• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN PENGUASAAN KOSAKATA DALAM KINERJA BAHASA DAN IMPLIKASINYA DALAM KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BAHASA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PERAN PENGUASAAN KOSAKATA DALAM KINERJA BAHASA DAN IMPLIKASINYA DALAM KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN BAHASA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

463

PERAN PENGUASAAN KOSAKATA DALAM KINERJA BAHASA DAN

IMPLIKASINYA DALAM KURIKULUM DAN PEMBELAJARAN

BAHASA

Haerazi

Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, FPBS IKIP Mataram

Email: alhaerazi83@gmail.com

ABSTRAK: Tujuan yang ingin dicapai oleh pemelajar bahasa ditentukan dan ditulis ketika pembentukan desain kurikulum. Kurikulum bahasa menjadi titik penentu akan kesadaran pentingnya pengajaran suatu komponen bahasa. Taruhlah misalnya desain kurikulum yang menekankan pengajaran bahasa pada meaning-focused input, maka sudah dipastikan penguasaan kosakata menjadi tumpuannya. Penentuan tingkat kosakata juga sudah pasti dipertimbangkan dalam desain kurikulum bahasa. Teks bacaan dianggap sulit bukan karena banyaknya paragraf yang disajikan akan tetapi karena tingkat kosakatanya. Pembelajaran bahasa yang memfokuskan pada kosakata maka perlu mempertimbangkan tingkat kosakata apakah itu: high-frequency word, academic words, dan technical words. Eksistensi kosakata dalam desain kurikulum menjadi pertimbangan yang kuat untuk menentukan tingkat materi ajar yang disajikan. Kosakata menjadi penting karena dapat dirasakan bahwa pemahaman seseorang dapat bertambah ketika mengetahui arti sebuah kata, menguasai kosakata dapat meningkatkan keterampilan berbahasa untuk semua aspek. Di samping itu, penentuan metodologi pengajaran kosakata apakah secara implicit atau eksplisit juga penting dipertimbangkan dalam praktiknya. Mengajarkan satu keterampilan bahasa bukan berarti meninggalkan keterampilan yang lain. Pemaduan pengajaran keterampilan berbahasa dipastikan menjadi penting untuk menambah pembendaharaan kosakata pembelajar bahasa.

Kata Kunci:Penguasaan Kosakata, Kinerja Bahasa, Kurikulum Bahasa, dan Pembelajaran

Bahasa. PENDAHULUAN

Penguasaan kosakata adalah kemampuan yang paling vital yang harus dikuasai dalam berbahasa. Dengan tanpa kemampuan memahami dan mempergunakan kosakata bahasa, seseorang tidak akan bisa berbahasa, sekalipun berbahasa dengan bahasa pertamanya apalagi bahasa Asing. Kemampuan memahami kosakata belum tentu diringi dengan memiliki kemampuan mempergunakan kosakata. Penguasaan kosakata juga dapat dikatakan bersifat reseptif dan produktif, yaitu kemampuan untuk memahami dan mempergunakan kosakata. Kemampuan memahami kosakata terlihat dalam kegiatan membaca dan menyimak, sedangkan kemampuan mempergunakan kosakata tampak dalam kegiatan menulis dan berbicara.

Kosakata, pembendaharaan kata, atau leksikon adalah kekayaan kata yang dimiliki oleh atau terdapat dalam suatu bahasa. Pengajar dan pembelajar bahasa serta perencana bahasa semestinya mempertimbangkan bagaimana urgensi penguasaan kosakata. Penutur semua bahasa tidak ada yang memiliki kemampuan 100% menguasai dan mempergunakan kosakata bahasa yang dipelajarinya. Sulit untuk dibantah bahwa penutur asli suatu bahasa

sekalipun tidak memiliki kemampuan penguasaan kosakata secara sempurna apakah itu kemampuan reseptif maupun produktif, karena bahasa selalu akan berubah mengiringi perkembangan pemikiran penuturnya sehingga menciptakan kosakata-kosakata baru.

Penguasaan kosakata dalam semua keterampilan berbahasa memiliki peran yang sangat menentukan kompetensi berbahasa si pembelajar bahasa. Oleh karena itu, pengajaran kosakata (teaching vocabulary) semestinya langsung dikaitkan dengan kemampuan reseptif dan produktif bahasa secara keseluruhan. Misalnya, bagaimana pembelajar bahasa Asing memahami kata-kata sulit dan ungkapan yang terdapat dalam sebuah bacaan dalam pembelajaran membaca (teaching reading skill) dan begitu juga keterampilan lainnya. Keinginan untuk menulis cerita tidak akan dapat dinyatakan bila penguasaan kosakata tidak memadai. Dengan memiliki peran cukup sentral dalam semua domain keterampilan berbahasa, maka perwujudan peran ini dipastikan mempengaruhi pembentukan kurikulum bahasa. Demikian halnya, penguasaan kosakata juga dipastikan mempengaruhi proses pembelajaran untuk

(2)

464

semua keterampilan berbahasa, baik keterampilan reseptif maupun produktif.

Eksistensi kosakata dalam desain kurikulum menjadi pertimbangan yang kuat untuk menentukan tingkat materi ajar yang disajikan. Kosakata menjadi penting karena dapat dirasakan bahwa pemahaman seseorang dapat bertambah ketika mengetahui arti sebuah kata, menguasai kosakata dapat meningkatkan keterampilan berbahasa untuk semua aspek. Di samping itu, penentuan metodologi pengajaran kosakata apakah secara implicit atau eksplisit juga penting dipertimbangkan dalam praktiknya. Mengajarkan satu keterampilan bahasa bukan berarti meninggalkan keterampilan yang lain. Pemaduan pengajaran keterampilan berbahasa dipastikan menjadi penting untuk menambah pembendaharaan kosakata pembelajar bahasa.

Dalam rangka mengetahui peran kosakata dalam pembelajaran dilakukan penelitian yang bersifat survey dengan ditopang beberapa teori dan hasil observasi, tujuannya adalah mengetahui penguasaan kosakata baik yang bersifat reseptif maupun produktif dan bagaimana implikasi penguasaan kosakata dalam pembentukan ataupun perencanaan kurikulum, serta implikasinya dalam pembelajaran bahasa.

PEMBAHASAN

Untuk mengetahui secara mendalam dan komprehensif peran penguasaan kosakata dalam kinerja bahasa dan bagaimana implikasi penguasaan kosakata dalam penyusunan kurikulum dan pembelajaran bahasa, maka dalam makalah ini perlu disajikan tentang hakikat kosakata dalam kinerja bahasa, sejarah kosakata dalam pembelajaran bahasa, pengaruh kosakata dalam kurikulum bahasa, dan pengaruh kosakata dalam pembelajaran bahasa masa kini.

1. Hakikat Kosakata

Jackson and Ze Amvela (2000: 49) mendefinisikan kosakata sebagai kata yang didaftarkan dalam kamus, dipisahkan lewat spasi dalam penulisan dan dipisahkan lewat jeda dalam berbicara. Menurut Kridalaksana (2001: 127) kosakata (atau disebutnya dengan leksikon) adalah; (1) komponen bahasa yang memuat semua informasi tentang makna dan pemakaian dalam bahasa, (2) kekayaan kata yang dimiliki oleh si pembicara atau penulis suatu bahasa; dan (3) daftar kata yang disusun seperti kamus tetapi dengan penjelasan yang singkat dan praktis. Untuk semua ini, pengajaran bahasa pada

prinsipnya adalah membelajarkan pembelajar bahasa agar dapat memiliki keterampilan berbahasa yang meliputi keterampilan menyimak, membaca, berbicara, dan menulis. Semua keterampilan berbahasa tersebut memerlukan penguasaan kosakata yang memadai yang kemudian diwujudkan dalam kalimat-kalimat.

Pengertian kosakata yang lebih rinci lagi diberikan oleh Soejito (1992: 1), yaitu: Kosakata (kumpulan kata) dapat diartikan sebagai berikut: (1) semua kata yang terdapat dalam satu bahasa; (2) kekayaan kata yang dimiliki oleh seorang pembicara atau penulis; (3) kata yang dipakai dalam suatu bidang ilmu pengetahuan; (4) daftar kata yang disusun seperti kamus disertai penjelasan secara singkat dan praktis. Jadi, dari beberapa pendapat dapat disimpulkan bahwa kosakata atau kumpulan kata adalah daftar kata-kata yang dimiliki oleh seseorang dan dipakai dalam bidang ilmu pengetahuan.

Kosakata bahasa acapkali mengalami perkembangan seiring dengan perkembangan pengetahuan penuturnya. Menguasai tata bahasa Inggris tentunya bukanlah sesuatu yang mudah, namun bukan berarti juga sulit dipelajari. Logikanya untuk bisa menguasai sebuah bahasa, langkah pertama yang harus diambil adalah dengan menguasai banyak kosakata. Jadi, jika Anda tergolong baru dalam mempelajari tata bahasa Inggris, maka perbanyaklah kosakata terlebih dahulu. Hakikat kosakata adalah untuk dapat digunakan dalam berbahasa apakah untuk keterampilan reseptif ataukah untuk kepentingan produktif. Tidak ada orang yang menghafal atau mempelajari kosakata bahasa tertentu dengan susah payah hanya untuk disimpan saja dalam otaknya. Menghafal atau mempelajari kosakata bahasa tertentu mestinya memiliki keinginan untuk digunakan apakah itu untuk mendapatkan informasi (reseptif) atau menuturkan bahasa tersebut (produktif).

2. Sejarah Kosakata dalam Pengajaran

Bahasa

Pengajaran kosakata bahasa dimulai pada abad kedua, pada sekolah tingkat anak, anak romawi untuk bisa membaca diajari penguasaan alphabet bahasa Yunani, kemudian pada tingkat selajutnya diajari suku kata (syllables), kata-kata (words), dan dihubungkan ke

(3)

465

ranah wacana (discourse). Selanjutnya, siswa diberikan teks-teks berbahasa yunani yang bervariasi dengan tujuan untuk memperkaya pengusaan kosakata siswa (Bowen, Madsen, & Hilferty, 1985). Jadi, pada tahap ini pengajaran kosakata hanya ditujukan untuk memahami teks bahasa tulis dan dapat diasumsikan bahwa keberadaan kosakata (lexis) dianggap penting dalam pengusaan bahasa dan sangat dianggap mustahil mendapatkan informasi dari teks bacaan bila tanpa pengembangan dan penguasaan kosakata.

Sama halnya dengan anak Romawi, setiap penutur Asing berusaha mencari cara yang terbaik untuk menguasai bahasa Romawi terutama tulisan. Mulai saat itu, penekanannya adalah pada ranah tulisan romawi kuno. Karena dalam bentuk tulisan maka setiap pembelajar bahasa ini mendekatinya dengan penguasaan kosakata bahasa romawi. Untuk menguasainya maka setiap orang memiliki cara tersendiri untuk memperkaya pemahaman kosakata. Akhirnya, pendekatan pengajaran kosakata bahasa memiliki perspektif yang berbeda-beda (Jack C. Richard, 2000). Penguasaan kosakata adalah satu-satunya jalan untuk dapat memahami teks bahasa, walaupun untuk mengajarkan kosakatanya dengan cara-cara yang berbeda.

Pada periode pertengahan, penekanan pada ranah kosakata mulai dianggap tidak berhasil dalam memahami teks-teks bahasa Yunani. Pada periode inilah muncul pengajaran yang menekankan pada tata bahasa (grammar) untuk memahami bahasa Latin. Pengajaran yang berpusat pada tata bahasa berlanjut sampai pada masa Renaissance walaupun ada beberapa pengajar bahasa yang menentangnya. Misalnya, pada tahun 1611, William menulis sebuah makalah yang tulisannya dalam pembelajarn bahasa Yunani masih terfokus pada pemerolehan kosakata dengan menampilkan 1.200 pepatah/peribahasa (proverb) bahasa yunani dan setiap kosakata itu disederhanakan dan ditampilkan dengan mencari kosakata yang maknanya sama (homonym) dalam konteks kalimat.

Kuatnya pandangan tentang penguasaan kosakata adalah suatu yang vital dalam pengajaran bahasa, maka para ahli bahasa pun juga tidak tinggal diam untuk mempertahankan model pengajaran kosakata bahasa. Usaha-usaha yang dibuat adalah antara lainnya dengan menerbitkan

kamus bahasa Inggris yang berjudul

Dictionary of the English Language yang ditulis oleh Samuel Jhonson pada tahun 1755 di mana kamus ini menjadi rujukan pembelajar bahasa Inggris. Kamus kosakata bahasa Inggris ini juga dilengkapi dengan

phonetic symbol untuk memudahkan pembaca.

Dalam kasus ini, banyak penulis buku grammar bahasa inggris dan bahasa asing lainnya menyandarkan konsepnya pada tata bahasa Latin sebagai bentuk pandangan untuk mengurangi dominasi kosakata. Misalnya, pada tahun 1762 muncul buku yang ditulis oleh Robert Lowth dengan judul: A short Introduction to English Grammar. Robert Lowth berpandangan bahwa mempelajari tata bahasa suatu bahasa itu dapat diterima secara umum. Teori ini seiring berjalannya waktu dikenal dengan teori tatabahasa preskriptif (prescriptive grammar). Buku-buku tentang tata bahasa diterbitkan sebagai usaha untuk mengurangi dominasi pengajaran kosakata.

Akhirnya, keberadaan tatabahasa dan kosakata suatu bahasa adalah suatu hal yang sangat menentukan makna maka kedua ini dalam catatan sejarah perjalanan metodologi pembelajaran bahasa menjadi suatu hal yang diperhitungkan. Misalnya, setelah itu muncul metode Grammar-Translation yang secara tidak langsung memadukan antara tatabahasa dan kosakata untuk menerjemahkan suatu bahasa ke bahasa lainnya. Pada metode ini keberadaan tatabahasa menjadi paling diperhatikan dibandingkan kosakata, karena metode ini lahir untuk mengetahui informasi-informasi dalam karya sastra kuno di mana kosakata-kosakata yang ada dianggap usang atau tidak dipakai dalam berkomunikasi. Sehingga akhir tahun 1940, metode ini hanya cocok untuk menganalisa bahasa dan dianggap gagal untuk membuat pembelajar mampu menggunakan bahasa yang dipelajarinya.

Pendekatan bahasa berbasis makna seharusnya selalu menempatkan kosakata sebagai peran penting dalam pembelajarannya, namun tidak demikian halnya dalam CLT (Communicative Language Teaching) yang lebih menitik beratkan perhatiannya pada fungsi bahasa sebagai alat komunikasi. CLT memberikan sedikit perhatiannya bagaimana mengatur pengajaran kosakata. Menurut Coady (1993 dalam Jack C. Ricahrd, 2000: 14) bahwa

(4)

466

cara kerja pemerolehan kosakata bahasa target dalam CLT sama dengan pemerolehan kosakata bahasa pertama.

Pendekatan bahasa komunikatif dari tahun 1970-an sampai 1990 oleh Jack C. Richard dianggapa sebagai CLT klasik (Classical Communicative Language Teaching) dan setelah itu dari tahun 1990-an sampai sekar1990-ang digolongk1990-an sebagai CLT mutakhir (Current Communicative Language Teaching). Yang menjadi perbedaan metode ini dari dulu sampai sekarang adalah pada aktivitas pembelajarannya. Rancangan desain pembelajarannya, misalnya, kosakata atau grammar apa yang harus diajarkan pada tingkat beginning, intermediate, advanced level, dan seterusnya, maka penentuan ini harus ditentukan pada desain silabusnya (Syllabus Design). Selanjutnya, dengan metode apa konten-konten silabus tersebut cocok diajarkan maka hal ini harus melihat pada metodologi pembelajaran bahasanya.

3. Implikasi Kosakata dalam Kurikulum

Bahasa

Dalam catatan tulisan para ahli bahasa, baik dalam hal pembelajaran bahasa dan evaluasi pengajaran berbahasa, penekanan awal yang ditekankan adalah penguasaan kosakata. Nunan (2000: 116) mengemukakan bahwa keberadaan pengajaran penguasaan kosakata dalam kurikulum bahasa memiliki peran yang bervariasi pada masa perkembangan metodologi pengajaran bahasa. Misalnya, pada era tahun 1950-an dan 1960-an ketika metode audio-lingual mendominasi metodologi pembelajaran bahasa, pengajaran kosakata diabaikan atau tidak terlalu dipedulikan. Pengajaran kosakata mulai dianggap penting untuk diajarkan ketika metode pembelajaran mengarah kepada pendekatan pengajaran bahasa komunikatif. Kosakata, sebagai bagian dari kompetensi komunikatif memerlukan perhatian yang layak.

Perkembangan kurikulum bahasa di Indonesia masih dipengaruhi oleh perkembangan metodologi pengajaran bahasa di Eropa. Pada beberapa dekade, prinsip pengajaran bahasa terfokus pada pengajaran kosakata, kemudian diganti dengan munculnya pendekatan penerjemahan tata bahasa (grammar translation approach) yang mencoba menyeimbangkan antara pengajaran tata bahasa dan kosakata (Nunan, 2000: 116). Berbeda dengan pandangan tata bahasa,

metode audiolingual mensarankan bahwa pengajaran bahasa harus lebih ditekankan dari sekedar pada pengajaran kosakata. Aliran ini menyakini bahwa bila pembelajar bahasa telah mampu meninternalisasi pola-pola bahasa yang ia pelajari, maka dengan sendirinya kemampuan mengembangkan kosakata akan mampu dikuasai kemudian.

Aliran ini dalam beberapa seminar bahasa tingkat internasional di Indonesia, dianggap tidak tepat dalam pengajaran bahasa Asing, misalnya bahasa Inggris sebagai bahasa asing. Aliran yang menyakini bahwa bila pembelajar bahasa telah mampu meninternalisasi pola-pola bahasa yang ia pelajari, maka dengan sendirinya kemampuan mengembangkan kosakata akan mampu dikuasai kemudian adalah untuk diterapkan bagi Negara yang bahasa Inggris sebagai bahasa kedua atau bahkan untuk bahasa pertamanya. Jadi, untuk Indonesia pengajaran bahasa Asing tidak bisa mengikuti pandangan ini bahkan dianggap salah kamprah. Penentuan desain pengajaran bahasa ditentukan dalam kurikukulum bahasa.

Kurikulum bahasa selalu mencatat tiga hal yang selalu berhubungan dalam pembelajaran bahasa dengan tanpa mengabaikan keberadaan yang lain, yaitu tata bahasa (grammar), kosakata (vocabulary), dan ejaan (spelling). Ketiga hal ini selalu menjadi acuan ketika ingin menentukan sebuah wacana itu sulit atau tidak, atau menjadi acuan ketika penentuan level pemelajar bahasa. Ketiga hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

a. Tata Bahasa (Grammar)

Keberadaan tata bahasa sangat menentukan sebuah kebermaknaan sebuah komunikasi. Harmer (2007: 12) mengemukakan bahwa ―the grammar of a language is the description of the ways in which words can change their forms and can be conbined into sentences in that language‖. Jadi, tata

bahasa adalah deskripsi cara di mana kata-kata dapat mengubah bentuknya dan dapat dikombinasikan menjadi kalimat dalam bahasa tersebut. Dalam system komunikasi, jika aturan bahasa tidak dilakukan atau dilanggar, maka proses komunikasi akan menjadi sulit berjalan.

Konstruksi kurikulum bahasa harus menentukan pandangan teori bahasa yang mana yang digunakan, sehingga pemahaman tentang tata

(5)

467

bahasa tidak menjadi kontroversial. Misalnya, pandangan strukturalis menganggap bahasa sebagai sebuah struktur sehingga pengajaran tata bahasa identik dengan dengan pengajaran struktur yang sering terpisah dari konteksnya. Evaluasinya pun menjadi deskrit. Pendekatan komunikatif melihat bahasa sebagai alat komunikasi dan bahasa dapat bermakna bila dalam konteks sehingga pembelajaran tata bahasa pun harus dalam muara pencapaian kompetensi komunikatif. b. Kosakata (Vocabulary)

Scott Thornbury (1999: 13) menjelaskan bahwa ―without grammar, little can be conveyed, without

vocabulary, nothing can be conveyed‖.

Jadi, tanpa tata bahasa sedikit dapat disampaikan, tanpa kosakata tidak ada yang dapat disampaikan. Kebaradaan kosakata menjadi penentu makna pesan yang dinformasikan. Wacana atau sebuah teks yang dapat membedakannya dengan wacana atau teks yang lain adalah pada kosakatanya. Pemelajar bahasa dapat membedakan tingkat kesulitan sebuah teks yang dibaca atau ditulis bukan pada panjang pendeknya wacana tersebut, akan tetapai pada kosakatanya.

Kurikulum bahasa selalu memposisikan kosakata bahasa menjadi acuan penting selain dari tata bahasa (grammar). Pengajarannya pun memiliki variasi yang berbeda dengan pengajaran yang lain, lebih-lebih pada pengajaran bahasa komunikatif. Dalam strategi pengajaran kosakata secara tradisional diberikan keistimewaan secara khusus untuk tujuan memperkaya penguasaan kosakata, karena hal ini penting terutama untuk pembelajaran bahasa Asing. Dalam konteks pengajaran komunikatif, pengajaran kosakata tetap dilakukan dalam konteks. Pengajaran kosakata dalam kurikulum bahasa yang komunikatif dapat dilakukan dengan berbagai cara. Misalnya, Brown (2000: 377-378) memberikan penjelasan tentang rambu-rambu pembelajaran kosakata dalam konteks komunikatif yaitu; (1) ada waktu khusus untuk pembelajaran kosakata, (2) siswa belajar kosakata dalam konteks, (3) meminimalisasi penggunaan kamus bilingual, (4) pemelajar didorong untuk

mengembangkan strategi menebak kata, dan (5) melibatkan pembelajaran kosakata yang tidak terencana.

c. Ejaan (Spelling)

Untuk bahasa Asing, ejaan merupakan komponen yang perlu dikuasai dalam kompetensi bahasa bila berhubungan dengan bahasa tulis dan jika menulis adalah tujuan. Harmer (2007: 558-559) menyebutkan bahwa kompetensi grammatikal hanya berkaitan dengan tata bahasa dan kosakata saja. Ejaan baru menjadi penting apabila distingtif atau bisa membedakan arti. Dalam pembelajaran bahasa dan kurikulum bahasa, ejaan dimasukkan dalam pengajaran kosakata pada ranah pengucapan (pronunciation) kosakata.

Jadi, ketiga hal tersebut, yaitu tatabahasa, kosakata, dan ejaan menjadi penting dipertimbangkan dan saat ini dalam kurikulum bahasa, ketiga ini dijadikan acuan untuk pengajaran keempat kompetensi berbahasa. Dalam perkembangan kurikulum bahasa berikutnya mencatat bahwa penekanan pengajaran bahasa baik pada tata bahasa (grammar), pelafalan (pronunciation), dan kosakata (voabulary) mereflesikan dengan munculnya pengajaran bahasa tradisional abad ke-19 oleh IPA (International Phonetic Association). Prinsip inilah kemudian yang mencerminkan ciri khas dari metode audio-lingual, mendukung pengajaran induktif tatabahasa (inductive teaching of grammar), dan menekankan pada komunikasi sehari-hari dan penggunaan bahasa target secara langsung di kelas (disebut: direct method), hal ini lebih baik dibandingkan dengan metode terjemahan (Nunan, 2009: 117).

4. Kosakata dalam Pembelajaran

Keterampilan Berbahasa

a. Implikasi Kosakata dalam Keterampilan Membaca

Penguasaan kosakata adalah suatu hal yang harus diakui memainkan peran penting dalam memahami bacaan. Dalam membaca teks berbahasa asing misalnya, tanpa penguasaan kosakata yang cukup memadai maka siswa akan mengalami kesulitan untuk mendapatkan informasi yang terkandung dalam teks. Dengan kesadaran ini maka ada cara-cara yang dikembangkan untuk meningkatkan

(6)

468

kosakata, misalnya Extensive Reading Program, yang selanjutnya disebut ERP, bukanlah sesuatu hal yang baru. Di Indonesia, ERP telah diimplementasikan di jurusan Sastra Inggris dan sangat bermanfaat bagi mahasiswa jurusan sastra untuk menguasai kesastraan Asing yang lebih banyak menekankan pengajarannya pada penguasaan kesusastraan berbahasa Inggris.

Selain penerapan extensive reading dikenal juga istilah intensive reading yang sama-sama mensyaratkan pengusaan kosakata dan sekaligus dijadikan sebagai teknik pengajaran keterampilan membaca untuk meningkatkan kosakata. Extensive Reading sangat berbeda dengan

Intensive Reading. ER biasanya diberikan di luar kelas dengan materi

reading yang sangat banyak, sedangkan

intensive reading adalah kegiatan yang dilakukan di dalam kelas dengan dipandu oleh seorang instruktur atau guru. ER harus memuat dua unsur, yakni easy dan interesting. Maksudnya, materi bacaan yang dengan kosakata dan tata bahasa disesuaikan dengan kompetensi linguistik siswa serta daya tariknya terhadap materi tersebut. Hal ini berbeda dari Intensive Reading, yang materinya terdiri atas beberapa lembar bacaan dan ditujukan untuk mengidentifikasi ide pokok (main idea), dan membedakan antara informasi yang penting dan yang tidak.

Namun tetap diakui bahwa dengan penguasaan kosakata semata kegiatan tujuan membaca juga tidak dapat tercapai dengan tanpa pengetahuan tatabahasa yang memadai. Bacaan dianggap sulit bukan karena panjang pendeknya wacana yang dibaca akan tetapi karena tingkat kesulitan memahami kosakatanya. Menurut Paul Nation dan Teresa Chung (dalam Michel H. Long, 2009: 544) bahwa penguasaan kosakata untuk memahami teks dalam majalah dibutuhkan kosakata sekitar 8000 kosakata, untuk memahami film-film anak dibutuhkan kosakata sekitar 6000 kosakata, untuk memahami percakapan dibutuhkan kosakata sekitar 7000 kosakata, dan untuk memahami teks novel diperlukan kosakata sekitar 9000 kosakata sebagai mana dalam daftar tabel berikut ini.

Type of Text Vocabulary size

Children’s movies 6.000 words Conversation 7.000 words Newspapers 8.000 words Novels 9.000 words

Jadi, kemampuan penguasaan kosakata bahasa Inggris sebagai Asing memiliki peran besar terhadap kemampuan seseorang memahami bacaan teks berbahasa asing. Menguasai kosakata bahasa Asing tidak mudah dilakukan oleh pemelajar bahasa sehingga membutuhkan berbagai strategi pembelajaran keterampilan membaca dalam rangka untuk memperkaya pembendaharaan kosakata siswa. Keterampilan membaca sangat mensyaratkan akan kemampuan siswa dalam menguasai kosakata-kosakata yang bersifat reseptif.

b. Implikasi Kosakata dalam Keterampilan Menyimak

Pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan terpadu akan memadukan pengajaran berbicara dan menyimak. Kedua keterampilan ini sudah tentu mensayaratkan kemampuan pembelajarnya untuk menguasai kosakata, tatabahasa, dan pengucapannya (pronunciation). Menguasai banyak kosakata, tetapi tidak menguasai cara mengucapkannya akan menghambat kemampuan menyimak informasi yang didengar. Brown & Yule (David Nunan, 2000: 24) menjelaskan bahwa dalam desain syllabus dan kurikulum bahasa terkait pengajaran menyimak bahwa yang menjadikan sulit memahami sebuah ujaran itu adalah konten yang dibicarakan. Karena konten berkaitan dengan kosakata, tata bahasa, struktur informasi, dan latar belakang pengetahuan penyimak.

Jeremy Harmer (2007: 272) menjalaskan bahwa dalam pengajaran keterampilan bahasa yang reseptif, pengajaran kosakata menjadi penting. Misalnya, ketika pengajaran keterampilan membaca dan menyimak maka disajikan pengarajaran pre-teaching vocabulary untuk pemahaman teks yang akan dibaca dan disimak. Penyajian ini dimaksudkan bahwa membaca dengan tanpa penguasaan kosakata yang memadai atau memiliki kemampuan terbatas akan mempersulit pembelajar bahasa memahami

(7)

469

bacaannya, dan begitu juga untuk kegiatan menyimak. Dalam kegiatan menyimak pada pre-teaching vocabulary dikenalkan secara eksplisit bagaimana kosakata itu diucapkan. Aktivitas ini untuk membantu pembelajara bahasa membiasakan mendengarkan bunyi-bunyi kosakata.

Posisi kosakata dan tatabahasa menjadi bagian penting dalam pengajaran menyimak. Menyimak ujaran yang memuat sebuah informasi tidak hanya memerlukan kecakapan pengetahuan topik pembicaraan, akan tetapi bagaimana struktur informasi itu disampaikan. Struktur informasi tersebut hanya dapat diketahui bila memiliki penguasaan struktur tata bahasa dan kosakata yang memadai juga.

c. Implikasi Kosakata dalam Keterampilan Menulis

Kosakata memiliki peranan yang sangat penting dalam pembelajaran menulis, misalnya karya ilmiah, karena pada dasarnya kegiatan menulis adalah kegiatan menyusun kata-kata menjadi rangkaian kalimat yang berarti atau bermakna. Untuk mengembangkan ide dalam menulis karya ilmiah dibutuhkan banyak kumpulan kata dan pengetahuan tentang kata-kata yang digunakan tersebut. Misalnya, peserta didik ingin mengembangkan topik tentang pencemaran lingkungan, maka semua kata yang berkaitan dengan pencemaran dan lingkungan harus dikuasai dengan baik oleh peserta didik. Hal ini dimaksudkan agar ide dan gagasan yang dikembangkan dalam menulis karya ilmiah memiliki kesatuan yang utuh antara satu kalimat dengan kalimat yang lainnya. Dengan menguasai kata-kata yang saling berkaitan tentang suatu topik akan membantu peserta didik menulis karya ilmiah yang logis dan bermakna.

Untuk memperkaya kosakata peserta didik banyak cara yang dapat dilakukan, diantaranya: (1) memperkenalkan sinonim dan antonim kata atau frase, (2) memperkenalkan imbuhan, (3) mengira dan mereka-reka makna kata dari konteks, (4) menjelaskan arti sesuatu yang abstrak dengan mempergunakan bahasa daerah, (5) meningkatkan minat baca peserta didik, membaca dapat memperkaya

kosakata peserta didik (Usman, 1980: 21).

Kajian makna yang berkaitan dengan pembelajaran dan pengembangan kosakata peserta didik dapat berupa sinonim, antonim, homonim, hiponim, dan hipernim. Dalam kajian semantik kelima istilah itu disebut dengan relasi makna. Manaf (2010: 97) menyatakan bahwa kajian tentang sinonim, antonim, homonim, hiponim dapat digunakan untuk mengembangkan kosakata pemakai bahasa.

Sinonim merupakan kata-kata yang memiliki makna dasar yang sama. Tarigan (1986:17) mengatakan bahwa sinonim adalah kata-kata yang mengandung makna pusat yang sama tetapi berbeda dalam nilai rasa, atau dapat dikatakan bahwa sinonim merupakan kata-kata yang mempunyai denotasi yang sama tetapi berbeda dalam konotasi. Manaf (2010:80-81) mengutip pendapat Cruse yang mengartikan sinonim sebagai pasangan atau kelompok butir leksikal yang mengandung kemiripan makna antara satu dengan yang lain, contoh meninggal, gugur, mangkat, wafat, mati, dan mampus.

Dalam pembelajaran menulis karya ilmiah, sinonim membantu peserta didik untuk menghindari pengulangan kata dan penggunaan kata yang berlebihan. Pemahaman terhadap sinonim membantu peserta didik memperkaya wawasannya tentang suatu kata. Dan mempermudah peserta didik dalam mengembangkan ide atau gagasan. Sementara itu, antonim yang merupakan bagian dari pembelajaran kosakata juga memiliki peranan penting dalam menulis karya ilmiah. Antonim adalah kata yang mengandung makna yang berlawanan dengan kata yang lain. Antonim merupakan suatu cara yang efektif untuk meningkatkan kosakata peserta didik (Tarigan, 1985:37). Misalnya kata bagus berantonim dengan kata buruk, kata besar berantonim dengan kata kecil. Pemahaman tentang antonim dapat membantu peserta mengelompokkan dan menggunakan dengan tepat kata-kata yang berlawanan makna dalam menulis karya ilmiah.

(8)

470

d. ImplikasiKosakata dalam Keterampilan Berbicara

Penguasaan kosakata sangat penting dalam komptensi berbicara, semakin kaya kosakata yang dimiliki oleh seseorang semakin besar pula keterampilan seseorang dalam berbahasa. kemampuan penguasaan kosakata sebagaimana dalam landasan teori yang digunakan di makalah ini bahwa penguasaan kosakata dibagi kedalam dua kelompok yaitu: penguasaan kosakata reseptif dan produktif. Penguasaan reseptif adalah proses mamahami apa-apa yang dituturkan oleh orang lain, reseptif diartikan sebagai penguasaan pasif. Penguasaan produktif adalah proses mengkomunikasikan ide, pikiran, perasaan melalui bentuk kebahasaan. Penguasaan kosakata dalam aktivitas dan kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat besar, karena buah pikiran seseorang hanya dapat dimengerti dengan jelas oleh orang lain jika diungkapkan dengan menggunakan kosakata. Selanjutnya Pustejovsky dalam Fahrudin dan Jamaris (2005: 12) mengemukakan bahwa kapasitas bahasa seseorang merupakan refleksi dari kemampuannya untuk menggolongkan dan menunjukkan makna kata tertentu.

Kosakata merupakan salah satu komponen penting dalam pengajaran bahasa apapun termasuk bahasa Inggris. Kosakata mempunyai peranan yang sangat vital, karena jika seorang siswa lemah dalam penguasaan kosakata, la tidak dapat mengkomunikasikan pikiran dan idenya dengan jeias seperti yang diinginkannya baik lisan maupun tulisan. la tidak bisa mengutarakan secara sempurna apa yang ingin ia sampaikan saat dia berbicara atau menulis. Demikian juga ia tidak dapat mengerti dengan baik isi teks yang ia baca karena ia kekurangan kosa kata yang membentuk kalimat yang diucapkan secara lisan dan tulisan serta untuk membaca serta mendengarkan berita atau percakapan dari berbagai sumber. Sudah merupakan pendapat umum, memiliki kosakata yang memadai merupakan modal atau kendaraan untuk lancarnya berkomunikasi (Adil Al-Kufashi,1988). Lebih lanjut Jeremy Harmer (1991) menganalogkan jika bahasa itu

merupakan sebatang tubuh, structure merupakan tulang yang membentuk rangka sedangkan kosakata atau

vocabulary merupakan daging yang membuat tubuh mempunyai bentuk. Dengan demikian seorang tidak akan dapat berkomunikasi dalam bahasa sasaran kalau penguasaan kosakatanya tidak memadai.

Penguasaan terhadap kosakata sangat diperlukan oleh setiap pemakai bahasa, selain merupakan alat penyalur gagasan, penguasaan terhadap sejumlah kosakata dapat memperlancar untuk mendapatkan informasi yang diperlukan melalui komunikasi lisan maupun tulisan. Misalnya, seseorang yang memiliki kemampuan dalam menggunakan bahasa, baik lisan maupun tulisan setidaknya ia telah memiliki tingkat penguasaan kosakata yang cukup memadai. Jika tidak, komunikasi yang dilakukan tidak akan berjalan lancar dan sempurna. Keterampilan penguasaan kosakata dapat berupa keterampilan reseptif dan juga produktif. Kedua keterampilan penguasaan kosakata penting dikuasai oleh pembelajar bahasa.

SIMPULAN

Penguasaan kosakata adalah kemampuan yang paling urgen dan krusial yang harus dikuasai dalam berbahasa. Berdasarkan pembahasan terkait dengan keberadaan kosakata dalam kinerja bahasa dan implikasinya dalam kurikulum dan pembelajaran bahasa, maka dapat disimpulkan bahwa;

1. Pengusaan kosakata dalam kinerja berbahasa memainkan peran yang sangat penting, baik itu untuk kegiatan reseptif maupun produktif. Dengan tanpa penguasaan kosakata yang memadai, pembelajar bahasa sulit untuk mampu melakukan kegiatan reseptif dan produktif. Oleh karena itu, pengajaran kosakata (teaching vocabulary) harus langsung dikaitkan dengan kemampuan reseptif dan produktif bahasa secara keseluruhan. 2. Arah kurikulum bahasa selalu

mempertimbangkan tujuan pengajaran bahasa yang ingin dicapai. Konten apa yang perlu disajikan mengarah kepada desain sillabus yang dibuat, dengan metode apa konten itu disampaikan bergantung pada metodologi, dan aktivitas apa yang menyenangkan buat siswa bergantung pada

(9)

471

task-task yang disusun. Kesemua hal ini dianggap mudah atau sulit dijanlankan bergantung pada kemampuan berbahasa siswa. Kurikulum bahasa selalu mencatat tiga hal yang selalu berhubungan dalam pembelajaran bahasa dengan tanpa mengabaikan keberadaan yang lain, yaitu tata bahasa (grammar), kosakata (vocabulary), dan ejaan (spelling). Ketiga hal ini selalu menjadi acuan ketika ingin menentukan sebuah wacana itu sulit atau tidak, atau menjadi acuan ketika penentuan level pembelajar bahasa.

3. Keberadaan kosakata dengan tanpa mengabaikan tatabahasa (grammar) menentukan keberhasilan penguasaan keempat keterampilan berbahasa, sehingga dalam pemilihan metode pembelajaran keempat keterampilan berbahasa sangat dipengaruhi oleh kemampuan atau penguasaan kosakata siswa yang dimiliki.

DAFTAR RUJUKAN

Blachowicz, C. L. Z., Fisher, P. J. L., Ogle, D., & Watts-Taffe, S. (2006). Vocabulary: Questions from the classroom. Journal of Reading Research Quarterly, 41(4), 524–539.

Blachowicz, C. L. Z., & Fisher, P. (2000).

Teaching vocabulary in allclassrooms. Englewood Cliffs, NJ: Prentice Hall. Brown, H.D. (2000). Principles of language

learning and teaching. Englewood Cliff: Prentice Hall.

Brown, H.D. (1994). Teaching by principles an interactive approach to language pedagogy. 2nd Edition. Englewood Cliff: Prentice Hall.

Harmer, J. (2007). The practice of English language teaching. Fourth Edition. England: Longman

Harmon, J. M., Wood, K. D., Hedrick. W. B., Vintinner, J., & Willeford, T. (2009). Interactive word walls: More than just reading the writing on the walls. Journal of Adolescent & Adult Literacy, 52(5), 398–408.

Harmon, J. M., Wood, K. D., & Kiser, K. (2009). Promoting vocabulary learning with the interactive word wall. Middle School Journal, 40(3), 58–63.

Harmon, J. M., Wood, K. D., Hedrick, W. B., & Gress, M. (2008). ―Pick a word—not just any word‖: Using vocabulary self-selection with expository texts. Middle School Journal, 40(1), 43–52.

Jackson, Howard, and Etiena Z. Amvela. (2000). Words, meaning and

vocabulary: an Introduction to Modern English Lexicology. London: Cassel. Kridalaksana, H. (2001). Struktur, Kategori,

dan Fungsi dalam Teori Sintaksis. Jakarta: Atmajaya.

Thorbury, S. (1999). How to teach grammar. England: Longman.

Thorbury, S. (2000). How to teach vocabulary. England: Longman.

Nation, I.S.P & Macalister, J. 2010. Language curriculum design. New York: Routledge.

Nation, I.S.P., & Newton, J. 2009. Teaching ESL/EFL listening and speaking. New York: Routledge.

Referensi

Dokumen terkait

Proses pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) memiliki peranan besar dalam memediasi dan mengakomodasi usaha peningkatan kemampuan berpikir dan keterampilan

Contoh perhitungan dosis nanopartikel daun sirih merah (NDSM) dan ekstrak etanol daun sirih merah (EEDSM) yang akan diberikan pada mencit diabetes. Masing - masing dilarutkan

Atas pernyataan ini, saya siap menggung resiko atau sanksi yang dijatuhkan kepada saya apabila kemudian ditemukan adanya pelanggaran terhadap etika keilmuan dalam

Penelitian mengenai Jenis Kupu-kupu Sub Ordo Rhopalocera di Kawasan Taman Nasional Gunung Leuser Pusat Pengamatan Orangutan Sumatera (PPOS) Bukit Lawang Kecamatan

Tabel 4.3 Perhitungan Data Kemandirian Belajar Siswa Antara SMP Terbuka Ngamprah Dengan SMP Reguler SMPN 1 Ngamprah .... DAFTAR

...Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mwujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya

Ahmad Taufiq Az-Zarnuji (2011)Analisis Efisiensi Budidaya Ikan Lele di Kabupaten Boyolali (Studi Kasus di Kecamatan Sawit Kabupaten Boyolali). Teguh

• Refeeting adalah upaya yang dilakukan konselor untuk menunjukkan pada klien bahwa ia tidak hanya sekedar memahami cerita klien saja namun juga perasaan dan emosi yang