dalam penyelenggaraan perumahan dan

kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional.

i. Melaksanakan pengelolaan prasarana, sarana, dan utilitas umum perumahan dan kawasan

permukiman.

j. Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan

dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

k. Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan

kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan

permukiman pada tingkat kabupaten/kota.

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan

dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat

kabupaten/kota.

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman

(7)

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat

kabupaten/kota.

g. Memfasilitasi kerja sama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota

dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman.

h. Menetapkan lokasi perumahan dan permukiman sebagai perumahan kumuh dan

permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota.

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh

pada tingkat kabupaten/kota.

Di samping mengatur tugas dan wewenang, UU ini juga mengatur penyelenggaraan

perumahan dan kawasan permukiman, pemeliharaan dan perbaikan, pencegahan dan peningkatan

kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh, penyediaan tanah pendanaan dan

pembiayaan, hak kewajiban dan peran masyarakat.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni

karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan

serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya

pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat, serta upaya

peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.2.2. UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung

Undang-Undang Bangunan Gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan

gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan

konstruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan

gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi

bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status

kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis

meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung.Persyaratan tata

bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan

gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata

Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

(8)

a. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungannya

harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau

yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Di samping itu, sistem

penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan

mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat

green building).

b. Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai

dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan

perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan

lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter

cagar budaya yang dikandungnya.

c. Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi penyandang cacat dan lanjut usia merupakan

keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.2.3. UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

UU Sumber Daya Air pada dasarnya mengatur pengelolaan sumber daya air, termasuk

didalamnya pemanfaatan untuk air minum. Dalam hal ini, negara menjamin hak setiap orang untuk

mendapatkan air bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupannya yang

sehat, bersih, dan produktif.

Pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan

pengembangan sistem penyediaan air minum dimana Badan usaha milik negara dan/atau badan

usaha milik daerah menjadi penyelenggaranya. Air minum rumah tangga tersebut merupakan air

dengan standar dapat langsung diminum tanpa harus dimasak terlebih dahulu dan dinyatakan

sehat menurut hasil pengujian mikrobiologi. Selain itu, diamanatkan pengembangan sistem

penyediaan air minum diselenggarakan secara terpadu dengan pengembangan prasarana dan

sarana sanitasi.

2.2.4. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk

(9)

sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah

tangga dilakukan dengan pengurangan sampah, dan penanganan sampah. Upaya pengurangan

sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan

pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a. pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis,

jumlah, dan/atau sifat sampah,

b. pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah

ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

c. pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat

penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju

ke tempat pemrosesan akhir,

d. pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik,komposisi, dan jumlah sampah,

e. pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengembalian sampah dan/atau residu hasil

pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-undang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat

pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir

sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem

controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.2.5. UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam

pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam

undang-undang tersebut Rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun

dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian

yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan

satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk

tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama.

Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan,

pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan,

tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran

(10)

2.3. AMANAT INTERNATIONAL BIDANG CIPTA KARYA

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan

kesepakatan bersama di bidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu

diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan program bidang Cipta Karya meliputi Agenda

Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca

2015.

2.3.1. Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan Konferensi Habitat II sebagai

kelanjutan dari Konferensi Habitat I di Vancouver tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan

Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang

menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan

berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia,

adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta

meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelayanan dasar terutama bagi masyarakat

berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.3.2. Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan

Berkelanjutan atau lebih dikenal dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen

“The Future We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa

depan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju

pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan

Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Future We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan

pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi Hijau dalam konteks pembangunan berkelanjutan

dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan

berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan

(11)

(SDGs) post 2015 yang mencakup 3 pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang

terinspirasi dari penerapan Millennium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini

akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk

dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019, dan Rencana

Pembangunan Jangka Panjang Nasional (2005-2025).

2.3.3. Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium

sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembangunan millennium

(Millenium Development Goals). Konsisten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah

mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap

perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangunan

Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta

Rencana Kerja Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan

target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proporsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan

terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitasi dasar layak hingga tahun 2015. Di bidang air

minum, cakupan pelayan air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan

pelayanan adalah 68,87% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Di samping itu, akses sanitasi yang

layak saat ini baru mencapai 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain

itu, Ditjen Cipta Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai

peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100

juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkan luas permukiman kumuh 6%, padahal

data terakhir (2009) proporsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari

seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah

kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam

(12)

2.3.4. Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi

masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh

Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia,

dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai

negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jenderal

PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca-2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang

diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015,

sebagai berikut:

a. Mengakhiri kemiskinan

b. Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

c. Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

d. Menjamin kehidupan yang sehat

e. Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik

f. Mencapai akses universal ke Air Minum dan Sanitasi

g. Menjamin energi yang berkelanjutan

h. Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan

berkeadilan

i. Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j. Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif

k. Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l. Menciptakan sebuah lingkungan pemungkin global dan mendorong

m. pembiayaan jangka panjang

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta karya berkepentingan dalam pencapaian

sasaran 6 yaitu mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan

dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

(13)

b. Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di

sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga sebanyak

x%,

c. Menyesuaikan kuantitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum,

serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian sebanyak x%, industri sebanyak y% dan

daerah-daerah perkotaan sebanyak z%,

d. Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri

sebelum dilepaskan.

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga

menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan

pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana

seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga

(14)

BAB II. ARAHAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN BIDANG CIPTA KARYA ...9

2.1. Amanat Pembangunan Nasional Bidang Cipta Karya ... 9

2.1.1. Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 ... 9

2.1.2. Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 ... 10

2.1.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ... 11

2.1.4. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia (MP3KI) ... 12

2.1.5. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) ... 13

2.1.6. Direktif Presiden Program Pembangunan Berkelanjutan ... 13

2.2. Amanat Peraturan Perundangan Permbangunan Terkait Bidang Cipta Karya ... 13

2.2.1. UU No.1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman 13 2.2.2. UU No.28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung ... 15

2.2.3. UU No.7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air ... 16

2.2.4. UU No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah ... 16

2.2.5. UU No.20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun ... 17

2.3. Amanat International Bidang Cipta Karya ... 18

2.3.1. Agenda Habitat... 18

2.3.2. Konferensi Rio+20 ... 18

2.3.3. Millenium Development Goals ... 19

Referensi

Dokumen terkait

Laju reaksi pada proses sulfonasi lignin sebanding dengan jumlah ion sulfit (-SO3). Oleh karena itu, pada konsentrasi NaHSO3 yang tinggi, maka laju reaksi

Kelas kata yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah terkait pada reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu pada aspek bentuk afiksasi pembentuk reduplikasi

Dengan demikian hipotesis yang menyatakan bahwa dari Pelaksanaan Otonomi Desa Cukup Baik Terhadap Peningkatan Pembangunan Di Desa Sanglar Kecamatan Durai Kabupaten

Pada kelompok yang menggunakan metode mengajar elementer terhadap hasil belajar teknik dasar tendangan depan pencak silat adalah nilainya lebih besar dari pada

Dalam pembuatan Sistem Informasi Pembelajaran ini menggunakan metode pengembangan sistem dengan model Waterfall dan Implementasi Sistem menggunakan aplikasi Macromedia Flash

Spesifikasi dan prosedur pengujian untuk bahan awal, produk antara, produk ruahan dan produk jadi harus memuat ketentuan dan parameter..

Reward sangat berperan penting dalam hasil belajar siswa dengan adanya reward siswa merasa lebih dihargai dengan apa yang telah siswa capai sehingga untuk kedepannya

Akar tersebut berdaging dengan diameter sekitar 0,7 cm dan berwarna putih yang berfungsi menyangga dan menempatkan subang baru pada lapisan tanah yang tepat, sehingga bila