• Tidak ada hasil yang ditemukan

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Selain memperhatikan sasaran dan target indikatif, dokumen laporan tersebut juga menekankan pentingnya kemitraan baik secara global maupun lokal antar pemangku kepentingan pembangunan. Kemitraan yang dimaksud memiliki prinsip inklusif, terbuka, dan akuntabel dimana seluruh pihak duduk bersama-sama untuk bekerja bukan tentang bantuan saja, melainkan juga mendiskusikan kerangka kebijakan untuk mencapai pembangunan berkelanjutan.

(2)

c) Menyediakan pendidikan yang berkualitas dan pembelajaran seumur hidup

d) Menjamin kehidupan sehat

e) Memastikan ketahanan pangan dan gizi yang baik f) Mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi g) Menjamin energi yang berkelanjutan

h) Menciptakan lapangan kerja, mata pencaharian berkelanjutan, dan pertumbuhan berkeadilan

i) Mengelola aset sumber daya alam secara berkelanjutan

j) Memastikan tata kelola yang baik dan kelembagaan yang efektif k) Memastikan masyarakat yang stabil dan damai

l) Menciptakan Global Enabling Environment dan mengkatalis Long-Term Finance.

Dari sasaran indikatif tersebut, Ditjen Cipta Karya berkepentingan dalam pencapaian sasaran 6 (enam) yaitu: mencapai akses universal ke air minum dan sanitasi. Adapun target yang diusulkan dalam pencapaian sasaran tersebut adalah:

a) Menyediakan akses universal terhadap air minum yang aman di rumah, dan di sekolah, puskesmas, dan kamp pengungsi,

b) Mengakhiri buang air besar sembarangan dan memastikan akses universal ke sanitasi di sekolah dan di tempat kerja, dan meningkatkan akses sanitasi di rumah tangga,

c) Menyesuaikan kualitas air baku (freshwater withdrawals) dengan pasokan air minum, serta meningkatkan efisiensi air untuk pertanian, industri dan daerah-daerah perkotaan,

d) Mendaur ulang atau mengolah semua limbah cair dari daerah perkotaan dan dari industri sebelum dilepaskan.

(3)

Karya juga turut berperan serta dalam pemenuhan target 7D yaitu mencapai peningkatan yang signifikan dalam kehidupan penduduk miskin di permukiman kumuh (minimal 100 juta) pada tahun 2020. Pemerintah Indonesia menargetkn luas permukiman kumuh 6%, padahal data terkhir (2009) proorsi penduduk kumuh mencapai 12,57%.

Untuk memenuhi target MDGs di bidang permukiman, diperlukan perhatian khusus dari seluruh pemangku kepentingan, baik di tingkat pusat maupun daerah. Oleh karena itu, pemerintah kabupaten/kota perlu melakukan optimalisasi kegiatan penyediaan infrastruktur permukiman dalam rangka percepatan pencapaian target MMDGs.

2.4.4 Agenda Pembangunan Pasca 2015

Pada Juli 2012, Sekjen PBB membentuk sebuah Panel Tingkat Tinggi untuk memberi masukan kerangka kerja agenda pembangunan global pasca 2015. Panel ini diketuai bersama oleh Presiden Indonesia, Bapak Susilo Bambang Yudhoyono, Presiden Ellen Johnson Sirleaf dari Liberia, dan Perdana Menteri David Cameron dari Inggris, dan beranggotakan 24 orang dari berbagai negara. Pada Mei 2013, panel tersebut mempublikasikan laporannya kepada Sekretaris Jendral PBB berjudul “A New Global Partnership: Eradicate Poverty and Transform Economies Through Sustainable Development”. Isinya adalah rekomendasi arahan kebijakan pembangunan global pasca 2015 yang dirumuskan berdasarkan tantangan pembangunan baru, sekaligus pelajaran yang diambil dari implementasi MDGs.

Dalam dokumen tersebut, dijabarkan 12 sasaran indikatif pembangunan global pasca 2015, sebagai berikut:

a) Mengakhiri kemiskinan

b) Memberdayakan perempuan dan anak serta mencapai kesetaraan gender

(4)

dalam konteks pembanguan berkelanjutan dan pengentasan kemiskinan, (ii) pengembangan kerangka kelembagaan pembangunan berkelanjutan tingkat global, serta (iii) kerangka aksi dan instrumen pelaksanaan pembangunan berkelanjutan. Kerangka aksi tersebut termasuk penyusunan Sustainable Development Goals (SDGs) post-2025 yang mencakup 3 (tiga) pilar pembangunan berkelanjutan secara inklusif, yang terinspirasi dari penerapan Millenium Development Goals (MDGs). Bagi Indonesia, dokumen ini akan menjadi rujukan dalam pelaksanaan rencana pembangunan nasional secara konkrit, termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2014-2019 dan Rencana Pembangunan Jangkan Panjang Nasional (2005-2025).

2.4.3 Millenium Development Goals

Pada tahun 2000, Indonesia bersama 189 negara lain menyepakati Deklarasi Millenium sebagai bagian dari komitmen untuk memenuhi tujuan dan sasaran pembanunan Millenium (Millenium Development Goals). Konsiten dengan itu, Pemerintah Indonesia telah mengarusutamakan MDGs dalam pembangunan sejak tahap perencanaan sampai pelaksanaannya sebagaimana dinyatakan dalam Rencana Pembangaunan Jangka Panjang 2005-2025, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014 serta Rencana Tahunan berikut dokumen penganggarannya.

Sesuai tugas dan fungsinnya, Ditjen Cipta Karya memiliki kepentingan dalam pemenuhan target 7C yaitu menurunkan hingga setengahnya proorsi rumah tangga tanpa akses berkelanjutan terhadap sumber air minum layak dan fasilitas sanitas dasar layak hingga 2015. Di bidang air minum saat ini (2013) adalah 61,83%, sedangkan target cakupan pelayanan adalah 68,86% yang perlu dicapai pada tahun 2015. Disamping itu, akses sanitasi yang layak saat ini baru 58,60%, masih kurang dibandingkan target 2015 yaitu 62,41%. Selain itu, Ditjen Cipta

(5)

program Bidang Cipta Karya meliputi Agenda Habitat, Konferensi Rio+20, Millenium Development Goals, serta Agenda Pembangunan Pasca 2015.

2.4.1 Agenda Habitat

Pada tahun 1996, di Kota Istanbul Turki diselenggarakan konferensi Habitat II sebagai kelanjutan Konferensi Habitat I di Vancouver Tahun 1976. Konferensi tersebut menghasilkan Agenda Habitat, yaitu dokumen kesepakatan prinsip dan sasaran pembangunan permukiman yang menjadi panduan bagi negara-negara dunia dalam menciptakan permukiman yang layak dan berkelanjutan.

Salah satu pesan inti yang menjadi komitmen negara-negara dunia, termasuk Indonesia, adalah penyediaan tempat hunian yang layak bagi seluruh masyarakat tanpa terkecuali, serta meningkatkan akses air minum, sanitasi, dan pelyanan dasar terutama bagi masyarakat berpenghasilan rendah dan kelompok rentan.

2.4.2 Konferensi Rio+20

Pada Juni 2012, di Kota Rio de Janeiro, Brazil, diselenggarakan KTT Pembangunan berkelanjutan atau leih dikenak dengan KTT Rio+20. Konferensi tersebut menyepakati dokumen the Futur We Want yang menjadi arahan bagi pelaksanan pembangunan berkelanjutan di tingkat global, regional, dan nasional. Dokumen memuat kesepahaman pandangan terhadap masa dengan yang diharapkan oleh dunia (common vision) dan penguatan komitmen untuk menuju pembangunan berkelanjutan dengan memperkuat penerapan Rio Declaration 1992 dan Johannesburg Plan of Implementation 2002.

Dalam dokumen The Futur We Want, terdapat 3 (tiga) isu utama bagi pelaksanaan pembangunan berkelanjutan, yaitu: (i) Ekonomi hijau

(6)

e) Pemrosesan akhir sampah dalam bentuk pengambilan sampah dan/atau residu hasil pengolahan sebelumnya ke media lingkungan secara aman.

Undang-udang tersebut juga melarang pembuangan sampah secara terbuka di tempat pemrosesan akhir. Oleh karena itu, Pemerintah Daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah yang menggunakan sistem pembuangan terbuka dan mengembangkan TPA dengan sistem controlled landfill ataupun sanitary landfill.

2.3.4 UU. No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Dalam memenuhi kebutuhan hunian yang layak, Ditjen Cipta Karya turut serta dalam pembangunan Rusunawa yang dilakukan berdasarkan UU No. 20 Tahun 2011. Dalam undang-undang tersebut rumah susun didefinisikan sebagai bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional, baik dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama, dan tanah bersama. Peraturan ini juga mengatur perihal pembinaan, perencanaan, pembangunan, penguasaan, pemilikan, dan pemanfaatan, pengelolaan, peningkatan kualitas, pengendalian, kelembagaan, tugas dan wewenang, hak dan kewajiban, pendanaan dan sistem pembiayaan, dan peran masyarakat.

2.4 Amanat Internasional

Pemerintah Indonesia secara aktif terlibat dalam dialog internasional dan perumusan kesepakatan bersama dibidang permukiman. Beberapa amanat internasional yang perlu diperhatikan dalam pengembangan kebijakan dan

(7)

b) Bangunan gedung dan lingkungannya yang ditetapkan sebagai cagar budaya sesuai dengan peraturan perundang-undangan harus dilindungi dan dilestarikan. Pelaksanaan perbaikan, pemugaran, perlindungan, serta pemeliharaan atas bangunan gedung dan lingkungannya hanya dapat dilakukan sepanjang tidak mengubah nilai dan/atau karakter cagar budaya yang dikandungnya,

c) Penyediaan fasilitas dan aksesibilitas bagi cacat dan lanjut usia merupakan keharusan bagi semua bangunan gedung.

2.3.3 UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah

UU No. 18 Tahun 2008 menyebutkan bahwa pengelolaan sampah bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat dan kualitas lingkungan serta menjadikan sampah sebagai sumber daya. Pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga dilakukan dengan pengurangan sampah. Upaya pengurangan sampah dilakukan dengan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah, dan pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan kegiatan penanganan sampah meliputi:

a) Pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah, dan atau sifat sampah,

b) Pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sanpah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu,

c) Pengangkutan dalam bentuk membawa sampah dari sumber dan/atau dari tempat penampungan sampah sementara atau dari tempat pengolahan sampah terpadu menuju ke tempat pemrosesan akhir,

d) Pengolahan dalam bentuk mengubah karakteristik, komposisi, dan jumlah sampah,

(8)

kepadatan bangunan yang tinggi, dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat. Untuk itu perlu dilakukan upaya pencegahan, terdiri dari pengawasan, pengendalian, dan pemberdayaan masyarakat serta upaya peningkatan kualitas permukiman, yaitu pemugaran, peremajaan, dan permukiman kembali.

2.3.2 UU No. 28 Tahun tentang Bangunan Gedung

Undang-undang bangunan gedung menjelaskan bahwa penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan kontruksi, serta kegiatan pemanfaatan, pelestarian, dan pembongkaran. Setiap bangunan gedung harus memenuhi persyaratan administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung. Persyaratan administratif meliputi persyaratan status hak atas tanah, status kepemilikan bangunan gedung, dan izin mendirikan bangunan. Sedangkan persyaratan teknis meliputi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan gedung. Persyaratan tata bangunan meliputi persyaratan peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan persyaratan pengendalian dampak lingkungan, yang ditetapkan melalui Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RBTL).

Disamping itu, peraturan tersebut juga mengatur beberapa hal sebagai berikut:

a) Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan bangunan gedung dengan lingkungan harus mempertimbangkan terciptanya ruang luar bangunan gedung, ruang terbuka hijau yang seimbang, serasi, dan selaras dengan lingkungannya. Disamping itu, sistem penghawaan, pencahayaan, dan pengkondisian udara dilakukan dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penghematan energi dalam bangunan gedung (amanat green building).

(9)

j) Mengawasi pelaksanaan kebijakan dan strategi nasional dan provinsi di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

k) Menetapkan lokasi Kasiba dan Lisiba.

Adapun wewenang Pemerintah Kabupaten/Kota dalam menjalankan tugasnya, yaitu:

a. Menyusun dan menyediakan basis data perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

b. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

c. Memberdayakan pemangku kepentingan dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

d. Melaksanakan sinkronisasi dan sosialisasi peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

e. Mencadangkan atau menyediakan tanah untuk pembangunan perumahan dan permukiman bagi MBR,

f. Menyediakan prasarana dan sarana pembangunan perumahan bagi MBR pada tingkat kabupaten/kota,

g. Memfasilitasi kerjasama pada tingkat kabupaten/kota antara pemerintah kabupaten/kota dan badan hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman,

h. Menetapkan lokasi perumahan dan pemukiman sebagai perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kabupaten/kota

i. Memfasilitasi peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh pada tingkat kebupaten/kota.

UU ini mendefinisikan permukiman kumuh sebagai permukiman yang tidak layak huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat

(10)

2.3.1 UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman UU Perumahan dan Kawasan Permukiman membagi tugas dan kewenangan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Pemerintah Kabupaten /Kota dalam Penyelenggaraan permukiman mempunyai tugas:

a) Menyusun dan melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota di bidang perumahan dan kawasan permukiman dengan berpedoman pada kebijakan dan strategi nasional dan provinsi,

b) Menyusun dan rencana pembangunan dan pengembangan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota, c) Menyelenggarakan fungsi operasionalisasi dan koordinasi terhadap

pelaksanaan kebijakan kabupaten/kota dalam penyediaan rumah, perumahan, permukiman, lingkungan hunian, dan kawasan permukiman,

d) Melaksanakan pengawasan dan pengendalian terhadap pelaksanaan peraturan perundang-undangan, kebijakan, strategi, serta program di bidang perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

e) Melaksanakan kebijakan dan strategi pada tingkat kabupaten/kota, f) Melaksanakan peraturan perundang-undangan serta kebijakan dan

strategi penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman pada tingkat kabupaten/kota,

g) Melaksanakan peningkatan kualitas perumahan dan permukiman, h) Melaksanakan kebihakan dan strategi provinsi dalam

penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman berpedoman pada kebijakan nasional,

i) Melaksanakan pengelolaan prasarana, saranan, dan fasilitas umum perumahan dan kawasan permukiman,

(11)

hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. KEK dikembangkan melalui penyiapan kawasan yang memiliki keunggulan geoekonomi dan geostrategi dan berfungsi untuk menampung kegiatan industri, ekspor, impor, dan kegiatan ekonomi lain yang memiliki nilai ekonomi tinggi dan daya saing internasional. Disamping zona ekonomi, KEK juga dilengkapi dengan zona fasilitas pendukung dan perumahan bagi pekerja. Ditjen Cipta Karya dalam hal ini diharapkan dapat mendukung infrastruktur permukiman pada kawasan tersebut sehingga menunjang kegiatan ekonomi di KEK.

2.2.6 Direktif Presiden Program Pembanguan Berkeadilan

Dalam inpres No. 03 Tahun 2010, Presiden RI mengarahkan seluruh Kementerian, Gubernur, Walikota/Bupati, untuk menjalankan program pro rakyat, keadilan untuk semua, dan program pencapaian MDGs. Ditjen Cipta Karya memiliki peranan penting dalam pelaksanaan Program Pro Rakyat terutama program air bersih untuk rakyat dan program peningkatan kehidupan masyarakat perkotaan. Sedangkan dalam pencapaian MDGs, Ditjen Cipta Karya berperan dalam peningkatan akses pelayanan air minum dan sanitasi yang layak serta pengurangan permukiman kumuh.

2.3 Peraturan Perundangan Bidang PU/Cipta Karya

Ditjen Cipta Karya dalam melakukan tugas dan fungsinya selalu dilandasi peraturan perundangan yang terkait dengan Bidang Cipta Karya, antara lain: UU No. 01 Tahun 2011 Tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman, UU No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung, UU No. 07 Tahun 2008 Tentang Sumber Daya Air, dan UU No. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Persampahan.

(12)

pemantauan, dan evaluasi atas kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat dengan faktor konektivitas dan SDM IPTEK yang sama.

2.2.4 Masterplan Perencanaan dan Perluasan Pengentasan Kemiskinan Indonesia

sesuai dengan RPJMN 2010-2014, pertumbuhan ekonomi perlu diimbangi dengan upaya pembangunan yang inklusif dan berkadilan. Untuk itu, telah ditetapkan MP3KI dimana semua upaya penanggulangan kemiskinan diarahkan untuk mempercepat laju penurunan angka kemiskinan dan memperluas jangkauan penurunan tingkat kemiskinan di semua daerah dan di semua kelompok masyarakat. MP3KI bertumpu pada sinergi dari 3 (tiga) strategi utma, yaitu:

a) Mewujudkan sistem perlindungan sosial nasional yang menyeluruh, terintegrasi, dan mampu melindungi masyarakat dari kerentanan dan goncangan,

b) Meningkatkan pelayanan dasar bagi penduduk miskin dan rentan sehingga dapat terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan dasar dan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di masa mendatang, c) Mengembangkan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood)

masyarakat miskin dan rentan melalui berbagai kebijakan dan dukungan di tingkat lokal dan regional dengan memperhatikan aspek. Kementerian Pekerjaan Umum, Khususnya Ditjen Cipta Karya, berperan penting dalam pelaksanaan MP3KI, terutama terkait dengan pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat (PNPM-Perkotaan/P2KP, PPPIP, Pamsimas, Sanimas dsb) serta Program Pro Rakyat.

2.2.5 Kawasan Ekonomi Khusus

UU No. 39 Tahun 2009 menjelaskan bahwa Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah

(13)

b) Memastikan ketersediaan air baku air minum,

c) Meningkatkan prioritas pembangunan prasarana dan sarana permukiman,

d) Meningkatkan kinerja manajemen penyelenggaraan air minum, penanganan air limbah, dan pengelolaan persampahan,

e) Meningkatkan sistem perencanaan pembangunan air minum dan sanitasi,

f) Meningkatkan cakupan pelayanan prasarana permukiman,

g) Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),

h) Mengembangkan alternatif sumber pendanaan bagi pembangunan infrastruktur,

i) Meningkatkan keterlibatan masyarakat dan swasta,

j) Mengurangi volume air limpasan, melalui penyediaan bidang resapan. 2.2.3 Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi

Indonesia

Dalam rangka transformasi ekonomi Indonesia menuju negara maju dengan pertumbuhan ekonomi 7-9 persen pertahun, Pemerintah menyusun MP3EI yang ditetapkan melalui Perpres No. 32 Tahun 2011. Dalam dokumen tersebut pembangunan setiap koridor ekonomi dilakukan sesuai tema pembangunan masing-masing dengan prioritas pada Kawasan Perhatian Investasi (KPI MP3EI). Ditjen Cipta Karya diharapkan dapat mendukung penyediaan infrastruktur permukiman pada KPI prioritas untuk menunjang kegiatan ekonomi di kawasan tersebut. Kawasan Perhatian Investasi atau KPI dalam MP3EI adalah salah satu atau lebih kegiatan ekonomi atau sentra produksi yang terikat atau terhubung dengan satu lebih faktor konektivitas dan SDM IPTEK. Pendekatan KPI dilakukan untuk mempermudah identifikasi,

(14)

ekonomi dan sosial yang berkeadilan dengan mendorong partisipasi masyarakat dalam rangka pemenuhan hak dasar untuk tempat tinggal dan lingkungan yang layak sesuai UUD 1945 pasal 28H, pemerintah memfasilitasi penyediaan perumahan bagi masyarakat berpendapatan rendah serta memberikan dukungan penyediaan prasarana dan sarana dasar permukiman, seperti air minum, air limbah, persampahan dan drainase.

Dokumen RPJMN juga menetapkan sasaran pembangunan infrastruktur permukiman pada periode 2010-2014, yaitu:

a) Tersedianya akses air minum bagi 70% penduduk pada akhir tahun 2014, dengan perincian akses air minum perpipaan 32% dan akses air minum non-perpipaan terlindungi 38%.

b) Terwujudnya kondisi Stop Buang Air Besar Sembarangan (BABS) hingga akhir tahun 2014, yang ditandai dengan tersedianya akses terhadap Sistem Pengelolaan Air Limbah Terpusat (off-site) bagi 10% total penduduk, baik melalui sistem pengelolaan air limbah terpusat skala kota sebesar 5% maupun sistem pengelolaan air limbah terpusat skala komunal sebesar 5% serta penyediaan akses dan peningkatan kualitas sistem pengelolaan air limbah setempat

(on-site) yang layak bagi 90% total penduduk.

c) Tersedianya akses terhadap pengelolaan sampah bagi 80% rumah tangga di daerah perkotaan.

d) Menurunnya luas genangan sebesar 22.500 Ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

Untuk mencapai sasaran tersebut maka kebijakan pembangunan diarahkan untuk meningkatkan aksesbilitas masyarakat terhadap layanan air minum dan sanitasi yang memadai, melalui:

(15)

dilakukan melalui pendekatan tanggap kebutuhan (demand responsive approach) dan pendekatan terpadu dengan sektor sumber daya alam dan lingkungan hidup, sumber daya air, serta kesehatan. b) Dalam mewujudkan pembangunan pembangunan yang lebih merata

dan berkeadilan maka Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada (1) peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam penyediaan air minum dan sanitasi, (2) pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi masyarakat, (3) penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan profesional, dan (4) penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

c) Salah satu sasaran dalam mewujudkan pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah terpenuhinya kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh. Peran pemerintah akan lebih difokuskan pada perumusan kebijakan pembangunan sarana dan prasarana, sementara peran swasta dalam penyediaan sarana dan prasarana akan makin ditingkatkan terutama untuk proyek-proyek yang bersifat komersial.

d) Upaya perwujudan kota tanpa permukiman kumuh dilakukan pada setiap tahapan RPJMN, yaitu:

1) RPJMN ke 2 (2010-2014), 2) RPJMN ke 3 (2015-2019), 3) RPJMN ke 4 (2020-2024).

2.2.2 Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010-2014

RPJMN 2010-2014 yang ditetapkan melalui Peraturan Presiden No. 5 Tahun 2010 menyebutkan bahwa infrastruktur merupakan salah satu prioritas pembangunan nasional untuk mendorong pertumbuhan

(16)

Dalam pelaksanaannya, pembangunan infrastruktur Bidang Cipta Karya dihadapkan pada berbagai isu strategis, antara lain bencana alam, perubahan iklim, kemiskinan, reformasi birokrasi, kepadatan penduduk perkotaan, pengarusutamaan gender, serta green economy. Disamping isu umum, terdapat juga permasalahan dan potensi pada masing-masing daerah, sehingga dukungan seluruh stakeholders pada penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya sangat diperlukan.

2.2 Amanat Pembangunan Nasional Terkait Bidang Cipta Karya

Infrastruktur permukiman memiliki fungsi strategis dalam pembangunan nasional karena turut berperan serta dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi angka kemiskinan, maupun menjaga kelestarian lingkungan. Oleh sebab itu, Ditjen Cipta Karya berperan penting dalam implementasi amanat kebijakan pembangunan nasional.

2.2.1 Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

RPJPN 2005-2025 yang ditetapkan melalui UU No. 17 Tahun 2007, merupakan dokumen perencanaan pembangunan jangka panjang sebagai arah dan prioritas pembangunan secara menyeluruh yang akan dilakukan secara bertahap dalam jangka waktu 2005-2025. Dalam dokumen tersebut, ditetapkan bahwa Visi Indonesia pada tahun 2025 adalah “Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”. Dalam penjabarannya RPJPN mengamanatkan beberapa hal sebagai berikut dalam pembangunan bidang Cipta Karya, yaitu:

a) Dalam mewujudkan Indonesia yang berdaya saing maka pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya

(17)

BAB 2

KONSEP PERENCANAAN BIDANG CIPTA KARYA

2.1 Konsep Perencanaan Bidang Cipta Karya

Dalam rangka mewujudkan kawasan permukiman yang layak huni dan berkelanjutan, konsep perencanaan infrastruktur Bidang Cipta Karya disusun dengan berlandaskan pada berbagai peraturan perundangan dan amanat perencanaan pembangunan. Untuk mewujudkan keterpaduan pembangunan permukiman, Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota perlu memahami arahan kebijakan tersebut, sebagai dasar perencanaan, pemrograman, dan pembiayaan pembangunan Bidang Cipta Karya.

Sumber Direktorat Bina Program, 2014 Gambar 2.1

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa menerapkan pemrograman rancangan aplikasi database tingkat lanjut dalam contoh soal dan tugas.. Mahasiswa menerapkan data entry lebih dari 1 tabel dalam contoh soal

Sesuai dengan konsep Trilogi Pembangunan (pertumbuhan, pemerataan, dan kestabilan ekonomi), maka masing–masing pelaku tersebut memiliki prioritas fungsi sebagai

Berdasarkan hal tersebut maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Apakah ada pengaruh dari komponen celebrity endorser yang terdiri dari daya

Laporan tersebut memberikan gambaran penilaian tingkat pencapaian target masing-masing indikator sasaran srategis yang ditetapkan dalam dokumen Renstra Tahun 2016 – 2021

Berdasarkan Rancangan awal RKPD serta memperhatikan sasaran dan prioritas pembangunan, program dan kegiatan, indikator dan target kinerja serta pagu indikatif Perangkat Daerah,

Kondisi SDM guru di Kabupaten Sumbawa pada jenjang pendidikan SMA/MA/SMK dalam periode tahun 2006-2010 sebagaimana ditunjukkan pada tabel tersebut, menunjukkan bahwa masih

Dari tabel pra penelitian menunjukkan bahwa penggunaan media sosial mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang termasuk dalam kriteria tinggi, yang

Dengan adanya program peta digital interaktif yang tersedia di Dinas Pariwisata Kabupaten Lamongan, maka diharapkan para wisatawan dapat dengan mudah mengetahui lokasi