BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Diare hingga saat ini masih merupakan salah satu penyebab
utama kesakitan dan kematian hampir di seluruh daerah geografis di dunia
dan semua kelompok usia bisa diserang oleh diare, tetapi penyakit berat
dengan kematian yang tinggi terutama terjadi pada bayi dan balita. Di
negara berkembang anak-anak menderita diare lebih dari 12 kali per
tahun dan hal ini yang menjadi penyebab kematian sebesar 15-34% dari
semua penyebab kematian. WHO memperkirakan 4 milyar kasus terjadi
di dunia pada tahun 2000 dan 2,2 juta diantaranya meninggal, sebagian
besar anak-anak dibawah umur 5 tahun. Hal ini sebanding dengan 1 anak
meninggal setiap 15 detik. Di Indonesia, diare masih merupakan salah
satu masalah kesehatan masyarakat utama. Hal ini disebabkan masih
tingginya angka kesakitan dan menimbulkan banyak kematian terutama
pada bayi dan balita, serta sering menimbulkan kejadian luar biasa
(Adisasmito, 2007).
Di negara berkembang seperti Indonesia, anak-anak balita
mengalami rata-rata 3-4 kali kejadian diare per tahun tetapi di beberapa
tempat terjadi lebih dari 9 kali kejadian diare per tahun atau hampir
15-20% waktu hidup anak dihabiskan untuk diare (Soebagyo, 2008).
hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, angka
kematian akibat diare 23 per 1000 ribu penduduk dan pada balita 75 per
100 ribu balita. Selama tahun 2006 sebanyak 41 kabupaten di 16 provinsi
melaporkan KLB (kejadian luar biasa) diare di wilayahnya. Jumlah kasus
diare yang dilaporkan sebanyak 10.980 dan 277 diantaranya
menyebabkan kematian (PIOGAMA, 2009).
Menurut Widjaja pada tahun 2002 beberapa faktor yang dapat
menyebabkan diare pada balita yaitu: faktor infeksi, malabsorbsi
(gangguan penyerapan zat gizi), makanan terkontaminasi, dan psikologis.
Menurut penelitian dari Murniwati pada tahun 2006 menjelaskan bahwa
beberapa faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan diare pada balita
antara lain ketersediaan sarana air bersih yang kurang, ketersediaan sarana
jamban sehat keluarga, kepadatan perumahan yang tinggi, dan perilaku
hidup bersih sehat (PHBS) seperti kebiasaan tidak mencuci tangan,, tidak
mencuci bahan makanan dengan air bersih, dan tidak mencuci alat makan
dengan air bersih.
Seseorang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh
sehingga bisa dapat menyebabkan dehidrasi. Hal ini akan membuat tubuh
tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa
khususnya pada anak dan orang tua (USAID 2011). Menurut penelitian
dari Yusri pada tahun 2008 menjelaskan bahwa kejadian dire akut pada
komplikasi dari diare akut dengan deihidrasi berat dapat menyebabkan
asidosis metabolik, enchelopati, hipotermi, hipernatremi, hipokalemi, dan
hiperkalemi dan dapat berakibat fatal jika tidak mendapatkan perawatan.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Propinsi Jawa Tengah kasus
diare pada bayi dan balita di Jawa Tengah pada tahun 2004 sebanyak
43,3%,pada tahun 2005 mencapai 44,2%,dan pada tahun 2006 mencapai
45,87% dari hasil di atas dapat dilihat bahwa kasus diare di Jawa Tengah
masih tinggi yaitu mencapai 40% setiap tahunnya. Jumlah kasus diare di
Jawa Tengah tahun 2007 yaitu sebanyak 625.022 penderita dengan IR
1,93%, sedangkan jumlah kasus diare pada balita yaitu sebanyak 269.483
penderita. Jumlah kasus diare pada balita setiap tahunnya rata-rata di atas
40%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada balita masih tetap
tinggi dibandingkan golongan umur lainnya (Dinkes Jateng, 2007).
Di RSUD. Dr. R Goetheng Purbalingga sebagai tempat penelitian
ini data populasi dan sempel kejadian diare sebanyak 90 kasus yang
diambil dari bulan november dan desember tahun 2010. (data dari Ruang
Cempaka RSUD dr. R Goenteng Purbalinga).
Berdasarkan pemaparan informasi diatas diketahui bahwa diare
pada balita berpengaruh terhadap kehilangan cairan tubuh. Hal ini
mendorong peneliti untuk meneliti lebih lanjut apakah ada perbedaan
faktor penyebab diare dengan tingkat kehilangan cairan pada balita. Oleh
Analisis Faktor Penyebab Diare dengan Tingkat Kehilangan Cairan Pada
Batita di RSUD dr. R Purbalingga.
B. PERUMUSAN MASALAH
Diare merupakan penyakit yang sering terjadi pada batita.
Penyebabnya antara lain karena faktor infeksi, malabsorbsi, makanan
yang tidak hygienis ,dan psikologis. Dari uraian latar belakang di atas
dapat disimpulkan bahwa diare pada balita dapat mengakibatkan
kehilangan cairan dalam tubuh. Melihat latar belakang tersebut dapat
dirumuskan masalah apakah ada hubungan faktor penyebab diare dengan
tingkat kehilangan cairan pada batita dengan “ menganalisis faktor
penyebab diare dengan tingkat kehilangan cairan pada batita di RSUD dr
R Goenteng Purbalingga”.
C. TUJUAN PENELITIAN
1. Tujuan Umum
Untuk menganalisis faktor penyebab diare dengan tingkat
kehilangan cairan pada batita di RSUD dr R Goenteng Purbalingga.
2. Tujuan Khusus
Penelitian ini mempunyai tujuan khusus untuk mengetahui :
b. Tingkat kehilangan cairan akibat diare di RSUD. Dr R Goenteng
Purbalingga.
c. Hubungan faktor penyebab diare dengan tingkat kehilangan cairan
pada balita di RSUD dr. R Goenteng Purbalingga.
d. Faktor penyebab diare yang paling dominan terhadap kehilangan
cairan pada balita di RSUD dr. R Goenteng Purbalingga
D. MANFAAT PENELITIAN
1. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kepada masyarakat tentang faktor
penyebab diare dengan tingkat kehilangan cairan pada batita.
2. Bagi Dunia Keilmuan
a. Sebagai bahan informasi dan pengembangan ilmu pengetahuan
tentang faktor penyebab diare dengan tingkat kehilangan cairan
pada batita.
b. Sebagai dasar bagi peneliti lain untuk penelitian selanjutnya yang
sejenis sehingga dapat dibuatkan SOP (Standard Operating
Prosedure) yang tepat unutk mengantisipasi terjadinya kehilangan
cairan pada batita akibat diare.
3. Bagi Peneliti
Sebagai sarana untuk menerapkan ilmu yang didapat,
menambah wawasan, serta pengetahuan penulis.
Memberikan informasi terkait khususnya RSUD dr. R
Goenteng Purbalinga tentang faktor penyebab diare dengan tingkat
kehilangan cairan pada batita sehingga dapat dijadikan dasar dalam
pengambilan kebijakan dan penanganan diare di RSUD dr. R
Goenteng Purbalingga.
5. Bagi Objek Penelitian
Menambah pengetahuan tentang faktor penyebab diare dengan
tingkat kehilangan cairan pada batita.
E. PENELITIAN TERKAIT
Pada penelitian sebelumnya terdapat penelitian yang mendukung
dengan penelitian ini, yaitu penelitian dari Yusri pada tahun 2008 di
Unand tentang Profil Gangguan Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
pada Pasien Diare Akut Dengan Dehidrasi Berat Di Ruang Rawat Inap
Bagian Anak RS DR. M. Djamil Padang. Penelitian ini merupakan studi
retrospektif, dilakukan pada pasien rawat inap dengan diare akut dehidrasi
berat yang dirawat di bangsal Ilmu Kesehatan Anak RS DR. M. Djamil
Padang. Pencatatan dilakukan pada umur, jenis kelamin, lama diare, lama
dirawat, dan adanya gejala encephalopati. Juga dicatat hasil pemeriksaan
elektrolit dan analisis gas darah. Didapatkan 29 pasien diare akut dengan
dehidrasi berat yang memenuhi kriteria penelitian.
retrospektif dengan meneliti gangguan elektrolit dan Keseimbangan asam
basa pada pasien diare akut dengan dehidrasi berat pada anak.
Penelitian dari Murniwati juga mendukung dalam penelitian ini,
penelitian ini dilakukan pada tahun 2006 dari Universitas Diponegoro
tentang Faktor-Faktor Resiko Diare Akut pada Balita. Desain rancangan
penelitian ini menggunakan kasus kontrol dengan sempel 144 kasus dan
144 kontrol, kelompok kasus ditetapkan berdasarkan hasil diagnosa medis
/paramedis. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja puskesmas Bergas
Kabupaten Semarang dengan variabel bebasnya adalah faktor resiko dan
variabel terikatnya adalah kejadian diare akut pada balita.
Perbedaan penelitian yang diteliti dari penelitian ini adalah
penelitian Murniwati dilakukan di puskesmas Bergas Kabupaten
Semarang tentang factor-faktor diare akut pada balita. Disain yang
digunakan dalam penelitian ini adalah kasus control.
Penelitian Wahyu Tri Kurniasih juga mendukung dalam penelitian
ini, penelitian ini dilakukan pada tahun 2009 dari Universitas
Muhammadiyah Purwokerto tentang Pengaruh Perilaku Hidup Bersih dan
Sehat terhadap Kejadian Diare pada Balita. Penelitian ini dilakukan di
wilayah Puskesmas Rawalo dengan menggunakan metode kasus control.
Perbedaan penelitian yang diteliti dengan penelitian Wahyu Tri
Kurniasih adalah penelitian Wahyu dilakukan di wilayah Puskesmas
Rawalo pada tahun 2009 dengan menggunakan metode kasus control