• Tidak ada hasil yang ditemukan

USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katol"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR

DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE

S K R I P S I

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

Oleh:

Siswiyanti

NIM : 041124027

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN

KEKHUSUSAN PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

JURUSAN ILMU PENDIDIKAN

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

(2)
(3)
(4)

iv

Dengan penuh syukur dan cinta

skripsi ini kupersembahkan kepada

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus, Bapak/Ibu yang

merelakanku memilih hidup bakti serta saudari-saudariku sekomunitas yang setia

(5)

v

Menurut pendapatku (Elisbeth Gruyters Pendiri Kongregasi Carolus

Borromeus)...memikul penderitaan itu dengan diam, dan menyerahkan semuanya

di tangan Tuhan Yang Mahabaik, berdoa untuk minta kesabaran, sering memandang

salib, maka semuanya akan beres, dan tak ada kebutuhan apa-apa lagi...Apa lagi

yang hendak dikatakan? Semuanya sudah jelas.

(6)

vi

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini tidak

memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebut dalam kutipan

dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 23 Desember 2008

Penulis,

(7)

vii

KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma Yogyakarta:

Nama

:

Siswiyanti

NIM

:

041124027

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK MEMAKNAI

PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA DALAM KATEKESE.

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, mengalihkan dalam

bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan

secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk

kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan

royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal 23 Desember 2008

Yang menyatakan

(8)

viii

Judul skripsi ini adalah “USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13

UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA

DALAM KATEKESE”. Pemilihan judul skripsi ini, dilatarbelakangi oleh

pengalaman dan keprihatinan penulis melihat kenyataan bahwa banyak orang benar

menderita bukan karena kesalahannya sendiri, tetapi juga karena faktor-faktor lain.

Banyak orang menderita bukan karena kesalahannya sendiri namun belum mampu

memaknainya sehingga penderitaan yang dialami dipandang sebagai hukuman dan

kemarahan Tuhan. Bertitik tolak dari pengalaman dan keprihatinan tersebut, penulis

ingin membantu mereka untuk mampu melihat penderitaan dengan kacamata iman

sehingga mampu memaknai penderitaan sebagai sarana untuk semakin pasrah dan

dekat dengan Tuhan. Seperti yang dialami oleh pemazmur di dalam Mazmur 13.

Persoalan pokok yang diangkat dalam skripsi ini adalah bahwa penderitaan

merupakan realitas hidup manusia. Penderitaan tidak dapat diungkap dan dimengerti

sepenuhnya oleh manusia terlebih kalau penderitaan itu menimpa orang-orang yang

tidak bersalah. Pembahasan permasalahan ini dikaji melalui pengalaman konkrit

karyawan Panti Asuhan dan studi pustaka. Melalui kajian tersebut maka diperoleh

makna penderitaan yang direfleksikan sehingga gagasan–gagasan yang diperoleh

dapat digunakan sebagai sumbangan katekese.

(9)

ix

The title of this thesis is “

THE EFFORT TO FIND AN INSPIRATION IN

PSALM 13 TO ELUCIDATE FAITHFULL PEOPLE’S SUFFERING AND ITS

APPLICATION IN CATECHESES”.

The title chosen was based on the writer’s

experience and concern of the reality that many faithful people suffered not only

because of their fault, but also because of another cause. They felt that their suffering

is God’s punishment and anger. Based on these experience and concern, the writer

wanted to help them to see their suffering with their faith so they are capable of

elucidating their suffering as a way to submit their faith to God as the experience of

psalmer of psalm 13.

The main problem in this thesis is suffering is the reality of human’s life. For

common people suffering is difficult to understand, moreover if suffering falls on

faithful people. The problem is discussed by constrasting real experiences in running

the orphanage. By means of that discussion, we can find the reflection of the suffered

so the values from it can be applied in catecheses.

(10)

x

Puji dan syukur penulis haturkan kepada Dia karena kasih dan kesetiaanNya

mendampingi dan menemani penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan

judul

USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13 UNTUK

MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA

MELALUI KATEKESE.

Skripsi ini diilhami oleh keterlibatan penulis sendiri dalam karya

pendampingan karyawan di Panti Asuhan Ganjuran khususnya dalam kegiatan

pendampingan iman. Banyak pengalaman mewarnai perjalanan penulis dalam

menulis skripsi ini suka, duka bahkan bingung. Kendati demikian dukungan dan

rahmat Tuhan cukup bagi penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Oleh karena itu, penyusunan skripsi ini dimaksudkan untuk membantu para

pendamping anak-anak Panti Asuhan dalam memaknai penderitaan oarang benar.

Model

Shared Christian Praxis

memberikan sumbangan pemikiran bagi mereka

untuk lebih menyadari keberadaan peserta katekese sebagai subyek. Selain itu, skripsi

ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana pendidikan

pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

(11)

xi

mengucapkan banyak terima kasih kepada:

1.

Drs. F.X. Heryatno Wono Wulung., S.J., M.Ed. selaku dosen pembimbing

utama dan dosen penguji satu yang telah memberikan perhatian, meluangkan

waktu dan membimbing penulis dengan penuh kesabaran, memberikan saran,

kritikan, input, dan semangat sehingga penulis dapat lebih termotivasi dalam

menuangkan gagasan-gagasan dari awal hingga akhir penulisan skripsi ini.

2.

F.X. Dapiyanta, SFK. M. Pd selaku dosen pembimbing akademik dan dosen

penguji dua yang telah membantu penulis dalam proses pendampingan selama

penulis kuliah.

3.

P. Banyu Dewa HS, S. Ag., M.Si., selaku dosen penguji ketiga yang telah dengan

rela sebagai penguji dan mengingatkan penulis untuk segera menyelesaikan

skripsi ini.

4.

Kongregasi Suster-suster Cinta Kasih Santo Carolus Borromeus yang telah

memberi kesempatan kepada penulis untuk Studi di IPPAK Universitas Sanata

Dharma.

5.

Suster Avriana, CB. selaku pimpinan komunitas dan para suster komunitas

Samirono yang telah memberi perhatian, doa dan dukungan selama penulis

menulis skripsi ini.

(12)

xii

telah dengan rela mencarikan dan memimjamkan buku-buku yang diperlukan oleh

penulis dalam penulisan skripsi ini.

8.

Segenap Staf Dosen Prodi IPPAK, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan,

Universitas Sanata Dharma, yang telah mendidik dan membimbing penulis

selama belajar hingga selesainya skripsi ini.

9.

Segenap Staf Sekretariat dan seluruh karyawan bagian lain yang telah memberi

dukungan kepada penulis dalam penulisan skripsi ini.

10.

Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang selama ini dengan

tulus telah memberikan bantuan hingga selesainya skripsi ini.

Penulis menyadari keterbatasan pengetahuan dan pengalaman sehingga

penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu penulis

mengharapkan masukan, kritik dan saran dari pembaca demi perbaikan skripsi ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi siapa

saja yang berkehendak baik untuk memperkembangkan iman.

Yogyakarta,

23

Desember

2008

Penulis,

(13)

xiii

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING...

HALAMAN PENGESAHAN...

HALAMAN PERSEMBAHAN...

MOTTO...

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA...

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI...

ABSTRAK...

ABSTRACT

...

KATA PENGANTAR...

DAFTAR ISI...

DAFTAR SINGKATAN...

BAB I. PENDAHULUAN...

A.

Latar Belakang Masalah...

B.

Rumusan Masalah...

C.

Tujuan Penulisan...

D.

Manfaat Penulisan...

E.

Metode Penulisan...

F.

Sistematika Penulisan...

BAB II. BELAJAR MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR

BERDASARKAN MAZMUR 13...

A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur...

1.

Pengertian Mazmur...

2.

Sejarah Terjadinya Kitab Mazmur...

3.

Jenis-jenis Mazmur...

(14)

xiv

b.

Mazmur Disorientasi...

c.

Mazmur Orientasi Baru...

B. Tentang Mazmur 13...

1. Keterangan Mazmur 13...

2. Mazmur 13 Sebagai Mazmur Disorientasi personal...

3. Struktur...

4. Tafsir...

5. Isi Pokok Mazmur 13 ...

C. Makna Penderitaan Orang Benar Berdasarkan Mazmur 13...

BAB III. GAMBARAN PENDERITAAN ORANG BENAR ZAMAN

SEKARANG...

A.

Penderitaan Merupakan Bagian Dari Realitas Hidup Manusia...

B.

Penderitaan Secara Umum...

C.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Manusia Menderita...

1.

Penderitaan yang disebabkan oleh faktor alam...

2.

Penderitaan yang disebabkan oleh orang lain...

3.

Penderitaan yang disebabkan oleh kesalahannya sendiri...

4.

Penderitaan demi orang lain...

5.

Penderitaan karena tugas perutusan...

D.

Orang Benar Menderita...

1.

Pergulatan orang benar dalam menghadapi penderitaan...

2.

Godaan untuk Mengindar...

E.

Makna Penderitaan Orang Benar Zaman Sekarang...

1.

Penderitaan karena tugas perutusan...

2.

Penderitaan demi orang lain...

3. Makna Penderitaan Bagi Orang Kristiani...

(15)

xv

BAB IV.

SHARED CHRISTIAN PRAXIS

SEBAGAI SALAH SATU MODEL

KATEKESE UNTUK MEMBANTU UMAT DALAM MEMAKNAI

PENDERITAAN...

A.

Shared Christian Praxis

Sebagai Model Katekese...

1. Katekese Model

Shared Christian Praxis

...

2. Lima Langkah Dalam

Shared Christian Praxis...

a. Langkah Pertama : Pengungkapan Pengalaman Faktual...

b. Langkah Kedua : Mendalami Pengalaman Hidup Peserta...

c. Langkah Ketiga : Menggali Pengalaman Iman Kristiani...

d.Langkah Keempat: Menerapkan Iman Kristiani Dalam Situasi

Konkrit Peserta...

e. Langkah Kelima : Mengusahakan Aksi Konkrit...

B.

Katekese Model

Shared Christian Praxis

Membantu Umat untuk

Memaknai Penderitaan Orang Benar...

C.

Rekoleksi Dengan Model SCP sebagai Salah Satu Bentuk Kegiatan

Untuk Menemukan Cara Memaknai Penderitaan Orang Benar...

1. Alasan pemilihan dasar rekoleksi katekese model SCP...

2. Tujuan rekoleksi model SCP...

3. Materi pokok rekoleksi...

D.

Contoh Persiapan Rekoleksi Dengan Model SCP Bagi karyawan Panti

Asuhan...

1. Identitas Pertemuan...

2. Susunan acara rekoleksi...

3. Pemikiran dasar...

4. Pengembangan langkah-langkah...

(16)

xvi

A.

Kesimpulan...

B.

Saran...

DAFTAR PUSTAKA...

LAMPIRAN...

Lampiran 1: Daftar lagu...

Lampiran 2: Sinopsis...

Lampiran 3: Pertanyaan Pendalaman...

Lampiran 4: Evaluasi Kegiatan Rekoleksi...

(17)

xvii

A.

Singkatan Kitab Suci

Seluruh singkatan Kitab Suci dalam skripsi ini mengikuti Kitab Suci

Perjanjian Baru: dengan Pengantar dan Catatan Singkat. (Dipersembahkan kepada

Umat Katolik Indonesia oleh Ditjen Bimas Katolik Departemen Agama Republik

Indonesia dalam rangka PELITA). Ende: Arnoldus, 1978/1979, hal. 8.

B.

Singkatan - singkatan lain

Art

: Artikel

CB

: Carolus Borromeus

Flp

: Filipi

IDT

: Impres Desa Tertinggal

IPPAK

: Ilmu Pendidikan Kekhususan Pendidikan Agama Katolik

KE

: Kidung Ekaristi

Kej

: Kitab Kejadian

KWI :

Konferensi

Waligereja

Indonesia

LBI :

Lembaga

Biblika

Indonesia

Lih

: Lihat

Mat

: Injil Matius

Mrk

: Injil Markus

(18)

xviii

Prodi

: Program Studi

PRT

: Pembantu Rumah Tangga

Rom :

Roma

(19)

1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penderitaan merupakan kenyataan yang tidak terelakkan bagi setiap orang.

Penderitaan dapat dialami oleh siapapun juga: yang baik ataupun yang jahat, yang

suci ataupun yang berdosa, yang pintar ataupun yang bodoh, yang muda ataupun

yang tua, dan juga yang kaya ataupun yang miskin. Sebab-sebab penderitaan

dapat bermacam-macam. Penderitaan dapat disebabkan oleh faktor alam: tsunami,

tanah longsor, kebakaran hutan, lumpur Lapindo dan gempa bumi. Penderitaan

juga dapat disebabkan oleh kesalahan manusia sendiri misalnya, pergaulan bebas

dan narkoba.

Manusia ditantang untuk menerima secara bertanggungjawab kesusahan,

kemalangan, kesedihan, kedukaan, kehancuran serta kegagalan baik yang bersifat

sementara ataupun berkepanjangan. Di sisi lain penderitaan merupakan realita

hidup yang dialami manusia sejak dalam kandungan ibu sampai pada akhir

kehidupannya. Oleh karena itu penderitaan juga tidak hanya dialami oleh

orang-orang jahat saja, tetapi juga menimpa orang-orang benar. Penderitaan yang dialami oleh

setiap orang, sering dihubungkan dengan keterbatasan manusia sebagai ciptaan.

Seringkali dikatakan bahwa manusia merasa dirinya yang paling

menderita dibandingkan dengan sesamanya, sehingga seringkali pula banyak

manusia tidak mampu lagi untuk merasakan rahmat dan kasih Allah dalam

(20)

Di sisi lain ada banyak manusia yang berpandangan bahwa apabila hidupnya baik

dan saleh, maka ia akan terbebas atau dijauhkan dari penderitaan. Sebaliknya jika

manusia berbuat dosa maka manusia itu akan mengalami penderitaan dalam

hidupnya sebagai kutukan.

Namun demikian pada hakekatnya, manusia diciptakan untuk

mengusahakan kebahagiaan. Oleh karena itu, manusia berusaha dengan berbagai

cara untuk tetap bahagia. Apabila terjadi suatu penderitaan, atau penyakit,

manusia akan berusaha untuk menghindar dan menyembuhkanya. Kemajuan

tehnologi dalam bidang kedokteran juga merupakan salah satu upaya untuk

menghilangkan penderitaan yang ada dalam diri manusia.

Berhadapan dengan penderitaan, muncul aneka macam pertanyaan dalam

diri manusia terhadap arti dan makna penderitaan bagi manusia. Sebagai orang

beriman, pertanyaan mengenai penderitaan tentu tidak berhenti pada satu sisi

gelap saja, akan tetapi hal tersebut dapat menghantar kita untuk semakin percaya

akan campur tangan Tuhan bagi manusia.

Bagi banyak orang penderitaan merupakan sesuatu yang menyakitkan,

mengganggu, dan menggelisahkan, baik itu penderitaan yang berupa jasmani,

maupun rohani, fisik maupun batin. Meskipun penderitaan (suffering) sulit untuk

didefinisikan secara gamblang, namun dapat dikatakan bahwa penderitaan terjadi

ketika manusia berada di bawah tekanan dan tidak terpenuhinya harapan atau

cita-cita kehidupan (Kleden, 2006:18-19).

Menurut pandangan umum, orang benar seharusnya hidup bahagia,

(21)

Seringkali terjadi bahwa orang benar yang hidupnya saleh, bahagia, sejahtera,

imannya mendalam, dapat hidup baik dalam masyarakat, dan juga bertanggung

jawab, justru mengalami penderitaan yang tak pernah kunjung henti; anaknya

hidup menderita amputasi kaki karena kecelakaan, istrinya tiba-tiba stroke, dan ia

sendiri juga sakit-sakitan. Berhadapan dengan kenyataan ini manusia mengajukan

pertanyaan sebagai berikut: Bagaimana memaknai pengalaman tersebut? Apakah

hal ini merupakan kutukan? Apakah kenyataan tersebut merupakan ketidakadilan

Allah yang ditimpakan kepada manusia, supaya manusia percaya?

Tantangan inilah yang membuat penulis tertarik untuk mendalami lebih

lanjut, apakah penderitaan orang benar ini memiliki arti atau makna, khususnya

dalam perjuangan hidup setiap hari. Penulis meyakini bahwa penderitaan orang

benar itu sungguh-sungguh ada maknanya, baik untuk dirinya sendiri maupun

untuk orang-orang yang ikut terlibat dalam hidup orang benar yang mengalami

penderitaan.

Dalam skripsi ini penulis ingin memaparkan tentang makna penderitaan

orang benar. Penulis berharap dapat mengajukan gagasan yang bermanfaat dan

bermakna bagi umat Kristiani. Untuk membantu umat Kristiani memaknai

penderitaan yang dialami, penulis memilih katekese sebagai jalan untuk

membantu umat memaknai penderitaan yang mereka alami.

Penderitaan bisa membuat manusia bingung, kehilangan arah, merasa

sendirian, putus asa, terpisah dan tersingkir dari orang lain. Akan tetapi, dalam

keadaan sakit, manusia dibuat semakin pasrah, tetapi juga bisa kehilangan harapan

(22)

umat beriman agar mampu memaknai penderitaannya. Berdasarkan inspirasi

Mazmur 13 tersebut, penderitaan yang terjadi dipahami bukan semata-mata

karena hukuman dari Tuhan, tetapi penderitaan itu dipandang sebagai sarana

untuk mendewasakan iman manusia yang mau terbuka dan merefleksikanya.

Berhadapan dengan situasi penderitaan, kemalangan dan rasa sakit,

muncul aneka macam pertanyaan dalam diri manusia mengenai arti dan makna

penderitaan dalam kehidupan manusia. Mengapa manusia mengalami

penderitaan? Apa arti penderitaan bagi manusia? Pergumulan manusia dengan

penderitaan menghantar manusia pada pertanyaan yang menggelisahkan mengenai

keberadaan dan peranan Allah dalam kehidupan manusia yang mengalami

penderitaan. Dimanakah Allah yang maha baik itu ketika penderitaan dan

kesengsaraan menimpa manusia? Apakah penderitaan merupakan hukuman dari

Allah karena dosa-dosa manusia? Di kalangan umat Kristiani, situasi penderitaan

sering disebut atau dikenal dengan istilah salib. Bagaimana pandangan umat

Kristiani terkait dengan penderitaan yang dialami manusia ini?

Dalam kotbahnya Paus Yohanes Paulus II, menyebutkan “Salvifici

Doloris” (Penderitaan yang Menyelamatkan) tidak dimaksudkan sebagai uraian

teologis, melainkan sebagai suatu tanggapan iman terhadap penderitaan yang

dialami dalam dunia ini, khususnya dalam terang Kitab Suci. Paus Yohanes

Paulus menyebut Salvifici Doloris sebagai renungan mengenai penderitaan. Di sisi

lain mau diperlihatkan arti keselamatan dari penderitaan tersebut, pertama-tama

(23)

pokok-pokok pikiran Kristiani guna memaknai penderitaan, agar manusia tidak

kehilangan harapan.

Dalam pandangan Kitab Suci Perjanjian Lama, segala sakit dan

penderitaan dipahami dalam konteks keyakinan akan Allah pencipta yang maha

baik dan maha adil. Oleh karena itu, segala pengalaman negatif yang berupa

keadaan sakit, tertindas, permusuhan bukan berasal dari Allah. akan tetapi

keadaan tersebut dihubungkan dengan kesalahan atau ketidaksetiaan manusia itu

sendiri. Penyakit dan penderitaan dimaknai sebagai konsekwensi dosa dan

ketidaksetiaan manusia terhadap Allahnya.

Dalam Perjanjian Baru, Yesus mewartakan kabar baik pada semua orang

bahwa tidak semua penderitaan yang dialami manusia disebabkan oleh kesalahan

atau dosa manusia itu sendiri. Akan tetapi banyak faktor penyebabnya. Yesus

dalam karyaNya melayani dan mencintai orang kecil, terutama mereka yang tidak

berdaya karena sakit dan penyakit. Yesus ingin menyampaikan kuasa Allah yang

mampu menyelamatkan manusia.

(Mrk 8: 2). Dalam skripsi ini, penulis mencoba menulis dan menguraikan tentang

makna penderitaan orang benar yang menderita bukan karena kesalahannya

sendiri, akan tetpi oleh musuh dan lawannya berdasarkan inspirasi Mazmur 13.

Penulis memandang bahwa Mazmur 13 ini merupakan salah satu contoh Mazmur

yang cocok untuk memaknai penderitaan orang benar. Dalam Mazmur 13,

digambarkan secara singkat bagaimana situasi pemazmur yang mengalami

peenderitaan, marah, kecewa, dan bahkan protes terhadap Tuhan atas penderitaan

(24)

pengalaman iman dan harapan bahwa Allah tetap setia menyertai dan

mencintainya.

Dari uraian di atas, penulis mencoba menggali makna dari setiap

penderitaan yang terinspirasikan dari mazmur 13 khususnya penderitaan yang

dialami oleh orang benar. Pengalaman yang dialami oleh pemazmur di atas, dapat

menjadi inspirasi bagi para karyawan Panti Asuhan yang menanggani anak-anak

balita yang berada di Panti Asuhan akibat pergaulan bebas. Anak-anak ini

mengalami penolakan sejak dalam kandungan ibunya. Pengalaman penderitaan

yang dialami anak-anak yang tidak bersalah ini lebih pada penderitaan secara

psikis.

Oleh karena itu, penulis mengusulkan sebuah model katekese bagi staf

Panti Asuhan yang sesuai dan relevan untuk zaman sekarang. Model katekese

yang relevan, maksudnya adalah model yang cocok, mengena dan aktual

khususnya agar dapat membantu menemukan cara dalam memaknai penderitaan.

Inspirasi yang diperoleh harapannya memberi kekuatan, peneguhan dan

pencerahan, sehingga memberi daya bagi para karyawan dalam pelayanan.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis terdorong untuk menulis

skripsi ini dengan judul USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13

UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA

(25)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, penulis merumuskan tiga

permasalahan pokok yang akan dibahas dalam tulisan ini. Adapun permasalahan

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Bagaimana cara pemazmur di dalam mazmur 13 memaknai penderitaannya

sebagai orang benar?

2. Bagaimana umat kristiani zaman sekarang dapat memaknai penderitaan yang

bukan kesalahannya sendiri berinspirasikan Mazmur 13?

3. Bagaimana katekese dapat membantu umat kristiani untuk memaknai

penderitaan mereka?

C. Tujuan Penulisan

1. Memberikan sumbangan pemikiran tentang pemaknaan penderitaan orang

benar berdasarkan inspirasi Mazmur 13.

2. Dapat membantu orang-orang zaman sekarang memaknai penderitaan yang

bukan kesalahannya sendiri berdasarkan inspirasi Mazmur 13.

3. Menemukan cara bagaimana katekese dapat membantu umat Kristiani untuk

memaknai penderitaan yang bukan kesalahanya sendiri.

4. Memenuhi salah satu syarat meraih gelar Sarjana Strata-1 Program Studi Ilmu

Pendidikan Kehkususan Pendidikan Agama Katolik Universitas Sanata

(26)

D. Manfaat Penulisan

1. Memberi sumbangan bagi pengembangan katekese umat tentang pemaknaan

penderitaan orang benar berdasarkan inspirasi Mazmur 13

2. Membantu meningkatkan pelayanan kerasulan umat yang dijiwai oleh

semangat seorang murid yang rela memikul salib dalam kehidupan sehari-hari

dengan gembira karena percaya akan Kasih Allah yang menyertainya.

3. Penulis dapat memperoleh, pengetahuan dan wawasan yang luas.

E. Metode Penulisan

Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode deskripsi,

analisis dan interpretasi baik melalui studi kepustakaan maupun melalui

pengetahuan, pemahaman, dan pengalaman penulis sendiri.

Cara penulis mendeskripsikan dibantu oleh pustaka, khususnya tentang

Mazmur 13 bagaimana situasi pemazmur mengalami penderitaan. Pemahaman

terhadap realitas penderitaan orang benar tersebut, dimengerti melalui metode

analisis. Pemahaman yang mendalam dari realitas penderitaan orang benar

tersebut dimaknai melalui metode interpretasi.

F. Sistematika Penulisan

Judul skripsi ini adalah USAHA MENEMUKAN INSPIRASI MAZMUR 13

UNTUK MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR DAN APLIKASINYA

DALAM KATEKESE. Dengan judul tersebut, penulis bermaksud untuk

(27)

model Shared Christian Praxis. Untuk mencapai maksud tersebut, penulis

membaginya dalam lima bab. Masing-masing bab akan penulis uraikan dalam

beberapa sub-sub judul.

Di dalam Bab I, penulis menguraikan pendahuluan. Dalam pendahuluan

penulis menguraikan beberapa hal pokok yang meliputi: latar belakang, rumusan

permasalahan, tujuan penulisan, manfaat penulisan, metode penulisan, dan

sistematika penulisan.

Bab II menguraikan sekilas tentang orang benar dalam memaknai

penderitaan yang berdasar pada Mazmur 13. Di dalam bab II ini, penulis akan

menguraikan ke dalam empat bagian. Bagian pertama membahas tentang Kitab

Mazmur dan sejarahnya. Bagian kedua membahas tentang jenis-jenis Mazmur

yakni Mazmur orientasi, Mazmur Disorientasi dan Mazmur Orientasi baru.

Bagian ketiga membahas tentang Mazmur 13, Konteks Mazmur, Struktur, dan

tafsir dan bagian keempat membahas tentang pesan pokok Mazmur 13.

Bab III menjelaskan gambaran penderitaan orang benar zaman sekarang.

Dalam pembahasannya penulis memaparkan dalam empat bagian. Pertama

menguraikan penderitaan merupakan bagiana dari realitas hidup manusia. Bagian

kedua menjelaskan faktor-faktor yang menyebabkan manusia menderita. Ketiga

menguraikan pemahaman penderitaan orang benar dalam kehidupan sehari-hari.

Dalam bagian keempat penulis menggarisbawahi penderitaan Yesus sebagai

inspirasi untuk memaknai penderitaan jaman sekarang.

Di dalam Bab IV ini, penulis mencoba menggunakan katekese model

(28)

memaknai penderitaan orang benar. Maka penulis menguraikannya dalam tiga hal

pokok; pertama SCP sebagai model katekese. Kedua bagaimana katekese dapat

membantu umat untuk memaknai penderitaannya. Ketiga menawarkan katekese

model SCP dalam bentuk rekoleksi sehari yang akan membahas mengenai

bagaimana memaknai penderitaan orang benar.

Di dalam Bab V ini, penulis akan menguraikan dua hal pokok yakni

(29)

11

BELAJAR MEMAKNAI PENDERITAAN ORANG BENAR

BERDASARKAN MAZMUR 13

Pada Bab II ini penulis akan memaparkan isi Kitab Mazmur, mulai dari

sejarah terbentuknya Kitab Mazmur, pengertian Mazmur, sampai dengan

jenis-jenis Mazmur. Setelah itu akan dibahas juga secara lebih rinci tentang jenis-jenis

Mazmur disorientasi, strukturnya dan tafsirnya. Penulis berharap dapat menarik

kesimpulan setelah memahami, mengolah dan mendalami apa isi yang terkandung

di dalam Mazmur 13. Bab ini bertujuan membantu kita untuk menemukan

inspirasi, agar dapat memaknai penderitaan orang benar.

Makna penderitaan orang benar dalam Mazmur 13, akan dibahas dalam

tiga hal pokok: pertama, bahwa penderitaan bukan semata-mata kesalahannya

sendiri. Kedua, penderitaan bukan karena akibat dosa. Ketiga, dalam

penderitaanya manusia semakin percaya dan pasrah pada kehendak Allah.

A. Gambaran Umum Tentang Kitab Mazmur

Kitab Mazmur adalah Kitab yangmengungkapkan pengalaman relasi yang

mendalam dan penuh makna antara Allah dan manusia. Pengalaman pergulatan

hidup, yang dipahami dengan terang iman, diungkapkan oleh manusia kepada

Tuhan dengan bahasa dan cara yang spontan, berani, terus terang, penuh

kepercayaan, dan pada umumya dalam bentuk puisi dan doa ( Heryatno, 2003: 1).

(30)

menumpahkan seluruh pengalaman hidupnya, bagaimanapun keadaannya Allah

diyakini sebagai sumber dan acuan hidup yang memiliki dan menjadi satu-satunya

sumber pengharapan yang berkuasa mengatasi segala permasalahan hidup yang

pemazmur hadapi.

1. Pengertian Mazmur

Mazmur dapat disebut sebagai jawaban manusia atas sabda atau tindakan

Allah, baik itu merupakan jawaban perorangan maupun jawaban umat secara

keseluruhan. Jawaban manusia itu ditemukan bukan hanya dalam kitab Mazmur,

tetapi dalam seluruh Alkitab, dari kitab yang pertama sampai yang terakhir.

Dalam madah penciptaan Kej.1, kita telah mendengar pujian kepada Sang

Pencipta. Pujian kepada Dia yang menyelesaikan karya ciptaan itu, juga

diperdengarkan dalam kitab Wahyu. Di mana saja Allah bertindak, di situ ada

jawaban yang berupa puji syukur (Harun, 1998: 11). Seringkali kita

mendengarkan Mazmur yang berisi tentang pujian kepada Allah, namun ada juga

Mazmur yang berisi tentang ratapan atau keluhan. Pujian dan ratapan ini

merupakan dua nada dasar yang mengiringi perbuatan Allah sepanjang sejarah

sebagai gema yang berkumandang secara teratur. Dalam kitab Mazmur, kedua

nada itu dikembangkan dengan lebih intensif, lebih tajam, dan beraneka ragam.

Untuk dapat memahami Mazmur secara lebih jelas penulis mencoba

memaparkan pemikiran Martin Harun OFM. Menurut Harun, Mazmur pujian

merupakan bagian hakiki dari kisah-kisah perbuatan-perbuatan besar yang

(31)

Laut Tiberau. Pujian mereka memuncak saat mereka diselamatkan (Kel:15). Ada

juga Mazmur yang berisi tentang ratapan, misalnya tentang tangisan kota

Yerusalem ketika Yesus disalib. “Allah-Ku, Allah-Ku, mengapa Engkau

meninggalkan Daku?” (Mrk 15:34). Contoh Mazmur di atas menunjukan bahwa

di dalam Mazmur itu terkandung misteri keselamatan Allah bagi manusia yang

dikasihiNya (Harun, 1998: 11).

Mazmur merupakan suatu bentuk doa yang dinyanyikan dan diungkapkan

baik secara personal maupun komunal. Doa dan nyanyian juga merupakan reaksi

spontan yang keluar dari lubuk hati Allah yang terdalam bagi manusia. Peristiwa

yang melahirkan Mazmur tidak terjadi dalam ibadat, melainkan dalam kehidupan

seseorang atau kehidupan bangsa. Peristiwa-peristiwa itu terjadi di kebun atau di

ladang, di medan perang atau di padang belantara, di rumah atau di jalan, di

lapangan atau di pintu depan kota bahkan di dalam penjara (Harun, 1998: 13).

Dari uraian di atas, penulis mencoba untuk menarik sebuah kesimpulan

bahwa Mazmur lahir dari sebuah pengalaman iman, pengalaman pribadi ataupun

pengalaman kelompok yang mendalam, mengenai eksistensi Allah terhadap

manusia. Pengalaman iman yang dialami baik secara pribadi ataupun bersama ini

tertuang atau terungkap dalam Mazmur. Pengalaman iman ini dapat berupa

ungkapan syukur karena pemazmur mengalami dan merasakan kasih dan

kesetiaan Allah yang tak terbatas dan tanpa syarat. Pengalaman iman juga dapat

berupa ratapan kepada Tuhan karena penderitaan yang dialami. Setelah manusia

mengalami proses pergulatan dan refleksi, manusia dapat mengambil makna dari

(32)

dan manusia dalam kehidupan sehari-hari, baik yang menyenangkan maupun yang

tidak menyenangkan.

2. Sejarah terjadinya Kitab Mazmur

Bangsa Israel merupakan bangsa yang memiliki kebiasaan mengadakan

ritual keagamaan lewat doa, kidung dan nyanyian. Permohonan kepada Tuhan.

Doa, kidung, nyanyian dan permohonan, yang mereka lambungkan berdasarkan

pengalaman-pengalaman hidup sehari-hari, menyangkut relasi pribadinya yang

mendalam dengan Tuhannya. Bangsa Israel menyusun Mazmur sebagai reaksi

atas aksi Allah (Weiden, 1991: 48). Dari ribuan lagu yang telah disusun oleh para

penyair Israel, sampai kini tersimpan sekitar 250 lagu, 150 buah ada dalam Kitab

Mazmur, sejumlah lagu rohani atau kidung dalam kitab-kitab lain dari Perjanjian

Lama dan Perjanjian Baru.

Mazmur-mazmur ini lahir tidak dalam ibadat, melainkan dalam kehidupan

sehari-hari, dan tidak diciptakan pula sebagaimana sastra modern, melainkan

tahap demi tahap berkembang menurut pergulatan umat Israel pada masa itu.

Mazmur- mazmur ini tidak ditulis dahulu, kemudian baru dinyayikan, tetapi

sebaliknya, didoakan dan dinyayikan dahulu, baru dituliskan (Harun, 1998: 12).

Singkatnya, Mazmur ini lahir dari pengalaman iman pemazmur dengan Tuhannya.

Pengalaman hidup pemazmur dilanda oleh penderitaan yang berat seperti

penyakit, kegagalan, krisis ekonomi, ditekan oleh musuh, dan bahkan kalah dalam

peperangan akan menimbulkan reaksi spontan berupa keluhan dan ratapan yang

(33)

hidup berupa kekaguman akan karya Allah, akan menimbulkan reaksi spontan

yang berupa pujian dan syukur.

Peristiwa-peristiwa yang diuraikan di atas inilah, yang melahirkan sebuah

Mazmur yang kontekstual bagi hidup manusia sampai saat ini. Realitanya bahwa

masih banyak orang mengalami penderitaan tetapi belum mampu menerima,

sehingga banyak orang menjadi putus asa bahkan mengambil jalan pintas. Hal ini

berarti bahwa Mazmur 13 masih tetap relevan dan memberi inspirasi bagi mereka

yang mengalami penderitaan, bagaimana mereka dapat mengolah, merefleksikan

dan memaknainya.

3. Jenis- jenis Mazmur

Untuk mengelompokkan jenis-jenis Mazmur, penulis menggunakan

karangan Walter Brueggemann yang disadur oleh Heryatno, untuk mempermudah

dalam penggolongannya. Mazmur ini digolongkan menjadi tiga jenis (Heryatno,

2003: 2).

a. Mazmur Orientasi (Mazmur Pujian)

Motif dari Mazmur orientasi ini adalah iman jemaat sebagai tanggapan

terhadap sabda dan karya Allah yang diungkapkan dalam bentuk pujian dan

syukur. Pemazmur di sini mengalami suasana yang tentram, membahagiakan dan

sejahtera. Hidup pemazmur dan dunianya yang penuh berkat merupakan

kemurahan hati Allah yang dianugerahkan sebagai tanda bahwa Allah sungguh

(34)

Pengalaman iman dan pengalaman kasih yang melimpah yang dialami

mendorong pemazmur untuk selalu memuji dan menyembah Tuhan. Pemazmur di

sini mengalami kehidupan yang harmonis, bahagia, tentram dan damai karena

mengalami penyertaan Tuhan sepanjang hidupnya. Pemazmur di sini menemukan

keyakinan bahwa Tuhan dapat menjadi andalan yang setia dan utama dalam

seluruh kehidupannya. Pemazmur merasakan bahwa Tuhan senantiasa setia

berada di pihaknya.

Mazmur orientasi (Mazmur pujian) semata-mata mau mengungkapkan

kebaikan dan kemurahanNya. Mazmur ini bersifat deskriptif. Isi pujiannya:

memuji Tuhan yang maha besar, maha baik, maha adil dan maha kasih. Di

samping itu, ada juga Mazmur yang bersifat deklaratif atau Mazmur syukur.

Mazmur ini mengungkapkan rasa syukur sebagai tanggapan spontan atas

pertolongan Tuhan terhadap pemazmur. Yang membedakan antara Mazmur pujian

dan Mazmur syukur adalah motif dan objeknya. Mazmur pujian lebih ditujukan

sebagai penghormatan kepada Allah dalam wujud pengakuan iman, sedangkan

Mazmur syukur merupakan reaksi spontan dari lubuk hati yang terdalam

pemazmur atas tindakan Allah yang berkenan menolong dan membebaskannya

dari penderitaan yang tak tertanggungkan untuk ukuran manusia. (Heryatno,

2003: 1-2).

Pesan penting yang hendak disampaikan oleh Mazmur orientasi:

Pemazmur ingin memuji dan besyukur karena kebaikan, kemurahan dan semua

penyelenggaraan Allah. Dasar dari Mamzur orientasi ini adalah bahwa mereka

(35)

terima. Warna dari Mazmur orientasi ini adalah rasa syukur atas suasana yang

menggembirakan, dan keadaan yang sejahtera. Dalam suasana yang demikan, rasa

syukur sungguh dialami, namun yang menjadi warna utama adalah pujian yang

spontan atas karya Allah pada mereka. Pujian di sini lebih murni sifatnya, melulu

karena menghormati Allah yang telah memberikan kemakmuran. Mazmur

orientasi dari awal sudah mengungkapkan rasa percaya yang besar pada Tuhan

dan menunjukkan iman yang kokoh pada Tuhan.

b. Mazmur Disorientasi

Mazmur Disorientasi dikenal sebagai Mazmur ratapan/keluhan, ada juga

yang menyebut sebagai mazmur permohonan. Menurut pemikiran Walter

Brueggemann, yang disadur oleh Heryatno. Mazmur Disorientasi ini merupakan

pergulatan hidup pemazmur yang sungguh riil, bagaimana mengakui, dan

menerima situasi sulit, tidak menyenangkan, menyedihkan, menakutkan, bahkan

pemazmur merasa ditinggalkan oleh Allah (Heryatno, 2003: 27).

Namun pemazmur bertahan di dalam penderitaan yang sedang

menimpanya dan tetap berharap kepada Dia yang selalu setia. Seperti kita,

pemazmur tidak mengetahui mengapa pengalaman duka itu harus terjadi, tetapi

kita boleh yakin bahwa Allah turut prihatin atas penderitaan yang menimpa

manusia. Oleh karena itu Allah tidak akan membiarkan manusia menderita

sendirian, semakin manusia menderita Allah semakin mengasihinya. Hal ini

bukan berarti Tuhan senang melihat umatNya menderita agar manusia percaya

(36)

Mazmur disorientasi ini juga dapat mendorong jemaat untuk mengahadapi

realitas penderitaan dengan kacamata positif. Artinya bahwa jemaat yang

menghadapi penderitaan diharapkan tetap teguh, sabar, setia dengan penuh

perpengharapan dan kepercayaan. Dengan demikian membantu untuk menyadari

dan mengenali kehadiran Allah di tempat yang tidak pernah terpikirkan oleh kita.

Sekaligus juga membantu kita untuk menghayati iman dalam kenyataan hidup

yang tidak menyenangkan. Brueggemann mengemukakan Mazmur Disorientasi

ini terdiri dari dua bagian besar yakni: permohonan dan pujian.

1). Permohonan

a) Alamatnya adalah Allah

Permohonan yang bersifat sangat personal ini disampaikan kepada Allah oleh

pemazmur yang juga sungguh beriman kepadaNya.

b) Keluhan

Pemazmur menggungkapkan isi hatinya berupa keluhan kepada Allah, karena

penderitaan yang dialami amat sangat berat. Dengan mengungkapkan

keluhannya pemazmur berupaya menarik perhatian Allah, agar segera

bertindak untuk menyelamatkan umatnya yang sedang menderita.

c) Permohonan

Berdasarkan keluhan di atas, pemazmur menyampaikan permohonannya agar

(37)

disampaikan adalah bahwa pemazmur memohon belas kasihan Allah untuk

keselamatan pemazmur.

d) Motivasi

Motivasi di sini dapat berupa tawar-menawar pemazmur yang mendesak

Allah, namun yang perlu dipahami adalah ungkapan permohonan umat kepada

keadilan Allah dan kedekatan umat pada Allah. Motivasi-motivasi itu

misalnya:

a) Pemazmur tidak bersalah, maka ia berhak mendapat pertolongan.

b) Pemazmur bersalah tetapi ia telah bertobat, mohon pengampunan Allah

c) Pemazmur mengingat kembali kebaikan dan belas kasih Allah.

d) Pemazmur menyatakan diri sebagai orang yang setia memuji Allah

e) Kutukan

Kutukan merupakan gema/ratapan pahit dari pemazmur yang merasa tidak

puas sebelum Allah membalaskan perbuatan jahat seorang musuh.

Ungkapan yang keras dapat dipahami oleh pemazmur sebagai bentuk

komunikasi yang otentik antara Allah dengan manusia.Yang

bertanggungjawab membalas kejahatan bukan lagi manusia melainkan

Allah sendiri yang akan bertindak dengan adil.

2) Pujian

Pujian dilambungkan karena terjadi gerakan perubahan dari situasi

(38)

penyelamatan. Perubahan situasi ini sangat mewarnai sebagian besar

Mazmur-mazmur keluhan yang ada. Dari bagian pujian, Brueggemann mengemukakan 3

unsur yakni:

a) Jaminan keluhan telah didengarkan.

Keluhan didengarkan, maka Allah segera bertindak untuk menyelamatkan

b)Pelunasan hutang/nadar

Karena sudah bebas, pemazmur memuji Allah dan menghaturkan persembahan

kepada-Nya sebagai tanda kesetiaan kepada janji yang telah diucapkanya.

c) Doksologi/pujian

Karena perubahan situasi Allah dialami sebagai yang setia, murah hati dan

penuh cinta. Tuduhan bahwa Allah tidak memperhatikan dan telah lalai, terjadi

karena kesalahpahaman umat

Dari perubahan tersebut dapat dilihat adanya hubungan antara ratapan dan

pujian:

o Dalam konteks ini ratapan dapat dimengerti sepenuhnya.

o Ratapan disampaikan pada saat dan alamt yang tepat

o Dua-duanya (ratapan dan pujian) dipahami sebagai ungkapan iman.

o Dua-duanya dipandang serius dan penting.

Pada kedua kutub tersebut dapat kita lihat dalam diri pemazmur, di sana terjadi

pengalaman iman yang mendalam. Perubahan situasi hidup yang dialami oleh

(39)

dari sesama manusia. Perubahan yang terjadi dalam diri pemazmur

ini adalah keluhan menjadi pujian:

(1) Pemazmur menerima nubuat keselamatan oracle yakni janji keselamatan

Allah yang akan segera dialami, dengan itu diharapkan tidak merasa

takut, khawatir atau cemas; sebaliknya tetap bertahan di dalam

penderitaan dengan semangat dan harapan baru.

(2) Pemazmur sungguh mengalami perubahan nyata di dalam hidupnya,

dari pengalaman gelap menjadi pengalaman terang.

c. Mazmur Orientasi Baru

Mazmur-mazmur disorientasi, meskipun memusatkan perhatiaanya pada

realitas penderitaan hidup yang berkepanjangan dan berat, tidak melupakan unsur

pengharapan akan munculnya situasi baru yang menyingkirkan penderitaan dan

menggantinya dengan pembebasan dan penyelamatan. Mazmur-mazmur

disorientasi berbicara tentang perubahan situasi hidup dari disorientasi menuju

kepada orientasi baru, dari penderitaan menuju pembebasan dan penyelamatan.

Mazmur orientasi baru secara lebih eksplisit menyampaikan kepada kita

suatu pengalaman keterkejutan surprise yang menggembirakan atau

membahagiakan. Keterkejutan itu dialami melalui perubahan hidup dari situasi

hidup yang sudah tidak ada jalan keluar dari penderitaan yang amat berat dan

pahit, berada di dalam batas kemampuan, menjadi pelepasan dan penyelamatan

(40)

anugerah dari Allah yang mengasihi umatnya, maka kita menempatkan perubahan

hidup tersebut dalam Mazmur orientasi baru. Mazmur orientasi baru di sini lahir

dari pergulatan dengan penderitaan, ketahanan, ketekunan, dan ketegaran untuk

tidak menyerah pada kehancuran. Mazmur orientasi baru adalah buah konkrit dan

makna nyata dari orang yang bersedia berproses dan bergulat pada realita yang

hidup yang pahit.

Perlu disadari bahwa hidup baru bukan hanya usaha manusia semata, akan

tetapi campur tangan Tuhan yang senantiasa menyertainya. Orientasi baru

merupakan anugerah istimewa dari Tuhan yang sungguh-sungguh ditanggapi oleh

manusia dengan penuh rasa syukur (Barth & Pareira, 1984: Mzm 30: 2), inilah

yang menjadi daya kekuatan dan motivasi manusia untuk tetap berpengharapan

dalam menghadapi kesulitan hidup (Heryatno, 2003: 1).

Buah-buah pergulatan sang pemazmur menumbuhkan sikap iman yang

mendalam sehingga mampu memaknai setiap penderitaan yang dihadapi setiap

hari, sikap iman yang mendalam itu pula yang menjadikan pemazmur semakin

kuat, tegar, sabar, tabah bahkan membuat pemazmur semakin peka, terbuka dan

solider terhadap penderitaan sesama yang ada disekitarnya.

Mazmur orientasi baru merupakan Mazmur yang bernuansa syukur karena

Tuhan telah membebaskan dan menyelamatkan pemazmur dari pengalaman

keterpurukan yang amat berat. Ungkapan syukur ini oleh pemazmur ditujukan

kepada Tuhan yang telah berkenan menolongnya, sehingga pemazmur mampu

untuk bangkit dari keterpurukan yang selama ini menyesakan hidupnya (Mzm

(41)

pernyataan bahwa penderitaan telah berakhir/sudah dapat diatasi, oleh karena itu

ungkapan syukur yang dilambungkan sebagai wujud perayaan kemenangan dalam

mengatasi/menghadapi penderitaan. Madah pujian kepada Tuhan Mzm 30 & 32

(Barth & Pareira, 1999: 65-66).

B. Mazmur 13

Teks Mazmur 13

1. Untuk pemimpin biduan. Mazmur Daud

2. Berapa lama lagi, Tuhan, Kau lupakan aku terus menerus? Berapa lama lagi Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku?

3. Berapa lama lagi aku harus menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari?

Berapa lama lagi musuh meninggikan diri atasku? 4. Pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku !

Buatlah mataku bercahaya,supaya jangan aku tertidur dan mati.

5. Supaya musuhku jangan berkata: “Aku telah mengalahkan dia”, dan lawan-lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah.

6. Tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak karena penyelamatanMu. Aku mau bernyayi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat baik kepadaku.

1. Keterangan Mazmur 13

Mazmur ini digolongkan ke dalam mazmur disorientasi, sebagaimana

diungkapkan oleh ahli Kitab Mazmur yaitu Walter Bruggemann sedangkan dari

bentuknya Mazmur ini merupakan permohonan perorangan. Dari isinya, doa dan

permohonan dalam Mazmur ini dibuka dengan empat pertanyaan yang penuh

kekuatiran (ay.2-3) kemudian dilanjutkan dengan permohonan agar dibebaskan

dari serangan lawan-lawanya (4-5) dan ditutup dengan pernyataan kepercayaan

(42)

Sejumlah penafsir menduga bahwa ia menderita suatu penyakit yang

parah, sehingga pemazmur takut meninggal dunia. Untuk mengetahui situasi

semacam ini kita dapat menafsirkan ayat 3: pemazmur merasa kuatir,

jangan-jangan harapannya akan Tuhan dinyatakan sia-sia dan iman yang dimiliki selama

ini tidak ditanggapi oleh tindakan Tuhan, sehingga lawan-lawanya berhasil

memisahkan dia dari Tuhan (Barth & Pareira, 1999: 202).

Kita melihat Mazmur 13 ini sangat singkat dan sederhana, namun isinya

padat dan kaya maknanya. Mazmur yang singkat ini dapat menggambarkan situasi

kekuatiran yang dialami oleh pemazmur dengan jelas. Dengan isi yang singkat

dan sederhana, Mazmur ini juga secara jelas dapat memperlihatkan corak dasar

yang khas yakni jenis Mazmur disorientasi personal. Ratapan atau keluhan dalam

bait pertama disusul oleh doa permohonan dalam bait kedua, sedangkan bait

terakhir membawa perubahan yang mendadak ke orientasi baru. Oleh karena itu

struktur Mazmur ini menjadi jelas bahwa Mazmur ini merupakan Mazmur

permohonan perorangan, karena di dalamnya ada sapaan, keluhan, permohonan

dan akhirnya perubahan. Belum diketahui secara pasti kapan Mazmur ini ditulis.

Dari segi formal bentuk ayat 2-3 dalam Mazmur ini sepadan/mirip dengan doa

raja Babel, Nebukadnezar, yang diucapkannya sekitar tahun 6000 SM. Sebagai

perbandingan kita dapat melihat doa raja Babel berikut ini

“Berapa lama lagi terdapat padaku keluhan dan ketidakmampuan ? Berapa lama lagi terdapat di negeriku ratapan dan duka ?

Berapa lama lagi terdapat di bangsaku keluh-kesah dan tangisan ? Sampai kapan, Tuhan Babel, Engkau akan tinggal di negeri musuhku ?”

Kiranya dari hal ini ada kemungkinan bahwa proses munculnya Mazmur

(43)

Mazmur ini dengan zaman Nebukadnezar. Mazmur ini dikumpulkan Daud dengan

mengambil bahan doa raja Babel. Kesamaan isi dan situasi yang ada di dalam doa

raja Babel kiranya juga mungkin sesuai dengan keadaan Daud saat itu, sehingga

mendorong dan membuat Daud tertarik untuk mengumpulkan dan menjadikannya

bahan doa dan Mazmur (Barth & Pareira).

2. Mazmur 13 Sebagai Mazmur Disorientasi Personal

Mazmur 13 ini merupakan Mazmur Disorientasi personal, sebab Mazmur

ini berisi tentang ratapan dan keluhan. Mazmur ini sangat singkat, namun

memiliki arti dan makna yang sangat padat. Pemazmur di sini digambarkan

dengan jelas sedang mengalami penderitaan hebat oleh musuh-musuhnya.

Kemudian pemazmur berseru minta tolong kepada Tuhan, namun sepertinya

belum mendapat jawaban. Pemazmur di sini digambarkan sedang mengalami

kekuatiran dalam hidup berhadapan dengan musuh-musuhnya. Di dalam Mazmur

ini dapat dilihat bagaimana pergumulan yang dihadapi oleh pemazmur

menghadapi masalahnya seorang diri saja. Pengalaman-pengalaman kesesakan

yang dialami oleh pemazmur itulah yang pada akhirnya memberi nama bahwa

Mazmur ini merupakan Mazmur disorientsai personal.

3. Sruktur

Barth & Pareira (1999: 201) menguraikan struktur penyusunan Mazmur 13

sebagai berikut:

(44)

Ayat 2-3 : Seruan pembuka dengan empat pertanyaan retorik

Ayat 4-5 : Permohonan untuk dibebaskan dari serangan musuh

Ayat 6a : Pernyataan kepercayaan

Ayat 6b : Pujian syukur kepada tuhan atas pertolonganNya

Ayat 2 : Melukiskan bencana yang terjadi karena Allah tidak hadir, Allah

menyembunyikan diri.

Ayat : Menggambarkan kedukaan dan kesedihan umat yang kalah, sedang

musuh menang dan bersuklaria.

Ayat 4 : Pemazmur menyampaikan beberapa permohonan kepada Allah

dalam bentuk perintah ( pandanglah, dengarlah, jawablah).

Ayat 5 : Gambaran penantian yang panjang pemazmur di dalam

penderitaannya tetapi tetap tabah dan penuh pengharapan.

Ayat 6 : Melukiskan terjadinya perubahan keadaan ke arah orientasi baru:

aku percaya, hatiku bersorak-sorak dan aku bernyanyi.

4. Tafsir

Sama seperti Mazmur yang mendahuluinya Mazmur ini termasuk Mazmur

kumpulan Daud, yang dtulis untuk menghormati Daud sebagai raja (ay 1) dan

Mazmur merupakan Mazmur keluhan individual atau perorangan. Isi Mazmur ini

sangat menarik dan dekat dengan kehidupan manusia sehari-hari terutama mereka

yang sedang mengalami masa-masa disorientasi dalam hidupnya (Barth & Pareira,

(45)

Sapaan yang akrab (Tuhan) dalam Mazmur ini langsung dapat dikaitkan

dengan keluhan. Sebagaimana kita temukan pada awal Mazmur (ay 2-3) keluhan

itu terdiri dari empat pertanyaan yang terdapat dalam ayat 2-3 yang berbunyi:

Berapa lama lagi Tuhan, Kaulupakan aku terus menerus (ay 2a). Berapa lama lagi

Kau sembunyikan wajahMu terhadap aku (ay 2b). Berapa lama lagi aku harus

menaruh kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari (3a ) Berapa

lama lagi musuhku meninggikan diri atasku? (ay 3b ).

Empat pertanyaan di atas, menunjukkan dan menggambarkan bahwa

pemazmur sedang mengalami pergulatan berat oleh karena serangan musuh yang

hebat. Ayat 2-3 pemazmur menantikan pertolongan dari Tuhan, menunggu tanpa

suatu kepastian, maka pertanyaan-pertanyaan yang diajukan pada Tuhan sesuai

dengan isi hati dan pergulatannya yang terdalam terhadap Tuhannya.

Pada ayat 2 “Berapa lama lagi, Tuhan, Kaulupakan aku terus-menerus?

Berapa lama lagi Kausembunyikan wajahMu terhadap aku? Pada ayat 2 ini,

dilukiskan penderitaan terjadi karena Tuhan tidak hadir, bahkan menyembunyikan

diri. Pemazmur merasa hubungannya dengan Tuhan diputuskan, karena Tuhan

pergi saat pemazmur mengalami penderitaan, sehingga pemazmur merasa bergulat

sendirian dengan penderitaannya (Barth & Pareira, 1984: 87).

Pada ayat 3 yang berbunyi, “berapa lama lagi aku harus menaruh

kekuatiran dalam diriku, dan bersedih hati sepanjang hari? Berapa lama lagi

musuhku meninggikan diri atasku? Ayat 3 ini, menggambarkan kedukaan dan

kesedihan umat yang kalah, sedangkan musuh menang maka bersukaria. Oleh

(46)

sendirian baik oleh Tuhan maupun sesamanya? Pertanyaan inilah yang senantiasa

bergema dalam hatinya sehingga ia menjadi susah dan sedih sepanjang hari.

Pemazmur kuatir karena ia tidak tahu lagi apa yang hendak dibuat untuk

menghadapi para lawannya, dan ia menjadi putus asa, berhadapan dengan para

musuh yang sekarang berada di atasnya.

Ayat 4 ”pandanglah kiranya, jawablah aku, ya Tuhan, Allahku” Buatlah

mataku bercahaya, supaya jangan aku tertidur dan mati. Pemazmur memohon agar

ia dibolehkan hidup dan tidak mati maksudnya jangan terpisah dengan Allah.

Pernyataan ini diungkapkan oleh pemazmur karena merasa diambang batas

kemampuannya (mentok) di tengah-tengah ancaman dan derita oleh perlakuan

musuh, namun demikian pemazmur ternyata tetap memiliki kepercayaan kepada

Tuhan sebagai Allah yang menolong meskipun kehadirannya belum begitu

dirasakan. Untuk menggerakkan Tuhan pemazmur menggunakan permohonan

dalam bentuk imperatife (perintah): pandanglah, jawablah dan buatlah. Jadi di sini

terlihat bahwa situasi pemazmur sudah sangat terdesak, hanya Tuhan yang

diharapkannya dapat bertindak menyelamatkan hidupnya.

Ayat 5 “Supaya musuhku jangan berkata: aku telah mengalahkan dia, dan

lawanku bersorak-sorak, apabila aku goyah”. Kendati pemazmur mengalami

kebimbangan terhadap musuh yang ada di sekitarnya, meskipun penantian

panjang, pemazmur tetap memiliki harapan dan kepercayaan bahwa ia dapat

keluar dari penderitaannya maka ia tidak menyerah, dan tidak putus asa dalam

(47)

Ayat 6 “tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku

bersorak-sorak karena penyelamatanMu, aku mau menyanyi untuk Tuhan, karena Ia telah

berbuat baik kepadaku”. Dengan pernyataan demikian pemazmur menemukan

kekuatan baru di dalam menapaki hidup hariannya. Setelah pergulatan panjang

pemazmur mengalami dan mempercayai bahwa ternyata Tuhan mampu

memberikan ketentraman dalam hidupnya. Pemazmur sungguh merasakan dan

menemukan bahwa kasih setia Tuhan melampaui batas kemampuan manusia.

Pemazmur sudah mengalami pembebasan dari Allah.

Akhirnya penantian usai dan pengharapan telah terwujud. Kini pemazmur

lebih percaya, ia bernyanyi sebagai tanggapan spontan terhadap perubahan

keadaan. Pemazmur bernyanyi dan bergembira karena Allah telah memberikan

rahmat penyelamatan. Sesudah tindakan penyelamatan ini, relasi pemazmur

dengan Allah makin dekat, dan imannya semakin kuat. Dinamika relasi itu tampak

pada ayat 2 Allah dituduh, pada ayat 4 Allah dimohon, dan pada ayat 6 Allah

dipuji. Setelah Allah dialami sebagai yang membebaskan maka ia senantiasa

memuji dan memuliakan kebaikan Tuhan, ternyata apa yang dilakukan Allah tepat

dan indah pada waktunya.

5. Isi Pokok Mazmur 13

Mazmur 13 ini dikategorikan dalam mazmur disorientasi, isinya singkat,

padat sederhana, namun penuh makna. Mazmur ini mau menyampaikan tiga hal

pokok yakni: keluhan/ratapan, permohonan, syukur dan pujian. Singkatnya

(48)

umat kepada Allah. Pengalaman disorientasi yang diterima, diolah, dan dimaknai

membuat manusia lebih sabar, tahan uji bahkan semakin peka dan solider

terhadap sesamanya yang menderita.

Mazmur 13 ini dapat membantu umat beriman untuk memiliki sikap yang

realistis, penuh iman dan pengharapan, artinya Mazmur ini mau berbicara tentang

pergulatan hidup manusia yang sungguh riil, bagaimana mengakui, menerima dan

bertahan di dalamnya serta tetap berharap kepada Dia yang selalu setia menemani

seluruh perjalanan hidup setiap hari.

Dari Mazmur 13 ini ada beberapa hal positif yang dapat dipetik misalnya:

dari ayat 4-5; umat beriman atau manusia pada umumnya diajak untuk senantiasa

berpengharapan kepada Dia, dan belajar semakin rendah hati mengakui bahwa

manusia adalah mahluk lemah yang senantiasa memerlukan pertolongan dan

menjadikan Dia satu-satunya pegangan, dan kekuatan dalam hidup.

Dari ayat 6 “tetapi aku, pada kasih setiaMu aku percaya, hatiku

bersorak-sorak karena penyelamatanMu, aku mau bernyanyi untuk Tuhan, karena telah

berbuat baik kepadaku,”. Ungkapan kepercayaan pemazmur kepada Tuhan ini

mau mengajak manusia untuk senantiasa mempercayakan diri kepada Tuhan yang

memiliki seribu macam jalan. Pendek kata orang yang hidupnya bersandar kepada

Tuhan mendapatkan berkat berlimpah sehingga hidupnya damai dan tentram

(49)

C. Makna Penderitaan Orang Benar Berdasarkan Mazmur 13

Penderitaan orang benar selalu menimbulkan pertanyaan besar untuk tetap

mempertahankan gambaran akan Allah yang adil, setia, dan murah hati. Dalam

Kitab Suci Perjanjian Lama, misalnya lukisan keadaan ideal di Taman Firdaus

dalam Kitab Kejadian, dinyatakan bahwa penderitaan manusia tidak datang dari

Allah. Yang dikehendaki Allah adalah manusia yang bahagia, Allah tidak

menghendaki manusia menderita.

Mazmur 13 ini merupakan ungkapan orang benar yang menderita karena

serangan musuhnya (ay 5). Dalam keadaan menderita pemazmur berteriak minta

tolong bahkan protes terhadap Tuhan mengapa banyak penderitaan menimpa

dirinya. Pemazmur tidak bersalah namun mendapat hukuman berat, dan Tuhan

seolah-olah pergi meninggalkan pemazmur sendirian. Agar sampai pada

pemaknaan penulis mencoba menguraikan seperti ini, ketika manusia mengalami

penderitaan terus bergulat akan membuat manusia itu semakin dekat dan

sekaligus pasrah dan percaya kepada Allah.

Penderitaan adalah persoalan yang menggelisahkan umat manusia

sepanjang zaman. Penderitaan, kemalangan, kesengsaraan dan rasa sakit tidak

akan pernah absen dari kehidupan manusia. Sejak kelahiran hingga akhir

kehidupannya di dunia ini, manusia terus berhadapan dengan situasi yang sering

disebut dengan penderitaan. Hidup yang pada dasarnya adalah proses kehilangan

belum dapat diterima oleh semua orang. Contoh konkrit yang dapat kita lihat dan

alami sampai saat ini, misalnya ketika kita bayi kita aman dalam kandungan ibu.

(50)

anak-anak mau beranjak dewasa kita juga kehilangan kebebasan anak-anak-anak-anak dst.

Pengalaman-pengalaman demikian tanpa kita sadari membuat kita menderita.

Berhadapan dengan penderitaan tersebut manusia terus berusaha

sedemikian rupa untuk membebaskan diri dari penderitaan. Semakin berusaha

semakin menderita, ketika disadari penderitaan justru membawa manusia menjadi

semakin dekat, percaya dan pasrah kepada kehendakNya (Harun, 1998: 48).

Dengan demikian manusia berani menerima, mengolah, dan akhirnya mampu

mengambil nilai positif dari penderitaan yang dialami. Manusia berani berpaling

pada Tuhan bukan untuk mendapat hukuman tetapi untuk mendapat kekuatan dan

penghiburan (Kushner, 1988: 53). Dalam Mazmur 13 Ayat 6 ditulis sebagai

berikut ”tetapi aku, kepada kasih setiaMu aku percaya, hatiku bersorak-sorak

karena penyelamatan-Mu.Aku mau bernyayi untuk Tuhan, karena Ia telah berbuat

baik kepadaku” (Barth & Pareira, 1999: 201). Pemazmur mengalami kebangkitan

dari keterpurukannya, dan tidak putus asa melainkan percaya kepada Tuhan yang

menolongnya, pemazmur semakin percaya bahwa Tuhan tidak tinggal diam

melihat umatnya yang menderita. Dengan percaya dan pasrah pada kehendak

Allah berarti manusia mulai terbuka pada didikkanNya, sehingga hidup menjadi

(51)

33

GAMBARAN PENDERITAAN ORANG BENAR ZAMAN SEKARANG

Dalam bab ini, penulis akan memaparkan mengenai penderitaan yang

dialami orang benar jaman sekarang berdasarkan inspirasi dari Mazmur 13 yang

sudah disingung dalam bab II. Dalam Mazmur 13, pemazmur yang tidak bersalah

mengalami penderitaan karena perbuatan musuh, diungkapkan pula bahwa

pemazmur sangat menderita dan Tuhan tidak segera datang menolongnya. Dalam

perjalanan waktu pemazmur mampu menggulati dan tetap bertahan dalam

penderitaannya itu, sampai akhirnya menerima pengalaman penderitaannya

dengan sikap iman yang mendalam.

Pemazmur dalam Mazmur 13, pada akhirnya dapat menemukan makna

positif dari penderitaan yang dialami. Pemazmur menyadari bahwa penderitaan

yang dialami bukan semata-mata karena dosanya atau hukuman dari Tuhan, tetapi

dengan atau melalui penderitaan manusia akan semakin rendah hati, pasrah dan

dekat dengan Tuhan.

Dalam bab III ini, penulis akan menguraikan enam hal pokok berkaitan

dengan penderitaan orang benar zaman sekarang. Pertama penderitaan merupakan

bagian dari realitas hidup manusia. Bagian kedua penderitaan secara umum.

Ketiga faktor-faktor yang menyebabkan manusia menderita. Keempat Orang

benar menderita. Kelima makna penderitaan orang benar jaman sekarang dan

(52)

A. Penderitaan Merupakan Bagian dari Realitas Hidup Manusia

Hidup manusia tidak terlepas dari penderitaan. Penderitaan seolah-olah

sudah menjadi bagian yang integral dalam peziarahan hidup manusia. Kenyataan

ini menyadarkan manusia untuk saling tergantung dan berhubungan satu dengan

yang lain. Secara kemasyarakatan penderitaan dapat dibagi menjadi dua bagian,

yakni penderitaan yang bersifat kolektif dan penderitaan yang bersifat individual.

Penderitaan yang bersifat kolektif dapat disebabkan karena bencana alam.

Sedangkan penderitaan yang bersifat individual dialami oleh seseorang tertentu

akibat tindakannya sendiri/dapat juga disebabkan karena orang lain.

Pada dasarnya dalam realitas kehidupan manusia dihadapkan pada dua

posisi untuk memilih antara yang jahat dan yang baik. Pada dua posisi ini, oleh

Tuhan manusia diberi kebebasan secara penuh untuk memilihnya. Realita yang

terjadi bahwa manusia cenderung memilih yang jahat. Akibatnya, manusia

mengalami penderitaan atas pilihannya sendiri, bukan datang dari Allah. Oleh

karena itu, hanya manusia yang memiliki kualitas hidup yang baik dan teratur

dapat menentukan pilihannya secara benar dan tepat (Yewangoe, 1993: 81).

Kebebasan inilah yang menjadi ciri khas manusia, yang membedakannya

dengan makhluk ciptaan lain. Kebebasan memilih tersebut memiliki

konsekwensinya masing-masing, seandainya kita tidak merdeka untuk memilih

yang jahat, maka kitapun tidak bebas untuk memilih yang baik. Inilah arti menjadi

manusia menurut gambaran dan rupa Allah, yakni merdeka dan bebas untuk

memilih. Kendati demikian manusia adalah mahkluk ciptaan yang terbatas dan

(53)

Keterbatasan serta ketidakmampuan manusia inilah yang kiranya menjadi

perjuangan setiap saat bagi siapa saja. Contoh yang dapat dilihat dengan cukup

gamblang adalah sejarah Bangsa Israel. Bangsa ini dikisahkan bagaimana harus

berjuang untuk tetap bertahan terhadap berbagai kesulitan dan penderitaan yang

kerap kali mereka alami. Oleh karena itu siapapun manusia, dan apapun alasannya

tidak dapat menolak penderitaan karena realitanya penderitaan sudah menjadi

bagian hidup yang tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Maka manusia

seharusnya menerimanya dengan lapang dada sambil terus memohon agar Tuhan

senantiasa memberi kekuatan.

Penderitaan merupakan misteri yang tidak dapat dimengerti sepenuhnya

oleh manusia terlebih kalau penderitaan itu menimpa orang-orang yang tidak

besalah. Dalam pembahasan pemecahan soal penderitaan ini sangat terbatas,

alkitab sering menggunakan unsur-unsur yang berlaku dalam kasus tertentu:

penderitaan dipandang sebagai akibat dari dosa, penderitaan dipandang sebagai

hukuman Allah atas dosa, penderitaan sebagai sarana pendidikan yang digunakan

Allah (Weiden, 1995: 215).

B. Penderitaan Secara Umum

Penderitaan atau duka adalah tanda keberadaan yang merupakan realita

dan bagian hidup yang tidak terelakkan lagi bagi setiap manusia. Siapapun dia,

yang baik atau yang jahat, yang suci ataupun yang berdosa, yang pintar ataupun

yang bodoh, yang muda ataupun yang tua, dan juga yang kaya ataupun yang

(54)

kegagalan baik secara kecil maupun besar-besaran semua menghampiri manusia.

Penderitaan merupakan kenyataan yang harus ditanggung oleh setiap manusia,

karena penderitaan merupakan bagian dari hidup itu sendiri. Rumusan penderitaan

dalam kehidupan manusia secara umum diartikan sebagai keadaan yang

merugikan dan yang membuat orang merasa dirugikan Malum/keburukan

(Kleden, 2006: 17).

Kleden (2006: 17) menjelaskan berdasarkan pemikiran Leibniz dan

Immanuel Kant, orang mengelompokkan malum menjadi 3 macam:

1. malum physicum: keburukan alamiah, yang terletak pada kenyataan negatif

yang ditimpakan alam kepada manusia; misalnya bencana alam, persoalan

dimangsa dan memangsa, berbagai penyakit dan kecacatan.

2. Malum morale: keburukan moral, yang ditimpakan manusia atas manusia,

seperti perang, ketidakadilan, kekerasan, penindasan.

3. Malum metaphysium: keburukan metafisik, yang mempunyai akar

ontologis yang terletak pada kenyataan struktur dasar keterbatasan

manusia dan dunia serta pada ketakkekalan manusia bahwa manusia itu

fana, bisa mati, bisa keliru dan melakukan kesalahan.

Pembedaan ini dapat membantu manusia memahami persoalan dan

tidak dimaksudkan untuk memisahkan karena ketiganya saling terkait satu dengan

yang lain. Penderitaan memang sulit untuk didefinisikan. Yang pasti penderitaan

dialami oleh makhluk hidup yang dapat merasa sakit, baik secara fisik maupun

mental. Penderitaan adalah rasa sakit yang dialami manusia sebagai akibat dari

(55)

sakit yang dialami ketika seseorang berada di bawah tekanan tidak terpenuhinya

cita-cita kehidupan yang dianggap hak atau kewajibannya (Kleden, 2006: 18-19).

Kleden (2006: 216) memaparkan bahwa penderitaan menjadi semacam

anugerah, daya tersembunyi, yang memampukan manusia secara batin dekat

dengan Kristus. Penderitaan merupakan situasi atau kondisi yang mau tidak mau

harus dihadapi dan dialami manusia dalam hidupnya di dunia ini. Dalam Kitab

Suci penderitaan dipandang sebagai suatu sarana pendidikan yang digunakan oleh

Allah untuk menuntun si pendosa kembali pada kesetiaan (Ams 3: 11-12; Ayub

33: 14-30; 1 Kor 11: 32).

Sepanjang kehidupannya, manusia akan mengalami penderitaan, sakit dan

bahkan suatu ketika akan menghadapi kematian yang tak terelakkan lagi untuk

menghadap Sang Empunya. Dari berbagai penderitaan yang terjadi, tidak semua

negatif, justru sebaliknya penderitaan dapat bermakna positif karena dapat

menolong sesamanya.

C. Faktor-faktor Yang Menyebabkan Manusia Menderita

1. Penderitaan yang disebabkan oleh faktor alam

Kleden (2006: 18) menegaskan bahwa pendapat Leibniz dan Immanuel

Kant tentang penderitaan akibat bencana alam sebagai malumphysicum yang

artinya keburukan alamiah, yang terletak pada kenyataan negatif yang ditimpakan

alam kepada manusia misalnya: tanah longsor di Banjar Negara, kebakaran hutan

di Kalimantan, lumpur Lapindo di Sidoarjo Jatim, gempa bumi di Yogyakarta,

(56)

disebabkan oleh gempa tektonik berkekuatan 8,9 skala Richer. Semua ini

menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan bagi siapa saja yang

mengalaminya.

Berhadapan dengan malapetaka besar yang merenggut ribuan korban jiwa,

menghancurkan tempat tinggal dan membuat ratusan anak menjadi yatim piatu

dan terlantar, manusia terusik untuk menanyakan eksistensi Allah yang

Mahakasih. Kalau Allah ada dan Dia sungguh-sungguh mahakuasa dan mahabaik,

mengapa Dia membiarkan datangnya kejahatan dan penderitaan bertubi-tubi?

Penderitaan yang dialami oleh para korban tsunami dan gempa bumi dapat

menimbulkan trauma yang berkepanjangan. Banyak orang menjadi takut untuk

tinggal di sepanjang pantai, bahkan ada banyak orang yang mengalami trauma

kalau mendengar suara air bergemuruh dan angin yang kencang. Untuk dapat

menyembuhkan trauma yang dialami, dibutuhkan waktu yang tidak singkat

bahkan membutuhkan banyak biaya. Keadaan yang demikian semakin

menimbulkan banyak penderitaan.

Penderitaan yang dialami secara psikologis maupun fisik oleh manusia

yang terkena bencana memunculkan reaksi keras anti Allah, karena penderitaan

yang dialami melampaui batas kemampuan manusia untuk menanggungnya.

Mengalami penderitaan ini manusia bertanya pada Sang Pencipta, “Apakah

peristiwa alam ini rencana Allah untuk mengingatkan manusia atau sekedar

peringatan bagi manusia-manusia bebal yang tidak percaya akan adanya Allah?”

Inilah catatan bagi semua manusia untuk berefleksi dan introspeksi diri “datang

(57)

dijawab, namun perlu permenungan yang mendalam untuk menemukan

maknanya.

2. Penderitaan yang Disebabkan Oleh Orang Lain

Kleden (2006: 17-18), yang memaparkan pemikiran Leibniz dan

Immanuel Kant, menyebut penderitaan disebabkan oleh orang lain adalah dengan

sebutan atau istilah malum morale yang artinya keburukan moral. Keburukan

moral ini biasanya ditimpakan manusia perkasa kepada manusia lain yang ada di

bawah misalnya, tidak dihargainya hak-hak azasi manusia, kekerasan terhadap

kaum perempuan, kekerasan terhadap anak-anak, deskriminasi agama,

pembunuhan Munir, tragedi Trisakti dan Semanggi, konflik di Ambon dan Poso,

manusia menderita karena orang lain yang tidak bertanggunjawab.

Penderitaan karena ketidakadilan, kekerasan, kekuasaan, pembunuhan,

menyebabkan manusia yang menjadi tulang punggung keluarga dan orang-orang

yang dikasihi hilang. Penderitaan yang disebabkan karena kepentingan politik

termasuk korupsi yang menyebabkan rakyat kecil juga semakin menderita karena

tidak dapat mengenyam pen

Referensi

Dokumen terkait