BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Medis a. Definisi
Asfiksia Neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga dapat menurunkan O2 (oksigen)
dan makin meningkatnya CO2 (karbondioksida) yang menimbulkan akibat
buruk dalam kehidupan lebih lanjut. (Manuaba.2010.H.421)
Asfiksia adalah keadaan bayi tidak bernafas secara spontan dan
teratur segera setelah lahir. Sebelumnya bayi mengalami gawat janin
kemudian mengalami asfiksia sesudah persalinan, Asfiksia dapat terjadi
karena keadaan ibu, tali pusat atau masalah pada bayi selama atau
sesudah persalinan. (JNPK-KR.2008.H.146)
Asfiksia tidak mudah didefinisikan, Asfiksia disebabkan oleh
pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga menyebabkan hipoksemia dan
asidosis campuran akibat pembentukan asam laktat dan penumpukan
karbon dioksida. (David drew.2009.H.6)
Asfiksia berarti hipoksia yang progresif, penimbunan CO2 dan
asidosis. Bila proses ini berlangsung terlalu jauh dapat mengakibatkan
kerusakan otak atau kematian. Asfiksia juga dapat mempengaaruhi fungsi
organ vital lainnya. (Sarwono. 2006.H347)
Asfiksia adalah bayi yang tidak bernafas dalam waktu 0. 5 hingga 1.
Jadi dapat di simpulkan asfiksia adalah Kelahiran bayi di mana pada
saat semua tubuh bayi terlahir, bayi tidak dapat bernafas spontan pada
menit pertama dan ditandai dengan gejala-gejala yang lain.
b. Sirkulasi Darah Janin Intrauterin ke Ekstrauterin.
Bayi baru lahir harus memenuhi sejumlah tugas perkembangan
untuk memperoleh dan mempertahankan eksistensi fisik secara terpisah
dari ibunya. Perubahan biologis besar yang terjadi saat bayi lahir
memungkinkan transisi dari lingkungan intrauterin ke ekstrauterin.
Perubahan ini menjadi dasar pertumbuhan dan perkembangan di kemudian
hari.
Pada kehamilan cukup bulan, berbagai system fisiologi dan anatomi
mencapai tingkat perkembangan dan fungsi yang memungkinkan janin
memiliki eksistensi terpisah dari ibunya. Saat dilahirkan, bayi baru lahir
memiliki kompetensi perilaku dan kesiapan interaksi social. Periode
neonatal yang berlangsung sejak bayi lahir sampai usianya 28 hari,
merupakan waktu berlangsungnya perubahan fisik yang dramatis pada
bayi baru lahir.
Keterangan :
Darah arteri dari plasenta mengalir ke janin melalui vena umbilicus
dan dengan cepat mengalir ke hati kemudian masuk ke vena kava inferior.
Darah mengalir ke foramen ovale dan masuk ke atrium kiri, tidak lama
kemudian, darah muncul di aorta dan arteri di daerah kepala. Sebagian
darah mengalir melalui jalan pintas di hati dan menuju ke duktus venosus.
Sebagian besar darah vena dari tungkai bawah dan kepala masuk
ke atrium kanan, ventrikel kanan, dan kemudian menjadi arteri pulmoner
desenden dan duktus arteriosus. Dengan demikian, foramen ovale dan
duktus arteriosus berfungsi sebagai saluran bypass, yang memungkinkan
sejumlah besar darah campuran yang di keluarkan jantung kembali ke
plasenta tanpa melalui paru-paru.
Kira-kira 55 % darah campuran,yang keluar dari ventrikel, mengalir
menuju plasenta, 35 % darah mengalir ke jaringan tubuh, dan 10 %
sisanya mengalir ke paru-paru (Behrman, Vaughan, 1987). Setelah lahir,
Foramen ovale menutup, duktus arteriosus menutup dan menjadi sebuah
ligament, duktus venosum menutup dan menjadi sebuah ligament, arteri
dan vena umbilikalis menutup dan menjadi ligament (Dari Laboratorium
Ross, Colombus, OH. ) . (Irene.2005.H.362-365)
c. Evaluasi nilai APGAR
Penilaian bayi harus di mulai segera sesudah bayi lahir meliputi
penilaian pernafasan, denyut jantung dan warna. (Sarwono
prawirohardjo.2006.349). Pengkajian ini dapat di lakukan dalam waktu 20
Nilai APGAR dilaksanakan pada 1 menit dan 5 menit sesudah bayi
lahir. (Sarwono prawirohardjo.2006.H.349). Nilai (skor) APGAR tidak
dilakukan sebagai dasar keputusan untuk tindakan resusitasi, Penilaian
harus dilakukan segera, sehingga keputusan resusitasi tidak didasarkan
penilaian APGAR, akan tetapi skor APGAR tetap digunakan untuk menilai
kemajuan kondisi BBL pada saat 1 menit dan 5 menit setelah kelahian.
(JNPK-KR.2008.H152)
Menurut Drage penilaian secara APGAR mempunyai hubungan
yang bermakna dengan mortalitas dan morbiditas bayi baru lahir, dimana
patokan klinis yang dinilai ialah :
1. Menghitung frekuensi jantung.
2. Melihat usaha nafas.
3. Menilai tonus otot.
4. Menilai refleks rangsangan.
5. Memperhatikan warna kulit.
Skor APGAR dinilai 1 menit setelah bayi lahir lengkap, yaitu pada
saat bayi telah diberi lingkungan yang baik serta telah dilakukan
pengisapan lendir dengan sempurna. Skor APGAR 1 menit menunjukkan
beratnya asfiksia yang diderita dan baik sebagai pedoman untuk
menentukan cara resusitasi. Skor APGAR perlu pula dinilai setelah 5 menit
bayi lahir, karena hal ini mempunyai korolasi yang erat dengan morbiditas
Tabel : SKOR APGAR
Tanda 0 1 2
Frekuensi jantung Usaha nafas
Lambat, tidak teratur
Ekstremitas fleksi
sedikit
Gerakan sedikit
Tubuh kemerahan dan Ekstremitas biru
> 100 x/menit Menangis kuat Gerakan aktif
d. Klasifikasi atau macam
Menurut Prof.DR.Iskandar wahidiyat.2007.H.1077 Asfiksia di bagi
dalam :
1. Asfiksia Ringan “Vigorous baby” (APGAR Skor 7-10).
2. Asfiksia Sedang “Mild-moderate asphyxia” (APGAR Skor 4-6).
3. Asfiksia Berat dengan scor APGAR Skor 0-3.
e. Etiologi
Pengembangan paru-paru neonatus terjadi pada menit-menit
pertama kelahiran kemudian disusul dengan pernafasan teratur, bila terjadi
gangguan pertukaran gas atau pengangkutan oksigen dari ibu akan terjadi
asfiksia janin atau neonatus. Hampir sebagian besar asfiksia bayi baru lahir
ini merupakan kelanjutan asfiksia janin, karena itulah penilaian janin selama
masa kehamilan, persalinan memegang peranan penting untuk kesehatan
dan keselamatan bayi. (Prof.DR.Iskandar wahidiyat.2007.H.1072)
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen kejanin berkurang,
1. Keadaan Ibu
a. Preeklamsia dan eklamsia.
b. Kehamilan post matur (Kehamilan 42 minggu atau lebih).
c. Partus lama atau partus macet.
2. Keadaan Plasenta
Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh luas dan kondisi
plasenta. Asfiksia pada janin akan terjadi bila terdapat gangguan
mendadak seperti :
a. Plasenta previa.
b. Solusio plasenta.
3. Keadaan tali pusat
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin, gangguan aliran darah dapat ditemukan pada
keadaan:
a. Lilitan tali pusat.
b. Tali pusat pendek.
c. Simpul tali pusat.
d. Prolapsus tali pusat.
4. Keadaan bayi
a. Bayi prematur (sebelum 37 minggu kehamialn).
b. Persalinan sulit (Ekstraksi Vakum).
f. Patofisiologis
1. Keadaan bayi
Bayi yang normal bernafas dalam waktu 0,5 hingga 1,0 menit
setelah dilahirkan . (harry oxorn.2010.H.660). Alveoli paru janin dalam
uterus berisi cairan paru.
Sebelum lahir, paru terisi oleh cairan dan oksigen dipasok oleh
plasenta. Pembuluh darah yang memasok dan mengaliri paru
mengalami konstriksi (resistensi vaskular pulmonal tinggi), sehingga
sebagian besar darah dari sisi kanan jantung melewati paru dan
mengalir melalui duktus arteriosus menuju aorta. Sesaat sebelum lahir
dan selama persalinan, produksi cairan paru berkurang. (Tom
lissauer.2008.H.32)
Selama menuruni jalan lahir, dada bayi terperas dan sejumlah
cairan paru keluar dari trakea. Sejumlah stimulus (termal, kimiawi, taktil)
memulai terjadinya pernapasan. Kadar kartisol ADH (antidiuretic
hormone), TSH (tyroid-stimulating hormone) dan katekolamin serum
meningkat dengan sanagat cepat. (Tom, Lissauer.2008.H.32)
Pada saat lahir dan bayi mengambil nafas pertama, udara
memasuki alveoli paru dan cairan paru diabsorpsi oleh jaringan
paru.(IDAI.2010.H.104). Tarikan nafas pertama biasanya terjadi dalam
beberapa detik setelah lahir. Tekanan intratoraks yang tinggi diperlukan
untuk mencapai hal ini. Pengisian udara ke dalam paru disertai dengan
peningkatan tegangan oksigen arterial ; aliran darah arteri pulmonalis
meningkat dan resistensi vascular pulmonal turun. (Tom
Pada nafas kedua dan berikutnya, udara yang masuk alveoli
bertambah banyak dan cairan paru diabsorpsi sehingga seluruh alveoli
berisi udara yang mengandung oksigen.(IDAI.2010.H.104)
Penjepitan tali pusat menghilangkan sirkulasi plasental yang
memiliki resistensi rendah. Keadaan ini menyebabkan peningkatan
resistensi vascular perifer dan peningkatan tekanan darah sistemik.
(Tom lissauer.2008.H.32)
Aliran darah paru meningkat secara dramatis. Hal ini disebabkan
ekspansi paru yang membutuhkan tekanan puncak inspirasi dan
tekanan akhir ekspirasi yang lebih tinggi. Ekspansi paru dan
peningkatan tekanan oksigen alveoli, keduanya menyebabkan
penurunan resistensi vaskuler paru dan peningkatan aliran darah paru
setelah lahir. Aliran intrakradial dan ekstrakradial mulai beralih arah
yang kemudian diikuti penutupan duktus arteriosus. Kegagalan
penurunan resistensi vaskuler paru menyebabkan hipertensi pulmonal
persisten pada BBL (Persisten Pulmonary Hypertension of the
Neonate), dengan aliran darah paru yang indekuat dan hipoksemia
relative. Ekspansi paru yang inadekuat menyebabkan gagal nafas pada
bayi sehingga menyebabkan Asfiksia pada bayi. (M.Sholeh
kosim.2010.H.104)
2. Keadaan Ibu
Beberapa keadaan pada ibu dapat menyebabkan aliran darah ibu
melalui plasenta berkurang, sehingga aliran oksigen ke janin
berkurang, akibatnya terjadi gawat janin. Hal ini dapat menyebabkan
a. Preeklamsia adalah timbulnya hipertensi disertai proteinuria atau
edema setelah umur kehamilan 20 minggu atau segera setelah
persalinan. (Sujiyatini M.Keb.2009.H.58)
Preeklamsia memberi pengaruh buruk pada kesehatan janin yang
disebabkan oleh menurunnya perfusi utero plasenta dan
merusaknya sel endotel pembuluh darah plasenta.
(Sarwono.2008.H.541)
b. Eklamsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam
persalinan atau masa nifas yag ditandai dengan timbulnya kejang
(bukan timbul akibat kelainan neurologik) dan atau koma dimana
sebelumnya sudah menunjukkan gejala-gejala pre-eklamsia.
(sujiyatini M.Keb. 2009, hal. 67)
c. Kehamilan lewat waktu (post date) adalah kehamilan yang
umurnya lebih dari 42 minggu, menurut Hanifa, 2002 adalah
kehamilan yang melewati 294 hari atau 42 minggu lengkap.
(sujiyatini M.Keb.2009, hal 34). umur kehamilan yang semakin tua
maka semakin besar terjadinya resiko gawat janin dikarenakan
penurunan kadar estrogen sehingga terjadi pengapuran pada bayi
menyebabkan pengapuran pada plasenta sehingga oksigen yang
didapatkan bayi melalui plasenta terganggu.
d. Partus lama atau persalinan lama dikaitkan dengan his yang masih
kurang dari normal sehingga tahanan jalan lahir yang normal tidak
dapat diatasi dengan baik karena durasinya tidak terlalu lama,
keduanya tidak cukup untuk mengatasi tahanan jalan lahir
tersebut. (Manuaba, 2010. hal. 385)
3. Keadaan Plasenta
Faktor plasenta menyebabkan pertukaran gas antara ibu dan janin
dipengaruhi oleh luas dan kondisi plasenta. Asfiksia janin akan terjadi
bila terdapat gangguan mendadak pada plasenta seperti :
(FKUI.2007.H.1073)
a. Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada
segmen bawah rahim sehingga menutupi sebagian atau seluruh
ostium uteri internum, (Sujiyatini M.Keb.2009.hal.69) sehingga
menyebabkan gangguan aliran plasenta yang membawa O₂
terganggu .(Halen varney.2008.H.904)
b. Solusio plasenta adalah terlepasnya plasenta yang letaknya
normal di korpus uteri yang terjadi setelah kehamilan 20 minggu
dan yang letaknya normal pada fundus atau korpus uteri sebelum
jalan lahir. (sujiyatini M.Keb.2009.hal. 52)
Menyebabkan aliran darah melalui menuju janin akan mengalami
gangguan sehingga nutrisi dan O² makin berkurang sehingga
menimbulkan asidosis. (I.B.G Manuaba.2007.H.842)
4. Keadaan tali pusat
Kompresi umbilicus akan mengakibatkan terganggunya aliran darah
dalam pembuluh darah umbilicus dan menghambat pertukaran gas
antara ibu dan janin. Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
a. Prolapsus tali pusat
Tekanan tali pusat oleh bagian terendah janin dan jalan lahir akan
mengurangi atau menghilangkan sirkulasi plasenta. Obstruksi yang
lengkap dari tali pusat menyebabkan dengan segera berkurangnya
detak jantung janin (deselerasi variabel). (sarwono prawirohardjo.
2008. H. 626)
Prolapsus tali pusat dapat menurunkan aliran darah ke janin
sehingga bayi mengalami Asfiksia. (Hallen varney.2008.H.904)
Kompresi tali pusat dapat menyebabkan aliran darah menuju janin
berkurang, sedangkan lilitan tali pusat dapat menyebabkan ketidak
mampuan pemenuhan oksigen dan nutrisi ke janin. (I.B.G
Manuaba.2007.H.841)
5. Keadaan bayi
a. Persalinan preterm atau partus prematur adalah persalinan yang
terjadi pada kehamilan kurang dari 37 minggu (antara 20-37
minggu) atau dengan berat janin kurang dari 2500 gram. (Sujiyatini
M.Keb.2009.hal.38)
Bayi yang lahir kurang bulan mempunyai kecenderungan ntuk lebih
memerlukan resusitasi karena bayi kurang bulan mudah
mengalami hipotermi karena rasio luas permukaan dan masa
tubuhnya relative besar,lemak subkutan sedikit dan imaturitas
pusat pengatur suhu.(IDAI.2010.hal.109)
b. Distosia atau persalinan sulit ditandai dengan proses persalinan
janin atau bayi yang baru lahir akan mengalami masalah.
(sujiyatini, 2009, hal. 85)
c. Kelahiran sungsang merupakan mortalitas dan morbiditas bayi lahir
sungsang 3x lebih tinggi dari pada kelahiran biasa. Keadaan ini
terjadi karena faktor trauma dan hipoksia yang mungkin timbul
pada saat persalinan. Manipulasi yang salah pada saat
mengeluarkan tubuh bayi dapat menimbulkan kerusakan atau
perdarahan pada hati, limpa atau kelenjar adrenal. Factor hipoksia
terutama timbul bila terjadi kompresi tali pusat atau kepala bayi
terlambat lahir menyebabkan bayi akan menderita asfiksia.
(FKUI.2007.H.1070)
d. Ekstraksi vakum menimbulkan tarikan atau tahanan dinding jalan
lahir terhadap kepala bayi. Indikasi penggunaan alat tersebut
disertai pengalaman dalam pemakaian alat, merupakan factor
tambahan yang mempengaruhi keadaan bayi baru lahir. Frekuensi
terjadinya asfiksia berkisar antara 10-20 % timbulnya tergantung
dari keadaan bayi saat persalinan dan indikasi penggunaan alat
dalam persalinan.
FKUI.2007.H.1068-1069)
e. KPD (Ketuban Pecah Dini) adalah pecahnya ketuban sebelum
waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini, karena KPD bisa terjadi
karena infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput ketuban
maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada cairan ketuban
Bayi yang lahir dengan air ketuban bercampur mekonium dan tidak
bugar (ditandai dengan depresi pernafasan, frekuensi jantung
kurang dari 100 x/menit dan tonus ototnya buruk).
(IDAI.2010.hal.109)
g. Tanda dan gejala
Berdasarkan jenisnya Asfiksia dibagi menjadi 3 yaitu Asfiksia Ringan,
Asfiksia Sedang dan Asfiksia Berat.
1. Asfiksia Ringan “Vigorous baby” (skor APGAR 7-10)
Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
2. Asfiksia Sedang “Mild-moderate asphyxia” (skor APGAR 4-6)
Pada Asfiksia sedang, tanda dan gejala yang muncul adalah
a. Frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit.
b. Tonus otot kurang baik atau baik.
c. Bayi sianosis.
d. Refleks iritabilitas tidak ada.
3. Asfiksia Berat(nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami asidosis, sehingga
memerlukan perbaikan dan resusitasi aktif dengan segera. tanda dan
gejala yang muncul pada asfiksia berat adalah sebagai berikut:
a. Frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit.
b. Tonus otot buruk.
c. Bayi sianosis berat dan kadang-kadang pucat.
d. Refleks iritabilitas tidak ada.
h. Pemeriksaan Penunjang atau Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap.
2. Pemeriksaan golongan darah ibu dan janin.
3. Pemeriksaan kadar billirubin
(Paulette.S.Haws.2008.H.175)
i. Penatalaksanaan Medis
1. Persiapan Resusitasi Bayi Baru Lahir
Bidan harus siap melakukan resusitasi setiap menolong persalinan.
Walau hanya beberapa menit bila BBL tidak segera bernafas, bayi dapat
menderita kerusakan otak dan meninggal.Persiapan yang diperlukan
adalah persiapan keluarga, tempat, alat untuk resusitasi dan persiapan
diri (bidan). (JNPK-KR. 2008.H148).
a) Persiapan Keluarga
Sebelum menolong persalinan, membicarakan dengan keluarga
mengenai kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada ibu dan bayinya
dan persiapan persalinan.
Sebagai contoh apa bila bayi lahir kemudian bayi tidak dapat
bernafas spontan dan memerlukan tindakan resusitasi maka memberi
tahu pada keluarga dan memberi surat persetujuan pada keluarga untuk
dilakukan tindakan yang di butuhkan untuk bayi (inform consent).
(JNPK-KR. 2008.H.148).
b) Persiapan Tempat Resusitasi
Persiapan yang dilakukan meliputi ruang bersalin dan tempat
(JNPK- KR.2008.H.148) :
a) Menggunakan ruangan yang hangat dan terang.
b) Menyiapkan tempat resusitasi yang datar, rata, keras, bersih,
kering dan hangat.
Gambar 2 : Tempat Resusitasi
Keterangan :
a) Menggunakan ruangan yang hangat akan mencegah bayi
hipotermi.
b) Menyiapkan tempat resusitasi yang rata untuk kemudahan
pengaturan posisi kepala bayi.
c) Menyediakan sumber pemancar panas gunkan lampu 60 watt,
dan menyalakan pada saat menjelang persalinan.
c) Persiapan Alat Resusitasi
Sebelum menolong persalinan, selain menyiapkan alat-alat
persalinan, harus disiapkan pula alat-alat resusitasi dalam keadaan siap
pakai yaitu : (JNPK-KR.2008. H.148) :
1) Kain ke-1 : untuk mengeringkan bayi.
2) Kain ke-2 : untuk menyelimuti bayi.
3) Kain ke-3 : untuk ganjal bahu bayi.
6) Kotak alat resusitasi.
7) Sarung tangan.
8) Jam atau pencatat waktu.
Keterangan :
1) Kain yang digunakan sebaiknya bersih, kering, hangat dan
menyerap cairan seperti handuk atau kain flanel, kalau tidak ada
gunakan kain panjang atau sarung.
2) Kain ke-3 untuk ganjal bahu dibuat dari kain (kaos, selendang,
handuk kecil) yang digulung setinggi 3cm untuk mengatur posisi
kepala bayi agar sedikit tengadah.
d) Persiapan Diri
Melindungi bayi dari kemungkinan infeksi dengan cara (JNPK-KR.
2008.H.151)
a) Memakai alat pelindung diri pada saat persalinan (celemek,
masker, penutup kepala, kacamata, sepatu tertutup).
b) Melepaskan perhiasan, cincin, jam tangan sebelum mencuci
tangan.
c) Mencuci tangan dengar air mengalir dan sabun atau dengan
campuran alkohol dan gliserin.
d) Mengeringkan dengan kain atau tisu bersih.
e) Menggunakan sarung tangan sebelum menolong persalinan.
2. Keputusan Resusitasi BBL
Melakukan penilaian untuk mengambil keputusan guna
1) Menilai keadaan guna menentukan tindakan resusitasi :Sebelum
bayi lahir :
Apakah kehamilan cukup bulan ?
a) Sebelum bayi lahir, sesudah ketuban pecah :
Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur mekonium (warna
kehijauan) ?
b) Segera setelah lahir (jika bayi cukup bulan) :
(1) Menilai apakah bayi menangis atau bernapas atau
megap-megap ?
(2) Menilai apakah tonus otot baik ?
2) Membuat keputusan :
Memutuskan bayi perlu resusitasi jika :
a) Bayi tidak cukup bulan atau bayi megap-megap/ tidak bernapas
dan tonus otot bayi tidak baik.
b) Air ketuban bercampur mekonium.
3) Membuat tindakan :
Memulai melakukan resusitasi segera jika :
a) Bayi tidak cukup bulan dan atau Bayi megap-megap atau tidak
bernafas dan tonus otot bayi tidak baik. (lakukan tindakan
resusitasi BBL)
3. Prosedur Resusitasi Bayi Baru Lahir
Setelah melakukan penilaian dan memutuskan bahwa BBL perlu
resusitasi, tindakan harus segera dilakukan . (JNPK-KR.2008.H.
154).
Bila bayi tidak cukup bulan dan atau tidak bernapas atau bernapas
megap-megapdan atau tonus otot tidak baik :
Sambil memulai langkah awal:
Memberitahu ibu dan keluarga, bahwa bayi mengalami kesulitan
untuk memulai pernapasan dan tenaga kesehatan akan menolong
bayi bernapas.
B. TAHAP I : LANGKAH AWAL
Langkah awal diseleseikan dalam waktu 30 detik. Bagi
kebanyakan BBL, 5 langkah awal di bawah ini cukup untuk
merangsang bayi bernapas spontan dan teratur. Langkah tersebut
meliputi : (JNPK-KR.2008.H.154-156)
1. Menjaga bayi tetap hangat
a. Meletakkan bayi di atas kain yang ada di atas perut.
b. Menyelimuti bayi dengan kain tersebut, dada dan perut
tetap terbuka, kemudian memotong tali pusat.
c. Memindahkan bayi ke atas kain di tempat resusitasi yang
datar, rata, keras, bersih, kering dan hangat.
d. Menjaga bayi tetap diselimuti dan di bawah pemancar
panas.
2. Mengatur posisi bayi
a. Membaringkan bayi terlentang dengan kepala di dekat
penolong.
b. Memposisikan kepala bayi pada posisi menghidu dengan
Gambar 3: Posisi Kepala dan Alur Jalan Napas
3. Menghisap lendir
Menggunakan alat pengisap lendir DeeLe dengan cara :
a. Menghisap lendir mulai dari mulut dalu kemudian dari
hidung.
b. Melakukan penghisapan saat alat penghisap ditarik keluar,
tidak pada waktu memasukkan.
c. Tidak melakukan penghisapan terlalu dalam (tidak boleh
lebih dari 5 cm ke dalam mulut atau lebih dari 3 cm ke dalam
hidung), hal itu dapat menyebabkan denyut jantung bayi
menjadi lambat atau bayi tiba-tiba berhenti bernapas.
Bila menggunakan bola karet lakukan dengan cara :
a) Menekan bola di luar mulut.
b) Memasukkan ujung penghisap di rongga mulut dan
melepaskan (lendir akan terhisap).
c) Untuk hidung, memasukkan ke dalam hidung. Salah
4. Mengeringkan dan merangsang bayi
(1) Mengeringkan bayi mulai dari muka, kepala dan bagian
tubuh lainnya dengan sedikit tekanan. Rangsangan ini
dapat membantu BBL mulai bernapas.
(2) Melakukan rangsangan taktil dengan beberapa cara di
bawah ini :
(a) Menepuk/ menyentil telapak kaki bayi.
(b) menepuk punggung/ perut/ dada/ tungkai bayi
dengan telapak tangan.
Gambar 4 : Rangsang Taktil
5. Mengatur posisi kepala bayi dan menyelimuti bayi
a. Mengganti kain yang basah dengan kain yang kering di
bawahnya.
b. Menyelimuti bayi dengan kain kering tersebut, jangan
menutupi muka dan dada agar bisa memantau
pernapasan bayi.
c. Mengatur kembali posisi kepala bayi sehingga sedikit
ekstensi.
Melakukan penilaian bayi :
(1) Melakukan penilaian apakah bayi bernapas normal, tidak
(a)Bila bayi bernapas normal : melakukan asuhan pasca
resusitasi.
(b)Bila bayi megap-megap atau tidak bernapas : mulai
melakukan ventilasi bayi.
C. TAHAP II : VENTILASI
Ventilasi adalah tahapan tindakan resusitasi untuk memasukkan
sejumlah volume udara ke dalam paru-paru dengan positif untuk
membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas spontan dan
teratur. (JNPK-KR.2008.H.156-159)
Langkah-langkah :
a) Memasang sungkup
Memasang dan memegang sungkup agar menutupi dagu,
mulut dan hidung.
Gambar 5 : Pemasangan Sungkup
b) Ventilasi 2 kali
(JNPK-KR.2008.H.156-157)
(1) Melakukan tiupan/ pemompaan dengan tekanan 30 cm air.
Tiupan awal tabung-sungkup atau pemompaan awal
balon-sungkup sangat penting untuk membuka alveoli
paru agar bayi dapat bernapas dan menguji apakah jalan
(2) Melihat apakah dada bayi mengembang
Saat melakukan tiupan/ pemompaan, menilai dan
memperhatikan apakah dada bayi mengembang.
Bila tidak mengembang :
(a) Memeriksa posisi sungkup dan pastikan tidak ada
udara yang bocor.
(b) Memeriksa posisi kepala, memastikan posisi sudah
menghidu.
(c) Memeriksa cairan atau lendir di mulut. Bila ada lendir
atau cairan, melakukan pengisapan.
(d) Melakukan tiupan 2 kali dengan tekanan 30 cm air
(ulangan), bila dada mengembang, melakukan tahap
berikutnya.
c) Ventilasi 20 kali dalam 30 detik
(1) Melakukan tiupan dengan tabung dan sungkup atau
pemompaan dengan balon dan sungkup sebanyak 20 kali
dalam 30 detik dengan tekanan 20 cm air sampai bayi
mulai menangis dan bernapas spontan.
(2) Memastikan dada mengembang saat dilakukan tiupan
atau pemompaan, setelah 30 detik melakukan penilaian
ulang napas.
Jika bayi mulai bernapas spontan atau
menangis,kemudian menghentikan ventilasi bertahap.
a) Melihat dada apakah ada retraksi dinding dada bawah.
Jika bernapas > 40 kali permenit dan tidak ada
retraksi berat :
(a) Tidak boleh melakukan ventilasi lagi.
(b) Meletakkan bayi dengan kontak kulit ke kulit pada
dada ibu dan melanjutkan asuhan BBL.
(c) Memantau setiap 15 menit untuk pernapasan dan
kehangatan.
(d) Mengatakan kepada ibu bahwa bayinya
kemungkinan besar akan membaik.
Tidak boleh meninggalkan bayi sendiri.
c) Melanjutkan asuhan pasca resusitasi
Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas,
melanjutkan ventilasi.
(3) Ventilasi, setiap 30 detik, menghentikan dan melakukan
penilaian ulang
a) Melanjutkan ventilasi 20 kali dalam 30 detik (dengan
tekanan 20 cm air).
b) Menghentikan ventilasi setiap 30 detik, melakukan
penilaian bayi apakah bernapas, tidak bernapas atau
megap-megap :
(a) Jika bayi sudah mulai bernapas spontan,
menghentikan ventilasi bertahap dan melakukan
asuhan pasca resusitasi.
(b) Jika bayi megap-megap atau tidak bernapas,
kemudian melakukan penilaian ulang napas setiap
30 detik. (JNPK-KR.2008.H.159)
D. TAHAP III : ASUHAN PASCA RESUSITASI
Setelah tindakan resusitasi, diperlukan asuhan pasca
resusitasi yang merupakan perawaan intensif selama 2 jam
pertama. Penting sekali pada tahap ini dilakukan konseling,
asuhan BBL dan pemantauan secara intensif serta pencatatan.
(JNPK-KR.2008.H.160)
Asuhan pasca resusitasi adalah pelayanan kesehatan pasca
resusitasi yang diberikan baik kepada BBL ataupun ibu dan
keluarga. Pelayanan kesehatan yang diberikan berupa
pemantauan, asuhan BBL dan konseling.
(JNPK-KR.2008.H.162)
Membicarakan dengan ibu dan keluarga bayi tentang
resusitasi yang telah dilakukan. Menjawab setiap pertanyaan yang
diajukan.
Asuhan pasca resusitasi diberikan sesuai dengan keadaan
BBL setelah menerima tindakan resusitasi dan dilakukan pada
keadaan : (JNPK-KR.2008.H.162-163)
a) Resusitasi berhasil : bayi menangis dan bernapas normal
sesudah langkah awal atau sesudah ventilasi.
b) Resusitasi belum/ kurang berhasil : bayi perlu rujukan yaitu
sesudah resusitasi 2 menit belum bernapas atau
megap-megap atau pada pemantauan didapatkan kondisinya
c) Resusitasi tidak berhasil : sesudah resusitasi 10 menit
dihitung dari bayi tidak bernapas dan detak jantung 0.
A. Resusitasi berhasil
Mengajari ibu dan keluarga untuk membantu
bidan menilai keadaan bayi. Menjelaskan mengenai
pemantauan BBL dan bagaimana memperoleh
pertolongan segera bila bayi mengalami masalah.
Pemantauan tanda-tanda bahaya pada bayi :
(a) Tidak dapat menyusu.
(b) Kejang.
(c) Mengantuk atau tidak sadar.
(d) Napas cepat (> 60 menit).
(e) Merintih.
(f) Retraksi dinding dada bawah.
(g) Sianosis sentral.
Merujuk segera bila ada salah satu tanda-tanda
bahaya di atas, sebelum merujuk lakukan tindakan
pra rujukan.
B. Pemantauan dan perawatan tali pusat :
(a) Memantau perdarahan tali pusat, jika ikatan lepas
batulkan oleh bidan.
(b) Menjelaskan perawatan tali pusat yang benar
pada ibu dan keluarga
C. Bila napas bayi dan warna kulit normal, memberikan
(a) Meletakkan bayi di dada ibu (kulit ke kulit),
menyelimuti keduanya.
(b) Membantu ibu untuk menyusui bayi dalam 1 jam
pertama.
(c) Menganjurkan ibu mengusap bayinya dengan
kasih sayang.
D. Pencegahan hipotermi :
(a) Membaringkan bayi dalam ruangan > 25 oC
bersama ibunya.
(b) Mendekap bayi dengan lekatan kulit ke kulit
sesering mungkin.
(c) Menunda memandikan bayi sampai dengan 6-24
jam.
(d) Menimbang berat badan terselimuti, kurangi berat
selimut.
(e) Menjaga bayi tetap hangat selama pemeriksaan,
buka selimut bayi sebagian-sebagian.
E. Pemberian vitamin K1 :
(a) Memberikan suntikan vitamin K1 di paha kiri
anterolateral 1 mg intramuskular.
F. Pencegahan infeksi :
(a) Memberikan salep mata antibiotika.
(b) Memberikan imunisasi hepatitis B di paha kanan
0,5 ml intramuskular, 1 jam setelah pemberian
(c) Memberitahu ibu dan keluarga cara pencegahan
infeksi bayi.
G. Pemeriksaan fisik :
(a) Mengukur panjang badan dan lingkar kepala bayi.
(b) Melihat dan meraba kepala bayi.
(c) Melihat mata bayi.
(d) Melihat mulut dan bibir bayi.
(e) Melihat dan meraba lengan dan tungkai, gerakan,
menghitung jumlah jari.
(f) Melihat alat kelamin dan menentukan jenis
kelamin, adakah kelainan.
(g) Memastikan adakah lubang anus dan uretra,
adakah kelainan.
(h) Memastikan adakah buang air besar an buang air
kecil.
(i) Melihat dan meraba tulang punggung bayi.
j. KOMPLIKASI
Komplikasi dari Asfiksia meliputi (Hull,david.2008.H.52) :
a. Otak : kejang dan hipoglikemia.
Kejang BBL adalah perubahan proksimal dari fungsi neurologic (misalnya
perilaku, sensorik, motorik, dan fungsi autonom system saraf) yang terjadi
pada bayi berumur sampai dengan 28 hari.
Asfiksia menyebabkan kerusakan langsung susunan saraf pusat berupa
degenerasi dan nekrosis atau tidak langsung menyebabkan kerusakan
endotel vascular dengan akibat perdarahan. (FKUI.2007.H.1140)
Trauma lahir dan asfiksia biasanya disertai gangguan metabolism seperti
hipoglikemia. (FKUI.2007.H.1140)
Hipoglikemia adalah kadar glukosa serum yang kurang dari 45 mg% (< 2,6
mmol/liter) selama beberapa hari pertama kehidupan. (Tom
lissauer.2008.H.06). Keadaan ini bersifat sementara akibat kekurangan
produksi glukosa karena kurangnya depot glikogen di hepar atau
menurunnya glukoneogenesis lemak dan asam amino. Hipoglikemia dapat
terjadi pada bayi ibu penderita diabetes mellitus, pada BBLR, dismaturitas
dan bayi dengan penyakit umum yang berat seperti sepsis, meningitis dan
sebagainya. (FKUI.2007.H.1141)
b. Paru-paru : sindrom gawat napas.
Adalah keadaan bayi yang sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia
yang sudah dilakukan resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat
kemudian mengalami gangguan nafas, biasanya mengalami masalah
sebagai berikut : (Depkes-RI.2010.H.10-1)
1. Frekuensi nafas bayi lebih dari 60 x/menit.
2. Frekuensi nafas bayi kurang dari 40 x/menit.
3. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir).
c. Asfiksia berat. (FKUI.2007.H.1079)
Resusitasi aktif dalam hal ini harus segera dikerjakan. Langkah utama ialah
memperbaiki ventilasi paru dengan memberikan oksigen dengan tekanan
dan intermiten. (FKUI.2007.H.1079)
d. Ikterus (Depkes RI.2010.8-14)
Ikterus adalah pewarnaan kuning di kulit, konjungtiva dan mukosa yang
terjadi karena meningkatnya kadar bilirubin dalam darah. Ikterus dapat
terjadi pada riwayat bayi baru lahir dengan asfiksia.
(Depkes-RI.2010.H.8-14).
Ikterus ditemukan pada BBL yang merupakan suatu gejala fisiologis
(terdapat pada 25-50% neonatus cukup bulan) atau dapat merupakan hal
Kerangka Manajemen Asfiksia Bayi Baru Lahir
BAYI LAHIR
PENILAIAN
Sambil meletakkan dan menyelimuti bayi diatas perut ibu atau dekat perineum,lakukan penilaian BBL
1. Apakah bayi sudah cukup bulan?
2. Apakah air ketuban jernih,tidak bercampur mekonium? 3. Apakah bayi bernafas atau menangis?
4. Apakah bayi aktif
4. Keringkan dan rangsang taktil 5. Reposisis
NILAI NAFAS
Bayi Bernafas Normal Asuhan Pasca Resusitasi
1. Pemantoan
2. Pencegahan Hipotermi 3. Inisiasi menyusui dini 4. Pemberian vitamin K1 5. Pencegahan infeksi 6. Pemeriksaan fisik
7. Pencatatan dan pelaporan
Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap VENTILASI
1. Pasang sungkup-perhatian lekatan 2. Ventilasi 2x dengan tekanan 30cm air
3. Bila dada mengembang lakukan ventilasi 20x dengan tekanan 20cm air selama 30 detik
NILAI NAFAS
Bayi tidak bernafas atau bernafas megap-megap 1. Ulangi ventilasi sebanyak 20X selama 30 detik
2. Hentikan ventilasi dan nilai kembali nafas tiap 30 detik 3. Bila bayi tidak bernafas spontan sesudah 2 menit
resusitasi,siapkan rujukan Bayi mulai bernafas
Bila tidak mau dirujuk dan tidak berhasil
1. Sesudah 10 menit pertimbangkan untuk menghentikan resusitasi
1. Konseling
B. Tinjauan Teori Asuhan Kebidanan
a. Tinjauan Asuhan Kebidanan Varney
Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang
digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan tindakan
berdasarkan teori ilmiah, temuan ketrampilan dalam rangkaian atau tahapan
yang logis untuk mengambil suatu keputusan yang terfokus pada klien.
Manajemen kebidanan terdiri dari 7 langkah yang berurutan, yang
dimulai dengan pengumpulan data sampai dengan evaluasi. Proses ini bersifat
siklik (dapat berulang),dengan tahap evaluasi sebagai data awal pada siklus
berikutnya.
Tinjauan asuhan kebidanan menggunakan kerangka bervikir varney
yang terdiri 7 langkah yaitu
1. Langkah I : Pengumpulan Data Dasar
Mengumpulkan data dasar yang menyeluruh untuk mengevaluasi ibu
dan bayi baru lahir. Data dasar ini meliputi pengkajian riwayat, pemeriksaan
fisik dan pelvik sesuai indikasi, meninjau kembali proses perkembangan
keperawatan saat ini atau catatan rumah sakit dahulu, dan meninjau kembali
data hasil laboratorium dan laporan penelitian terkait secara singkat, data
dasar yang diperlukan adalah semua data yang berasal dari sumber
informasi yang berkaitan dengan kondisi ibu dan bayi baru lahir. (Helen
varney.2007.hal.27)
Pengumpulan data dasar adalah mengumpulkan semua data yang
dibutuhkan untuk mengevaluasi keadaan pasien. Merupakan langkah
sumber yang berkaitan dengan kondisi pasien. (Eny retna Ambarwati
M.Kes.2010.hal.131)
2. Langkah II : Interpretasi Data
Bermula dari data dasar: menginterpretasi data untuk kemudian
diproses menjadi masalah atau diagnosis serta kebutuhan perawatan
kesehatan yang diidentifikasi khusus. (Helen varney.2007.hal.27)
Mengidentifikasi diagnosa kebidanan dan masalah berdasarkan
interpretasi yang benar atas data-data yang telah dilakukan. Dalam langkah
ini data yang telah dikumpulkan diinterpretasikan menjadi diagnosa
kebidanan dn masalah. (Diah Wulandari M.Kes.2010.hal141)
3. Langkah III : Mengidentifikasi Diagnosa atau Masalah Potensial
Mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial berdasarkan
masalah dan diagnosis saat ini berkenaan dengan tindakan antisipasi,
pencegahan jika memungkinkan, menunggu dengan waspada penuh dan
persiapan terhadap semua keadaan yang mungkin muncul. Langkah ini
adalah langkah yang sangat penting dalam memberi perawatan kesehatan
yang aman. (Helen varney.2007.hal.27)
Diagnosa potensial atau diidentifikasikan masalah berdasakan
rangkaian masalah dan diagnosa, hal ini membutuhkan antisipasi,
pencegahan, bila memungkinkan menunggu menggamati dan bersiap-siap
apabila hal tersebut benar-benar terjadi, melakukan asuhan yang aman
4. Langkah IV : Mengidentifikasi dan Menetapkan Kebutuhan yang Memerlukan
Penanganan Segera
Mencermikan sifat kesinambungan proses penatalaksanaan, yang
tidak hanya dilakukan selama perawatan primer atau kunjungan pranatal
periodik, tetapi juga saat bidan melakukan perawatan berkelanjutan bagi
wanita tersebut. Data baru yang diperoleh terus dikaji dan kemudian
dievaluasi.Beberapa data mengindikasikan situasi kedaruratan, yang
mengharuskan bidan mengambil tindakan secara cepat untuk
mempertahankan nyawa ibu dan bayinya. (Helen varney.2007.hal.27)
Langkah ini memerlukan kesinambungan dari manajemen kebidanan.
Identifikasi dan menetapkan perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dokonsultasikan atau ditangani bersamaan dengan anggota
tim kesehatan lain sesuai dengan kondisi pasien. .(Diah Wulandari
M.Kes.2010.hal143)
5. Langkah V : Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
Mengembangkan sebuah rencana keperawatan yang menyeluruh
ditentukan dengan mengacu pada hasil langkah sebelumnya. Langkah ini
merupakan pengembangan masalah atau diagnosis yang diidentifikasi baik
pada saat ini maupun yang dapat diantisipasi serta perawatan kesehatan
yang dibutuhkan.Langkah ini dilakukan dengan mengumpulkan setiap
informasi tambahan yang hilang atau diperlukan untuk melengkapi data
dasar. Sebuah rencana perawatan yang menyeluruh tidak hanya melibatkan
kondisi ibu atau bayi baru lahir yang terlihat dan masalah lain yang
berhubungan, tetapi juga menggambarkan petunjuk antisipasi bagi ibu atau
juga mencakup pendidikan dan konseling kesehatan dan semua rujukan
yang dibutuhkan untuk mengatasi masalah sosial, ekonomi, agama,
keluarga, budaya atau psikologis. (Helen varney.2007.hal.27-28)
6. Langkah VI: Melaksanakan Perencanaan
adalah melaksanakan rencana perawatan secara menyeluruh.
Langkah ini dapat dilakukan secara menyeluruh. Langkah ini dapat dilakukan
secara keseluruhan oleh bidan atau dilakukan sebagian oleh ibu atau orang
tua, bidan atau anggota tim kesehatan lain. Apabila tidak dapat melakukan
sendiri, bidan bertanggung jawab untuk memastikan bahwa implementasi
benar-benar dilakukan. (Helen varney.2007.hal.28)
Melaksanakan rencana asuhan penyuluhan pada klien dan keluarga.
Mengarahkan atau melaksanakan rencana asuhan secara efisien dan aman..
(Eny retna Ambarwati M.Kes.2010.hal.145)
7. Langkah VII : Evaluasi
Langkah ini merupakan langkah terakhir guna mengetahui apa yang
telah dilakukan bidan. Mengevaluasi keefektifan dari asuhan yang diberikan,
melihat kembali proses manajemen dengan benar terhadap setiap aspek
asuhan yang sudah dilaksanakan dan merencanakan kembali yang belum
terlaksana. (Diah Wulandari M.Kes.2010.hal147)
Evaluasi merupakan tindakan untuk memeriksa apakah rencana
perawatan yang dilakukan benar-benar telah mencapai tujuan yaitu
memenuhi kebutuhan ibu, seperti yang diidentifikasikan pada langkah kedua
tentang masalah, diagnosis, maupun kebutuhan peraatan kesehatan. (Helen
b. Tinjauan Asuhan Kebidanan SOAP
Pendokumentasian adalah pendokumentasian yang dapat
mengomunikasikan kepada orang lain mengenai asuhan yang telah
dilakukan dan yang akan di lakukan pada seorang klien sesuai langkah
langkah dalam proses manajemen kebidanan. (Dra.Nengah.2006.H.172).
pada kasus bayi Ny.S data perkembangan menggunakan dokumentasi
dalam bentuk SOAP, yaitu
(S) Subjektif, : menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan
data klien melalui anamnesis sebagai langkah 1 varney.
(O) Objektif : menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan
fisik klien, hasil laboratorium dan uji diagnostik lain yang
dirumuskan dalam data focus untuk mendukung asuhan
sebagai langkah 1 varney.
(A) Assessment : menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan
interpretasi data subjektif dan objektif dalam suatu
identifikasi:
1. Diagnosis/masalah.
2. Antisipasi diagnosis/ masalah potensial.
3. Perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter,
konsultasi atau kolaborasi dan rujukan sebagai
langkah 2,3 dan 4 varney.
(P) Plan : menggambarkan pendokumentasian dan tindakan dan
evaluasi perencanaan bedasarkan assessment sebagai
C. Tinjauan Asuhan Kebidanan I. PENGUMPULAN DATA DASAR
1. Pengkajian
A. Data Subyektif
1) Identitas Klien (bayi)
Merupakan bagian yang paling penting dalam anamnesis,
diperlukan untuk memastikan bahwa yang diperikasa benar-benar
anak yang dimaksud dan tidak keliru dengan anak lain. Kesalahan
identifikasi pasien dapat berakibat fatal, baik secara medis, etika
maupun hukum.
a) Nama
Identitas dimulai dengan nama pasien, yang jelas dan lengkap :
nama depan, nama tengah (bila ada), nama keluarga dan nama
panggilan akrabnya.(Matondang.2003.hal.4)
b) Umur
Umur pasien sebaiknya didapat dari tanggal lahir, yang dapat
ditanyakan ataupun dilihat dari kartu menuju sehat atau kartu
pemeriksaan kesehatan lainnya. Usia bayi diperlukan untuk
menginterprestasi apakah data pemeriksaan klinis bayi tersebut
normal sesuai dengan umurnya. (Matondang.2003.hal.4)
Bayi baru lahir dengan Asfiksia menunjukkan tidak dapat
bernafas secara sepontan pada umur (waktu) 0,5 hingga 1,0
Bayi baru lahir dengan Asfiksia terjadi pada menit pertama
(umur 1 menit ) setelah kelahiran bayi dapat dilihat bayi tidak
bernafas atau megap-megap. (Saifuddin.2002.hal.M.118)
c) Jenis kelamin
Untuk identitas penilaian data pemeriksaan klinis, misalnya
nilai-nilai baku-baku, insidens seks, penyakit-penyakit terangkai seks
(sex-linked). (Matondang.2003.hal.5)
2) Identitas Penanggung Jawab
a) Nama orang tua
Nama ayah, ibu atau wali pasien harus dituliskan dengan jelas
agar tidak keliru dengan orang lain, mengingat banyak sekali
nama yang sama. Bila ada titel yang bersangkutan harus
disertakan. (Matondang.2003.hal.6)
b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti
kurang dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental
dan psikisnya belum siap, sedangkan umur lebih dari 35 tahun
rentan sekali untuk terjadi perdarahan dalam masa nifas. (Eny
retna ambarwati.2010.h.131)
Dalam kurun waktu reproduksi dikenal bahwa usia aman untuk
kehamilan dan persalinan adalah 20-30 tahun. Kematian maternal
pada wanita hamil dan melahirkan pada usia dibawah 20 tahun
ternyata 2-5 kali lebih tinggi dari pada kematian maternal yang
terjadi pada usia 20-29 tahun. Kematian maternal meningkat
3) Alasan datang : -
4) Keluhan utama
Adalah keluhan atau gejala yang menyebabkan pasien dibawa
berobat. (Matondang.2003.hal.6)
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan
masalah klien. (Diah wulandari M.keb.2010.hal.132)
Pada kasus Asfiksia sedang (Mild-moderate asphyxia) keluhan
yang dapat di lihat adalah terlihat frekuensi jantung lebih dari
100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis dan refleks
iritabilitas tidak ada. (Prof.DR. Iskandar Wahidayat.2007.H1077)
5) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat penyakit yang pernah diderita
Penyakit yang pernah diderita bayi sebelumnya perlu
diketahui karena ada hubungannya dengan penyakit sekarang,
atau setidak-tidaknya memberikan informasi untuk membantu
pembuatan diagnosis dan tata laksana penyakitnya sekarang.
(Matondang.2003.hal.12)
(a) Riwayat kesehatan dahulu (ibu)
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita ibu yang ada hubungannya
dengan masa kehamilan, persalinan dan bayi, seperti ibu
hamil dengan penyakit jantung, diabetes melitus, toksemia
gravidarum dan lain-lain, yang dapat mempengaruhi bayi baru
(1) Penyakit jantung
Prognosis bayi dari ibu penderita jantung biasanya
kehamilan berakhir abortus, kematian janin dalam
kandungan atau persalinan prematur. Bila bayi lahir hidup
ia akan mengalami asfiksia atau retardasi pertumbuhan
intrauterin. Kelainan pada bayi terutama karena adanya
gangguan pertukaran gas dan makanan dari ibu kejanin
selama hamil. (FKUI.2007.H.1067)
(2) Diabetes melitus
Kelainan yang mungkin ditemukan pada bayi lahir
hidup ialah kelainan kongenital, gangguan
kardiopulmonal, gangguan neorologis sebagai akibat
perubahan metabolik seperti hipoglikemia atau
hipokalsemia yang dapat menimbulkan gangguan berupa
tremor, hiperiritabilitas, serangan apnu dan kejang.
(FKUI.2007.H.1067)
(3) Anemia
Apabila ibu menderita anemia akan mengurangi
kemampuan metabolisme tubuh sehingga mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim.
Akibat anemia dapat terjadi gangguan dalam bentuk
seperti abortus, BBLR dan persalinan prematuritas tinggi.
(4) Hipertensi
Hipertensi yang menyertai kehamilan adalah hipertensi
yang telah ada sebelum kehamilan. Apabila dalam
kehamilan disertai proteinuria dan edema maka disebut
pre-eklamsi. Penyebab utama hipertensi adalah
hipertensi esensial yang disebabkan oleh factor
lingkungan dan emosi yag labil, dengan tanda-tanda
tekanan darah antara 140/90 mmHg.
(5) Toksemia gravidarum
Gangguan yang terjadi pada janin atau bayi baru lahir
disebabkan oleh faktor-faktor tidak langsung yang
terdapat pada ibu akibat dari penyakitnya. Faktor tersebut
misalnya ialah perubahan pada plasenta, hipertensi ibu,
kejang pada ibu dan obat sedativum yang diberikan pada
ibu. Bergantung pada beratnya penyakit ibu, gangguan
pada bayi dapat berupa kematian bayi dalam rahim,
asfiksia, depresi pernafasan terjadi akibat pemberian obat
pada ibu gejala lanjut pada bayi baru lahir berupa
hipoglikemia, hipokalsemia dan odem.
(FKUI.2007.H.1066)
(6) Malaria
Infeksi malaria dapat menyebabkan infeksi plasenta
sehingga makin menganggu pertukaran nutrisi ke janin
dan menimbulkan gangguan perkembangan dan
terjadi pada kehamilan karena daya tahan tubuh ibu hamil
makin menurun terhadap semua bentuk infeksi.
(Manuaba.2010.H.339)
(7) Tuberkulosis (TBC)
Ibu hamil yang mengidap TBC pertolongan persalinan
dibantu mempercepat kelahiran dengan tindakan operasi
pervagianam atau SC. Ibu dengan TBC aktif tidak
dibenarkan untuk memberikan ASI karena dapat
menularkan pada bayi. Bayi perlu dikonsultasikan ke
dr.Anak untuk mendapatkan pengawasan dan vaksinasi
BCG. (Manuaba.2010.H.336)
(8) Penyakit menular seksual
Pengaruh infeksi gonore pada kehamilan praktis tidak
ada, tetapi terhadap bayi dapat menimbulkan infeksi mata
konjungtivitas gonore neonaturum yang selanjutnya dapat
menyebabkan kebutaan. Oleh karena itu, pada setiap
persalinan selalu diberikan tetes mata untuk mencegah
infeksi yang dapat menyebabkan kebutaan.
(Manuaba.2010.H.228)
Rubella dapat menyebabkan kelainan kongenital pada
mata, otak dan jantung. Sitomegalia menimbulkan
hiperbillirubinemia dan kelainan susunan saraf pusat.
Hepatitis dan influenza dapat menyebabkan partus
prematurus, abortus, gangguan pertumbuhan janin atau
(9) Human immunodeficiency virus (HIV)
Pertolongan persalinan ibu dengan HIV sebaiknya
berhati-hati karena bahaya terkontaminasi melalui cairan
tubuh, darah dan urine. Ruangan pertolongan persalinan
harus terisolasi dengan baik sehingga alat dan bahan
dapat diisolasi dan dimusnahkan. Setelah pertolongan
persalinan harus segera mencuci diri dan membilasnya
dengan antiseptic. Untuk virus HIV tidak tahan dengan
kekeringan atau sabun. (Manuaba.2010.H.343)
(10) Kehamilan kembar
Pertumbuhan janin kehamilan kembar bergantung
pada faktor plasenta apakah menjadi satu (sebagian
besar hamil kembar monozigotik) atau bagian mana
lokalisasi implantasi plasentanya. Dari kedua factor
tersebut, mungkin jantung salah satu janin lebih kuat dari
lainnya, sehingga janin yang mempunyai jantung lemah
mendapat nutrisi yang kurang yang menyebabkan
pertumbuhan terhambat sampai kematian janin dalam
rahim. (Matondang.2010.H.276)
(b) Riwayat kesehatan Sekarang (bayi)
Data-data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
adanya penyakit yang diderita pada saat ini ada hubungannya
dengan masa kehamilan, persalinan dan bayi.
Berdasarkan jenisnya Asfiksia dibagi menjadi 3 yaitu
Asfiksia Ringan, Asfiksia Sedang dan Asfiksia Berat.
(1) Asfiksia Ringan “Vigorous baby” (skor APGAR 7-10)
Dalam hal ini bayi di anggap sehat dan tidak
memerlukan tindakan istimewa.
(2) Asfiksia Sedang “Mild-moderate asphyxia” (skor APGAR
4-6)
Pada Asfiksia sedang, tanda dan gejala adalah
(a) Frekuensi jantung lebih dari 100 x/menit.
(b)Tonus otot kurang baik atau baik.
(c) Bayi sianosis.
(d)Refleks iritabilitas tidak ada.
(3) Asfiksia Berat(nilai APGAR 0-3)
Pada kasus asfiksia berat, bayi akan mengalami
asidosis, sehingga memerlukan perbaikan dan resusitasi
aktif dengan segera. Tanda dan gejala yang muncul pada
asfiksia berat adalah sebagai berikut:
(a)Frekuensi jantung kurang dari 100 x/menit.
(b)Tonus otot buruk.
(c) Bayi sianosis berat dan kadang-kadang pucat.
(d)Refleks iritabilitas tidak ada.
(FKUI.2007.H.1077)
(c) Riwayat kesehatan keluarga
Data ini diperlukan untuk mengetahui kemungkinan
kesehatan pasien dan bayinya, yaitu apabila ada penyakit
keluarga yang menyertainya.
(Eny Retna Ambarwati.2010.hal133)
Riwayat kesehatan keluarga untuk mengetahui adanya
resiko penyakit menular atau diturunkan, seperti : keturunan
kembar, DM dan hipertensi yang dapat menyebabkan bayi
baru lahir dengan asfiksia. (Mufdlilah MSC.2009.H12)
6) Riwayat Obstetrik
a. Riwayat haid
Haid adalah perdarahan secara periodik dan siklus dari
uterus, disertai pelepasan (deskuamsi) endomertrium.
(Sarwono.2008.h.103)
Riwayat menstruasi untuk mengetahui tentang alat reproduksi,
hal yang dikaji adalah usia menarche, siklus, lama menstruasi,
nyeri, perdarahan inta menstruasi, problem dan prosedur seperti
amenorrhoe, perdarahan irregular). (Mufdlilah MSc.2009.H.11)
Haid merupakan periodik tahap akhir pubertas wanita,secara
biologis proses reproduksi sudah dapat berlangsung. Menarche
adalah haid yang pertama. (Matondang.2003.h.163)
Siklus haid adalah jarak antara menstruasi yang dialami
dengan menstruasi berikutnya dalam hitungan hari (sekitar 23-32
hari).
Volume untuk menjelaskan seberapa banyak darah haid yang
Keluhan untuk menyampaikan keluhan yang dirasakan ketika
mengalami haid, seperti sakit kepala atau jumlah darah yang
banyak.
(Ari sulistyawati.2009.H.112-113)
b. Riwayat kehamilan, persalinan dan nifas yang lalu.
Untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah
abortus, jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong
persalinan dan keadaan nifas yang lalu. (Ambarwati
M.Kes.2010.H.134)
c. Riwayat kehamilan sekarang
Hal pertama yang perlu ditanyakan adalah keadaan
kesehatan ibu selama hamil ada atau tidaknya penyakit, serta
upaya yang dilakukan untuk mengatasi penyakit tersebut. Serta
untuk mengetahui berapa kali ibu melakukan kunjungan antenatal
dan kepada siapa kunjungan antenatal dilakukan (dukun, perawat,
bidan, dokter).
Pada kasus bayi baru lahir dengan asfiksia dapat disiapkan
kebutuhan untuk manajemen resusitasi khusus nya bila ibu
tersebut memiliki riwayat preeklamsia dan eklamsi, partus macet
atau lama, kehamilan post matur (kehamilan 42 minggu atau
lebih). (JNPK-KR.2008.H.146)
7) Riwayat Persalinan
Ikhwal kelahiran pasien harus ditanyakan dengan teliti, termasuk
tanggal dan tempat lahir, siapa yang menolong, cara kelahiran
kehamilan ganda, keadaan segera setelah lahir dan morbiditas pada
hari-hari pertama setelah lahir. Masa kehamilan juga perlu
ditanyakan, apakah cukup bulan, kurang bulan atau lewat waktu
(informasi di peroleh dari tempat bayi lahir puskesmas atau rumah
bersalin termasuk nilai Apgar).
Pada persalinan sesar ditanyakan apakah indikasi tindakan
tersebut. Berat dan panjang badan lahir selalu ditanyakan,
morbiditas yang berhubungan dengan kelahiran dan selama masa
neonatus ditanyakan apakah bayi mengalami Asfiksia, trauma lahir,
infeksi intrapartum, ikterus yang mungkin berhubungan dengan
masalah yang dihadapi sekarang. (Matondang.2003.H.13)
Pada keadaan bayi yang mengalami Asfiksia diantaranya bayi
prematur (sebelum 37 minggu kehamilan), persalinan sulit (ekstraksi
vakum, forsep, letak sungsang), air ketuban bercampur mekonium
dan kelainan congenital. (JNPK-KR.2008.H.146)
8) Riwayat Perkawinan
Yang perlu dikaji adalah berapa kali menikah, status menikah yang
syah atau tidak, karena bila melahirkan tanpa status yang jelas akan
berkaitan dengan psikologisnya sehingga akan mempengaruhi
proses persalinan dan nifas. (Ambarwati.2010.H.33)
9) Riwayat Imunisasi
Status imunisasi pasien, baik imunisasi ulang (booster) harus
secara rutin ditanyakan. Informasi tentang imunisasi juga dapat
dipakai sebagai umpan balik tentang perlindungan pediatric yang di
Pada bayi Asfiksia pemberian imunisasi vitamin K₁ dan hepatitis B
di tunda terlebih dahulu karena bayi dilakukan manajemen resusitasi
terlebih dahulu setelah berhasil, bayi diberikan perawatan pasca
resusitasi termasuk pemberian imunisasi vitamin K₁ dan hepatitis B.
(JNPK-KR.2008.163)
10) Pola Kebutuhan Sehari-hari
a. Pola intake nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi,
banyaknya, jenis makanan. (Ambarwati.2010.H.136)
Pada bayi yang terkena Asfiksia tidak langsung melakukan
IMD sehingga bayi tidak mendapatkan ASI secara langsung dari
ibu melainkan mendapatkan pertolongan kegawat daruratan
pada bayi. (Manajemen Resusitasi.
Bayi yang membutuhkan ventilasi tekanan positif dengan
kantong dan masker selama lebih dari 2 menit harus di pasang
selang orogastrik lambung kemudian di kosongkan dan selang
dibiarkan terpasang. (Sinclair.2010.H.349)
Kebutuhan cairan pada tiap-tiap bayi untuk mencapai
kenaikan berat badan yang optimal berbeda-beda. Pada
umumnya cairan yang diberikan pada hari pertama sebanyak 60
ml/kg berat badan dan setiap hari ditambah, sehingga pada hari
ke-14 dicapai 200 ml/kg berat badan sehari. Dalam hari-hari
pertama berat badan akan turun oleh karena pengeluaran
mekonium dan masuknya cairan belum mencukupi. Turunnya
pada hari ke-4 sampai hari ke-10 dan seterusnya.
(FKUI.2007.H.1159)
Pada bayi dengan berat badan diatas 1500 gram dapat
dimulai dengan 3 ml/kg/setiap 2 jam dan setiap kali bayi akan
diberi minum dengan cairan lambung harus dikeluarkan.
Pemberian minum berikutnya dapat di tambah 1 ml- 20 ml setiap
kali minum. Berikutnya dapat diberi minum setiap 3 jam. Bila
cairan lambung yang diisap lebih dari 2ml, maka jumlah susu
yang diberikan dikurangi dengan jumlah cairan yang dikeluarkan
sebelumnya. Kegagalan pemberian pengganti ASI dapat dilihat
dari turunya berat badan yang lebih dari 10% yang disebabkan
oleh pencemaran kuman pathogen atau susunan nutrient yang
tidak sesuai dengan kebutuhan bayi. (FKUI.2007.H.1162)
b. Pola eliminasi
Menggambarkn pola kebiasaan buang air besar meliputi
frekuensi, jumlah, konsistensi dan buang air kecil meliputi
frekuensi, warna dan jumlah. (Ambarwati.2010.H.136)
c. Pola aktivitas
Menggambarkan pola aktivitas bayi. Pada kasus Asfiksia saat
lahir bayi tidak mampu bernafas secara spontan setelah lahir.
(David drew.2009.H.6)
d. Pola istirahat
11) Lingkungan yang berpengaruh
Keadaan lingkungan sangat mempengaruhi status keluarga,
seperti fasilitas MCK, letak tempat tinggal dekat dengan kandang
ternak atau tidak, polusi udara, keadaan kamar yang sehat atau
tidak dengan sirkulasi udara lancer dan ventilasi udara yang
memungkinkan cahaya matahari masuk ke dalam kamar, serta
tempat bersalin dan alat-alat persalinan apakah dalam keadaan
yang steril atau tidak. (Sulistyawati.2009.H.118-119)
B. Data Obyektif
Pemeriksaan fisis harus selalu dimulai dengan penilaian pada bayi
baru lahir untuk mengambil keputusan guna menentukan tindakan
resusitasi atau tidak.
1. Keadaan umum
Untuk mengamati keadaan pasien secara keseluruhan.
Neonatus dan bayi kecil normal belum dapat memberikan
respons terhadap stimulus tertentu, dalam keadaan ini kesadaran
disimpulkan dari kemampuan bayi memberikan respons terhadap
stimulus yang sesuai dengan tingkat perkembangannya.
(Matondang.2003.H.25)
Baik : bayi memperlihatkan respon yang baik terhadap lingkungan
dan orang lain.
Lemah : bayi tidak memberikan respon yang baik terhadap
lingkungan dan orang lain. (Sulistyawati.2009.H.122)
2. Kesadaran
Samnolen: tingkat kesadaran daripada apatik, pasien tampak
mengantuk, selalu ingin tidur, bayi tidak responsif terhadap stimulus
ringan, tetapi masih memberikan respons terhadap stimulus yang
agak keras kemudian tertidur lagi. (matondang.2003.H.25)
Adapun macam-macam tingkat kesadaran menurut Matondang
antara lain:
Composmentis : bayi sadar sepenuhnya dan memberi respons yang
adekuat terhadap stimulus yang diberikan.
Apatik : bayi dalam keadaan sadar, tetapi acuh tak acuh terhadap
keadaan sekitarnya, ia akan memberi respons yang adekuat bila
diberikan stimulus.
Sopor : bayi tidak memberikan respon ringan maupun sedang,
tetapi masih memberi sedikit respons terhadap stimulus yang kuat,
refleks pupil terhadap cahaya masih positif.
3. Tanda vital
Ditujukan untuk mengetahui keadaan ibu berkaitan dengan
kondisi yang dialaminya.
a. Bunyi jantung
Laju jantung dihitung selama satu menit penuh dengan
menggunakan stetoskop. Laju jantung normal neonatus 120-160
x/menit.(Matondang.2003.H.154)
Pada bayi dengan Asfiksia sedang frekuensi jantung lebih dari
100 x/menit, sedangkan Asfiksia berat frekuensi jantung kurang
b. Suhu
Sangat penting bagi semua bayi baru lahir untuk dijaga agar
tetap kering, bersih dan hangat untuk mencegah bayi kedinginan
(hipotermi) yang membahayakan. Prinsip ini tetap dianut dalam
penatalaksanaan resusitasi BBL dan terlebih lagi bayi Asfiksia
sangat rentan terhadap hipotermi. (JNPK.2008.h.153)
Bayi yang normal adalah bayi dengan suhu badan > 36⁰ C
dan < 38⁰C. (saifuddin.2002.hal.N.36)
Menghindari memandikan bayi hingga sedikitnya enam jam
dan hanya setelah itu jika tidak terdapat masalah medis dan jika
suhu tubuh bayi yaitu 36,5 derajat C atau lebih.
(Saifuddin.2002.hal.N.32)
c. Respirasi
Pada saat bayi lahir sambil secara cepat menilai pernapasan
bayi, letakkan bayi dengan handuk di atas perut ibu. Dengan kain
bersih dan kering atau kasa lap darah atau lender dari wajah bayi
untuk mencegah jalan udaranya terhalang, memeriksa ulang
pernafasan bayi. Sebagian besar bayi akan menangis atau
bernafas spontan dalam waktu 30 detik setelah lahir. Bila bayi
menangis atau bernapas terlihat dari pergerakan dada paling
sedikit 30 x/menit, biarkan bayi dengan ibunya apabila bayi tidak
bernafas dalam waktu 30 detik maka melakukan
langkah-langkah resusitasi pada bayi. (Saifuddin.2002.hal.N.30)
Memeriksa pernafasan dan warna kulit pada bayi setiap 5
keringkan bayi dengan selimut atau handuk kering dan hangat
dan menggosokkan punggung bayi dengan lembut. Apabila bayi
sianosis (kulit biru) atau sukar bernafas (frekuensi pernafasan
kurang dari 30 atau lebih dari 60 kali/menit) memberikan oksigen
kepada bayi dengan kateter naa atau nasal prongs.
(Saifuddin.2002.hal.N.32)
d. Nadi
Nadi dihitung dengan bayi dalam keadaan tidur, tetapi dapat
pula dihitung dengan anak dalam keadaan tenang dalam posisi
berbaring terlentang atau duduk diruangan yang tenang.
Laju nafas normal neonatus berkisar antara 40-60 kali per
menit. (matondang.2003.hal.154)
4. Antropometri
a. Berat badan
Berat badan bayi ditimbang dengan timbangan bayi, sebelum
menimbang, periksa lebih dahulu apakah alat sudah dalam
keadaan seimbang (jarum menunjuk angka 0). Berat badan bayi
yang normal adalah 2500-4000 gram. (matondang.2003. hal.156)
Pada bayi asfiksia dengan keadaan bayi premature (sebelum
37 minggu kehamilan) maka berat badan lahirnya pada saat
kelahiran kurang dari 2500 gram sampai dengan 2499 gram.
(FKUI.2007.h.1051) akan mudah menderita asfiksia neonaturum
b. Panjang badan
Alat pengukur panjang badan bayi terbuat dari kayu, yang
salah satu ujungnya mempunyai batasan yang tetap sedang
ujung lainnya mempunyai kayu yang dapat digerakkan. Bayi
ditidurkan terlentang tanpa sepatu dan tanpa topi diatas tempat
tidur yang keras, panjang badan bayi normal adalah 45-54 cm .
(Matondang.2003.h.156)
Pada bayi dengan Asfiksia dengan keadaan bayi yang
premature maka panjang badan kurang atau sama dengan 45
cm. (FKUI.2007.h.1053)
c. Lingkar kepala
Yang diukur adalah lingkaran kepala besar caranya dengan
meletakkan pita melingkari kepala melalui glabela pada dahi,
bagian atas alis mata, dan bagian belakang kepala pasien yang
paling menonjol yaitu protuberansia oksipitalis, lingkar kepala
normal 33-37 cm. (Matondang.2003.h.156)
Lingkar kepala pada bayi asfiksia dengan bayi premature
lingkar kepala kurang dari 33 cm. (FKUI.2007.h.1053)
d. Lingkar dada
Caranya dengan meletakkan pita mengelilingi dada melalui
puting susu dalam keadaan ekspirasi maksimal. Lingkar dada
biasanya 2 cm lebih kecil dari lingkar kepala.
Pada bayi Asfiksia dengan keadaan bayi premature maka
e. Lingkar lengan atas
Mengukur pada pertengahan lengan kiri antara akromion dan
olekranon.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
Pada bayi dengan asfiksia pada pemeriksaan lingkar kepala
meraba tulang kepala apakah tidak dijumpai depresi saat
persalinan dan raba tulang kepala apakah dijumpai maulase
yang menunjukan kompresi otak janin dan selanjutnya di
konsultasikan bagian saraf. (Manuaba.2007.h.360)
Pada bayi asfiksia dengan persalinan ekstraksi vakum maka
pada kepala terdapat kaput suksedaneum adalah edema pada
kulit kepala yang di temukan dini. Tekanan vertex yang lama
pada serviks menyebabkan pembuluh darah setempat mendapat
penekanan, sehingga memperlihatkan aliran balik vena. Aliran
balik vena yang melambat membuat cairan jaringan di kulit
daerah kepala meningkat, sehingga terjadi pembengkakkan
edema. Tonjolan edema, yang terlihat saat bayi lahir,
memanjang sesuai garis sutura tulang tengkorak dan lenyap
secara spontan dalam tiga sampai empat hari.
(Irene.2005.H.371-372)
b. Muka atau Wajah
Asimetri wajah pada neonatus biasanya disebabkan oleh
Pembengkakan wajah lokal biasanya disebabkan oleh
edema, radang lokal, atau akibat infeksi.
Pada bayi dengan asfiksia terdapat tanda kriput pada dahi.
(manuaba.2007.h.359)
c. Mata
Sklera : berwarna putih, kadang-kadang pada bayi sedikit
kebiruan, karena terdapat osteogenesis imperfekta, glaukoma.
Pada bayi dengan asfiksia dilakukan pemeriksaan bola mata
apakah dapat mengikuti arah pemeriksa gerak bola mata sangat
penting untuk menentukan kelainan pertumbuhan otot mata atau
tentang nervus sentralis. (manuaba.2007.h.360)
d. Telinga
Telinga diperiksa mulai dari daun telinga apakah bentuk,
besar dan posisinya normal.
e. Mulut
Dilihat apakah bibir simetris, warna bibir, langit-langit, celah.
Pemeriksaan mulut untuk mengetahui apakah terdapat
palatokisis dan apakah terdapat kelainan yang mungkin di
jumpai. (manuaba.2007.h.360)
f. Hidung
Pada penyakit yang berhubungan dengan kesulitan
pernafasan, cuping hidung akan mengembang pada saat
inspirasi dan menguncup pada saat ekspirasi : hal ini disebut
Pada bayi Asfiksia terdapat nafas cuping menunjukkan
seluruh tanda pada bayi baru lahir yang menunjukkan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan ventilasi
normal. (Irene.2005.H.865-866)
g. Leher
Leher neonatus tampak pendek akan tetapi pergerakannya
baik. (Matondang.2003.H.153)
Perhatikan vena leher, palpasi adakan pembesaran kelenjar
limpe, tyroid, apakah bayi kaki kuduk dan adakah bendungan
vena jugularis. Pada pemeriksaan leher bayi untuk menetapkan
ada kemungkinan tumor thyroid atau tumor pada bagian
stornomastoid. (manuaba.2007.h.360)
h. Dada
Bentuk dada pada bayi hampir bulat dan dalam
pertumbuhanya dada akan membesar pada diameter tranversal.
lingkar dada pada bayi kurang dari 2 tahun lebih kecil atau sama
dengan lingkaran kepala.
Pada bayi asfiksia pemeriksaan dada dilakukan untuk
mengetahui pernafasan dada dimana jumlah pernafasan normal
harus kurang dari 60 denyut/menit. (manuaba.2007.h.360)
Retraksi dinding dada mengindikasikan peningkatan upaya
napas, terjadi bila tekanan negative intrapleura yang tinggi
dibutuhkan untuk membuka paru selama inspirasi.
i. Abdomen
Pemeriksaan abdomen pada bayi seringkali didahulukan
daripada pemeriksaan bagian tubuh lainnya.pemeriksaan
abdomen untuk mengetahui bentuk, kembung atau tidak, kondisi
tali pusat dan adakah pembesaran lien dan limpa.
(matondang.2003.H.95)
j. Punggung
Untuk memeriksa tulang belakang, neonatus diletakkan dalam
posisi tengkurap, tangan pemeriksa meraba sepanjang tulang
belakang untuk mencari terdapatnya kelainan seperti spina
bifida. (Matondang.2003.H.156)
k. Ekstremitas
Pada bayi pemeriksaan anggota gerak dimulai dengan
memperhatikan sikap kedua lengannya, bayi abnormal
diantaranya amelia (tidak terdapat semua anggota gerak),
ekstromelia (tidak ada salah satu anggota gerak), fokomelia
(anggota gerak bagian proksimal yang pendek), sidaktili
(bergabungnya jari), polidaktili (jumlah jari lebih dari normal)
l. Genitalia
Biasanya orang tua ingin segera mengetahui jenis kelamin
anaknya. Bila terdapat keraguan, misalnya : pembesaran klitoris
pada bayi perempuan atau terdapatnya sebaiknya
pemberitahuan jenis kelamin ditunda sampai dilakukan