• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (Poecilia reticulata) DI KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR ALYANI FADHILAH HUSNA"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (

Poecilia reticulata

) DI

KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR

ALYANI FADHILAH HUSNA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy (Poecilia reticulata) di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2016

Alyani Fadhilah Husna

(4)
(5)

ABSTRAK

ALYANI FADHILAH HUSNA. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy (Poecilia reticulata) di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh DWI RACHMINA.

Ikan hias guppy merupakan jenis ikan hias yang memiliki laju pertumbuhan produksi tertinggi di Kecamatan Parung. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi dan pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung. Metode yang digunakan yaitu fungsi

Cobb-Douglas dan analisis pendapatan. Hasil menunjukkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung yaitu pakan cacing, pelet, tenaga kerja, dan dummy (jenis tempat pemeliharaan). Faktor produksi yang paling responsif adalah tenaga kerja. Nilai R/C rasio atas biaya total yang didapatkan sebesar 1.06. Imbalan yang diterima oleh petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung sudah lebih besar daripada upah yang berlaku, tetapi belum lebih besar dari tingkat suku bunga deposito.

Kata kunci: faktor produksi, pendapatan, R/C rasio, return to capital, return to family labour

ABSTRACT

ALYANI FADHILAH HUSNA. Analysis of Factors that Affect Production of the Guppy Ornamental Fish (Poecilia reticulata) in Parung Subdistrict, Bogor Regency. Supervised by DWI RACHMINA.

Guppy fish is an ornamental fish that has the highest growth rate in Parung Subdistrict. The purpose of this research is to analyze factors that affect production and income of the guppy fish farmers in Parung Subdistrict. The Cobb-Douglas equation and income analysis was used as the method in this research. The result showed that the factors that affect the production of guppy fish in Parung Subdistrict were worm as the feed, pellets, labour, and dummy (type of pisciculture place). The most responsive production factor was the labour. The R/C ratio of total cost was 1.06. The returns earned by the guppy fish farmers in Parung Subdistrict was already more than the applied wage, but it was not more than the deposit interest rate.

Key words: factors of production, revenue, R/C ratio, returns to capital, returns to family labour

(6)
(7)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI

PRODUKSI IKAN HIAS GUPPY (

Poecilia reticulata

) DI

KECAMATAN PARUNG, KABUPATEN BOGOR

ALYANI FADHILAH HUSNA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMENAGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 sampai Mei 2016 ini ialah usahatani, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy (Poecilia reticulata) di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi selaku pembimbing yang telah banyak memberi kritik dan saran, Dr Ir Burhanuddin, MM yang telah banyak memberi saran pada saat seminar proposal, Tintin Sarianti, SP MM dan Etriya, SP MM yang telah banyak memberi saran pada saat sidang penelitian, serta seluruh pengelola Program Studi Alih Jenis Agribisnis Institut Pertanian Bogor. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Andi dari Ketua Kelompok Petani Ikan (Pokdakkan) Ikan Hias Usaha Sejahtera, Mas Ahmad Muharya, dan Mas Saifudin yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x DAFTAR GAMBAR xi DAFTAR LAMPIRAN xi PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 4 Tujuan Penelitian 5 TINJAUAN PUSTAKA 5

Karakteristik Bisnis pada Perikanan Budidaya 5

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Perikanan Budidaya 6

Analisis Pendapatan pada Perikanan Budidaya 7

KERANGKA PEMIKIRAN 8

Kerangka Pemikiran Teoritis 8

Konsep Usahatani ... 8

Fungsi Produksi ... 9

Struktur Biaya Usahatani ... 11

Pendapatan Usahatani ... 12

Kerangka Pemikiran Operasional 14 METODE PENELITIAN 15 Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data 15 Jenis dan Sumber Data 15 Metode Penentuan Sampel 16 Metode Pengumpulan Data 16 Metode Pengolahan dan Analisis Data 17 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung ... 17

Hipotesis ... 18

Analisis Pendapatan Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung ... 22

GAMBARAN UMUM LOKASI DAN RESPONDEN 24 Kondisi Umum Lokasi Penelitian 24 Karakteristik Responden 26 HASIL DAN PEMBAHASAN 28 Perkembangan Pengusahaan Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung 28 Kegiatan Budidaya Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung 29 Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Ikan Hias Guppy 34 di Kecamatan Parung 34 Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy 41 di Kecamatan Parung 41 Analisis Pendapatan Budidaya Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung 48 Penerimaan Budidaya Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung ... 48

Biaya Budidaya Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung ... 49

Pendapatan Budidaya Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung ... 54

Analisis R/C Rasio ... 55

Return to Capital dan Return to Family Labour... 56

(14)

Simpulan 57

Saran 57

DAFTAR PUSTAKA 58

DAFTAR TABEL

1 Pertumbuhan target, realisasi, dan selisih produksi ikan hias tahun

2010-2014 di Indonesia (ribu ekor) 1

2 Pertumbuhan target, realisasi, selisih produksi, luas lahan, dan

produktivitas ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2010-2014 2 3 Produksi ikan hias di Kecamatan Parung tahun 2010-2014 (ribu ekor) 3 4 Pertumbuhan produksi, luas lahan, dan produktivitas ikan hias di

Kecamatan Parung tahun 2010-2014 4

5 Identifikasi autokorelasi dengan nilai DW 20

6 Rincian pertumbuhan jumlah penduduk di Kecamatan Parung tahun 2015 25 7 Jenis pekerjaan beserta jumlah pekerja di Kecamatan Parung tahun 2015 26 8 Sebaran responden menurut jenis kelamin di Kecamatan Parung 26 9 Sebaran responden menurut usia di Kecamatan Parung tahun 2015 27 10 Sebaran responden menurut tingkat pendidikan di Kecamatan Parung

tahun 2015 27

11 Sebaran responden menurut status pengusahaan ikan di Kecamatan

Parung tahun 2015 28

12 Rata-rata, standar deviasi, minimum, dan maksimum penggunaan

faktor-faktor produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung tahun 2015 34 13 Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga petani responden

pada budidaya ikan hias guppy dengan luasan 30 m2 tahun 2015 39 14 Hasil pendugaan fungsi produksi pada petani responden di

Kecamatan Parung tahun 2015 43

15 Rata-rata penerimaan petani responden pada budidaya ikan hias

Guppy dengan luasan 30 m2 tahun 2015 48

16 Rata-rata biaya petani responden pada budidaya ikan hias guppy

dengan luasan 30 m2 tahun 2015 50

17 Rata-rata biaya penyusutan petani responden pada budidaya ikan hias

guppy dengan luasan 30 m2 tahun 2015 53

18 Rata-rata pendapatan petani responden pada budidaya ikan hias guppy

dengan luasan 30 m2 tahun 2015 55

19 Rata-rata return to capital dan return to family labour petani responden pada budidaya ikan hias guppy dengan luasan 30 m2 tahun 2015 56

(15)

DAFTAR GAMBAR

1 Daerah produksi dan elastisitas produksi 10

2 Kurva biaya tetap (FC), biaya tidak tetap (VC), dan biaya total (TC)

pada usahatani 12

3 Alur kerangka pemikiran operasional penelitian 15 4 Bentuk dari induk ikan hias guppy di Kecamatan Parung 31 5 Penggunaan paranet pada usaha ikan hias guppy di Kecamatan Parung 33 6 Bentuk dari kutu air pada usaha ikan hias guppy di Kecamatan Parung 36 7 Bentuk dari cacing sutera pada usaha ikan hias guppy di

Kecamatan Parung 37

8 Bentuk dari pelet pada usaha ikan hias guppy di Kecamatan Parung 38

9 Penggunaan hapa pada usaha ikan hias guppy 41

DAFTAR LAMPIRAN

1 Perkembangan produksi, luas lahan, dan produktivitas ikan hias di Kecamatan Ciseeng, Parung, Kemang, serta Gunung Sindur pada

tahun 2010 hingga 2014 63

2 Jumlah peralatan petani responden pada budidaya ikan hias guppy

selama tahun 2015 64

3 Data penggunaan faktor-faktor produksi petani responden tahun 2015 66 4 Hasil pendugaan fungsi produksi pada petani responden di Kecamatan

(16)
(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Perikanan merupakan salah satu subsektor pertanian yang berperan penting sebagai penggerak perekonomian nasional. Hal ini karena dari tahun 2010 hingga tahun 2014, pertumbuhan PDB subsektor perikanan mengalami peningkatan setiap tahunnya (BPS 2015). Selain itu, laju pertumbuhan PDB subsektor perikanan berada di atas pertumbuhan PDB sektor pertanian secara umum dan nasional. Persentase pertumbuhan PDB sektor pertanian secara umum sebesar 10.1 persen per tahun dan nasional sebesar 11.9 persen per tahun, sedangkan subsektor perikanan sebesar 14.3 persen per tahun. Tingginya pertumbuhan PDB perikanan menunjukkan bahwa adanya peningkatan daya beli dari para pelaku subsektor perikanan dibandingkan dengan sektor pertanian secara umum dan nasional. Hal ini menggambarkan bahwa secara umum perikanan memegang peranan strategis dalam mendorong pertumbuhan pada PDB kelompok pertanian maupun PDB nasional.

Sektor perikanan terbagi menjadi dua macam, yaitu sektor perikanan budidaya dan sektor perikanan tangkap. Sektor perikanan budidaya lebih mudah untuk dikembangkan dibandingkan dengan sektor perikanan tangkap karena sektor ini memiliki kepastian produksi. Kepastian produksi tersebut dapat dilihat dari faktor-faktor yang memengaruhi produksinya, seperti penggunaan lahan, modal, benih, pakan, sumberdaya manusia, maupun manajemennya.

Ikan hias merupakan salah satu komoditas perikanan budidaya yang saat ini mulai banyak diusahakan. Menurut Sharif Cicip Sutardjo, Menteri Kelautan dan Perikanan Kabinet Indonesia Bersatu II, ikan hias merupakan salah satu komoditas andalan perikanan karena memiliki nilai perdagangan terbesar untuk produk non konsumsi (Wire 2013). Tingginya nilai perdagangan tersebut didukung oleh pasar internasional yang prospektif dan memiliki potensi sumberdaya yang melimpah. Ikan hias di Indonesia memiliki pertumbuhan produksi yang cukup baik dengan produksi yang cenderung meningkat (Tabel 1). Tabel 1 Pertumbuhan target, realisasi, dan selisih produksi ikan hias tahun

2010-2014 di Indonesia (ribu ekor)

Tahun Target Produksi Realisasi Produksi Selisih Produksi

2010 600 000 605 054 2011 700 000 945 376 340 322 2012 850 000 938 472 -6 904 2013 1 100 000 1 137 836 199 364 2014 1 100 000 1 140 988 3 152 Laju (%/tahun) 16.88 19.26

Sumber: Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat bahwa pertumbuhan target produksi ikan hias di Indonesia terus meningkat dari tahun 2010 hingga 2014 dengan laju pertumbuhan sebesar 16.88 persen per tahun. Sedangkan realisasi produksi ikan hias dari tahun 2010 hingga 2014 berfluktuasi namun cenderung meningkat

(18)

dengan laju pertumbuhan 19.26 persen per tahun. Laju pertumbuhan realisasi produksi lebih besar dibandingkan dengan laju target produksinya. Hal ini menunjukkan bahwa produksi ikan hias di Indonesia dapat tumbuh dengan baik.

Wilayah produksi ikan hias tersebar di 30 provinsi, dengan sentra budidaya ikan hias yang terdapat di Jawa Timur dan Jawa Barat. Pada tahun 2014, Jawa Barat menyumbang produksi ikan hias sebanyak 426 926 ribu ekor atau 37.42 persen dari total produksi Indonesia yang ada (DJPB 2015). Jawa Barat merupakan salah satu lokasi sebagai penghasil ikan hias yang cukup tinggi karena tersedianya infrastruktur yang memudahkan petani dalam berproduksi.

Kabupaten Bogor merupakan salah satu kawasan di Jawa Barat yang ditetapkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia (KKPRI) sebagai lokasi pengembangan minapolitan sejak tahun 2010. Program minapolitan merupakan upaya untuk menjadikan sektor perikanan sebagai sektor unggulan dalam pembangunan daerah yang kawasannya memiliki potensi perikanan. Tujuan dari pengembangan kawasan minapolitan adalah meningkatkan produksi, produktivitas, serta kualitas produk kelautan dan perikanan, sehingga diharapkan akan meningkatkan pendapatan nelayan/petani ikan maupun pengolah hasil perikanan. Tidak hanya itu, secara tidak langsung pengembangan kawasan minapolitan akan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi di daerah (Disnakan Kabupaten Bogor 2015).

Berdasarkan data dari Disnakan (Dinas Peternakan dan Perikanan) Kabupaten Bogor (2015), dari tahun 2010 hingga 2014, produksi ikan hias di Kabupaten Bogor setiap tahunnya mengalami peningkatan dan telah mencapai target produksi. Berikut ini adalah Tabel 2 yang menunjukkan pertumbuhan jumlah realisasi produksi dan target produksi ikan hias di Kabupaten Bogor selama 5 tahun terakhir (2010 hingga 2014).

Tabel 2 Pertumbuhan target, realisasi, selisih produksi, luas lahan, dan produktivitas ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2010-2014

Tahun Target Produksi (ribu ekor) Realisasi Produksi (ribu ekor) Selisih Produksi (ribu ekor) Luas lahan (ha) Produktivitas (ribu ekor/ha) 2010 112 085.82 112 085.82 - 30.85 3 633.25 2011 154 394.54 156 618.80 44 532.98 33.09 4 733.16 2012 185 273.45 188 936.64 32 317.84 35.06 5 388.95 2013 222 328.14 224 054.00 35 117.36 35.12 6 379.67 2014 233 261.00 235 173.74 11 119.74 35.12 6 696.29 Laju (%/tahun) 20.67 20.98 - 3.35 16.87

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2015 (diolah)

Target produksi yang ditetapkan oleh Disnakan Kabupaten Bogor mengacu pada tujuan dan sasaran dari Rencana Strategi dan RPJMD (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Kabupaten Bogor. Berdasarkan Tabel 2, realisasi produksi ikan hias di Kabupaten Bogor dari tahun 2010 hingga 2014 cenderung meningkat dengan laju pertumbuhan 20.98 persen per tahun dan telah mencapai target yang telah ditetapkan. Produktivitas ikan hias terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 16.87 persen per tahun. Hal ini menunjukkan

(19)

bahwa produksi ikan hias di Kabupaten Bogor memegang peranan dalam mendorong pertumbuhan produksi ikan hias di Indonesia.

Lokasi minapolitan Kabupaten Bogor tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Ciseeng, Parung, Kemang, dan Gunung Sindur. Laju pertumbuhan produktivitas ikan hias yang dimiliki oleh masing-masing kecamatan diantaranya adalah 10.87 persen per tahun untuk Kecamatan Ciseeng, 35.19 persen per tahun untuk Kecamatan Parung, 20.20 persen per tahun untuk Kecamatan Kemang, dan 78.69 persen per tahun untuk Kecamatan Gunung Sindur. Kecamatan Gunung Sindur memiliki laju produktivitas ikan hias yang paling tinggi, namun tidak sejalan dengan produksinya. Jumlah produksi ikan hias di Kecamatan Gunung Sindur lebih rendah dibandingkan dengan tiga kecamatan lainnya (dapat dilihat pada Lampiran 1).

Berdasarkan empat lokasi minapolitan Kabupaten Bogor, produktivitas ikan hias di Kecamatan Parung terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 35.19 persen per tahun. Hal ini sejalan dengan pertumbuhan produktivitas ikan hias secara keseluruhan di Kabupaten Bogor yang juga terus meningkat. Tingginya produktivitas ikan hias di Kecamatan Parung menyebabkan kecamatan ini dijadikan sebagai sentra produksi ikan hias di Kabupaten Bogor. Selain itu, di Kecamatan Parung juga terdapat pasar ikan hias terbesar di Kabupaten Bogor bahkan di seluruh Indonesia, yang dinamakan sebagai Pasar Ikan Hias Parung (Disnakan Kabupaten Bogor 2015). Ketersediaan pasar ikan hias tersebut membuat petani semakin meningkatkan produksi ikan hiasnya karena mudahnya akses dalam menjual hasil produksinya.

Ikan hias guppy (Poecilia reticulata) merupakan jenis ikan hias pendamai yang dapat ditempatkan bersama ikan hias jenis lainnya yang sama-sama jinak. Sehingga di kalangan penggemar akuarium dan ikan hias, ikan ini banyak dicari. Ikan hias guppy termasuk ke dalam salah satu jenis ikan hias yang memiliki produksi tertinggi di Kecamatan Parung pada tahun 2014. Produksi ikan hias guppy dari tahun 2010 hingga 2014 mengalami peningkatan setiap tahunnya dibandingkan dengan jenis ikan hias lain dan memiliki laju pertumbuhan yang tinggi, yaitu sebesar 227.71 persen per tahun. Tingginya laju pertumbuhan tersebut membuat hal ini menjadi menarik untuk dilihat mengenai bagaimana pengaruh dari faktor-faktor produksi yang digunakan dalam membudidayakan ikan hias guppy dan juga pendapatan petani dari ikan hias guppy. Berikut ini adalah Tabel 3 yang menunjukkan produksi ikan hias di Kecamatan Parung tahun 2010 hingga 2014.

Tabel 3 Produksi ikan hias di Kecamatan Parung tahun 2010-2014 (ribu ekor)

Jenis Tahun Laju

(%/tahun) 2010 2011 2012 2013 2014 Cupang 1 430.00 2 507.95 2 996.47 2996.47 4 549.89 36.68 Guppy 310.00 3 020.05 3 213.01 3 467.05 4 241.16 227.71 Koi 832.55 897.11 335.41 819.82 3 625.00 107.93 Boster 1 200.00 1 230.69 1 859.07 1 996.04 2 417.80 20.53 Plati pedang 1 500.00 1 482.58 1 892.73 1 892.73 2 380.15 13.06 Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2015 (diolah)

(20)

Perumusan Masalah

Kecamatan Parung merupakan sentra produksi ikan hias di Kabupaten Bogor. Tersedianya infrastruktur, yaitu pasar ikan hias yang memudahkan para petani dalam melangsungkan proses transaksi penjualan ikan hias antar provinsi, memberikan nilai tambah dalam meningkatkan produksi ikan hias di kecamatan ini. Selain itu, potensi sumberdaya yang dimiliki oleh Kecamatan Parung juga ikut menunjang dalam meningkatkan produksi ikan hias. Secara keseluruhan, luas lahan yang dimiliki Kecamatan Parung mencapai 2 552.478 Ha dan didukung dengan kondisi iklim tropisnya yang memungkinkan untuk melaksanakan aktivitas usaha budidaya ikan hias sepanjang tahun.

Kecamatan Parung merupakan salah satu kecamatan yang ditetapkan oleh Pemerintah daerah Kabupaten Bogor (Pemkab Bogor) sebagai lokasi minapolitan di Kabupaten Bogor. Implikasi dari penetapan lokasi minapolitan ini yaitu, Pemkab Bogor, melalui Disnakan memberikan bantuan berupa induk ikan hias untuk sejumlah komoditi, serta bantuan sarana usaha seperti akuarium dan pakan. Pemkab Bogor juga membantu pemasaran ikan hias dengan membangun Depo untuk mengadakan bursa ikan hias, serta pasar ikan hias yang berada di Parung. Implikasi tersebut menyebabkan produksi ikan hias di Kecamatan Parung terus meningkat setiap tahunnya. Berikut ini adalah Tabel 4 yang menunjukkan pertumbuhan produksi, luas lahan, dan produktivitas ikan hias di Kecamatan Parung pada tahun 2010 hingga 2014.

Tabel 4 Pertumbuhan produksi, luas lahan, dan produktivitas ikan hias di Kecamatan Parung tahun 2010-2014

Tahun Produksi (ribu ekor) Luas lahan (ha) Produktivitas (ribu ekor/ha) 2010 12 924.18 8.74 1 479.59 2011 19 012.48 8.96 2 121.93 2012 19 788.12 5.81 3 405.87 2013 23 215.51 5.81 3 995.78 2014 27 747 00 5.81 4 775.73 Laju (%/tahun) 22.01 -8.15 35.19

Sumber: Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor 2015 (diolah)

Berdasarkan Tabel 4, dapat dilihat bahwa meskipun luas lahan ikan hias di Kecamatan Parung menurun dengan laju sebesar 8.15 persen per tahun, tetapi produksinya justru meningkat dengan laju sebesar 22.01 persen per tahun. Peningkatan produksi ikan hias tersebut menyebabkan produktivitasnya meningkat dengan laju sebesar 35.19 persen per tahun. Produktivitas ikan hias di Kecamatan Parung ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan kecamatan lainnya.

Jenis ikan hias yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah guppy (Poecilia reticulata). Ikan hias guppy merupakan salah satu jenis ikan hias yang memiliki produksi tertinggi di Kecamatan Parung pada tahun 2014. Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa pada tahun 2010 jumlah ikan hias guppy yang diproduksi petani di Kecamatan Parung sebesar 310 ribu ekor. Kemudian pada tahun berikutnya, jumlah ikan hias guppy yang diproduksi meningkat dengan pesat menjadi 3 020.05 ribu ekor. Jika menggunakan luas lahan yang sama dengan luas

(21)

lahan di Kecamatan Parung, produktivitas ikan hias guppy terus meningkat dengan laju pertumbuhan sebesar 236.14 persen per tahun.

Tingginya produktivitas ikan hias guppy tersebut disebabkan karena adanya peningkatan minat konsumen yang direspon baik oleh petani karena produktivitas ikan hias guppy di Kecamatan Parung juga meningkat. Produktivitas yang meningkat tersebut berimplikasi pada penggunaan faktor-faktor produksi. Semakin meningkatnya faktor-faktor produksi yang digunakan, maka diharapkan hasil produksi juga akan meningkat. Peningkatan penggunaan faktor-faktor produksi tersebut akan meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan petani selama berproduksi ikan hias guppy yang nantinya berpengaruh terhadap pendapatan petani. Oleh sebab itu, peningkatan produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung ini menimbulkan sejumlah pertanyaan, yaitu mengapa produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung dapat meningkat dengan pesat? Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi peningkatan produksi tersebut? Dengan peningkatan produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung, bagaimana dengan pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung?

Berdasarkan uraian yang ada, permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan menjadi:

1. Faktor-faktor apa yang memengaruhi produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung?

2. Bagaimana pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan hasil perumusan masalah, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung

2. Menganalisis pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Bisnis pada Perikanan Budidaya

Menurut Suci (2001), karakteristik bisnis perikanan budidaya ikan hias dapat dilihat dari modal, skala usaha, tenaga kerja, dan pemilikan saprokan. Modal kegiatan budidaya ikan hias dibedakan atas modal investasi dan modal operasional. Modal investasi yaitu berupa dana atau uang yang digunakan untuk pembelian atau penyewaan lahan, pembuatan kolam atau akuarium, serta pembelian peralatan, seperti blower, aerator, tabung oksigen, selang, ataupun saringan. Sedangkan modal operasional atau modal kerja yaitu dana atau uang yang digunakan untuk pembelian induk ataupun benih ikan, pakan, pupuk, obat-obatan, dan lainnya. Modal untuk budidaya ikan hias berada dalam kategori sedang karena budidaya ikan hias ini tidak membutuhkan modal yang terlalu besar, seperti tidak membutuhkan lahan yang luas.

(22)

Skala usaha seringkali dilihat dari besarnya modal yang ditanamkan, kelengkapan sarana dan prasarana, sumberdaya manusia, serta jumlah produksi. Namun dalam budidaya ikan hias, ukuran skala usahanya dibedakan berdasarkan jenis dan jumlah ikan yang diusahakannya. Pada penelitian Suci (2001), skala usaha diukur dari jumlah kepemilikan induk dan jenis ikan hias. Tingkat skala usaha yang tinggi tidak berarti menggambarkan penanaman modal yang tinggi. Hal ini karena bergantung pada jenis ikan hias yang diusahakan. Demikian juga dengan skala usaha yang rendah, tidak mencerminkan modal yang digunakan rendah.

Jumlah tenaga kerja yang terlibat dalam kegiatan budidaya ikan hias akan menyesuaikan dengan besarnya skala usaha yang dijalankan. Pada penelitian Suci (2001), tenaga kerja yang banyak digunakan dalam budidaya ikan hias berasal dari tenaga kerja dalam keluarga. Saprokan merupakan sarana yang terkait langsung dengan kegiatan produksi, baik berupa benih, induk, pakan, pupuk, maupun obat-obatan. Kelengkapan petani dalam memiliki saprokan menunjukkan tingkat intensitas pengelolaan usaha.

Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Perikanan Budidaya Perikanan budidaya dalam arti sempit adalah usaha memelihara ikan yang sebelumnya hidup secara liar di alam menjadi ikan peliharaan. Sedangkan dalam arti luas, yaitu semua usaha membesarkan dan memperoleh ikan, baik itu ikan masih hidup liar di alam atau sudah dibuatkan tempat tersendiri dengan adanya campur tangan manusia. Tujuan perikanan budidaya yaitu untuk mendapatkan produksi perikanan yang lebih baik atau lebih banyak dibandingkan dengan hasil dari ikan yang hidup di alam secara liar. Oleh karena itu, untuk memenuhi tujuan tersebut perlu memperhatikan faktor-faktor produksi yang memengaruhi perikanan budidaya.

Faktor produksi merupakan sebuah input yang diberikan pada kegiatan produksi untuk menghasilkan output tertentu. Faktor produksi akan memengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Berdasarkan penelitian Permatasari (2010), produksi pada usaha pembesaran ikan mas dipengaruhi oleh jumlah jaring apung yang digunakan, benih ikan yang ditanam, pakan pelet, obat-obatan, lama produksi, dan tenaga kerja. Dari faktor-faktor produksi tersebut, faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan mas dengan selang kepercayaan 95 persen yaitu jumlah jaring apung, benih ikan yang ditanam, pakan pelet, obat-obatan, dan tenaga kerja. Semua faktor produksi yang berpengaruh nyata tersebut memiliki pengaruh yang positif terhadap produksi ikan mas. Sehingga setiap penambahan masing-masing faktor produksi, maka akan menambah jumlah produksi ikan mas.

Menurut Jayamurti (2014), produksi pada usaha ikan mas koi dipengaruhi oleh benih ikan yang ditanam, pakan dedak, pupuk kandang, obat-obatan, dan tenaga kerja. Dari faktor-faktor produksi tersebut, faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi ikan koi yaitu benih ikan yang ditanam (pada selang kepercayaan 99 persen), pupuk kandang (pada selang kepercayaan 85 persen), dan obat-obatan (pada selang kepercayaan 75 persen). Faktor produksi yang berpengaruh nyata ini memiliki pengaruh yang berbeda terhadap produksi

(23)

ikan koi. Jumlah benih yang ditanam dan pupuk kandang memiliki pengaruh yang positif, sedangkan obat-obatan memiliki pengaruh yang negatif. Pada faktor produksi obat-obatan, setiap penambahan obat-obatan yang digunakan, dapat menurunkan jumlah produksi ikan koi. Hal ini karena penggunaan obat-obatan yang berlebihan (dosis yang digunakan tidak tepat), dapat menyebabkan kematian pada ikan.

Faktor produksi lainnya yang dapat memengaruhi produksi pada perikanan budidaya adalah luasan tempat pemeliharaan. Berdasarkan penelitian Istiqomah (2014), untuk tempat pemeliharaan yang sempit dapat menghasilkan produksi ikan yang lebih tinggi. Hal ini karena pada tempat pemeliharaan yang sempit, petani lebih intensif dalam mengalokasikan penggunaan faktor-faktor produksinya. Sehingga produksi yang dihasilkan lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat pemeliharaan yang luas. Dalam penelitian tersebut, luasan tempat pemeliharaan dibagi menjadi luasan sempit (< 282 m2), luasan sedang (282 m2 hingga 786 m2), dan luas (> 786 m2).

Analisis Pendapatan pada Perikanan Budidaya

Besarnya pendapatan yang akan diperoleh dari suatu kegiatan perikanan budidaya tergantung dari beberapa faktor yang digunakan dan hasil produksi, seperti luasan tempat pemeliharaan, tingkat produksi, dan efisiensi penggunaan tenaga kerja. Dalam melakukan kegiatan perikanan budidaya, petani berharap dapat meningkatkan pendapatannya sehingga kebutuhan hidup sehari-hari mereka dapat terpenuhi. Penelitian yang mengkaji mengenai analisis pendapatan pada perikanan budidaya dilakukan oleh Permatasari (2010), Eka (2013), Trisnani (2013), dan Sihombing et al (2013). Permatasari (2010) dan Trisnani (2013) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan budidaya ikan konsumsi, sedangkan Eka (2013) dan Sihombing et al (2013) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan budidaya ikan hias.

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sebelumnya menunjukkan bahwa budidaya ikan hias memiliki tingkat pendapatan yang tinggi dibandingkan dengan budidaya ikan konsumsi. Hal ini karena ikan hias mempunyai perputaran modal yang relatif cepat dan mempunyai nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan ikan konsumsi (Sihombing et al 2013). Selain itu, budidaya ikan konsumsi menjual hasilnya dengan sistem kiloan. Usaha ini lebih menekankan pada kuantitas, sedangkan usaha budidaya ikan hias lebih menekankan pada kualitas.

Pendapatan juga dapat menggambarkan keuntungan dari usahatani yang dijalankan. Untuk menganalisis apakah budidaya yang dilakukan menguntungkan atau tidak, maka dilakukan analisis perbandingan antara revenue dan cost (R/C). Usaha yang menguntungkan adalah usaha yang mempunyai nilai R/C lebih besar dari 1. Apabila dibandingkan antara tingkat keuntungan yang diperoleh petani ikan hias dengan ikan konsumsi yang ditunjukkan dari nilai R/C rasio, maka dapat diketahui budidaya ikan mana yang lebih menguntungkan antara budidaya ikan hias atau ikan konsumsi.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Eka (2013) dan Sihombing et al (2013) menunjukkan bahwa nilai R/C rasio total yang diperoleh petani ikan hias di Surabaya sebesar 1.68 dan nilai R/C rasio total untuk petani

(24)

ikan hias di Bali sebesar 1.69. Sedangkan untuk nilai R/C rasio total yang diperoleh petani ikan konsumsi sebesar 1.009 untuk petani dengan satu jenis ikan konsumsi dan 1.216 untuk petani dengan dua jenis ikan konsumsi (Permatasari 2010 dan Trisnani 2013).

Berdasarkan hasil penelitian tersebut dinyatakan bahwa budidaya ikan hias lebih menguntungkan dibandingkan dengan budidaya ikan konsumsi. Meskipun petani ikan konsumsi telah mengusahakan 2 jenis ikan konsumsi, nilai R/C rasio totalnya masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai R/C rasio total pada ikan hias. Hal ini karena nilai jual dari ikan konsumsi masih lebih rendah dibandingkan dengan nilai jual dari ikan hias. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa dengan mengusahakan budidaya ikan hias, petani akan mendapatkan keuntungan yang lebih besar jika dibandingkan dengan mengusahakan budidaya ikan konsumsi.

KERANGKA PEMIKIRAN

Kerangka Pemikiran Teoritis Konsep Usahatani

Definisi usahatani menurut Soekartawi (1995) adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Usahatani yang dikatakan efektif apabila petani dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki atau kuasai sebaik-baiknya. Sedangkan untuk usahatani yang dikatakan efisien apabila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan output yang melebihi input.

Menurut Suratiyah (2015), ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari cara-cara petani menentukan, mengorganisasikan, dan mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin. Faktor-faktor yang bekerja dalam usahatani adalah faktor alam, tenaga kerja, dan modal. Berikut ini adalah penjelasan dari faktor-faktor produksi yang bekerja dalam usahatani.

1. Alam merupakan faktor yang sangat menentukan usahatani. Faktor alam dibedakan menjadi dua, yaitu faktor tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor tanah misalnya jenis tanah dan kesuburan, sedangkan faktor alam sekitarnya misalnya iklim yang berkaitan dengan ketersediaan air, suhu, dan lain sebagainya. Alam mempunyai berbagai sifat yang harus diketahui karena usaha pertanian adalah usaha yang sangat peka terhadap pengaruh alam. 2. Tenaga kerja merupakan faktor penting lainnya dalam usahatani. Tenaga

kerja salah satu unsur penentu, terutama bagi usahatani yang sangat bergantung pada musim. Kelangkaan tenaga kerja mengakibatkan mundurnya waktu penanaman, sehingga berpengaruh pada pertumbuhan tanaman, produktivitas, dan kualitas produk. Tenaga kerja dalam usahatani memiliki karakteristik yang berbeda dengan tenaga kerja dalam usaha bidang lain yang bukan pertanian. Hal ini karena tenaga kerja dalam usahatani terbagi menjadi

(25)

dua jenis, yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Pemilihan tenaga kerja ini dipengaruhi oleh modal yang ada. Petani umumnya, petani memiliki modal yang terbatas, sehingga jika petani mempunyai modal yang kurang maka tenaga kerja diusahakan menggunakan tenaga kerja dalam keluarga.

3. Modal dalam pengertian ekonomi adalah barang atau uang yang bersama-sama dengan faktor produksi lain menghasilkan barang-barang baru. Pada usahatani, yang dimaksudkan dengan modal adalah tanah, bangunan, alat pertanian, tanaman, ternak, ikan, bahan pertanian, uang tunai, dan piutang dari bank atau pihak ketiga. Modal dibedakan oleh sifatnya, yaitu modal tetap (seperti tanah) dan modal bergerak (seperti alat dan bahan pertanian, uang tunai, serta tanaman yang dimiliki). Modal usahatani dapat berupa biaya investasi, biaya operasional, biaya pemeliharaan, dan biaya pengelolaan.

Faktor produksi lainnya yang bekerja dalam usahatani menurut Hernanto (1989) adalah pengelolaan atau manajemen usahatani. Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dimiliki sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkannya. Pengelolaan usahatani ini merupakan faktor produksi secara tidak langsung yang bekerja dalam usahatani.

Fungsi Produksi

Faktor keberhasilan suatu kegiatan produksi tidak akan terlepas dari faktor-faktor produksi yang digunakan secara kontinu dalam jumlah yang tepat. Untuk mencapai produksi atau output yang optimal sangat dipengaruhi oleh faktor produksi atau inputnya. Hubungan antara input dan output suatu kegiatan produksi dapat dilihat dari bentuk fungsi produksinya. Menurut Nicholson (1995), fungsi produksi merupakan hubungan matematis antara input dan output. Sedangkan menurut Dillon dan Hardaker (1986), fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.

Input produksi merupakan syarat mutlak dalam sebuah proses produksi. Input produksi terdiri atas tanah, tenaga kerja, modal, dan manajemen. Untuk menghasilkan produksi yang baik, petani biasanya mengetahui jumlah input produksi tertentu untuk menghasilkan sejumlah output tertentu. Pendugaan atau pengetahuan sebagian besar berasal dari pengalaman sebelumnya. Namun, hal tersebut mungkin akan lebih sulit jika masukan produksinya berupa faktor-faktor yang diluar kendali petani seperti iklim, penyakit, dan lain-lain. Jika diketahui bentuk fungsi produksi, lalu memanfaatkan informasi harga dan biaya yang dikorbankan maka petani dapat menentukan kombinasi masukan input untuk menghasilkan output yang terbaik.

Menurut Dillon dan Hardaker (1986), dalam bentuk matematika sederhana, fungsi produksi dapat dituliskan pada Persamaan (1).

( )... (1) Keterangan: Y = output atau hasil produksi

f = bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi dengan hasil produksi

(26)

X1, X2, X3, ..., Xn = input atau faktor-faktor produksi yang digunakan

Berdasarkan fungsi produksi tersebut, maka dapat dilihat bahwa besar kecilnya Y (hasil produksi atau output) ditentukan peranan X1, X2, X3, ..., Xn dan faktor-faktor lain yang tidak terdapat pada persamaan. Perlu diperhitungkan juga bahwa besar kecilnya produksi dipengaruhi oleh kondisi setempat mengingat sifat pertanian yang adaptasinya tergantung pada lingkungan atau kondisi setempat (local spesific).

Untuk mengukur jumlah perubahan produk yang dihasilkan akibat faktor produksi yang dipakai, dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah persentase perubahan dari output sebagai akibat dari persentase perubahan input. Persamaan elastisitas produksi dapat dirumuskan pada Persamaan (2). ... (2) Keterangan: Ep = Elastisitas produksi ΔY = Perubahan hasil produksi ΔXi = Perubahan faktor produksi Y = Hasil produksi

Xi = Jumlah faktor produksi ke-i

Berdasarkan nilai elastisitas produksi, maka fungsi produksi terbagi menjadi tiga daerah (Gambar 1).

Gambar 1 Daerah produksi dan elastisitas produksi X1 X2 PM/AP X3 PM PR III II I X Y PT

(27)

Keterangan: Y = Jumlah output X = Jumlah input PM = Produk marginal PT = Produk total PR = Produk rata-rata

Daerah I : mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari satu (Ep > 1), artinya bahwa penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan produksi lebih dari satu persen. Pada daerah ini produksi masih dapat ditingkatkan dengan pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional.

Daerah II : mempunyai nilai elastisitas produksi lebih dari nol kurang dari satu (0 < Ep < 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penambahan produksi paling kecil nol dan paling besar satu persen. Daerah ini ditandai dengan adanya penambahan hasil produksi yang menurun. Pada daerah ini dicapai keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor tertentu. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah rasional.

Daerah III : mempunyai nilai elastisitas produksi kurang dari nol (Ep < 0), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi sebesar nilai elastisitasnya. Daerah ini mencerminkan bahwa pemakaian faktor produksi tidak efisien. Oleh karena itu, daerah ini disebut daerah irrasional.

Struktur Biaya Usahatani

Penggunaan faktor-faktor produksi selama produksi berlangsung akan berpengaruh terhadap biaya yang harus dikeluarkan petani. Menurut Soekartawi (1995), biaya usahatani diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap (fixed cost) dan biaya tidak tetap (variable cost). Biaya tetap didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya relatif tetap dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh berbeda, baik itu banyak ataupun sedikit. Jadi, besarnya biaya tetap ini tidak tergantung pada besar-kecilnya produksi yang diperoleh. Contoh biaya tetap antara lain sewa tanah, alat pertanian, dan iuran irigasi. Sedangkan biaya tidak tetap didefinisikan sebagai biaya yang besar-kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Contoh biaya tidak tetap seperti biaya pakan ternak dan biaya bibit. Jumlah dari biaya tetap dan tidak tetap disebut sebagai biaya total. Berikut ini adalah Gambar 2 yang menunjukkan kurva biaya tetap atau fixed cost (FC), biaya tidak tetap atau variable cost (VC), dan biaya total atau total cost (TC) pada usahatani.

(28)

Gambar 2 Kurva biaya tetap (FC), biaya tidak tetap (VC), dan biaya total (TC) pada usahatani

Berdasarkan Gambar 2, dapat dilihat bahwa kurva biaya tetap (kurva FC) menunjukkan garis horisontal yang mewakili biaya tertentu dengan sejumlah modal yang dipergunakan. Biaya tersebut tidak berubah atau tidak dapat divariasikan, sehingga output atau jumlah produksi tidak memengaruhi biaya yang dikeluarkan. Kurva biaya tidak tetap (kurva VC) menunjukkan biaya produksi berubah atau dapat divariasikan sesuai dengan jumlah produksi yang ditentukan, sehingga jumlah produksi akan memengaruhi biaya yang dikeluarkan. Sedangkan kurva biaya total (kurva TC) menunjukkan penjumlahan dari kurva FC dan VC. Semakin meningkatnya jumlah produksi suatu usaha, maka biaya yang dikeluarkan juga akan semakin meningkat (Nicholson 1995).

Biaya dalam usahatani juga dapat dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan merupakan pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan petani. Biaya diperhitungkan ini dapat berupa faktor produksi yang digunakan petani tanpa mengeluarkan uang tunai seperti penggunaan tenaga kerja dalam keluarga, penggunaan benih dari hasil produksi, dan penyusutan dari alat produksi (Dillon dan Hardaker 1986).

Pendapatan Usahatani

Pendapatan usahatani dianalisis untuk mengetahui informasi mengenai keadaan penerimaan dan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu dan merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total dengan harga satuan jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya atau pengeluaran usahatani adalah nilai dari penggunaan faktor-faktor produksi melalui proses produksi untuk menghasilkan produk.

Untuk mengukur pendapatan, langkah-langkah perhitungan yang harus dilakukan diantaranya adalah (Dillon dan Hardaker 1986):

TC VC

FC TC, VC, FC

(29)

1. Mengukur pendapatan kotor usahatani (gross farm income), didefinisikan sebagai nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual, seperti dikonsumsi sendiri oleh petani

2. Mengukur pengeluaran total usahatani (total farm expenses), didefinisikan sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan untuk menghasilkan produk, tetapi tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai.

3. Mengukur pendapatan bersih usahatani (net farm income), didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan pengeluaran total usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani dari penggunaan faktor-faktor produksi.

4. Mengukur penghasilan bersih usahatani (net farm earnings), didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan bersih usahatani dengan bunga yang dibayarkan kepada modal pinjaman. Ukuran ini menggambarkan penghasilan yang diperoleh dari usahatani untuk keperluan keluarga dan merupakan imbalan terhadap semua sumberdaya milik keluarga yang dipakai dalam usahatani.

5. Mengukur imbalan kepada seluruh modal (return to capital), didefinisikan sebagai selisih antara pendapatan bersih usahatani dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

6. Mengukur imbalan kepada modal petani (return to farm equity capital), didefinisikan sebagai selisih antara penghasilan bersih usahatani dengan biaya tenaga kerja dalam keluarga.

7. Mengukur imbalan kepada tenaga kerja keluarga (return to family labour), didefinisikan sebagai selisih antara penghasilan bersih usahatani dengan bunga modal petani yang diperhitungkan. Ukuran imbalan ini dapat dibagi dengan jumlah anggota keluarga yang bekerja dalam usahatani sehingga diperoleh taksiran imbalan untuk setiap orang. Angka dalam imbalan ini dapat dibandingkan dengan imbalan atau upah kerja di luar usahatani.

Menurut Hernanto (1989), pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien dan menguntungkan. Suatu usahatani dikatakan menguntungkan apabila memiliki tingkat efisiensi penerimaan yang diperoleh atas setiap biaya yang dikeluarkan hingga mencapai perbandingan tertentu. Kriteria usahatani yang menguntungkan dapat diukur dengan menggunakan analisis imbangan penerimaan dan biaya (analisis R/C rasio) yang didasarkan pada perhitungan secara finansial. Analisis ini menunjukkan besarnya penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk. Semakin besar nilai R/C maka akan semakin besar pula penerimaan usahatani yang diperoleh untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan atau usahatani dikatakan menguntungkan.

Kegiatan usahatani dikategorikan menguntungkan jika memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya atau secara sederhana kegiatan usahatani menguntungkan. Sebaliknya kegiatan usahatani dikategorikan tidak menguntungkan jika memiliki nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, artinya untuk setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil daripada tambahan biaya atau kegiatan usahatani merugi. Sedangkan untuk kegiatan usahatani yang

(30)

memiliki nilai R/C rasio sama dengan satu berarti kegiatan usahatani berada pada keuntungan normal.

Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Parung merupakan sentra produksi ikan hias di Kabupaten Bogor. Luas lahan produksi ikan hias di Kecamatan Parung dari tahun 2010 hingga 2014 menurun dengan laju sebesar 8.15 persen per tahun. Meskipun luas lahan produksinya menurun, jumlah produksi ikan hias di kecamatan ini meningkat dengan laju sebesar 22.01 persen per tahun. Ikan hias guppy merupakan jenis ikan hias yang memiliki laju pertumbuhan produksi tertinggi dibandingkan dengan jenis ikan hias lainnya di Kecamatan Parung. Produksi ikan hias guppy meningkat dengan pesat dari tahun ke tahun. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung.

Berdasarkan teori dan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, faktor-faktor produksi yang diduga memiliki pengaruh terhadap produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung diantaranya adalah luas lahan, pakan (terdiri dari kutu air, cacing, dan pelet), obat-obatan, tenaga kerja, serta jenis tempat pemeliharaan. Luas lahan yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah total dari luasan lahan yang digunakan petani selama tahun 2015. Pakan dan obat-obatan yang dimaksudkan adalah banyaknya jumlah pakan dan obat-obatan yang digunakan petani selama tahun 2015. Tenaga kerja yang dimaksudkan adalah total dari tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi selama tahun 2015. Jenis tempat pemeliharaan yang dimaksudkan adalah tempat pemeliharaan yang digunakan dalam proses produksi selama tahun 2015. Jenis tempat pemeliharaan ini nantinya akan dijadikan sebagai dummy.

Kemudian, faktor-faktor produksi yang digunakan petani tersebut nantinya akan menghasilkan jumlah produksi tertentu sesuai dengan banyaknya faktor produksi yang digunakan oleh petani. Semakin banyak faktor produksi yang digunakan, maka semakin tinggi biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Oleh sebab itu, penelitian ini juga dilakukan untuk mengetahui gambaran pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung. Gambaran pendapatan petani dapat diketahui melalui analisis biaya, pendapatan, dan R/C rasio. Selain itu, dalam penelitian ini juga dilakukan analisis mengenai return to capital dan return to family labour untuk mengetahui seberapa besar imbalan yang akan didapatkan bagi faktor-faktor produksi yang digunakan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi sebuah informasi yang bermanfaat sebagai dasar untuk mengetahui prospek pertumbuhan produksi ikan hias guppy dalam kondisi riil di lokasi penelitian. Selain itu juga, diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan dalam setiap pengambilan keputusan selama proses produksi ikan hias guppy yang dilakukan, sehingga dapat memberikan hasil yang optimal. Secara umum, alur kerangka pemikiran operasional penelitian dapat dilihat pada Gambar 3.

(31)

Gambar 3 Alur kerangka pemikiran operasional penelitian

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Pengumpulan Data

Penelitian dilakukan di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor pada bulan Maret hingga bulan Mei 2016. Kecamatan ini dipilih dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Parung merupakan salah satu lokasi minapolitan yang memiliki laju produktivitas ikan hias tertinggi di Kabupaten Bogor. Selain itu, kecamatan ini dipilih karena meskipun luas lahan produksinya menurun, jumlah produksi ikan hias di kecamatan ini meningkat setiap tahunnya. Sehingga perlu diketahui faktor-faktor apa yang memengaruhi peningkatan produksi ikan hias dan gambaran pendapatan petani dari adanya penggunaan faktor-faktor produksi.

Jenis dan Sumber Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua jenis, yaitu data primer dan data sekunder. Jenis data primer yang dikumpulkan diantaranya adalah karakteristik responden, kegiatan budidaya ikan hias guppy, penggunaan faktor-faktor produksi pada ikan hias guppy, serta besarnya penerimaan dan biaya

Faktor produksi yang diduga: 1. Luas lahan

2. Pakan jenis kutu air 3. Pakan jenis cacing 4. Pakan jenis pelet 5. Obat-obatan 6. Tenaga kerja

7. Jenis tempat pemeliharaan (dummy) Produksi Ikan Hias Guppy Penerimaan Harga Output Harga Input Biaya Produksi  Pendapatan  R/C rasio  Return to capital Return to family labour

(32)

selama proses produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung. Jenis-jenis data primer tersebut bersumber dari para petani yang dijadikan sebagai responden dalam penelitian.

Jenis data sekunder yang dikumpulkan diantaranya adalah data produksi ikan hias di Indonesia dan Jawa Barat yang bersumber dari Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, data produksi ikan hias di Kabupaten Bogor dan Kecamatan Parung yang bersumber dari Dinas Peternakan dan Perikanan Pemerintah Kabupaten Bogor, konsep usahatani, fungsi produksi, struktur biaya usahatani, dan pendapatan usahatani yang bersumber dari buku-buku terkait, penelitian-penelitian terdahulu, serta gambaran umum lokasi penelitian-penelitian yang bersumber dari Pemerintah Kecamatan Parung.

Metode Penentuan Sampel

Unit analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah usaha budidaya ikan hias di Kecamatan Parung, Kabupaten Bogor. Penentuan sampel penelitian dengan menggunakan kombinasi dari metode non probability, yaitu snowball sampling dan purposive sampling. Hal ini karena tidak adanya kerangka sampling (daftar nama petani) yang tersedia, baik dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor maupun Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan (BP3K) setempat.

Cara penggunaan metode ini diawali dengan metode snowball sampling, yaitu mencari informasi mengenai petani budidaya ikan hias jenis Guppy dari para penjual ikan hias di Pasar Ikan Hias Parung. Kemudian dari informasi petani yang didapat tersebut dicari lagi informasi mengenai petani-petani lainnya hingga mencapai jumlah responden yang diinginkan. Selanjutnya, untuk memilih petani yang akan dijadikan sebagai petani responden digunakan metode purposive sampling, yaitu dengan menentukan suatu kriteria dalam memilih petani. Petani yang dipilih sebagai responden adalah petani yang telah melakukan budidaya ikan hias Guppy selama satu tahun atau lebih dari itu. Hal ini karena petani tersebut telah konsisten dalam memproduksi ikan hias guppy. Jumlah responden yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 40 petani. Hal ini untuk memenuhi aturan statistik secara umum.

Metode Pengumpulan Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh melalui survei langsung di lapangan dengan menggunakan kuisioner yang telah disiapkan, studi literatur atau pustaka, dan wawancara dengan responden. Survei lapang dimaksudkan untuk mengetahui secara langsung kondisi di lapangan. Sedangkan studi literatur atau pustaka dilakukan untuk memperoleh pendalaman informasi yang berkaitan dengan topik penelitian.

(33)

Metode Pengolahan dan Analisis Data

Analisis data merupakan suatu proses lanjutan setelah dilakukan pengumpulan data. Analisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan lebih bernilai dan dapat memberikan informasi yang diharapkan. Data yang telah diperoleh kemudian dipindahkan secara tertulis dan diolah dengan menggunakan alat analisis yang telah ditetapkan. Analisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung dianalisis dengan menggunakan model Cobb-Douglas yang dibantu dengan software SPSS 16 dan Microsoft Excel. Untuk melihat gambaran pendapatan petani ikan hias guppy di Kecamatan Parung dilakukan dengan menggunakan analisis pendapatan, R/C rasio, return to capital, dan return to family labour.

Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung

Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy di Kecamatan Parung adalah model Cobb-Douglas, dimana terdapat dua variabel, yaitu variabel Y sebagai peubah tak bebas (dependent variable) dalam hal ini adalah produksi ikan hias guppy, serta variabel X1, X2, X3, X4, X5, X6, X7 sebagai peubah bebas (independent variable), yaitu faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy. Persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dituliskan pada Persamaan (3).

Y = β0 X1β1 X2β2 X3β3 X4β4 X5β5 X6β6 X7β7 εε ...(3) Dalam menduga parameter pada persamaan fungsi Cobb-Douglas, maka data yang dikumpulkan melalui kuisioner harus diubah terlebih dahulu ke dalam bentuk double logaritme natural (In), sehingga bentuk persamaannya dirumuskan pada Persamaan (4).

Ln Y = Inβ0 + β1InX1 + β2InX2 + β3InX3 + β4InX4 + β5InX5 + β6InX6 +

Β7InX7 + ε ...(4) Keterangan:

Y = Produksi Ikan Hias Guppy (ekor/tahun) X1 = Luas lahan (m2/tahun)

X2 = Pakan jenis kutu air (kg/tahun) X3 = Pakan jenis cacing (L/tahun) X4 = Pakan jenis pelet (kg/tahun) X5 = Obat-obatan (kg/tahun) X6 = Tenaga kerja (HOK/tahun)

X7 = Jenis tempat pemeliharaan (dummy), dimana 0 adalah tempat pemeliharaan berjenis akuarium 1 adalah tempat pemeliharaan berjenis kolam

β0 = Konstanta

β1, β2, ..., β7 = Koefisien parameter dugaan X1, X2, ...., X7

(34)

Faktor-faktor produksi yang digunakan di atas diperoleh dari penelitian terdahulu dan perolehan informasi lainnya terkait faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy. Jika koefisien-koefisien dari parameter dugaan fungsi produksi bertanda positif, artinya semakin banyak input yang digunakan dalam proses produksi maka akan memengaruhi kenaikan hasil produksi ikan hias guppy. Apabila terdapat koefisien dari parameter dugaan fungsi produksi bertanda negatif, artinya kebalikan dari yang bertanda positif, yaitu semakin banyak input yang digunakan dalam proses produksi maka akan memengaruhi penurunan hasil produksi ikan hias guppy.

Model fungsi produksi yang lebih banyak digunakan oleh para peneliti sebelumnya dalam menganalisis usahatani atau faktor-faktor yang memengaruhi produksi adalah fungsi produksi Cobb-Douglas. Hal ini karena perhitungan dan penjelasan dari fungsi ini dapat diaplikasikan ke dalam keadaan riil dalam usahatani dibandingkan dengan fungsi linear. Fungsi produksi Cobb-Douglas

merupakan fungsi produksi dalam bentuk perkalian. Sehingga apabila salah satu variabel bebas atau faktor produksi tidak ada, maka variabel terikatnya atau produksinya juga tidak ada. Contohnya adalah apabila tidak ada lahan, maka tidak akan ada ikan hias yang dapat dihasilkan (tidak ada produksi). Sedangkan apabila menggunakan fungsi produksi linear yang merupakan fungsi produksi dalam bentuk penjumlahan, jika salah satu variabel bebas atau faktor produksi tidak ada maka variabel terikatnya atau produksinya tetap ada. Sehingga hal ini tidak sesuai dengan keadaan riilnya.

Alasan lain menggunakan fungsi Cobb-Douglas adalah karena lebih mudah ditransfer ke dalam bentuk linear dibandingkan dengan fungsi lain. Selain itu, parameter-parameter dari fungsi produksi Cobb-Douglas dapat langsung digunakan sebagai elastisitas produksi untuk setiap faktor produksi.

Hipotesis

Suatu kegiatan penelitian perlu dilakukan suatu hipotesis ataupun kesimpulan sementara berkaitan dengan faktor-faktor yang memengaruhi produksi ikan hias guppy. Adapun hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

1. Luas lahan (β1)

β1 > 0, artinya apabila semakin besar luas lahan yang digunakan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin meningkat.

Lahan digunakan sebagai tempat pemeliharaan ikan hias guppy. Semakin besar luas lahan yang digunakan, maka populasi ikan hias guppy yang dapat dipelihara juga akan semakin banyak. Hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya produksi ikan hias guppy. Besaran yang digunakan untuk luas lahan ini adalah meter persegi (m2). Sehingga pendugaannya adalah semakin besar luas lahan yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin meningkat.

2. Pakan jenis kutu air (β2)

β2 > 0, artinya apabila semakin banyak pakan jenis kutu air yang diberikan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin meningkat.

Pakan jenis kutu air digunakan untuk menambah nutrisi yang dibutuhkan oleh induk dan benih ikan hias guppy. Selain itu, pakan jenis kutu air ini

(35)

juga dapat berfungsi untuk mempercepat proses produksi telur. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya produksi ikan hias guppy. Besaran yang digunakan untuk pakan jenis kutu air ini adalah kilogram (kg). Pendugaannya adalah semakin banyak pakan jenis kutu air yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin meningkat. 3. Pakan jenis cacing (β3)

β3 > 0, artinya apabila semakin banyak pakan jenis cacing yang diberikan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin meningkat.

Pakan jenis cacing digunakan untuk mempercepat pertumbuhan dan perkembangan ikan hias guppy pada saat proses pembesaran ikan. Semakin banyak pakan jenis cacing yang diberikan kepada ikan hias guppy, maka ikan tersebut akan semakin cepat membesar. Hal ini akan berpengaruh terhadap meningkatnya produksi ikan hias guppy. Besaran yang digunakan untuk pakan jenis cacing ini adalah liter (L). Sehingga pendugaannya adalah semakin banyak pakan jenis cacing yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin meningkat.

4. Pakan jenis pelet (β4)

β4 > 0, artinya apabila semakin banyak pakan jenis pelet yang diberikan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin meningkat.

Pakan jenis pelet digunakan untuk menggantikan pakan kutu air dan cacing. Hal ini karena fungsi dalam pakan jenis pelet sudah mewakili fungsi dari pakan kutu air dan juga cacing. Besaran yang digunakan untuk pakan jenis pelet ini adalah kilogram (kg). Sehingga pendugaannya adalah semakin banyak pakan jenis pelet yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin meningkat.

5. Obat-obatan (β5)

β5 < 0, artinya apabila semakin banyak obat-obatan yang diberikan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin menurun.

Penggunaan obat-obatan yang berlebihan dapat menyebabkan keracunan pada ikan hias guppy. Apabila obat-obatan ini semakin banyak diberikan pada luasan lahan dan jumlah air yang masih sama, maka akan meracuni ikan yang hidup didalamnya. Besaran yang digunakan untuk obat-obatan ini adalah kilogram (kg). Sehingga pendugaannya adalah semakin banyak obat-obatan yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin menurun.

6. Tenaga kerja (β6)

β6 > 0, artinya apabila semakin banyak jam tenaga kerja yang digunakan, maka produksi ikan hias guppy akan semakin meningkat.

Tenaga kerja merupakan faktor kunci dari produksi ikan hias guppy. Hal ini karena tenaga kerja berfungsi untuk mengatur dan mengontrol seluruh proses produksi ikan hias guppy. Besaran yang digunakan untuk tenaga kerja ini adalah jam kerja atau hari orang kerja (HOK). Sehingga pendugaannya adalah semakin banyak jam tenaga kerja yang digunakan, maka hasil produksi ikan hias guppy semakin meningkat.

7. Jenis tempat pemeliharaan atau dummy (β7)

Menganggap nilai 0 untuk tempat pemeliharaan berjenis akuarium dan nilai 1 untuk tempat pemeliharaan berjenis kolam, dimana petani yang menggunakan kolam sebagai tempat pemeliharaannya memiliki produksi

(36)

ikan hias guppy yang lebih tinggi dibandingkan dengan petani yang menggunakan akuarium sebagai tempat pemeliharaannya.

Jenis tempat pemeliharaan yang digunakan akan mempengaruhi tingkat produksi ikan hias guppy yang dihasilkan. Jenis tempat pemeliharaan yang digunakan petani responden ada 2, yaitu akuarium = 0 dan kolam = 1. Pendugaannya adalah tempat pemeliharaan berjenis kolam dapat menghasilkan produksi ikan hias guppy lebih tinggi jika dibandingkan dengan tempat pemeliharaan berjenis akuarium.

Pengujian Hipotesis

Pengujian hipotesis dipergunakan untuk melihat hasil dari model fungsi produksi yang didapat dari proses pengolahan data. Pengujian ini bertujuan untuk mengevaluasi apakah model yang digunakan sudah baik atau belum. Adapun pengujian yang dilakukan adalah dengan metode Ordinary Least Square (OLS).

Pengujian Asumsi OLS (Ordinary Least Square)

Dalam melakukan pendugaan model dilakukan dengan menggunakan metode OLS. Namun, sebelum dilakukan pengujian ini terlebih dahulu harus dilakukan uji asumsi-asumsi yang sesuai dengan OLS, yaitu pengujian multikolinearitas dan autokorelasi. Multikolinearitas merupakan kondisi yang terjadi di dalam analisis regresi, dimana terdapat hubungan linear antara variabel-variabel bebasnya. Terdapat beberapa penyebab terjadinya multikolinearitas, salah satunya adalah adanya kecenderungan variabel-variabel bebas yang bergerak secara bersamaan.

Adanya multikolinearitas menyebabkan ragam variabel menjadi sangat besar, sehingga koefisien regresi dugaan tidak stabil dan arah koefisien variabel menjadi tidak valid untuk diinterpretasikan. Selain itu, multikolinearitas menyebabkan hasil uji signifikansi koefisien model dugaan menjadi tidak valid. Terdapat beberapa cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolinear dalam analisis regresi, salah satunya adalah dengan menggunakan kriteria Variance Inflation Factor (VIF). Apabila nilai VIF > 10, maka terdapat masalah multikolinear di antara variabel bebasnya, sehingga harus diperbaiki dengan cara menambah observasi atau mengeluarkan variabel bebas yang berkorelasi kuat.

Autokorelasi adalah uji korelasi antara anggota serangkaian observasi. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi adalah dengan melihat nilai dari

Durbin Watson (DW). Nilai DW ini kemudian dibandingkan dengan nilai tabel DW. Berikut ini adalah Tabel 5 mengenai identifikasi autokorelasi dengan nilai DW.

Tabel 5 Identifikasi autokorelasi dengan nilai DW

Nilai DW Hasil

Kurang dari 1.1754 Ada autokorelasi

1.1754 ≤ DW < 1.5838 Tanpa kesimpulan 1.5838 ≤ DW < 2.4162 Tidak ada autokorelasi 2.4162 ≤ DW < 2.8246 Tanpa kesimpulan

(37)

Pengujian Koefisien Determinasi

Koefisien determinasi (R2) menunjukkan besarnya keragaman variabel tidak bebas (dependent variable) yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas (independent variable). Sedangkan sisa dari nilai koefisien determinasi (1 - R2) dijelaskan oleh independent variable di luar model. Nilai koefisien determinasi berkisar antara nol dan satu. Apabila nilai koefisien determinasi semakin mendekati satu, maka semakin besar keragaan mengenai dependent variable yang dapat dijelaskan oleh independent variable. Koefisien determinasi dapat dirumuskan pada Persamaan (5).

...(5) Keterangan: R2 = koefisien determinasi

SSR = jumlah kuadrat regresi SSE = jumlah kuadrat sisa SST = jumlah kuadrat total Pengujian Parameter Model (Uji F)

Uji F digunakan untuk melihat apakah variabel bebas (independent variable) yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata atau tidak terhadap variabel tidak bebas (dependent variable). Uji statistik yang digunakan untuk Uji F dapat dirumuskan pada Persamaan (6).

( )

( ) ( ) ...(6)

Keterangan: R2 = Koefisien determinasi k = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel

Kriteria uji:

F hitung > F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α maka tolak H0 F hitung < F-tabel (k-1, n-k) pada taraf nyata α maka terima H0

Apabila tidak dilakukan dengan menggunakan tabel, maka dapat dilihat berdasarkan nilai P dengan kriteria uji sebagai berikut:

P-value < α, maka tolak H0 P-value > α, maka terima H0

Apabila F hitung > F-tabel atau P-value < α, maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan F hitung < F-tabel atau P-value > α, maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi.

Pengujian Parameter Variabel (Uji t)

Pengujian hipotesis dengan menggunakan uji t digunakan untuk mengetahui apakah koefisien regresi dari masing-masing independent variable (X) yang digunakan berpengaruh nyata terhadap dependent variable (Y). Rumusan hipotesis fungsi produksi adalah sebagai berikut:

(38)

H0: βi = 0, artinya independent variable tidak berpengaruh nyata terhadap

dependent variable.

H1: βi ≠ 0, artinya independent variable berpengaruh nyata terhadap dependent

variable.

Uji statistik yang digunakan dalam uji t dapat dirumuskan pada Persamaan (7).

...(7) Keterangan:

βi = Koefisien regresi ke-i yang diduga Sβi = Standar deviasi dari βi

Kriteria uji:

T hitung > T tabel (α / 2; n– k), maka tolak H0, artinya ada pengaruh antara variabel bebas terhadap variabel terikat. T hitung < T tabel (α / 2; n – k), maka terima H0, artinya tidak ada pengaruh

antara variabel bebas dengan variabel terikat. Dimana :

n : Jumlah sampel k : Jumlah variabel

Analisis Pendapatan Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung Penerimaan Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung

Penerimaan diperoleh dari hasil perkalian antara total hasil produksi ikan hias guppy dan harga jual ikan per ekornya. Penerimaan produksi ikan hias guppy merupakan penerimaan petani sebelum dikurangi biaya-biaya produksi. Penerimaan terdiri atas penerimaan tunai, penerimaan diperhitungkan (tidak tunai), dan penerimaan total. Penerimaan tunai pada produksi ikan hias guppy diperoleh dari nilai uang yang diterima dari hasil penjualan produksi, yaitu ikan hias guppy. Penerimaan tidak tunai adalah produk hasil usaha yang tidak dijual secara tunai. Sedangkan penerimaan total adalah penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai.

Biaya Produksi Ikan Hias Guppy di Kecamatan Parung

Pengeluaran atau biaya usahatani adalah semua biaya operasional yang meliputi pengeluaran tunai, penyusutan benda fisik, serta nilai tenaga kerja yang tidak dibayar. Biaya total dalam produksi ikan hias guppy terdiri atas biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang, seperti biaya sarana-sarana produksi yang digunakan selama proses produksi ikan hias guppy berlangsung. Komponen biaya tunai seperti pakan, obat-obatan, dan listrik. Pada penelitian ini tidak ada biaya tenaga kerja luar keluarga karena selama proses produksi berlangsung petani responden hanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang tidak dikeluarkan tetapi dihitung secara ekonomi. Komponen biaya yang

Gambar

Tabel  2  Pertumbuhan  target,  realisasi,  selisih  produksi,  luas  lahan,  dan  produktivitas ikan hias di Kabupaten Bogor tahun 2010-2014
Tabel 3  Produksi ikan hias di Kecamatan Parung tahun 2010-2014 (ribu ekor)
Tabel  4  Pertumbuhan  produksi,  luas  lahan,  dan  produktivitas  ikan  hias  di  Kecamatan Parung tahun 2010-2014
Gambar 1  Daerah produksi dan elastisitas produksi X1  X2 PM/AP X3 PM PR III II I X Y PT
+7

Referensi

Dokumen terkait

LAPORAN YANG DISUSUN OLEH PERUSAHAAN (KOPERASI) UNTUK SATU PERIODE (TAHUN) TERTENTU. • Umumnya terdiri

Matakuliah ini mengaji tentang perkembangan sejarah di wilayah Asia Selatan sejak awal peradaban kuno sampai menjadi negara modern di masa kini meliputi:

Setiap guru perlu berusaha mempertingkatkan profesionalisme masing- masing. Mereka harus sedar tentang tugas dan amanah yang dipikul untuk mendidik generasi yang akan mencapai

Saham merupakan bukti penyertaan modal dalam suatu kepemilikan saham perusahaan atau yakni surat berharga yang menunjukkan bagian kepemilikan atas suatu perusahaan, Bambang Riyanto

Jalan Raya Jenderal Sudirman, Pintu I Senayan, Jakarta 10270 Telepon 021-57946073 Faks 021-57946072.. Laman

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan kualitas proses pembelajaran dan keterampilan menulis paragraf aksara Jawa melalui model pembelajaran Student Team

Selain itu, dari pendapat sebagian besar responden yang menyatakan bahwa mayoritas responden setuju terhadap gaya kepemimpinan transformasional, artinya pimpinan dapat

bahwa dalam rangka membantu Kepala Desa dalam pelaksanaan urusan Pemerintahan, Pembangunan, Sosial Kemasyarakatan dan Pemberdayaan Masyarakat perlu