• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEKNIK PROBING-PROMPTING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTSN LUBUK BUAYA PADANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENERAPAN TEKNIK PROBING-PROMPTING DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII MTSN LUBUK BUAYA PADANG"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

56

PENERAPAN TEKNIK

PROBING-PROMPTING

DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA SISWA KELAS VIII

MTSN LUBUK BUAYA PADANG

Yuriska Mayasari

1)

, Irwan

2)

, Mirna

3)

1) FMIPA UNP, e-mail: yuriskamayasari@gmail.com 2,3)Staf Pengajar Jurusan Matematika FMIPA UNP

Abstract

The ability of mathematical communication is the important ability in the science development. The ability of mathematical communication is expected can increase simultaneously by the development of the science and technology. Nevertheless, the implementation of mathematical learning still focuses to the teacher, this method makes students cannot develop their ability in mathematical communication. Their report study in mathematics is still under minimum completeness criteria (KKM), namely 75. One of the recommended effort to deal with this condition is the using probing-prompting technique. The aim of this research is knowing the impact of the enhancement of student’s ability in mathematical communication using probing-prompting technique rather than are compared with convensional learning technique. The result of this research show that student’s ability of mathematical communication using prompting technique is better than convensional technique with α = 0,05. To conclude, probing-prompting technique can increase student is ability in mathematical communication.

Key words : mathematical communication ability, probing-prompting technique, convensional learning PENDAHULUAN

Matematika merupakan dasar dari perkembangan IPTEK yang pengaruhnya sangat penting dalam kehidupan sehari-hari. Oleh sebab itu, matematika menjadi mata pelajaran wajib dalam setiap jenjang pendidikan sebagai bekal atau pegangan dalam kehidupan sehari-hari sehingga diharapkan dengan mempelajari matematika mampu berpikir logis, analitis, sistematis, kritis dan kreatif serta mampu bekerjasama dalam masyarakat luas. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah agar siswa memiliki

kemampuan mengem-bangkan dan menggunakan

matematika dalam memecahkan masalah dan mampu

mengkomunikasikan ide atau gagasan dengan

menggunakan simbol, tabel, diagram dan media lain[1]. Untuk mendapatkan hasil belajar yang baik, maka diperlukan juga kemampuan komunikasi matematis yang baik juga.

Komunikasi matematika merupakan salah satu yang diharapkan dapat ditumbuhkembangkan dengan baik sehingga siswa dapat menyampaikan ide-ide matematika

baik secara tertulis maupun secara lisan[2]. Mengingat

pentingnya komunikasi matematika dalam kehidupan, diharapkan pembe-lajaran yang digunakan mampu mengembangkan kemampuan komunikasi matematis siswa, karena pendidikan merupakan suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa menyesuai-kan diri sebaik mungkin dengan lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan pada dirinya[3].

Sebagai pihak yang terlibat langsung dalam pembelajaran di kelas, guru matematika mempunyai peranan penting dalam kewajiban untuk mengadakan pembelajaran yang dapat mendukung siswa untuk mengembangkan kemampuan komu-nikasi matematis

siswanya. Guru diharapkan dapat mencipta-kan

pembelajaran yang berpusat pada siswa, membangkitkan aktivitas siswa dalam menggali pengetahuan dengan kemam-puannya sendiri, karena melalui pendidikan dan latihan orang mengalami pengubahan sikap, tingkah laku dan cara berpikir. Matematika dapat membentuk pola pikir siswa yang mempelajarinya menjadi pola pikir matematis yang sistematis, logis, kritis dengan penuh kecermatan.

Namun, proses pembelajaran yang terjadi masih belum mendukung siswa untuk aktif membangun pengetahuan dari materi yang dipelajari. Komunikasi matematika memiliki peran, yaitu sebagai kekuatan sentral dalam merumuskan konsep dan strategi matematika, modal keberhasilan terhadap pendekatan dan penyelesaian dalam eksplorasi dan investigasi matematika serta wadah bagi siswa dalam berkomunikasi dengan temannya untuk memperoleh informasi, membagi pikiran dan penemuan, curah pendapat, menilai dan mempertajam ide [4]. Kemampuan komunikasi matematis dapat berupa kemampuan siswa dalam memikirkan ide-ide matematika

mereka, kemudian mampu menyampaikan dan

menggambarkan apa yang mereka pahami kepada temannya yang lain sehingga siswa yang lain juga dapat memahami ide yang disampaikannya tersebut, sehingga

(2)

57

dapat menemukan solusi dari permasalahan matematika yang akan dipecahkan.

Berdasarkan observasi yang dilaksanakan di kelas VII MTsN Lubuk Buaya Padang tanggal 1 Mei sampai dengan 15 Mei 2013 terlihat bahwa pada pembelajaran matematika, guru menjelaskan materi beserta contoh di depan kelas kemudian siswa menyalin materi yang dijelaskan oleh guru ke buku catatan lalu siswa mengerjakan beberapa soal latihan. Soal yang diberikan kepada siswa mirip dengan contoh yang diberikan oleh guru. Hal seperti ini mengakibatkan siswa kurang aktif dalam pembelajaran, banyak siswa yang tidak mencatat materi dan tidak mengerjakan soal, namun terdapat juga siswa yang mengerjakan soal tersebut dengan mengikuti langkah-langkah yang dikerjakan oleh guru. Oleh sebab itu, siswa kurang membangun pengetahuannya sendiri, karena keterlibatan dalam menemukan konsep-konsep pembelajaran belum maksimal. Mereka lebih berminat untuk berbicara dengan temannya atau sibuk dengan

handphone-nya masing-masing, dan menunggu teman lain mengerjakan latihan lalu menyalin pekerjaan teman.

Siswa tidak aktif mengkonstruksi sendiri konsep dari materi yang dipelajari dan hanya menerima apa yang diberi-kan oleh guru atau menerima hasil pekerjaan temannya. Pembelajaran seperti ini tentu saja menjadi pembelajaran yang kurang menyenangkan oleh siswa karena mereka tidak memahami konsep dan kurang dapat mengingat materi. Hal tersebut menyebabkan kemampuan

komunikasi matematis siswa menjadi rendah.

Kemampuan komunikasi yang rendah sebanding dengan hasil belajar matematika siswa rendah. Jumlah siswa yang nilainya mencapai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah, yaitu sebesar 75, umumnya masih kurang dari 30%.

Kemampuan komunikasi matematis siswa di MTsN Lubuk Buaya Padang terlihat rendah ketika proses mengerjakan soal, terlihat siswa mengalami kesulitan dalam mengkomunikasi-kan ide matematika secara jelas dan benar kepada melalui bahasa lisan maupun tulisan. Siswa juga kesulitan dalam menjelaskan metoda yang mereka gunakan dan juga kesulitan dalam memahami persoalan matematika yang berbentuk soal cerita. Beberapa siswa dapat menjawab dengan benar, namun lebih banyak siswa yang salah menjawab. Keadaan ini terjadi disebabkan karena siswa mengalami kesulitan dalam memahami dan menginterprestasikan permasalahan yang disajikan dalam bentuk soal cerita. Kesulitan siswa dalam mengkomunikasikan ide matematika, menjelaskan metoda dalam penyelesaian suatu masalah dan menginterprestasikan-nya, mengidentifikasikan bahwa kemampuan komunikasi matematika siswa belum optimal dikembangkan dalam pembelajaran matematika. Keadaan

ini tidak sesuai seperti yang dikehendaki dalam tujuan pembelajaran matematika.

Pemilihan dan pelaksanaan strategi pembelajaran yang tepat oleh guru akan membantu siswa dalam meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa. Hal tersebut disebabkan karena setiap individu memiliki gaya belajar yang berbeda-beda. Pemilihan strategi pembelajaran dilakukan oleh guru dengan cermat agar sesuai dengan materi yang akan disampaikan, sehingga siswa dapat memahami dengan jelas setiap materi yang disampaikan. Akhirnya siswa akan mampu mengikuti proses belajar mengajar dengan lebih optimal dan mencapai keberhasilan dalam pembelajaran matematika. Dengan keberagaman gaya belajar siswa, tentu guru harus memperhatikannya agar setiap siswa dapat terkontrol dengan baik dan siswa mudah mengkomunikasikan ide-ide matematis mereka.

Salah satu alternatif teknik pembelajaran yang mengupayakan siswa untuk aktif dalam membangun dan

memahami materi pelajaran adalah teknik

probing-prompting. Pada pembelajaran ini, guru membimbing siswa untuk meningkatkan rasa ingin tahu, menumbuhkan

kepercayaan diri serta melatih siswa dalam

mengkomunikasikan ide-idenya, teknik ini erat kaitannya

dengan pertanyaan. Probing question adalah “pertanyaan

yang bersifat menggali untuk mendapatkan jawaban yang lebih lanjut dari siswa yang bermaksud mengembangkan kualitas jawaban, sehingga jawaban berikutnya lebih jelas,

akurat serta lebih beralasan” sedangkan prompting

question, pertanyaan ini bermaksud untuk “menuntun siswa agar ia dapat menemukan jawaban yang lebih benar” [2]. Teknik bertanya ini bersifat menggali jawaban siswa sehingga didapat jawaban yang lebih lanjut dari

siswa tersebut. Dengan teknik probing-prompting

question, guru lebih memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih menggali jawabannya serta lebih meningkatkan atau menyempurnakan jawaban siswa mengenai pertanyaan sebelumnya.

Implementasi dari teknik probing-promting dapat

dilihat pada skenario berikut [5] ini : a) Guru memberikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang sebelumnya telah dirancang sesuai dengan tujuan pembelajaran apa yang akan dicapai. b) Guru memberikan waktu untuk memikirkan jawaban dari pertanyaan tersebut kira-kira 1-15 detik sehingga siswa dapat merumuskan apa yang ditangkapnya dari pertanyaan tersebut. c) Setelah itu secara acak, guru memilih seorang siswa untuk menjawab pertanyaan tersebut, sehingga semua siswa berkesempatan sama untuk dipilih. d) Jika jawaban yang diberikan siswa benar, maka pertanyaan yang sama juga dilontarkan kepada siswa lain untuk meyakinkan bahwa semua siswa terlibat aktif dalam proses pembelajaran namun, jika jawaban yang diberikan salah, maka diajukan pertanyaan susulan yang menuntut siswa berpikir ke arah pertanyaan yang awal tadi sehingga siswa bisa menjawab pertanyaan tadi dengan benar. Pertanyaan ini biasanya menuntut siswa untuk berpikir lebih tinggi, sifatnya menggali dan menuntun siswa sehingga semua informasi

(3)

58

yang ada pada siswa akan membantunya menjawab pertanyaan awal. e) Meminta siswa lain untuk memberi contoh atau jawaban lain yang mendukung jawaban sebelumnya sehingga jawaban dari pertanyaan tersebut menjadi kompleks. f) Guru memberikan penguatan atau tambahan jawaban guna memastikan kepada siswa bahwa kompetensi yang diharapkan dari pembelajaran tersebut sudah tercapai dan mengetahui tingkat pemahaman siswa

dalam pembelajaran tersebut. Tahapan Teknik

probing-prompting dilaksanakan dalam pembelajaran matematika dengan bantuan Lembar Kerja Siswa (LKS). Tugas dalam LKS terdiri dari soal yang menuntun siswa membentuk konsep. Setelah guru menyampaikan informasi mengenai materi yang akan dipelajari, siswa diberi kesempatan untuk mengerjakan LKS secara individu. Kemudian siswa berdiskusi secara berpasangan untuk membuat jawaban dari tugas dalam LKS. Pembelajaran dilanjutkan dengan diskusi klasikal. Beberapa pasangan menyampaikan hasil

diskusi berpasangan, sementara pasangan lain

memperhatikan dan memberi komentar. Tahap akhir dari diskusi adalah semua siswa mampu menyimpulkan jawaban terbaik dari tugas dalam LKS.

Teknik probing-promting secara umum merupakan

suatu teknik bertanya yang dilakukan oleh guru dalam

pembelajaran. Probing-promting adalah “pembelajaran

dengan cara guru menyajikan serangkaian pertanyaan yang sifatnya menuntun dan menggali, sehingga terjadi proses berpikir yang mengaitkan pengetahuan siswa dan pengalamannya dengan pengetahuan baru yang sedang

dipelajari” [6]. Dalam pembelajaran, pertanyaan dengan

menggunakan teknik probing-prompting ini juga

terstruktur, sehingga siswa dapat mengikuti proses pembelajaran dengan baik dan bisa mengembangkan ide-idenya dengan baik pula, nantinya diharapkan meningkatnya kemampuan komunikasi siswa.

Teknik Probing-Prompting mempunyai potensi untuk

meningkatkan kemampuan komunikasi matematis siswa dalam memahami konsep-konsep matematika. Teknik

probing-prompting memberikan kesempatan kepada siswa untuk aktif dalam membangun dan memahami materi pelajaran melalui proses berpikir secara individual maupun bekerja sama dalam dalam diskusi kelas. Hal tersebut selaras dengan teori konstruktivisme yang mengharuskan siswa aktif membangun pengetahuannya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil mengkonstruksi pengetahuan sendiri akan menjadi pengetahuan yang

bermakna bagi siswa tersebut karena mereka

menemukannya berdasarkan ide-ide dan pengetahuan dasar yang dimilikinya yang dikaitkan dengan pengetahuan barunya sehingga, pembelajaran seperti ini yang akan nantinya memiliki arti bagi siswa yang lebih lama dalam ingatannya, pembelajaran seperti ini berpusat kepada siswa. Sedangkan pengetahuan yang diperoleh dari hasil transfer pengetahuan akan diingat sementara dan setelah itu dilupakan.

Sering kali siswa tidak memberikan jawaban yang sesuai dengan maksud atau kehendak pertanyaan yang telah disampaikan. Dengan kata lain pertanyaan yang

dijawab oleh siswa belum sempurna, oleh sebab itu guru

diharuskan melakukan probing. “Penggunaan teknik

probing dapat meningkatkan kemampuan komunikasi

matematis siswa. Proses probing dapat mengaktifkan

siswa dalam belajar dan konsep yang disampaikan menjadi lebih mudah dipelajari karena penciptaan suasana

belajar yang penuh tantangan” [7]. Teknik

Probing-Prompting cocok untuk materi dengan tipe soal yang mempunyai variasi langkah penyelesaian seperti materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV). Teknik

probing-prompting kemungkinan dapat terlaksana dengan baik dalam pembelajaran matematika di kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang. Hal ini karena selama observasi terlihat beberapa siswa yang antusias ketika diberikan pertanyaan yang membangun pengetahuannya dalam menye-lesaikan soal latihan. Selain itu, kegiatan pembelajaran yang baru dan berbeda dibandingkan

pembelajaran konvensional diharapkan dapat

meningkatkan komunikasi matematis siswa dalam pembelajaran.

Berdasarkan uraian masalah yang telah dikemukakan, maka dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana

pengaruh penerapan Teknik probing-prompting terhadap

kemampuan komunikasi matematis siswa. Dilakukan

pretest dan posttest kemampuan komunikasi matematis siswa untuk melihat peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang

yang belajar dengan Teknik probing-prompting dan siswa

yang belajar dengan pembelajaran konvensional. Indikator

komunikasi matematis yang digunakan adalah

kemampuan siswa dalam (1) menyajikan pernyataan matematika secara tertulis atau gambar; (2) melakukan

manipulasi matematika; (3) menyusun bukti atau

memberikan alasan terhadap beberapa solusi; (4) menarik kesimpulan dari pernyataan; [8].

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuasi eksperimen

(quasi experimental research). Rancangan penelitian yang

digunakan adalah pretest-posttest control group design.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang tahun pelajaran 2013/2014. Pada rancangan penelitian ini kelas sampel dipilih secara acak untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol. Setelah dilakukan penarikan kelas sampel secara acak, terpilihlah kelas VIII.2 sebagai kelompok eksperimen dan kelas VIII.4 sebagai kelompok kontrol. Kedua kelas sampel diberikan instrumen berupa tes kemampuan komunikasi matematis, kemudian hasil tes akan dianalisis menggunakan rubric penskoran.

Variabel dalam penelitian ini adalah variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yaitu pembelajaran

dengan teknik probing-prompting pada kelas eksperimen

dan pembelajaran konvensional pada kelas kontrol.

Variabel terikat yaitu kemampuan komunikasi matematis siswa kelas VIII MTsN Lubuk Buaya Padang.

Data pada penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data kemampuan

(4)

59

komunikasi matematis siswa. Data sekunder yaitu data nilai ujian tengah semester I matematika siswa dan jumlah siswa kelas VIII

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes kemampuan komunikasi matematis. Tes kemampuan komunikasi berbentuk essay yang terdiri dari 4 soal. Materi yang diujikan berupa materi yang diberikan selama penelitian berlangsung, yaitu Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV).

Data kemampuan komunikasi matematis siswa dianalisis menggunakan uji-t dua arah. Asumsi normalitas dan homogenitas sebaran data masing-masing diuji

dengan uji Anderson-Darling dan uji-F. Pengujian

dilakukan dengan bantuan software MINITAB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, diperoleh data kemampuan komunikasi matematis siswa. Data yang diperoleh antara lain data hasil pretest dan

postest siswa kelas eksperimen dan kelas kontol. Untuk mengetahui kualitas peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa setelah mendapatkan masing-masing

perlakuan maka dihitung normal gain yang berada dalam

skala 0,00 sampai 1,00.

Perbandingan rata-rata dan standar deviasi antara kelas eksperimen dengan kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel I.

TABEL I

NORMAL GAIN KELAS EKSPERIMEN DAN KELAS KONTROL

Kelas N S

Eksperimen 40 0,70 0,13

Kontrol 39 0,59 0,14

Setelah dilakukan olah data normal gain pada kedua

kelas sampel diperoleh informasi bahwa rata-rata normal

gain (peningkatan) kemampuan komunikasi matematis

dengan pembelajaran teknik probing-prompting lebih

tinggi daripada rata-rata normal gain (peningkatan)

kemampuan komunikasi matematis pembelajaran

konvensional yaitu sebesar 0,11. Artinya rata-rata

kemampuan siswa dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih baik dibandingkan pembelajaran

konvensional. Untuk standar deviasi dengan

pembelajaran teknik probing-prompting lebih kecil

dibandingkan kelompok kontrol. Ini menunjukkan

kemampuan siswa dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih merata atau lebih seragam dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa dilihat dengan mengolah data normal gain

(peningkatan) kemampuan komunikasi matematis siswa.

Dari data normal gain ada peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa, baik dengan pembelajaran

teknik probing-prompting maupun dengan pembelajaran

konvensional. Hasil normal gain per indikator dapat

dilihat pada Tabel II dan Tabel III .

TABEL II

NORMAL GAIN PER INDIKATOR KEMAMPUAN KOMUNIKASI

MATEMATIS SISWA PADA KELOMPOK EKSPERIMEN

Indikator Normal Gain s Klasifikasi

A 0,73 0,19 Tinggi

B 0,73 0,21 Tinggi

C 0,59 0,22 Tinggi

D 0,56 0,25 Tinggi

TABEL III

NORMAL GAIN PER INDIKATOR KEMAMPUAN KOMUNIKASI MATEMATIS SISWA PADA KELOMPOK KONTROL

Indikator Normal Gain s Klasifikasi

A 0,58 0,28 Tinggi

B 0,71 0,19 Tinggi

C 0,42 0,28 Tinggi

D 0,44 0,26 Tinggi

Keterangan:

Indikator A : Menyajikan pernyataan matematika secara tertulis atau gambar

Indikator B : Melakukan manipulasi matematika Indikator C : Memberikan alasan atau bukti terhadap

solusi

Indikator D : Menarik kesimpulan dari pernyataan

Indikator A terdapat pada soal nomor 1. Pada soal ini siswa diminta menyelesaikan SPLDV dengan metode grafik. Siswa diberikan dua buah persamaan linear dengan dua variabel. Siswa menyelesaikan solusi

menggunakan grafik cartesuis. Terlihat pada Tabel II

dan Tabel III rata-rata data normal gain dengan

pembelajaran teknik probing-prompting lebih besar dari

rata-rata dengan pembelajaran konvensional dan sebaran

data normal gain siswa dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih kecil daripada pada pembelajaran konvensional. Dapat dikatakan bahwa penyebaran data pada dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih kecil daripada pembelajaran konvensional. Ini mengindikasikan bahwa pembelajaran

dengan teknik probing-prompting lebih seragam bila

dibandingkan dengan pembelajaran konvensional. Indikator B terdapat pada soal nomor 2. Pada soal ini siswa diminta untuk menyelesaikan SPLDV dengan beberapa solusi, seperti dengan metode substitusi, metode eliminasi dan metode campuran(substitusi dan eliminasi). Dari Tabel II dan III terlihat rata-rata data normal gain

siswa dengan pembelajaran teknik probing-prompting

lebih besar daripada data normal gain pembelajaran

konvensional. Sebaran data dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih besar daripada pembelajaran konvensional. Hal ini mengindikasi-kan bahwa hasil tes

pembelajaran konvensional lebih seragam bila

dibandingkan dengan hasil tes pembelajaran teknik

probing-prompting. Namun, peningkatan (Normal Gain) pada kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol.

Indikator C terdapat pada soal nomor 3. Pada soal ini siswa diminta untuk membuat model matematika dari

(5)

60

masalah yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, siswa diminta untuk menyelesaikan solusi dari masalah tersebut dengan menggunakan metoda grafik dan membuktikan solusi yang diperoleh dengan pembuktian yang diberikan pada soal. Pada

Tabel II dan Tabel III terlihat rata-rata data normal gain

siswa dengan pembelajaran teknik probing-prompting

lebih besar dari rata-rata pembelajaran konvensional dan

sebaran data normal gain dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih kecil daripada dengan

pembelajaran teknik probing-prompting. Hal ini

mengindikasikan bahwa hasil tes dengan pembelajaran

teknik probing-prompting lebih seragam bila

dibandingkan dengan hasil tes pembelajaran

konvensional. Sebagian besar siswa masih kurang peduli pentingnya menyusun dan menuliskan bukti-bukti

penyelesaian solusi. Walaupun begitu, normal gain dan

penyebaran data siswa dengan pembelajaran teknik

probing-prompting pada indikator C lebih baik daripada pembelajaran konvensional.

Selanjutnya, Indikator D terdapat pada soal nomor 4. Pada soal ini siswa diminta untuk membuat model matematika berdasarkan gambar yang telah diberikan. Selanjutnya, siswa diminta untuk menghitung solusi dari masing-masingnya setelah itu siswa diminta untuk menarik kesimpulan dengan penyelesaian yang diperoleh, memenuhi persamaan yang diberikan atau bukan. Dari

tabel II dan Tabel III terlihat data normal gain dan

sebaran data dengan pembelajaran teknik

probing-prompting dan pembelajaran konvensional. Rata-rata

normal gain dengan pembelajaran teknik probing-prompting lebih besar dari rata-rata data normal gain

kemampuan menarik kesimpulan pembelajaran

konvensional. Sebaran data normal gain dengan

pembelaja-ran teknik probing-prompting lebih kecil

daripada pembelajaran konvensional. Dapat dikatakan pada indikator D ini kemampuan siswa dengan teknik

probing-prompting lebih merata daripada pembelajaran

konvensional dan peningkatan (Normal gain) dengan

teknik probing-prompting lebih baik daripada

pembelajaran konvensional.

Dari indikator A, indikator B, indikator C dan

indikator D terlihat bahwa rata-rata data normal gain

kemampuan komunikasi matematis secara umum maupun per indikator dengan pembelajaran teknik

probing-prompting lebih besar daripada pembelajaran konvensional begitu juga dengan sebaran data dengan

pembelajaran teknik probing-prompting lebih merata

daripada pembelajaran konvensional.

Dari rata-rata skor tersebut dapat diketahui juga bahwa peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa dengan pembelajaran teknik probing-prompting

lebih baik daripada siswa dengan pembelajaran konvensional. Hal ini dibuktikan dengan hasil uji

kesamaan rata-rata data. Rata-rata data normal gain

dengan pembelajaran teknik probing-prompting lebih

besar daripada rata-rata data normal gain dengan

pembelajaran konvensional, artinya gain atau

peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa

yang belajar dengan peknik probing-prompting lebih baik

dari siswa yang belajar dengan pembelajaran konvensional.

Pengujian hipotesis yang menggunakan uji-t dengan

bantuan software Minitab setelah data yang diperoleh

berdistribusi normal dan memiliki variansi yang homogen. Dengan kriteria pengujiannya H0 : μ1 = μ2 dan H1 : μ1 >

μ2, terima H0 jika thitung < ttabel dan terima H1 jika

sebaliknya.

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan uji-t diperoleh thitung = 3,54 dengan dk = 77 dan ttabel = 1,67.

Karena thitung lebih besar darpada ttabel, maka H0 ditolak

dan terima H1. Berdasarkan uji hipotesis yang dilakukan

dapat disimpulkan bahwa peningkatan kemampuan

komunikasi matematis siswa dengan teknik

probing-prompting lebih baik daripada kemampuan komunikasi matematis siswa dengan pembelajaran konvensional.

Pada pembelajaran dengan teknik probing-prompting

siswa dibiasakan untuk aktif dalam menjawab pertanyaan yang diberikan guru, pertanyaan yang diberikan oleh guru tersebut berbeda dengan pertanyaan yang diberikan pada kelas dengan pembelajaran konvensional. Pada kelas dengan pembelajaran konvensional siswa hanya diberikan pertanyaan biasa yang tidak berhubungan dengan pertanyaan yang menggali pengetahuan siswa dan menuntun jawaban siswa kearah yang lebih tepat.

Dalam penelitian ini masih terdapat kendala yang dihadapi seperti ketidakberanian dan sikap ragu-ragu siswa karena takut salah terhadap apa yang disampaikannya. Selain itu, sebagian besar siswa kurang berminat membuat cara yang beragam atau lebih dari satu cara dalam menyelesaikan sebuah soal sehingga kreativitas siswa sulit terlihat, sehingga guru harus mengingatkan kepada siswa terus-menerus. Kendala lainnya, siswa kurang berminat untuk menuliskan semua ide atau rencana penyelesaian solusi dalam lembar jawaban sehingga sulit dilihat keragaman ide siswa.

Dalam pelaksanaan pembelajaran teknik

probing-prompting cukup panjang jika dibandingkan dengan pembelajaran konvensional, dan hanya sebagian siswa yang mendapat kesempatan untuk ditunjuk secara acak oleh guru dalam satu kali pertemuan kelas.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah dikemukakan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut.

1. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang belajar dengan teknik

probing-prompting lebih baik dari peningkatan kemampuan komunikasi matematis siswa yang diajarkan tanpa

pembelajaran teknik probing-prompting.

2. Peningkatan kemampuan komunikasi matematis

siswa yang belajar dengan teknik

probing-prompting jika dilihat dari nilai gain-nya lebih tinggi dari pada pembelajaran konvensional yang berada pada kategori tinggi, sementara peningkatan

(6)

61

kemampuan komunikasi matematis siswa yang

belajar dengan pembelajaran konvensional nilai gain

-nya berada pada kategori sedang.

3. Dari empat komponen indikator kemampuan

komunikasi matematis, indikator dengan peningkatan tertinggi pada siswa yang belajar dengan teknik

probing-prompting adalah melakukan manipulasi matematika berada pada kategori tinggi, diikuti dengan indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis atau gambar yang juga masih berada

pada kategori ti n g gi , selanjutnya indikator

menyusun bukti atau memberikan alasan terhadap beberapa solusi berada pada kategori sedang dan terakhir indikator menarik kesimpulan dari pernyataan juga masih pada kategori sedang.

4. Pada siswa yang belajar dengan pembelajaran

konvensional, dari empat komponen indikator kemampuan komunikasi matematis, indikator dengan peningkatan tertinggi adalah melakukan manipulasi matematika dengan kategori tinggi, diikuti dengan indikator menyajikan pernyataan matematika secara tertulis atau gambar dengan kategori sedang, dilanjutkan dengan indikator menarik kesimpulan dari pernyataan yang juga berada pada kategori sedang, serta yang terakhir indikator menyusun bukti atau memberikan alasan terhadap beberapa solusi dengan kategori sedang.

REFERENSI

[1] Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006. Standar Isi untuk Satuan

Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: BSNP.

[2] Suherman, Erman. et. al. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA UPI.

[3] Hamalik, Oemar. 2005. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta:

Bumi Aksara.

[4] Sahidin. 2008. Membangun Komunikasi Matematika. Melalui http://

www.unhalu.ac.id/staff/latif_sahidin/?p=38.

[5] Sudarti, T. 2008. Perbandingan Kemampuan Penalaran Adatif Siswa SMP Antara yang Memperoleh Pembelajaran Matematika Melalui Teknik Probing dengan Metode Ekspositori. Skripsi pada Jurusan Pendidikan Matematika UPI Bandung: tidak diterbitkan.

[6] Suyatno. 2009. Menjelajah Pembelajaran Inovatif. Sidoarjo:

Masmedia Buana Pustaka.

[7] Elniati, Sri. 2004. Teknik Probing sebagai Upaya Meningkatkan

Mutu Pembelajaran Matematika pada SLTPN 32 Padang. Padang. Makalah.

[8] Sumarmo, Utari. 2010. Berpikir dan Disposisi Matematika: Apa,

Mengapa, dan Bagaimana Dikembangkan Pada Peserta Didik. UPI Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

No. Mempersiapkan perangkat pembelajaran diantaranya RPP, materi, kitab, soal evaluasi. Guru mengucapkan salam, menyapa siswa dan menanyakan kabar siswa. Guru mengajukan

Pada soal tulis : 1) siswa membuat model matematika dari permasalahan yang diberikan dengan benar namun kurang tepat. 2) siswa tidak menggunakan notasi-notasi atau istilah-istilah

jawaban siswa benar, jika jawaban salah guru memberikan pertanyaan susulan yang berhubungan dengan indicator yang ingin dicapai. g) Guru melakukan interaksi kepada

Indikator yang sudah tercapai pada siklus pertama berdasarkan analisis penelitian dengan guru matematika adalah siswa yang aktif dalam menjawab pertanyaan

Hasil observasi terhadap guru selama 2 pertemuan pada siklus II menunjukkan hal-hal sebagai berikut: (1) Guru telah mampu Guru telah mampu melaksanakan skenario pembelajaran

Pada pertemuan pertama membahas materi tentang pengertian relasi dan dapat menyatakan relasi yang berpedoman pada RPP-1 dengan menggunakan LKS-1.. 27 Kemudian

Kegiatan inti yang dilakukan adalah sebagi berikut: (a) siswa diminta mempelajari materi dari guru, lalu siswa di minta untuk mengajukan pertanyaan; (b) guru memberikan

Sedangkan tujuan penelitian ini adalah (1) untuk mendeskripsikan penerapan Teknik Pembelajaran Probing Prompting terhadap pemahaman konsep &amp; keterampilan berfikir pada