• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Hukum dalam Transaksi Perdagangan Internasional, mengingat, sifat

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Hukum dalam Transaksi Perdagangan Internasional, mengingat, sifat"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Alasan Pemilihan Judul

Penulis memilih judul: “Conversion Sebagai Perbuatan Melawan

Hukum dalam Transaksi Perdagangan Internasional”, mengingat, sifat keaslian atau orisinalitas dari tulisan ini. Adapun Penulis maksudkan dengan asli (orisinil) adalah bahwa dari hasil pengamatan Penulis, topik seperti ini belum pernah ditulis dalam skripsi-skripsi yang pernah dibuat di Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Alasan berikutnya mengapa Penulis tertarik memilih judul sebagaimana telah dikemukakan di atas; mengingat, dalam putusan Mahkamah Agung

Republik Indonesia dengan Register Perkara Perdata No. 1887 K/PDT/19861

antara PT. Perusahan Pelayaran Indonesia2 melawan PT. Sejahtera Bank Umum3

dan PT. Gespamindo tersebut, para hakim yang mengadili dan memutus kasus itu tampak telah mencoba membuat suatu penemuan hukum. Namun usaha oleh para hakim dalam putusan itu masih perlu dikaji dari sudut prinsip hukum perdagangan

Internasional, dalam hal ini prinsip tersebut yaitu konversi (conversion).

1 Untuk mempermudah, selanjutnya Penulis singkat dengan Putusan 1887. 2 Selanjutnya Penulis sebut PT. Samudera Indonesia.

(2)

2

Dengan kata lain, Penulis berpendapat bahwa konversi (conversion) dapat

dipergunakan oleh para hakim memutus perkara itu untuk lebih memberi dimensi hukum perdagangan internasional terhadap Putusan 1887. Usaha seperti itu, juga apabila dilakukan oleh para hakim yang menerima, memeriksa dan mengadili dan memutus Putusan 1887 maka akan memperkuat hukum positif Indonesia yaitu KUHPerdata yang tidak mengabaikan karakteristik perdagangan internasional. Sebab apabila diidentifikasi transaksi yang terjadi dalam Putusan 1887, menurut Penulis, Putusan 1887 tersebut merupakan suatu transaksi yang berkharakteristik atau memiliki ciri-ciri atau sifat khas dariperdagangan internasional. Mengingat transaksi dimaksud adalah memiliki ciri-ciri transaksi perdagangan internasional maka adalah lebih tepat jika hukum yang dipakai untuk menuntut penyelesaian timbul dari transaksi tersebut adalah hukum yang mengatur perdagangan internasional.

Suatu transaksi dikatakan sebagai suatu transaksi yang berciri khas perdagangan internasional adalah mengingat ada perpindahan barang dari suatu negara ke negara lain; mengingat ada tempat kedudukan yang berbeda negara dari para pihak dalam suatu transaksi; dan ada unsur gabungan antara kriteria pertama

dengan kriteria yang kedua (hibrida)4. Berikut dibawah ini gambaran karakteristik

perdagangan Internasional pada Putusan 1887.

4Ada (tiga) cara dalam mengidentifikasi suatu transaksi merupakan “transaksi Perdagangan

internasional”; disitir Penulis dari Buku Jeferson Kameo SH.,LL.M.,Ph.D Pembiayaan dalam Perdagangan Internasional (Suatu Kapita Selekta Untuk Hukum & Transaksi Perdagangan Internasional) Fakultas Hukum Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

(3)

3 Pertama, dengan menggunakan standard atau alat pengukur (yardstick) berupa melihat apakah dalam transaksi yang diadakan tersebut melibatkan pergerakan barang atau pun pergerakan jasa yang berpindah dari satu negara ke

negara yang lain5, ternyata Putusan 1887 berkarakteristik perdagangan

internasional. Penjelasan lebih jauh mengenai dimensi yang pertama itu adalah sebagai berikut:

Pada akhir 1982 awal tahun 1983, PT. Gespamindo yang berkedudukan (domisili) di Jakarta Indonesia mengimpor 3000 metric ton pupuk seharga US.$ 195.000,- dari Phosphate Mining Company of Christmas Island Limited,

Canberra, Australia6 selaku eksportir. Impor pupuk itu dilakukan PT. Gespamindo

atas pesanan PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas, dan PT. Sinar Mulia Buana,

masing-masing 1000 metric ton. Dari sini terlihat jelas dalam Putusan 1887,

bahwa ada suatu perpindahan barang (pupuk) secara internasional; dimana barang (pupuk) bergerak dari Australia ke Indonesia. Maka hal itu berarti bahwa orang sedang berurusan dengan suatu transaksi atau perdagangan yang berkarateristik internasional. Idealnya, kaedah hukum yang dipakai untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dari transaksi seperti itu adalah kaedah atau prinsip hukum perdagangan internasional.

Kedua, apabila mempertimbangkan bukan lagi dari perspektif pergerakan

barang, tetapi memerhatikan tempat berusaha (the places of business) yang

5Ibid. hlm., 2.

(4)

4

berbeda dari masing-masing pihak (the parties to contract) yang ada dalam

transaksi yang ada7 maka transaksi sebagaimana termuat di dalam Putusan 1887

di atas dilakukan oleh pihak(penjual) pupuk yang berada di Australia (mitra

asing) yaitu Phosphate Mining Co. Ltd. yang bertindak sebagai eksportir dan PT. Gespamindo yang tidak lain adalah pihak pembeli (importir) yang berkebangsaan Indonesia (badan hukum Indonesia) berkedudukan di Jakarta. Sehingga pada titik ini Penulis berpendapat bahwa transaksi yang ada dalam Putusan 1887 itu dapat disebut sebagai transaksi perdagangan Internasional penuh karena terdapatnya

unsur asing (foreign element) di dalam kontrak transaksi. Oleh sebab itu, sekali

lagi, seyogyanya, kaedah atau prinsip hukum yang digunakan untuk menyelesaikan persoalan yang timbul dari transaksi seperti itu adalah prinsip hukum perdagangan internasional.

Sudah merupakan suatu anggapan yang berlaku umum bahwa cara

menentukan karakter internasional dari suatu transaksi perdagangan yang kedua,

sebagaimana baru saja dikemukakan oleh Penulis di atas adalah cara yang paling

banyak diterima masyarakat internasional8. Adapun bukti penerimaan yang

7Sifat kedua dari transaksi perdagangan Inernasional tersebut dapat dilihat juga dari pengertian

hukum pedata internasional (private international law). Dr. Sudargo Gautama SH, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, Alumni, Bandung,1987, hlm., 3, 21 dan 26. Lihat juga Dr. Sunaryati Hartono SH, Pokok-pokok Hukum Perdata Internasional, Binacipta, Jakarta, 1989, hlm.,12. juga Sudargo Gutama, Kontrak Dagang Internasional, Alumni, Bandung, 1976, hlm.,7.

8

(5)

5 demikian oleh masyarakat internasional tersebut dapat dilihat dalam beberapa

Konvensi Internasional9.

Cara ketiga, apabila diperhatikan jual-beli eksport (exsport sales)10 maka

Putusan 1887 jelas memerlihatkan bahwa transaksi itu berkharakteristik sebagai transaksi internasional sebab jual-beli tersebut melibatkan pihak yaitu Phosphate Mining Co Ltd. sebagai Penjual pupuk berkebangsaan Australia dan berkedudukan di Australiadan PT. Gespamindo bertindak sebagai Pembeli berkebangsaan Indonesia yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia dan melibatkan pergerakan barang dan jasa dari Australia ke Indonesia dimana pembeli melaksanakan usahanya. Transaksi yang demikian itu seperti telah dikemukakan di atas adalah suatu transaksi yang berkarakter internasional penuh. Itu sebabnya semestinya prinsip hukum yang dipergunakan dalam mengadili sengketa dalam Putusan 1887 tersebut adalah prinsip dalam hukum perdagangan internasional.

Dalam kaitan dengan alasan Penulis bahwa penting bagi hakim yang mengadili seuatu perkara yang berkharateristik internasional memerhatikan asas atau kaedah dalam perdagangan internasional dalam menerima, memeriksa, dan mengadili atau memutus suatu perkara maka berikut di bawah ini Penulis perlu

9 Lihat, misalnya dalam the United Nations Convention on Contracts for the International Sale of

Good, yang rumusannya dapat ditemukan dalam Pasal 1 (Article 1).

(6)

6 menyinggung secara singkat duduk perkara putusan Kasasi yang dibahas tersebut

di atas (Putusan 1887). Kurang lebih sebagai berikut11:

Pada akhir tahun 1982 atau pada permulaan tahun 1983, PT. Gespamindo

mengimpor (membeli) pupuk dari Phosphate Mining Co. sebanyak 3000 metric

ton, dengan nilai uang dibalik angka 3000 metric ton pupuk tersebut adalah

seharga seluruhnya US.$ 195.000-,. Pupuk tersebut sebetulnya adalah pesanan

tiga subjek hukum (parties to a contract) seperti sudah dijelaskan diatas, yaitu:

PT. Patra Buana, PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana.

Masing-masing dari pihak-pihak tersebut memesan 1000 metric ton pupuk.

Untuk membayar harga 3000 metric ton pupuk impor kepada penjualnya

di Australia tersebut, PT. Gespamindo kemudian membuka 3 buah Letter of

Credit12 di PT. Sejahtera Bank (the issuing bank) melalui the Chartered Bank (Corresponding Bank) di Jakarta. Ketiga buah L/C untuk dibayarkan kepada penjual pupuk dalam hal ini dibayarkan kepada Phosphate Mining Co. tersebut,

keseluruhannya berjumlah US.$ 195.000,- suatu jumlah dana yang besar saat ini13.

Pupuk impor yang dibeli dari Phosphate Mining Co. tersebut telah dikirim

dan diangkut oleh PT. Samudera Indonesia, sesuai bill of lading

11 Uraian lebih lanjut tentang Putusan 1887 dapat dilihat dalam BAB III hal., 71 s/d73 infra. 12

Selanjutnyaletter of credit Penulis sebut singkat L/C.

13 Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa nilai kurs Dolar AS terhadap Rupiah sebelum tahun

1997 ketika krisis ekonomi dan politik di Indonesia terjadi adalah 1 Dolar AS bernilai sekitar 2000 Rupiah. Saat ini 1 Dolar AS bernilai sekitar 9000; bahkan bisa mencapai lebih dari angka itu. Saat ini, transaksi seperti ini berlangsung hampir setiap hari seperti orang membeli beras atau kebutuhan sehari-hari. Sehingga penguasaan yang baik atas kaedah-kaedah dan asas-asas hukum perdagangan internasional seperti ini tentu sangatlah penting bagi ahli hukum.

(7)

7

(B/L)/Konosemen14 yang diterbitkan oleh PT. Samudera Indonesia sebagai

pengangkut. Pengiriman dilakukan dari Melbourne tertanggal 24 Maret 1983

menuju pelabuhan (port) tujuannya, yaitu Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.

PT. Sejahtera Bank yang telah membayar harga pupuk impor tersebut

kepada Phosphate Mining Co. di Australia sebagai beneficiary melalui the

Chartered Bank di Jakarta, dengan demikian otomatis menguasai documentary

credit. Termasuk di dalam paket documentary credit tersebut adalah dokumen/kontrak/akta bukti pengangkutan, dalam hal ini B/L yang diterbitkan oleh pengangkut.

Ternyata, seluruh pupuk impor yang dibeli oleh PT. Gespamindo dan dibayar oleh PT. Sajahtera Bank melalui the Chartered Bank itu telah diserahkan kepada ketiga pemesan yang telah disebutkan di atas. Penyerahan dilakukan pengangkut, atas permintaan PT. Gespamindo. Diduga – dan hal ini merupakan pernyataan yang direkam dalam Putusan 1887 – penyerahan barang-barang (pupuk) itu dilakukan tanpa B/L. Padahal, L/C tersebut di atas belum dilunasi PT. Gespamindo kepada PT. Sejahtera Bank yang telah membeli dari the Chartered Bank di Jakarta. Adapun nilai total sisa pinjaman yang harus dilunasi PT. Gespamindo seluruhnya sebesar US.$ 169.000,-.

Berhubung PT. Gespamindo, dalam pandangan para pengacara penggugat dalam Putusan 1887, terbukti tidak melakukan pembayaran atas sisa

kewajibannya, maka dalam pandangan PT. Sejahtera Bank(the issuing Bank),

14

(8)

8 dalam hal ini kemungkinan pandangan itu adalah pandangan para pengacara dari PT. Sejahtera Bank, PT. Gespamindo telah melakukan perbuatan melawan hukum. Pengacara PT. Sejahtera Bank juga menyeret pengangkut, dalam hal ini PT. Samudera Indonesia, ke dalam sengketa. Tuduhan PT. Sajahtera Bank adalah bahwa PT. Samudera Indonesia sebagai pengangkut terikat dalam perikatan tanggung-menanggung dengan PT. Gespamindo untuk memenuhi pelunasan

kewajiban mereka kepada PT. Sejahtera Bank (the issuing Bank)

Hakim yang berhasil diyakinkan oleh penggugat, kemudian menghukum untuk tergugat bertanggungjawab secara renteng (PT. Gespamindo dan PT. Samudera Indonesia), membayar kepada PT. Sejahtera Bank secara tunai dan sekaligus, masing-masing setengah bagian dari US.$ 169.000,- + bunga sebesar US.$ 36.378,72,-.

Menurut hakim, sebagaimana terekam dalam putusan 1887, “adil” apabila resiko atas gagal bayar PT. Gespamindo itu dipikul oleh PT. Gespamindo dan PT. Samudera Indonesia secara bersama-sama karena perbuatan melawan hukum. Kedua pihak itu oleh hakim, masing-masing dihukum untuk membayar kepada PT. Sejahtera Bank uang sejumlah US.$ 84.500,-. Dalam Putusan 1887 tersebut, dasar hukum yang dijadikan pegangan oleh para hakim mengadili perkara tersebut

adalah perbuatan melawan hukum (onrechtmatigedaad) sebagaimana ada dalam

Pasal 1365 KUHPerdata. Penulis berpendapat bahwa, pegangan para hakim tersebut akan terlihat lebih ideal apabila asas atau kaedah hukum perdagangan

internasional (conversion) diperhatikan. Sebab seperti telah beberapa kali

(9)

9 ciri-ciri perdagangan internasional, maka idealnya asas atau kaedah hukum yang dipergunakan untuk mengadili kasus itu adalah kaedah atau asas hukum dalam

perdagangan internasional15. Namun, bagaimanakah penggunaan asas atau kaedah

hukum perdagangan internasional dalam Putusan 1887 itu? Hal inilah, yang telah menjadi alasan Penulis memilih Judul sebagaimana dikemukakan di atas.

Dalam gambaran singkat Putusan 1887 di atas, menarik, bahwa Derry

Firmansyah16dalam skripsi berjudul “Tanggung-Menanggung Importir dan

Pengangkut dalam Transaksi Perdagangan Internasional” menggemukkan bahwa dasar hakim dalam Putusan 1887 memutus karena Tergugat tidak menunjukan B/L adalah suatu perbuatan melawan hukum. Padahal hal itu bukan

perbuatan melawan hukum, seharusnya dilihat sebagai perbuatan wanprestasi17.

Menurut Penulis, berbeda dengan kesimpulan Derry Firmansyah, hakim dalam Putusan 1887 tidak serta merta keliru. Hanya saja perbuatan melawan hukum dari PT. Samudera Indonesia selaku pengangkut yang menyerahkan seluruh pupuk kepada pemesannya melalui PT. Gespamindo, mendasarkan pada asas dan kaedah-kaedah hukum perdagangan internasional sebagaimana alasan yang telah dikemukakan oleh Penulis di atas. Asas dan kaedah dalam hukum perdagangan internasional yang dimaksud oleh Penulis yaitu, kaedah atau asas

15Lihat dalam Bab II hal., 49 supra.

16

Skripsi tersebut, sekarang dijadikan koleksi oleh Perpustakaan Umum Universitas Kriten Satya Wacana dapat diakses dari seluruh dunia melalui media elektronik.

17 Derry Firmansyah, dalam sebuah skripsi dengan Judul “Tanggung-Menanggung Importir dan

Pengangkut Dalam Transaksi Perdagangan Internasional”, Fakultas Hukum-UKSW Salatiga, 2012, hlm., 10-11.

(10)

10

yang disebut Conversion18. Bagaimanakah hakim menerapkan asas atau kaedah

hukuman dalam perdagangan internasional tersebut? Hal itulah yang telah menjadi alasan Penulis memilih Judul Penelitian dan Penulisan karya tulis kesarjanaan sebagaimana dikemukakan di atas.

1.2. Latar Belakang Masalah

Dalam pandangan Penulis, pengertian Conversionsebagai perbuatan

melawan hukum bukanlahsuatu konsep perbuatan melawan undang-undang sebagaimana tercantum dalam Pasal 1365 KUHPerdata yang dipakai oleh hakim dalam Putusan 1887.Demikian pula, dalam pandangan Penulis, pengertian conversion sebagai perbuatan melawan hukum bukan suatu konsep perbuatan

melawan kesusilaan. Perbuatan melawan hukum dalam kaedah/asas conversion

yang merupakan asas atau kaedah dalam hukum perdagangan internasional adalah

perbuatan melawan hak. Dengan dikte hukum tersebut (the law dictates) Putusan

1887, bahwa dalam perjanjian pengangkutan19 yang dilakukan antara PT.

Samudera Indonesia dengan pihak PT. Gespamindo yang telah menyebabkan

18 Belum ada di Republik ini yang menggunakan kaedah conversion bahkan dalam Putusan 1887

menjadi saksi dan bukti bahwa Hakim Mahkamah Agung RI sekalipun tidak mengetahui atau mungkin sengaja mengabaikan tentang keberadaan kaedah atau asas hukum perdagangan internasional tersebut.

19 Lihat dalam ketentuan-ketentuan Uniform Customs and Practice for Documentary Credit (UCP)

500 Tahun 1993, dan penggantinya yaitu UCP 600, serta yang terbaru UCP 2000 yang diterbitkan oleh International Chamber of Commerce. Satu fungsi dari B/L adalah sebagai bukti kontrak

pengangkutan laut antara 3 pihak. Pertama shipper (pengirim), dapat saja importir atau dapat

pula eksportir yang berkewajiban mempersiapkan barang menjadi siap ekspor dan mengirimkannya kepada pembeli/importir. Pihak kedua adalah carrier (dalam perdagangan internasional, sebagian barang ekspor dan impor diangkut melalui laut, karena itu jasa perusahaan pelayaran memegang peranan yang sangat menentukan). Pihak yang terakhir adalah consignee

(11)

11 kerugian kepada pihak PT. Sejahtera Bank adalah tindak perbuatan melawan

hukum karena conversion. Sehingga adalah patut apabila para tergugat dihukum

secara tanggung renteng membayar ganti rugi sejumlah US.$ 169.000,- + bunga US.$ 36. 378,72,- = US.$ 205.738,72,-.

Dalam ilmu hukum, konversi atau conversion didefinisikan sebagai

berikut di bawah ini:20

a tort21 of wrongful with person good’s in a way that constitutes a denial of the owner’s right or an assertion of right inconsistent with the owner’s. Wrongfully taking possession of good, disposing of them, destroying them, or refusing to give them back are acts of conversion”. Mere negligence in allowing goods to be lost or destroyed was not conversion. The plaintiff in conversion must prove that he had ownership, possession, or the right to immediate possession of the goods at the time of the defendant’s wrongful act. Subject to some exceptions, it is no defence that the defendant acted innocently”.

Definisi leksikal conversion sebagai perbuatan melawan hukum di atas,

adalah suatu penegasan perlindungan hukum atas barang hak milik suatu pihak dan akibat hukum dari pengingkaran terhadap hak pemilik atas barang tersebut dengan cara mengambil, membuang, (tindakan konversi)melawan hak orang lain atau melawan hak suatu badan hukum.

20 Lihat, E. A. Martin,“Oxford Dictionary of Law”, New Edition, Oxford University Press,

Oxford, 1997, p., 107. Konsep conversion telah juga diterjemahkan oleh I.P.M Ranohandoko B.A, dalam Kamus Terminologi Hukum, Penerbit Sinar Grafika, Jakarta, 1996, hlm.,173 dari dalam bahasa Inggris yaitu conversion dengan pengertian rampasan. Pemilikan terhadap barang oran lain secara melawan hukum. Lihat juga uraian lebih jauh dalam Bab II skripsi ini, halaman 38 berkaitan dengan hakikat konversi,Supra.

21 Sekalipun pengertian conversion tersebut menggunakan nama/terminologi tort yang tipikal

dapat diklaim sebagai terminologi English common law, namun sebetulnya secara substansial adalah perbuatan melawan hukum dalam asas atau kaedah hukum perdagangan internasional.

(12)

12 Dalam bahasa Inggris Hukum dikenal dengan terminologi Konversi (conversion)22. Dalam hal ini apabila si Pembeli gagal membeli cek berdokumen

itu (fails to honours) maka si Pembeli harus mengembalikan konosemen (B/L)

satu jenis surat yang ada dalam paket cek berdokumen yang dia terima tersebut23.

Sedangkan, apabila ternyata si Pembeli menahan B/L dalam paket cek berdokumen yang ada, maka barang yang rencananya akan dibeli tidak bisa

menjadi milik si Pembeli, atau si Pembeli belum menjadi Pembeli24. Akibat dari

ditahanya B/L dan tidak mau membayar maka si “Pembeli” itu melakukan

perbuatan melawan hukum atau konversi (conversion).

Gambaran kaedah konversi (conversion) di atas memberi isyarat bahwa

secara otomatis, dengan tidak membayar 3000 metric ton pupuk oleh PT.

Gespamindo kepada PT. Sejahtera Bank (Bank Pembeli) yang sudah terlebih dahulu membayar pupuk tersebut kepada penjual (Phosphate Mining Co. Ltd.),

melalui the Chartered Bank di Australia (Bank Penjual), maka si “Pembeli25” (PT.

Gespamindo) telah melakukan perbuatan melawan hukum yaitu konversi (conversion) apabila membolehkan barang-barang dalam B/L diambil oleh para pihak ketiga tanpa sepengetahuan PT. Sajahtera Bank.

22Jeferson Kameo SH.,LL.M., Ph.D. Ibid. hlm.,18. 23

Di Inggris, sebagai ilustrasi saja perlu dikemukakan disini, bahwa berdasarkan hasil temuan dalam Penelitian Jeferson Kameo, SH., LL.M., Ph.D, ditemukan bahwa hal seperti itu diatur dalam undang-undang negara setempat, tepatnya undang-undang tentang Jual-Beli Barang (Sale of Goods Act), dapat dilihat rumusan dalam Pasal 19 Ayat (3).

24Ibid.

25 Penulis memberi tanda “...” pada kata Pembeli mengingat pada prinsipnya dalam kasus

(13)

13 Selanjutnya, apabila si “Pembeli” malah menjual barang yang sudah diambilnya dari perusahan pengangkutan maka si “Pembeli” itu akan terkena lagi

sanksi hukum karena ia melakukan perbuatan melawan hukum lanjutan (a further

act of conversion)26. Hal tersebut didasarkan pada kaedah hukum yang berlaku

umum nemo doat quot non habet (kalau tidak mempunyai maka tidak bisa

memberi)27.

Jelas dari uraian di atas bahwa tindakan PT. Samudera Indonesia dalam kedudukannya sebagai pengangkut dan sebagai agen pelayaran dengan

menyerahkan barang berupa 3000 metric ton pupuk kepada pihak ketiga tanpa

B/L dan PT. Gespamindo meminta agar 3000 metric ton pupuk itu diserahkan

tanpa B/L, kemudian menjual kepada pihak ketiga barang (pupuk) yang bukan

haknya adalah suatu penyimpangan atau perbuatan melawan hukum lanjutan (a

further act of conversion).

Hanya saja perlu dikemukakan di sini bahwa “Penjualan” yang dilakukan oleh si “Pembeli” (PT. Gespamindo) itu, dalam hukum sipil dianggap efektif untuk mengalihkan hak kepemilikan atas barang milik si penjual di luar negeri kepada seorang sub-pembeli. Dalam hal ini sub-pembeli yaitu (PT. Patra Buana,

PT. Kapuas Dua Belas dan PT. Sinar Mulia Buana) memeroleh hak (title) secara

dibenarkan oleh pengecualian terhadap kaedah hukum umum yang bernama

26Ibid.

27

Kaedah Hukum yang berlaku umum tersebut telah diterjemahkan juga dalam Bahasa Inggris yaitu “if you don’t have, you can not give”(catatan Penulis dalam perkuliahan Hukum Perdagangan Internasional yang diampu oleh Jeferson Kameo SH., LL.M., Ph.D).

(14)

14 nemodaat, sebagaimana diatur dalam perundang-undangan yang berlaku dalam

suatu negara28. Artinya kontrak sub-pembeli yang dibuat oleh PT. Gespamindo

dengan tiga subjek hukum tersebut tetap sah sepanjang ketiga pihak tersebut

adalah sub-pembeli yang beriktikad baik (in good faith).

Dari sini kemudian muncul pertanyaan. Bagaimana nasib dari ketiga pihak sebagai sub-pembeli dari orang/badan hukum yang melakukan perbuatan

melawan hukum konversi (conversion)?, Apakah ketiga pihak itu mereka juga

melakukan perbuatan melawan hukum konversi (conversion)? Hal ini tidak sama

sekali dibicarakan oleh para hakim dalam Putusan 1887 baik perkara itu ada di Pengadilan Negeri maupun berada pada tingkat banding yaitu Pengadilan Tinggi ataupun pada tingkat Kasasi sekalipun.

Kenyataan seperti dikemukan diatas sungguh sangat disayangkan. Padahal Majelis Hakim dalam Putusan 1887, ternyata diketuai oleh seorang Hakim Agung dengan kaliber pengalaman yang tidak tanggung-tanggung. Purwoto S.

Gandasabrata SH., Hakim Ketua Majelis dalam Putusan 188729, adalah anak dari

R. A. A. Sudjiman Mertadiredja Gandasabrata, Bupati Bayuman (turun-temurun) ke-15 (Tahun 1933-1949) dengan R. Ay. Siti Subinjei Tarunomihardjo

(mahasiswa putri Indonesia pertama pada Rechts Hoge School) dan dibesarkan

28 Contoh rumusan pengecualian terhadap nemo daat rule itu dapat dilihat dalam temuan

Penelitian Individual Jeferson Kameo SH., LL.M., Ph.D, atas Pasal 9 undang-undang tentang

Factor (the Factor Act 1889), atau dapat pula ditemukan dalam Pasal 25 undang-undang Jual-Beli Barang (the Sale of Goods Act 1979). Hal ini membuktikan bahwa di Inggris, ada pragmatisme yang begitu besar, sebab kaedah hukum bahwa seseorang tidak bisa menjual barang yang bukan miliknya dapat disimpangi.

29 Sebagaimana dituliskan dalam buku Renungan Hukum, yang diterbitkan oleh Ikatan Hakim

Indonesia (IKAHI), Cabang Mahkamah Agung Republik Indonesia, untuk Lingkungan Sendiri, Cetakan I, Maret 1998, adalah anak dari R. A. A. Sudjiman Mertadiredja Gandasabrata, Bupati Banyumas (turun-temurun) ke-15 (Tahun 1933-1949).

(15)

15 dalam lingkungan keluarga Pamong Praja dengan empat orang pamannya (ahli hukum Zaman Belanda), yang tiga orang menjadi hakim tiga zaman, dan seorang lagi menjadi Jaksa Agung Republik Indonesia yang pertama, sehingga tidak mengherankan setelah menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universitas Indonesia pada Tahun 1956, langsung tertarik dan terpanggil untuk mengabdikan dirinya sebagai hakim, ternyata mengabaikan pengetahuan terhadap prinsip dan kaedah hukum perdagangan internasional yang mengatur tentang perbuatan

melawan hukum konversi (conversion).

Barangkali itulah sebab, hakim pada Putusan 1887 menyatakan bahwa tergugat I (PT. Samudera Indonesia) dan tergugat II (PT. Gespamindo) telah melakukan perbuatan melawan hukum namun tidak memiliki dimensi konversi. Hakim yang mengadili sendiri, mengakui bahwa tidak ada atau tidak terpenuhi rumusan Pasal 1282 KUHPerdata tentang kaedah perikatan tanggung menanggung, namun ada kerugian yang disebabkan oleh tidak diserahkannya B/L

yang masih ditahan oleh the issuing Bank.

Putusan 1887 dikritik oleh Derry Firmansyah30seperti dalam judul skripsi

yang telah dikemukakan diatas. Derry Firmansyah berpendapat bahwa tidak setuju dengan hakim yang menyatakan perbuatan melawan hukum. Seharusnya hakim wajib mengenakan hukum tanggung jawab secara renteng, karena pengangkut

memang nyata membuat perjanjian dengan issuing bank dan kerugian yang

dialami oleh issuing bank adalah akibat dari ingkar janji atau wanprestasi atau

breach of contract dari pengangkut bersama-sama dengan PT. Gespamindo.

30

(16)

16 Derry Firmansyah dalam skripsi secara tegas mengatakan bahwa pengangkut dapat dikatakan wanprestasi, sebab dia (pengangkut) membuat suatu

perjanjian dengan the issuing Bank sebagai drawer dari B/L (suatu negotiable

instrument/surat berharga) dan kerugian yang dialami oleh the issuing Bank selain belum dilunasinya pembayaran L/C oleh importir, juga akibat dari perbuatan pengangkut PT. Samudera Indonesia yang menyerahkan barang berupa

3000 metric ton pupuk Phosphate kepada pihak ketiga tanpa B/L.

Memerhatikan secara cermat analisis Derry Firmansyah terhadap Putusan 1887, menurut hemat Penulis, hakim dalam Putusan 1887 itu tidak serta merta keliru seperti yang sudah ditegaskan di atas. Dalam pertimbangan hukum di balik Putusan 1887, hakim melihat ada suatu perbuatan melawan hukum. Hanya saja, dalam pandangan Penulis, para Hakim dalam Putusan itu akan lebih baik apabila mereka mengadili dan memutuskan dengan mempertimbangkan kaedah atau asas

dalam hukum perdagangan internasional, yaitu conversion atau konversi.

Konversi adalah kaedah atau asas hukum yang dikenal dalam perdagangan internasional yang menjadi fokus penelitian Penulis.

Dalam hal ini, perlu dikemukakan kembali di sini bahwa yang dimaksud dengan konversi sebagai perbuatan melawan hukum sebagai suatu kaedah yang dikenal dalam perdagangan internasional tersebut, tidak menunjuk kepada

perbuatan melawan hukum seperti yang diatur dalam Pasal 1365

KUHPerdata.Tetapi conversion yaitu perbuatan melawan hukum dalam

(17)

17 perbuatan melawan hukum dalam Pasal 1365 KUHPerdata hukum positif Indonesia sebagaimana terekam dalam Putusan 1887.

Di dalam Putusan 1887 itu, Pengangkut (PT. Samudera Indonesia)

melakukan perbuatan melawan hukum, karena tanpa hak (nemo daat)

menyerahkan pupuk yang diangkutnya kepada pihak ketiga, tanpa dapat menujukan B/L. Atas dasar itulah maka Penulis menyatakan ketidaksetujuan atas apa yang sudah dikemukakan oleh Derry Firmansyah dalam Skripsi Kesarjanaannya, bahwa, seharusnya para Hakim yang memutus Putusan 1887 tidak menyatakan ada perbuatan melawan hukum tetapi yang ada, menurut Firmansyah, ada wanprestasi terhadap perjanjian pengangkutan.

Demikianlah uraian mengenai apa yang telah menjadi latar belakang Penulis untuk melakukan Penelitian dan penulisan karya tulis kesarjanaan ini. Atas dasar latar belakang seperti itu berikut di bawah ini Penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut:

1.3.

Rumusan Masalah

Bagaimana kaedah/asas conversion Sebagai Perbuatan Melawan Hukum

(18)

18

1.4.

Tujuan Penelitian

Memerhatikan rumusan masalah sebagaimana dikemukakan di atas, maka

tujuan Penelitian ini adalah mengetahui bagaimana asas/kaedah Conversion dalam

transaksi Perdagangan Internasional.

1.5.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian hukum. Dalam hal ini yang Penulis maksudkan dengan Penelitian Hukum adalah suatu Penelitian yang tujuannya tidak lain adalah menemukan bagaimana asas-asas dan kaedah hukum (conversion) sebagai perbuatan melawan hukum dalam perdagangan internasional.

Adapun satuan amatan penelitian ini adalah Putusan Mahkamah Agung Republik Indonesia dengan Register No. 1887 K/PDT/1986, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).

Sedangkan satuan analisis Penelitian ini adalah bagaimana Konversi (Conversion)31 sebagai perbuatan melawan hukum dalam perdagangan internasional.

31

Perlu Penulis kemukakakan di sini bahwa dari sudut tata bahasa, conversion adakah konsep dalam bahasa Inggris, sehingga mungkin saja ada yang berpendapat bahwa conversion adalah versi English Common Law tentang tort atau perbuatan melawan hukum. Hanya saja, menurut pendapat Penulis, roh atau spirit conversion adalah termasuk perbuatan melawan hukum (PMH) suatu asas dan kaedah yang mengatur transaksi atau perdagangan internasional.

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan inti, meliputi : (1) menyampikan informasi umum tetang aturan main dalam pembelajaran kooperatif STAD, (2) mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok kecil

Hal ini tidak akan dicapai ketika bangsa Indonesia menganut logika mistika, yaitu cara berpikir yang memandang bahwa segala sesuatu berasal dari Roh, Ptah

tindakan maka pelaksanakan ini dilaksanakan secara siklus. Pelaksanaannya selama dua siklus. Siklus-siklus itu merupakan rangkaian yang saling berkelanjutan, maksudnya

Publikasi pengumuman lelang melalui sistem memberikan kemudahan dalam memperoleh informasi yang diperlukan dan dapat dimonitor oleh banyak pihak sehingga mengurangi kesempatan

Sedharmayanti (2003:147) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

Pada tahap ini dilakukan perancangan model perkuliahan Kimia Lingkungan berbasis masalah bervisi Green Chemistry dalam memecahkan masalah lingkungan, dengan langkah-langkah

Analisis keberhasilan tindakan pada siklus I dan II dalam penelitian ini dianalisis dengan melihat ketuntasan belajar siswa yang mencapai KKM sesuai dengan yang

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan rasio bubur kulit pisang kepok dan bubur terung belanda memberikan pengaruh nyata terhadap warna, aroma, rasa,