• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Hidroponik

Hidroponik dalam pengertian paling sederhana adalah penumbuhan tanaman tanpa menggunakan tanah sebagai media tanamnya. Hidroponik mulai dilirik dan berkembang sejak tahun 1925 setelah didapati bahwa sistem ini mempunyai potensi untuk digunakan oleh industri tanaman karena dapat mengatasi masalah keterbatasan lahan, kesuburan tanah serta serangan hama dan penyakit. Sistem ini dikembangkan lebih lanjut oleh Dr. W.F Gericke pada tahun 1936 yang berhasil menumbuhkan tanaman tomat dalam kolam berisi air dan nutrient di laboratoriumnya (Prihmantoro dan Yovita, 2000).

Beberapa kelebihan sistem hidroponik dibanding dengan media tanah adalah kebersihan lebih mudah terjaga, tidak memerlukan pengelolaan tanah, penggunaan pupuk dan air lebih efisien, tidak tergantung musim, tingkat produktivitas dan kualitas cukup tinggi dan seragam, tanaman dapat dikontrol dengan baik, dapat diusahakan di tempat yang tidak terlalu luas ataupun dipergunakan sebagai bisnis dengan luasan yang cukup, dapat mengurangi jumlah tenaga kerja, kenyamanan kerja dapat ditingkatkan secara ergonomis, dan diferensiasi produk dapat dilakukan (Suhardiyanto, 2002).

Pada prinsipnya sistem hidroponik dibagi menjadi dua kelompok yaitu sistem yang menggunakan media substrat dan sistem yang menggunakan media air. Jenis hidroponik yang menggunakan media substrat dicirikan dengan media tanamnya yang berupa bahan padat berpori maupun tidak berpori dengan wadah yang tidak gampang lapuk terkena air seperti ember, pot, polybag, dan lain – lain. Media yang digunakan dapat berupa pasir, kerikil, perlit, zeolit, sabut kelapa, spon, batu apung dan sebagainya (Prihmantoro dan Yovita, 2000).

Nutrient Film Technique (NFT) merupakan salah satu tipe spesial dalam hidroponik yang dikembangkan pertama kali oleh Dr. A.J Cooper di Glasshouse Crops Research Institute, Littlehampton, Inggris pada akhir tahun 1960-an dan berkembang pada awal 1970-an secara komersial. Konsep dasar NFT ini adalah budidaya tanaman dengan akar tanaman tumbuh pada lapisan nutrisi yang dangkal dan tersirkulasi sehingga tanaman dapat memperoleh

(2)

cukup air, nutrisi dan oksigen. Tanaman tumbuh dalam lapisan polyethylene dengan akar tanaman terendam dalam air yang berisi larutan nutrisi yang disirkulasikan secara terus menerus dengan pompa. Daerah perakaran dalam larutan nutrisi dapat berkembang dan tumbuh dalam larutan nutrisi yang dangkal sehingga bagian atas akar tanaman berada di permukaan antara larutan nutrisi dan styrofoam. Dengan adanya bagian akar dalam udara ini memungkinkan oksigen masih bisa terpenuhi dan tercukupi untuk pertumbuhan secara normal.

Beberapa keuntungan pemakaian NFT antara lain: dapat memudahkan pengendalian daerah perakaran tanaman, kebutuhan air dapat terpenuhi dengan baik dan mudah, keseragaman nutrisi dan tingkat konsentrasi larutan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman dapat disesuaikan dengan umur dan jenis tanaman, tanaman dapat diusahakan beberapa kali dengan periode tanam yang pendek, sangat baik untuk pelaksanaan penelitian dan eksperimen dengan variabel yang dapat terkontrol dan memungkinkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman dengan high planting density. Namun NFT mempunyai beberapa kelemahan seperti investasi dan biaya perawatan yang mahal, sangat tergantung terhadap energi listrik dan penyakit yang menjangkiti tanaman akan dengan cepat menular ke tanaman lain (Graves, 1983).

Gambar 1 Skema sistem NFT untuk budidaya tanaman.

Jarak tanam 10 dan 25 cm Cahaya buatan

Pompa

(3)

Dalam sistem NFT ini, penentuan nilai DHL larutan nutrisi merupakan faktor terpenting dalam menentukan keberhasilan budidaya. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian nilai DHL larutan nutrisi yang tinggi dapat meningkatkan kualitas hasil produksi khususnya buah tomat, tetapi perlakuan ini juga dapat mengakibatkan yield loss (Saito et.al., 2006). Sehingga optimisasi nilai DHL larutan nutrisi sangat diperlukan dalam sistem hidroponik.

2.2 Tanaman Tomat

Tomat (Solanum lycopersicum syn. Lycopersicum esculentum) adalah tumbuhan dari keluarga Solanaceae, tumbuhan asli Amerika Tengah dan Selatan, dari Meksiko sampai Peru. Tomat merupakan tumbuhan siklus hidup singkat, dapat tumbuh setinggi 1 sampai 3 meter. Tomat merupakan keluarga dekat dari kentang (Wikipedia Indonesia, 2007).

Buah tomat saat ini merupakan salah satu komoditas hortikultura yang bernilai ekonomi tinggi dan masih memerlukan penanganan serius, terutama dalam hal peningkatan hasilnya dan kualitas buahnya. Apabila dilihat dari rata-rata produksinya, ternyata tomat di Indonesia masih rendah, yaitu 6,3 ton/ha jika dibandingkan dengan negara-negara Taiwan, Saudi Arabia dan India yang berturut-turut 21 ton/ha, 13,4 ton/ha dan 9,5 ton/ha (Kartapradja dan Djuariah, 1992). Rendahnya produksi tomat di Indonesia kemungkinan disebabkan varietas yang ditanam tidak cocok, kultur teknis yang kurang baik atau pemberantasan hama dan penyakit yang kurang efisien.

Syarat tumbuh tanaman tomat antara lain: dapat tumbuh didataran rendah dan tinggi, waktu tanam yang baik 2 bulan sebelum musim hujan berakhir (awal musim kemarau), tanah gembur, kaya humus dan subur, drainase baik dan tidak menggenang, PH sekitar 5-6, curah hujan optimal 100-220 mm/hujan, suhu udara optimum 10o-20o C (malam hari), 20o-30o C (siang

(4)

2.3 Teknik Identifikasi dengan Jaringan Syaraf Tiruan (JST)

Jaringan Syaraf Tiruan (JST) merupakan penjabaran fungsi otak manusia (biologycal neuron) dalam bentuk fungsi matematika yang akan menjalankan proses perhitungan secara paralel (Lippman, 1998). Menurut Kusumadewi (2003), JST merupakan salah satu representasi buatan dari otak manusia yang selalu mencoba untuk mensimulasikan proses pembelajaran pada otak manusia tersebut.

JST pada dasarnya tersusun dari beberapa lapisan noda, yaitu input layer (lapisan masukan), hidden layer (lapisan tersembunyi) dan output layer (lapisan keluaran). Noda atau unit yang terhubung dari input layer ke hidden layer atau dari layer satu ke layer yang lain dihubungkan dengan sinapsis yang direpresentasikan dengan nilai pembobot yang diperoleh pada proses pembelajaran.

Salah satu metode pembelajaran JST adalah backpropagation. Algoritma backpropagation menggunakan error output untuk mengubah nilai pembobotnya dalam arah mundur (backward). Untuk mendapatkan error output, tahap perambatan maju (forward propagation) harus dikerjakan terlebih dahulu (Kusumadewi, 2003).

Gambar 2 Struktur JST Backpropagation.

Algoritma pelatihan backpropagation menurut Fu (1994) adalah sebagai berikut:

Xi

Xn

Vij Zij Yk

Wjk

(5)

1. Inisialisasi pembobot (weight)

Mula-mula pembobot dipilih secara acak, kemudian setiap sinyal input diberikan ke dalam noda pada input layer, lalu sistem akan mengirim sinyal ke noda pada hidden layer.

2. Perhitungan nilai aktivasi

Setiap noda pada hidden layer dihitung nilai net input-nya dengan cara menjumlahkan seluruh hasil perkalian antara noda input (Xi) dengan pembobotnya (Vij), sebagaimana dalam persamaan berikut:

= = n i XiVij Zij 1 (1) Jika setiap noda pada lapisan ini telah menerima nilai net input, langkah

selanjutnya adalah memasukkan nilai net input pada setiap noda ke dalam fungsi aktivasi (fungsi sigmoid) berikut:

) ( exp 1 1 ) (Zij Zij f σ + = (2)

dengan σ : konstanta fungsi sigmoid.

Zj = f(Zij) (3) ∑ + = − ( ) exp 1 1 ZjWjk k Y σ (4)

3. Perbaikan nilai pembobot

Nilai output dari setiap noda pada output layer hasil perhitungan pada jaringan dibandingkan dengan nilai target yang diberikan dengan persamaan jumlah kuadrat galat, seperti dalam persamaan:

− = in k k k Y T E ( )2 2 1 (5) dengan Tk = nilai target yang diberikan dalam pembelajaran JST

Yk = output dari hasil perhitungan pada jaringan

Pada setiap lapisan dilakukan perubahan pembobot dengan menggunakan aturan delta rule. Perubahan pembobot dari hidden layer ke output layer sesuai dengan persamaan:

ΔWjk = αδk Zj (6)

(6)

ΔWjk = perubahan nilai pembobot Wij α = laju pembelajaran

δk = galat output ke k Zj = fungsi sigmoid

Perubahan pembobot dari hidden layer ke input layer sesuai dengan persamaan:

ΔVij = αδj Xi (7)

Sehingga nilai perbaikan pembobot dapat dibuat dalam persamaan berikut: Wjk (baru) = Wjk (lama) + ΔWjk (8)

Vij (baru) = Vij (lama) + ΔVij (9)

Nilai laju pembelajaran harus dipilih antara 0–0,9. laju pembelajaran menentukan kecepatan pelatihan sampai sitem mencapai keadaan optimal, jika nilainya besar akan membuat jaringan melompati nilai minimum lokalnya dan akan berosilasi sehingga tidak mencapai konvergensi. Sebaliknya jika nilainya kecil menyebabkan jaringan terjebak dalam minimum lokal dan memerlukan waktu yang lama selama proses training. Untuk menghindari keadaan tersebut ditambahkan suatu konstanta momentum antara 0–0,9 pada sistem tersebut, dengan demikian laju pelatihan dapat ditingkatkan sehingga osilasi pada sistem dapat diminimumkan. Perubahan nilai pembobot setelah dilakukan penambahan konstanta momentum sesuai dengan persamaan berikut:

ΔWjk (baru) = αδk Zj + βΔWjk (lama) (10) ΔVij (baru) = αδj Xi+ βΔVij (lama) (11)

dengan β adalah konstanta momentum. 4. Pengulangan

Keseluruhan proses diatas dilakukan pada setiap contoh dan sekian pengulangan sampai sistem mencapai keadaan optimum. Pengulangan tersebut mencakup pemberian contoh pasangan input dan output, perhitungan nilai aktivasi dan perubahan nilai pembobot (weight).

Setelah JST terlatih memecahkan suatu masalah, kemudian harus dilakukan validasi yang merupakan proses pengujian kinerja jaringan terhadap contoh yang belum diberikan selama proses pelatihan. Proses validasi

(7)

dilakukan dengan memasukkan suatu set contoh input-output yang hampir sama dengan contoh set input-output yang diberikan selama proses pembelajaran.

JST merupakan metode identifikasi yang tepat diaplikasikan untuk sistem yang kompleks seperti sistem dinamik hubungan antara lingkungan dan tanaman. Di bidang teknologi greenhouse, JST telah dikembangkan antara lain untuk memprediksi radiasi matahari (Coelho et.al., 2002), untuk optimisasi pemberian air dan unsur hara pada pertumbuhan tanaman dalam rumah kaca (Arif, et.al., 2006) dan model pertumbuhan tanaman (Tamrin, et.al., 2005). 2.4 Teknik Optimisasi dengan Algoritma Genetika (AG)

Algoritma Genetika (AG) adalah suatu teknik pencarian dan optimisasi stokastik (melibatkan probabilitas) dengan cara kerja meniru proses evolusi dan perubahan genetik pada struktur kromosom mahluk hidup (Goldberg, 1989; Holland 1975; Winston, 1992; Glover 1989; 1990; Kirkpatrick, 1982; Kirkpatrick dan Ryan, 1991). Salah satu kelebihan AG adalah relatif sederhana karena mampu untuk belajar dan beradaptasi, yaitu hanya memerlukan informasi tentang struktur kromosom (individu) dan bentuk fungsi fitness dari permasalahan yang dihadapi kemudian mencari sendiri solusi terbaik untuk permasalahan yang dihadapi (Yandra dan Hermawan, 2000). Goldberg (1989) menyebutkan empat perbedaan AG dengan teknik pencarian dan optimasi konvensional, yaitu:

1. AG bekerja pada sekumpulan calon solusi yang telah dikodekan bukan pada solusi itu sendiri.

2. AG melakukan pencarian nilai optimum pada sekumpulan calon solusi secara paralel (bersifat parallel serach atau population-based search). 3. AG secara langsung memanfaatkan fungsi tujuan atau fungsi fitness,

bukan fungsi turunan.

4. AG menggunakan aturan transisi kemungkinan (probabilistik), bukan aturan pasti (deterministik).

Operator-operator AG sederhana yang terdiri dari proses seleksi, dan reproduksi melalui proses crossover dan mutasi memungkinkan hasil yang

(8)

baik pada masalah sederhana. Proses seleksi adalah proses pemilihan beberapa kromosom untuk dijadikan kromosom induk bagi generasi berikutnya. Proses seleksi menggambarkan aspek yang sangat penting dalam AG, yaitu memperoleh kromosom-kromosom dengan tingkat kelayakan tinggi. Kromosom-kromosom ini memiliki kesempatan yang lebih besar untuk dipilih dan diproduksi di dalam populasi generasi berikutnya. Besarnya ukuran slot adalah sama antara rasio nilai fitness (kelayakan) suatu kromosom dengan total nilai fitness semua kromosom (Goldberg, 1989).

Reproduksi adalah suatu proses pembentukan individu baru melalui proses crossover dan mutasi. Crossover (penyilangan) adalah penyilangan antara individu-individu yang terpilih menjadi individu yang baru. Penyilangan ini bekerja pada sepasang kromosom induk untuk menghasilkan dua kromosom anak dengan menukarkan beberapa gen yang dimiliki masing-masing kromosom induk. Tingkat penyilangan atau peluang penyilangan adalah rasio antara jumlah kromosom yang diharapkan mengalami penyilangan dalam setiap generasi dengan jumlah kromosom total dalam populasi. Tingkat penyilangan yang tinggi menyebabkan semakin besarnya kemungkinan AG mengekplorasi ruang pencarian sekaligus mempercepat ditemukannya solusi optimum. Penentuan peluang penyilangan yang tepat sangat tergantung pada permasalahan yang dihadapi.

Beberapa metode penyilangan yang dapat dilakukan antara lain metode PMX (partially mapped crossover), metode OX (order crossover) dan metode modifikasi. Metode modifikasi merupakan modifikasi dari metode crossover yang umum, yaitu bahwa jika diketahui satu batas crossover maka anak (offspring) yang dihasilkan bagian kiri berisi penggal gen dari induknya sendiri (parent) sampai batas crossover, sedangkan bagian kanan tidak dapat semata-mata mengambil penggal bagian kanan dari induknya yang lain, tetapi mengambil gen dari induk yang lain tersebut secara berurutan yang tidak sama dengan penggal gen yang sudah ada pada offspring.

Proses mutasi merupakan proses bergantinya gen atau kromosom induk secara acak berdasarkan peluang mutasi. Proses ini juga sangat penting dalam

(9)

menentukan keragaman individu yang didapatkan sehingga dapat terhindar dari maksimum atau minimum lokal.

Di bidang teknologi greenhouse, metode AG makin banyak digunakan sebagaimana dikemukakan oleh Ursem et.al., (2002). Beberapa contoh aplikasi AG untuk optimisasi antara lain; optimisasi penjadwalan air irigasi (Nixon et.al., 2001), optimisasi tata guna lahan (Matthews, 2001), penjadwalan pemasokan larutan nutrisi pada sistem aeroponik tanaman kangkung (Zulaedah, 2005), perencanaan golongan pemberian air (Soehadi et.al., 2006).

Gambar

Gambar 1 Skema sistem NFT untuk budidaya tanaman.
Gambar 2  Struktur JST Backpropagation.

Referensi

Dokumen terkait

Aliansi Bisnis dan Strategi Sustainable Growth and Excellent Performance Bank Micro Loans Commercial & Corporate Loans Consumer Loans & Mortgage Consumer &

Dari penelitian dan analisis mengenai pengaruh material pada fasade bangunan terhadap kenyamanan visual didapati bahwa pencahayaan alami dan buatan yang tercipta di

Sedangkan motivasi kerja terhadap kinerja karyawan memiliki nilai beta 0,295 dengan Standart Error 0,100 dan setelah nilai diatas di uji menggunakan Test Sobel Online, maka

Surat kabar digital membuat semua halaman surat kabar tersebut dapat dibaca dengan bentuk yang sama persis dengan edisi cetak di depan layar komputer. Fitur yang

Pada tahun 1613, Sultan Agung memindahkan pusat kerajaan ke Karta (dekat Plered) dan berakhirlah era Kota gede sebagai pusat kerajaan Mataram Islam. Terletak di

Akibat bencana banjir tersebut telah merendam 5.043 unit rumah penduduk (5.616 KK/18.840 jiwa menderita), sekolah 6 unit, kantor desa 3 unit, tempat ibadah 2 unit dan 16 kk

Pertanyaan yang perlu dijawab mengenai hal ini ada lah apakah dalam proses penilaian kurikulum itu sebaik- nya digunakan penilai dari dalam (internal evaluators ) ataukah penilai

Dengan demikian dapat diuraikan bahwa, faktor-faktor pendorong yang membuat Rusia cenderung bergejolak dalam revolusi juga ditentukan oleh beberapa aspek yaitu: