DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM PENGARUHNYA TERHADAP PRE$jTASI BELAJAR SISWA
SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN 2007/2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi
Kewajiban dan Melengkapi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama Dalam Ilmu Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam
o l c b :
Ali Mustofa
NIM : 121 04 005
JURUSAN TARBIYAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) SALATIGA 2008
D EPARTEM EN A G A M A R!
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
S A L A T I G AJl. Tentara Pelajar No. 02 Salatiga 50721 Telp. (0298) 323433, 323706
Mufiq, S.Ag
Dosen STAIN Salatiga Jl. Stadion NO. 03 Salatiga
NOTA PEMBIMBING
Lampiran : 3 ( tiga) Eksemplar Hal : Naskah Skripsi
Sdr. Ali Mustofa
Salatiga, 25 Februari 2008
Kepada Yth.
Ketua STAIN Salatiga
di
Salatiga
P E N G E S A H A N
Skripsi Saudara: Ali Mustofa dengan Nomor Induk Mahasiswa 121 04 005
Jurusan Tarbiyah/ Pendidikan Agama Islam yang berjudul:
PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM PENGARUHNYA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMKN 1 SALATIGA TAHUN 2007/2008.
telah dimunaqasahkan pada Sidang Panitia Ujian Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri pada hari: kabu, 19 Maret 2008 M. yang bertepatan dengan tanggal 11 Rabiul Awal 1429 H dan telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana dalam Ilmu Tarbiyah
19 Maret 2008 M. Salatiga,
---11 Rabiul Awal 1429 H.
PANITIA UJIAN
DEKLARASI
Bismillahirrahmaanirrahim
Dengan penuh kejujuran dan tanggungjawab. peneliti mcnyatakan
bahwa skripsi ini tidak berisi materi yang pernah ditulis oleh orang lain atau
pemah diterbitkan. Demikian juga skripsi ini tidak berisi satu pun pikiran orang
lain, kecuali informasi yang terdapat dalam referensi yang dijadikan bahan
rujukan.
Apabila di kemudian hari temvata terdapat materi atau pikiran-pikiran
orang lain di luar refemsi yang peneliti cantumkan, maka peneliti sanggup
mempertanggungjawabkan kembali keaslian skripsi ini dihadapan sidang
munaqasyah skripsi.
Demikian deklarasi ini dibuat oleh peneliti untuk dapat dimaklumi.
Salatiga, 11 Fcbruari 2008
Peneliti
AM M u s lo f a MM. 12104005
HALAMAN NOTA PEMBIMBING... ii
HALAMAN PENGESAHAN... - ... iii
HALAMAN MOTTO... v
HALAMAN PERSEMBAHAN... vi
KATA PENGANTAR... — ... vii
DAFTAR ISI... viii
DAFTAR TABEL... xii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Penjelasan Istilah... 4
C. Rumusan Masalah... 7
D. Tujuan Penelitian... 7
E. Manfaat Hasil Penelitian... 7
F. Hepotesis... 8
G. Metodologi Penelitian... 8
H. Sistematika Skripsi...15
BAB II LANDASAN TEORI A. Contextual Teaching And Learning (CTL)...17
1. Konsep Contextual Teaching And Learning (CTL)...17
4. Tujuh pilar Contextual Teaching And Learning (CTL)... 23
5. Manfaat pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL)... 33
6. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)... 33
B. Prestasi 1. Pengertian prestasi...41
2. Fungsi Prestasi... 42
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar... 43
4. Indikator Prestasi... 48
5. Penilaian Prestasi... 49
6. Motif Prestasi... 49
C. Belajar 1. Pengertian Belajar...50
2. Ciri-ciri Belajar... 53
3. Unsur-unsur Dinamis Dalam Belajar... 53
4. Dasar-dasar yang mempengaruhi siswa dalam belajar... 54
D. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan...57
2. Pengertian Pendidikan Agama Islam... 59
3. Dasar Pendidikan Agama Islam... 60
4. Tujuan Pendidikan Agama Islam... 62
5. Fungsi Pendidikan Agama Islam... 65
6. Faktor-Faktor Pendidikan Agama Islam... 67
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
A. Sejarah Berdirinya... 75
B. Lokasi SMK Negeri 1 Salatiga... 77
C. Visi, Misi dan Tujuan SMK Negeri 1 Salatiga... 77
D. Keadaan Guru dan Karyawan SMK Negeri 1 Salatiga... 78
E. Keadaan Siswa SMK Negeri 1 Salatiga... 86
F. Struktur Organisasi SMK Negeri 1 Salatiga... 87
G. Sistem Pendidikan SMK Negeri 1 Salatiga... 93
H. Sarana dan Prasarana... 95
I. Penyajian Data Penelitian... 99
BAB IV ANALISIS DATA A. Analisis Pendahuluan... 107
B. Uji Hipotesis... 108
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 117
B. Saran-saran... 118
C. Penutup...119 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Tabel Nomor
2 Tujuh Pilar Contextual Teaching and Learning
3 Keadaan Guru...
11 Nilai Angket dan Prestasi...
12 Nilai Pelaksanaan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan Prestasi...
13 Frekuensi yang Diperoleh...
14 Frekuensi yang Diharapkan...
15 l abel Kcrja Menghitung Chi-Kuadrat...
A. Latar Belakang Masalah
Sebagian besar Sekolah tidak menyadari bahwa kegiatan belajar semakin •
hari semakin mengalami kemunduran. Belajar semakin hari menjadi kegiatan
yang semakin membosankan, statis dan stres. Di sekolah situasinya juga tidak
jauh berbeda, anak-anak kuyu, mengantuk, bosan, malas dan tidak termotivasi
sementara guru tak jarang pula mengabaikan dirinya sendiri. Bahkan siswa-siswa
yang masuk program akselerasi terancam terkena penyakit jiwa karena beratnya
beban sekolah. Di si si lain, guru mengajar dengan materi sama dari tahun ke
tahun, transparansi atau catatan yang sama, banyak materi hapalan, gaya mengajar
tidak berubah, standar, formal dan kaku. Hal seperti ini tidak luput dari bagaimana
guru harus melaksankan tugasnya sebagai seorang guru. Seorang guru harus
mempunyai wawasan yang mantap dan utuh tentang kegiatan belajar-mengajar.
Wawasan yang perlu di miliki guru adalah strategi belajar mengajar.
Banyak ilmuan yang membahas tentang kenyataan bahwa orang belajar
melibatkan seluruh tubuh dan pikiran pada saat bersamaan. Itulah sebabnya
mengapa ketika orang belajar secara kontinyu dengan cara melakukan akan jauh
lebih baik dan lebih cepat dari pada mempelajari hal tersebut setahap demi
setahap tetapi di luar konteks. Orang akan lebih cepai dan lebih baik dalam
menguasai cara salat yang benar apabila melakukan secara langsung, begitu juga
bahasa Inggris ketika langsung di negara Inggris selama 1 tahun dibandingkan
dengan mereka yang mempelajari di sekolah selama 3 tahun. Anak siswa lebih
cepat memahami cara ibadah dari pada hanya sekedar teori atau dengan memberi
pengajaran dengan ceramah. Hal itu hasilnya akan berbeda dan lebih
menguntungkan dan anak cepat faham apabila menggunakan belajar langsung.
Pendekatan belajar tradisional yang diterapkan ternyata justru
menumpulkan potensi anak didik. Anak TK begitu antusias, gembira, dan alami,
keingintahuan mereka besar, bertanya dan ingin mencoba tentang segala hal.
Namun semakin tinggi jenjang pendidikan mereka, semakin kehilangan energi. Di
perguruan tinggi, mereka menjadi jauh lebih pendiam, tidak aktif dan tidak
bersemangat mengerjakan tugas dan belajar. Hasil belajar juga cepat hilang,
begitu semester berlalu, berlalu pula pengetahuan yang mereka dapat. Tentu ada
missing link selama mereka di sekolah? Bagaimana kita dapat mengubah keadaan
ini semua?
Kegiatan belajar sebagai kegiatan penting selama hidup manusia, yang
menjadi suatu pengalaman menyenangkan, mengasikkan, merangsang pikiran,
mempersatukan dan membebaskan jiwa.
Kini, tugas pendidikan adalah mempersiapkan orang untuk menghadapi
dunia yang semakin tua dan penuh tantangan. Dengan semangat juang, melibatkan
seluruh pikiran/tubuh dengan program belajar yang memungkinkan orang untuk
memilih. Lingkungan belajar sedapat mungkin memberi kesan positif, melibatkan
semua pihak dalam belajar (orang tua dan anggota masyarakat lain) dan
menerjunkan diri secara langsung dan sedekat mungkin dengan dunia nyata.
Berikut ini contoh perbandingan kecenderungan belajar menurut paradigma lama
Tabel I
Paradigma Lama Paradigma Baru
Berbasis pada teks Berbasis pada kegiatan
Mementingkan segi kognitif/hapalan Keseluruhan kognitif, fisik dan
Tidak bersemangat dan muram emosional
Kaku dan serius Antusias dan hidup
Guru memberi siswa menerima Fleksibel dan gembira
Otoriter Guru adalah fasilitator, pendamping
Verbal Demokrasi
Hasil belajar diukur dengan tes Multi indrawi
Individualistis Tes dan non tes
Gotong royong/kerja sama1
Untuk mengantisipasi penurunan pada pendidikan pada generasi penerus,
maka ada suatu konsep yang bisa mengurangi kegagalan pada pendidikan, yaitu
menggunakan pembelajaran dengan pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL).
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsepsi pembelajaran
yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan situasi dunia nyata
dan memotivasi siswa agar menghubungkan pengetahuan dan penerapan dalam
kehidupan sehari-hari sebagai angggota keluarga dan masyarakat2.
'Hamid Muhammad, Ph.D., Materi Pelatihan Terintegrasi, tlmu Pengetahuan Sosial, Perencanaan Pembelajaran IPS, Departemen Pendidikan Nasianal, Jilid 4, 2005, him. 6
Pendekatan CTL yang begitu mudah tapi memerlukan banyak sarana dan
prasarana, mengakibatkan banyak sekolah tidak mampu memperaktekkan secara
keseluruhan. Ada salah satu sekolah favorit di Kota Salatiga yang memperaktekan
pendekatan CTL yaitu SMK Negeri 1 Salatiga pada pengajaran umum maupun
pengajaran agama.
Proses pembelajaran di SMK Negeri 1 Salatiga adalah menerapkan
pendekatan CTL, proses seperti ini masih digunakan sekolah hingga sekarang.
Apakah ada kelebihan menggunakan Contextual Teaching and Learning?
Maka bertitik tolak dari pemikiran tersebut, perlu kiranya dikaji secara
mendalam untuk mendapatkan hasil yang memuaskan dan objektif dengan
memakai pendekatan ilmiah. Untuk itu penulis mencoba mengkaji persoalan
tersebut di atas secara kritis dan analitis, dengan membuat skripsi yang berjudul :
“PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND LEARNING (CTL)
DALAM PEMBELAJARAN AGAMA ISLAM PENGARIJHNYA
TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA SMK NEGERI 1 SALATIGA TAHUN 2007/2008”.
B. Penjelasan Istilah
Untuk menghindari kesalahpahaman judul yang penulis ajukan dan agar
kehendak dari pemahaman yang sebenamya tidak menimbulkan interprestasi lain,
1. Pengaruh
Dalam kamus umum bahasa Indonesia, Kata pengaruh berarti; sesuatu
yang dapat membentuk perilaku, kepercayaan atau tindakan seseorang, sesuatu
yang menimbulkan akibat.1
2. Contextual Teaching and Learning (CTL) a. Contextual,
Con, dalam kamus Advanced English-Indonesia Dictionary berarti awalan yang berarti dengan atau bersama.4 5 Textual, Berkenaan dengan naskah/kontektual/dunia nyata tidak sebatas teori.3
b. Teaching
Mengajar atau mcmberikan pengelahuan/ilmu seorang pendidik pada anak
didik.6
c. Learning
Pembelajaran antara Guru dan seorang Siswa dalam menyampaikan ilmu
pengetahuan.7
Arti Contextual Teaching and Learning (CTL) secara keseluruhan adalah
konsepsi pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran
dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa agar menghubungkan
3 Dewi S. Bahartlui, Kamus Umum bahasa Indonesia, Bintang Terang 99, Surabaya, Tahun 1995, hlm.304
4 Drs Peter Salin, Advenced English-Indonesia Dictionary, modem English Pres. Jakarta, 1988.him. 879
pengetahuan dan penerapanya d^Iam kehidupan sehari-hari sebagai anggota
keluarga dan masyarkat.8
3. Belajar
Secara psikologi belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan di
dalam tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungan dalam memenuhi
kebutuhanya.9
4. Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Agama Islam adalah usaha-usaha secara sistematis dan praktis
dalam membantu anak agar mereka hidup sesuai dengan ajaran agama Islam,
sehingga terjalin suatu kebahagiaan dunia dan akherat.10 11
5. Prestasi
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai (dilaksanakan), dikeijakan .n Penulis
mengukur prestasi anak dengan melihat nilai rapor dengan standar Departemen
Agama pada laporan hasil belajar. Juga memberi angket tentang pemyataan
prestasi.
6. Siswa
Seorang anak yang mencari ilmu pengetahuan dan pengalaman untuk
mempersiapkan masa depan menuju hidup lebih sejahtera.12
8 Elain B. Johnson, PU.D.Op 0 7 ., hlm.60
9 Drs. Abu Ahmadi dan Widodo Supriyono, Psikologi Belajar, Reneka Cipta, Jakarta. 1991, him. 121
10 Zuhairi, Abdul Ghofur, Slamet As Yusuf, Melode Khusus Pendidikan Agama, Usaha Mas, Surabaya, 1983, him. 27
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dalam
pembelajaran Agama Islam pada siswa SMK Negeri 1 Salatiga
2. Bagaimana Prestasi belajar PAI siswa SMK Negeri 1 Salatiga
3. Adakah pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap prestasi belajar PAI siswa SMK Negeri 1 Salatiga.
D. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui bagaimana pelaksanaan CTL (Contextual Teaching and
Learning) dalam pembelajaran PAI pada siswa SMK Negeri 1 Salatiga.
2. Mengetahui Prestasi belajar PAI siswa SMK Negeri 1 Salatiga
3. Mengetahui adanya pengaruh Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap prestasi belajar PAI siswa SMK Negeri 1 Salatiga.
E. Manfaat Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan informasi yang jelas
tentang ada tidaknya pengaruh pendekatan Contextual Teaching and Learning
(CTL) terhadap prestasi belajar siswa. Dari informasi tersebut diharapkan dapat
memberikan manfaat yaitu:
1. Secara praktis, bagi sekolahan khususnya SMK Negeri 1 Salatiga dapat
memperoleh informasi tentang pengaruh Contextual Teaching and Learning
2. Secara tearitik, diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi sekolahan
khususny^ sekolah SMK Negeri 1 Salatiga yang diperoleh dari penelitian
lapangan.
F. Hipotesjs.
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara, terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul.13
Sedangkan menurut Prof. DR. Winarno Surachmat hipotesis adalah suatu
kesimpulan tetapi masih belum final, masih harus dibuktikan kebenarannya.14
Oleh karena sifatnya yang masih sementara, maka suatu hipotesis dapat
diulang atau diganti dengan hipotesis lain bila mana dalam penelitian selanjutnya
dijumpai hipotesis yang kurang tepat. Dalam penelitian ini, penulis mempunyai
asumsi bahwa ada keterkaitan antara pendekatan Contextual Teaching and
Learning (CTL) dengan prestasi belajar siswa SMK Negeri 1 Salatiga.
Dengan demikian hipotesis yang penulis ajukan adalah : “Ada pengaruh
yang signifikan pemakaian metode Contextual Teaching and Learning (CTL)
terhadap prestasi belajar siswa SMK Negeri 1 Salatiga.”
G. Metodologi Penelitian
Untuk memperoleh hasil penelitian yang baik, maka kesesuaian metode
merupakan salah satu kunci penentu keberhasilan suatu penelitian.
Penelitian ini menggunakan metode sebagai berikut:
1. Populasi dan Sampel
13 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, Rineka Cipta, Jakarta, 1998, him. 67
a. Populasi
Menurut Sutrisno Hadi bahwa populasi merupakan semua individu untuk
siapa kenyataan-kenyataan yang diperoleh dari sampel itu hendaknya
digeneralisasikan.i:i Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah
kelas satu, dua, tiga SMK. Negeri 1 Salatiga tahun 2007/2008. Jumlah
keseluruhan murid kurang lebih 1344 siswa dibagi menjadi 36 kelas, dengan
ketentuan kelas 1 ada 12 kelas, kelas 2 ada 12 kelas, kelas 3 ada 12 kelas.
b. Sampel
Sampel adalah bagian yang diambil dari keseluruhan obyek yang diteliti,
Yang di anggap mewakili terhadap populasi.15 16
Sedangkan untuk menentukan berapa besar yang akan dijadikan sampel
dalam populasi tidak ada ketentuan yang pasti.17 Dalam hal ini Suharsimi
Arikunto mengatakan, bahwa untuk mengambil sampel bila populasinya
besar (100 lebih), maka dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau
lebih. Akan tetapi apabila kurang dari 100, maka semua dijadikan sampel.18
1) Adapun yang menjadi sampel pada penelitian ini semua kelas satu, dua
dan tiga yang diwakili 2 siswa perkelasnya.
2. Variabel Penelitian
Dalam penelitian ilmiah variabel merupakan hal yang sangat penting untuk
mencapai keseluruhan suatu penelitian.
15 Prof. Dr. Sutrisno Hadi, M.A; Melodologi Research, jilid 1, Yasbit. Fak. Psikologi UGM, Yogyakarta, Cet. XII, 1981, him. 70
16 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Op. Cit, him. 102. 17 Sutrisno Hadi, Op. Cit, him. 73.
Variabel adalah obyek penelitian yang bervariasi.10 Adapun yang menjadi
variabel pada penelitian ini adalah :
a. Variabel pengaruh adalah pelaksanaan Contextual Teaching and Learning
(CTL).
b. Variabel terpengaruh adalah prestasi belajar siswa.
Dari dua variabel tersebut mempunyai indikator-indikator antara lain :
a. Pelaksanaan Contextual Teaching and Learning (CTL) dengan indikator :
1) Belajar Berbasis Masalah
2) Pengajaran Autentik
3) Belajar berbasis Inquiri
4) Belajar berbasis proyek/ tugas terstruktur
5) Belajar berbasis kerja
6) Belajar Jasa Layanan
7) Belajar KooperatifTbelajar bersama19 20
b. Prestasi belajar siswa dengan indikator
1) nilai rapor 7 atau 70 dan lebih
2) mempunyai semangat untuk meningkatkan prestasi
3) mengulangi pelajaran
4) bisa mengingat pelajaran lebih dari 75 %
5) selalu mengerjakan tugas
6) menggunakan waktu untuk belajar
7) dapat menjelaskan materi yang diajarkan
19 Ibid., him. 89.
8) memahami materi pelajaran21
Dari variabel yang pertama yaitu Pelaksanaan Contextual Teaching and
Learning (CTL) penulis kategorikan menjadi dua tingkatan :
a) Tinggi
b) Sedang
dan variabel yang kedua Prestasi Belajar penulis kategorikan menjadi dua
tingkatan dengan mengacu pada buku hasil penilaian yang dikeluarkan oleh
Departemen Agama:
a) Baik Sekali
b) Baik
Dari variabel yang pertama bila mendapat dari instrumen yang disampaikan
responden adalah:
(1) Nilai 3 bila menjawab a
(2) Nilai 2 bila menjawab b
(3) Nilai 1 bila menjawab c
Sedangkan variabel kedua dengan melihat nilai rata-rata perkelas pada
pelajaran Pendidikan Agama Islam.
3. Metode pengumpulan data.
Metode pengumpulan data adalah cara yang dipakai untuk
mengumpulkan data. Dalam penelitian ilmiah ada beberapa cara yang dipakai
untuk mengumpulkan data. Adapun yang penulis gunakan adalah sebagai
berikut:
Yaitu cara untuk memperoleh data yang berdasarkan penelitian,
dimana data tersebut diperoleh dari buku-buku dan bacaan yang lain yang ada
korelasinya.22 Metode ini di pakai untuk mengumpulkan data mcngcnai
informasi dan memperkuat paparan mengenai kerangka pikiran dalam
penelitian yang penulis lakukan.
b. Observasi
Observasi adalah adalah suatu pengumpulan data dimana penyelidik
mengadakan pengamatan secara langsung.23 Observasi digunakan untuk
melakukan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena
yang diselidiki, baik untuk mengumpulkan monografi, histories, dan lain
sebagainya.
Ada dua macam observasi, yaitu :
i. Observasi partisipan
Yaitu observasi yang di lakukan dengan cara terlibat langsung dalam
kegiatan penelitian.
ii. Observasi non Partisipan
Yaitu observasi dimana observer tidak terlibat dan tidak mengambil
bagian dalam kegiatan observasi. Dalam kaitan penelitian ini penulis
menggunakan metode observasi non partisipan, artinya penulis dalam
melaksanakan penelitian tidak masuk dalam objek penelitian.
22 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, Op. Cit, him. 190 23 Ibid, him. 131
Yaitu observasi dimana observer tidak terlibat dan tidak mengambil bagian
dalam kegiatan observasi. Dalam kaitan penelitian ini penulis menggunakan
metode observasi non partisipan, artinya penulis dalam melaksanakan penelitian
tidak masuk dalam objek penelitian.
c. Angket
Angket adalah perianyaan yang dikirimkan oleh seorang peneliti kepada
responden tentang data pribadi sendiri atau orang lain.2'1 Pengumpulan
angket/koesioner merupakan hal yang pokok untuk mengumpulkan data. Hasil
koesioner tersebut terjelma dalam angka-angka, tabel-tabel, analisa statitik dan
uraian serta kesimpulan dari hasil penelitian. Koesiner adalah memperoleh
informasi dengan reabilitas dan validitas setinggi mungkin.2''
Model angket yang penulis gunakan adalah angket tertutup, yaitu
responden tinggal menjawab sesuai dengan kehendak peneliti, dan tujuannya
adalah untuk mengetahui seberapa jauh pengaruh pendekatan Contextual
Teaching and Learning (CTL) pada siswa terhadap prestasinya.
d. Interview
Menurut Sutrisno Hadi, interview merupakan metode pengumpulan data
dengan jalan proses tanya jawab secara lisan dua orang atau lebih berhadap-
hadapan. Secara fisik yang satu dapat melihat yang lain.24 * 26
Interview atau tanya jawab ini digunakan untuk mengumpulkan data
dengan jalan komunikasi langsung antara penyelidik dengan yang di selidiki.
24 Ibid, him. 192
2i Masri Singaribun dan Sofan Efendi, Metodologi Penelitian Survai, Lp 3ES, Jakarta, 1985, hlm.130.
Metode ini penulis gunakan pada permasalahan yang belum jelas yang ada
kaitanya dengan penelitian.
e. Dokumentasi
i
Yaitu menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku, majalah.
dokumen, peraturan-peraturan, hasil rapat, catatan harian, dan sebagainya.27
Penulis menggunakan metode ini untuk memperoleh catatan-catatan sejarah serta
data-data tentang keadaan sekolah pada manajemennya dan lain-lain.
4. Tehnik Analisis Data
Setelah data terkumpul dalam penelitian ini, maka langkah selanjutnya
adalah menganalisa data yang terkumpul.
a. Analisa yang berfungsi untuk mengetahui pendekatan
Contextual Taching and Learning (CTL) dan prestasi belajar PAI pada siswa
SMK Negeri 1 Salatiga
Untuk mengetahui variabel ini dengan menggunakan ramus :
P = — x 100
N
Dimana P : Prosentase individu dalam golongan
F : Frekuensi
N : Jumlah subyek secara keseluruhan
b. Analisa data yang kedua berfungsi untuk mengetahui tentang pelaksanaan
Contextual Teaching and Learning (CTL) akan membawa pengaruh atau tidak
membawa pengaruh terhadap prestasi. Adapun teknik data yang digunakan
dalam mengolah data ini adalah menggunakan tehnik statistik yaitu :
- Tehnik Analisis Chi-Kuadrat
Tehnik Chi-kuadrat yaitu metode statistik yang digunakan untuk mencari
ada tidaknya korelasi antara satu gejala dengan gejala yang lain atau gejala yang
diselidikinya.
Dalam hal ini penulis menggunakan tehnik Chi-Kuadrat dengan rumus
sebagai
Keterangan :
X 2 = Nilai Chi-Kuadrat
FQ = Frekuensi hasil pengamatan
Fe = Frekuensi teoritik/harapan.28
H. Sistematika skripsi
BAB IPENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian,
manfaat penelitian, hipotesis, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi.
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisi tentang teori yang menjadi landasan penelitian, khususnya
yang berkaitan dengan variabel penelitian yaitu teori-teori tentang Contextual
28 *
Teaching and Learning (CTL), prinsip dasar CTL, tujuh pilar CTL, pembelajaran
kooperatif (Cooperative Learning), pengertian prestasi, fungsi prestasi, penilaian
prestasi, indikator prestasi, motif berprestasi, tingkatan-tingkatan prestasi,
pengertian bejajar, faktor-faktor yang mempengaruhi dalam belajar.
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN
M emuat: sejarah berdirinya SMK Negeri 1 Salatiga, letak georafis SMK Negeri
1 Salatiga, dasar dan tujuan SMK Negeri 1 Salatiga, keadaan guru, keadaan siswa,
struktur organisasi, sistem pendidikan, kelembagaan dan sarana prasarana serta i
data penelitian
BAB IV ANALISIS DATA
Yaitu berisi tentang analisis data sesui dengan data yang diperoleh dengan
menggunakan data analisis statistik deskriptif, yaitu prosentase dan analisis data
inferensial dengan rumus Chi kuadrat.
BAB PENUTUP
1. Konsep Contextual Teaching and Learning (CTL)
Contextual Teaching and Learning (CTL) adalah konsepsi
pembelajaran yang membantu guru menghubungkan mata pelajaran dengan
situasi dunia nyata dan memotifasi siswa agar menghubungkan pengetahuan
dan penerapannya dengan kehidupan sehari-hari sebagai anggota keluarga dan
masyarakat.1 Dengan pendekatan CTL, proses belajar mengajar akan lebih
konkret, lebih realistis, lebih aktual, lebih nyata, lebih menyenangkan, dan
lebih bermakna. Pendekatan ini sebenamya bukan sama sekali baru karena
beberapa waktu yang lalu pemah disinggung mengenai pembelajaran aktif,
CBSA, dan saat ini banyak sekali pendekatan pembelajaran yang diungkap
mulai dari Active Learning, Quantum Learning, Quantum Teaching,
Accelerated Learning, Learning Revolution dan sebagainya. Apapun namanya
kesemuanya bersumber pada satu tujuan yang sama yaitu optimalisasi belajar
dengan kegiatan dan bukan ingatan.
Pendekatan pembelajaran yang sesuai adalah pembelajaran yang
berorientasi pada kepentingan siswa atau berpusat pada siswa. Hal ini sesuai
dengan pendekatan pembelajaran Discovery/Inquiry yang menunjukkan 1 2
1 Elain B. Johnson, VHD.Contextual Teaching and Learning, Corwin Press, Inc.,Thousand Oaks, California, 2002. him. 65
2Prof. Dr. Slamet PH, MA,MEd, ,MLHR, Jumal MBS, Life Skill, KBK, CTL, dan salingketerkaitannya Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah pertama, tahun, 2005
dominasi peserta didik selama proses pembelajaran (berorientasi pada peserta
didik) dan guru sebagai fasilitator. Ciri dari pendekatan ini adalah kegiatannya
beragam seperti : teknik tanya jawab dan diskusi yang bersifat terbuka,
simulasi, bermain peran, sosio drama, kolokium, demontrasi, eksperimen,
studi kasus, problem solving, kerja kelompok. Lain halnya dengan pendekatan
Ekspositori yang banyak melibatkan dominasi guru, sedang yang
membedakan terletak pada keterlibatan peserta didik, kadar keterlibatannya
terlalu rendah untuk ekspositori dan terlalu tinggi untuk Discovery/Inquiry.
Dengan memaknai kedua pendekatan ini menuntut adanya perubahan
cara mengajar guru seperti apa yang dikemukakan oleh William A. berikut ini:
"Pengajar yang bisa memberitahu; pengajar yang baik menjelaskan; pengajar
yang baik mendemontrasikan; pengajar yang terbaik memberi inspirasi”.3
Dalam proses pembelajaran yang efektif yang diinginkan adalah
perubahan pada peserta didik dalam aspek pengetahuan, sikap dan perilaku
serta ketrampilan dan kebiasaan sebagai produk, dan guru sebagai manager.
Dalam proses pembelajaran guru menempatkan siswa menjadi klien
dengan menghilangkan dinding pemisah dalam arti positif.
Belajar aktif adalah suatu sistem belajar mengajar yang menekankan
keaktifan siswa secara fisik, mental, intelektual, dan emosional guna
memperoleh hasil belajar yang berupa perpaduan antara aspek kognitif,
afektif, dan psikomotorik.4 Dalam proses belajar mengajar keaktifan siswa
berbeda-beda, Me Keachie dalam tulisannya yang beijudul “Student Centered
i William A Ward, Geography and the Integrated Curriculum, Heineman Educational Book, London, 1976. him. 19
Versus Instructorcentered Instruction ” mengemukakan dua kutub gaya
mengajar, ialah pengajaran yang terpusat pada siswa dan pengajaran yang
terpusat pada guru. Di sini dia menekankan bahwa perbedaan gaya mengajar
dengan perbedaan tekanan.5
Untuk membedakan kadar keaktifan siswa, Me Keachie
mengemukakan tujuh dimensi untuk kegiatan belajar mengajar ialah :
a. Partisipasi siswa dalam menentukan tujuan kegiatan belajar mengajar
b. Penekanan pada aspek efektif dalam pengajaran
c. Partisipasi siswa dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar, terutama
yang berbentuk interaksi an tar siswa
d. Penerimaan guru terhadap perbuatan dan sumbangan siswa yang kurang
relevan atau salah
e. Keeratan hubungan kelas sebagai kelompok
f. Kesempatan yang diberikan kepada siswa untuk mengambil keputusan
yang penting dalam kegiatan di sekolah
g. Jumlah waktu yang digunakan untuk menangani masalah pribadi siswa
baik yang berhubungan ataupun yang tidak berhubungan dengan
pelajaran.6
Konsep belajar aktif sudah di kembangkan oleh Confusius, 2400 tahun
yang silam dengan mengungkapkan teori sebagai berikut :
aApa yang saya dengar saya lupa. Apa yang saya lihat saya ingat. Apa yang
saya keijakan saya paham”.7
Selanjutnya Mel Silberman dalam bukunya “Active Learning” 101
Strategi Pembelajaran Aktif, 2002 mengembangkan pemyataan Connfusius
menjadi paham belajar aktif sebagai berikut:
“Apayang saya dengar saya lupa. Apayang saya lihat soya ingat sedikit. Apa
yang saya dengar, lihat dan diskusikan saya mulai mengerti. Apa yang saya
lihat, dengar, diskusikan dan kerjakan saya dapat pengetahuan dan
o
ketrampilan. Apa yang saya ajarkan saya kuasai ”
Keaktifan siswa tidak saja dalam menerima informasi tetapi juga
dalam memproses informasi secara efektif. Otak membantu melaksanakan
refleksi baik secara ekstemal maupun internal. Belajar secara pasif tidak akan
hidup, karena siswa mengalami proses tanpa rasa ingin tahu, tanpa pertanyaan
dan tanpa ada daya tarik pada hasil. Belajar secara aktif siswa dituntut mencari
sesuatu sehingga dalam pembelajaran seluruh potensi siswa akan terlibat
secara optimal.
2. Prinsip Dasar Contextual Teaching and Learning (CTL)
Program pembelajaran CTL yang dianggap berhasil adalah jika
mengikuti prinsip-prinsip berikut:
a. Belajar Berbasis Masalah (Problem Based Learning). Belajar bukanlah
sekedar menyampaikan informasi tetapi bagaimana menggunakan 7 8
7 Mel Silberman, Active Learning, teij. Strategi Pembelajaran Aktif, Yogyakarta. 2002. him. 100
informasi dan berfikir kritis untuk memecahkan masalah yang ada di dunia
nyata.9
b. Pengajaran Autentik (Autenthic Instruction ). Pendekatan pengajaran yang
memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna, sesuai
dengan kehidupan nyata.10 * Kata belajar berenang dengan berenang, belajar
bemyanyi dengan bemyanyi, belajar cara menjual dengan menjual.
c. Belajar berbasis Inquiri {Inquiry Based Learning). Belajar bukanlah
kegiatan mengkomsumsi melainkan kegiatan memproduksi dengan
mengetahui apa yang menjadi kebutuhan keingintahuan dan mencari
sendiri jawabannya. Bertanya pada diri sendiri dan mencari tahu
jawabannya.11
d. Belajar berbasis proyek/tugas terstruktur {Project Based Learning).
Belajar bukanlah sekedar menyerap hal kecil sedikit demi sedikit dalam
waktu yang panjang tetapi secara komprenhensif/ terpadu untuk
mendapatkan banyak hal. Proyek membantu orang untuk melibatkan
keseluruhan mental dan fisik, syaraf, indera termasuk kecakapan sosial
dengan melakukan banyak hal sekaligus. Ini adalah kebebasan bagi otak
untuk menunjukkan kapasitas yang sesungguhnya dan tantangan ini akan
mengembangkan otak kanan maupun otak kiri dengan pesat.12
9 The Liang Gie, Cara Belajar Yang Baik Bagi Mahasiswa, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003, Edisi ke-2. him. 5r
10 Dr. H. Fachrudin, MA., Tehnik Pengembangan Kurikulum Pengajaran Bahasa Arab, Global Pustaka Utama, Yogyakarta. Tahun. 2005 Him. 132.
"Drs. Mansur, Strategi Belajar Mengajar, Derektorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam dan Universitas Terbuka, Tahun 1994/1995, him. 17
e. Belajar berbasis keija (Work-Based Learning). Untuk membuat belajar
lebih efektif, belajar harus didasarkan pada pengalaman dan bukan kata-
kata semata.13 Jika kita mencari informasi, perlu membaca kata-kata. Jika
kita memerlukan pengalaman, milikilah pengalaman dengan melakukanya.
Belajar adalah bekeija dan ketika orang bekeija, ia belajar banyak hal.
f. Belajar Jasa Layanan (Service Learning). Emosi amat menentukan proses
dan hasil belajar. Perasaan positif yang timbul saat belajar dapat
mempercepat belajar. Belajar dengan percaya diri, merasa dibutuhkan,
bekeija sama/menolong orang lain dan akrab pada kegiatan di luar maupun
di dalam kelas.
g. Belajar Kooperatif (Cooperative Learning). Biasanya orang akan belajar
lebih banyak melalui interaksi dengan teman-teman. Satu kelas besar yang
belajar bersama akan menghasilkan prestasi lebih baik daripada setiap
individu belajar sendiri-sendiri karena persaingan yang terns menerus
an tar pribadi justru akan melelahkan dan mereduksi hasil belajar.14
3. Strategi Pembelajaran Contextual Teaching and Learning (CTL)
a Menekankan pentingnya pemecahan masalah/problem.
b Mengakui perlunya kegiatan belajar mengajar di lakukan dalam berbagai
konteks seperti rumah, masyarakat dan tempat keija.
c Mengontrol dan mengarahkan pembelajaran siswa, agar siswa dapat
belajar sendiri/mandiri.
13 Drs. Mansur, Op. Cit., him. 25
d Bermuara pada keragaman konteks kehidupan siswa yang berbeda-beda
e Mendorong siswa belajar dari sesama teman dan belajar bersama
f Menggunakan peni laian autentik (<authentic assessment)15
4. Tujuh Pilar Contextual Teaching and Learning (CTL)
CTL mempunyai tujuh komponen yang disusun agar belajar menjadi
lebih hidup. Seperti analogi anak TK, anak kecil merupakan pembelajar yang
hebat karena totalitas mereka dalam belajar. Mereka menggunakan seluruh
tubuh dan indera untuk belajar dibandingkan dengan orang dewasa yang
duduk berjam-jam di ruang kuliah dengan aktifitas tunggal yaitu mencatat
Ketujuh pilar tersebut di susun sebagai obat untuk penyakit belajar
yang selama ini sudah menggerogoti kita. Dikatakan oleh Win Wenger dalam
bukunya yang beijudul Teaching and Learning, Ketujuh pilar tersebut yaitu :
a. Konstruktivisme (Constructivism)
Konstruktivisme merupakan landasan berpikir (filosofi)
pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL), yaitu pengetahuan
bukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep atau kaidah yang siap untuk
diambil dan diingat. Siswa perlu dibiasakan untuk memecahkan masalah,
menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya dan bergelut dengan ide-
ide. Siswa harus mengkontruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri
bukan menerima informasi dari guru secara instant.
15
Dengan dasar itu, pembelajaran harus dikemas menjadi proses
mengkontruksi bukan menerima pengetahuan. Dalam proses
pembelajaran, siswa membangurr sendiri pengetahuan mereka melalui
keterlibatan aktif dalam proses belajar dan mengajar. Siswa menjadi pusat
kegiatan, bukan guru yang menjadi pusat kegiatan.
Dalam pandangan konstruktivisme, strategi lebih diutamakan
dibandingkan seberapa banyak siswa mengingat pengetahuan. Untuk itu
tugas seorang guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan:
1) Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
2) Memberi kasempatan siswa menemukan dan menerapkan idenya
sendiri
3) Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri dalam
belajar.
Konstruktivisme ini merupakan obat untuk penyakit belajar lama
yaitu belajar yang berpusat pada Guru, formal, serius dan ketaatan serta
ketakutan untuk berbeda dengan pendapat guru. Guru menjadi yang maha
kuasa karena punya power menentukan hidup mati Siswa dalam
pemberian nilai akhir.
b. Menemukan (Inquiry)
Pengetahuan dan ketrampilan yang diperoleh siswa diharapkan
bukan hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dari hasil
Pembelajaran berdasarkan inkuiri mendorong seluruh pikiran dan
tubuh untuk bersama-sama aktif baik di dalam maupun di luar kelas. Guru
harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan yang
menemukan, apapun materi yang diajarkan. Misalnya topik mengenai
macam-macam bentuk daratan di Indonesi. Sudah saatnya ditemukan oleh
Siswa, bukan menurut buku atau menurut guru. Siklus inkuiri yang dapat
membantu siswa dapat menemukan pengetahuanya sendiri. Siklus inkuiri
tersebut adalah melalui kegiatan:
1) Merumuskan masalah
2) Mengamati atau melakukan observasi
3) Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar, laporan,
bagan, tabel dan karya lainya
4) Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,
teman sekelas, guru, atau audien yang lain
5) Mengevaluasi hasil temuan bersama.
Paradigma belajar yang lama telah memisahkan kesatuan utuh
manusia yang terdiri dari rasa, karsa, dan karya. Gerakan fisik bukan
hanya dianggap mengganggu tetapi justru jadi disorder behavior. Ketika
belajar perhitungan matematis, siswa sebatas menggerakkan tangan untuk
menghitung dengan muka yang serius dan kerutan di kening. Pembelajaran
menjadi abstrak, tidak masuk akal dan duduk terns menerus.
Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya.
Bertanya merupakan strategi utama dalam pembelajaran berbasis CTL.
Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk
mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berfikir siswa. Bagi
siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan
pembelajaran yang berbasis inkuiri, yaitu menggali informasi,
mengkonfirmasikan apa yang sudah di ketahui dan mengarahkan perhatian
pada aspek yang belum diketahuinya.
Dalam segala aktifitas belajar, Questioning dapat diterapkan:
antara Siswa dengan Siswa, antara Guru dengan Siswa, antara Guru
dengan Siswa, antara Siswa dengan orang lain dan lain sebagainya. Dalam
pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya berguna untuk:
1) menggali informasi, baik administrasi maupun akademis
2) mengecek pemahaman siswa
3) membangkitkan respon siswa
4) mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa
5) mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa
6) memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki guru
7) untuk membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa
8) untuk menyegarkan kembali pengetahuan siswa.
Kegiatan bertanya menjawab permasalahan gaya pendidikan lama
yang menganggap bahwa tong kosong berbunyi nyaring atau berbicara
di tanggapi positif oleh Guru maupun oleh tern an-tern an. Kelas bukan
merupakan tempat yang am an untuk berbuat kesalahan dan eksplorasi.
Anak kecil dalam kepolosan belajamya justru sering kali bertanya banyak
hal yang kadang membingungkan orang tua seperti “kenapa langit
warnanya binP. Bagaimana adik bisa di perut Ibu? ”
d. Masyarakat Belajar (Learning Community)
Konsep Masyarakat Belajar {Learning community) ialah hasil
pembelajaran yang diperoleh dan keija sama dengan orang lain. Misalnya
seorang yang belum memperkecil atau memperbesar peta dapat dibantu
oleh teman yang sudah bisa membuat dengan menunjukkan earn
membuatnya. Kedua orang tersebut sudah membentuk masyarakat belajar.
Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan
pembelajaran dalam kelompok-kelompok belajar. Siswa dibagi dalam
kelompok-kelompok yang anggotanya heterogen. Yang pandai mengajari
yang lemah, yang sudah tahu memberi tahu yang belum tahu, dan
seterusnya.
Belajar yang baik adalah bersifat sosial. Satu telaah di Standford
University ditemukan bahwa bimbingan belajar oleh kawan itu empat kali
lebih efektif untuk meningkatkan prestasi di bidang matematika dan
membaca dibandingkan jika jumlah murid dalam kelas dikurangi atau
waktu pengajaran diperpanjang.16
Model pembelajaran dengan teknik “Learning Community” sangat
membantu proses pembelajaran 75 kelas. Prakteknya dalam pembelajaran
terwujud dalam:
1) Pembentukan kelompok kecil
2) Pembentukan kelompok besar
3) Mendatangkan ahli ke dalam kelas (tokoh, olahragawan, dokter,
perawat, petani, pengurus organisasi, polisi, tukang kayu dan
sebagainya).
4) Bekerja dengan kelas sederajat.
5) Bekerja kelompok dengan kelas di atasnya
6) Bekerja dengan masyarakat.
Selama ini pendidikan kita kurang mengupayakan adanya
kebersamaan anggota kelas sebagai satu tim yang harus saling membantu
dan mendukung. Akibatnya rasa tanggung jawab atas kemajuan bersama
terabaikan. Jangankan bertanggung jawab untuk kelompoknya, pada diri
sendiri saja kurang. Hal ini kelihatan nyata apabila siswa diminta ada
dalam kelompok untuk mengerjakan sesuatu, biasanya hanya siswa
tertentu saja yang aktif. Antar pembelajaran saling bersaing dan menjadi
pelit berbagi informasi dengan teman lain. Betul bahwa prestasi
pendidikan adalah prestasi individu tetapi bukanlah jauh lebih indah jika
mendaki dan akhimya berada di puncak bersama-sama untuk melihat
pemandangan di bawah, dari pada mendaki dan berada di puncak sendirian
e. Pemodelan (Modeling)
Dalam sebuah pembelajaran ketrampilan atau pengetahuan
tertentu, ada model yang bisa ditiru. Model itu bisa berupa karya tubs, cara
melafalkan bahasa Inggris atau contoh maket/ peta daerah. Dengan begitu
guru memberi model tentang bagaimana cara belajar. Model berarti contoh
artinya tidak ada satu cara terbaik. Ada banyak kepatuhan pada satu model
hams ini atau harus itu sebaiknya diganti dengan boleh ini atau itu. Yang
penting bahwa orang bisa bertanggung jawab atas pilihanya.
Dalam pendekatan CTL gum bukan satu-satunya model, model
dapat dirancang dengan melibatkan siswa. Seorang siwa bisa ditunjuk
untuk memberi contoh temannya melafalkan sesuatu kata. Bagaimana
contoh praktek pemodelan di kelas?
1) Gum Agama Islam memberi contoh cara salat.
2) Gum ekonomi menunjuk siswa untuk berperan sebagai seorang
pedagang
3) Gum olah raga memberi contoh berenang gaya kupu-kupu di hadapan
siswa
4) Gum biologi mendemonstrasikan penggunaan thermometer suhu
badan
5) Tukang kayu mendemonstrasikan salah satu alat pertukangan
6) Gum bahasa Indonesia menunjukkan teks berita dari surat kabar.
Beberapa sekolah telah menjadi rumah tahanan bagi siswa,
bertahun-tahun. Ketika masuk, siswa mempunyai keanekaragaman, tetapi ketika
keluar dari pabrik mereka sudah menjadi produk massa, seragam, variasi
produknya rendah. Siswa merasa berada dalam dua dunia yang berbeda
ketika berada di dalam dan di luar sekolah. Dengan adanya pemodelan,
siswa dirangsang untuk menjadi kreatif dan mencoba menampilkan segala
kemampuanya.
f. Refleksi (Reflection)
Refleksi adalah berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau
berpikir ke belakang tentang apa yang sudah di lakukan di masa lalu.
Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktifitas atau pengetahuan
yang baru diterima. Misalnya, ketika pelajaran berakhir, siswa merenung
kalau begitu, cara saya menyimpan file selama ini salah, mestinya dengan
cara yang baru saya pelajari, sehingga file dalam computer saya lebih
tertata.
Refleksi menjawab permasalahan kaum behaviorisme yang
memisahkan aspek jasmani manusia dan aspek rohaninya. Selama ini
siswa menjalani pembelajaran dengan statis dan tanpa variasi. Jarang
sekali mereka diberi kesempatan untuk “diam sejenak” dan berpikir
tentang apa yang baru saja mereka lakukan atau pelajari. Waktu amat
cepat berlalu, semua terburu-buru dan mungkin tidak sempat melakukan.
g. Penilaian yang sebenarya (Authentic Assessment)
Penilaian yang sebenarya (Authentic Assessment) adalah proses
perkembangan belajar siswa. Gambaran perkembangan belajar siswa perlu
diketahui oleh guru agar bisa memastikan bahwa siswa mengalami proses
pembelajaran dengan benar.
Apabila data yang dikumpulkan guru menunjukkan bahwa siswa
mengalami kemacetan dalam belajar, maka guru segera bisa mengambil
tindakan yang tepat dan benar sehingga siswa terbebas dari kemacetan
belajar. Karena gambaran tentang kemajuan belajar itu diperlukan di
sepanjang proses pembelajaran, maka assessmen tidak dilakukan di akhir
peri ode (semester) pembelajaran tetapi dilakukan bersama secara
terintregasi (tidak terpisah) dari kegiatan pembelajaran. Karakteristik
Authentic Assessment adalah:
1) Dilaksanakan selama dan sesudah proses pembelajaran berlangsung
2) Bisa digunakan formatif maupun sumatif
3) Yang diukur keterampilan dan performansi, bukan mengingat fakta
4) Berkesinambungan
5) Terintegrasi
6) Dapat di gunakan sebagai feed back
Penilaian otentik menjadi diperlukan untuk pendidikan yaman
sekarang dengan mengingat proses-proses di atas dibandingkan dengan
penilaian tradisional yang mengandalkan paper and pencil test. Materi dan
presentasi tetap perlu namun semua itu digunakan untuk mendukung
pengalaman belajar bukan untuk menggantikan. Maka penilaian yang
portofolio menjadi bukti konkrit yang sesungguhnya/otentik tentang apa
yang sudah dipelajari siswa.17
Secara ringkas tujuh pilar CTL dan kelemahan pembelajaran
tradisional dapat disusun dalam tabel berikut:
Tabel II
NO Pilar/Solusi Indikator Masalah
1 Kontruktivisme Belajar berpusat pada
siswa untuk
3 Bertanya Belajar merupakan
kegiatan produktif,
4 Masyarakat Belajar Keijasama dan maju
bersama, saling membantu
Individualists dan persaingan yang
melelahkan
5 Pemodelan Pembelajaran yang
multi ways, mencoba
hal-hal baru,kreatifitas
Penbelajaran yang One Way, seragam, takut
salah.
6 Refleksi Pembelajaran yang
konferensif, evaluasi 7 Penilaian Otentik Penilaian proses dan
hasil pengalaman belajar, test, dan test,
multiaspects
Penilaian hasil, paper and pencil test,
kognitif.
5. Manfaaat Pembelajaran CTL bagi Siswa:
a. Meningkatkan kemampuan untuk bekeijasama dan bersosialisasi
b. Melatih kepekaan diri, empati melalui variasi perbedaan sikap dan prilaku
selama bekeijasama
c. Mengurangi rasa kecemasan dan menumbuhkan rasa percaya diri
d. Meningkatkan motifasi belajar, harga diri dan sikap prilaku yang positif,
sehinga pembelajaran kooperatif siswa akan tahu kedudukanya dan belajar
untuk saling menghargai satu sama lain
e. Meningkatkan prestasi belajar dengan menyelesaikan tugas akademik,
sehingga dapat membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit
6. Pembelajaran Kooperatif (Cooperative Learning)
a. Konsep Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif mengupayakan seorang peserta didik
mampu mengajarkan kepada peserta lain. Mengajar teman sebaya
memberikan kesempatan pada peserta didik untuk mempelajari sesuatu
dengan baik pada waktu yang bersamaan, ia menjadi nara sumber bagi
teman yang lain. Pengorganisasian pembelajaran dicirikan siswa yang
bekeija dalam situasi pembelajaran kooperatif didorong untuk bekeija
sama pada suatu tugas bersama, dan mereka harus mengkordinasikan
usahanya untuk menyelesaikan tugasnya. Mereka akan berbagi
Pembelajaran kooperatif berbeda dengan metode diskusi yang
biasanya dilaksanakan di kelas, karena pembelajaran kooperatif
menekankan pembelajaran dalam kelompok kecil dimana siswa belajar
dan bekeija sama untuk mencapai tujuan yang optimal. Pembelajaran
kooperatif meletakkan tanggung jawab individu sekaligus kelompok,
sehingga diri siswa tumbuh dan berkembang sikap dan prilaku yang saling
ketergantungan secara positif. Kondisi ini dapat mendorong siswa untuk
belajar, bekeija dan bertanggung jawab secara sungguh-sungguh untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Muslimin Ibrohim dkk dalam pembelajaran kooperatif. Unsur-
unsur pembelajaran kooperatif adalah :
1) Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan bahwa mereka sehidup
sepenanggungan bersama
2) Siswa bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya,
seperti milik mereka sendiri
3) Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam kelompoknya,
memiliki tujuan yang sama
4) Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama di
antara anggota kelompoknya
5) Siswa akan di kenakan evaluasi atau di berikan hadiah/penghargaan
juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok
6) Siswa berbagi kepimimpinan dan mereka membutuhkan ketrampilan
7) Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual
• 18 mated yang ditangani dal am kelompok kooperatif.
b. Ciri-ciri pembelajaran yang menggunakan model kooperatif
1) Siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif untuk menuntaskan
mated belajamya
2) Kelompok di bentuk dari siswa yang mempunyai kemampuan tinggi,
sedang dan rendah
3) Bilamana mungkin, angota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
jenis kelamin berbeda-beda
4) Penghargaan lebih berorientasi kelompok dari pada individual.18 19
c. Model pembelajaran kooperatif
1) Model Jigsaw
Langkah-langkah pembelajarannya sebagai berikut
a) Kelompok cooperative (awal)
(1) Siswa dibagi kedalam kelompok kecil yang beranggotakan 3 - 5
orang.
(2) Bagikan wacana atau tugas yang sesuai dengan materi yang
diajarkan
(3) Masing-masing siswa dalam kelompok mendapatkan wacana
(tugas) yang berbeda-beda dan memahami informasi yang ada
didalamnya
b) Kelompok Ahli
18 Muslimin Ibrahim dkk, Pembelajar kooperatif, University Press, Surabaya,Th. 2000. him. 6
19
(1) Kumpulkan masing-masing siswa yang memiliki wacana/tugas
yang sama dalam satu kelompok sehingga jumlah kelompok ahli
sesuai dengan wacana /tugas yang telah dipersiapkan oleh guru
(2) Dalam kelompok ahli ini tugaskan agar siswa belajar bersama
untuk menjadi ahli sesuai dengan wacana/tugas yang menjadi
tanggung jawabnya
(3) Tugaskan bagi semua anggota kelompok ahli untuk memahami
dan dapat menyampaikan informasi tentang hasil dan
wacana/tugas kepada kelompok kooperatif
(4) Apabila tugas sudah selesai dikeijakan dalam kelompok ahli
masing-masing siswa kembali kelompok kooperatif
(5) Beri kesempatan secara bergiliran masing-masing siswa untuk
menyampaikan hasil dari tugas di kelompok ahli
(6) Apabila kelompok sudah menyelesaikan tugasnya, secara
keseluruhan masing-masing kelompok melaporkan hasilnya dan
guru memberi klarifikasi.20
2). Model Numbered Heads Together
Menurut Spencer Kagan di buku Materi Pelatihan Terintegrasi
halaman 22 mengatakan : Teknik ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk saling membagikan ide-ide dan mempertimbangkan jawaban
yang paling tepat. Selain itu, teknik ini juga mendorong siswa untuk
20
meningkatkan semangat keijasama mereka. Teknik ini juga digunakan
dalam semua mata pelajaran dan untuk semua tingkatan usia anak didik
a) Langkah-langkah pembelajaran Numbered Heads Together sebagai
berikut:
(1) Siswa dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap siswa dalam setiap
kelompok mendapat nomor unit
(2) Gum memberikan tugas dan masing-masing kelompok
mengeijakannya
(3) Kelompok memutuskan jawaban yang dianggap paling benar dan
memastikan setiap anggota kelompok mengetahui jawaban ini
(4) Gum memanggil salah satu nomer siswa dengan nomer yang
dipanggil melaporkan hasil keija sama mereka
(5) Tanggapan dari kelompok yang lain
(6) Teknik kepala bemomer ini juga dapat dilanjutkan untuk mengubah
komposisi kelompok yang biasanya dan bergabung dengan siswa-
siswa lain yang bemomer sama dari kelompok lain.21
3). Model Group to Group Exchange
a) Model pembelajarannya yaitu pertukaran kelompok mengajar, tugas
yang berbeda diberikan kepada kelompok peserta didik yang berbeda.
Masing-masing kelompok mengajar apa yang telah dipelajari untuk sisa
kelas.
b) Langkah-langkah pembelajaran Group to Group Exchange sebagai
berikut:
(1) Pilihlah sebuah topik yang mencakup perbedaan ide, kejadian,
posisi, konsep, pendekatan untuk ditugaskan. Topik haruslah sesuatu
yang mengembangkan sebuah pertukaran pandangan atau informasi
(kebalikan teknik debat)...
(2) Bagilah kelas kedalam beberapa kelompok, jumlah kelompok sesuai
jumlah tugas. Diusahakan tugas masing-masing kelompok berbeda.
(3) Berikan cukup waktu untuk berdiskusi dan mempersiapkan
bagaimana mereka dapat menyajikan topik yang telah mereka
keijakan.
(4) Bila diskusi telah selesai, mintalah kelompok memilih seorang juru
bicara . Undanglah setiap juru bicara menyampaikan kepada
kelompok lain.
(5) Setelah presentasi singkat, doronglah peserta didik bertanya pada
presenter atau tawarkan pandangan mereka sendiri. Biarkan anggota
juru bicara kelompok menanggapi.
(6) Lanjutkan sisa presentasi agar setiap kelompok memberikan
informasi dan merespon pertanyaan juga komentar peserta.
Bandingkan dan bedakan pandangan serta informasi yang saling
ditukar.22
4). Model Decision Making
a) Menurut John Dewey pengambilan keputusan (decision making)
tidak jarang disamakan dengan berpikir kritis, pemecahan masalah
dengan berpikir logis serta berpikir replektif. Berpikir kritis (critical
thinking) untuk sampai suatu kesimpulan diawali dengan pertanyaan
dan pertimbangan kebenaran serta nilai apa yang sebenamya ada
dal am pertanyaan itu.
b) Langkah-langkah pengambilan keputusan :
(1) Informasi tujuan dan perumusan masalah.
(2) Secara klasikal tayangkan gam bar, wacana atau kasus
permasalahan yang sesuai dengan materi pelajaran atau
kompetensi yang diharapkan
(3) Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan masalah
sesuai dengan gambar, wacana atau kasus yang disajikan
(4) Secara kelompok siswa diminta mengidentifikasi permasalahan
dan membuat altematif pemecahannya
(5) Secara kelompok/individu siswa diminta mengidentifikasi
permasalahan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa yang
sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahannya
(6) Secara kelompok/individu siswa diminta mengemukakan alasan
mereka memilih altematif tersebut
(7) Secara kelompok/individu siswa diminta mencari penyebab
(8) Secara kelompok/individu siswa diminta mengemukakan
tindakan untuk mencegah teijadinya masalah tersebut.23
5) Model Problem Solving
a) Pemecahan masalah (model problem solving) adalah suatu bentuk
cara belajar aktif yang mengembangkan kemampuan anak untuk
berfikir dan bertindak- secara logis, kreatif dan krisis untuk
memecahkan masalah. _
b) Langkah-Langkah Pemecahan Masalah
(1) Informasi tujuan dan perumusan masalah
(2) Secara klasikal tayangkan gambar dan wacana permasalahan
yang sesuai dengan materi pembelajaran
(3) Buatlah pertanyaan agar siswa dapat merumuskan permasalahan
sesui gambar dan wacana yang disajikan
(4) Secara kelompok siswa diminta mengidentifikasi permasalahan
dan membuat altematif pemecahannya.
(5) Secara kelompok/individual siswa diminta mengindentifikasi
permasalahan yang terdapat di lingkungan sekitar siswa yang
sesuai dengan materi yang dibahas dan cara pemecahanya.
(6) Secara kelompok/individual siswa diminta mencari penyebab
teijadinya masalah tersebut.
(7) Secara kelompok/individual siswa diminta mengemukakan
tindakan untuk mencegah teijadinya masalah tersebut.24
23
B. PRESTASI
1. Pengertian Prestasi
Menurut Zainal Arifin bahwa kata prestasi berasal dari Belanda, yaitu
“prestatie ” kemudian dalam bahasa Indonesia menjadi “prestasi ” yang berarti
hasil usaha.24 25
Adapun pengertian prestasi belajar menurut para ahli adalah sebagai berikut:
a. Morgan dalam bukunya Introduction to Psychology (1978)
mengemukakan bahwa prestasi belajar adalah setiap perubahan yang
relatif menetap dalam tingkah laku yang teijadi sebagai suatu hasil dari
latihan akan pengalaman.26
b. Whiterington, dalam bukunya Educational Psychologi mengemukakan:
“prestasi belajar adalah suatu perubahan di dalam kepribadian yang
mengatakan diri sebagai suatu pola barn dan pada reaksi yang berupa
kecakapan, sikap, kebiasaan, kepandaian, atau suatu pengertian”.27
Makna belajar juga dapat didefinisikan sebagai berikut:
1) Crambach memberikan definisi“learning is shown by a change in behavior
as result o f experience.”
2) Harold Spear memberikan bahasan “learning is to observase, to read, to
imitate, to try something than selves, to listen, to follow direction
24 Ibid. him. 26
25 Zainal arifin, Evaluasi Intruksional Prinsip, Teknik dan Prosedur, Remaja Karya, Bandung, 1988. him. 2-3.
26 Ngalim Purwoto, Interaksi dan M otivasi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, him. 20
3) Geoch, mengatakan “learning is a change in performance as a resulf o f
practice.,,z8
Dari pengertian tersebut di atas dapat diambil kesimpulan bahwa
prestasi belajar adalah merupakan hasil dari aktifitas belajar atau prestasi
belajar. Merupakan hasil dari usaha, latihan dan pengalaman serta di
pengaruhi oleh faktor ekstemal dan faktor internal. Adapun hasil yang
diperoleh oleh anak didik setelah mereka mengikuti pejaran adalah berupa
kecakapan pengetahuan, sikap dan ketrampilan.
Sedangkan yang di maksud Pendidikan Agama Islam adalah
bimbingan jasmani dan rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam
menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.28 29
2. Fungsi Prestasi Belajar
Prestasi belajar semakin terasa penting untuk di permasalahkan kama
mempunyai beberapa fungsi utama, antara lain :
a. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan yang
telah dikuasai anak didik
b. Prestasi belajar sebagai lambang pemuasan hasrat ingin tahu.
Asumsinya bahwa para ahli psikologi biasanya menyebut hal ini sebagai
tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum pada manusia.
c. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidik. Asumsinya
adalah bahwa prestasi belajar dapat di jadikan pendorong bagi anak didik
28 Sardinian, Interaksi dan M otifasi Belajar, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996. him. 20
dal am meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dan berperan sebagai
umpan balik (feedback) dalam meningkatkan mutu pendidikan.
d. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstem dari suatu institusi
pendidikan. Indikator intern dalam hal ini bahwa dalam prestasi belajar
dapat dijadikan indikator tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan.
Asumsinya kurikulum yang _ digunakan relevan dengan kebutuhan
masyarakat dan anak didik. Indikator ekstem dalam arti bahwa tinggi
rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator tingkat kesuksesan anak
didik di masyarakat.
e. Prestasi belajar dapat dijadikan indikator terhadap daya serap (kecerdasan)
anak didik.30
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar
Pada Prinsipnya belajar adalah merupakan suatu aktifitas yang
berlangsung dengan melalui proses dimana proses tersebut tidak lepas adanya
pengaruh.
Demikian halnya dengan prestasi atau hasil belajar bidang studi
Pendidikan Agama Islam yang merupakan hasil adanya suatu proses atau
aktifitas belajar juga tidak lepas dari adanya pengaruh.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi belajar siswa pada intinya
dapat dikelompokkan menjadi dua golongan saja, yaitu : faktor intern dan
faktor ekstem. Faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri individu yang
sedang belajar, sedangkan faktor ekstem adalah faktor yang ada di luar
individu si terdidik.
Berkaitan dengan hal ini Drs. Sumadi Suryabrata mengungkapkan
bahwa factor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar antara lain adalah
sebagai berikut:
a. Faktor-faktor yang berasal dari luar diri si pelajar dan ini di golongan
menjadi dua golongan yaitu :
1) Faktor-faktor non sosial
Yang di maksut dengan faktor non sosial di sini adalah meliputi
beberapa faktor antara lain :
(a) Faktor-faktor lingkungan alam
Termasuk dalam kelompok faktor ini adalah seperti keadaan udara,
suhu udara, cuaca, waktu maupun tempat belajar. Hal ini karena
belajar pada kondisi udara yang sehat akan berbeda hasilnya dengan
belajar pada kondisi udara yang tidak segar atau udara yang
tercemar.
(b) Faktor Instrumental
Yaitu suatu faktor yang adanya dan pengguna sesuai dengan hasil
belajar sebagai yang diharapkan. Faktor ini berupa gedung, alat
perlengkapan dan sebagainya.
2) Faktor sosial.
a) Faktor Sosial
1
Faktor sosial yang di maksud di sini adalah faktor manusiawi yang
dalam hal ini adalah adanya interaksi antara sesama manusia yakni
lingkungan di mana anak itu melakukan pendidikan.
Lingkungan pendidikan dapat di bedakan menjadi tiga macam, yaitu :
(1) Lingkungan keluarga _
Keluarga adalah lingkungan utama yang di kenal dan di geluti oleh
anak didik. Pada lingkungan ini banyak indentifikasi yang di peroleh
anak dari anggota keluarganya, baik yang berupa bimbingan atau
didikan. Secara informal anak diberikan pengetahuan yang tidak
diberikan di sekolahnya. Berkaitan dengan lingkungan keluarga ini,
maka keluarga yang sehat akan sangat berarti besar untuk pendidikan
dalam ukuran kecil, tetapi bersifat menentukan untuk pendidikan
dalam ukuran kecil maupun besar yaitu pendidikan bangsa, Negara,
dan dunia.32
(2) Lingkungan Sekolah
Sebagai mana telah kita ketahui bersama bahwa lingkungan
sekolah adalah merupakan lingkungan belajar secara sistematis dan
terampil serta terarah. Sekolah merupakan tempat belajar yang
sangat efektif, maka dari itu tugas dan tanggung jawab sekolah
mempunyai arti yang sangat besar dalam mempengaruhi
pendidikan anak.
(3) Lingkungan Masyarakat