• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN REMAJA SINGLE PARENT AKIBAT KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA DI KABUPATEN SINTANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "HUBUNGAN REMAJA SINGLE PARENT AKIBAT KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA DI KABUPATEN SINTANG"

Copied!
122
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN REMAJA

SINGLE PARENT

AKIBAT

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) TERHADAP

TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA

DI KABUPATEN SINTANG

Oleh

GRACE RIYANTI SIMBOLON 011411223010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(2)

HUBUNGAN REMAJA

SINGLE PARENT

AKIBAT

KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) TERHADAP

TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA

DI KABUPATEN SINTANG

Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kebidanan Dalam

Program Studi Pendidikan Bidan Pada Fakultas Kedokteran

UNAIR

Oleh :

GRACE RIYANTI SIMBOLON 011411223010

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIDAN

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

(3)
(4)
(5)

Skripsi dengan judul : HUBUNGAN SINGLE PARENT AKIBAT KEHAMILAN TIDAK DIINGINKAN (KTD) TERHADAP TINGKAT DEPRESI PADA REMAJA DI KABUPATEN SINTANG

Telah diuji pada tanggal : 27 Juni 2016

Panitia penguji skripsi :

Ketua : Dr. Gadis Meinar Sari. dr., M. Kes NIP. 197701202008 01 1 001

Anggota Penguji : 1. Dr.Irwanto, dr., Sp. A (K) NIP. 19650227 199003 1 010

2. Baksono Winardi, dr., Sp.OG (K) NIP. 19540930 198111 1 001

(6)
(7)

JANGANLAH TAKUT, SEBAB AKU MENYERTAI ENGKAU, JANGANLAH BIMBANG, SEBAB AKU INI ALLAHMU ; AKU AKAN MENEGUHKAN, BAHKAN AKAN MENOLONG ENGKAU ; AKU AKAN

MEMEGANG ENGKAU DENGAN TANGAN KANAN-KU YANG MEMBAWA KEMENANGAN.

YESAYA 41 :10

SEGALA HAL YANG TELAH KITA CAPAI SAAT INI, ITU SEMUA KARENA KEBAIKAN DAN ANUGERAH TUHAN SEMATA-MATA,

MENGUCAP SYUKURLAH SEBAB KITA MEMILIKI TUHAN YANG LUAR BIASA.

(8)

Puji syukur kehadirat Tuhan yang Maha Esa atas berkat, kuasa dan pimpinan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul “Hubungan Single Parent Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) Terhadap Tingkat Depresi Pada Remaja Di Kabupaten Sintang”. Skripsi ini disusun sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar sarjana kebidanan (S.Keb) di program Studi Pendidikan Bidan Universitas Airlangga.

Penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Prof. Dr. Soetojo, dr. Sp. U, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga

2. Baksono Winardi, dr., Sp.OG (K), selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga dan pembimbing pendamping dalam penulisan skripsi ini.

3. Dr.Irwanto, dr.,Sp.A (K), selaku pembimbing utama skripsi penulis yang dengan sabar membimbing dan memotivasi penulis.

4. Dr. Gadis Meinar Sari, dr., M. Kes, selaku penguji skripsi yang telah meluangkan waktu untuk membantu proses perbaikan skripsi ini.

5. Seluruh Dosen dan Staf Program Studi Pendidikan Bidan Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

6. Bupati dan Pemerintah Kabupaten Sintang, Dinas Kesehatan Kabupaten Sintang yang memberi kesempatan bagi peneliti untuk mengabdi dan meneliti sehingga mendapat pengalaman untuk peneliti bagikan di kelas Program Studi Pendidikan Bidan Angkatan 2014 Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.

7. Remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan bersedia menjadi responden dalam menyelesaikan penelitian di daerah kabupaten Sintang. 8. Teman-teman anggota IBI Kabupaten Sintang, yang turut membantu dalam

penelitian ini.

(9)

9. Orangtua, kakak dan adik yang selalu memberikan doa dan semangat dalam penulisan skripsi, semoga selalu diberikan kesehatan dan diberkati dalam kehidupannya.

10.Teman-teman seangkatan dari Kal-Bar (KTB), group SAB-MER terima kasih sudah mengisi suka duka penulis dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini semoga kita semua bisa tetap saling membantu dan mendoakan.

11.Teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Studi Pendidikan Bidan Reguler Angkatan 2012 dan Alih Jenis Angkatan Tahun 2014 terimakasih atas dukungan dan motivasi yang diberikan.

12.Semua pihak yang turut membantu dalam penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa saya sebutkan namanya satu persatu.

Semoga Tuhan yang Maha Esa membalas budi baik semua pihak yang membantu hingga selesainya skripsi ini. Penulis sadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna tetapi penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi pembaca dan bagi ilmu kebidanan.

Surabaya, Juni 2016

(10)

Remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju dewasa. menurut WHO batas usia remaja yaitu 10 sampai 20 tahun. Pada masa ini remaja mengalami krisis identitas yang beresiko menimbulkan masalah (Sarwono, 2007). Salah satu masalah yang timbul pada masa remaja adalah pergaulan bebas yang beresiko dengan hubungan seks bebas, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan pada remaja wanita (Kumalasari, 2012). Kehamilan tidak diinginkan yang dipertahankan dapat memposisikan remaja wanita berperan menjadi single parent. Hal ini dapat terjadi karena pasangan pria yang tidak bertanggung jawab akan kehamilannya (Soetjiningsih, 2010). Peran single parent akibat kehamilan tidak diinginkan pada remaja wanita beresiko mengalami gangguan psikologis. Secara psikologis remaja putri akan merasa tidak nyaman seperti dihantui rasa malu, rendah diri, merasa berdosa, pesimis, tertekan hingga menjadi depresi (Soetjiningsih, 2010).

Masalah dari penelitian ini adalah kehamilan remaja di kabupaten Sintang mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2014 diperoleh 309 kehamilan remaja, sedangkan tahun 2015 diperoleh 496 kehamilan remaja. Pada kehamilan remaja tersebut belum pernah didata kasus single parent dan tingkat depresi yang terjadi sehingga penilitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh single parent akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) dengan tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang.

Metode penelitian ini dilakukan secara analitik pendekatan dengan menggunakan rancangan cross sectional. Populasi kehamilan remaja pada tahun 2015 yaitu 496, pengambilan kelompok dengan total sampling yang berjumlah 100 responden dan diantaranya terdapat 62 sampel yang berperan sebagai single parent dan 38 sampel yang berperan tidak single parent. Variabel bebas pada penelitian ini adalah single parent sedangkan variabel terikat adalah tingkat depresi. Instrumen yang digunakan adalah kuisioner Beck Depresion Inventory (BDI). Analisis data menggunakan Fisher’s Exact.

Hasil penelitian dari 100 responden yang mengalami KTD terdiri dari 62 % yang single parent dan 38 % responden yang tidak single parent. Kasus remaja tidak single parent memiliki presentase tingkat depresi yang paling tinggi adalah depresi sedang (63,8) sedangkan pada kasus remaja yang single parent paling tinggi adalah depresi parah (54,8%).Berdasarkan uji statistik yang telah di Fisher’s Exact terdapat hubungan antara single parent terhadap tingkat depresi yang mana nilai signifikansinya (p) < 0,0001.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah terdapat hubungan remaja single parent akibat kehamilan tidak diinginkan terhadap tingkat depresi pada remaja di kabupaten Sintang.

(11)

Background: Teens is a period of transition from childhood to adulthood and experience an identity crisis that may lead to problems such as illicit sex that can result in unwanted pregnancies in young women. A maintained unwanted pregnancy can put young women into single parent’s position. This can occur when their partner not take their responsibility for the pregnancy. Role as a single parent as a result of unwanted pregnancies in teenagers are considerably tough that risk for experiencing depression.

Objective: The aim of this study was to determine the association of the single parent adolancent as a result of unwanted pregnancy (KTD) on the level of depression.

Methode: This research was conducted by analytical cross sectional method, involving 100 adolescents’ respondents who experience unwanted pregnancy and 62 respondents with single parent status and not a single parent as many as 38 respondents. The instrument used was Beck Depression Inventory (BDI) questionnaire.

Result: Statistical analysis used was Fisher Ecxact's test with significant result <0.000 (p <0.0001) which mean single parent as a result of unwanted pregnancies associated with the level of depression in adolescents.

Conclusion: In conclusion, there was an association between single parent adolancent due to unwanted pregnancy and the levelof depression in Sintang

Keywords: Adolescents, unwanted pregnancy, single parent, depression ABSTRACT

(12)

Halaman

PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... ..v

LEMBAR PENGESAHAN ... ..vi

MOTTO ... ..vii

UCAPAN TERIMAKASIH ... ..viii

RINGKASAN ... ..x

DAFTAR SINGKATAN ... ..xviii

BAB 1 PENDAHULUAN 2.1. OrangtuaTunggal (Single Parent) ... ..7

2.1.1.Definisi single parent ... ..7

2.1.2.Bentuk single parent ... ..8

2.1.3.Masalah single parent ... ..8

2.1.4.Penyebab single parent ... ..9

2.1.5.Dampak single parent ... ..11

2.1.6.Fungsi single parent dalam keluarga ... ..12

2.1.7.Hal yang dilakukan oleh single parent ... ..14

2.1.8.Karakter single parent yang prima ... ..15

2.2. Kehamilan Tidak Diinginkan ... ..15

(13)

2.2.3.Dampak kehamilan tidak diiginkan ... ..18

2.3. Remaja ... ..21

2.3.1.Konsep remaja... ..21

2.3.2.Karakteristik perkembangan Remaja ... ..23

2.4. Depresi ... ..34

2.4.1.Pengertian gejala depresi ... ..34

2.4.2.Teori tentang depresi ... ..34

2.4.3.Gejala depresi ... ..36

2.4.4.Penyebab depresi... ..37

2.4.5.Faktor risiko depresi... ..38

2.4.6.Bentuk-bentuk depresi ... ..39

2.4.7.Tingkatan depresi ... ..40

2.4.8.Penatalaksanaan depresi ... ..42

2.5. Hubungan single parent akibat kehamilan tidak diinginkan pada remaja terhadap tingkat depresi ... ..43

BAB 3 KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS 3.1. Kerangka Konseptual ... ..46

3.2. Hipotesis Penelitian ... ..47

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Jenis Penelitian ... ..48

4.2. Rancangan Penelitian ... ..48

4.3. Populasi dan Sampel... ..49

4.3.1.Populasi ... ..49

4.3.2.Sampel ... ..50

4.4. Lokasi dan Waktu Penelitian ... ..50

4.5. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... ..51

4.6. Teknik Dan Prosedur Pengumpulan Data ... ..53

4.7. Pengolahan dan Analisis Data ... ..53

4.7.1. Pengolahan data ... ..53

4.7.2. Analisis data ... ..54

4.8. Kerangka Operasional ... ..56

4.9. Ethical Clearance ... ..56

4.9.1. Informed consent ... ..56

4.9.2. Anominity (tanpa nama) ... ..57

4.9.3. Confidentiality (kerahasiaan) ... ..57

BAB 5 HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN 5.1. Hasil Penelitian ... ..58

5.2. Analisis Hasil Penelitian ... ..62

BAB 6 PEMBAHASAN 6.1. Status Single Parent Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan Pada Remaja... ..64

(14)

6.3. Hubungan Antara Single Parent Dengan Depresi Pada Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) ... ..67 BAB 7 KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan ... ..70 7.2. Saran ... ..70

(15)

Halaman Tabel 4.1 Definisi operasional variabel hubungan single parent akibat

kehamilan tidak diinginkan (KTD) terhadap tingkat depresi pada remaja ... 53 Tabel 4.2 Kontingesi single parent dengan tingkat depresi ... 55 Tabel 5.1 Distribusi frekuensi karakteristik responden yang

mengalami KTD ... 60 Tabel 5.2 Distribusi frekuensi status single parent remaja akibat KTD 60 Tabel 5.3 Distribusi frekuensi responden remaja akibat KTD

berdasarkan tingkat depresi ... 61 Tabel 5.4 Distribusi tabel silang berdasarkan usia dan usia pertama

kali hamil terhadap status single parent ... 61 Tabel 5.5 Distribusi tabel silang lama menjadi orangtua terhadap

status single parent ... 62 Tabel 5.6 Tabel silang single parent akibat KTD berdasarkan tingkat

(16)

Halaman Gambar 3.1 Kerangka konsep penelitian hubungan single parent akibat

kehamilan tidak diinginkan terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang ... 46 Gambar 4.1 Desain penelitian hubungan single parent akibat kehamilan

tidak diinginkan terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang ... 49 Gambar 4.2 Kerangka kerja penelitian hubungan single parent akibat

kehamilan tidak diinginkan terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang ... 56

(17)

Lampiran 1 Jadwal penelitian Lampiran 2 Surat ijin penelitian Lampiran 3 Surat layak etik

Lampiran 4 Surat rekomendasi kesbangpol Lampiran 5 Surat rekomendasi dinas kesehatan Lampiran 6 Surat ijin BDI

Lampiran 7 Lembar permohonan menjadi responden Lampiran 8 Lembar persetujuan menjadi responden Lampiran 9 Lembar data umum responden

Lampiran 10 Lembar kuisioner BDI Lampiran 11 Lembar jawaban responden

Lampiran 12 Lembar berita acara perbaikan usulan penelitian Lampiran 13 Tabulasi karakteristik responden

Lampiran 14 Hasil uji statistik

Lampiran 15 Berita acara perbaikan skripsi

(18)

BDI : Beck Depression Inventory

BKKBN : Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional KTD : Kehamilan Tidak Diinginkan

WHO : World Health Organitation

(19)

BAB 1

1.1Latar Belakang

Menurut WHO, remaja adalah masa peralihan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa yakni bila anak telah mencapai usia 10-20 tahun, pada rentang usia tersebut terjadi perkembangan fungsi reproduksi. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2010 persentase remaja dengan usia 10-19 tahun 18 % dari jumlah penduduk (Kemenkes RI, 2015). Pada masa ini sering sekali terjadi krisis identitas atau pencarian identitas diri yang menimbulkan masalah pada diri remaja itu sendiri. Masalah yang ada adalah kesehatan fisik yaitu semua penyakit yang berkaitan dengan kondisi fisik dari remaja itu sendiri dan masalah perilaku diantaranya yaitu penggunaan obat- obatan dan alcohol, hubungan seks bebas yang dapat menyebabkan infeksi menular seksual ( Kusmiran, 2014).

Hubungan seks bebas didapatkan 35 % remaja pria yang tidak mempertahankan keperjakaannya dan 10 % remaja wanita yang tidak mempertahankan keperawananya yang terjadi antara teman dekat. Remaja beranggapan teman dekat adalah orang yang dapat mereka tanya seputar masalah seks dimana mereka baru sama-sama merasakannya sekarang (Azinar, 2013).

Menurut remaja, seks bebas ataupun seks pranikah dianggap aman untuk dilakukan, namun bila remaja melihat dan memahami akibat perilaku itu ternyata banyak membawa kerugian. Salah satu risikonya adalah kehamilan

(20)

tidak diinginkan dapat menghancurkan segalanya dari masa muda, pendidikan, kepercayaan, kebangsaan, kebanggan orangtua dan pandangan negatif dari masyarakat. Hal ini dapat menimbulkan gangguan psikologi remaja dari segi kognitif, biologis dan emosi (Kusmiran,2014).

Remaja wanita yang mengalami kehamilan tidak diinginkan akan mengalami kebingungan dengan menerima kejadian bahwa dirinya hamil sebelum menikah yang disebabkan oleh pria tidak bertanggungjawab, sehingga remaja wanita harus siap menjadi orangtua tunggal (single parent). Sebagai single parent tersebut yang harus mengurus rumah tangga dan anak akan menjadi beban, sehingga memicu masalah yang menghambat peran ibu sebagai orang tua tunggal (Kisworowati, 2010).

Menurut SDKI (2012), untuk Provinsi Kalimantan Barat presentase kehamilan remaja bagaikan fenomena gunung es yang cenderung mengalami peningkatan 9,3 % tahun 2002, meningkat kembali tahun ke 5 berikutnya menjadi 11,6 %. Tahun 2014di Kalimantan Barat terdapat 2,6% remaja perempuan dari 405 yang melakukan hubungan seks pranikah dan terdapat 2,8% remaja laki-laki dari 405 yang pernah melakukan seks pranikah (BKKBN, 2014).

(21)

Berdasarkan hasil survey awal di Puskesmas Sungai Durian Kabupaten Sintang pada tahun 2013 terdapat 14 kasus kehamilan yang tidak diinginkan. Kasus ini meningkat tajam pada tahun 2014 menjadi 21 orang. Sedangkan data single parent akibat kehamilan tidak diinginkan tahun 2013 yaitu 8 remaja yang menjadi single parent dan pada tahun 2014 diperoleh 11 remaja menjadi single parent. Status sebagai remaja single parent akibat kehamilan tidak diinginkan akan mempengaruhi psikologisnya. Data 2016 ditemukan 610 jiwa mengalami gangguan psikologis. Gangguan psikologis yang terjadi antara lain skizofrenia, psikotik, neurotic, depresi, dan spikotik. Kasus depresi yang ditemukan sebanyak 13 jiwa (Dinkes, 2016).

Berdasarkan data diatas dilakukan penelitian apakah ada “Hubungan Single Parent Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) dengan terhadap depresi remaja di Kabupaten Sintang”.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan single parent akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang.

1.3Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui “Apakah ada hubungan single parent akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang .

1.3.2 Tujuan khusus

(22)

2) Untuk mengetahui distribusi frekuensi kejadian single parent akibat kehamilan tidak diinginkan pada remaja di Kabupaten Sintang.

3) Untuk mengetahui hubungan single parent akibat kehamilan tidak diinginkan (KTD) terhadap tingkat depresi pada remaja di Kabupaten Sintang.

1.4Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang bermanfaat bagi perkembangan ilmu Kesehatan Reproduksi, khususnya kesehatan reproduksi remaja terhadap tingkat depresi pada remaja dan dapat dipakai sebagai pedoman dalam melakukan penelitian lebih lanjut. 1.4.2 Manfaat praktis

1) Bagi responden

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran depresi bagi remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan yang berperan sebagai single parent.

2) Bagi masyarakat

(23)

3) Bagi ilmu pengetahuan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dampak tingkat depresi yang terjadi pada remaja single parent yang mengalami kehamilan tidak diinginkan sebagai masukan bagi para pendidik tentang pentingnya kesadaran menjauhi perilaku seks pranikah yang mengakibatkan kehamilan tidak diinginkan.

1.5Risiko Penelitian

(24)

BAB 2

2.1Orangtua Tunggal ( Single Parent) 2.1.1 Definisi single parent

Keluarga yang terdiri dari ayah dan ibu berperan sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Di kehidupan nyata sering dijumpai keluarga dimana salah satu orang tuanya tidak ada lagi. Keadaan ini menimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan single parent (Khoiroh, 2011).

Orangtua tunggal (single parent) adalah orangtua yang telah menduda atau menjanda baik bapak atau ibu, mengasumsikan tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kematian pasangannya, perceraian atau kelahiran anak diluar nikah (Khoiroh, 2011).

Menurut Hammer & Turner menyatakan bahwa: “A single parent family consist of one parent with dependent children living in the same

household.” Sementara itu, Sager dan teman-temannya menyatakan bahwa orang single parent adalah orang tua yang secara sendirian membesarkan anak-anaknya tanpa kehadiran, dukungan, dan tanggung jawab pasangannya (Aprilia, 2013).

Seorang single parent dapat dibagi menjadi 2 kategori yaitu ada yang berperan sebagai ayah dan ada juga yang berperan sebagai ibu. Laki-laki bisa berperan sebagai orangtua tunggal disebabkan karena meninggalnya istri, pengabaian seorang ibu ataupun penolakan hak asuh seorang istri. Wanita yang berperan sebagai orangtua tunggal dapat

(25)

disebabkan oleh meninggalnya suami, perceraian, ibu yang tidak menikah ataupun kehamilan diluar nikah pada remaja ( Aprilia, 2013).

2.1.2 Bentuk single parent

Orangtua yang disebut dengan single parent adalah orangtua tunggal (ayah atau ibu saja). Ada banyak penyebab yang mengakibatkan peran orangtua yang lengkap dalam sebuah rumah tangga menjadi tidak sempurna.Hal ini bisa disebabkan banyak faktor, dalam penelitian Laksono di antaranya:

1) Jikalau pasangan hidup kita meninggal dunia, otomatis itu akan meninggalkan kita sebagai orang tua tunggal.

2) Jika pasangan hidup kita meninggalkan kita atau untuk waktu yang sementara namun dalam kurun yang panjang. Misalkan ada suami yang harus pergi ke pulau lain atau ke kota lain guna mendapatkan pekerjaan yang lebih layak.

3) Yang lebih umum yakni akibat perceraian. 4) Orangtua angkat ( Khoiroh, 2011)

2.1.3 Masalah single parent

(26)

yang lebih panjang, lebih banyak masalah ekonomi yang muncul, menghadapi perubahan hidup yang lebih menekan, lebih rentan terkena depresi, kurangnya dukungan sosial dalam melakukan perannya sebagai orang tua, dan memiliki fisik yang rentan terhadap penyakit (Khoiroh, 2011) .

Sedangkan masalah khusus yang timbul pada keluarga dengan orang tua tunggal wanita adalah kesulitan mendapatkan pendapatan yang cukup, kesulitan mendapat pekerjaan yang layak, kesulitan membayar biaya untuk anak, kesulitan menutupi kebutuhan lainnya. Sementara pada keluarga dengan orang tua tunggal pria masalah khusus yang timbul hanya dalam hal memberikan perlindungan dan perhatian pada anak (Khoiroh, 2011).

Pada kasus keluarga dengan orang tua tunggal yang terjadi karena perceraian, Duvall & Miller menyatakan bahwa baik bagi wanita maupun pria proses setelah terjadinya perceraian seperti orang yang baru mulai belajar berjalan dengan satu kaki, setelah kaki yang lainnya dipotong. Perceraian adalah proses amputasi pernikahan. Tidak peduli seberapa pentingnya perceraian tersebut, perceraian tetap saja menyakitkan (Khoiroh, 2011).

2.1.4 Penyebab single parent

(27)

1) Perpisahan karena perceraian

Perpisahan dapat terjadi dikarenakan tidak ada kecocokan antara kedua belah pihak. Hal ini dapat terlihat dari perbedaan persepsi atau perselisihan yang tidak mampu menemukan jalan keluarnya dan mengalami persoalan ekonomi, pekerjaan, perbedaan prinsip hidup yang akhirnya menimbulkan niat untuk berpisah.

2) Perpisahan karena kematian

Biasanya salah satu pasangan yang meninggal, secara otomatis akan menjadi orangtua tunggal yang harus bertanggung jawab dalam mengurus rumah tangga.

3) Kehamilan diluar nikah

Banyak sekali sekarang kasus pergaulan bebas yang terjadi di sekitar, bahkan terdapat kasus perkosaan sehingga berdampak pada kehamilan yang tidak diharapkan. Hal ini dapat membuat wanita membesarkan anak-anaknya tanpa ada pasangan.

4) Tidak ingin menikah

Ada beberapa orang yang memang tidak ingin menikah namun ingin memiliki anak dengan cara mengadopsi. Hal ini membuat mereka berperan sebagai orangtua tunggal yang harus bertanggung jawab. 5) Ditelantarkan atau ditinggal suami tanpa dicerai

(28)

2.1.5 Dampak single parent

Dengan meningkatnya kebutuhan hidup masa sekarang, single parent harus mampu menjalankan perannya yang ditinggal oleh pasangannya dengan mendidik anak sendiri dan juga memenuhi kebutuhan keluarga (Mubil Mz, 2015).

Ada beberapa dampak dari orangtua tunggal terhadap perkembangan anak, yaitu :

1) Tidak dapat melaksanakan fungsi sosialnya dengan baik yang membuat anak menjadi minder dan tidak dapat berinteraksi dengan masyarakat sehingga menarik diri dari lingkungan.

2) Banyak ditemukan asupan gizi yang kurang sehingga menyebabkan perkembangan anak terhambat . Hal ini banyak didapatkan pada orangtua tunggal yang tidak mampu secara ekonomi.

3) Orangtua tunggal kurang menanamkan adat istiadat sehingga anak kurang dapat bersopan santun dan tidak meneruskan budaya keluarga dan berisiko terjadinya kenakalan pada anak.

4) Orangtua yang sibuk bekerja mencari nafkah dan jarang perhatian dengan anak berisiko mengalami ketidaksempurnaan pendidikan pada anak.

5) Anak jarang dibimbing dalam bidang agama sehingga pendidikan agama anak kurang baik.

(29)

Dampak yang terjadi dari single parent tidak hanya memberikan dampak bagi perkembangan anak, akan tetapi memiliki dapat pada perannya sendiri sebagai orangtua tunggal. Dampak yang dapat terjadi, yaitu :

1) Masalah ekonomi

Orangtua tunggal akan menanggung ekonominya sendiri sepeninggal pasangan hidupnya dengan mencari nafkah sendiri demi kelangsungan hidupnya.

2) Peran ganda

Orangtua tunggal harus berperan baik sebagai ibu, ayah, pendidik, kepala rumah tangga.

3) Masalah interaksi sosial

Pasangan yang tidak menikah atau tidak dinakahi terkadang mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari lingkungan masyarakat. Hal tersebut dapat dirasakan mereka ketika dikucilkan, dicemooh sehingga perlakuan seperti ini mengganggu interaksi sosial perempuan yang menjadi orangtua tunggal dilingkungannya (Kumalasari, 2014).

2.1.6 Fungsi single parent dalam keluarga 1) Fungsi reproduksi

(30)

2) Fungsi afeksi

Bagi wanita single parent, menjalankankan fungsi afeksi pastinya berbeda-beda. Untuk wanita karier, banyak yang tidak menjalankan fungsi afeksinya karena menyerahkan tugasnya dan tanggung jawabnya ke pembantu atau orangtua. Untuk wanita yang mengalami kehamilan pranikah, maka single parent merasa terguncang jiwanya sehingga tidak dapat menjalankan fungsi afeksinya.

3) Fungsi sosialisasi

Semua orangtua pasti ingin yang terbaik untuk anaknya agar anak tersebut dapat mengambil peran dilingkungannya. Hal tersebut membuat orangtua merasa bertanggungjawab untuk membimbing, mendidik dan mengajarkan yang terbaik bagi anaknya sehingga mereka dapat bersosialisasi dengan masyarakat luas.

4) Fungsi ekonomi

Disini fungsi sebagai single parent adalah berusaha mencari atau memenuhi keuangan bagi dirinya sendiri dan anak-anakny. Hal ini diperlukan untuk memenuhi kebutuhan sandang, pangan, pendidikan dan keperluan lainnya.

5) Fungsi pengawasan atau kontrol

(31)

norma dan perilaku yang bertanggung jawab ketika mereka sudah tidak bersama dengan anaknya lagi.

6) Fungsi proteksi

Fungsi ini adalah fungsi perlindunga dalam keluarga yang dapat dibagi menjadi tiga, yaitu : perlindungan fisik dimana seseorang tidak memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu pada kebutuhan fisiknya sendiri, ekonomi yang terdiri dari kebutuhan sandang dan pangan, dan psikologis dimana memerlukan rasa aman, nyaman, dan kasih sayang dari keluarga dan orang sekitar (Hamdani, 2013).

2.1.7 Hal yang dilakukan oleh single parent

Dalam menjalankan tugas sebagai single parent ada beberapa hal yang harus dilakukan mereka agar tidak berlarut dengan kesedihan statusnya, yaitu :

1) Keterbukaan

Status sebagai single parent bukanlah hal yang harus ditutupi karena ketika ada masyarakat yang beranggapan negatif maka banyak dari single parent yang memiliki semangat bahwa mereka itu mampu dan sanggup menunjukan bahwa mereka akan menjadi single parent yang sukses dan bertanggung jawab.

2) Mengisi waktu

(32)

3) Membuka diri untuk masa depan

Membuka komunitas pergaulan yang positif dengan orang-orang yang bernasib sama, sehingga ketika mereka memiliki komunitas mereka dapat bercerita tentang kejadian yang mereka alami. Adanya komunitas tersebut maka mereka dapat membuka diri untuk pergaulan meski tetap memilih teman bergaul (Kumalasari, 2014).

2.1.8 Karakter single parent yang prima

Single parent dalam membentuk suatu keluarga yang prima harus memiliki karakter. Karakter yang dimilikinya, yaitu:

1) Memiliki kualitas waktu untuk bersama keluarga 2) Memberikan perhatian yang lebih

3) Memiliki komitmen satu sama yang lainnya 4) Menghormati satu sama yang lainnya

5) Komunikasi yang baik dalam membangun keluarganya

6) Kondisi krisis dan stress dapat dilalui dengan cara berfikir yang positif untuk terus berkembang ( Kumalasari, 2012).

2.2Kehamilan Tidak Diinginkan

2.2.1 Konsep kehamilan tidak diinginkan

(33)

tidak diinginkan oleh salah satu atau kedua calon orangtua bayi (Kusmiran, 2011).

Adanya perubahan-perubahan biologic dan psikologik yang akan memberikan dorongan-dorongan tertentu, yang sering kali tidak diketahui

Institusi pendidikan langsung, yaitu orang tua dan guru sekolah kurang siap untuk memberikan informasi yang benar dan tepat waktu. 1) Perbaikan gizi yang menyebabkan umur haid pertama menjadi lebih

dini.

2) Semakin majunya tekhnologi dan membaiknya sarana komunikasi mengakibatkan membanjirnya arus informasi dari luar yang sulit sekali diseleksi.

3) Kemajuan pembangunan, pertumbhan penduduk dan transisi kearah industrialisasi memberi dampak pada meningkatnya urbanisasi, berkurangnya sumber daya alam dan perubahan tata nilai.

4) Salah satu peluang yang dapat berfungsi substitusi untuk menyalurkan gejolak remaja belum sepenuhnya dimanfaatkan, yaitu upaya terarah untuk meningkatkan kebugaran jasmani.

Gejala yang sering kita lihat dan kemudian menimbulkan masalah yaitu :

1) Hubungan seks pranikah

(34)

orangtua remaja dengan konsekuensi sosial dan tambahan beban ekonomi

3) Ketakutan yang tidak wajar seperti gadis remaja yang takut selaput daranya robek akibat olahraga dan remaja pria yangmerasa berdosa dan depresif karena melakukan masturbas/onani

4) Gangguan kesehatan akibat ketidaktahuan disertai kurangnya pengendalian diri dan kurangnya bimbingan

5) Tingkat kebugaran yang rendah

6) Lambatnya perkembangan prestasi olahraga merupakan salah satu indikasi dari derajat kesegaran jasmani kelompok remaja

Dari gejala-gejala yang tampak, masalah remaja dapat dikelompokkan dalam tiga katgori:

1) Reproduktif dan penyakit yang berkaitan dengan reproduksi 2) Masalah psikososial

3) Masalah kebugaran

2.2.2 Sebab kehamilan tidak diinginkan

Terdapat beberapa alas an yang menyebabkan terjadinya kehamilan tidak diinginkan, yaitu :

1) Penundaan dan peningkatan jarak usia perkawinan dan semakin dininya usia menstruasi pertama

2) Ketidaktahuan bahkan sedikit pengetahuan tentang perilaku seksual yang dapat mengakibatkan kehamilan

(35)

4) Adanya kegagalan kontrasepsi

5) Kehamilan yang diakibatkan oleh pemerkosaan 6) Kesehatan ibu yang tidak mengizinkan kehamilan 7) Masalah ekonomi

8) Masalah untuk karier ataupun masih sekolah 9) Kehamilan karena incest

10)Kondisi janin yang dianggap cacat berat ataupun jenis kelamin yang tidak diharapkan (Kumalasari, 2012).

2.2.3 Dampak kehamilan tidak diinginkan

Menurut WHO presentase angka kejadian kehamilan yang dilakukan oleh remaja di dunia diperkirakan dari 200 juta kehamilan pertahun terdapat 38 % kehamilan yang tidak diinginkan. Kasus yang tertinggi terdapat dinegara Central Afrika Republic . Untuk Indonesia terdiri dari 13.000 pulau yang memiliki laju percepatan jumlah penduduk yang sangat pesat. Dalam kurun waktu 5 tahun, jumlah fertilitas remaja (ASFR) untuk kelompok usia 15-19 tahun dapat meningkat dari 37 per 1000 kehamilan menjadi 48 dari 1000 kehamilan. Untuk kasus kehamilan pada remaja di Indonesia memang lebih rendah daripada negara lain yaitu pada usia < 15 tahun adalah 0.02 %, namun dibandingkan antara kota dan desa di Indonesia, proporsi kehamilan remaja adalah 1,97 % di desa lebih tinggi dibandingkan daerah kota (WHO, 2015).

(36)

Semua tindakan tersebut dapat menimbulkan dampak fisik, psikis dan sosial yaitu:

1) Kehamilan yang dipertahankan

(1) Dampak fisik: kesulitan pada saat bersalin, misalnya dapat terjadi perdarahan yang mungkin saja bisa berakibat fatal pada kematian (2) Dampak psikis/psikologis: Jika remaja pria tidak bisa bertanggung

jawab maka remaja putri akan menjadi orangtua tunggal. Jika pasangan remaja ini menikah maka dapat terjadi konflik pula pada kedua pasangan tersebut karena masih belum dewasa dan belum siap memikul tanggungjawab sebagai orangtua. Secara psikologis remaja putri akan lebih merasa tidak nyaman seperti dihantui rasa malu, rendah diri, berdosa, depresi atau tertekan, pesimis dan lain-lain.

(3) Dampak sosial: salah satunya remaja akan berhenti atau putus sekolah atas kemauan sendiri ataupun diberhentikan dari sekolah (4) Dampak ekonomi: merawat kehamilan, melahirkan dan

membesarkan bayi/anak membutuhkan biaya besar 2) Kehamilan yang diakhiri (aborsi)

(37)

(2) Dampak psikis: pelaku aborsi seringkali mengalami perasaan-perasaan takut, panik, tertekan atau stres, trauma mengingat proses aborsi dan kesakitan. Kecemasan karena rasa bersalah atau dosa akibat aborsi bisa berlangsung lama. Selain itu pelaku aborsi juga sering kehilangan kepercayaan diri.

(3) Risiko sosial: ketergantungan pada pasangan seringkali menjadi lebih besar karena perempuan merasa sudah tidak perawan, pernah mengalami KTD dan aborsi. Selanjutnya remaja perempuan lebih sukar menolak ajakan seksual pasangannya. Resiko lain adalah pendidikan terputus atau masa depan terganggu.

(4) Risiko ekonomi: biaya aborsi cukup tinggi apalagi jika terjadi komplikasi (Soetjiningsih, 2010).

Pada remaja yang mengalami gangguan psikologis karena kehamilan yang tidak dikehendaki, penanganan dalam permasalahannya dapat dilakukan dengan konseling. Sebagai konselor yang ingin memberikan konseling perlu memiliki tiga karakter sebagai berikut: 1) Empati, yaitu konselor dapat mersakan hal yang sama dengan klien,

usaha berfikir bersama tentang dan untuk mereka

2) Positif regard ( acceptance), yaitu menghargai klien dengan berbagai kondisi dan keberadaannya

(38)

2.3Remaja

2.3.1 Konsep remaja

Menurut Hurlock, remaja dalam bahasa aslinya disebut adolescence, yang berasal dari bahasa latin adolescere yang artinya”tumbuh atau tumbuh mencapai kematangan”. Adolescence memiliki arti yang luas antara lain kematangan mental, emosional, sosial dan fisik . Hal ini didukung pula oleh Piaget yang dilihat dari psikologis remaja adalah usia dimana individu mulai berintegrasi dengan masyarakat dewasa, yang mana diusinya saat ini anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama atau paling tidak sejajar. Menurut Mappiare, dikatakan remaja dengan batasan usia 12-21 tahun bagi wanita sedangkan batasan usia remaja 13-22 tahun (Ali dan Asrori, 2010).

Menurut Dorland, “remaja atau adolescence adalah periode di antara pubertas dan selesainya pertumbuhan fisik, secara kasar mulai dari usia 11 sampai 19 tahun”. Menurut Stanley Hall pakar psikologis remaja usia remaja berada pada rentang 12-23 tahun.Berdasarkan batasan-batasan yang diberikan para ahli di atas, bisa dilihat bahwa mulainya masa remaja relatif sama, tetapi berakhirnya masa remaja sangat bervariasi.

(39)

kedalam dua golongan, yaitu masalah kesehatan fisik dan masalah perilaku yang menimbulkan kelainan fisik. Masalah kesehatan fisik adalah semua penyakit yang berkaitan dengan kondisi fisik dari remaja itu, sedangkan masalah perilaku diantaranya yaitu penggunaan obat-obatan dan alkohol, kecelakaan, hubungan seks pranikah, kawin muda, aborsi dan infeksi menular seksual.

Ditahun 1974, WHO memberikan definisi remaja yang bersifat konseptual yang dikemukakan dalam 3 kriteria yaitu secara biologis, psikologis dan sosial ekonomi yang berbunyi sebagai berikut:

1) Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda-tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

2) Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identfikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

3) Terjadi peralihan dari ketergantungan social-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relative lebih mandiri .

(40)

Menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menetapkan batasan usia remaja 15-24 tahun. Untuk Negara Indonesia, menetapkan batasan usia remaja yaitu 14-24 tahun (Sarwono, 2007).

2.3.2 Karakteristik perkembangan remaja 1) Perkembangan fisik remaja

Masa remaja adalah masa peralihan dari anak-anak ke dewasa. Perubahan perkembangan remaja dapat dilihat dari segi perkembangan fisiknya. Perubahan-perubahan fisik yang terjadi merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja (Sarwono, 2007).

Memasuki masa remaja selalu diawali dengan terjadinya kematangan seksual, hal ini membuat remaja diperhadapkan pada keadaan yang memerlukan penyesuaian untuk menerima perubahan perubahan-perubahan yang terjadi. Kematangan seksual yang tampak adalah perubahan bentuk tubuh yang sangat berpengaruh pada kehidupan kejiwaan remaja (Kusmiran, 2011).

(41)

sendiri ataupun teman lawan jenisnya walaupun mereka menyimpan perasaan suka itu karena mereka sadar bahwa mereka masih kecil. 2) Perkembangan psikologis remaja

Dalam menghadapi anak remaja merupakan hal yang cukup sulit. Menurut Adams dan Gullota ada lima aturan untuk membantu remaja dalam menghadapi masalah mereka yaitu:

(1) Trustworthiness (kepercayaan) yaitu kita harus percaya pada remaja yang dihadapi. Hal ini menyebabkan tidak ada komunikasi dengan mereka

(2) Genuineness yaitu maksud yang murni tanpa ada kepura-puraan (3) Empathi yaitu memiliki kemampuan untuk memahami dan ikut

merasakan perasaan-perasaan remaja (4) Honesty yaitu sebuah kejujuran

Pada perkembangan psikologi remaja musti ditinjau dari beberapa segi agar dapat memahami jiwa remaja dengan melihat dari pembentukan konsep diri, intelegensi, emosi, seksual, motif sosial dan moral serta religi (Sarwono, 2007).

Didalam perkembangan psikologis remaja, ada beberapa perkembangan yang ikut berperan dalam psikologisnya, antara lain: (1) Perkembangan peran sosial

(42)

menekankan agar anak selalu menurut pada orangtua dengan harapan anak dapat mengikuti harapan dan cita-cita orangtuanya. Dalam sebuah riset penelitian ternyata sikap orangtua yang seperti ini masih kurang tepat. Cara yang baik untuk mendidik remaja adalah dengan memberikan latihan pada anak-anaknya dalam hal kemandirian sedini mungkin. Hal tersebut akan membuat anak dapat memilih jalannya sendiri dan ia akan berkembang lebih mantap. Itu karena anak sudah mulai mengetahui dengan tepat saat-saat yang berbahaya. Ketika dalam kondisi-kondisi tertentu ketika mereka tidak tahu bagaimana menyelesaikan masalah maka mereka akan berkonsultasi dengan orangtuanya ataupun dengan orang yang lebih mengetahui daripada dirinya sendiri (Sarwono, 2007).

(2) Perkembangan nilai, moral, dan sikap remaja

(43)

Moral merupakan kaidah norma dan pranata yang mengatur perilaku individu dalam hubungannya dengan kelompok social dan masyarakat. Selain daripada itu menurut Rogers, moral adalah standar baik ataupun buruk yang ditetukan bagi indivdu oleh nilai-nilai sosial secara harmonis, adil dan seimbang. Menurut Lawrence E.Kohlberg yang merupakan tokoh yang melakukan penelitian ataupun pengkajian perkembangan moral pada anak-anak dan remaja menyampaikan bahwa moral memiliki tahapan-tahapan dalam perkembangan moral, yaitu :

a. Tingkat prakonvensional

Tingkat ini harus tanggap terhadap aturan - aturan budaya dan ungkapan - ungkapan budaya mengenai baik dan buruk serta benar dan salah.

b. Tingkat konvensional

Pada tingkat ini anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau masyarakat.

c. Tingkat pascakonvesional, otonom, atau berlandaskan prinsip Pada tingkat ini aturan-aturan dan ungkapan-ungkapan moral

(44)

(3) Pembentukan konsep diri

Jika dipandang secara psikologis, kedewasaan adalah keadaan yang sudah tampak ciri-ciri psikologi tertentu pada seseorang. Ciri-ciri psikologi menurut G.W.Allport adalah sebagai berikut:

a. Pemekaran diri sendiri (extension of the self), ditandai dengan kemampuan seseorang untuk menganggap orang atau hal lain sebagai bagian dari dirinya sendiri. Perasaan egoism (mementingkan diri sendiri) berkurang, sebaliknya tumbuhperasaan ikut memiliki. Hal yang dapat kita temui adalah tumbuhnya kemampuan untuk mencintai orang lain dan alam sekitarnya, memiliki kemampuan bertenggang rasa dengan orang yang dicintainya untuk ikut merasakan penderitaan yang dialami orang yang dicintainya, hal ini menunjukan kepribadian kedewasaan (mature personality). Ciri yang tampak juga adalah ego ideal berupa cita-cita, idola dan sebagainya yang menggambarkan wujud ego di masa depan. b. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif (self

(45)

saat-saat yng diperlukan ia dapat mlepaskan diri dari dirinya sendiri dan meninjau dirinya sendiri sebagai orang luar.

c. Memiliki falsafah hidup tertentu (unifying philosophy of life). Hal ini dapat dilakukan tanpa perlu merumuskannya dan mengucapkannya dalam kata-kata. Orang yang sudah dewasa tahu dengan tepat tempatnya dalam rangka susunan objek-objek lain di dunia. Orang yang seperti ini tidak akan mudah untuk terpengaruh dan pendapat-pendapatnya serta sikap-sikapnya sudah cukup jelas.Menurut G.W.Allport terdapat kepribadian orang yang berubah-ubah yang disebut trait. Trait adalah suatu sifat yang menentukan bagaimana orang yang bersangkutan akan bertingkah laku terlepas dari situasi yang dihadapi orang tersebut. Sebagai contoh orang yang angkuh. Dilihat dari teori psikoanalisis, “trait”terletak pada ego seseorang yang merupakan pusat adaptasi stimulus dari luar maupun dari dalam diri seseorang. Ego bertugas untuk menghambat atau menyalurkan stimulus atau dorongan tertentu, baik yang dar dalam maupun dari luar. Sehingga tecapai titik ambang tertentu yang menentukan ciri dari individu yang bersangkutan dalam berespon terhadap lingkungannya (Ali dan Ansori, 2010).

(4) Perkembangan intelegensi

(46)

individu untuk berfikir dan bertindak secara terarah serta mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Pada orang dewasa intelegensi dapat dinyatakan dalam IQ (Intelligence Question). IQ dapat diukur dengan memberikan seperangkat pertanyaan yang terdiri dari berbagi soal (hitungan,kata-kata,gambar-gambar dan lain-lain) dan menghitung berapa banyaknya pertanyaan yang dapat dijawab dengan benar kemudian membandingkannya dengan sebuah daftar (yang dibuat berdasarkan penelian terpercaya). Selanjutnya, akan didapatkan nilai IQ orang yang bersangkutan (Sarwono, 2007).

(5) Perkembangan peran gander

Peran gender pada hakikatnya adlh bagian dari peran social. Contoh dari peran gender adalah seorang anak harus mempelajari perannya sebagai anak terhadap orangtua maupun guru. Selain dari pada itu peran jender juga dapat dilihat berdasarkan jenis kelamin anak, lingkungan sekitar dan faktor lainnya.

(47)

psikologis maskulin dan feminim dalam diri seseorang (Sarwono, 2007) .

(6) Perkembangan moral dan religi

Moral dan religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja. Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi bisa mengendalikan tingkah laku anak yang sudah beranjak dewasa agar mereka tidak melakukan hal-hal yang merugikan atau bertentangan dengan kehendak atau pandangan masyarakat (Sarwono, 2007).

3) Ciri-ciri masa remaja

Ciri-ciri remaja yang membedakan dengan periode sebelumnya dan sesudahnya adalah sebagi berikut:

(1) Masa remaja sebagai periode penting

Masa remaja sebagai periode penting karena akibat fisik dan akibat psikologis. Pada masa remaja perkembangan fisik yang cepat dan penting yang disertai dengan cepatnya perkembangan mental yng cepat. Semua perkembangan menimbulkan perlunya penyesuaian mental dan pembentukan sikap, nilai dan minat baru. (2) Masa remaja sebagai periode peralihan

Pada masa ini remaja dianggap bukan seorang anak maupun dewasa.

(3) Masa remaja sebagai periode perubahan

(48)

tubuh, ketiga adalah minat dan peran yang diharapkan oleh kelompok sosial untuk dipesankan, keempat yaitu dengan berubahnya minat dan pola perilaku sehingga dapat terjadi perubahan-perubahan nilai dan yang kelima adalah remaja sebagian besar bersifat ambivalen terhadap perubahan. Adapun perubahan perkembangan yang berhubungan dengan kognisi social remaja yaitu egosentrisme. Egosentrisme remaja menggambarkan meningkatnya kesadaran diri remaja yang terwujud pada keyakinan mereka bahwa orang lain memiliki perhatian yang sangat besar terhadap diri mereka dan terhadap keunikan perasaan pribadi mereka. Menurut David Elkin egosentrisme pada remaja dibagi menjadi dua yaitu imaginary audience dan personal fable. Imaginary audience menggambarkan suatu peningkatan kesadaran remaja yang tampil pada keyakinan mereka ahwa oranglain memiliki perhatian yang angat besar kepada mereka seperti mereka perhatian pada diri mereka sendiri. Personal fable meenggambarkan egosentrisme remaja yang berkenan dengan perasaan keunikan pribadi yang dimilikinya.

(4) Masa remaja sebagai usia yang bermasalah

(49)

menolak bantuan dari orang tua maupun guru karena mereka mengganggap bahwa mereka sudah bisa mandiri.

(5) Masa remaja sebagai masa mencari identitas

Pada awal tahun masa remaja penyesuaian dengan kelompok masih tetap penting bagi anak laki-laki dan perempuan. Dengan berjalannya waktu mereka mulai mencari identitas diri dan tidak puas lagi dengan menjadi sama dengan teman-temannya dalam segala hal seperti sebelumnya. Identitas versus kebimbangan identitas (identity versus identity confusin) terjadi di saat individu berada pada masa remaja. Pada tahap ini, remaja berusaha untuk menemukan siapakah mereka sebenarnya, apa saja dalam diri mereka dan arah mereka dalam menjalani hidup. Remaja yang tidak berhasil dalam menyelesaikan krisis identiasnya akan mengalami identity confusion yaitu kebimbangan akan identitasnya. Perkembangan tersebut dapat menyebabkan dua hal yaitu penarikan diri individu dengan mengisolasi dirinya dari teman-teman sebaya dan kluarga atau meleburkan diri dengan dunia teman sebaya dan kehilangan identitas dirinya

(6) Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

(50)

(7) Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik

Remaja melihat dirinya sendiri dan orang lai sebagaimana yang ia inginkan dan bukan sebagaimana adanya, terlebih dalam hal cita-cita. Cita-cita yang tidak realistik ini tidak hanya bagi dirinya sendiri tetapi juga bagi remaja dan keluarganya.

(8) Masa remaja sebagai ambang masa dewasa (Santrock, 2008) 4) Tugas remaja dalam masa perkembangan

Tugas remaja pada masa perkembangannya, yaitu:

(1) Mencapai hubungan baru dan lebih matang dengan teman sebaya baik pria maupun wanita

(2) Mencapai peran sosial pria dan wanita

(3) Menerima keadaan fisiknya dan menggunakn tubuhnya secara efektif

(4) Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung jawab

(5) Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya

(6) Memprsiapkan diri untuk pekerjaan (7) Mempersiapkan perkawinan dan keluarga

(51)

2.4 Depresi

2.4.1 Pengertian gejala depresi

Menurut Grasha dan Kirchenbaum, depresi adalah kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu yang cukup lama disertai dengan perasaan tidak berharga sehingga depresi lebih dominasi dengan perasaan yang tidak mengenakkan dan intensitasnya cukup kuat serta berlangsung lama. Beck dan Page mendeskripsikan lima komponen depresi, sebagai berikut: 1) Kesedihan atau suasana hati yang apatis

2) Konsep diri negatif yang merendahkan diri, menyalahkan diri atau mengkritik problem, dan perbuatan-perbuatan diri sendiri

3) Menunjukkan keinginan untuk menghindari orang lain, kegiatan sosial atau hilangnya minat terhadap hal tersebut

4) Kurang tidur, berkurangnya nafsu makandan keinginan seksual

5) Ketidakmampuan berfungsi secara wajar yang ditandai oleh gerakan-grakan badan yang lamban,hilangnya energi dan kemauan secara umum, kesulitan mengambil kputusan dan tidak mampu memulai, konsentrasi dan bekerja (Saam dan Sri, 2013).

2.4.2 Teori tentang depresi

Teori yang dapat digunakan untuk menjelaskan munculnya gangguan depresi yang terbagi menjadi empat, yaitu :

1) Teori biologi

(52)

2) Pandangan psikodinamika

Freud dan Karl Abraham menggambarkan depresi sebagai reaksi yang kompleks terhadap kehilangan. Freud menggambarkan berkabung normal dan depresi adalah respon seseorang yang merasa kehilangan yang dicintainya. Bagi orang yang mengalami depresi terjadi pengurangan penghargaan terhadap diri sendiri secara luar biasa dan pemiskinan ego pada skala yang besar.

3) Perspektif behavioral

Hal ini menjelaskan bahwa yang mengalami depresi kurang menerima penghargaan (reward) atau lebih menerima hukuman (punishment) daripada orang yang tidak mengalami depresi sehingga mengakibatkan gangguan depresi mellui tiga cara, yaitu:

(1) Seseorang yang kurang menerima penghargaan atau lebih banyak menerima hukuman secara umum mengalami kehidupan kurang menyenangkan.

(2) Individu akan memiliki penghargaan yang rendah terhadap dirinya dan mengembangkan konsep diri yang rendah jika perilaku seseorang tidak menghasilkan penghargaan atau hukuman.

(3) Jika perilaku tidak diberi penghargaan atau hukuman, kemungkinan akan mengakibatkan penghargaan yang telah diterima juga kurang.

4) Perspektif kognitif

(53)

disebabkan oleh cara pandang seseorang terhadap suatu peristiwa. Perspektif kognitif memunculkan model dari Beck yang menyatakan bahwa depresi digambarkan sebagai kognitif triad tentang pikiran berkembang terhadap dirinya sendiri, terhadap situasi dan terhadap masa depan. Seorang depresi akan membuat interpretasi yang salah terhadap fakta yang ada dengan cara negatif, yaitu memfokuskan pada aspek negatif terhadap situasi, dan juga mempunyai harapan yang pesimistik dan putus asa tentang masa depan seseorang yang mengalami depresi dengan menyalahkan kemalangannya yang disebabkan kekurangan yang terjadi pada dirinya.

5) Perspektif humanistic-eksistensial

Perspektif eksistensial memfokuskan kehilangan harga diri sebagai penyebab depresi yang utama. Kehilangan ini dapat nyata atau simbolik, contohnya : kehilangan kekuasaan, status sosial, ataupun uang. Perspektif humanistic lebih mengarahkan perbedaan anatara ideal diri seseorang dengan persepsinya terhadap kenyataan yang nyata sebagai sumber depresi dan kecemasan. Ini terjadi pada orang-orang yang mempunyai aspirasi yang tinggi untuk berprestasi dan pada orang-orang yang mencoba peran yang banyak dalam waktu bersamaan ( Lestari, 2015).

2.4.3 Gejala depresi

(54)

Gejala-gejala depresi menurut Diagnosis and Statistical Manual and Mental Disorders (DSM IV) adalah sebagai berikut:

1) Mood yang depresif sepanjang hari dan hampir tiap hari

2) Kehilangan minat atau kesenangan dalam segala hal/aktivitas yang dahulu disukai

3) Penurunan berat badan ketika tidak sedang diet atau peningkatan/ penurunan dalam selera makan hampir tiap hari

4) Insomnia atau hypersomnia hampir setiap hari 5) Agitasi/retardasi psikomotor hampir tiap hari 6) Mudah lelah/kehilangan energy hampir tiap hari

7) Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan 8) Kehilangan kemampuan untuk berfikir/konsentrasi

9) Pikiran berulang-ulang tentang kematian, ide bunuh diri yang berulang, usaha bunuh diri atau rencana spesifik untuk bunuh diri (Saam dan Sri, 2013).

2.4.4 Penyebab depresi

Grasha dan Kirchhenbun mengataka bahwa ada empat penyebab depresi yaitu:

1) Kurang penguat positif

2) Ketidakberdayaan yang dipelajari 3) Berfikir negatif

4) Regulasi diri yang tidak kuat.

(55)

mendapatkan penguat positif dan mekanisme pertahanannya rapuh dapat menimbulkan depresi. Pikiran negatif seseorang seperti menyalahkan diri, orang lain dan lingkungan, merasa diri tidak berguna, bodoh, tidak berharga, tidak mampu dan selalu sial sehingga membuatnya menjadi pesimis maka dapat berpotensi seseorang tersebut menjadi depresi (Saam dan Sri, 2013).

Regulasi diri adalah cara seseorang merencanakan,melaksanakan memonitor dan mengevaluasi perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Hal tersebut tergantung apakah ia menyukai perbuatan tersebut dengan memberikan penghargaan atau sanksi terhadap dirinya sendiri. Regulasi diri merupakan bagian penting dari perilaku seseorang. Orang yang memiliki regulasi adekuat dapat mengatur dirinya dengan baik. Jika regulasi diri tidak adekuat kemungkinan berakibat depresi (Saam dan Sri, 2013).

Ada beberapa faktor yang menyebabkan regulasi diri tidak kuat, yaitu:

1) Lebih banyak menghimpun kegagalan daripada kesuksesan

2) Lebih banyak memikirkan masa lalu dan kurang menggagas masa depan

3) Lebih banyak mengkritik diri daripada menghargai diri

4) Lebih menuntut standar atau target yang tidak sesuai dengan kemampuan (Saam dan Sri, 2013).

2.4.5 Faktor resiko depresi

(56)

1) Lanjutan dari depresi sebelumnya

2) Riwayat gangguan depresif mayor atau gangguan bipolar pada keluarga

3) Riwayat upaya bunuh diri pada keluarga atau personal 4) Kehidupan yang penuh stres

5) Kurang adanya dukungan sosial 6) Periode pascapartum

7) Penyalahgunaan zat saat ini

8) Riwayat penganiayaan seksual pada personal

9) Berusia kurang dari 40 tahun saat gejala mulai terjadi

10)Merasa mudah letih, nyeri kronis, kesedihan dan iritabilitas ( Reeder, dkk. 2011).

2.4.6 Bentuk – bentuk depresi

Menurut National Institute Of Mental Health menyebutkan bentuk dari depresi yang paling sering muncul yaitu: sindrom depresi mayor yang dimunculkan dengan kombinasi symptom yaitu dan berpengaruh dalam kemampuan bekerja, tidur, makan dan menikmati salah satu kegiatan yang menyenangkan. Keadaan depresi ini dapat muncul sekali, dua kali, atau beberapa kali selama hidup (Lestari, 2014).

(57)

Menurut DSM-IV, depesi dapat digolongkan kedalam 2 suasana, yaitu: 1) Gangguan suasana perasaan

Gangguannya meliputi gangguan depresif ( depresi unipolar ), gangguan bipolar. Gangguan depresif ini terdiri dari gangguan depresif mayor yang dicirikan oleh salah satu atau lebih depresif mayor, kemudian gangguan distrimik yang dicirikan dengan sedikitnya dua tahun mengalami perasaan depresi selama beberapa hari dalam seminggu yang disertai dengan simptom- simptom depresi tambahan yang tidak memenuhi kriteria suatu episode depresif mayor. Selain itu, terdapat juga gangguan depresif yang tidak digolongkan yang meliputi pengkodean golongan depresif mayor ,gangguan distrimik, gangguan penyesuaian campuran antara perasaan cemas dan perasaan depresi. 2) Gangguan penyesuaian

Pada gangguan ini simptom–simptom emosional adalah respon dari suatu stressor atau stressor psikososial yang dapat diidentifikasi (Lestari, 2014).

2.4.7 Tingkatan depresi

(58)

Perbedaan ketiga jenis depresi berdasarkan tingkatannya terletak pada penilaian klinis yang terdiri dari jumlah, bentuk dan keparahan gejala yang ditemukan. Hal tersebut dapat dilihat seperti dibawah ini, antara lain: 1) Depresi ringan

(1) Memiliki paling sedikit dua dari gejala utama depresi (2) Memiliki paling sedikit dua dari gejala yang lain (3) Tidak boleh ada gejala berat diantaranya

(4) Lamanya episode yang terjadi sekurang-kurangnya dua minggu (5) Memiliki sedikit kesulitan dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang biasa dilakukan 2) Depresi sedang

(1) Memiliki paling sedikit dua dari gejala utama depresi seperti pada episode depresi ringan

(2) Ditambah tiga atau empat dari gejala lainnya

(3) Lama seluruh episode berlangsung minimum 2 minggu

(4) Kesulitan dalam meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan dan urusan rumah tangga

3) Depresi berat

(1) Masuk kedalam ketiga tingkatan gejala depresi

(2) Memiliki paling sedikit empat dari gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas berat.

(59)

(4) Episode depresif berlangsung paling sedikit 2 minggu, tetapi jika gejala amat berat dan terjadi sangat cepat maka dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun waktu 2 minggu.

(5) Pasien tidak akan mampu melanjutkan kegiatan sosial, pekerjaan, dan urusan rumah tangga kecuali pada tingkat yang sangat terbatas (Lestari, 2014).

2.4.8 Penatalaksanaan depresi

Pasien yang mengalami depresi harus segera ditangani baik itu dengan obat-obatan ataupun terapi. Berikut beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan, yaitu :

1) Psikotik yang berorientasi insight

Insight adalah pemahaman pesan terhadap fungsi psikologis dan kepribadiannya. Pasien akan diajarkan untuk memahmi kondisi maladaptifnya dengan merubah perasaan, respons, perilaku dan hubungan pribadi menjadi lebih adaptif.

2) Psikotik suportif

Hal ini didukung oleh figure authority (terapis) dengan bersikap hangat, bersahabat, membimbing, memuaskan kebutuhan dependensi pesan , mendukung kemampuan independensi, mengembangkan hobi dan kesenangan yang positif serta memberi nasihat.

3) Psikoterapi kelompok

(60)

adaptasi dan mekanisme defensi pada kelompok yang kemudian akan dibahas dan pasien dapat diintropeksi serta dapat mengubah kondisi maladaptif.

4) Latihan relaksasi

Latihan ini diberikan pada pasien dengan keluhan fisik seperti frekuensi denyut jantung menurun, tekanan darah yang menurun, neuromuskuler stabil seperti yoga, hypnosis. Relaksasi ini dilakukan dengan bimbingan suara melalui tape ataupun bicara langsung serta diajak membayangkan dirinya pada suatu tempat yang menyenangkan. 5) Terapi perilaku

Terapi ini dilakukan untuk mengubah perilaku maladaptif dengan jenjang terapi untuk mengatasi depresi dengan menentukan pola tingkah laku maladaptive seperti memandang diri selalu kalah, memenetralkan pikiran depresi dengan menyatakan bahwa pikiran itu khayal atau palsu selanjutnya memperhatikan dan mengenali perilaku maladaptive pendalaman atau meningkatkan daya obyektifitas terhadap perilaku maladaptive ( Lestari, 2014).

2.5Hubungan Single Parent Akibat Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD) Pada Remaja Terhadap Tingkat Depresi

(61)

kehamilan tidak diinginkan adalah depresi. Hal ini disebabkan rasa malu, rendah diri, berdosa dan pesimis. Depresi tersebut jika dibiarkan dapat membawa mereka pada tindakan aborsi (WHO, 2014).

Bagi single parent yang mempertahankan kehamilannya mengalami peningkatan kebutuhan hidup dimasa sekarang. Single parent harus mampu menjalankan perannya yang ditinggal oleh pasangannya dengan mendidik anak sendiri dan juga memenuhi kebutuhan ekonomi dalam keluarga kecilnya. Pada titik tertentu hal ini menimbulkan rasa lelah pada single parent yang membutuhkan ruang dan waktu untuk bernafas sehingga mempengaruhi psikogis mereka. Gangguan psikologis yang timbul adalah rasa sedih atas kehilangan atau sakit hati. Single parent adalah seorang manusia biasa yang bisa mengalami depresi sehingga memerlukan dukungan dari orang-orang disekitarnya ataupun lingkungannya (Mubil, 2015).

Kondisi sebagai single parent memang tidak semua bisa menghadapi, apalagi jika ditambah pandangan dan komentar miring sebagian masyarakat. Pengakuan dan penerimaan keluarga untuk seorang single parent merupakan salah satu faktor yang mendukung mental mereka. Pandangan orang tentang single parent adalah suatu pembelajaran bagi mereka sendiri sebagai bagian dan proses kehidupan wanita single parent yang akan mengalmi secara bertahap dari apa yang telah dialaminya (Mubil, 2015).

(62)

yang timbul adalah cemas dan marah. Emosi yang timbul ini berdasarkan teori Gross n John, yang mana terdiri dari lima regulasi emosi, yaitu :

1) Situation selection yaitu cara seseorang mendekati atau menjauhi seseorang dan suatu keadaan yang dapat menimbulkan emosi yang berlebihan.

2) Situation modification yaitu cara seseorang mengubah lingkungannya sehingga ikut mengurangi pengaruh yang kuat dari emosi yang timbul. 3) Attention deployment yaitu cara mengalihkan perhatian orang dari situasi

yang tidak menyenangkan untuk menghindari timbulnya emosi yang berlebihan.

4) Cognitive change yaitu cara seseorang mengevaluasi kembali situasi dengan mengubah cara berfikir menjadi lebih positif sehingga dapat mengubah pengaruh kuat dari emosi.

(63)

BAB 3

3.1 Kerangka Konsep

Gambar 3.1 : Kerangka konsep penelitian

Keterangan gambar:

Variable yang tidak diteliti

Variable yang diteliti Faktor-faktor yang mempengaruhi: 1.Faktor biologic dan psikologik

2.Pengetahuan tentang pendidikan seks yang kurang

3. Gizi yang sangat baik (Pubertas dini) 4.Kemajuan tekhnologi

5. Ketimpangan sosial

6.Wadah untuk menyalurkan gejolak remaja yang tidak tepat

7. Perkosaan

Kehamilan tidak diinginkan

Remaja Tidak remaja

Tidak menikah Menikah

Dipertahankan Aborsi

Single parent

Malu Rendah

diri Berdosa Depresi

(64)

Pada gambar 3.1 menunjukkan bahwa dengan adanya kehamilan tidak diinginkan (KTD) pada remaja terdapat 2 hal yang bisa dilakukan remaja tersebut yaitu remaja melakukan aborsi dan ada yang tetap mempertahan kehamilannya. Jika diantara keduanya dilakukan pada remaja, maka terdapat beberapa risiko antara lain risiko fisik, risiko psikis, risiko sosial dan risiko ekonomi (Soetjiningsih, 2010).

Untuk remaja yang mengalami KTD dan melakukan pengaborsian risiko fisik adalah hal yang paling dikhawatirkan karena dapat terjadi perdarahan atau komplikasi dalam melakukan pengaborsian sehingga menyebabkan kematian ibu dan kematian janin. Untuk remaja yang tetap mempertahankan kehamilannya risiko yang patut dikhawatirkan adalah risiko psikis antara lain rasa malu, rendah diri, merasa berdosa, depresi/ tertekan, pesimis, dan lain sebagainya. Jika risiko psikis ini terjadi maka akan berkaitan dengan risiko fisik, sosial, dan ekonominya (Soetjiningsih, 2010).

3.2 Hipotesis

(65)

BAB 4

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara analitik observasional dengan menelaah hubungan single parent akibat KTD terhadap tingkat depresi pada remaja dengan pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk mempelajari korelasi antara faktor resiko dengan efek yang diberikan menggunakan pendekatan observasi atau pengumpulan data sekaligus pada saat bersamaan (point time approacha). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel dependen adalah tingkat depresi dan variabel independen yang akan diteliti adalah single parent akibat KTD.

4.2 Rancangan Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan secara analitik dan menggunakan rancangan bagan cross sectional.

(66)

Gambar 4.1

Desain Penelitian Hubungan Single Parent akibat KTD Terhadap Tingkat Depresi Pada Remaja

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Menurut Nursalam (2013) dalam sebuah penelitian, populasi adalah subjek yang memenuhi kriteria yang sudah ditetapkan .Populasi yang akan diteliti pada penelitian ini adalah semua remaja yang Remaja

KTD

Single parent

Gangguan mood

Depresi klinis

Tidak single parent

Depresi sedang

Depresi ekstrim

Depresi parah Gangguan mood

Tidak depresi Tidak depresi

Depresi parah

Depresi klinis

Depresi sedang

(67)

4.3.2 Sampel

Menurut Nursalam (2013) kriteria sampel yang digunakan meliputi kriteria inklusi dan eksklusi yang mewakili seluruh populasi. Kriteria inklusi merupakan kriteria yakni subjek penelitian dapat mewakili sampel penelitian yang memenuhi syarat sebagai sampel.

Kriteria inklusinya yaitu:

1) Semua remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan dan sudah memiliki anak

2) Single parent remaja perempuan yang setuju untuk dilakukan penelitian

Kriteria eksklusi merupakan kriteria yakni subjek penelitian tidak dapat mewakili sampel karena tidak memenuhi syarat sebagai sampel penelitian yang penyebabnya yaitu adanya hambatan etik, mengalami kelainan fisik maupun psikis , mengalami kecacatan, terdapat keadaan yang tidak memungkinkan untuk dilakukan penelitian dan terdapat keadaan atau penyakit yang mengganggu pengukuran maupun interprestasi hasil penelitian. Sampel yang diambil terdiri dari 17 kecamatan di Kabupaten Sintang.

4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian

(68)

4.5 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 4.5.1 Variabel penelitian

Menurut Notoadmojo (2012) variabel adalah ukuran atau ciri yang dimiliki oleh anggota-anggota suatu kelompok yang berbeda dengan yang dimiliki oleh kelompok lain. Dalam penelitian ini menggunakan 2 variabel yaitu variabel independen yang biasa disebut dengan variabel bebas merupakan variabel resiko, sebab dan bersifat bebas . Dalam penelitian ini variabel independennya adalah single parent. Variabel dependen atau variabel yang dipengaruhi merupakan variabel tergantung,terikat dan akibat. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat depresi remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkn.

4.5.2 Definisi operasional

(69)

Tabel 4.1 Definisi operasional variabel N

o Variabel Operasional Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala 1 Single

kuisioner 1: Single parent 2: Tidak single parent

Nominal

2 Tingkat

Depresi kesedihan dan kekhawatiran dalam waktu

(70)

memiliki lebih

4.6 Teknik dan Prosedur Pengumpulan Data

Menurut Nursalam (2015) pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan dan proses pengumpulan karakteristik subyek yang diperlukan dalam suatu penelitian.

Teknik pengumpulan data diambil dari data sekunder yang didapatkan dari observasi di daerah kabupaten Sintang dan data primer yang diambil dari wawancara menggunakan kuisioner untuk remaja yang mengalami kehamilan tidak diinginkan.

4.7 Pengolahan dan Analisis Data 4.7.1 Pengolahan data

Gambar

Tabel  4.1 Definisi operasional variabel hubungan single parent akibat
Gambar 4.1 Desain penelitian hubungan single parent akibat kehamilan
Gambar 3.1 : Kerangka konsep penelitian
Desain Penelitian Hubungan Gambar 4.1 Single Parent akibat KTD Terhadap Tingkat
+5

Referensi

Dokumen terkait

Secara langsung maupun tidak langsung, kemampuan berinteraksi sosial membantu remaja untuk dapat menyesuaiakan diri dengan standar harapan masyarakat dalam norma-norma

Hasil penelitian diharapkan dapat dijadikan sebagai sumber informasi yang benar bagi masyarakat tentang perbedaan tingkat depresi pada remaja yang tidak punya ayah

Akibat jika anak tidak mandiri adalah anak tidak dapat mengeksplorasi bakat dan kemampuannya, anak akan sulit untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya, anak

Hasil Penelitian : Dari sampel 40 orang diuji dengan statistik Kolmogorov- Smirnov, didapatkan p = 0.001 (p&lt; 0.05) menunjukkan ada hubungan antara penerimaan diri dengan

mereka bersama dengan keluarga, merasa cukup puas dengan kehidupan mereka saat. ini, dan memiliki kualitas hidup yang tidak

Saran yang dapat diberikan adalah peran ibu sebagai keluarga terdekat sangat diperlukan dalam pembentukan harga diri seorang remaja yang tinggal dengan ibu sebagai

Hasil penelitian: Analisis multivariate menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kehamilan tidak diinginkan dengan kejadian stunting pada anak balita usia 12-59

hubungan antara stigma pada pecandu narkoba dengan motivasi untuk tidak memakai narkoba, hal ini dapat dilihat pada tabel 3 dari 48 orang responden yang memiliki