• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. Tinjauan Pustaka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB 2. Tinjauan Pustaka"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

Tinjauan Pustaka

2.1 Kepemimpinan

Sudarwan (dalam Kusriyah, 2014) berpendapat kepemimpinan ialah setiap tindakan yang dilakukan oleh individu dalam kelompok. Untuk mengkoordinasi dan memberi arah kepada individu maupun kelompok lainnya, yang tergabung dalam wadah tertentu untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya.

Pendapat lain dikemukakan oleh Terry (1990) yang menyatakan bahwa kepemimpinan ialah suatu kegiatan untuk mempengaruhi orang-orang agar mereka mau bekerja dengan kemauan untuk mencapai tujuan tertentu. Gitosudarma (2014) mengatakan bahwa kepemimpinan merupakan suatu proses mempengaruhi aktivitas dari individu dalam kelompok untuk mencapai tujuan dalam situasi tertentu (dalam Kusriyah, 2014).

Kepemimpinan dalam suatu organisasi memegang peranan yang sangat penting dan vital (Kusriyah, 2014). Kepemimpinan dalam suatu organisasi terkait dengan fungsi kepemimpinan, memiliki delapan fungsi kepemimpinan antara lain disebutkan:

1. Menciptakan visi dalam organisasi

2. Mengembangkan budaya organisasi

3. Menciptakan sinergi

4. Memberdayakan pengikut

5. Menciptakan perubahan

6. Memotivasi pengikut/bawahannya

7. Mewakili sistem sosialnya 8. Membelajarkan organisasi

Terkait dengan hal kepemimpinan, Barnes (1998) menjelaskan bahwa pertama-tama pemimpin yang berkompetensi harus mampu

menciptakan visi dalam suatu organisasi ataupun kelompok. Kedua adalah dapat mendefinisikan strategi yaitu memiliki pengertian menyeluruh tentang

(2)

kekuatan, kelemahan, dan prestasi kerja. Ketiga adalah menetapkan standar profesional prestasi kerja, yang keempat seorang pemimpin dapat

mendelegasikan otoritasnya kepada karyawan atau followersnya, yang kelima adalah dapat memiliki kebebasan dalam melakukan hal tertentu untuk

kemajuan organisasi atau perusahaan tersebut terutama dalam hal sumber daya. Hal yang keenam adalah dapat memimpin proses manajemen kolektif, yang ketujuh adalah menetapkan standar system informasi timbal balik yang sifatnya alamiah, dan terakhir kedelapan adalah menciptakan super struktur keberhasilan dan menetapkan peranan dan tujuan dan merekrut serta melatih dan menyatukan kekuatan setiap individu.

Menurut Gibson, Ivancevich, Donelly (1993) dalam memimpin pasti terlibat kemampuan seseorang untuk mempengaruhi atau memotivasi orang lain atau bawahannya, agar mereka mau melaksanakan tugasnya dengan baik. Dapat juga dikatakan bahwa kepemimpinan itu merupakan kegiatan untuk mempengaruhi perilaku atau seni mempengaruhi manusia baik perorangan atau kelompok. Kekuatan-kekuatan pemimpin adalah kemampuan baik mempengaruhi tindak-tanduk orang lain atau mencegah terjadinya pengaruh yang tidak diinginkan, atau dengan kata lain merubah tindak atau perilaku orang lain menjadi perilaku yang dikehendaki (Gibson et al., 1993). Sehingga seorang pemimpin dapat meraih kesediaan sehingga mencapai komitmen dalam mewujudkan sasaran organisasi. Seorang pemimpin mempunyai sebuah misi atau tujuan yang hendak dicapainya, ia akan berusaha menarik para pengikutnya hingga mencapai tingkat prestasi yang memuaskan. Maka dapatlah dikatakan bahwa ia pemimpin yang efektif (Gibson, et al., 1993).

Dapat disimpulkan dari beberapa penjabaran di atas bahwa kepemimpinan pada intinya merupakan proses mempengaruhi orang lain dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Pengertian ini menekankan pada kalimat mempengaruhi orang lain, yang didalamnya terkandung unsur hubungan, proses dan kegiatan. Untuk mencapai tujuan bersama dalam organisasi maka pemimpin dapat menggunakan berbagai cara. Cara-cara tersebut biasanya diwujudkan dengan memberi petunjuk, mengarahkan dan

(3)

membina untuk melakukan berbagai aktifitas yang berhubungan dengan tugas pokok, fungsi dan tanggung jawab.

2.1.2 Pengertian Efektivitas Kepemimpinan

Menurut Kusriyah (2014) dalam artikelnya beliau mengatakan bahwa efektivitas berasal dari kata kerja efektif. Berarti terjadinya suatu akibat atau efek yang dikehendaki dalam perbuatan. Setiap pekerjaan yang efektif belum tentu efisien, karena mungkin hasil dicapai dengan pemborosan material, pikiran, tenaga, waktu, maupun benda lainnya. Kata efektivitas sering diikuti dengan kata efisiensi, dimana kedua kata tersebut sangat berhubungan dengan produktivitas dari suatu tindakan atau hasil yang diinginkan. Suatu yang efektif belum tentu efisien, demikian juga sebaliknya suatu yang efisien belum tentu efektif. Dengan demikian istilah efektif adalah melakukan pekerjaan yang benar dan sesuai serta dengan cara yang tepat untuk mencapai suatu tujuan yang telah direncanakan. Sedangkan efisien adalah hasil dari usaha yang telah dicapai lebih besar dari usaha yang dilakukan. Efektivitas kepemimpinan seseorang sangat menentukan dalam kemampuan mengenali secara tepat sifat kondisi yang dihadapinya, baik kondisi yang terdapat dalam organisasi, maupun kondisi yang terdapat di luar organisasi. Hal tersebut mempunyai dampak bagi jalannya roda organisasi, maka efektifitas kepemimpinan dalam organisasi sangat urgen dalam pencapaian tujuan organisasi. Kepemimpinan dalam suatu organisasi memegang peranan yang sangat penting dan vital.

Kepemimpinan yang efektif dalam teori integratif Chemers (1997) berpedoman pada 3 fungsi utama yaitu citra manajemen, pengembangan hubungan interpersonal, dan pemanfaatan sumber daya. Yang dimaksud dengan citra manajemen adalah menunjukkan kemampuan pemimpin untuk memproyeksikan suatu citra yang konsisten dengan harapan pengamatnya. Pengembangan hubungan interpersonal yang dimaksud adalah

merefleksikan keberhasilan pemimpin dalam menciptakan hubungan dan mempertahankan pengikut-pengikut yang bermotivasi dan kompeten. Sedangkan pemanfaatan sumber daya adalah mengacu kepada kemampuan pemimpin untuk secara strategis memanfaatkan aset dirinya dan orang lain

(4)

untuk pencapaian misi ( Chemers dalam Mangunsong, 2009). George & Jones (2002) mengatakan bahwa “ effectiveness leader at least have 8 characteristic, which are intelegence, task relevant knowledge, dominant, self confident, energy / activity level, tolerance for stress, integrity and honesty, and emosional maturity”.

Secara umum, seperti yang disimpulkan oleh Yukl (2006) yang mengatakan bahwa untuk mengukur seberapa efektif seorang pemimpin adalah bagaimana seseorang pemimpin menjalankan tugas-tugasnya dengan sukses dan mencapai tujuannya. Sikap dari para bawahan atau karyawan terhadap pemimpinnya juga dapat dijadikan sebagai indikator dalam melihat keefektifan pemimpin tersebut. Pemimpin yang efektif diukur dalam

kontribusi dari pemimpin tersebut kepada para bawahan atau karyawannya. Bersamaan dengan itu, Yukl (2006) juga berpendapat bahwa sangat sulit untuk mengevaluasi seorang pemimpin yang efektif. Dari berbagai konsep, penulis memakai suatu konsep merujuk kepada teori dari Rumeser (2013) mengenai efektivitas kepemimpinan. Konsep ini secara khusus menjelaskan bahwa pemimpin yang efektif memiliki 4 kriteria.

2.1.3 Dimensi Efektivitas Kepemimpinan (Rumeser, 2013)

Dalam penelitian ini, penulis akan menjabarkan keempat dimensi dari konsep efektivitas kepemimpinan menurut Rumeser 2013. Dimensi kepemimpinan yang efektif menurut Rumeser (2013), yaitu:

Yang pertama adalah being oriented toward employee as people. kepemimpinan sebagai People / manusiawi. Sejauh mana seorang

pemimpin memperlakukan anggota tim atau karyawan secara manusiawi. Dimana sebagai seorang pemimpin kita tidak boleh bersikap semena-mena terhadap bawahan, dan dapat memperlakukan semua karyawan atau bawahan dengan sama rata. dapat mengerti, bahwa tentu karyawan atau bawahan juga tidak ingin diperlakukan sebagai “budak”.

Yang kedua adalah delegating responsibilityfor desicions. Singkatnya dapat disebut dengan Delegation / delegasi. Sejauh mana seorang pemimpin dapat mendelegasikan tanggung jawab dan keputusan kepada para anggota tim. Jadi tidak hanya pemimpin yang yang harus

(5)

mengambil keputusan dalam semua hal, tetapi pemimpin juga dapat berbagi dengan para karyawan ataupun bawahannya untuk memikirkan pengambilan keputusan itu secara bersama. Jika pemimpin sedang

berhalangan atau sedang dalam urusan lain yang lebih penting melibatkan urusan organisasi, seorang pemimpin dapat memberikan sebagian tanggung jawab dan pengambilan keputusan kepada karyawan atau bawahannya.

Yang ketiga adalah creating atmosphereof teamwork and cooperation. Yang dapat disingkat dengan Atmosphere / atmosfir. Dimana seorang pemimpin dapat menciptakan atmosfer guna tercipta kerjasama antar anggota tim dalam suatu organisasi. Bagaimana pemimpin membuat suasana kerja yang nyaman disekeliling karyawan maupun dirinya sendiri. Dengan adanya suasana yang kondusif disekeliling tempat kerjapun dapat membangkitkan semangat dan kinerja para pegawainya.

Yang terakhir yaitu keempat adalah Feedback / umpan balik. Sejauh mana seorang pemimpin dapat memberikan umpan balik kepada anggota tim atau karyawannya. Agar anggota tim ataupun karyawan mampu mengetahui yang mana yang baik, yang mana yang tidak baik. Mana yang tidak dilakukan dan mana yang harus dilakukan. Dan sejauh mana yang para karyawan kerjakan berkontribusi untuk organisasi tersebut. Dengan mengetahui umpan balik dari para pemimpinnya, tentu para karyawan atau bawahan dapat memperbaiki apa yang harus diperbaiki, dan dapat

meningkatkan kemampuan dan cara mereka bekerja.

2.2 Burnout

Burnout pertama kali diutarakan dan diperkenalkan kepada masyarakat oleh Herbert Freudenberger pada tahun 1973. Freudenberger (dalam Purba dkk., 2007) menjelaskan burnout sebagai suatu keadaan lelah atau frustrasi yang disebabkan oleh karena cara hidup atau hubungan yang gagal untuk mendapatkan apa yang diharapkan. Jenis individu yang seperti ini pada awalnya memiliki komitmen penuh dan berdedikasi tinggi kepada pekerjaannya.

(6)

Burnout dan stres adalah dua hal yang berbeda. Memiliki konsep yang mirip tetapi tidak sama. Stres terjadi ketika ada ketidakseimbangan antara tuntutan dari lingkungan dengan sumber daya yang dimiliki individu. Sedangkan burnout terjadi karena proses adaptasi yang berkelanjutan terhadap gangguan yang timbul karena ketidakseimbangan jangka panjang (Brill dalam Purba dkk., 2007).

Efek yang ditimbulkan dari stres dan burnout juga berbeda. Yang terjadi dalam burnout hanya akan memunculkan efek negatif seperti

menurunnya hasrat pencapaian diri dan muncul perilaku negatif. Sedangkan pada stres, stres memiliki efek negatif dan positif. Efek positif dari stres yaitu eustres. Dimana stres yang dialami individu dimodifikasi menjadi suatu dorongan positif untuk melakukan perubahan ke arah yang lebih baik (Selye dalam Purba dkk., 2007).

Burnout dalam organisasi adalah reaksi dari stress kerja baik secara psikologis dan perilaku yang bersifat merugikan (Greenberg, 2002). Menurut Pines & Aronson (dalam Purba dkk., 2007) burnout adalah suatu bentuk ketegangan atau tekanan psikis yang berhubungan dengan stress, dialami seseorang dari hari ke hari, ditandai dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional. Burnout diartikan sebagai kelelahan emosional dan mental yang disebabkan oleh situasi yang sangat menuntut keterlibatan emosional dan menegangkan, dikombinasikan dengan harapan personal yang tinggi untuk mencapai kinerja yang tinggi oleh Leatz & Stolar (dalam Lailani et al., 2005).

Seperti yang telah penulis sampaikan di bab sebelumnya, Maslach (1982) mengatakan ada 3 faktor yang mempengaruhi burnout dalam kerja yaitu:

Hal pertama adalah desain organisasi. Desain organisasi memiliki 3 peranan penting yang dapat menyebabkan burnout, yang pertama adalah konflik peran, menyatakan bahwa individu dapat mengalami kesulitan untuk melaksanakan tuntutan pekerjaan, yang dapat menyebabkan individu merasa tidak mungkin mencapai suatu kesuksesan dalam suatu pekerjaan. Individu merasa tidak mampu mengubah situasi kerja dan meminimalkan konflik peran maka perasaan tidak berdaya individu akan menimbulkan perilaku

(7)

menarik diri secara emosional (Maslach, 1982). Yang kedua adalah struktur kekuasaan dalam program layanan manusia. Ada sejumlah tugas yang seharusnya dilaksanakan oleh individu maka akan ada sejumlah keputusan yang akan di buat,beberapa keputusan yang berpengaruh pada kinerja individu di buat oleh individu itu sendiri. Individu bersama orang lain dalam kelompok atau orang lain (Maslach, 1982). Yang ketiga adalah struktur yang normatif. Hal yang tercakup dalam struktur normatif antara lain tujuan norma dan ideologi organisasi. Tujuan organisasi yang dijabarkan secara spesifik dan operasional dapat mengurangi burnout (Maslach, 1982).

Hal kedua adalah kepemimpinan. Kepemimpinan dan pengawasan merupakan variabel yang sangat signifikan berhubungan dengan burnout. Konsep kepemimpinan yang ideal selalu berubah dari waktu ke waktu namun asumsi bahwa kualitas pemimpin menentukan motivasi dan kinerja bawahan selalu di terima menurut Parlaman dan Hartman (dalam Kusumastuti, 2005). Adanya hubungan antara derajat keterasingan pada perawat dengan cara yang di gunakan oleh atasan dalam memberikan perintah. Atasan yang memberikan alasan pada setiap perintahnya. Lebih kecil kemungkinan daripada atasan yang bersifat secara otoriter atau sewenang-wenang menurut Cherniss (1980).

Hal ketiga adalah interaksi sosial dan dukungan rekan kerja. Interaksi sosial dan dukungan rekan kerja merupakan variabel yang secara signifikan berhungan dengan burnout dan interaksi sosial dengan rekan kerja merupakan sumber dukungan bagi individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan stress. Individu kecil kemungkinannya untuk mengalami burnout dalam suatu organisasi dengan memberikan

kesempatan pada individu untuk mengukapkan perasaan akan mendapatkan dukungan dengan umpan balik positif dari rekan kerja menurut Hartman (dalam Kusumastuti,2005)

Beberapa penelitian menemukan bahwa hampir semua penderita burnout pada awalnya adalah orang-orang yang bersemangat, energik, optimistik, dan memiliki prinsip yang kuat, serta mau bekerja keras untuk meraih prestasi. Mereka tidak mengenal istilah gagal (Zulkarnain, 2011).

(8)

Secara garis besar akibat orang yang mengalami burnout merasa terjepit, kehabisan tenaga dan kosong. Dia merasa kecewa, sinis, mudah

tersinggung dan tegang. Kepada orang lain dia terlihat marah atau depresi dan menarik diri. Setiap masalah kecil dapat menyulut rekasi kemarahan atau kehinaan. Saran-saran baik atau penawaran bantuan semuanya tidak didengar. Orang yang mengalami burnout merasa bahwa kehidupan dan pekerjaannya telah kehilangan arti. Apa yang dahulunya menggairahkan dan menantang sekarang menjadi membosankan. Hari kerja seakan urusan yang menyakitkan dan membuatnya frustasi. Terlalu banyak pekerjaan yang harus dilakukan, terlalu banyak gangguan yang tidak perlu yang harus ditahan, terlalu banyak masalah sepele yang harus diperhatikan dan tidak ada penghargaan yang dapat dibanggakan pada akhir hari kerja (Zulkarnain, 2011).

Zulkarnain (2011) mengatakan bahwa pengaruh negative ini seterusnya dapat mempengaruhi dan menurunkan tahap kualitas

kehidupan pekerja. Kondisi ini pada akhirnya akan mengarah para pekerja menjadi tidak bersemangat dan mudah mengalami tekanan kerja.Tuntutan kerja yang terlalu banyak yang dikenakan dalam waktu yang singkat menyebabkan seseorang mengalami tekanan emosi dan perpisahan emosi. Kondisi ini pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya burnout.

2.2.1 Dimensi Burnout

Dalam penelitian ini dikhususkan penulis mengambil teori dari Pines & Aronson (1981) bahwa burnout adalah suatu keadaan yang dialami oleh mental-emosi dan fisik individu seperti kelesuan,

kemurungan, optimistik, perasaan terperangkap, perasaan tidak berguna, dan perasaan energetik (dalam Purba dkk., 2007). Sehubungan dengan pengertian ini, Maslach & Jackson pada tahun 1981 mengembangkan sebuah kajian tentang burnout dari perspektif sosial-psikologikal. Kajian mereka telah berhasil menciptakan teori yang dikenal dengan Maslach Burnout Inventory. Disamping itu, Maslach dan Pines juga percaya bahwa tugas dalam sebuah organisasi adalah faktor penyebab utama

(9)

lahirnya burnout (dalam Purba dkk., 2007). Pada tahun1996 Maslach, dkk. mengembangkan MaslachBurnoutInventory menjadi Maslach Burnout Inventory-Educators Survey. Dalam survey ini mengukur 3 dimensi, yaitu:

a. Pertama adalah emotional exhaustion atau keletihan

emosional. Dimana dimensi ini mengukur perasaan emosional yang berkepanjangan dan merasa capai hanya dengan satu pekerjaan. Kelelahan atau keletihan emosional terjadi ketika individu merasa terkuras secara emosional karena banyaknya tuntutan pekerjaan. Pada dimensi ini, akan muncul perasaan frustasi, putus asa, sedih, tidak berdaya, tertekan, apatis terhadap pekerjaan dan merasa terbelenggu oleh tugas-tugas dalam pekerjaan sehingga seseorang merasa tidak mampu memberikan pelayanan secara psikologis. Selain itu mereka mudah tersinggung dan mudah marah tanpa alasan yang jelas (Maslach dalam Purba dkk., 2007)

b. Kedua adalah depersonalization, menurut Maslach (dalam Purba dkk., 2007) adalah coping (proses mengatasi

ketidakseimbangan antara tuntutan dan kemampuan individu). Perilaku tersebut adalah suatu upaya untuk melindungi diri dari tuntutan emosional yang berlebihan. Gambaran dari depersonalisasi adalah adanya sikap negatif, kasar, menjaga jarak dengan orang lain, menjauh dari lingkungan sosial, dan cenderung tidak perduli terhadap lingkungan disekitarnya. c. Ketiga adalah reducedpersonalaccomplishment yaitu

ditandai dengan adanya perasaan tidak puas terhadap diri sendiri, pekerjaan, dan bahkan kehidupan, serta seseorang merasa ia belum pernah melakukan sesuatu yang bermanfaat (Pines & Aronson, 1981). Maslach (dalam Purba dkk., 2007) menyatakan reduced personal accomplishment disebabkan oleh perasaan bersalah telah melakukan sesuatu secara negatif. Seseorang merasa bahwa dirinya telah berubah

(10)

menjadi orang yang berkualitas buruk, misalnya tidak memperhatikan kebutuhan orang lain.

Dari penjelasan tentang burnout oleh beberapa ahli dapat penulis simpulkan bahwa burnout adalah keadaan stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dan dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional, serta rendahnya pengahargaan terhadap diri sendiri yang mengakibatkan individu merasa terpisah dari lingkungannya. Suatu reaksi psikis yang merupakan respon tubuh terhadap suatu pekerjaan yang ditandai dengan kebosanan, apatis terhadap lingkungan sekitar, dan hanya peduli pada diri sendiri dan terjadi secara berangsur-angsur.

2.3 Kerangka Berpikir

Dapat disimpulkan berdasarkan yang telah dijabarkan di atas bahwa efektivitas kepemimpinan yaitu seorang pemimpin yang dapat mendukung kinerja tim dan dapat mendorong terciptanya tim yang efektif yang didukung oleh empat perilaku / dimensi yang dimiliki oleh seorang pemimpin

(Rumeser, 2013). Empat dimensi efektivitas kepemimpinan (dalam Rumeser, 2013) adalah yang pertama memperlakukan anak buah. Kedua yaitu

mendelegasikan tanggung jawab dan keputusan. Yang ketiga adalah

menciptakan atmosfir yang mendukung terciptanya kerjasama dan kooperasi. Yang terakhir adalah memberikan umpan balik.

Sedangkan burnout dapat disimpulkan keadaan stres yang dialami individu dalam jangka waktu yang lama dan dengan intensitas yang cukup tinggi, ditandai dengan kelelahan fisik, mental, dan emosional, serta

rendahnya pengahargaan terhadap diri sendiri yang mengakibatkan individu merasa terpisah dari lingkungannya. Dalam penelitian skripsi ini, penulis ingin melihat apakah efektivitas kepemimpinan dapat mempengaruhi terjadinya burnout dalam dimensi depersonalisasi, kelelahan emosional dan penurunan pencapaian diri.

Dengan adanya pemimpin yang efektif, sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan maka dapat mencegah terjadinya burnout para pekerja,

(11)

karyawan, bawahan, atau anggota organisasi dan tim. Dengan adanya pencegahan ini akan ada peningkatan keadaan kerja terutama dari sisi kesejahteraan para pekerja, perspektif pekerja, dan keberhasilan organisasi sesuai dengan tujuan organisasi. Sehingga peneliti memiliki asumsi efektivitas kepemimpinan mempunyai pengaruh terhadap burnout.

(12)

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir

Keterangan:

Sumber: dianalisa oleh penulis (2015)

Pemimpin

Burnout -

Keletihan emosional

Tidak

Efektif

Efektif

Burnout

-Depersonalisasi

Burnout

reduced personal accomplishment

Tidak

Burnout

Kriteria pemimpin yang efektif :

1. Kepemimpinan-People

2. Kepemimpinan-Delegasi

3. Kepemimpinan-Atmosfir

4. Kepemimpinan-Umpan

(13)

2.4 Hipotesis

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan pada latar belakang serta didukung oleh teori-teori dan pendapat para ahli yang terkait, maka hipotesis dalam penelitian ini, yaitu:

Ho1: Tidak ada pengaruh antara efektivitas kepemimpinan terhadap terjadinya burnout didimensi depersonalisasi, keletihan emosional, dan penurunan pencapaian diripada PT. X.

Ha1: Terdapat pengaruh antara efektivitas kepemimpinan terhadap terjadinya burnout didimensi depersonalisasi, keletihan emosional, dan penurunan pencapaian diripada PT. X.

(14)

Gambar

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Berpikir

Referensi

Dokumen terkait

Pilih kembali Assigned Load Case, masukan informasi besar serta arah beban seperti pada gambar dibawah dan pastikan setiap input tipe beban dilakukan dan SELALU diakhiri dengan

Berdasarkan hal tersebut penulis membuat laporan akhir ini dengan judul “Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Pintu Rumah Untuk Penetapan Harga Jual Pada CV Sinar

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kepedulian sosial siswa SD di Kecamatan Kalideres paling banyak berada pada

Tarif Penggunaan Griya Brawijaya Tarif Penggunaan Universitas Brawijaya Guest House Tarif Penggunaan Sarana Olahraga Tarif Penggunaan Auditorium dan Samantha Krida Tarif

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui biofisik tanah yaitu kandungan C-organik, pH tanah, Kalium serta Fosfor yang ada di tanah tembakau, jenis makro dan

Kader kesehatan adalah anggota masyarakat yang bekerja secara suka rela dalam membina dan menyuluh orang tua balita tentang bagaimana mengasuh anak dengan baik dan benar secara

Evaluasi hari ke dua dengan didapatkan respon subjektif keluarga mengatakan bahwa ekstremitas kanan pasien terlihat sudah ada perkembangan walaupun sedikit-dikit, respon

Departemen Agama Repub lik Indonesia , selanjutnya di sebut sebagai DEPAG, Dan Yayasan Makkah Almukarramah yang didi rikan dengan keputusan Menteri Dalam Negeri