• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - PRIYATMOKO AGUS NUGROHO BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian - PRIYATMOKO AGUS NUGROHO BAB II"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian

1. Nyeri

Menurut International Association for The Study of Pain (IASP),

nyeri dapat digambarkan sebagai suatu pengalaman sensorik dan

emosional yang tidak menyenangkan yang berkaitan dengan kerusakan

jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi. Nyeri bersifat subjektif

dan merupakan suatu sensasi sekaligus emosi (Price and Lorraine,

2005).

Nyeri merupakan perasaan dan pengalaman emosional yang tidak

menyenangkan yang timbul dari kerusakan jaringan yang aktual dan

potensial atau gambaran adanya kerusakan (Herdman, 2012).

Intensitas nyeri seseorang dapat diketahui dari alat-alat pengkajian

yang digunakan pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan

individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama

dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang

yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang

paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap

nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak

dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri,

(2)

2. Benigna Prostat Hiperplasia

Benigna Prostat Hiperplasia dahulu disebut juga sebagai

Hipertrophi Prostat jinak Benign Prostate Hypertrophy (BPH). Istilah

hipertrofi sebenarny kurang tepat karena yang terjadi adalah

hiperplasia kelenjar periuretra yang mendesak jaringan prostat yang

asli keprefier dan menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).

Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar prostat yang

mengalami pembesaran, memandang ke atas kedalam kandung kemih

dan menyumbat aliran urine dengan menutupi orifisium urethra dan

biasa terjadi pada banyak pasien dengan usia diatas 50 tahun

(Smeltzer, dan Bare, 2002).

Pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada pria

lebih tua dari 50 tahun ) menyebabkan berbagai derajat obstruksi

uretral dan pembatasan aliran urinarius (Doenges, et al, 1999).

Empat pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat

Hiperplasia adalah kelenjar praam,yang mengalami pembesaran

progresif yang memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan

merupakan pertumbuhan dari nodula-nodula fibroadenometosa

majemuk dalam prostat sehingga menyumbat aliran urine dengan

menutupi orifishas urethra dan biasanya terjadi pada usia di atas 50

(3)

B. Anatomi dan Fisiologi

Gbr. 1.1 sistem perkemihan

(Guyton A. C, 1996)

1. Ginjal

a. Pengertian Ginjal

Ginjal adalah organ eksresi dalam vatebrata yang berbentuk

mirip kacang, sebagai bagian dari sistem urin. Ginjal berfungsi

menyaring kotoran (terutama urea) dari darah membuangnya

bersama dengan air dalam bentuk urin. Ginjal mengatur pH,

Konsistensi ion mineral dan komposisi air dalam darah. Ginjal

mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui

pertukaran ion hidronium dan hidroksil (Guyton A C, 1996).

b. Fungsi Ginjal

1) Memegang peranan penting dalam pengeluaran zat-zat toksis

(4)

3) Mempertahankan keseimbangan kadar asam dan basa dari

cairan tubuh

4) Mengeluarkan sisa-sisa metabolisme akhir dari protein ureum,

kreatinin dan amoniak.

c. Struktur Ginjal

Setiap ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut

kapsula fibrosa, terdapat cortex renalis di bagian luar yang

berwarna coklat gelap dan medulla renalis di bagian dalam yang

berwarna coklat lebih terang dibanding cortex. Bagian medulla

berbentuk kerucut yang disebut pyramides renalis, puncak kerucut

tadi menghadap kaliks yang terdiri dari lubang-lubang kecil disebut

papila renalis.

Hilum adalah pinggir medial ginjal berbentuk komkaf

sebagai pintu masuknya pembuluh darah, pembuluh limfi, ureter

dan nervus. Pelvis renalis berbentuk corong yang menerima urine

yang diproduksi ginjal. Terbagi menjadi dua atau tiga calices

renalis majores yang masing-masing akan bercabang menjadi dua

atau tiga calices renalis minores.

2. Urether

Ureter terdiri dari dua saluran pria yang menghubungkan ginjal

dan saluran kemih (vasika urinaria). Panjang ureter 25-30 cm, dengan

diameter 0,5 cm. Ureter sebagian terletak dalam rongga abdomen dan

(5)

Dinding ureter terdiri dari tiga lapis, yaitu:

a. Lapisan luar terdiri dari jaringan fibrous.

b. Lapisan tengah terdiri dari lapisan otot polos

c. Lapisan dalam terdiri dari lapisan mukosa yang merupakan

membran epitel transisional.

Lapisan dinding ureter menimbulkan gerakan-gerakan

peristaltik selama 5 menit sekali yang mendorong urine, dieksresikan

ginjal melalui ureter dan disemprotkan dalam bentuk pancaran, melalui

osteum uretralis masuk kedalam kandung kemih. Ureter tidak

mempunyai spingter tetapi beberapa oblique berfungsi sebagai spingter

untuk mencegah aliran balik dari kandung kemih ke ureter (Long,

2002).

3. Kandung Kemih

Kandung kemih terletak di belakang simfisis pubis di dalam

rongga panggul. Kandung emih dapat mengembang dan mengempis

seperti balon karet. Bentuk kandung kemih seperti kerucut yang

dikelilingi otot polos yang kuat yang dapat berkontraksi dan relaksasi.

Kandung kemih merupakan reservoar sebelum urine dikeluarkan,

kemampuan kandung kemih dalam menampung urine dapat mencapai

500 cc atau lebih, hal ini dipengaruhi oleh kondisi kandung kemih dan

(6)

Organ kandung kemih terbagi atas

a. Fundus, yaitu bagian yang menghadap ke arah belakang dan

bawah, bagian ini terpisah dari rektum oleh spatium rectovesicel

yang terisi oleh jaringan ikat duktus deverent, vesika seminalis dan

prostat.

b. Korpus, yaitu bagian antara vartek dan fundus.

c. Carteks, bagian yang runcing ke arah muka dan berhubungan

dengan ligamentum vesika umbilikalis.

4. Urethra

Urethra merupakan saluran sempit yang berpangkal pada kandung

kemih yang berfungsi untuk menyalurkan atau mengeluaran urine

keluar.

Urethra Pada laki-laki berjalan berkelok-kelok melalui

tengah-tengah prostat kemudian menembus lapisan fibrosa yang menembus

tulang pubis kebagian penis. Panjang urethra laki-laki 17-20 cm.

Urethra pada laki-laki terdiri dari:

a. Lapisan Mukosa (lapisan dalam)

b. Lapisan submukosa

Urethra memiliki spingter yang mengatur keluarnya urine, terdiri

atas spingter ekstrnus dan internus, Pada pria spingter internus

berperan dalam mencegah urine bercampur dengan semen pada saat

ejakulasi. Spingter eksternus berperan dalam proses miksi. (Long,

(7)

5. Kelenjar Prostat

Kelenjar prostat terletak tepat di bawah buli-buli dan mengitari

urethra. Bagian bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma

urogenital atau sering disebut otot dasar panggul.

Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah

kenari dengan panjang sekitar 3cm, lebar 4 cm, dan tebal kurang lebih

2,5 cm. Beratnya sekitar 20 gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma penyangga

dan kapsul. Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari

vesikula seminalis dan kelenjar cowper merupakan komponen terbesar

dari seluruh cairan semen sangat penting dalam menunjang fertilitas,

memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa

serta proteksi terhadap invasi mikroba.(Long, 2002)

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi

adalah peradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti

pertumbuhan yang abnormal (tumor) baik jinak maupun ganas tidak

memegang peranan penting pada reproduksi tetap lebih berperan pada

terjadinya gangguan aliran urine. Kelainan ini manifestasinya biasanya

pada laki-laki usia lanjut.

C. Etiologi

Etiologi BPH sampai sekarang belum jelas namun terdapat faktor

resiko umum dan hormone androgen. Perubahan mikroskopik pada prostat

(8)

berkembang, akan terjadi perubahan patologik anatomi yang pada pria usia

50 tahun angka kejadiannya sekitar 50%, usia 80 tahun sekitar 80% dan

usia 90 tahun 100%.(Mansjoer, 2000).

Etiologi yang belum jelas menimbulkan hipotesa yang

berbeda-beda sebagai hiperpiasia prostat, menurut Sjamsoehidajat dan Jong tahun

1998, etiologi dari BPH adalah:

1. Teori Dehidrotestoteron menyatakan bahwa peningkat 5 alfa rduktase

dan reseptor androgen menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar

prostat mengalami hiperplasia.

2. Adanya perubahan keseimbangan antara hormon testosteron dan

estrogen pada usia lanjut.

3. Peranan dari growth factor ( faktor pertumbuhan) sebagai pemacu

pertumbuhan stroma kelenjar prostat

4. Meningkatnya lama hidup sel-sel prostat karena berkurangnya sel yang

mati.

5. Teori sel stem menerangkan bahwa terjadi proliferasi abnormal sel

stem sehingga menyebabkan produksi sel strom dan sel epitel kelenjar

prostat menjadi berlebihan.

D. Patofisiologi

Kelenjar prostat adalah salah satu organ genetalia pria yang

terletak di sebelah inferior buli-buli, dan membungkus uretra posterior.

Bentuknya sebesar buah kenari dengan berat normal pada orang dewasa ±

(9)

kelenjar prostat dalam beberapa zona, antara lain zona perifer, zona

sentral, zona transisional, zona fibromuskuler anterior dan periuretra.

Sjamsuhidajat dan de Jong (2005), menyebutkan bahwa pada usia

lanjut akan terjadi perubahan keseimbangan testosteron estrogen karena

produksi testosteron menurun dan terjadi konversi testosteron menjadi

estrogen pada jaringan adipose di perifer. Purnomo (2000) menjelaskan

bahwa pertumbuhan kelenjar ini sangat tergantung pada hormon

tertosteron, yang di dalam sel-sel kelenjar prostat hormon ini akan dirubah

menjadi dehidrotestosteron (DHT) dengan bantuan enzim alfa reduktase.

Dehidrotestosteron inilah yang secara langsung memacu m-RNA di dalam

sel-sel kelenjar prostat untuk mensintesis protein sehingga terjadi

pertumbuhan kelenjar prostat.

Oleh karena itu pembesaran prostat terjadi secara perlahan, maka

efek terjadinya perubahan pada traktus urinarius juga terjadi

perlahan-lahan. Perubahan patofisiologi yang disebabkan pembesaran prostat

sebenarnya disebabkan oleh kombinasi resistensi uretra daerah prostat,

tonus trigonum dan leher vesika dan kekuatan kontraksi detrusor. Secara

garis besar, detrusor dipersarafi oleh sistem parasimpatis, sedang

(10)

16

(Guyton A. C, 1996)

Gbr. 2.2 Gambar Pembesaran Prostat

A. Prostat normal ; 1.uretra 2.kelenjar periuretra 3.kelenjar prostat,

B. Hiperplasi prostat ; 1.uretra yg terjepit 2.periuretra yang hiperplasi

3.kelenjar asli prostat yang tertekan menjadi seperti simpai (simpai

prostat) (Furqan, 2003).

Tahap awal setelah terjadinya pembesaran prostat akan terjadi

resistensi yang bertambah pada leher vesika dan daerah prostat. Kemudian

detrusor akan mencoba mengatasi keadaan ini dengan jalan kontraksi lebih

kuat dan detrusor menjadi lebih tebal. Penonjolan serat detrusor ke dalam

kandung kemih dengan sistoskopi akan terlihat seperti balok yang disebut

trahekulasi (buli-buli balok). Mukosa dapat menerobos keluar diantara

serat aetrisor. Tonjolan mukosa yang kecil dinamakan sakula sedangkan

yang besar disebut divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase

kompensasi otot dinding kandung kemih. Apabila keadaan berlanjut maka

detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami dekompensasi dan tidak

mampu lagi untuk berkontraksi sehingga terjadi retensi urin (Purnomo,

(11)

Menurut Mansjoer, dkk (2000) pada hiperplasi prostat digolongkan

dua tanda gejala yaitu obstruksi dan iritasi. Gejala obstruksi disebabkan

detrusor gagal berkontraksi dengan cukup lama dan kuat sehingga

kontraksi terputus-putus (mengganggu permulaan miksi), miksi terputus,

menetes pada akhir miksi, pancaran lemah, rasa belum puas setelah miksi.

Gejala iritasi terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna atau

pembesaran prostat akan merangsang kandung kemih, sehingga sering

berkontraksi walaupun belum penuh atau dikatakan sebagai

hipersenitivitas otot detrusor (frekuensi miksi meningkat, nokturia, miksi

sulit ditahan/urgency, disuria).

Produksi urin yang terus diproduksi, maka satu saat ketika vesica

urinaria tidak mampu lagi menampung urin, maka akan terjadi tekanan

intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi sehingga

terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence). Retensi kronik

menyebabkan refluks vesiko ureter dan dilatasi ureter dan ginjal, maka

ginjal akan rusak dan terjadi gagal ginjal. Kerusakan traktus urinarius

bagian atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus

mengejan pada miksi yang menyebabkan peningkatan tekanan intra

abdomen yang akan menimbulkan hernia dan hemoroid. Stasis urin dalam

vesika urinaria akan membentuk batu endapan yang menambah keluhan

iritasi dan hematuria. Selain itu, stasis urin dalam vesika urinaria

(12)

menyebabkan sistitis dan bila terjadi refluks menyebabkan pyelonefritis

(Sjamsuhidajat & de Jong, 2005).

Menurut Mansjoer, dkk (2000), patofisiologi dari masing-masing

gejala adalah:

1. Penurunan kekuatan dan kaliber aliran yang disebabkan retensi uretra

adalah gambaran awal dan menetap dari Benign Prostatic Hyperplasia

2. Hesitancy terjadi karena detrusor membutuhkan waktu yang lama

untuk dapat melawan retensi uretra.

3. Intermittency terjadi karena detrusor tidak dapat mengatasi resistensi

uretra sampai akhir miksi. Terminal dribbling dan rasa belum puas

sehabis miksi terjadi karena jumlah residu urine yang banyak dalam

buli-buli.

4. Nokturia dan frekuensi terjadi karena pengosongan yang tidak lengkap

pada tiap miksi sehingga interval antar miksi lebih pendek.

5. Frekuensi terlebih terjadi pada malam hari (nokturia) karena hambatan

normal dari korteks berkurang dan tonus sfingter dan uretra berkurang

selama tidur.

6. Urgensi dan disuria jarang terjadi, jika ada biasanya disebabkan oleh

ketidakstabilan detrusor sehingga terjadi kontraksi involunter.

7. Inkontinensia bukan gejala yang khas, walaupun dengan

berkembangnya penyakit urin keluar sedikit-sedikit secara berkala

karena setelah buli-buli mencapai compliance maksimum, tekanan

(13)

E. Klasifikasi Nyeri

Menurut Tamsuri (2007), klasifikasi nyeri dibedakan menjadi 3

yaitu:

1. Klasifikasi nyeri berdasarkan awitan

a. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi dalam waktu daeri 1

detik sampai dengan kurang dari enam bulan. Umumnya terjadi

pada cefera, penyakit akut, atau pembedahan dengan awitan

cepat. Dapat hilang dengan sendirinya dengan atau tanpa

tindakan setelah kerusakan jaringan sermbuh.

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang terjadi dalam waktu lebih

dari enam bulan. Umumnya timbul tidak teratur, intermiten,

atau bahkan persisten. Nyeri kronis dapat mernyebabkan klien

merasa putus asa dan frustasi. Nyeri ini dapat menimbulkan

kelelahan mental dan disik.

2. Klasifikasi nyeri berdasarkan lokasi

Berdasarkan lokasi nyeri, nyeri dibedakan menjadi 6 yaitu:

a. Nyeri superficial

Biasanya timbul akibat stimulasi terhadap kulit seperrti pada

laserasi, luka bakar, dan sebagainya. Mermiliki durasi pendek,

(14)

b. Nyeri somatic

Nyeri yang terjadi pada otot dan tulang serta struktur

penyokong, umumnya bersidat tumpul dan stimulasi dengan

adanya peregangan dan iskemia.

c. Nyeri viseral

Nyeri yang disebabkan kerusakan organ internal, durasinya

cukup lama, dan sensasi yang timbul biasanya tumpul.

d. Nyeri sebar (radiasi)

sensasi nyeri yang meluas dari daerah asal ke jaringan sekitar.

Nyeri dapat bersidat intermiten atau konstan.

e. Nyeri fantom

Nyeri khusus yang dirasakan oleh klien yang mengalami

amputasi.

f. Nyeri alih

Nyeri yang timbul akibat adanya nyeri viseral yang menjalar ke

organ lain, sehingga dirasakan nyeri pada brberapa tempat atau

lokasi.

3. Klasifikasi nyeri berdasarkan organ

Berdasarkan tempat timbulnya, nyeri dapat dikelompokan

dalam:

a. Nyeri organik

Nyeri organik adalah nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan

(15)

b. Nyeri neurogenik

Nyeri neurogenik adalah nyeri akibat gangguan neuron,

misalnya pada neurologi.

c. Nyeri psikogenik

Nyeri psikogenik adalah nyeri akibat berbagai faktor

psiokologis. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-efek

(16)

F. Pathways

Gambar 3.1 Pathway dan perumusan diagnosa keperawatan

(Smeltzer & Bare, 2002). dan (Wilkinson & Ahern, 2012)

Kelainan kongenital Traumatik Infeksi

Lesi Pada Epitel / Putusnya Kontinuitas pd Uretra

Reaksi Peradangan / reaksi fibroblastik

Reaksi Fibroblastik Meningkat

Penyumbatan Penyempitan

Tanda-tanda retensi urine

Resiko Infeksi

Gangguan Eliminasi Urin

Nyeri

Gangguan Pola Tidur Tindakan operasi

(17)

G. Tanda dan Gejala

Gambaran klinik yang sering terjadi pada klien Benigna Prostat

Hiperplasia menurut Mansjoer (2000), terbagi dalam derajat yang

berbeda,yaitu :

1. Gejala Obstruktif:

a. Mengedan untuk miksi

b. Miksi terputus karena destruksor buli tidak mampu

mempertahankan kontraksi yang cukup adekuat hingga akhir

miksi.

c. Miksi menetes.

d. Pancaran urin lemah, hal ini akibat dari uretra prostatika yang

menyempit.

e. Menunggu saat permulaan miksi, diakibatkan karena destruktor

buli yang melemah dan membutuhkan waktu untuk berkontraksi.

f. Miksi tidak lampias.

2. Gejala Iriatif

a. Sering miksi pada malam hari.

b. Rasa terdesak untuk miksi, biasanya terjadi dari hiperaktivitas dan

hiperiritabilitas buli-buli.

c. Rasa nyeri waktu miksi akibat infeksi atau batu sebagai statis urin

serng miksi, terjadi karena pengosongan yang tidak sempurna

menyebabkan memendekan interval miksi, perangsangan buli-buli

(18)

rangsang dan melemahnya tonus spingter terutama pada malam

hari.

H. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Purnomo (2003), pemeriksaan penunjang untuk mendukung diagnosa striktur uretra adalah:

1. Urinalisis : warna kuning, coklat gelap, merah gelap/terang, penampilan

keruh, pH : 7 atau lebih besar, bakteria.

2. Kultur urin: adanya staphylokokus aureus, Proteus, Klebsiella,

Pseudomonas, E. coli.

3. BUN/kreatin : meningkat

4. Uretrografi: adanya penyempitan atau pembuntuan uretra. Untuk

mengetahui panjangnya penyempitan uretra dibuat foto bipolar (sisto)

uretrografi.

5. Uroflowmetri : untuk mengetahui derasnya pancaran saat miksi

6. Uretroskopi : untuk mengetahui pembuntuan lumen uretra

I. Penatalaksanaan Umum

Pada pasien yang datang dengan retensio urin harus dilakukan

sistostomi kemudian baru dilakukan pemeriksaan uretrografi untuk

mengetahui adanya striktur uretra. Pada pasien dengan infiltrat urin atau

abses dilakukan insisi, sistostomi, baru kemudian dilakukan uretrografi.

Bila panjang striktur lebih dari 2 cm atau terdapat fistula

(19)

endoskopi dengan alat Sachse. Untuk striktur uretra anterior dapat

dilakukan otis uretrotomie. Pada wanita pengobatannya dengan dilatasi,

bila cara gagal bisa dilakukan otis uretrotomie (Mansjoer, dkk, 2000).

J. Diagnosa Keperawatan

Pre operasi

1. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyumbatan

Post operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (tindakan

pembedahan)..

2. Resiko infeksi berhubungan dengan paparan patogen penyebab infeksi.

3. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri post

operasi.

K. Fokus intervensi

Intervensi menurut Mc.Closkey dan Bulecheck (2000) Nursing

Intervention Classsification (NIC), dan hasil yang diharapkan menurut

Johnson (2000) Nursing Outcome Classification ( NOC) , antara lain:

Sebelum operasi

1. Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan cemas dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil (NOC) :

(20)

b. Klien memahami dan mau mendiskusikan rasa cemas.

c. Kaji tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan

(tachikardi, tacypne, ekspresi).

d. Gunakan pendekatan dan sentuhan (permisi) verbalisasi untuk

meyakinkan pasien.

e. Berikan informasi tentang diagnosa, prognosis dan tindakan.

Intervensi (NIC) :

a. Gunakan pendekatan yang menenangkan.

b. Jelaskan semua proedur dan apa yang dirasakan selama prosedur.

c. Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi

takut.

d. Berikan mengenai informasi diagnosis, tindakan dan prognosis.

e. Dorong keluarga untuk menemani.

f. Dengarkan dengan penuh perhatian.

g. Bantu pasien mengenal situasi yang menimbulkan kecemasan.

h. Dorong pasien mengungkapkan perasaan.

i. Intrsuksikan pasien menggunakan teknik relaksasi.

j. Beri obat untuk mengurangi kecemasan.

Keterangan penilaian skala NOC :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

(21)

5. Selalu menunjukkan

2. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan penyumbatan

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawtan selama 3x24 jam

diharapkan eliminasi urin normal dan tidak terjadi retensi

urin.

Kriteria hasil (NOC):

a. Klien akan berkemih dalam jumlah normal tanpa retensi.

b. Klien menunjukkan perilaku yang mengontrol kandung kemih.

c. Tidak terdapat bekuan darah sehingga urin lancar lewat kateter.

Intervensi :

a. Kaji output urine dan karakteristiknya.

b. Pertahankan irigasi kandung kemih yang konstan selama 24 jam

pertama.

c. Pertahankan posisi dower kateter dan irigasi kateter.

d. Anjurkan intake cairan 2500-3000 ml sesuai toleransi.

e. Setelah kateter diangkat pantau waktu, jumlah urine, dan ukuran

aliran.

Keterangan penilaian skala NOC :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

4. Sering menunjukkan

(22)

Setelah Operasi

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (tindakan

pembedahan).

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan nyeri dapat berkurang atau hilang.

Kriteria Hasil (NOC) :

a. Klien melaporkan nyeri hilang, terkontrol.

b. Ekspresi wajah klien relaks.

c. Klien mampu untuk beristirahat dengan cukup.

d. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi (NIC) :

a. Kaji nyeri secara komprehensif meliputi durasi, frekuensi dan

skala nyeri.

b. Ajarkan teknik non farmakologik untuk mengurangi nyeri (nafas

dalam, relaksasi dan distraksi).

c. Posisikan dalam posisi yang nyaman.

d. Observasi tanda-tanda vital.

e. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi analgetik.

Keterangan penilaian skala NOC :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

(23)

5. Selalu menunjukkan

2. Resiko infeksi berhubungan dengan paparan patogen penyebab

infeksi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan resiko infeksi tidak terjadi.

Kriteria Hasil (NOC) :

a. Klien tidak mengalami infeksi.

b. Dapat mencapai waktu penyembuhan.

c. Tanda-tanda vital dalam batas normal.

Intervensi (NIC) :

a. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter

dengan steril.

b. Observasi dan laporkan tanda gejala infeksi seperti kemerahan,

panas, nyeri, tumor, dan adanya fungsiolaesa.

c. Tingkatkan intake cairan.

d. Cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan.

e. Pastikan teknik perawatan luka dengan tepat.

f. Berikan terapi antibiotik sesuai instruksi.

Keterangan penilaian skala NOC :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

(24)

5. Selalu menunjukkan

3. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan nyeri post

operasi.

Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam

diharapkan kebutuhan tidur dan istirahat dapat terpenuhi.

Kriteria Hasil (NOC) :

a. Klien mampu istirahat/tidur dengan waktu yang cukup.

b. Klien mengungkapkan sudah bisa tidur.

c. Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur.

Intervensi (NIC) :

a. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur atau

istirahat dan kemungkinan cara untuk menghindarinya.

b. Ciptakan suasana yang mendukung dengan mengurangi

kebisingan.

c. Batasi masukan cairan waktu malam hari dan berkemih sebelum

tidur.

d. Batasi masukan minuman yang mengandung kafein.

Keterangan penilaian skala NOC :

1. Tidak pernah dilakukan

2. Jarang menunjukkan

3. Kadang menunjukkan

4. Sering menunjukkan

Gambar

Gambar 3.1 Pathway dan perumusan diagnosa keperawatan

Referensi

Dokumen terkait

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan Cooperative Learning metode Snowball Throwing dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa MTsN Cisaat

Dengan judul “ ANALISIS PERINGKAT KESEHATAN BANK DENGAN MENGGUNAKAN METODE CAMEL PADA BANK PEMBANGUNAN DAERAH (BPD) DI INDONESIA PERIODE TAHUN 2013-2015 ”.. 1.2

Hanya karya-karya arsitek berlian AS, Frank Lloyd Wright, yang memberi ciri pada perioda sebelum AM sampai saat ini, dan bersama- sama arsitektur industri yang tidak

mengambil peluang produk oleh-oleh khas Cirebon bagi para wisatawan yang berkunjung ke Cirebon.hal demikian Sapta lakukan agar produknya memiliki nilai jual yang tinggi

Kepuasan responden di Instalasi Rawat Inap RSUD Tugurejo Semarang kategori tinggi adalah 38 responden ( 38 % ) dan kategori sedang 62 responden ( 62 % ), dengan

Karakteristik substrat maupun sedimennya pada Kawasan Pantai Ujong Pancu sendiri memiliki karateristik sedimen yang didominasi oleh pasir halus dimana pada

Seperti halnya alamat publik IPv4 yang dapat secara global dirujuk oleh host-host di Internet dengan menggunakan proses routing, alamat ini juga

adalah sebuah permainan yang pemainnya mengambil sebuah peran imajiner, bermain di dalam setting yang telah dibuat oleh seorang pembuat game dan dengan demikian