• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji efektivitas antiinflamasi ekstrak herba sambiloto (andrographis paniculata nees.) secara topikal pada mencit betina galur swiss yang diinduksi karagenin - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji efektivitas antiinflamasi ekstrak herba sambiloto (andrographis paniculata nees.) secara topikal pada mencit betina galur swiss yang diinduksi karagenin - USD Repository"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata Nees.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT

BETINA GALUR SWISS YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Lusiana Rani Oktaviani

NIM : 108114158

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

UJI EFEKTIVITAS ANTIINFLAMASI EKSTRAK HERBA SAMBILOTO

(Andrographis paniculata Nees.) SECARA TOPIKAL PADA MENCIT

BETINA GALUR SWISS YANG DIINDUKSI KARAGENIN SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm)

Program Studi Farmasi

Lusiana Rani Oktaviani

NIM : 108114158

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

Halaman Persembahan

Karya ini kupersembahkan kepada

Tuhan Yesus Kristus kekuatanku

Orang tuaku, Antonius Sutarto dan Yustina

Adikku Gregorius Mulya Dika Akhirta

Teman-teman yang selalu memberi semangat

(6)
(7)
(8)

vii

PRAKATA

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas

berkat, rahmat, bimbingan dan penyertaan-Nya penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Uji Efektivitas Antiinflamasi Ekstrak Herba Sambiloto

(Andrographis paniculata Nees.) secara Topikal pada Mencit Betina Galur Swiss

yang diinduksi Karagenin”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar sarjana farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :

1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma atas dukungan yang

diberikan.

2. Ibu Drh. Sitarina Widyarini MP, PhD selaku dosen pembimbing dan penguji

yang telah mengarahkan, mendampingi, dan meluangkan waktu untuk

berdiskusi bersama penulis selama proses penelitian, penyusunan hingga

selesainya skripsi ini.

3. Bapak Yohanes Dwiatmaka S.Si.,M.si sebagai dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu dan tenaga serta bimbingan, semangat dan dukungan

dalam proses penyusunan skripsi.

4. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan

skripsi ini.

5. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt selaku dosen penguji yang telah

memberikan masukan dan saran yang membangun demi kesempurnaan

(9)

viii

6. Pak Parjiman, Pak Heru dan staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia

membantu dan menemani selama penelitian berlangsung, atas segala bantuan

dan dinamika selama di laboratorium.

7. Bapak, Ibu dan adikku atas dukungan, kasih sayang, doa, nasehat dan

dukungannya yang tidak pernah terlewatkan sehingga penulis dapat semangat

dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Temanku Mita Artaningsih atas bantuannya dalam pengolahan data statistik

penelitian penulis.

9. Teman-teman kost: Mita, Nanda, Kezia, Prisil, Mba Rea, Mba Alvia, Mba

Anggi, Mba Sangkin, Kurry, Lia,Istri, Raisa, Lydia atas dukungan dan

doanya.

10.Rekan-rekan penelitian, Ocha, Gilda dan Ivan atas bantuan, kerjasama,

perjuangan dan suka duka yang dialamai selama penelitian

11.Sella, Siska, Mz Leo, Mas Deli, Mz Lui, Mz Aan, Mz Marcel, Nando, Cahyo,

Hari, Liris, Santi, Ucok dan Linda atas kebersamaan dan keceriaan yang telah

diberikan selama ini.

12.Teman-teman FKKB 2010 dan semua pihak yang telah membantu yang tidak

dapat diucapkan satu per satu.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan ketidaksempurnaan

yang ada dalam penyusunan skripsi ini. Maka penulis mengharapkan kritik dan

saran yang dapat membuat karya ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga

skripsi ini bermanfaat untuk menambah ilmu pengetahuan.

(10)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

INTISARI... xviii

ABSTRACT... xix

BAB I. PENGANTAR... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

(11)

x

B. Anti Inflamasi (Obat Golongan Anti Inflamasi) ... 9

C. Kulit ... 10

BAB. III METODE PENELITIAN... 19

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 19

B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 19

1. Variabel penelitian ... 19

a. Variabel utama... 19

1) Variabel bebas... 19

(12)

xi

D. Alat atau Instrumen Penelitian ... 22

1. Alat pembuatan ekstrak kental... 22

a. Orientasi pemberian karagenin sebagai penginduksi edema 26

b. Orientasi waktu pengolesan senyawa terhadap edema punggung mencit... 26

c. Pencampuran ekstrak etanol sambiloto dengan biocream 26

(13)

xii

e. Pengambilian kulit punggung mencit untuk histopatologi 27

F. Tata Cara Analisis Hasil... 29

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

A. Ekstraksi Herba Sambiloto ... 31

B. Hasil Orientasi Penyuntikan Karagenin ... 33

C. Hasil Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Sambiloto secara Topikal terhadap Edema Kulit Punggung Mencit ... 34

D. Rata-rata Nilai AUC Total dan Rata-rata Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Mencit yang di Induksi Karagenin pada Penelitian Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Sambiloto secara Topikal terhadap Edema Kulit Punggung Mencit ... 37

E. Hasil Uji Hubungan Linearitas Ekstrak Etanol Herba Sambiloto terhadap Daya Antiinflamasi yang Ditimbulkan ... 40

F. Gambaran Kulit Punggung Mencit dengan Pewarnaan Hematoxilin Eosin (HE) ... 42

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 47

A. Kesimpulan ... 47

B. Saran ... 47

DAFTAR PUSTAKA ... 48

LAMPIRAN ... 51

(14)

xiii

DAFTAR TABEL

Tabel I. Rata-rata AUC tebal lipatan kulit punggung mencit pada kelompok

(15)

xiv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan

skema aksinya dan tempat bekerja obat antiinflamasi ... 8

Gambar 2. Komponen epidermis dan dermis kulit manusia ... 11

Gambar 3. Selisih tebal lipat kulit berbagai konsentrasi karagenin ... 33

Gambar 4. Grafik penurunan edema kulit punggung mencit yang diinduksi

karagenin dan diberi berbagai konsentrasi dari ekstrak etanol herba

sambiloto ... 35

Gambar 5. Diagram batang rata-rata persentase penghambatan inflamasi (edema

kulit punggung mencit) yang diinduksi karagenin selama 6 jam

pengamatan ... 38

Gambar 6. Grafik hubungan linearitas konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto

1,67; 2,5 dan 3,75% terhadap persen penghambatan inflamasi . 41

Gambar 7. Gambaran mikroskopik kulit 24 jam setelah injeksi karagenin secara

subkutan dan setelah diberi perlakuan dengan berbagai konsentrasi

ekstrak etanol herba sambiloto ... 43

Gambar 8. Gambaran penghambatan asam arakidonat oleh kortikosteroid dan

(16)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1:Surat Determinasi Tanaman ... 52

Lampiran 2: Ethical Clearence ... 53

Lampiran 3: Gambar Penelitian Antiinflamasi ... 54

a. Determinasi dan pembuatan ekstrak etanol herba sambiloto ... 54

1. Foto herba sambiloto ... 54

2. Foto herba sambiloto kering ... 54

3. Foto serbuk herba sambiloto ... 54

4. Foto perendaman serbuk ... 54

5. Foto ekstrak kental sambiloto ... 54

b. Pengujian antiinflamasi ... 55

1. Hewan uji mencit betina... 55

2. Basis ekstrak sambiloto ... 55

3. Kontrol positif ... 55

4. Spuit injeksi ... 55

5. Kulit punggung setelah pencukuran ... 55

6. Cara pengukuran tebal kulit ... 55

7. Pengolesan ekstrak sambiloto ... 56

8. Foto cara pemotongan kulit ... 56

9. Hasil pemotongan kulit ... 56

(17)

xvi

c. Gambaran Histologi dengan perbesaran 200x ... 57

1. Kulit normal ... 57

2. Kontrol negatif ... 57

3. Kontrol biocream ... 57

4. Kontrol positif ... 57

5. Sambiloto konsentrasi 1,67% ... 57

6. Sambiloto konsentrasi 2,5% ... 57

7. Sambiloto konsentrasi 3,75% ... 57

Lampiran 4: Data Perhitungan Statistik ... 58

a. Data perhitunganAUC tebal lipatan kulit punggung mencit ... 58

1. Data kontrol karagenin ... 58

2. Data kontrol biocream ... 58

3. Data kontrol calacort® ... 58

4. Data ekstrak sambiloto konsentrasi 1,67% ... 59

5. Data ekstrak sambiloto konsentrasi 2,5% ... 59

6. Data ekstrak sambiloto konsentrasi 3,75% ... 59

7. Grafik penurunan edema kulit punggung mencit ... 60

8. Data hasil uji statistik ... 60

(18)

xvii

b. Data perhitungan persen penghambatan inflamasi (%PI) ... 64

1. Data % PI karagenin... 64

2. Data % PI biocream ... 64

3. Data % PI calacort® ... 64

4. Data % PI ekstrak sambiloto konsentrasi 1,67% ... 64

5. Data % PI ekstrak sambiloto konsentrasi 2,5% ... 65

6. Data % PI ekstrak sambiloto konsentrasi 3,75% ... 65

7. Data hasil uji statistik % PI ... 65

8. Nilai AUC edema pada setiap kelompok perlakuan dan hasil uji Scheffe masing-masing kelompok perlakuan ... 68

(19)

xviii

INTISARI

Inflamasi merupakan respon umum terhadap adanya gangguan di dalam tubuh. Sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) telah banyak diketahui memiliki efek farmakologi salah satunya sebagai antiinflamasi. Salah satu golongan senyawa yang terkandung dalam sambiloto adalah flavonoid yang berperan dalam penghambatan proses inflamasi. Tujuan penelitian ini adalah menguji efektivitas antiinflamasi topical, mengukur persen penghambatan inflamasi serta menentukan konsentrasi efektif (EC50) ekstrak etanol herba

sambiloto sebagai agen antiinflamasi terhadap kulit punggung mencit betina galur

Swiss.

Penelitian ini termasuk eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Mencit dibagi dalam 6 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif karagenin 1,5%; kelompok kontrol positif calacort®; kelompok kontrol biocream; kelompok perlakuan ekstrak etanol herba sambiloto 1,67%; kelompok perlakuan ekstrak etanol herba sambiloto 2,5%; dan kelompok perlakuan ekstrak etanol herba sambiloto 3,75%. Pengolesan senyawa uji diberikan setelah injeksi karagenin dan pengukuran tebal edema kulit punggung mencit dilakukan tiap jam selama 6 jam pengamatan. Data tebal edema dianalisis dengan uji Shapiro-Wilk dan dilanjutkan dengan analisis ANOVA satu arah dengan taraf kepercayaan 95% dan uji Scheffe.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees.) memiliki efek antiinflamasi. Efek antiinflamasi dinyatakan dengan persentase penghambatan inflamasi ekstrak etanol sambiloto 1,67; 2,5 dan 3,75% berturut-turut adalah 24,40%; 52,31% dan 66,69%. Konsentrasi efektif (EC50) ekstrak etanol herba sambiloto sebesar 2,57%.

(20)

xix

ABSTRACT

Inflammation is a common response to a disturbance in the body. Bitter (Andrographis paniculata Nees.) has been widely known to have pharmacological effects one of which is as anti-inflammatory. One of compounds that are contained in the bitter flavonoids that play a role in the inhibition of the inflammatory process. The purpose of this study was to test the effectiveness of topical anti-inflammatory, measuring the percent inhibition of inflammation and to determine the effective concentration (EC50) of ethanol extract of bitter herbs as

an anti-inflammatory agent to the back skin of female mice strains Swiss.

This study included purely experimental with completely randomized design direction. Mice were divided into 6 groups: negative control group carrageenin 1.5%; positive control group calacort ®; biocream control group; ethanol extract treatment group 1.67% better herbs; ethanol extract treatment group 2.5% bitter herbs; and ethanol extract treatment group 3.75% bitter herbs. Application of the test compound is given after the injection and measurement carrageenin thick mouse back skin edema done every hour for 6 hours of observation. Data were analyzed with a thick edema Shapiro-Wilk test followed by one-way ANOVA analysis with a level of 95% and Scheffe test.

The results of this study showed that the ethanol extract of bitter herbs (Andrographis paniculata Nees.) have anti-inflammatory effects. Anti-inflammatory effect is expressed by the percentage inhibition of inflammation ethanol extract of bitter 1.67; 2.5 and 3.75% respectively was 24.40%; 52.31% and 66.69%. Effective concentration (EC50) of ethanol extract of bitter herbs of

2.57%.

(21)

1

BAB 1 PENGANTAR

A. Latar Belakang

Inflamasi atau biasa disebut dengan peradangan merupakan suatu respon

terhadap jejas (gangguan pada tubuh yang disebabkan oleh faktor luar) pada

jaringan hidup yang memiliki vaskularisasi. Respon ini dapat ditimbulkan oleh

infeksi mikroba, agen fisik, zat kimia, jaringan nekrotik atau juga oleh reaksi

imun (Mitchell, Kumar, Abbas, dan Fausto, 2006). Tujuan dari adanya respon

inflamasi adalah untuk melindungi, mengisolasi, menon-aktifkan, dan

mengeluarkan agen penyebab serta jaringan yang rusak sehingga dapat terjadi

pemulihan. Tanda-tanda utama dari inflamasi yaitu kemerahan, panas, nyeri,

bengkak, dan kehilangan fungsi. Inflamasi ini sering kita alami dalam kehidupan

sehari-hari sehingga menimbulkan rasa tidak nyaman bagi penderitanya. Rasa

tidak nyaman ini membuat penderita bergegas untuk segera mengatasi peradangan

yang terjadi (Brooker, 2005).

Upaya utama yang dapat dilakukan untuk mengurangi rasa sakit atau tidak

nyaman yang timbul akibat inflamasi adalah dengan pemberian obat antiinflamasi

secara lokal yang dapat dioleskan pada daerah yang terkena inflamasi. Hal ini

merupakan cara yang termudah dan cepat yang dapat dilakukan sebagai

pertolongan pertama. Dibandingkan dengan pemberian oral, terutama untuk

obat-obatan golongan Antiinflamasi Non Steroid (AINS) yang dapat menimbulkan

(22)

aman karena bekerja secara lokal yaitu didaerah yang terkena inflamasi saja

(mengurangi efek samping obat). Mekanisme kerja obat secara topikal akan

melewati 3 kompartemen, yaitu: permukaan kulit, stratum korneum dan jaringan

sehat. Stratum korneum dapat berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat

sejumlah unsur pada obat masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum

berpeneterasi tetapi tidak dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus

oleh pakaian. Unsur vehikulum sediaan topikal dapat mengalami evaporasi,

selanjutnya zat aktif berikatan pada lapisan yang dilewati seperti pada epidermis,

dermis. Pada kondisi tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus

hipodermis. Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh

vaskular kulit pada dermis dan hipodermis kemudian memberikan efek.

Umumnya, sediaan topikal memiliki dosis yang kecil namun apabila diharapkan

obatnya masuk kedalam aliran darah sistemik maka dibutuhkan dosis yang lebih

besar (Hendri dan Yenny, 2012).

Umumnya, pengatasan peradangan dilakukan dengan menghambat asam

arakidonat menjadi prostaglandin, suatu mediator pada inflamasi yang

diperantarai oleh enzim siklooksigenase (COX). Biosintesis prostaglandin

berlangsung dengan bantuan radikal bebas sehingga tidak menutup kemungkinan

bahwa pada daerah peradangan dihasilkan oksidan reaktif seperti radikal bebas.

Untuk menangani hal ini dapat digunakan antioksidan dalam tanaman (seperti

flavonoid dan karotenoid) karena memiliki kemampuan untuk menangkap radikal

(23)

Sambiloto dapat digunakan sebagai salah satu pengobatan alternatif

antiradang. Berdasarkan hasil penelitian Evacuasiani dan Soebiantoro (2000),

tanaman sambiloto mengandung berbagai macam zat aktif yang sangat berguna

bagi tubuh diantaranya berupa zat pahit; andrographolide, andrografin, panikulin,

kalmegin dan minyak atsiri.. Berdasarkan berbagai kandungan zat aktif tersebut

dapat diketahui salah satu efek farmakologis dari sambiloto yaitu sebagai

antiradang atau antiinflamasi. Kandungan zat aktif yang memiliki peranan sebagai

antiinflamasi yang terdapat dalam tanaman sambiloto adalah flavonoid. Pada

penelitian ini akan digunakan ekstrak sambiloto yang akan diberikan secara

topikal pada edema kulit punggung mencit untuk melihat efektivitas antiinflamasi

dari tanaman sambiloto.

1. Perumusan masalah

a. Apakah ekstrak etanol herba sambiloto memiliki efektivitas antiinflamasi

secara topikal terhadap edema kulit punggung mencit betina galur Swiss?

b. Berapa persen penghambatan inflamasi ekstrak etanol herba sambiloto

sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kulit punggung mencit betina

galur Swiss ?

c. Berapa konsentrasi efektif (EC50) ekstrak etanol sambiloto sebagai agen

(24)

2. Keaslian penelitian

Penelitian Evacuasiani dan Soebiantoro (2000) serta Rhadika, Rajendra,

Sastri dan Lakshmi (2009) menyatakan bahwa ekstrak sambiloto memberikan

efek antiinflamasi. Penelitian Evacuasiani (2000) menyatakan bahwa ekstrak

etanol herba sambiloto mampu memberikan efek antiinflamasi pada tikus putih

galur Wistar yang diinduksi karagenin. Pada penelitian Rhadika (2009) juga

menyatakan bahwa ekstrak kloroform sambiloto mampu memberikan efek

antiinflamasi pada tikus yang diinduksi karagenin. Perbedaan penelitian

Evacuasiani (2000) serta Rhadika (2009) dengan penelitian yang dilakukan

terletak pada cara pemberian zat uji serta zat penginduksi inflamasi. Pada

penelitian Evacuasiani (2000) serta Rhadika (2009) zat uji diberikan secara

peroral dengan injeksi subkutan dikaki hewan uji sedangkan pada penelitian ini

zat uji akan diberikan secara topikal serta injeksi subkutan pada kulit punggung

mencit. Sepanjang penelusuran penulis, penelitian tentang efektivitas

antiinflamasi ekstrak etanol herba sambiloto secara topikal pada mencit betina

belum pernah dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk menambah informasi dan

pengetahuan tentang efektivitas antiinflamasi ekstrak etanol herba sambiloto

(25)

b. Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

mengenai efektivitas, persen penghambatan inflamasi dan konsentrasi efektif

dari ekstrak etanol herba sambiloto sebagai agen antiinflamasi terhadap

edema kulit punggung mencit betina galur Swiss secara topikal.

B. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memberikan informasi bahwa

ekstrak etanol herba sambiloto yang diberikan secara topikal memiliki efek

antiinflamasi.

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui ada tidaknya efektivitas antiinflamasi pada ekstrak etanol herba

sambiloto terhadap kulit punggung mencit betina galur Swiss yang diberikan

secara topikal.

b. Mengetahui persen penghambatan inflamasi ekstrak etanol herba sambiloto

sebagai agen antiinflamasi terhadap edema kulit punggung mencit betina

galur Swiss.

c. Mengetahui konsentrasi efektif (EC50) ekstrak etanol herba sambiloto sebagai

agen antiinflamasi topikal terhadap edema kulit punggung mencit betina galur

(26)

6

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Inflamasi 1. Definisi

Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika

proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan,

elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada

tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme

perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen

yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk

perbaikan jaringan (Kee, 1996).

2. Gejala

Menurut Kee (1996) terdapat beberapa gejala pada inflamasi yang dapat

dikenali antara lain rubor (kemerahan), edema (pembengkakan), kolor (panas),

dolor (nyeri) serta functio laesa (hilangnya fungsi).

Rubor (kemerahan) merupakan hal pertama yang terlihat pada daerah yang

mengalami peradangan karena adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah

yang mengalami kerusakan. Adanya vasodilatasi menyebabkan aliran darah yang

menuju kedaerah tersebut menjadi semakin banyak sehingga terlihat warna

kemerahan dan panas yang dirasakan (Karch, 2003).

Edema (pembengkakan) timbul karena adanya migrasi cairan dan sel-sel

(27)

didaerah peradangan tersebut akan bercampur dan biasa disebut dengan eksudat

(Price and Wilson, 1995).

Dolor (nyeri) adanya rasa nyeri pada reaksi peradangan dapat disebabkan

oleh adanya perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat

merangsang ujung-ujung nosiseptor. Selain itu, edema yang terjadi

mengakibatkan peningkatan tekanan lokal yang menimbulkan rasa sakit (Price

and Wilson, 1995).

Functio laesa (hilangnya fungsi) merupakan konsekuensi dari suatu proses

radang. Gerakan yang terjadi pada daerah radang, baik dilakukan secara langsung

atau refleks akan mengalami hambatan rasa sakit. Pembengkakan yang hebat

secara fisik mengakibatkan kurangnya gerak jaringan (Harijadi, 2009).

3. Mekanisme inflamasi

Mekanisme terjadinya inflamasi dipengaruhi oleh mediator dan senyawa

yang dihasilkan asam arakidonat. Berawal dari membran sel yang rusak oleh

rangsangan kimia, fisik, maupun mekanis yang mengakibatkan enzim fosfolipase

aktif sehingga mengubah fosfolipid yang berada didalam membran sel menjadi

asam arakidonat. Asam arakidonat dapat dimetabolisme dalam dua jalur yaitu

(28)

Proses terjadinya inflamasi dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid dengan skema aksinya dan tempat bekerja obat

antiinflamasi (Rang, Dale, Ritter and Moore, 2007)

Beberapa sel dan mediator terlibat dalam respon alamiah yang

berhubungan dengan kejadian-kejadian vaskuler. Kejadian-kejadian vaskuler

merupakan dilatasi awal dari artiola-artiola kecil yang meningkatkan terjadinya

peningkatan aliran darah dan diikuti dengan penurunan kemudian aliran darah

akan berhenti. Selanjutnya terjadi peningkatan permeabilitas dari venula post

kapiler disertai dengan eksudasi cairan. Vasodilatasi yang terjadi disebabkan oleh

mediator seperti histamin, prostaglandin E2 dan I2 yang dilepaskan karena adanya

interaksi antara mikroorganisme dan jaringan (Rang, Dale, Ritter and Moore,

(29)

Kerusakan sel pada umumnya akan memicu proses pembebasan asam

arakidonat. Asam arakidonat dimetabolisme melalui beberapa jalur, yaitu:

a. Melalui siklooksigenase (COX) yang terdiri dari COX-1 dan COX-2,

dimana enzim ini mengawali biosintesis prostaglandin dan tromboksan.

b. Melalui berbagai macam lipooksigenase yang mengawali sintesis

leukotrien, lipoksin dan komponen lainnya (Rang, Dale, Ritter and Moore,

2007).

B. Anti Inflamasi (Obat Golongan Anti Inflamasi)

Obat Anti-Inflamasi Non Steroid (OAINS) populer dengan menghambat

sistem enzim siklooksigenase maupun lipooksigenase intraseluler, yang nantinya

akan berpengaruh pada respon inflamasi yang terjadi dan menurunkan produksi

berbagai komponen prostaglandin. Penggunaan obat AINS jangka panjang

memiliki efek pada gastrointestinal seperti dispepsia dan rasa nyeri pada

abdomen, tidak jarang terjadi perforasi atau pendarahan pada lambung atau

duodenum (Fizgerald and Patrono, 2001).

Salah satu solusi untuk mencegah terjadinya iritasi lambung adalah dengan

sistem penghantaran secara topikal. Selain mencegah terjadinya iritasi lambung,

sistem penghantaran secara topikal bertujuan untuk menghindari berbagai masalah

absorpsi pada saluran cerna seperti deaktivasi oleh enzim pencernaan. Pemberian

obat melalui transdermal juga dapat meningkatkan bioavailabilitas dan efikasi

(30)

Keefektifan dari pengobatan secara topikal bergantung pada kemampuan

penetrasi obat ke dalam kulit serta kemampuan untuk memasuki sirkulasi atau

diabsorpsi kedalam jaringan yang lebih dalam untuk menghambat

siklooksigenase. Hal tersebut dipengaruhi oleh keseimbangan solubilitas lipid dan

aqueous agar permeasi optimal. Sekalipun kadar plasma dari pemberian OAINS

topikal relatif lebih rendah daripada pemberian OAINS secara oral, akan tetapi

studi komparatif yang dilakukan dengan zat aktif diklofenak menunjukkan tidak

terjadi perbedaan yang signifikan dengan rute pemberian oral maupun topikal

dalam terapi osteoartriris (Moore, 2004).

C. Kulit

Kulit merupakan organ terbesar dari tubuh, yang terhitung lebih dari 10%

massa tubuh, dan juga memungkinkan tubuh untuk berinteraksi dengan

lingkungan luar. Pada dasarnya, kulit terdiri dari empat lapisan yakni stratum

korneum (epidermis nonviable), stratum granulosum; stratum spinosum; dan

stratum basal (epidermis viable), dermis, dan jaringan subkutan. Ada juga

pelengkap lainnya seperti folikel rambut, saluran keringat, kelenjar apokrin dan

kuku. Secara umum, kulit dapat berfungsi sebagai pelindung, mempertahankan

homeostasis dan sebagai alat perasa (Swarbrick, 2002). Berikut adalah gambaran

(31)

Gambar 2. Komponen epidermis dan dermis kulit manusia (Swarbrick, 2002).

Kulit merupakan jalur pemaparan yang umum dari suatu zat. Iritasi kulit

dan alergi kulit merupakan kondisi yang paling lazim ditemui akibat paparan

terhadap kulit. Iritasi adalah suatu kondisi pada kulit yang muncul akibat kontak

yang berkepanjangan dengan zat kimia tertentu. Setelah beberapa waktu, kulit

akan mengering, terasa nyeri, mengalami perdarahan, dan pecah-pecah. Secara

umum kulit akan kembali normal dengan sendirinya, namun hal ini akan

memakan waktu yang cukup lama (Ester, 2005).

Mekanisme kerja obat secara topikal akan melewati 3 kompartemen, yaitu:

permukaan kulit, stratum korneum dan jaringan sehat. Stratum korneum dapat

berperan sebagai reservoir bagi vehikulum tempat sejumlah unsur pada obat

masih berkontak dengan permukaan kulit namun belum berpeneterasi tetapi tidak

dapat dihilangkan dengan cara digosok atau terhapus oleh pakaian. Unsur

vehikulum sediaan topikal dapat mengalamai evaporasi, selanjutnya zat aktif

(32)

tertentu sediaan obat dapat membawa bahan aktif menembus hipodermis.

Sementara itu, zat aktif pada sediaan topikal akan diserap oleh vaskular kulit pada

dermis dan hipodermis kemudian memberikan efek (Hendri dan Yenny, 2012).

D. Sambiloto

Sambiloto yang juga dikenal sebagai King of Bitters bukanlah tumbuhan

asli Indonesia, tetapi diduga berasal dari India. Menurut data spesimen yang ada

di Herbarium Bogoriense di Bogor, sambiloto sudah ada di Indonesia sejak 1893.

Di India, sambiloto adalah tumbuhan liar yang digunakan untuk mengobati

penyakit disentri, diare, atau malaria. Hal ini ditemukan dalam Indian

Pharmacopeia dan telah disusun paling sedikit dalam 26 formula Ayurvedic.

Dalam Traditional Chinese Medicine (TCM), sambiloto diketahui penting

sebagai tanaman ”cold property” dan digunakan sebagai penurun panas serta

membersihkan racun-racun di dalam tubuh. Tanaman ini kemudian menyebar ke

daerah tropis Asia hingga sampai di Indonesia. Sambiloto dapat tumbuh di

semua jenis tanah sehingga tidak heran jika tanaman ini terdistribusi luas di

belahan bumi. Habitat aslinya adalah tempat-tempat terbuka yang teduh dan

agak lembab, seperti kebun, tepi sungai, pekarangan, semak, atau rumpun bambu

(Prapanza dan Marianto, 2003).

Sambiloto memiliki batang berkayu berbentuk bulat dan segi empat serta

memiliki banyak cabang (monopodial). Daun tunggal saling berhadapan,

berben-tuk pedang (lanset) dengan tepi rata (integer) dan permukaannya halus, berwarna

(33)

dan ujungnya yang lancip. Di India, bunga dan buah bisa dijumpai pada bulan

Oktober atau antara Maret sampai Juli. Di Australia bunga dan buah antara bulan

November sampai bulan Juni tahun berikutnya, sedang di Indonesia bunga dan

buah dapat ditemukan sepanjang tahun (Yusron, Januwati dan Rini, 2012).

1. Taksonomi

Secara taksonomi (Prapanza dan Marianto, 2003), sambiloto dapat

diklasifikasikan sebagai berikut:

Divisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledoneae

Subkelas : Gamopetalae

Ordo : Personales

Famili : Acanthaceae

Subfamili : Acanthoidae

Genus : Andrographis

Spesies : Andrographis paniculata Nees.

2. Kimia dan kandungan bahan aktif

Secara kimia mengandung flavonoid dan lakton. Pada lakton, komponen

utamanya adalah andrographolide, yang juga merupakan zat aktif utama dari

tanaman ini. Andrographolide sudah diisolasi dalam bentuk murni dan

(34)

dengan metode gravimetrik atau dengan high performanc liquid chromatography

[HPLC] (Panossian, Ovhannisyan dan Mamikonyan, 2000).

Berdasarkan penelitian lain yang telah dilakukan, kandungan yang di

jumpai pada tanaman sambiloto diantaranya diterpene lakton dan glikosidanya,

seperti andrographolide, deoxyandrographolide,

11,12-didehydro-14-eoxyandro-grapholide, dan neoandrographolide. Flavonoid juga dilaporkan ada terdapat pada

tanaman ini. Daun dan percabangannya lebih banyak mengandung lakton

sedangkan komponen flavonoid dapat diisolasi dari akarnya, yaitu

polimetok-siflavon, androrafin, panikulin, mono-0-metilwithin dan apigenin-7,4 dimetileter.

Selain komponen lakton dan flavonoid, pada tanaman sambiloto ini juga terdapat

komponen alkane, keton, aldehid, mineral (kalsium, natrium, kalium), asam kersik

dan damar. Di dalam daun, kadar senyawa andrographolide sebesar 2,5-4,8 %

dari berat keringnya. Ada juga yang mengatakan biasanya sambiloto

distandarisasi dengan kandungan andrographolide sebesar 4-6%. Senyawa kimia

lain yang sudah diisolasi dari daun yang juga pahit yaitu diterpenoid viz.

deoxyandro-grapholide-19β-D-glucoside, dan neo-andrographolide (Prapanza dan

Marianto, 2003).

E. Etanol

Etanol atau etil alkohol adalah alkohol yang paling sering digunakan

dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang tidak beracun. Etanol adalah

cairan jernih yang mudah terbakar dengan titik didih pada 78,040C dan titik beku

(35)

yang khas. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH. Etanol memiliki sifat fisika

dan kimia. Sifat-sifat fisika etanol antara lain: memiliki berat molekul 46,07

gr/grmol, titik didih pada 78,040C dan titik beku pada -1120C, memiliki densitas

0,7893 gr/ml, Indeks bias 1,36143 cP, viskositas 200C adalah 1,17 cP, panas

penguapan 200,6 kal/gr, merupakan cairan tidak berwarna, dapat larut dalam air

dan eter dan memiliki bau yang khas. Sedangkan sifat-sifat kimianya antara lain:

merupakan pelarut yang baik untuk senyawa organik, mudah menguap dan mudah

terbakar, bila direaksikan dengan asam halida akan membentuk alkyl halida dan

air, bila direaksikan dengan asam karboksilat akan membentuk ester dan air,

dehidrogenasi etanol menghasilkan asetaldehid dan mudah terbakar diudara

sehingga menghasilkan lidah api (flame) yang berwarna biru muda yang

transparan serta membentuk H2O dan CO2 (Hambali dan Mujdalipah, 2007).

F. Maserasi

Salah satu metode penyarian yang sederhana adalah maserasi. Maserasi

merupakan proses penyarian yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam pelarut atau penyari yang sesuai. Cairan pelarut atau penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel. Adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam dan di luar sel, larutan akan terdesak

keluar menuju larutan yang lebih pekat. Proses tersebut terus berulang sampai

terjadi keseimbangan konsentrasi antara di dalam dan di luar sel (Departemen

(36)

G. Flavonoid

Senyawa flavonoid biasanya terdapat di dalam tumbuhan. Pada tumbuhan

tinggi, flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun pada bagian bunga.

Senyawa flavonoid ini memiliki banyak manfaat. Manfaat flavonoid antara lain

sebagai inhibitor lipooksigenase yang merupakan langkah pertama pada jalur

yang menuju hormon eikosanoid seperti prostaglandin dan tromboksan. Flavonoid

merupakan senyawa pereduksi yang baik. Tidak hanya jalur lipooksigenase yang

dapat dihambat oleh senyawa flavonoid, melainkan jalur siklooksigenase juga

dapat dihambat aktivitas enzimnya oleh flavonoid. Penghambatan jalur

lipooksigenase dan jalur siklooksigenase dilakukan dengan cara menghambat

pelepasan asam arakidonat yang merupakan komponen kemotaktik (Winarsi,

2007).

H. Landasan Teori

Inflamasi merupakan respon terhadap cedera jaringan dan infeksi. Ketika

proses inflamasi berlangsung, terjadi reaksi vaskular dimana cairan,

elemen-elemen darah, sel darah putih (leukosit) dan mediator kimia berkumpul pada

tempat cedera jaringan atau infeksi. Proses inflamasi merupakan suatu mekanisme

perlindungan dimana tubuh berusaha untuk menetralisir dan membasmi agen-agen

yang berbahaya pada tempat cedera dan untuk mempersiapkan keadaan untuk

(37)

Sambiloto mengandung flavonoid dan lakton. Pada lakton, komponen

utamanya adalah andrographolide, yang juga merupakan zat aktif utama dari

tanaman ini. Andrographolid sudah diisolasi dalam bentuk murni dan

menunjukkan berbagai aktivitas farmakologi. Berdasarkan penelitian lain yang

telah dilakukan, kandungan yang di jumpai pada tanaman sambiloto diantaranya

diterpene lakton dan glikosidanya, seperti andrographolide,

deoxyandrographolide, 11,12-didehydro-14-eoxyandro-grapholide, dan

neoandrographolide. Flavonoid juga dilaporkan ada terdapat pada tanaman

ini (Prapanza dan Marianto, 2003).

Etanol atau etil alkohol adalah alkohol yang paling sering digunakan

dalam kehidupan sehari-hari karena sifatnya yang tidak beracun. Etanol adalah

cairan jernih yang mudah terbakar dengan titik didih pada 78,040C dan titik beku

pada -1120C. Etanol tidak berwarna dan juga tidak berasa tetapi memiliki bau

yang khas. Rumus molekul etanol adalah C2H5OH. Etanol merupakan pelarut

yang baik untuk senyawa organik (Hambali dan Mujdalipah, 2007).

Flavonoid terdapat dalam bagian vegetatif maupun pada bagian bunga.

Senyawa flavonoid ini memiliki banyak manfaat. Manfaat flavonoid antara lain

sebagai inhibitor lipooksigenase yang merupakan langkah pertama pada jalur

yang menuju hormon eikosanoid seperti prostaglandindan tromboksan. Flavonoid

merupakan senyawa pereduksi yang baik. Tidak hanya jalur lipooksigenase yang

dapat dihambat oleh senyawa flavonoid, melainkan jalur siklooksigenase juga

dapat dihambat aktivitas enzimnya oleh flavonoid. Penghambatan jalur

(38)

pelepasan asam arakidonat yang merupakan komponen kemotaktik (Winarsi,

2007).

I. Hipotesis

Pemberian secara topikal ekstrak etanol sambiloto memiliki efek

antiinflamasi terhadap edema kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin

dengan penghambatan inflamasi yang meningkat seiring dengan meningkatnya

(39)

19

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni dengan

rancangan acak lengkap pola searah.

B.Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas : konsentrasi ekstrak etanol herba Sambiloto

2) Variabel tergantung : tebal edema kulit punggung mencit

b. Variabel pengacau

1) Variabel pengacau terkendali

Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini adalah berat badan

dan umur dari hewan uji. Hewan uji yang digunakan adalah mencit

putih betina galur Swiss dengan berat-badannya 20-30 g dan umurnya

2-3 bulan.

2) Variabel pengacau tak terkendali

Variabel pengacau tak terkendali pada penelitian ini adalah keadaan

patologis dari hewan uji yang digunakan, kemampuan tubuh hewan uji

untuk mengabsorpsi ekstrak sambiloto, serta kemampuan hewan untuk

(40)

2. Definisi operasional

a. Inflamasi merupakan respon tubuh terhadap adanya benda asing. Respon

inflamasi berupa merah, nyeri, bengkak, perubahan fungsi, dan panas.

Dalam hal ini, yang diamati berupa edema (bengkak).

b. Ekstrak etanol herba sambiloto merupakan ekstrak yang didapatkan dengan

cara mengekstraksi serbuk kering herba sambiloto seberat 10 gram

dilarutkan dalam 100 ml pelarut etanol 95% secara maserasi selama 5 hari.

Kemudian dilakukan remaserasi dengan jumlah pelarut yang sama selama 2

hari, disaring dengan kertas saring dan diuapkan menggunakan oven

hingga didapatkan bobot tetap.

c. Konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto berupa sejumlah berat ekstrak

kental etanol sambiloto (g) tiap bobot basis (g) yang digunakan (b/b).

Konsentrasi ekstrak kental sambiloto yang digunakan adalah 1,67; 2,5 dan

3,75%.

d. Pemberian senyawa antiinflamasi diberikan langsung setelah pemberian

agen penginduksi inflamasi.

e. Pemberian secara topikal dilakukan dengan cara mengoleskan secara

merata pada punggung mencit yang telah dicukur bulunya terlebih dahulu.

f. Inflammation-associated oedema merupakan tebal lipat kulit punggung

mencit yang meningkat dibandingkan kulit punggung normal. Diukur

menggunakan jangka sorong digital setiap 1 jam selama 6 jam setelah

diinjeksikan karagenin (Tanko, Kamba, Saleh, Musa and Mohammed,

(41)

C. Bahan Penelitian

1. Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

a. Hewan uji yang digunakan yaitu mencit betina galur Swiss, dengan

umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g yang diperoleh dari

Laboratorium Imonologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang

telah mendapatkan kelayakan Ethic dari Ministry of National

Education Faculty of Medicine Gadjah Mada University and Medical

Health Research Ethic Commite (MHREC) dengan no ref:

KE/FK/908/EC.

b. Bahan uji yang digunakan adalah herba Sambiloto yang dipanen pada

bulan Juni dan diperoleh dari kebun rumah di Klumutan RT. 16,

RW.08. Srikayangan, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta.

c. Zat inflamatogen yang digunakan adalah karagenin tipe I (Sigma

Chemical Co.) yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

d. Etanol sebagai pelarut pengekstrak herba yang diperoleh dari PT.

Brataco Yogyakarta.

e. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. NaCl fisiologis digunakan sebagai pelarut karagenin diperoleh dari

Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi

(42)

g. Formalin digunakan untuk mengawetkan kulit punggung mencit

diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

h. Calacort® yang digunakan sebagai kontrol positif diperoleh dari

Apotek K24 Jl. Seturan Raya No. 101A Catur Tunggal Depok Sleman

Yogyakarta.

i. Biocream® yang digunakan sebagai basis ekstrak etanol sambiloto

diperoleh dari Apotek K24 Jl. Seturan Raya No. 101A Catur Tunggal

Depok Sleman Yogyakarta

j. Veet® cream yang digunakan untuk merontokkan bulu mencit setelah

pencukuran diperoleh dari Alfa Mart Yogyakarta

D. Alat atau Instrumen Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari :

1. Alat pembuatan ekstrak kental

a. Oven

b. Mesin penyerbuk

c. Ayakan

d. Alat-alat gelas seperti gelas beker, erlenmeyer, gelas ukur, cawan

porselin, pipet tetes, batang pengaduk

(43)

2. Alat pencukur bulu pada punggung mencit

a. Gunting

3. Alat utama yang digunakan

a. Jangka sorong digital merk Mitutoyo

b. Stopwatch merk Baby-G

4. Lain- lain

c. Kamera digital

d. Neraca analitik merk Wipro

e. Timbangan merk Ohaus

f. Gelas arloji

g. Pinset

h. Toples plastik (tempat menyimpat kulit)

i. Stamper & mortir

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

Determinasi herba sambiloto dilakukan di Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.Determinasi telah

(44)

2. Pengumpulan bahan

Herba sambiloto diperoleh dari kebun rumah di Klumutan RT. 16, RW.08.

Srikayangan, Sentolo, Kulon Progo, Yogyakarta yang dipanen pada bulan Juni.

Herba yang diambil berupa herba segar yang sedang berbunga.

3. Pembuatan simplisia

Herba sambiloto yang telah dikumpulkan dicuci dengan air mengalir

kemudian ditiriskan. Kemudian tanaman tersebut di jemur dibawah sinar matahari

dengan ditutup kain hitam sampai kering, untuk meniadakan air pada daun.

Selanjutnya tanaman tersebut diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di

Laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma. Kemudian serbuk simplisia diayak dengan menggunakan ayakan ukuran

40 mesh.

4. Pembuatan ekstrak herba sambiloto

Sepuluh gram serbuk kering herba sambiloto direndam dalam 100 ml

etanol 95% pada erlenmeyer bersumbat. Kemudian didiamkan selama 3 hari

sambil sesekali digojog tiap harinya. Setelah 3 hari saring larutan hasil maserasi

tadi pada cawan porselen menggunakan kertas saring. Ekstrak yang didapat

disimpan, sisa serbuk setelah penyaringan direndam kembali dalam 100 ml etanol

dan didiamkan selama 3 hari dengan sesekali digojog tiap harinya. Tiga hari

(45)

dengan larutan ekstrak yang telah direndam sebelumnya. Kemudian ekstrak

diuapkan dengan menggunakan evaporator.

5. Penyiapan hewan uji

Hewan uji yang dibutuhkan sebanyak 34 ekor mencit betina galur Swiss,

umur 2-3 bulan, berat badan 20-30 g. Hewan uji dibagi secara acak menjadi 2

kelompok. Kelompok untuk pra-studi sebanyak 4 ekor dan kelompok perlakuan

sebanyak 30 ekor mencit. Kelompok perlakuan terdiri dari 4 kelompok yang

masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.

6. Pembuatan larutan karagenin

Larutan karagenin yang digunakan sebagai zat peradang dibuat dengan

cara melarutkan 1,5 g karagenin dalam larutan NaCl fisiologis (0,9%) hingga

volume 100 mL, sehingga diperoleh larutan karagenin 1,5% (b/v).

7. Orientasi pemberian karagenin

Mencit yang digunakan sebanyak 6 ekor. Mencit dibagi menjadi 3

kelompok. Masing-masing kelompok terdiri dari 2 ekor mencit, dan tiap

kelompok diberi injeksi subkutan karagenin dengan konsentrasi berturut-turut 0,5;

(46)

a. Orientasi pemberian karagenin sebagai penginduksi edema

Mencit sebanyak 6 ekor dicukur bulu pada punggungnya kemudian

dioleskan Veet® untuk merontokkan bulu yang belum tercukur sempurna,

dibiarkan selama 2 hari untuk menghindari adanya inflamasi yang disebabkan

karena pencukuran dan pemberian Veet®. Kemudian diberikan karagenin dengan

konsentrasi 0,5;1 dan 1,5% secara subkutan sebanyak 0,1 ml. Kulit punggung

mencit diukur sebelum pemberian karagenin dan setelah pemberian karagenin

setiap 1 jam selama 6 jam. Edema pada kulit dari pemberian karagenin yang

menunjukkan penebalan sebesar 2-3 kali dari tebal awal dipilih sebagai

konsentrasi penginduksi inflamasi.

b. Orientasi waktu pengolesan senyawa terhadap edema punggung mencit

Hewan uji dibagi menjadi 2 kelompok (masing-masing kelompok terdiri

dair 3 ekor mencit) dimana kelompok I adalah kontrol (tidak diinjeksi karagenin)

dan kelompok II adalah kelompok perlakuan (diinjeksi dengan karagenin). Setiap

1 jam selama 6 jam tebal kulit punggung mencit di ukur dan dihitung selisihnya

kemudian dianalisis menggunakan ANOVA. Waktu yang menunjukkan nilai

p<0,05 merupakan waktu optimum pengolesan.

c. Pencampuran ekstrak etanol sambiloto dengan biocream

Pada penelitian ini digunakan 3 tingkatan konsentrasi yaitu konsentrasi

(47)

pencampuran antara ekstrak etanol sambiloto dengan biocream yaitu dengan

perbandingan:

i. Konsentrasi 1,67% : mencampur ekstrak etanol sambiloto sebanyak

0,167 g dengan 10 g biocream. Pencampuran dilakukan dengan

menggunakan mortir dan stamper, ekstrak tersebut dicampur

hingga warna merata.

ii. Konsentrasi 2,5% : mencampur ekstrak etanol sambiloto sebanyak

0,25 g dengan 10 g biocream. Pencampuran dilakukan dengan

menggunakan mortir dan stamper, ekstrak tersebut dicampur

hingga warna merata.

iii. Konsentrasi 3,75% : mencampur ekstrak etanol sambiloto sebanyak

0,375 g dengan 10 g biocream. Pencampuran dilakukan dengan

menggunakan mortir dan stamper, ekstrak tersebut dicampur

hingga warna merata.

d. Pengujian dengan ekstrak herba sambiloto

Sebanyak 30 ekor mencit dibagi secara acak menjadi 6 kelompok

perlakuan dimana tiap kelompoknya terdiri dari 5 ekor mencit. Perlakuan 1:

kelompok perlakuan kontrol negatif, perlakuan 2: kelompok perlakuan kontrol

positif (calacort®), perlakuan 3: kelompok perlakuan kontrol biocream, perlakuan

4: kelompok ekstrak etanol herba sambiloto konsentrasi 1,67% b/b, perlakuan 5:

kelompok ekstrak etanol herba sambiloto konsentrasi 2,5% b/b, perlakuan 6:

(48)

i. Perlakuan 1 (kontrol negatif) : mencit dicukur bulu pada

punggungnya kemudian dioleskan Veet® dan dibiarkan selama 2

hari kemudian diberikan karagenin 1,5% secara subkutan sebanyak

0,1 ml dan diukur edema yang muncul dengan jangka sorong setiap

1 jam selama 6 jam.

ii. Perlakuan 2, 3, 4, 5 dan 6 : mencit dicukur bulu pada punggungnya

kemudian dioleskan Veet® dan dibiarkan selama 2 hari kemudian

diberikan karagenin 1,5% secara subkutan sebanyak 0,1 ml

kemudian dioleskan Calacort®, biocream, ekstrak etanol herba

sambiloto konsentrasi 1,67% b/b, ekstrak etanol herba sambiloto

konsentrasi 2,5% b/b, dan ekstrak etanol herba sambiloto

konsentrasi 3,75% b/b yang sebelumnya telah ditimbang (0,1 g

untuk mengcover seluas 2,25 cm2 area kulit punggung mencit)

disekitar area suntikan dan diukur edema yang muncul dengan

jangka sorong setiap 1 jam selama 6 jam.

e. Pengambilan kulit punggung mencit untuk histopatologi

Pengambilan kulit punggung mencit dilakukan dengan cara memotong

kulit punggung mencit disekitar area suntikan dengan ukuran 1,5 x 1,5 cm. Kulit

punggung mencit tersebut diletakkan pada kertas karton dan dimasukkan dalam

larutan formalin agar kulit punggung mencit tidak rusak pada saat pengamatan

(49)

F. Tata Cara Analisis Hasil

1. Analisis hasil dilakukan dengan mengukur ketebalan edema kulit punggung

mencit menggunakan jangka sorong.

2. Nilai selisih edema tiap jam diukur dan dihitung nilai AUC total

masing-masing perlakuan dengan rumus

∑ [( )( )]

Keterangan :

= area di bawah kurva dari jam ke-o sampai jam ke-6 (cm2.jam)

= luas area pigmentase pada jam ke-(n-1) (cm2)

= luas area pigmentase pada jam ke-n (cm2)

= jam ke-(n-1) (jam)

(Ikawati, Supardjan, dan Asmara, 2007)

3. Nilai % penghambatan inflamasi dihitung dengan rumus:

( ) ( ( ) ( ) )

Keterangan :

( ) = rata-rata AUC total kontrol negatif (cm.jam)

( ) = nilai AUC total pada kelompok perlakuan replikasi ke- (cm.jam).

(50)

4. Nilai AUC total masing-masing perlakuan dianalisis menggunakan uji

Shapiro-Wilk, dilanjutkan analisis ANOVA satu arah taraf kepercayaan 95% dan uji

scheffe.

5. Jika terdapat nilai p< 0,05 yang menandakan adanya perbedaan yang bermakna

(51)

31

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian yang dilakukan ini berjudul Uji Efektivitas Antiinflamasi

Ekstrak Herba Sambiloto secara Topikal pada Mencit Betina Galur Swiss yang

Diinduksi Karagenin merupakan salah satu bagian dari suatu rangkaian penelitian

besar yang bertujuan untuk mengetahui apakah ekstrak sambiloto yang diberikan

secara topikal mampu memberikan efek antiinflamasi. Determinasi tanaman

sambiloto dilakukan dilaboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma. Hasil determinasi (Lampiran 1) menyatakan

kebenaranan tanaman yaitu Andrographis paniculata Nees. Tujuan dilakukannya

determinasi tanaman adalah untuk mengetahui kebenaran tanaman yang

digunakan, pada penelitian ini dapat dinyatakan kebenarannya bahwa tanaman

yang digunakan adalah herba sambiloto (Andrographis paniculata Nees. ). Hewan

uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit galur Swiss dengan bobot

20-30 gram. Perlakuan pada mencit yang digunakan telah mendapatkan kelayakan

Ethic dari Ministry of National Education Faculty of Medicine Gadjah Mada

University Medical and Health Research Ethic Commite (MHREC) dengan no

ref: KE/FK/908/EC (Lampiran 2).

A. Ekstraksi Herba Sambiloto

Pembuatan ekstrak herba sambiloto dilakukan dengan menggunakan metode

(52)

cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa hari pada

temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Prinsip kerja maserasi yakni cairan

penyari akan masuk ke dalam sel melalui dinding sel, kemudian isi sel akan

terlarut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan di dalam sel dan di

luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh

cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi). Peristiwa tersebut terus

berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel

dengan di dalam sel. Pada metode maserasi ini juga dilakukan beberapakali

pengadukan dimana pengadukan ini berfungsi untuk meratakan konsentrasi

larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga tetap terjaga adanya derajat

konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel dengan larutan di

luar sel. Pada penelitian ini cairan penyari yang digunakan adalah etanol 95%

dimana etanol 95% ini merupakan pelarut yang memiliki kepolaran tinggi, dengan

menggunakan etanol 95% ini diharapkan flavonoid yang terdapat pada herba

sambiloto mampu terambil semua.

Ekstrak etanol sambiloto cair yang didapat selanjutnya akan diuapkan

penyarinya dengan menggunakan rotary evaporator. Menurut Pangestu (2011)

prinsip kerja dari rotary evaporator terletak pada penurunan tekanan pada labu

alas bulat dan pemutaran pada labu alas bulat agar pelarut dapat menguap lebih

cepat dibawah titik didihnya sehingga didapatkanlah ekstrak pekat. Pemanasan

dibawah titik didih inilah yang membuat senyawa flavonoid herba sambiloto

(53)

Ekstrak etanol kental hasil penguapan dari rotary evaporator selanjutnya

akan dilakukan kontrol kualitas dengan menetapkan susut pengeringan (bobot

tetap). Penetapan bobot tetap dilakukan dengan cara menimbang ekstrak etanol

sambiloto yang telah dimasukkan dalam oven dengan suhu 600C tiap jamnya

hingga didapatkan bobot yang konstan (Widiastuti dan Yuli, 2004). Pada

penelitian ini, dari 10 gram serbuk sambiloto dalam 100 ml etanol 95%

didapatkan bobot tetap sebanyak 2 gram.

B. Hasil Orientasi Penyuntikan Karagenin

Sebelumnya, dilakukan terlebih dahulu orientasi pemberian karagenin

dengan berbagai konsentrasi (gambar 3). Hal ini bertujuan untuk mengetahui

edema (bengkak) yang optimal setelah pemberian karagenin. Diharapkan edema

yang timbul tidak pecah.

(54)

Pada penelitian ini digunakan karagenin dengan konsentrasi 1,5%

(Gambar 3.), hal ini dikarenakan pada konsentrasi karagenin 1,5% mampu

memberikan tebal lipat kulit 2-3 kali dari kulit normal (Harijadi, 2009) yang

ditunjukkan dengan peningkatan tebal lipat kulit punggung mencit.

C. Hasil Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Sambiloto secara Topikal terhadap Edema Kulit Punggung Mencit

Menurut Prapanza dan Marianto (2003), tanaman sambiloto memiliki

kandungan berupa lakton terdiri dari neoandrographolid, andrographolid,

deoksiandrographolid, 14-deoksi-11, dan 12-didehidroandrographolid yang

berfungsi sebagai antiradang dan antipiretik. Selain itu, sambiloto juga

mengandung kalium yang berfungsi untuk meningkatkan jumlah urine dan juga

membantu mengeluarkannya, minyak atsiri (essential oil) yang bermanfaat

sebagai antiradang, serta flavonoid yang berfungsi untuk mencegah dan

menghancurkan penggumpalan darah serta sebagai antiradang. Secara umum,

sambiloto digunakan sebagai jamu oleh orang awam untuk mengobati penyakit

radang.

Evacuasiani dan Soebiantoro (2000) menyebutkan bahwa ekstrak etanol

sambiloto memiliki efek antiinflamasi terhadap kaki tikus yang diinduksi

karagenin. Ekstrak etanol sambiloto ini diberikan secara peroral pada tikus. Hasil

penelitian menyatakan bahwa ekstrak etanol sambiloto mampu memberikan efek

(55)

edema kaki tikus sebanyak 46,46% dari edema kaki tikus setelah diinduksi

karagenin.

Gambar 4. Grafik penurunan edema kulit punggung mencit yang diinduksi karagenin dan diberi berbagai konsentrasi dari ekstrak etanol herba sambiloto.

Pada gambar 4 dapat dilihat bahwa, setelah diinduksi karagenin terdapat

peningkatan tebal lipat kulit di jam 1 pada semua kelompok perlakuan. Dari

gambar tersebut, kontrol karagenin dan juga kontrol biocream+karagenin

memiliki tingkat tebal yang paling tinggi dibandingkan dengan kelompok

perlakuan yang lainnya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa kontrol karagenin dan

kontrol biocream+karagenin tidak memiliki efektivitas antiinflamasi. Sedangkan

pada kelompok perlakuan kontrol calacort® dan juga kelompok perlakuan ekstrak

dengan berbagai konsentrasi memiliki tingkat tebal edema yang cenderung lebih

rendah dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol karagenin dan

(56)

kelompok perlakuan berbagai konsentrasi ekstrak etanol sambiloto dan kelompok

perlakuan kontrol calacort® sudah mulai memberikan efeknya sebagai agen

antiinflamasi pada jam 1. Mengikuti jam berikutnya, terjadi penurunan tebal lipat

kulit pada semua kelompok perlakuan sampai jam ke 6. Gambar 4 tersebut dapat

dilihat bahwa kelompok perlakuan kontrol calacort® memiliki perbedaan yang

tidak bermakna dengan kelompok perlakuan ekstrak etanol sambiloto konsentrasi

3,75%. Hal ini terlihat pada gambar bahwa garis pada kelompok perlakuan

kontrol calacort® dengan garis pada kelompok perlakuan ekstrak etanol sambiloto

konsentrasi 3,75% sangatlah berdekatan, dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol

herba sambiloto memiliki efek antiinflamasi yang sebanding dengan kontrol

calacort®. Sedangkan kelompok perlakuan kontrol calacort® dan perlakuan

ekstrak etanol sambiloto konsentrasi 3,75% memiliki perbedaan yang bermakna

terhadap kontrol karagenin, kontrol biocream+karagenin, dan kelompok perlakuan

ekstrak etanol sambiloto konsentrasi 1,67%. Hal ini dapat dilihat pada gambar

tersebut garis pada grafik antara kelompok perlakuan kontrol calacort® dan

kelompok perlakuan ekstrak etanol sambiloto konsentrasi 3,75% memiliki jarak

yang berjauhan dengan kelompok perlakuan kontrol karagenin, kontrol

biocream+karagenin dan juga kelompok perlakuan ekstrak etanol sambiloto

konsentrasi 1,67%. Menurut Tanko, Kamba, Saleh, Musa and Mohammed (2008),

pada jam ke 6 inilah terjadi penghambatan inflamasi yang signifikan setelah

pemberian ekstrak sambiloto. Hewan uji dipertahankan selama 24 jam kemudian

diambil kulitnya dan dibuat preparat untuk mengamati reaksi radang pada sel

(57)

D. Rata-rata Nilai AUC Total dan Rata-rata Persen Penghambatan Inflamasi (%PI) Mencit yang di Induksi Karagenin pada Penelitian

Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Sambiloto secara Topikal terhadap Edema Kulit Punggung Mencit

Penelitian uji efektivitas antiinflamasi ekstrak etanol herba sambiloto

secara topikal pada mencit betina galur Swiss yang diinduksi karagenin ini

bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya efek antiinflamasi ekstrak etanol herba

sambiloto yang diaplikasikan secara topikal. Efek antiinflamasi dari ekstrak etanol

herba sambiloto ini dilihat dari ada tidaknya kemampuan ekstrak menurunkan

tingkat tebal edema yang terjadi pada kulit punggung mencit setelah pemberian

karagenin.

Pengukuran tebal edema yang digunakan pada penelitian ini menggunakan

metode jangka jorong. Jangka sorong yang digunakan merupakan jangka sorong

digital merk Mitutoyo. Keuntungan dari pemakaian jangka sorong ini adalah tidak

perlu mengorbankan hewan uji yang digunakan, sederhana dalam penggunaan,

mengurangi kesalahan pengukuran dibandingkan dengan metode potong kaki.

Dalam penelitian ini digunakan selisih tebal edema kulit punggung mencit.

Selisih tebal edema masing-masing hewan uji dihitung nilai AUC total (lampiran

4.a.) kemudian dianalisis menggunakan ANOVA taraf kepercayaan 95%. Untuk

mengetahui besarnya efektivitas antiinflamasi dari masing-masing kelompok

perlakuan pada penelitian ini maka perlu pengolahan data lebih lanjut. Nilai AUC

total yang sudah didapatkan diolah menjadi persentase penghambatan inflamasi

(58)

efektivitas antiinflamasi dari ekstrak etanol herba sambiloto dapat dilihat pada

gambar 5 dan tabel I.

Tabel 1. Rata-rata AUC tebal lipatan kulit punggung mencit dan rata-rata persen penghambatan inflamasi pada kelompok perlakuan uji antiinflamasi

Perlakuan Rata-rata AUC selisih tebal lipat kulit dalam

Perlakuan 1 : kelompok kontrol negatif (karagenin 1,5%) Perlakuan 2 : kelompok kontrol biocream+karagenin Perlakuan 3 : kelompok kontrol positif (calacort® cream)

Perlakuan 4 : kelompok perlakuan ekstrak sambiloto konsentrasi 1,67%+karagenin Perlakuan 5 : kelompok perlakuan ekstrak sambiloto konsentrasi 2,5%+karagenin Perlakuan 6 : kelompok perlakuan ekstrak sambiloto konsentrasi 3,75%+karagenin SE : Standard Error (SD/)

X : rata-rata AUC total

(59)

Dari tabel I dan gambar 5 menunjukkan nilai rata-rata AUC selisih tebal

lipat kulit dan persentase penghambatan inflamasi. Persen penghambatan

inflamasi yang dimiliki oleh ekstrak etanol herba sambiloto 1,67; 2,5 dan 3,75%

secara berturut-turut adalah 24,40; 52,31 dan 66,69%. Uji statistik (uji Scheffe)

terhadap rata-rata AUC tebal lipatan kulit punggung mencit dan rata-rata persen

penghambatan inflamasi memberikan hasil sama. Pada kelompok perlakuan

karagenin dan kelompok perlakuan biocream+karagenin memiliki nilai AUC yang

tinggi serta berdasarkan uji statistik, kelompok perlakuan kontrol karagenin dan

kelompok perlakuan biocream+karagenin memiliki perbedaan yang tidak

bermakna (p<0,05) (Tabel I dan Gambar 5.), hal ini menunjukkan bahwa

kelompok perlakuan karagenin dan kelompok perlakuan biocream+karagenin

tidak memiliki efek antiinflamasi. Sedangkan pada kelompok perlakuan kontrol

positif (calacort®) memiliki nilai AUC rendah dan berdasarkan uji statistik,

kelompok perlakuan calacort® memiliki perbedaan yang bermakna (p>0,05)

terhadap kelompok perlakuan kontrol karagenin dan kelompok perlakuan kontrol

biocream+karagenin (Tabel I dan Gambar 5.) yang berarti bahwa kelompok

perlakuan kontrol positif memiliki efek sebagai antiinflamasi dengan %PI sebesar

72,58%.

Kelompok perlakuan ekstrak etanol herba sambiloto konsentrasi 3,75%

dengan kelompok perlakuan kontrol calacort memiliki nilai AUC yang kecil.

Berdasarkan hasil uji statistik, kelompok perlakuan ekstrak etanol herba sambiloto

konsentrasi 3,75% memiliki perbedaan yang tidak bermakna terhadap kelompok

(60)

ekstrak etanol herba sambiloto konsentrasi 3,75% mampu memberikan efek

antiinflamasi yang sebanding dengan kelompok calacort dengan %PI sebesar

66,69%. Tabel I menggambarkan bahwa kelompok perlakuan ekstrak sambiloto

konsentrasi 3,75% memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok

perlakuan kontrol karagenin (p<0,05) namun memiliki perbedaan yang tidak

bermakna dengan kelompok perlakuan kontrol biocream (p>0,05) hal ini

dikarenakan nilai Standard Error yang diperoleh terlalu tinggi yakni 12,36.

Melalui data tabel ini, dapat dilihat bahwa konsentrasi ekstrak etanol herba

sambiloto 1,67 dan 2,5% belum memberikan efek sebagai antiinflamasi. Hal ini

dapat dilihat pada tabel Ibahwa kelompok perlakuan ekstrak etanol herba

sambiloto konsentrasi 1,67 dan 2,5% memiliki perbedaan yang tidak bermakna

terhadap kontrol karagenin maupun juga kontrol biocream (p>0,05).

E. Hasil Uji Hubungan Linearitas Ekstrak Etanol Herba Sambiloto terhadap Daya Antiinflamasi yang Ditimbulkan

Uji ini bertujuan untuk mengetahui hubungan linearitas antara konsentrasi

ekstrak etanol herba sambiloto terhadap persen penghambatan inflamasi yang

ditimbulkan. Caranya adalah dengan membuat grafik regresi linear antara log

konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto vs % penghambatan inflamasi

sehingga didapatkan grafik hubungan linearitas antara log konsentrasi ekstrak

etanol herba sambiloto dengan % penghambatan inflamasi. Dari grafik hubungan

linearitas tersebut dapat ditentukan nilai EC50 dari ekstrak etanol herba sambiloto.

(61)

menimbulkan efek sebesar 50% dari efek maksimal dari suatu senyawa. Dengan

demikian nilai EC50 antiinflamasi ekstrak etanol herba sambiloto berarti

konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto yang dibutuhkan untuk menimbulkan

efek antiinflamasi sebesar 50% dari efek maksimal.

Gambar 6. Grafik hubungan linearitas konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto 1,67; 2,5 dan 3,75% terhadap persen penghambatan inflamasi

Pada gambar 6 menunjukkan hubungan antara peringkat konsentrasi

ekstrak etanol herba sambiloto terhadap persen penghambatan inflamasi dengan

persamaan y = 120,42764x + 0,43179 dengan nilai r = 0,9802. Nilai r ini

menunjukkan hubungan antara peringkat konsentrasi ekstrak etanol herba

sambiloto dengan persentase penghambatan inflamasi. Dari ketiga peringkat

konsentrasi ekstrak etanol herba sambiloto, ekstrak yang mampu mencapai efek

antiinflamasi hingga 50% yakni ekstrak etanol herba sambiloto konsentrasi 2,5

dan 3,75% dengan persen penghambatan inflamasi sebesar 52,31 dan 66,69%.

Selain dari grafik, nilai EC50 dapat dihitung melalui persamaan regresi linear yang

Gambar

Tabel I.  Rata-rata AUC tebal lipatan kulit punggung mencit pada kelompok
Gambar 2. Komponen epidermis dan dermis kulit manusia .......................
Gambar 1. Diagram mediator inflamasi yang terbentuk dari fosfolipid
Gambar 2. Komponen epidermis dan dermis kulit manusia (Swarbrick, 2002).
+7

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan anak didik dalam belajar matematika adalah intelegensi. Untuk mengetahui intelegensi seseorang digunakan tes

Pengawasan Pemerintah Kabupaten Agam dalam Pemanfaatan Sumber Daya Air Danau. M aninjau ………

Terletak di kaki suci Pagerukir terdapat batu besar yang berumur lebih dari 1000 tahun situs yang bernilai sejarah ini disebut sebut sebagai tempat pengemblengan Airlangga oleh

Analisis situasi yang dilakukan merupakan upaya untuk menggali potensi dan kendala yang ada di SMK N 2 Klaten sebagai acuan untuk merumuskan program kerja PPL. Salah

[r]

Jadi yang dimaksud dengan perbandingan antara metode CHIO dan metode MINOR-KOFAKTOR dalam menentukan determinan matriks berordo (n ≥ 4) adalah dengan membandingkan dua metode

[r]

Kesimpulan dari penelitian tersebut adalah menurut penulis bahwa penjatuhan pidana oleh Hakim yang menjatuhkan pidana dibawah Minimum khusus pada Putusan No