• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ASPEK - DOCRPIJM 1504702620Bab6 AspekTeknis Per Sektor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB VI ASPEK - DOCRPIJM 1504702620Bab6 AspekTeknis Per Sektor"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VI

ASPEK

TEKNIS

PER

SEKTOR

Bab ini menjelaskan isu strategis, kondisi eksisting, permasalahan dan tantangan, analisis kebutuhan pengembangan serta usula program dan kegiatan masing-masing sektor : Bangkim, PBL, PKPAM, dan PPLP

6.1.

PENGEMBANGAN PERMUKIMAN

6.1.1.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan

A. Isu Strategis Pengembangan Permukiman

Isu Internal, meliputi :

1. Pertambahan jumlah penduduk Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan % tahun, terus membutuhkan lahan baru untuk pengembangan permukiman;

2. Terjadinya alihfungsi lahan permukiman menjadi kegiatan lain yang lebih produktif seperti kegiatan perdagangan dan jasa di pusat kota dan sepanjang jalan-jalan utama yang mengurangi kesediaan rumah (back log);

3. Terdapat beberapa titik-titik kumuh permukiman perkotaan;

4. Meningkatnya kemacetan lalu lintas terutama pada jalur jalan nasional;

5. Kondisi jalan-jalan lingkungan perumahan di kawasan perkotaan sebagian besar telah mengalami kerusakan;

6. Banyak jalan jalan-jalan lingkungan perumahan di kawasan perkotaan belum diperkeras;

7. Menurunnya kualitas lingkungan hidup akibat pemakaian air tanah yang berlebihan, masih rendahnya kesadaran berperilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di beberapa blok lokasi permukiman, masih terjadi pembuangan sampah sembarangan, dan lainnya;

8. Belum optimalnya penyedian sarana prasarana baik secara kuantitas dan kualitas; 9. Lemahnya database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat;

10. Tingginya kecenderungan pengembangan kapling perumahan yang tidak memenuhi persyaratan minimal terutama dari segi penyediaan jaringan jalan dan jaringan drainase;

(2)

12. Kurangnya penyediaan lahan untuk pengembangan perumahan permukiman dengan Land Consolidation, Kasiba, Lisiba, land banking, dan lainnya. yang sudah dilengkapi dengan prasarana dan sarana yang memadai;

13. Makin menimgkatnya harga lahan di Kabupaten Tabanan menyebabkan sulitnya pengembangan rumah terjangkau untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR); 14. Banyaknya tumbuh permukiman dalam skala kecil pada bentuk kantong-kantong

perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar; 15. Banyaknya pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan yang tidak

sesuai dengan peruntukannya;

16. Tingginya pengembangan perumahan dan permukiman pada lahan sewa yang kondisinya tidak layak huni dan cenderung kumuh;

17. Belum optimalnya perencanaan dan pengendalian pengembangan dan pembangunan perumahan dan permukiman di Kabupaten Tabanan;

18. Belum tegasnya penerapan mengenai standard, panduan dan manual (NSPM) di bidang perumahan dan permukiman;

19. Pengembangan perumahan permukiman yang tidak mengikuti standard radius dan aksesbilitas pelayanan fasilitas, sarana dan prasarana;

20. Belum meratanya penyediaan pelayanan jaringan air minum perpipaan di kawasan permukiman perkotaan;

21. Beberapa kawasan-kawasan atau spot-spot lokasi mengalami genangan bila musim hujan;

22. Hampir seluruh desa masih menyisakan jaringan-jaringan jalan ingkungan yang belum diperkeras dan dalam kondisi rusak;

23. Beberapa desa/kelurahan kondisi permukiman berada pada kawasan yang hanya dapat dilalui gang-gang sempit atau jaringan jalan dengan lebar minimal (kurang dari 3 meter)

Isu eksternal meliputi :

1. Kabupaten Tabanan menjadi tujuan urbanisasi dan migrasi karena dekatnya dengan Kota denpasar dan badung sehingga meningkatan kebutuhan akan perumahan dan fasilitasnya;

2. Masuknya budaya luar yang mengancam kelestarian jati diri Budaya Bali khususnya di Kabupaten Tabanan;

3. Tantangan dalam mendukung kebijakan pembangunan Bali Clean and Green, menjadi bagian yang tak terpisahkan untuk Kabupaten Tabanan menuju clean, green dan kreatif;

4. Tantangan dalam mendukung kebijakan mempertahankan ruang terbuka hijau minimal 40% dari luas wilayah Kota sementara ketersediaan lahan terbatas untuk pengembangan perumahan dan permukiman;

5. Kemampuan untuk mempertahankan dan meningkatkan cultural expression yang mampu mendorong berkembangnya ekonomi kreatif yang menjadi daya saing kota; 6. Laju pertumbuhan penduduk dan migrasi tinggi, terus memerlukan tambahan lahan

permukiman;

(3)

8. Makin meningkatnya pajak Bumi dan Bangunan di Kabupaten Tabanan;

9. Kebutuhan untuk mengadaptasi perubahan iklim dan meningkatnya potensi bencana di kawasan permukiman.

B. Kondisi Eksisting Pengembangan Permukiman

Jumlah titik-titik kumuh permukiman berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Bali di Kabupaten Tabanan pada hasil indentifikasi Permukiman Kumuh tahun 2004, didapatkan bahwa terdapat 11 titik permukiman kumuh di Kabupaten Tabanan. Sebaran titik permukiman kumuh dan Karakter dan Tipologi Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabanan dapat dilihat pada table-tabel berikut.

Tabel 6.1 Sebaran Titik Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabanan Kecamatan Sebaran Titik Kumuh Tipe Kumuh Kec. Tabanan 1 Desa Dauh Peken Kumuh Perkotaan

2 Desa Delod Peken Kumuh Perkotaan 3 Desa Abiantuwung Kumuh transisi 4 Desa Kediri Kumuh Perkotaan Kec. Pupuan 5 Desa Pupuan Kumuh transisi

Sumber : Identifikasi Permukiman Kumuh di Kab. Tabanan, 2004, DPU Bali (dalam SPPIP Kabupaten Tabanan)

Tabel 6.2 Karakter dan Tipologi Permukiman Kumuh di Kabupaten Tabanan

NO URAIAN TIPOLOGI KUMUH PERKOTAAN &

PERDESAAN I KONDISI SOSIAL EKONOMI

- Kepadatan Penduduk 1.734 Jiwa/Km2

- Mata Pencaharian Dominan Pertanian 5,60 %, Peternakan 0,13 %, Perdagangan 64,43 %, Industri 4,33 %, Listrik & Air Minum 0,36 %, Pengangkutan & Komunikasi 0,59 %, Perbankan & Lembaga Keuangan 0,66 %, Pemerintah/Jasa 24,15 %.

(4)

NO URAIAN TIPOLOGI KUMUH PERKOTAAN & PERDESAAN

III KONDISI SARANA DAN PRASARANA

- Jalan Lingkungan Kondisi 14,46 % jaringan jalan buruk dan saluran drainase yang ada belum memadai.

- Jalan Setapak Sistem jaringan jalan yang ada masih belum menjangkau seluruh kawasan dengan kondisinya berupa jalan tanah dan saluran drainasenya belum memadai. - Drainase Kemiringan 2-8 %, system yang dipakai

adalah berupa saluran kecil dan belum optimal, system drainase yang belum terpadu dan saluran irigasi yang menyatu dengan saluran drainse.

menggunakan tangki/SPAL 69.32 %, dibuang ke sawah 0.49 %, sungai 7.07 %, lubang tanah 15.43 %, tanah lapang/kebun 4.10 % dan lainnya 3.59 %.

- MCK Penduduk memiliki MCK (individu) 75.52

%, MCK bersama 10.50 %, MCK Umum 0.19 % dan tidak memiliki 13.48 %. - Persampahan Pengelolaan sampah secara individu

dengan tingkat pelayanan persampahan yang baru ditangani oleh DKP 68 %> Sumber : SPPIP Kabupaten Tabanan

C. Potensi Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan

Potensi Internal

1. Masih eksisnya kelompok-kelompok permukiman tradisionil yang menjadi identitas wajah permukiman kota khas dan berwawasan budaya

2. Kuatnya budaya kepemilikan rumah pribadi bagi orang Bali 3. Kemampuan daya beli rumah sebagian masyarakat tinggi 4. Kepemilikan lahan pribadi tinggi (80%)

(5)

6. Tingginya solidaritas masyarakat dalam penyediaan sumber daya untuk pembangunan dan pemeliharan fasilitas umum di kawasan perumahan dan permukiman.

7. Kuatnya kepranataan sosial tradisional Bali (awig-awig desa adat) di Kabupaten Tabanan dalam pengembangan dan pemeliharaan lingkungan perumahan dan permukiman.

Potensi Eksternal

1. Tersedianya kredit pemilikan rumah (KPR) pembangunan rumah di Kabupaten Tabanan.

2. Tingginya kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

3. Berkembangnya inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam pembangunan perumahan permukiman.

4. Kuatnya lembaga adat Bali di Kabupaten Tabanan dalam penertiban admistrasi kependudukan di dalam kawasan perumahan dan permukiman.

5. Telah dibangunnya jaringan pengelolaan air limbah kota yang partisipatif baik melalui jaringan perpipaan komunal setempat (Sanimas).

6. Telah tersepakatinya kerjasama Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) lintas wilayah (Sarbagitaku) sebagai jaminan sediaan supply air baku untuk percepatan pemerataan pelayanan jaringan ar minum perpipaan ke seluruh wilayah kota

D. Permasalahan Pengembangan Permukiman

Permasalahan permukiman di Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan antara lain adalah:

1. Backlog dan pertumbuhan permintaan rumah yang besar; 2. Terbatasnya lahan perumahan dengan harga terjangkau;

3. Terbatasnya akses Masyarakat Berpenghasilan rendah (MBR) untuk mendapatkan rumah layak huni;

4. Meningkatnya kesenjangan perumahan MBR dengan entitas properti lainnya;

5. Lemahnya komitmen pemerintah dalam pengembangan kawasan perumahan dan permukiman skala besar;

6. Terbatasnya kemampuan penyediaan prasarana dan sarana perumahan.

7. Belum terintegrasinya pengembangan kawasan perumahan dan permukiman dengan sistem jaringan prasana perkotaan;

8. Lemahnya pengawasan dan pengendalian proses alih fungsi lahan; 9. Meningkatnya luasan kawasan kumuh

10. Meluasnya lahan-lahan sewa untuk permukiman temporer

11. Pembiayaan perumahan yang terbatas dan pola subsidi yang memungkinkan terjadinya salah sasaran.

12. Masih rendahnya efisiensi dalam pembangunan perumahan.

(6)

15. Belum mantapnya kelembagaan penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman.

Permasalahan Infrastruktur Perkotaan di Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan antara lain adalah:

1. Banyak terdapat blok-blok perumahan yang tidak memiliki jaringan jalan yang terintegrasi dengan kawasan sekitar;

2. Jalan-jalan lingkungan perumahan yang telah diperkeras banyak kondisinya yang rusak;

3. Jalan-jalan lingkungan perumahan banyak yang belum di perkeras atau tidak terpelihara secara baik;

4. Banyak jalan-jalan lingkungan permukiman tidak memiliki sistem drainase ; 5. Masih banyak terda[at kawasan-kawasan yang tergenang bila musim hujan;

6. Belum terintegrasinya sistem drainase, antara sistem drainase primer, sekunder dan tersier;

7. Belum seluruh kawasan permukiman memiliki atau terintegrasi dengan sistem pengelolaan persampahan perkotaan;

8. Keterbatasan kapasitas pelayanan jaringan air limbah perpipaan komunal yang telah ada;

9. Masih terdapat pembuangan air limbah secara sembarangan;

10. Terbatasnya pelayanan air minum baik pada kawasan permukiman yang telah berkembang maupun terutama pada pengembangan permukiman baru;

E. Tantangan Pengembangan Permukiman

1. Kawasan perkotaan Tabanan mendapatkan pengaruh pertumbuhan permukiman yang sangat pesat akibat berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung dan dekat dengan Kota Denpasar sebagai Inti dari Kawasan perkotaan Sarbagita;

2. Tantangan untuk tetap dapat menjaga kawasan permukiman yang berjatidiri budaya Bali dari pesatnya pertumbuhan permukiman perkotaan;

3. Tantangan pemenuhan kebutuhan perumahan yang layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah;

4. Tantangan untuk mewujudkan kebersihan lingkungan permukiman kota sesuai tujuan Bali Clean and Green;

5. Adaptasi terhadap perubahan iklim mikro dalam pengembangan perumahan dan permukiman yang ramah lingkungan.

6.1.2.

Analisis Kebutuhan Pengembangan Permukiman

Identifikasi Kebutuhan Pengembangan Permukiman dan Infrastruktur Perkotaan didasarkan pada analisis perumusan strategi. Dengan demikian didapatkan empat kelompok kebutuhan strategis, yaitu :

1. Kebutuhan Strategis untuk Penguatan Jati Diri Kota, yaitu :

a. Meningkatkan branding Kawasan Perkotaan di Kabupaten Tabanan sebagai kota pusat pelayanan dan pusat agropilitan

(7)

c. Memperkuat kepranataan sosial tradisional Bali (awig-awig adat) di Kabupaten Tabanan dalam pengembangan dan pemeliharaan lingkungan perumahan dan permukiman.

d. Peningkatan pelaksanaan administrasi kependudukan

e. Melestarikan budaya Bali tentang kepemilikan rumah pribadi bagi orang Bali f. Mengembangkan kawasan permukiman baru yang mendukung jatidiri kota yang

berwawasan budaya

g. Penguatan kemampuan untuk mengadaptasi dan filterisasi budaya luar yang mengancam kelestarian jati diri Budaya Bali khususnya di Kawasan Perkotaan Kabupaten Tabanan.

h. Meningkatkan pengembangan inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam pembangunan perumahan permukiman.

i. Meningkatkan penerapan perlaku hidup bersih dan sehat (PHBS) melalui peningkatan partisipatif masyarakat, desa pekraman, kelompok lainnya dalam memelihara Denpasar bersih (clean)

j. Pengembangan ruang terbuka hijau dan perluasan bidang peresapan dalam kapling maupun skala lingkungan permukiman untuk mengadaptasi perubahan iklim dan mendukung pemenuhan target RTHK minimal 35% menuju Denpasar Hijau (Green)

2. Kebutuhan Strategis untuk Meningkatkan Daya Beli Masyarakat akan Perumahan, terdiri dari :

a. Meningkatkan kapasitas penyediaan kredit pemilikan rumah (KPR) untuk meningkatkan daya beli rumah bagi masyarakat Kabupaten Tabanan, terutama masyarakat berpenghasilan rendah

b. Meningkatkan kemitraan pemerintah, swasta dan masyarakat dalam pengembangan perumahan dan permukiman.

c. Meningkatkan pemberdayaan masyarakat dalam penyediaan sumber daya dalam pembangunan dan pemeliharan lingkungan perumahan dan permukiman.

3. Kebutuhan Strategis untuk Meningkatkan Kualitas Pengelolaan Kawasan Permukiman, terdiri dari :

a. Meningkatkan pengembangan inovasi teknologi dan bahan bangunan lokal dalam pembangunan perumahan permukiman.

b. Memperkuat database perumahan permukiman yang ter-update dan akurat. c. Meningkatkan administrasi kependudukan

d. Meningkatkan kelengkapan pengaturan tata ruang kawasan dan peraturan bangunan setempat

e. Mengembangkan pendanaan untuk meningkatkan pelayanan infrastruktur perkotaan

4. Kebutuhan Strategis untuk Meningkatkan Kualitas Tata Bangunan dan Lingkungan Kawasan Permukiman, terdiri dari :

(8)

b. Meningkatkan penyediaan lahan permukiman dengan LC, Kasiba, Lisiba, atau land banking

c. Penerapan perijinan yang ketat pada pengembangan lingkungan perumahan dilengkapi pengaturan persyaratan intensitas pemanfatan rtuang (KDB, KLB, KDH), minimal kapling bangunan, lebar jalan, ketersediaan drainase dan air lmbah dll

d. Menanggulangi titik-titik kumuh permukiman perkotaan.

e. Meningkatkan keterpaduan kantong-kantong perumahan yang tidak terintegrasi dengan sarana dan prasarana lingkungan sekitar.

f. Mengendalikan pengembangan perumahan dan permukiman pada kawasan yang tidak sesuai dengan peruntukan.

g. Perbaikan lingkungan lingkungan perumahan dan permukiman pada lahan sewa yang sesuai peruntukan.

h. Menyusun standard, panduan dan manual (NSPM) di bidang perumahan dan permukiman.

i. Pengembangan titik-titik dan jalur evakuasi pada kawasan permukiman 6.1.3.

Program-Program Sektor Pengembangan Permukiman

Kegiatan pengembangan permukiman terdiri dari pengembangan permukiman kawasan perkotaan dan kawasan perdesaan.

Pengembangan Kawasan Permukiman Perkotaan, meliputi :  Infrastruktur kawasan permukiman kumuh

 Infrastruktur permukiman RSH

 Rusunawa beserta infrastruktur pendukungnya

Pengembangan Kawasan Permukiman Perdesaan, meliputi :  Infrastruktur kawasan permukiman perdesaan potensial  (Agropolitan/Minapolitan)

 Infrastruktur kawasan permukiman rawan bencana

 Infrastruktur kawasan permukiman perbatasan dan pulau kecil  Infrastruktur pendukung kegiatan ekonomi dan sosial (PISEW)  Infrastruktur perdesaan PPIP

 Infrastruktur perdesaan RIS PNPM

Selain kegiatan fisik di atas program/kegiatan pengembangan permukiman dapat berupa kegiatan non-fisik seperti penyusunan RP2KP dan RTBL KSK ataupun review bilamana diperlukan.

6.1.4.

Kesiapan Daerah terhadap Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria)

Sektor Pengembangan Permukiman

Dalam pengembangan permukiman terdapat kriteria yang menentukan, yang terdiri dari kriteria umum dan khusus, sebagai berikut.

Kriteria Umum

 Ada rencana kegiatan rinci yang diuraikan secara jelas.

(9)

 Kesiapan lahan (sudah tersedia).  Sudah tersedia DED.

 Tersedia Dokumen Perencanaan Berbasis Kawasan (RP2KP, RTBL KSK, Masterplan Agropolitan & Minapolitan, dan KSK)

 Tersedia Dana Daerah untuk Urusan Bersama (DDUB) dan dana daerah untuk pembiayaan komponen kegiatan sehingga sistem bisa berfungsi.

 Ada unit pelaksana kegiatan.

 Ada lembaga pengelola pasca konstruksi.

Kriteria Khusus Rusunawa

 Kesediaan Pemda utk penandatanganan MoA  Dalam Rangka penanganan Kws. Kumuh

 Kesanggupan Pemda menyediakan Sambungan Listrik, Air Minum, dan PSD lainnya

 Ada calon penghuni

RIS PNPM

 Sudah ada kesepakatan dengan Menkokesra.

 Desa di kecamatan yang tidak ditangani PNPM Inti lainnya.  Tingkat kemiskinan desa >25%.

 Bupati menyanggupi mengikuti pedoman dan menyediakan  BOP minimal 5% dari BLM.

PPIP

 Hasil pembahasan dengan Komisi V - DPR RI

 Usulan bupati, terutama kabupaten tertinggal yang belum ditangani program Cipta Karya lainnya.

 Kabupaten reguler/sebelumnya dengan kinerja baik  Tingkat kemiskinan desa >25%.

PISEW

 Berbasis pengembangan wilayah

 Pembangunan infrastruktur dasar perdesaan yang mendukung (i) transportasi, (ii) produksi pertanian, (iii) pemasaran pertanian, (iv) air bersih dan sanitasi, (v) pendidikan, serta (vi) kesehatan

 Mendukung komoditas unggulan kawasan

Berdasarkan kriteria umum yang ditetapkan sebagai kriteria kesiapan sebagian besar telah dipenuhi oleh Kabupaten Tabanan, sedangkan kriteria khusus yang dapat dipenuhi adalah readiness criteria khusus PPIP.

6.1.5.

Usulan Kebutuhan Program dan Kegiatan

(10)

sesuai dengan kewenangannya yaitu pendanaan melalui APBN, APBD Provinsi dan APBD kabupaten. Sehingga untuk jangka waktu perencanaan lima tahun dalam RPI2JM dibutuhkan suatu kriteria untuk menentukan prioritasi dari tahun pertama hingga kelima. Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Tabanan yang dibiayai dari sumber dana APBN dan APBD sebagaimana terlihat pada tabel

(11)
(12)
(13)
(14)
(15)
(16)
(17)

6.2.

PENATAAN BANGUNAN DAN LINGKUNGAN

6.2.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan PBL

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya.

Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu.

Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

Secara lebih rinci UU No. 28 tahun 2002 dijelaskan dalam PP No. 36 Tahun 2005 tentang peraturan pelaksana dari UU No. 28/2002. PP ini membahas ketentuan fungsi bangunan gedung, persyaratan bangunan gedung, penyelenggaraan bangunan gedung, peran masyarakat, dan pembinaan dalam penyelenggaraan bangunan gedung. Dalam peraturan ini ditekankan pentingnya bagi pemerintah daerah untuk menyusun Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) sebagai acuan rancang bangun serta alat pengendalian pengembangan bangunan gedung dan lingkungan.

(18)

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

Lingkup Tugas dan Fungsi Direktorat PBL

Sebagaimana dinyatakan pada Permen PU No.8 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian PU, pada Pasal 608 dinyatakan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanakan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang penataan bangunan dan lingkungan termasuk pembinaan pengelolaan gedung dan rumah negara.

Selanjutnya pada Pasal 609 disebutkan bahwa Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan menyelenggarakan fungsi:

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan termasuk gedung dan rumah negara;

b. Pembinaan teknik, pengawasan teknik, fasilitasi serta pembinaan pengelolaan bangunan gedung dan rumah negara termasuk fasilitasi bangunan gedung istana kepresidenan;

c. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan dan pengembangan keswadayaan masyarakat dalam penataan lingkungan;

d. Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi revitalisasi kawasan dan bangunan bersejarah/tradisional, ruang terbuka hijau, serta penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

e. Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria, serta pembinaan kelembagaan penyelenggaraan penataan bangunan dan lingkungan; dan

f. Pelaksanaan tata usaha Direktorat.

(19)

Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL

Lingkup kegiatan untuk dapat mewujudkan lingkungan binaan yang baik sehingga terjadi peningkatan kualitas permukiman dan lingkungan meliputi:

a. Kegiatan penataan lingkungan permukiman

 Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL);  Bantuan Teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH);

 Pembangunan Prasarana dan Sarana peningkatan lingkungan pemukiman kumuh dan nelayan;

 Pembangunan prasarana dan sarana penataan lingkungan pemukiman tradisional.

b. Kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung

 Diseminasi peraturan dan perundangan tentang penataan bangunan dan lingkungan;

 Peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan dan gedung;  Pengembangan sistem informasi bangunan gedung dan arsitektur;  Pelatihan teknis.

c. Kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan

(20)

6.2.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan PBL

A. Isu Strategis

Isu strategis secara nasional, antara lain : 1) Penataan Lingkungan Permukiman

a. Pengendalian pemanfaatan ruang melalui RTBL;

b. PBL mengatasi tingginya frekuensi kejadian kebakaran di perkotaan;

c. Pemenuhan kebutuhan ruang terbuka publik dan ruang terbuka hijau (RTH) di perkotaan;

d. Revitalisasi dan pelestarian lingkungan permukiman tradisional dan bangunan bersejarah berpotensi wisata untuk menunjang tumbuh kembangnya ekonomi lokal;

e. Peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan Standar Pelayanan Minimal;

f. Pelibatan pemerintah daerah dan swasta serta masyarakat dalam penataan bangunan dan lingkungan.

2) Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara

a. Tertib pembangunan dan keandalan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

b. Pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung dengan perda bangunan gedung di kab/kota;

c. Tantangan untuk mewujudkan bangunan gedung yang fungsional, tertib, andal dan mengacu pada isu lingkungan/berkelanjutan;

d. Tertib dalam penyelenggaraan dan pengelolaan aset gedung dan rumah negara; e. Peningkatan kualitas pelayanan publik dalam pengelolaan gedung dan rumah

Negara.

3) Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan

a. Jumlah masyarakat miskin pada tahun 2012 sebesar 29,13 juta orang atau sekitar 11,96% dari total penduduk Indonesia;

b. Realisasi DDUB tidak sesuai dengan komitmen awal termasuk sharing in-cash sesuai MoU PAKET;

c. Keberlanjutan dan sinergi program bersama pemerintah daerah dalam penanggulangan kemiskinan

Beberapa isu strategis pembangunan daerah Bali yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Pengawasan dan pengendalian pemanfaatan tata ruang, pencemaran lingkungan, konservasi dan perlindungan sumberdaya alam dan lingkungan hidup.

2. Meningkatkan potensi keselarasan tatanan kehidupan modern, pelesterian panorama, nuansa ruang dan lingkungan alam, mengembangkan sistem budaya yang berorientasi pada tatanan lngkungan hidup serta pengelolaan dan rehabilitasi ekosistem pesisir dan laut.

3. Meningkatkan kapasitas pemerataan pembangunan melalui penyediaan infrastruktur sebagai roda penggerak pertumbuhan ekonomi wilayah.

(21)

5. Peningkatan pembinaan dan pengendalian tata ruang yang kompeten, proposional dan profesional, yang mampu menyusun dan menetapkan regulasi-regulasi yang ramah lingkungan.

Beberapa isu strategis pada Pemerintah Kabupaten Tabanan yang terkait penataan bangunan dan lingkungan yaitu :

1. Sinkronisasi penataan ruang serta daya dukung lingkungan dan ekosistem wilayah dalam upaya mencegah perusakan dan/atau pencemaran lingkungan hidup, perusakan sumber daya alam, kualitas lingkungan hidup dan keseimbangan pemanfaatan ruang, pengendalian tingginya alih fungsi lahan pertanian, dan meningkatkan ketaatan terhadap rancana tata ruang.

2. Kurang bersinerginya pariwisata dengan sektor lainnya, belum berkembangnya obyek wisata, promosi pariwisata belum optimal, akses penghubung ke obyek-obyek wisata belum memadai.

3. Penyediaan rumah layak huni bagi keluraga miskin, sanitasi perumahan dan pengendalian perumahan kumuh perkotaan.

4. Kurangnya ruang terbuka hijau dan ratio hutan terhadap wilayah, tingkat pencemaran air permukaan cenderung meningkat (sungai dan danau), bertambahnya jumlah penduduk dan meningkatkan aktivitas pembangunan membawa konskuensi terhadap meningkatknya volume sampah yang dihasilkan, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan, sarana dan prasarana dalam pengelolaan persampahan dari hulu sampai hilir.

5. Perhatian terhadap kebudayaan masih rendah, masih banyaknya peninggalan budaya yang belum terpelihara dengan baik.

Isu strategis penggunaan lahan wilayah yang terkait penataan bangunan dan lingkungan adalah :

1. Alih fungsi lahan sawah menjadi kawasan permukiman atau kawasan faslitas penunjang pariwisata

2. Alih fungsi lahan perkebunan dan kawasan hutan dengan sistem perakaran yang kuat menjadi kawasan pertanian hortikultura dan tanaman pangan

3. Pelanggaran sempadan pantai dan sempadan sungai, 4. Perambahan kawasan hutan

5. Menurunnya kualitas lingkungan permukiman perkotaan maupun permukiman perdesaan

6. Berkembangnya kawasan perdagangan dan jasa di jalan-jalan utama wilayah 7. Kepastian hukum tentang pemanfaatan ruang.

Isu strategis pemanfaatan ruang dan pengendalian peanfaatan ruang terkait penataan bangunan dan lingkungan adalah :

1. Tekad untuk mempertahankan lahan sawah 90% dari luas yang ada dalam jangka panjang.

2. Memperluas tutupan lahan hutan dan minimal 30% tutupan lahan DAS. 3. Minimal 40% RTHK untuk kawasan perkotaan.

(22)

5. Pemantapan pelestarian kawasan lindung dengan melibatkan peran masyarakat 6. Pemantapan kawasan suci dan radius kesucian pura perlu dipertegas jaraknya 7. Pelestarian lansekap dan arsitektur berjatidiri budaya Bali diharapkan tetap dapat

menjaga komposisi ruang antara ruang terbangun dan ruang terbuka tetap ideal. 8. Keterlibatan desa pakraman dalam menjaga kelestarian lingkungan termasuk dalam

memberikan rekomendasi dalam perijinan dalam memanfaatkan ruang. B. Kondisi Eksisting

Sampai dengan tahun 2014 Kabupaten Tabanan telah memiliki Perda No. 9 Tahun 2013 tentang Perda Bangunan Gedung. Telah tersusun 3 (tiga) Materi Teknis RTBL yakni RTBL Kawasan Alit Saputra, RTBL Kawasa Kota Tabanan, dan RTBL Kawasan Pusat Kota Tabanan.

Disamping software seperti tersebut diatas pembangunan terkait dengan PBL juga dilakukan penataan kawasan, yakni kawasan sekitar Gedung Mario di Kota Tabanan dan penataan Warisan Budaya Jatiluwih dengan memberikan dukungan prasarana lingkungan sesuai fungsi kawasan.

C. Permasalahan dan Tantangan

Beberapa permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam Penataan Bangunan dan Lingkungan antara lain:

Aspek Penataan Lingkungan Permukiman :

 Belum siapnya landasan hukum dan landasan operasional berupa RTBL untuk lebih melibatkan pemerintah daerah dan swasta dalam penyiapan infrastruktur guna pengembangan lingkungan permukiman;

 Menurunnya fungsi kawasan dan terjadi degradasi kawasan kegiatan ekonomi utama kota, kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Masih rendahnya dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman yang diindikasikan dengan masih kecilnya alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM;

 Lemahnya penegakan hukum dalam penyelenggaraan pengaturan pengembangan lingkungan permukiman.

Aspek Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Meningkatnya kebutuhan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Kurang ditegakkannya aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Prasarana dan sarana hidran kebakaran banyak yang tidak berfungsi dan kurang mendapat perhatian;

 Banyaknya Bangunan Gedung Negara yang belum memenuhi persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan;

(23)

Aspek Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih kurang diperhatikannya kebutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sarana olah raga;

 Masih minimnya bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

Kapasitas Kelembagaan Daerah:

 Masih terbatasnya kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Masih adanya tuntutan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih perlunya peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah dalam fasilitasi penyediaan perangkat pengaturan.

6.2.3.

Analisis Kebutuhan Penataan Bangunan dan Lingkungan

Berdasarkan isu-isu strategis, kondisi existing, permasalahan dan tantangan sektor PBL dan Lingkungan dilakukan analisa kebutuhan sektor PBL antara lain:

Penataan Lingkungan Permukiman:

 Diperlukan RTBL di beberapa kawasan-kawasan : perkotaan yang berkembang pesat, permukiman yang mengalami degradasi, dan kawasan/bangunan yang perlu dilinungi, kawasan gabungan atau campuran, kawasan rawan bencana, serta perlu dilegalisasi sebagai landasan hukum;

 Dibutuhkan perlindungan terhadap kawasan tradisional bersejarah serta heritage;

 Diperlukan dukungan pemda dalam pembangunan lingkungan permukiman dan peningkatan alokasi anggaran daerah untuk peningkatan kualitas lingkungan dalam rangka pemenuhan SPM;

 Perlu penegakan hukum dalam dalam penyelenggaraan penataan lingkungan permukiman.

Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara:  Dibutuhkan kelengkapan sarana sistem proteksi kebakaran;

 Dibutuhkan NSPM terutama yang berkaitan dengan pengelolaan dan penyelenggaraan bangunan gedung (keselamatan, kesehatan, kenyamanan dan kemudahan);

 Diperlukan aturan keselamatan, keamanan dan kenyamanan Bangunan Gedung termasuk pada daerah-daerah rawan bencana;

 Peningkatan sarana dan prasarana dan sarana hidran kebakaran;

 Penegakan persyaratan keselamatan, keamanan dan kenyamanan pada Bangunan Gedung Negara;

 Penertiban penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara;  Penertiban administrasi aset Negara.

Penyelenggaraan Sistem Terpadu Ruang Terbuka Hijau:

 Masih dibutuhan sarana lingkungan berupa ruang terbuka hijau, sebagai sarana rekreasi dan olah raga;

 Diperlukan bantuan teknis pengelolaan Ruang Terbuka Hijau (RTH).

(24)

 Diperlukan kesadaran aparatur dan SDM pelaksana dalam pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung termasuk pengawasan;

 Diperlukan reformasi peraturan perundang-undangan dan peningkatan pelaksanaan otonomi dan desentralisasi;

 Masih diperlukan peningkatan dan pemantapan kelembagaan bangunan gedung di daerah.

6.2.4.

Program-Program dan Kriteria Kesiapan Sektor Penataan Bangunan

dan Lingkungan

Program-Program Penataan Bangunan dan Lingkungan, terdiri dari: a. Kegiatan Penataan Lingkungan Permukiman;

b. Kegiatan Penyelenggaraan Bangunan Gedung dan Rumah Negara; c. Kegiatan Pemberdayaan Komunitas dalam Penanggulangan Kemiskinan.

Untuk penyelenggaraan program-program pada sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan (PBL) maka dibutuhkan Kriteria Kesiapan (Readiness Criteria) yang mencakup antara lain rencana kegiatan rinci, indikator kinerja, komitmen Pemda dalam mendukung pelaksanaan kegiatan melalui penyiapan dana pendamping, pengadaan lahan jika diperlukan, serta pembentukan kelembagaan yang akan menangani pelaksanaan proyek serta mengelola aset proyek setelah infrastruktur dibangun.

Secara lebih rinci atau kriteria khusus dalam penyelenggaraan program-program sektor PBL,antara lain :

Penyusunan Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan (RTBL)  Adanya kawasan terbangun yang memerlukan penataan;  Adanya kawasan yang dilestarikan/heritage;

 Adanya kawasan rawan bencana;

 Adanya kawasan gabungan atau campuran (fungsi hunian, fungsi usaha, fungsi sosial/budaya dan/atau keagamaan serta fungsi khusus, kawasan sentra niaga(central business district);

 Merupakan kawasan strategis menurut RTRW Kab/Kota;

 Adanya komitmen Pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintahdaerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan rencana tata ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Revitalisasi Kawasan, Ruang Terbuka Hijau

(RTH) dan Permukiman Tradisional/Bersejarah

 Adanya RTBL atau merupakan turunan dari lokasi perencanaan RTBL (jika luas kws perencanaan > 5 Ha) atau;

 Turunan dari Tata Ruang atau masuk dlm skenario pengembangan wilayah (jika luas perencanaan < 5 Ha);

 Adanya Komitmen pemda dalam rencana pengembangan dan investasi Pemerintah daerah, swasta, masyarakat yang terintegrasi dengan Rencana Tata Ruang dan/atau pengembangan wilayahnya;

(25)

Penyusunan Rencana Tindak Penataan dan Revitalisasi Kawasan:  Ada kawasan diperkotaan yang memiliki potensi dan nilai strategis;  Terjadi penurunan fungsi, ekonomi dan/atau penurunan kualitas;  Bagian dari rencana pengembangan wilayah/kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Ruang Terbuka Hijau:

 Ada Ruang publik tempat terjadi interaksi langsung antara manusia dengan taman (RTH Publik);

 Ada Area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman baik alamiah maupun ditanam (UU No.26/2007 tentang Tata ruang);

 Dalam rangka membantu Pemda mewujudkan RTH publik minimal 20% dari luas wilayah kota;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Tindak Permukiman Tradisional Bersejarah:

 Lokasi terjangkau dan dikenal oleh masyarakat setempat (kota/kabupaten);

 Memiliki nilai ketradisionalan dengan ciri arsitektur bangunan yang khas dan estetis;  Kondisi sarana dan prasarana dasar yang tidak memadai;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Penyusunan Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran (RISPK):

 Ada Perda Bangunan Gedung

 Kota/Kabupaten dengan jumlah penduduk > 500.000 orang;

 Tingginya intensitas kebakaran per tahun dengan potensi resiko tinggi

 Kawasan perkotaan nasional PKN, PKW, PKSN, sesuai PP No.26/2008 ttg Tata Ruang;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan PSD Untuk Revitalisasi Kawasan, RTH Dan Permukiman Tradisional/ Gedung Bersejarah:

 Mempunyai dokumen Rencana Tindak PRK/RTH/Permukiman Tradisional-Bersejarah;

 Prioritas pembangunan berdasarkan program investasinya;

 Ada DDUB;

 Dukungan Pemerintah Pusat maksimum selama 3 tahun anggaran;

(26)

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan Prasarana dan Sarana Sistem Proteksi Kebakaran:

 Memiliki dokumen RISPK yang telah disahkan oleh Kepala Daerah (minimal SK/peraturan bupati/walikota);

 Memiliki Perda BG (minimal Raperda BG dalam tahap pembahasan dengan DPRD);  Memiliki DED untuk komponen fisik yang akan dibangun;

 Ada lahan yg disediakan Pemda;

 Ada rencana pengembangan dan investasi Pemda, swasta, dan masyarakat;  Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

Dukungan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan:

 Bangunan gedung negara/kantor pemerintahan;

 Bangunan gedung pelayanan umum (puskesmas, hotel, tempat peribadatan, terminal, stasiun, bandara);

 Ruang publik atau ruang terbuka tempat bertemunya aktifitas sosial masyarakat (taman, alun-alun);

 Kesiapan pengelolaan oleh SKPD terkait.

6.2.5.

Usulan Program dan Kegiatan PBL

(27)
(28)
(29)
(30)
(31)
(32)
(33)

6.3.

SISTEM PENYEDIAAN AIR MINUM (SPAM)

6.3.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan

Penyelenggaraan pengembangan SPAM adalah kegiatan merencanakan, melaksanakan konstruksi, mengelola, memelihara, merehabilitasi, memantau, dan/atau mengevaluasi sistem fisik (teknik) dan non fisik penyediaan air minum. Penyelenggara pengembangan SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM.

Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Peraturan ini mengamanatkan bahwa dalam rangka peningkatan pelayanan/ penyediaan air minum perlu dilakukan pengembangan SPAM yang bertujuan untuk membangun, memperluas, dan/atau meningkatkan sistem fisik dan non fisik daam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik dan sejahtera.

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari.

(34)

perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan airhujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005.

Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

 Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum;

 Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air minum termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

 Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

 Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air minum.

6.3.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan dan Tantangan

A. Isu Strategis

Aspek Teknis :

1. Pemanfaatan teknologi dalam pemanfaatan sumber air masih belum maksimal mengingat keterbatasan pendanaan yang dialami oleh masing-masing kelembagaan. 2. Masih tingginya tingkat kebocoran akibat tingginya pencurian air dan masih

digunakannya jaringan yang berumur tua.

3. Jangkauan pelayanan air bersih masih belum maksimal karena terbatasnya pemanfaatan sumber air yang ada dan tersebarnya area permukiman sehingga membutuhkan investasi yang besar dalam perluasan jangkauan pelayanan.

4. Lemahnya perlindungan terhadap sumber air merupakan salah satu hal penting mengingat beberapa titik sumber air masih belum terlindungi dengan baik dari segala bentuk pencemaran.

Aspek Non Teknis

1. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki instansi terkait mengindikasikan perlunya peningkatan kerjasama dan alih teknologi dengan pihak swasta.

2. Pelayanan air bersih juga masih terkendala karena kurang profesionalnya SDM pengelola air bersih.

3. Tarif air minum dirasa belum seimbang jika dibandingkan biaya dasar produksi sehingga sangat mempengaruhi pengembangan pelayanan.

4. Lembaga pengelola air bersih masih lemah dari segi managemen sehingga menggangu pelayanan secara umum.

(35)

6. Terjadinya penurunan debit air akibat perubahan iklim mulai terasa di Kabupaten Tabanan. Sumber air yang dimanfaatkan sebagai air baku mengalami penurunan debit sehingga mengganggu penyediaan air bersih ke masyarakat.

B. Kondisi Eksisting

Aspek Teknis

Gambaran umum sistem penyediaan air bersih eksisting PDAM Kabupaten Tabanan adalah sebagai berikut :

 Unit Kota Tabanan dan Kecamatan Kediri

Untuk pelayanan kota kecamatan Tabanan sumber air baku yang digunakan dari sumber Mata Air Gembrong, Mata Air Gangsang dan Riang Gede. Sumber air baku untuk pelayanan kota kecamatan Kediri dari Sumber Mata Air Dedari, Gangsang dan IPA Nyanyi.

 Unit Selemadeg

Unit Selemadeg meliputi : Desa Bajera, Desa Wanagiri, Desa Belimbing, Desa Lalanglinggah, IKK Pupuan dan Mundeh. Sumber mata yang dimanfaatkan : Mata air Arca, Kikihan, Makori, Pujungan, Dukuh.

 Unit Kerambitan

Pada unit Kerambitan meliputi : Desa Batuaji, Desa Tanguntiti, Desa Megati, Desa Gadungan, Desa Gunung Salak, IKK Kerambitan. Sumber air baku yang dimanfaatkan pada sistem ini ; Mata air Beji Panes, Mata air Kelepud, Mata air Tista, Mata air Riang Gede, Mata air Kerotok dan IPA Selemadeg.

 Unit Penebel

Yang termasuk unit Penebel : IKK Penebel, IKK Marga, Desa Penatahan dan Desa Apuan. Sumber air baku untuk IKK Penebel dan Desa Penatahan berasal dari Sumber mata air Gembrong. Sedangkan untuk pelayanan IKK Marga berasal dari Mata air Gangsang, Dedari dan Desa Apuan dengan sumber mata air Pangangian.  Unit Baturiti

Pada unit Baturiti ini meliputi : Desa Perean Timur, Desa Luwus, Desa Candi Kuning, Desa Baturiti, Desa Perean dan Desa Mekar Sari.

Kondisi sistem penyediaan air minum pada unit-unit di atas yakni kapasitas sumber mata air dan produksi air sangat terbatas. Hal yang perlu dilakukan mendesak adalah rencana induk pengembangan air baku dan pengembangan SPAM Kota maupun SPAM IKK. SPAM Perdesaan

(36)

Tabel 6.5 Kelompok PAMDES di tiap Kecamatan di Kabupaten Tabanan

˗ Desa Belatungan, Kec. Pupuan ˗ Desa Mengesta, Kec. Penebel ˗ Desa Timpag, Kec. Kerambitan

-

2006 ˗ Desa Luwus, Kec. Baturiti ˗ Dsn. Cepaka, Desa Pupuan

Sawah, Kec. Selemadeg

˗ Desa Lumbung, Kec. Selemadeg Barat

˗ Desa Wangaya, Kec. Penebel ˗ Desa Tegal Mengkeb, Kec.

Selemadeg Timur

˗ Desa Angkah, Kec. Selemadeg Barat

˗ Desa Senganan, Kec. Penebel ˗

2008 ˗ Desa Angsri, Kec. Baturiti ˗ Desa Bantiran, Kec. Pupuan ˗ Desa Gunung Salak, Kec.

Selemadeg Timur

˗ Br. Gunung Sari, Uma Kayu, Desa Jatiluwih, Kec. Penebel ˗ Desa Riang Gede, Kec. Penebel ˗ Desa Tangguntiti, Beraban, Tegal

Mengkeb, Kec. SelTim

2009 ˗ Dsn. Singin dan Gamongan, Kec. Selemadeg

(37)

Tahun ˗ Desa/Dusun

˗ Desa Angsri Kauh, Kec. Baturiti ˗ Desa Senganan, Kec. Penebel ˗ Dsn. Banyusari, Desa Pajahan,

Kec. Pupuan

(38)

Kondisi keuangan PDAM Kabupaten Tabanan secara umum berdasarkan laporan keuangan PDAM Kabupaten Tabanan sampai dengan bulan Desember tahun 2011 mengalami kerugian dengan nilai kerugian rata-rata sebesar Rp. 9.404.830.000.

Tarif dan Retribusi

Air Tanpa Rekening / Non Revenue Water ( NRW ) PDAM Kabupaten Tabanan tahun 2010 adalah sebesar 31,52 % dengan perhitungan sebagai berikut :

 Volume Produksi : 15.676.938,00 m3  Volume Distribus i : 13.613.734,70 m3  Volume Air Terjual : 9.322.128 m3  Volume Kebocoran ditingkat produksi : 2.063.203,30 m3

 Persentase NRW : 13,16 %

 Volume Kebocoran ditingkat distribusi : 4.291.606,7 m3

 Persentase NRW : 31,52 %

Tabel 6.6 Tarif Rata-rata PDAM Tirta Amertha Buana Kabupaten TabananTahun 2010

Uraian 2010

Penjualan Air & Administrasi – Juta Rp 27.688,32

Penjualan Air – m3 9.322,13

Penjualan Air - Juta Rp 18.688,99

Tarif Rata-rata – Rp/m3 2.004,8

Kinerja pengelolaan PDAM berdasarkan struktur organisasi adalah Direksi membawahi pegawai dan bertanggung jawab atas kegiatan yang dilaksanakan di PDAM dimana Direksi diawasi oleh Badan Pengawas yang akan meneruskan kepada Kepala Daerah terkait permasalahan yang ditemui untuk dapat memberikan pendapat dan saran guna kelancaran pelaksanaan kegiatan.

Sistem penyediaan air minum untuk sistem perdesaan lebih banyak dikelola oleh masyarakat dan bersifat swakelola dengan menggunakan sistem organisasi yang sederhana. Di Kabupaten Tabanan terdapat beberapa kelompok yang mengelola SPAM perdesaan.

C. Permasalahan

Permasalahan pada Aspek Teknis

(39)

2. Kualitas air bakteriologis yang ada di Kabupaten Tabanan masih ada yang positif 3. Besarnya selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas yang dioperasikan

(idle capacity) belum termanfaatkan secara maksimal karena belum mampunya PDAM melakukan pengembangan pengembangan jaringan distribusi, untuk penambahan Sambungan Rumah (SR).

4. Pada saat ini jam operasi produksi air minum berjalan selama 24 jam dan pelayanan distribusi baru berjalan selama 23 jam per hari.

5. Pengukuran kapasitas produksi belum ada karena tidak adanya water meter induk produksi.

6. Tingkat kehilangan air masih tinggi 39,2% di tahun 2007. Permasalahan Penyelenggaraan SPAM PDAM

1. Permasalahan Unit Air Baku

Terbatasnya pengembangan beberapa sumber air dalam hal ini sumber mata air. Selain itu untuk sumber Mata Air Gembrong sudah semakin berkurang produksinya dikarenakan adanya masalah dengan subak.

2. Permasalahan Unit Produksi

Besarnya selisih antara kapasitas terpasang dengan kapasitas yang dioperasikan (Idle Capacity) karena adanya kondisi sarana produksi yang sudah dalam kondisi kurang baik sehingga tidak bisa beroperasi secara maksimal.

3. Permasalahan Unit Distribusi

Perawatan jaringan pipa distribusi yang sulit. Hal ini disebabkan kondisi pemasangan jaringan pipa distribusi yang berada didalam tanah dan dibawah jalan aspal. Permasalahan yang terjadi pada unit distribusi adalah masih tingginya tingkat kebocoran air. Hal ini disebabkan formasi jaringan diameter pipa belum sempurna dan kerusakan Water Meter Induk dan Water Meter Pelanggan.

Permaslahan pada Aspek Non Teknis

Permasalahan umum yang menyangkut aspek kelembagaan adalah:

 Pengelolaan SPAM belum sepenuhnya dapat menghasilkan air minum yang sesuai dengan standar yang berlaku .

 Pemeliharaan prasarana dan sarana air minum belum dapat dilakukan dengan baik sehingga dapat melayani kebutuhan air minum masyarakat secara berkesinambungan.

 Belum dapat dipenuhi standar pelayanan minimum air minum yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Permasalahan Aspek Keuangan

 Permasalahan yang terdapat pada aspek non teknis adalah biaya perawatan. Hal ini disebabkan karena hampir sebagian sarana di Sistem PDAM Kabupaten Tabanan sudah cukup tua.

 Tarif air minum masih dibawah biaya dasar.

Tantangan

(40)

tuntutan PP 16/2005 untuk memenuhi kualitas air minum sesuai kriteria yang telah disyaratkan.

b) Banyak potensi dalam hal pendanaan pengembangan SPAM yang belum dioptimalkan. Sedangkan adanya tuntutan penerapan tarif dengan prinsip full cost recovery merupakan tantangan besar dalam pengembangan SPAM.

c) Adanya tuntutan untuk penyelenggaraan SPAM yang profesional merupakan tantangan dalam pengembangan SPAM di masa depan.

d) Adanya tuntutan penjaminan pemenuhan standar pelayanan minimal sebagaimana disebutkan dalam PP No. 16/2005 serta tuntutan kualitas air baku untuk memenuhi standar yang diperlukan.

e) Adanya potensi masyarakat dan swasta dalam pengembangan SPAM yang belum diberdayakan.

f) Tuntutan pembangunan yang berkelanjutan dengan pilar pembangunan ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup.

g) Tuntutan penerapan Good Governance melalui demokratisasi yang menuntut pelibatan masyarakat dalam proses pembangunan.

h) Komitmen terhadap kesepakatan Millennium Development Goals (MDGs) 2015 dan Protocol Kyoto dan Habitat, dimana pembangunan perkotaan harus berimbang dengan pembangunan perdesaan.

i) Tuntutan peningkatan ekonomi dengan pemberdayaan potensi lokal dan masyarakat, serta peningkatan peran serta dunia usaha, swasta

j) Kondisi keamanan dan hukum nasional yang belum mendukung iklim investasi yang kompetitif

6.3.3.

Analisis Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum

Kebutuhan Sistem Penyediaan Air Minum terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat (basic need) seperti SPAM MBR, SPAM Desa Rawan Air/Pesisir/Terpencil, PAMSIMAS, SPAM IKK, dan SPAM lainnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain kebutuan masyarakat, SPAM juga dibutuhkan untuk pengembangan sektor industri dan pariwisata seperti DTWK Bedugul, Tanah Lot, Kawasan Pariwisata Soka dan obyek wisata lainnya di Kabuapten Tabanan.

6.3.4.

Program-Program dan Kriteria Penyiapan, serta Skema Kebijakan

Pendanaan Pengembangan SPAM

Program-program Pengembangan SPAM, antara lain:

A. Program SPAM IKK, dengan kriteria :

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

B. Program Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR), dengan kriteria :  Sasaran: Optimalisasi SPAM IKK

(41)

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan kumuh/nelayan yang terlayani SPAM

C. Program Perdesaan Pola Pamsimas, dengan kriteria:

 Sasaran: IKK yang belum memiliki SPAM

 Kegiatan: Pembangunan SPAM (unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama); Jaringan distribusi untuk maksimal 40% target Sambungan Rumah (SR) total.

 Indikator: Peningkatan kapasitas (liter/detik); Penambahan jumlah kawasan/IKK yang terlayani SPAM

D. Program Desa Rawan Air/Terpencil, dengan kriteria:

 Sasaran: Desa rawan air, desa miskin dan daerah terpencil (sumber air baku relatif sulit)

 Kegiatan: Pembangunan unit air baku, unit produksi dan unit distribusi utama.  Indikator: Penambahan jumlah desa yang terlayani SPAM.

E. Program Pengamanan Air Minum, dengan kriteria:

 Sasaran: PDAM-PDAM dalam rangka mengurangi resiko.

 Kegiatan: Pengendalian kualitas pelayanan air minum darihulu sampai hilir.  Indikator: Penyediaan air minum memenuhi standar 4 K.

Kriteria Penyiapan (Readiness Criteria) :

Kelengkapan (readiness criteria) usulan kegiatan Pengembangan SPAM pemerintah kabupaten/kota adalah sebagai berikut:

1. Tersedia Rencana Induk Pengembangan SPAM (sesuai PP No. 16 /2005 Pasal 26 ayat 1 s.d 8 dan Pasal 27 tentang Rencana Induk Pengembangan SPAM.

2. Tersedia dokumen RPI2JM bidang Cipta Karya 3. Tersedia studi kelayakan/justifikasi teknis dan biaya

 Studi Kelayakan Lengkap: Penambahan kapasitas ≥ 20 l/detik atau diameter pipa

JDU terbesar ≥ 250 mm;

 Studi Kelayakan Sederhana: Penambahan kapasitas 15-20 l/detik atau diameter pipa JDU terbesar 200 mm.

 Justifikasi Teknis dan Biaya: Penambahan kapasitas ≤ 10 l/detik atau diameter

pipa JDU terbesar ≤ 150 mm;;

4. Tersedia DED/Rencana Teknis (sesuai Permen No. 18/2007) 5. Ada indikator kinerja untuk monitoring

 Indikator Output: 100 % pekerjaan fisik

 Indikator Outcome: Jumlah SR/HU yang dimanfaatkan oleh masyarakat pada tahun yang sama

6. Tersedia lahan/ada jaminan ketersediaan lahan

7. Tersedia Dana Daerah Untuk Urusan Bersama (DDUB) sesuai kebutuhan fungsional dan rencana pemanfaatan sistem yang akan dibangun

(42)

9. Dinyatakan dalam surat pernyataan Kepala Daerah tentang kesanggupan/ kesiapan menyediakan syarat-syarat di atas.

Skema Kebijakan Pendanaaan

a) Skema Kebijakan Pendanaan Pengembangan SPAM

Kegiatan SPAM Air Baku Unit Produksi Trasmisi dan Distribusi (SR dan HU)

b) Pendekatan Pembiayaan APBN 1. Non Cost-Recovery

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) pada IKK, kawasan perbatasan/ pulau terdepan;

 Fasilitasi pengembangan SPAM (unit air baku dan unit produksi) bagi kawasan-kawasan tertinggal (kawasan-kawasan kumuh, kawasan-kawasan nelayan, dan ibu kota kabupaten pemekaran;

 Fasilitasi pengembangan SPAM bagi perdesaan (desa rawan air) melalui pemicuan perubahan perilaku menjadi hidup bersih dan sehat, pembangunan modal sosial, capacitu building bagi masyarakat, serta pembangunan dan pengelolaan SPAM berbasis masyarakat; dan

 pengembangan SPAM skala kecil (perdesaan) pembiayaannya didorong melalui DAK.

2. Cost recovery

 Fasilitasi penyediaan air baku untuk air minum melalui kerjasama dengan Ditjen Sumber Daya Air; dan

 Fasilitasi penyediaan air minum (PDAM) di kawasan strategis (PKN, PKW, PKL, dll) dengan pendanaan melalui perbankan, Pemda/PDAM, serta KPS.

c) Alternatif Pola Pembiayaan

 Equity adalah merupakan sumber pendanaan dari internal cash PDAM dan Pemda untuk program penambahan sambungan rumah (SR). Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana untuk memenuhi sebagian kebutuhan investasi;

 Pinjaman Bank Komersial adalah merupakan sumber pembiayaan dari pinjaman bank komersial dengan jumlah equity tertentu sebagai pendamping pinjaman. Dilaksanakan oleh PDAM yang memiliki kecukupan dana pendamping dan menerapkan tarif minimal diatas harga pokok produksi (tarif dasar);

(43)

 Kerjasama Pemerintah dan Swasta (KPS) merupakan sumber pembiayaan dari badan usaha swasta (BUS) berdasarkan kontrak kerjasama antara BUS dengan pemerintah (BOT/Konsesi). Dilaksanakan di kabupaten/kota yang memiliki pasar potensial (captive market) dan telah dilengkapi dengan studi pra-FS dan kesiapan pemerintah daerah;

 Obligasi adalah merupakan sumber dana dari penerbitan surat utang yang akan dibayar dari pendapatan PDAM. Dilaksanakan oleh PDAM yang telah memiliki rating minimal BBB;

 CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu tindakan yang dilakukan suatu perusahaan sebagai bentuk tanggungjawab terhadap sosial/lingkungan sekitar dimana perusahaan itu berada.

6.3.5.

Usulan Program dan Kegiatan Pengembangan SPAM

(44)
(45)
(46)
(47)

6.4.

PENYEHATAN LINGKUNGAN PERMUKIMAN

Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.

Dalam melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 656, Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman menyelenggarakan fungsi :

a. Penyusunan kebijakan teknis dan strategi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan;

b. pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan air limbah, drainase dan persampahan termasuk penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;

d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan e. pelaksanaan tata usaha direktorat.

6.4.1.

Air Limbah

6.4.1.1.

Arahan Kebijakan dan Lingkup Kegiatan Pengelolaan Air Limbah

A. Arahan Kebijakan Pengelolaan Air Limbah

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka

Panjang Nasional.

Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum. 4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya

Air

Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

(48)

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurut standar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard).

B. Lingkup Pengelolaan Air Limbah

Air Limbah yang dimaksud disini adalah air limbah permukiman (Municipal Wastewater) yang terdiri atas air limbah domestik (rumah tangga) yang berasal dari air sisa mandi, cuci, dapur dan tinja manusia dari lingkungan permukiman serta air limbah industri rumah tangga yang tidak mengandung Bahan Beracun dan Berbahaya (B3). Air buangan yang dihasilkan oleh aktivitas manusia dapat menimbulkan pengaruh yang merugikan terhadap kualitas lingkungan sehingga perlu dilakukan pengolahan.

Pengolahan air limbah permukiman di Indonesia ditangani melalui dua sistem yaitu sistem setempat (onsite) ataupun melalui sistem terpusat (offsite). Sanitasi sistem setempat (onsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah berada dalam batas tanah yang dimiliki dan merupakan fasilitas sanitasi individual sedangkan sanitasi sistem terpusat (offsite) adalah sistem dimana fasilitas pengolahan air limbah dipisahkan dengan batas jarak dan mengalirkan air limbah dari rumahrumah menggunakan perpipaan (sewerage) ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)

6.4.1.2.

Isu Strategis, Kondisi Eksisting, Permasalahan, dan Tantangan Air

Limbah Permukiman

A. Isu Strategis Pengembangan Air Limbah Permukiman

a. Teknis

1. Kabupaten Tabanan belum memiliki masterplan limbah cair; 2. Diperlukan tenaga teknis khusus (SDM) untuk pengoperasian IPLT;

3. Sarana yang tersedia belum memadai dalam menunjang pengelolaan limbah cair.;

4. Perlunya menggunakan teknologi yang bersifat tepat guna dan ramah lingkungan terhadap limbah cair;

5. Sarana pengolahan limbah di tingkat rumah tangga belum memenuhi standar. b. Non Teknis

1. Instansi yang menangani limbah belum bersinergis dalam pengelolaan limbah cair sehingga penanganan limbah cair masih bersifat sektoral sehingga tidak tepat sasaran;

2. Keterbatasan sarana yang mengakibatkan terbatasnya cakupan layanan; 3. Kurangnya kerjasama pengelolaan IPLT dengan pihak swasta;

4. Belum tergalinya dana yang bersumber dari dana Corporate Social Responsibility (CSR);

5. Perlunya sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan limbah cair melalui pemberdayaan desa pakeraman dan LSM;

Gambar

Tabel 6.1 Sebaran Titik Permukiman Kumuh  di Kabupaten Tabanan
Tabel 6.3 Usulan program dan kegiatan sektor Pengembangan Permukiman Kabupaten Tabanan Tahun 2015 – 2019
Gambar : 6.1 Lingkup Tugas PBL
Tabel 6.4  Usulan program dan kegiatan sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan Kabupaten Tabanan Tahun 2015 – 2019
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ari Eko Wibawanto. Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra. Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Widya

Dispenser atau tempat air minum adalah salah satu peralatan listrik atau elektronik yang didalamnya terdapat heater sebagai komponen utamanya, heater berfungsi untuk

Sehingga Informan tetap memiliki semangat dalam menjalani hidup, informan bisa membuktikan pada banyak orang bahwa meskipun berstatus janda cerai hidup, informan

Dengan cara yang sama diperoleh perhitungan perpindahan panas secara konveksi. pada penelitian selanjutnya untuk pengambilan data sebanyak 5 kali

Prevalensi ektoparasit pada ikan Mas (Cyprinus carpio L.) yang tertinggi pada kolam T2 dengan ditemukannya Trichodina sp sebesar 100% di bagian insang dan 80% pada

Kondisi ini tidak mendorong karyawan untuk mengarahkan segala daya dan potensinya untuk bekerja produktif, sehingga muncul perilaku yang tidak diharapkan oleh perusahaan

Oleh hasil penelitian, ditemukan bahwa jumlah estimasi cadangan biomassa pada tutupan lahan berupa hutan sekunder merupakan yang terbesar yang 203,826 ton / hektar,