PERBANDINGAN DAYA ANTIOKSIDAN
SARI BUAH MARKISA UNGU (Passiflora edulis f. edulis Sims) DENGAN SARI BUAH MARKISA KUNING (P. edulis Sims f. flavicarpa Deg)
MENGGUNAKAN METODE DPPH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Meiske Munda NIM : 088114177
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
PERBANDINGAN DAYA ANTIOKSIDAN
SARI BUAH MARKISA UNGU (Passiflora edulis f. edulis Sims) DENGAN SARI BUAH MARKISA KUNING (P. edulis Sims f. flavicarpa Deg)
MENGGUNAKAN METODE DPPH
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh: Meiske Munda NIM : 088114177
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
“M ulai”adalah kata yang penuh dengan kekuatan… .
Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah dengan
memulainya. Tetapi, pekerjaan apakah yang dapat kita selesaikan
kalau kita hanya memulainya ?????
( Clifford W arren)
K upersembahkan karyaku ini untuk :
Kedua orang tuaku yang luar biasa, papa & mama tersayang, adik-adikku yang selalu kubanggakan. Sahabat dan keluarga besarku F armasi 2008, dan Almamaterku, F akultas F armasi U nversitas Sanata D harma
And all t hings,what soever ye shall ask in prayer, believing… ..
vi PRAKATA
Segala Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Bapa di Sorga yang senantiasa melindungi, membimbing, menganugerahkan kasih dan pertolonganNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi dengan judul “Perbandingan Daya Antioksidan Sari Buah Markisa Ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) Dengan Sari Buah Markisa Kuning
(P.edulis Sims f. flavicarpa Deg) Menggunakan Metode DPPH” disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Dalam proses penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa bimbingan, nasehat, dorongan, kritik dan saran. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku Dosen Pembimbing yang dengan sabar membimbing mulai dari awal hingga akhir penyusunan skripsi ini. 2. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt., selaku Dosen Penguji yang telah
bersedia, menguji dan memberikan saran serta kritik selama penyusunan skripsi.
3. Ibu Lucia Wiwid Wijayanti, M.Si., selaku Dosen Penguji yang telah bersedia menguji dan memberikan saran serta kritik selama penyusunan skripsi.
vii
5. Mas Bimo, Mas Kunto, Mas Parlan, Mas Wagiran, Pak Ketul, Mas Andri, terima kasih atas bantuan dan keramahan selama peneliti berada di lab. 6. My lovely aunt yang bersedia mengirimkan buah markisa dari Toraja ke
Yogyakarta.
7. Bapak Supardi yang telah menyediakan sampel bagi peneliti.
8. My best partner Augustiyani Novie Imoliana, terima kasih buat persahabatan, kerjasama, bantuan dan motivasi yang sangat berarti dalam penyelesaian skripsi ini.
9. Partner kerja di lantai 4 (anti stress team), terima kasih buat semua bantuan, masukan, dan motivasnya . Sebuah kebersamaan yang pastinya tidak akan terlupakan dari mulai masa-masa yang sulit dan pastinya akan diakhiri dengan senyum bahagia. Satu kata “semangat , pasti bisa ”, merupakan obat yang sangat mujarab.
10.Pius dan Yuni yang membantu dalam proses pengolahan data, semua sahabat-sahabatku yang selalu menanyakan “Ike, kapan selesainya? Semangat ya…”, itu merupakan motivasi yang sangat berarti.
11.Teman-teman kelas FST B angkatan 2008, terima kasih buat persahabatan yang tulus dan kebersamaan yang tidak akan pernah tergantikan menjadi sebuah memori indah penghias album kehidupanku.
viii
Serta untuk semua pribadi yang telah bersedia membantu penulis dalam banyak hal, semuanya akan menjadi bagian yang tak akan terlupakan dan akan selalu ada senyuman bahkan keharuan ketika penulis mengingatnya.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan dalam pemyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak. Akhir kata, besar harapan penulis semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan menjadi sumbangan dalam perkembangan ilmu pengetahuan khususnya farmasi.
x DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii
HALAMAN PENGESAHAN ... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ... v
PRAKATA ... vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvii
INTISARI ... xviii
ABSTRACT ... xix
BAB I PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 4
C. Keaslian Penelitian ... 5
D. Manfaat Penelitian ... 5
1. Manfaat teoritis ... 5
2. Manfaat praktis ... 6
xi
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA ... 7
A. Markisa Ungu dan Markisa Kuning ... 7
1. Keterangan botani ... 7
2. Ekologi dan penyebaran ... 8
3. Kandungan kimia dan pemanfaatan buah markisa ... 9
B. Radikal Bebas ... 10
C. Antioksidan ... 11
1. Metode conjugated diene ... 12
2. Metode penangkapan radikal hidroksil ... 13
3. Metode ferric reducing ability of plasma (FRAP) ... 13
4. Metode trapping antioxidant parameter (TRAP) ... 13
D. Metode DPPH ... 14
E. Spektrofotometri UV-Visibel ... 15
F. Validasi Metode Analisis ... 18
G. Landasan Teori ... 20
H. Hipotesis ... 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 23
A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 23
B. Variabel Penelitian ... 23
1. Variabel bebas ... 23
2. Variabel tergantung ... 23
3. Variabel pengacau ... 23
xii
D. Bahan Penelitian ... 24
E. Alat-Alat Penelitian ... 25
F. Tata Cara Penelitian ... 25
1. Determinasi tanaman ... 25
2. Pengambilan sampel ... 25
3. Penyiapan bahan uji ... 26
4. Analisis data ... 29
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 30
A. Hasil Determinasi Tumbuhan ... 30
B. Hasil Pengumpulan Bahan ... 30
C. Hasil Preparasi Sampel ... 33
D. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 37
1. Penentuan OT metode uji aktivitas antioksidan ... 38
2. Penentuan λ maksimum metode uji aktivitas antioksidan ... 41
E. Hasil Validasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 43
1. Akurasi ... 45
2. Presisi ... 48
3. Linearitas ... 48
4. Spesifisitas ... 49
F. Hasil Estimasi Aktivitas Antioksidan dengan Radikal DPPH ... 49
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 57
A. Kesimpulan ... 57
xiii
xiv
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel I. Komposisi markisa ungu dan markisa kuning ... 3
Tabel II. Beberapa macam Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan yang menetralkannya (Percival, M., 1998) ... 10
Tabel III. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH ... 15
Tabel IV. Rentang akurasi yang masih dapat diterima ... 19
Tabel V. Rentang KV yang masih dapat diterima ... 20
Tabel VI. Volume sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning 36 Tabel VII. Hasil %recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan vitamin C... 46
Tabel VIII. Hasil %recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan sari markisa ungu ... 46
Tabel IX. Hasil %recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan sari markisa kuning ... 47
Tabel X. Hasil %IC vitamin C menggunakan radikal DPPH ... 51
Tabel XI. Hasil %IC sari buah markisa ungu menggunakan radikal DPPH ... 52
Tabel XII. Hasil %IC sari buah markisa kuning menggunakan radikal DPPH ... 53
xv DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Markisa ungu dan markisa kuning (Karsinah, 2007) ... 8
Gambar 2. Perubahan warna larutan pada reaksi radikal DPPH dengan antioksidan (Witt , Lalk, Hager, dan Voigt, 2010) ... 14
Gambar 3. Diagram spektrofotometer UV-Vis (Sastrohamidjodjo, 2001) ... 16
Gambar 4. Gugus kromofor dan auksokrom DPPH (Prakash et al., 2001) ….. 18
Gambar 5. Perbedaan warna sari markisa ungu dan markisa kuning ... 36
Gambar 6. Pengendapan protein dan pati yang terkandung dalam isi buah ... 37
Gambar 7. Hasil grafik penentuan OT vitamin C ... 39
Gambar 8. Hasil grafik penentuan OT markisa ungu ... 39
Gambar 9. Hasil grafik penentuan OT markisa kuning ... 40
Gambar 10. Spektra panjang gelombang maksimum DPPH 0,054 mM . 42 Gambar 11. Spektra panjang gelombang maksimum DPPH 0,11 mM ... 42
Gambar 12. Spektra panjang gelombang maksimum DPPH 0,22 mM ... 42
Gambar 13. Kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan vitamin C ... 44
Gambar 14. Kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan sari markisa ungu ... 44
xvi
Gambar 16. Donasi proton senyawa antioksidan ke radikal DPPH
xvii DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Pengesahan Determinasi Tanaman Markisa Ungu
dan Markisa Kuning ... 63
Lampiran 2. Gambar Buah Markisa Ungu dan Markisa Kuning ... 65
Lampiran 3. Gambar Blender ... 66
Lampiran 4. Data Penimbangan Bahan ... 67
Lampiran 5. Data Perhitungan Konsentrasi DPPH, Larutan Pembanding, dan Larutan Uji ... 68
Lampiran 6. Scanning Pengkoreksi ... 71
Lampiran 7. Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan ... 73
Lampiran 8. Uji Aktivitas Antioksidan Menggunakan Radikal DPPH .. 75
Lampiran 9. Perhitungan Nilai IC50 Vitamin C, Sari Markisa Ungu dan Sari Markisa Kuning ... 78
xviii INTISARI
Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menghambat terjadinya reaksi radikal bebas yang berpotensi merusak sel-sel penting dalam tubuh. Berbagai komponen antioksidan alami terdapat di alam secara melimpah, baik dalam sayur-sayuran maupun buah-buahan. Markisa merupakan salah satu jenis buah yang masih kurang dimanfaatkan oleh masyarakat Indonesia. Berdasarkan beberapa sumber diketahui bahwa markisa mengandung vitamin C yang tinggi, flavonoid dan karotenoid yang merupakan senyawa antioksidan.
Terdapat beberapa forma markisa asam di Indonesia, namun markisa ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) dan markisa kuning (P.edulis Sims f. flavicarpa Deg) yang lebih dikenal dan mulai dibudidayakan oleh masyarakat. Perbedaan forma dapat memungkinkan adanya perbedaan daya antioksidan yang dimiliki. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan daya antioksidan antara sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning menggunakan metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) yang dinyatakan dengan IC50. Penetapan
aktivitas antioksidan dilakukan dengan mengukur penurunan serapan DPPH pada berbagai konsentrasi sari buah markisa ungu dan markisa kuning. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning mempunyai aktivitas antioksidan lemah karena nilai IC50 >50 µg/mL, yaitu
2,74±0,39 mg/ml untuk sari markisa ungu dan 5,26±1,57 mg/mL untuk sari markisa kuning. Dari hasil uji statistik diketahui bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai IC50 sari buah markisa ungu dengan sari buah markisa
kuning.
xix ABSTRACT
Antioxidants are compounds that can inhibit free radical reactions that potentially damage important cells in the body.There are many components of the natural antioxidants are found in nature in abundance, especially in vegetables and fruits. Passion fruit is one kind of fruit that still under-utilized by the people in Indonesia. According to some researches, passion fruit contains a high vitamin C, flavonoids and carotenoids which are antioxidant compounds.
There are several forma of Passiflora edulis Sims in Indonesia, but forma violet and yellow passion fruit which is well known and cultivated by the community. Forma differences can allow for differences in antioxidant activity. This research was conducted to compare the antioxidant activity of violet passion fruit with yellow passion fruit juice using the DPPH method that expressed as Inhibition Concentration 50 (IC50). Determination of antioxidant activity carried
out by measuring the decrease in DPPH absorption in various concentrations of the juice. The result showed that both of passion fruit forma have weak antioxidant activity with IC50 >50 µg/mL. Violet passion fruit forma have
antioxidant activity IC50 value of 2,74±0,39 mg/mL and IC50 value of 5,26±1,57
mg/mL for the yellow passion fruit forma. From the result of statistikal test showed that there are significant differences IC50 valuebetween the violet passion
fruit with the yellow passion fruit forma.
1 BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Perubahan kondisi lingkungan dan pola hidup masyarakat, terutama pola makan dan kebiasaan buruk di kota-kota besar pada negara berkembang seperti Indonesia menjadikan tubuh lebih rentan terkena berbagai jenis penyakit, khusunya penyakit-penyakit yang dipicu oleh radikal bebas. Radikal bebas dapat berasal dari dalam tubuh manusia sendiri maupun dari lingkungan sekitar, oleh karena itu dengan pola hidup yang tidak sehat dan didukung oleh kondisi lingkungan yang juga tidak sehat menyebabkan potensi terserangnya tubuh oleh radikal bebas semakin besar.
Radikal bebas merupakan atom atau molekul yang mempunyai satu atau lebih elektron bebas yang tidak berpasangan. Radikal bebas bersifat sangat reaktif, sehingga untuk menstabilkan dirinya molekul ini akan melakukan serangkaian reaksi oksidasi patogenik terhadap sel atau komponen sel seperti nukleotida, membran sel, lemak dan protein, sehingga sel akan mengalami disfungsi atau mutasi yang akhirnya berakibat pada timbulnya berbagai jenis penyakit degenaratif (Hernani dan Rahardjo, 2005). Radikal bebas diketahui dapat menginduksi penyakit kanker, arteriosklerosis dan penuaan, disebabkan oleh kerusakan jaringan karena oksidasi (Kikuzaki dan Nakatani, 1993).
(Pokorny dkk., 2001). Senyawa antioksidan memegang peranan penting dalam pertahanan tubuh terhadap pengaruh buruk yang disebabkan radikal bebas.
Di sisi lain, telah terjadi booming produk-produk yang berlabel antioksidan dan dikatakan dapat melawan kerja radikal bebas. Produk antioksidan yang banyak beredar merupkan produk antioksidan sintetik seperti BHA (butil hidroksi anisol), BHT (butil hidroksi toluen), PG (propel galat), dan TBHQ (tert-butil hidroquinon) yang berdasarkan beberapa penelitian dapat meningkatkan terjadinya karsinogenesis sehingga penggunaan antioksidan alami semakin gencar diperlukan (Amarowicz et al., 2000). Antioksidan sintetis memiliki efektivitas yang tinggi namun kurang aman bagi kesehatan sehingga pengunaannya diawasi secara ketat di berbagai negara (Pujimulyani, 2003). Produk-produk antioksidan ini dijual dengan harga yang cukup mahal. Padahal, komponen antioksidan terdapat di alam secara melimpah, baik dalam sayur-sayuran maupun buah-buahan. Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi buah dan sayuran yang cukup, berhubungan dengan tingkat kejadian yang lebih rendah terhadap jenis penyakit seperti kanker dan kardiovaskuler. Efek tersebut antara lain disebabkan adanya aktivitas antioksidan alami seperti vitamin C, E, betakaroten dan beberapa senyawa polifenol lain (Cos dkk., 2001). Banyak orang yang tidak menyadari hal ini karena belum paham betul apa yang dimaksud dengan antioksidan, jenis, kegunaan, dan bahan-bahan yang mengandungnya.
manis. Markisa memang bukan tanaman asli Indonesia namun dapat tumbuh subur di Indonesia khususnya di daerah dataran tinggi untuk markisa ungu dan dataran rendah untuk markisa kuning. Menurut Karsinah (2007) dan Verheij (1997), dalam 100 g buah markisa asam mengandung 69-80 g air, 2,3 g protein, 2,0 g lemak (hampir semuanya berada dalam biji), 16 g karbohidrat, 3,5 g serat, 10 mg Ca, 1,0 mg Fe, 20 SI vitamin A, sedikit sekali tiamin, 0,1 mg riboflavin, 1,5 mg niasin, dan 20-80 mg vitamin C.
Ada dua jenis forma markisa asam yang saat ini mulai dibudidayakan di Indonesia yang merupakan bahan baku utama industri pengolahan sirup markisa. Kedua forma markisa asam ini adalah markisa ungu dan markisa kuning. Baik markisa ungu maupun markisa kuning memiliki rasa yang tidak jauh berbeda, namun karena adanya perbedaan “forma” memungkinkan komposisi zat antara markisa ungu dan markisa kuning juga berbeda dan dapat mempengaruhi khasiatnya. Seperti yang disampaikan Karsinah (2007), terdapat perbedaan komposisi zat yang terkandung pada markisa ungu dan markisa kuning (Tabel 1).
Tabel 1. Komposisi markisa ungu dan markisa kuning
Komposisi Markisa ungu Markisa Kuning
Karotenoid 1,16 % 0,058 %
Flavonoid 1,06% 1%
Alkaloid 0,012% 0,7%
Vitamin C 88 mg/100g 75,09mg/100g
buah markisa ungu dengan sari buah markisa kuning. Dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan informasi kepada masyarakat mengenai ada atau tidaknya perbedaan antioksidan antara markisa ungu dan markisa kuning sehingga dapat dijadikan pertimbangan pemilihan dalam mengkonsumsi buah ini. Penelitian ini difokuskan hanya untuk menguji daya antioksidan masing-masing sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning, dan tidak dilakukan uji kualitatif maupun pemisahan senyawa tunggal yang bertanggung jawab sebagai antioksidan.
Metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning ini adalah metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) dengan menggunakan vitamin C sebagai kontrol
positif. Pemilihan metode ini karena metode ini dianggap akurat dalam mengukur aktivitas antioksidan pada buah dan ekstrak sayur (Kwok, 2003) dan juga relatif lebih sederhana (Hanani, 2005). Prinsip metode ini didasarkan pada kemampuan suatu antioksidan untuk mengurangi intensitas warna ungu radikal DPPH.
B. Perumusan Masalah
C. Keaslian Penelitian
Penelitian tentang daya antioksidan pada tanaman markisa yang diketahui pernah dilakukan oleh :
1. Ripa, et al., (2009) menguji menggunakan ekstrak daun dan batang tanaman markisa (Passiflora edulis) dengan pelarut petroleum eter dan kloroform. 2. Zeraik, et al., (2011) meneliti ekstrak metanol Passiflora alata pulp, dimana
aktivitas antioksidan ekstrak metanol buah diukur menggunkaan SIEFED (Spesific Immunological Extraction Followed by Enzymatic Detection).
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah bahwa pada penelitian ini akan dilakukan uji daya antoksidan pada buah markisa (sampel dalam bentuk sari buah) bukan pada batang ataupun daun dan juga dilakukan pada “forma” markisa ungu (P. edulis f. edulis Sims) dan markisa kuning (P.edulis Sims f. flavicarpa Deg) dengan menggunakan metode DPPH.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat teoritis
2. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang daya antioksidan sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning sehingga nantinya dapat menjadi pertimbangan bagi masyarakat untuk mengkonsumsi buah markisa sebagai sumber antioksidan alami.
E. Tujuan Penelitian
Mengetahui perbandingan daya antioksidan sari buah markisa ungu dengan sari buah markisa kuning yang dinyatakan sebagai IC50 menggunakan metode
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Markisa Ungu dan Markisa Kuning
1. Keterangan botani
Markisa asam (Passiflora edulis Sims) mempunyai nama umum granadilla atau passion fruit (Inggris), markisa (Indonesia), termasuk dalam famili Passifloraceae. Diperkirakan ada 500 spesies passiflora dalam famili Passifloraceae. Di antara spesies-spesies tersebut P.edulis Sims memiliki cirri-ciri spesifik markisa. Dalam spesies ini terdapat dua forma, yaitu:
a. Forma edulis (markisa ungu), yang termasuk forma ini adalah markisa asam dengan kulit buah berwarna ungu (violet), merah (red), atau hitam (black granadilla) disebut juga siuh atau violet passion fruit (Passiflora edulis f. edulis Sims).
b. Forma flavicarpa (markisa kuning), yaitu markisa asam dengan kulit buah berwarna kuning disebut juga rola atau yellow passion fruit (Passiflora edulis Sims f. flavicarpa Deg). Forma ini dapat beradaptasi di dataran rendah tropis (Karsinah,2010).
Jenis markisa asam yang dibudidayakan di Indonesia, masing-masing dapat dibedakan berdasarkan ciri-ciri sebagai berikut:
atau masak berwarna ungu tua, kulit buah agak tipis dan keras. Buah berbentuk bulat sampai bulat agak lonjong atau oval, berdiameter 4,6-5,7 cm, bobot 45-60 g, sari buah berwarna kuning oranye, rasanya asam-asam manis dengan aroma khas markisa yang kuat.
b. Markisa kuning (Passiflora edulis Sims f. flavicarpa Deg.). Bentuk daun menjari dengan ukuran daun lebih besar dan lebih tebal daripada markisa ungu. Ukuran bunga besar. Buah muda berwarna hijau, sedangkan buah tua berwarna kuning muda-kuning berbintik putih, kulit buh agak tebal dan agak keras. Buah berbentuk bulat sampai bulat agak lonjong atau oval, berdiameter 5-7 cm, bobot 55-130 g, sari buah berwarna kuning, rasanya asam manis dengan aroma seperti jambu biji (Karsinah,2010).
(a) (b)
(a) (b)
Gambar 1. Markisa ungu (a) dan markisa kuning (b) (Karsinah, 2007)
2. Ekologi dan penyebaran
Di Indonesia, markisa asam yang sudah dibudidayakan secara komersial adalah markisa ungu, yang ditanam di daerah dataran tinggi. Daerah penghasil markisa ungu masih terpusat di beberapa kabupaten di Provinsi Sumatera Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan. Selain markisa ungu, markisa kuning dapat dijumpai di daerah dataran rendah di Indonesia. Markisa kuning dapat dijumpai di daerah Pelabuhan Ratu, Sukabumi, dan Bogor (Jawa Barat); Simalungun, Langkat, dan Medan, (Sumatera Utara), serta di beberapa daerah lainnya (Karsinah,2010).
3. Kandungan kimia dan pemanfaatan buah markisa
B. Radikal Bebas
Menurut Soeatmaji (1998), Tilarso (2003) dan Hadi (2009), radikal bebas merupakan suatu senyawa atau molekul yang mengandung satu atau lebih elektron tidak berpasangan pada orbital luarnya yang mengakibatkan senyawa tersebut sangat reaktif mencari pasangan, dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang berada di sekitarnya.
Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol, menghasilkan ikatan silang (cross-link) pada DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul ini. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker, aterosklerosis, rematik, jantung koroner, dan katarak (Silalahi, 2006).
Mekanisme reaksi radikal bebas dari autooksidasi lipid dapat digambarkan sebagai tahap inisiasi, propagasi, dan terminasi. Selama tahap inisiasi dan propagasi, atom hidrogen tetangga dari rantai karbon dengan suatu ikatan rangkap diabstraksi dan radikal alkil yang terbentuk distabilkan oleh resonansi (Pokorni et al., 2001).
Tabel II. Beberapa macam Reactive Oxygen Species (ROS) dan antioksidan yang menetralkannya (Percival, 1998)
ROS Neutralizing Antioxidants Radikal Hidroksil Vitamin C, glutation, flavonoid, asam lipoat
Radikal Superoksida Vitamin C, glutation, flavonoid, superoksida dismutase Peroksida Hidrogen Vitamin C, glutation, flavonoid, beta karoten, vitamin E,
asam lipoat
C. Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektron dengan cuma-cuma kepada molekul radikal bebas tanpa terganggu sama sekali dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan bisa dihambat (Winarsi, 2007).
Antioksidan yang ada di alam dibagi atas tiga macam yaitu: (1) antioksidan yang dibuat oleh tubuh kita sendiri yang berupa enzim antara lain superoksidadismutase, glutathinoneperoxidase, peroxsidase dan katalase, (2) antioksidan alami yang dapat diperoleh dari tanaman atau hewan, yaitu tokoferol, vitamin C, betakaroten, flavonoid dan senyawa fenolik, (3) antioksidan sintetik dibuat dari bahan-bahan kimia yaitu Butylated hidroxy-anisole (BHA), Butylated hidroxy-toluene (BHT), Propylgallate (PG), yang ditambahkan dalam makanan
untuk mencegah kerusakan lemak (Kumalaningsih, 2006).
Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase (Winarsi, 2007).
Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara (Huang, et al., 2005), yaitu sebagai berikut:
1. penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E, 2. pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,
3. inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen, dan
4. kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation peroksidase.
Vitamin C merupakan antioksidan yang larut dalam air. Vitamin C bekerja sebagai donor elektron, dengan cara memindahkan suatu elektron ke senyawa logam Cu. Selain itu, juga dapat menyumbangkan elektron ke dalam reaksi biokimia intraseluler dab ekstraseluler (Levine, et al.,1995). Antioksidan vitamin C mampu bereaksi dengan radikal bebas, kemudian mengubahnya menjadi radikal askorbil.
Menurut Shivaprasad, Mohan, Kharya, Shiradkar, dan Lakshman (2005) ada beberapa metode uji aktivitas antioksidan secara spektrofotometri yang dilakukan secara in-vitro.
1. Metode conjugated diene
metode ini adalah selama oksidasi asam linoleat, ikatan rangkap terkonversi ke bentuk ikatan rangkap terkonjugasi, yang dikarakterisasi dengan absorpsi kuat pada panjang gelombang UV 234 nm. Aktivitasnya diekspresikan dengan istilah inhibitory concentration (IC50).
2. Metode penangkapan radikal hidroksil
Kapasitas penangkapan radikal hidroksil dari suatu ekstrak berhubungan langsung dengan aktivitas antioksidannya. Metode ini memerlukan generation invitro dari radikal hidroksil menggunakan Fe3+/ascorbate/EDTA/H2O2
menggunakan reaksi Fenton. Penangkapan radikal hidroksil sebagai tanda adanya aktivitas antioksidan. Radikal hidroksil akan bereaksi dengan dimetil sulfoksida (DMSO) untuk membentuk formaldehid. Formaldehid akan menghasilkan warna kuning dengan reagen Nash (2 M ammonium asetat dengan 0,05 M asam asetat dan 0,02 M asetil aseton dalam air destilasi). Intensitas warna kuning diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang 412 nm. Aktivitas antioksidan diekspresikan dengan %penangkapan radikal hidroksil.
3. Metode ferric reducing ability of plasma (FRAP)
Aktivitas antioksidan diestimasi dengan mengukur peningkatan absorbansi dari pembentukan ion-ion fero dari reagen FRAP yang mengandung 2,4,6- tri (2-piridil)-s triazin (TPTZ) dan FeCl3.6H2O. Absorbansi diukur secara
spektrofotometri pada 595 nm.
4. Metode trapping antioxidant parameter (TRAP)
2,2’-azo-bis (2-amidino-propan) hidroklorida (ABAP) sebagai generator radikal. Reaksi pemadaman ini diukur sebagai adanya aktivitas antioksidan (Shivaprasad, et al., 2005).
D. Metode DPPH
Pengujian penangkapan radikal pada metode ini dilakukan dengan cara mengukur penangkapan radikal sintetik dalam pelarut polar seperti metanol atau etanol pada suhu kamar. Radikal sintetik yang sering digunakan adalah DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) dan ABTS (2,2-azinobis (3-etil benzotiazolin-asam sulfonat). Dasar dari metode ini adalah kemampuan suatu senyawa untuk menagkap radikal DPPH. DPPH memberikan warna violet pada panjang gelombang 515 nm diukur menggunakan spektrofotometer visible (Pokorny et al., 2001).
Penangkapan radikal bebas menyebabkan elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil, yaitu warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang (Molyneux, 2004). Metode DPPH merupakan salah satu metode yang akurat mengukur aktivitas antioksidan pada buah dan ekstrak sayur (Antolovic cit Kwok, 2003).
Menurut Ariyanto cit Nusarini (2007), tingkat kekuatan antioksidan senyawa uji menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut IC50 (Tabel
III).
Tabel III. Tingkat kekuatan antioksidan dengan metode DPPH Intensitas Nilai IC50
Sangat kuat <50 µg/mL
Kuat 50-100 µg/mL Sedang 101-150 µg/mL Lemah 150 µg/mL
E. Spektrofotometri UV-Visibel
Spektrofotometer UV-visibel merupakan teknik analisis yang memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm) dan sinar tampak (380-780 nm) dengan menggunakan instrumen spektrofotometer. Distribusi elektron di dalam suatu senyawa organik secara umum yang dikenal sebagai orbital elektron pi (π), sigma (α) dan elektron tidak berpasangan (n). Apabila pada molekul dikenakan radiasi elektromagnetik maka akan terjadi eksitasi elektron ke tingkat elektron yang lebih tinggi yang dikenal sebagai orbital elektron anti bonding (Mulja dan Suharman, 1995).
1. Sinar dari sumber radiasi diteruskan menuju monokromator,
2. monokromator sebagai penyeleksi panjang gelombang dengan mengubah cahaya yang berasal dari sumber sinar polikromatis menjadi cahaya monokromatis,
3. cahaya monokromatis kemudian dilewatkan pada sampel. Digunakan kuvet untuk meletakkan sampel, kuvet biasa terbuat dari gelas atau kuarsa transparan,
4. detektor berfungsi menangkap cahaya yang diteruskan dari sampel dan mengubahnya menjadi arus listrik,
5. meter/pencatat akan menangkap besarnya isyarat listrik yang berasal dari detektor (Sastrohamidjodjo, 2001).
Gambar 3. Diagram spektrofotometer UV-Vis (Sastrohamidjodjo, 2001)
Interaksi antara senyawa yang mempunyai gugus kromofor dengan radiasi elektromagnetik pada daerah UV-Vis (200-800 nm) akan menghasilkan transisi elektromagnetik dan spektra absorbansi elektromagnetik, jumlah radiasi elektromagnetik yang diserap akan sebanding dengan jumlah molekul penyerapnya, sehingga spektra absorbansi dapat digunakan untuk analisis kuantitaf. Kuantitas energi yang diserap oleh suatu senyawa berbanding terbalik dengan panjang gelombang radiasi (Fesenden dan Fesenden, 1995).
Analisis spektrofotometer UV-Vis melibatkan pembacaan absorban radiasi elektromagnetik oleh molekul atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan.
Keduanya dikenal sebagai absorban (A) dan transmitan dengan satuan persen. Hubungan antara intensitas radiasi elektromagnetik yang diserap oleh sistem (I0)
dengan intensitas radiasi yang ditransmisikan (It) yang dijelaskan melalui hukum
Lambert-Beer:
= = 10 . . (1)
= log = . . (2) Dengan T = persen transmitan; Io = intensitas radiasi yang datang; It = intensitas
radiasi yang diteruskan ; ε = daya serap molar (L. mol -1
,cm-1); c = konsentrasi (mol/L); b = panjang sel (cm); A = serapan.
Jika konsentrasi (c) dalam mol/L dan panjang sel dalam cm, persamaannya menjadi
= . . (3) Jika konsentrasi (c) dalam g/L, persamaannya menjadi
= . . (4) Jika a adalah daya serap, hubungan dengan daya serap molar ditunjukan dengan persamaan
= . (5) Dimana M adalah bobot molekul (Silverstein,1991).
Kromofor merupakan grup kovalen yang tidak jenuh (unsaturated) yang bertanggung jawab atas serapan elektron, contoh: C=C, C=O, NO2. Auksokrom
gelombang yang lebih panjang karena penggantian (substitusi) atau efek pelarut (pergeseran merah). Pergeseran hipokromik adalah pergeseran serapan ke panjang gelombang yang lebih pendek karena penggantian (substitusi) atau efek pelarut (pergeseran biru) (Silverstein, 1991).
Gambar 4. Gugus kromofor dan auksokrom DPPH (Prakash et al., 2001)
F. Validasi Metode Analisis
Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan jaminan dan membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan memenuhi syarat untuk penggunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007).
kesetaraan antar 2 metode seperti metode baru dan metode baku (Gandjar dan Rohman, 2007). Parameter-parameter yang harus dipertimbangkan dalam validasi metode analisis antaralain spesifisitas, linearitas, akurasi, presisi, LOD dan LOQ.
Perbedaan prosedur pengujian suatu analit membutuhkan parameter validasi yang berbeda. Kategori pengujian yang paling umum adalah yang data validasinya dibutuhkan menurut USP-NF (United States Pharmacopendial Convention, 2007).
Akurasi adalah ketepatan prosedur analisis yang menyatakan kedekatan antara suatu nilai yang sebenarnya atau nilai referensi dengan nilai yang ditemukan. Akurasi dinyatakan sebagai persen perolehan kembali (recovery) analit yang ditambahkan (Mulja dan Hanwar, 2003).
Tabel IV. Rentang akurasi yang masih dapat diterima
Analit pada matrik sampel (%) Rata-rata yang diperoleh (%)
Tabel V. Rentang koefisien variasi (KV) yang masih dapat diterima
Analit pada matrik sampel (%) KV (%)
>1 2,5
0,001 5
0,000.1 (1 ppm) 16 0,000.000.1 (1 ppb) 32
(Harmita, 2004). Linearitas dari suatu prosedur analisis merupakan kemampuannya (pada rentang tertentu) untuk mendapatkan hasil uji yang secara langsung proporsional dengan konsentrasi (jumlah) analit di dalam sampel. Jika nilai r ≥0,99 (APVMA, 2004) maka dapat memiliki linearitas yang baik.
Spesifisitas dari suatu metode analisis merupakan kemampuan metode yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita, 2004).
G. Landasan Teori
Radikal bebas merupakan senyawa yang memiliki elektron yang tidak berpasangan sehingga brsifat sangat reaktif menari pasangan dengan cara menyerang dan mengikat elektron molekul yang ada di sekitarnya. Sebagai dampak kerja radikal bebas tersebut, akan terbentuk radikal bebas yang baru. Hal ini menyebabkan berbagai macam kerusakan sel dan menyebabkan berbagai jenis penyakit. Oleh karena itu, dibutuhkan antioksidan yang merupakan senyawa penghambat atau penunda reaksi radikal bebas tersebut.
eksplorasi sumber antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan yang bersifat lebih aman.
Markisa diketahui memiliki kandungan vitamin C yang cukup tinggi. Selain itu, beberapa sumber menyebutkan bahwa buah markisa memiliki beberapa kandungan senyawa lain yang berpotensi sebagai penangkap radikal bebas. Secara spesifik markisa asam, yaitu forma markisa ungu dan markisa kuning mengandung karotenoid, flavonoid, dan alkaloid. Senyawa-senyawa ini merupakan antioksidan alami yang berpotensi untuk mencegah efek buruk yang ditimbulkan oleh radikal bebas. Kedua forma markisa ini mempunyai komposisi kandungan kimia yang berbeda, yaitu karotenoid 1,160%, flavonoid 1,060%, dan alkaloid 0,012% pada markisa ungu, sedangkan karotenoid 0,058%, flavonoid 1,000%, alkaloid 0,700% untuk markisa kuning. Berdasarkan komposisi kandungan kimia dan juga tempat tumbuh yang berbeda, sehingga dapat dimungkinkan bahwa daya antioksidan yang dimiliki oleh kedua forma markisa asam ini juga berbeda. Oleh karena itu, dilakukan penelitian untuk mengetahui perbandingan daya antioksidannya.
Metode yang digunakan untuk mengukur aktivitas antioksidan sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning ini adalah metode DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) dengan menggunakan vitamin C sebagai kontrol
akibat direduksinya radikal tersebut oleh antioksidan (Pokorny, Yanishlieva, Gordon, 2001).
H.Hipotesis
23 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimental murni.
B. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah konsentrasi sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning.
2. Variabel tergantung
Variabel tergantung adalah kemampuan sari markisa ungu dan kuning untuk menetralkan radikal DPPH yang dinyatakan sebagai % IC.
3. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Tempat tumbuh tanaman jenis markisa ungu dan kuning, umur markisa, bahan kimia, dan alat yang digunakan.
b. Variabel pengacau tak terkendali. Suhu, cahaya matahari, dan cuaca.
C. Definisi Operasional
2. Tanaman markisa kuning merupakan forma dari varietas tanaman markisa asam. markisa kuning ( Passiflora edulis f. flavicarpa Deg) diperoleh dari kebun markisa organik Bapak Supardi di Desa Bener, Tegalrejo, Yogyakarta. 3. Isi buah berupa biji yang terbungkus salut berisi cairan warna kuning hingga
orange.
4. Sari buah markisa merupakan cairan berwarna kuning hingga orange yang mempunyai rasa manis asam dengan aroma khas markisa, diperoleh dengan cara memblender dan menambahkan aquades sejumlah volume penimbangan kemudian memisahkan bagian serat serta biji melalui proses penyaringan. 5. Persen inhibition concentration (%IC) adalah persen yang menyatakan
kemampuan sari buah markisa ungu dan kuning untuk menetralkan radikal DPPH.
6. IC50, yaitu konsentrasi sari markisa ungu dan kuning yang dibutuhkan untuk
menangkap 50% radikal bebas DPPH.
7. Larutan kontrol merupakan larutan yang terdiri dari 0,95 ml DPPH dan 2,15 ml metanol.
8. Larutan uji merupakan larutan kontrol yang telah ditambah sari buah markisa ungu maupun sari buah markisa kuning dari buah yang dipanen pada umur 85 dan 95 hari setelah bunga mekar.
D.Bahan Penelitian
Bener, Tegalrejo, Yogyakarta, 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) p.a. Sigma Chem. Co., USA, metanol p.a (Merck), vitamin C p.a (Merck), aluminium foil, kain tetron dan aquadest.
E.Alat-Alat Penelitian
Spektrofotometer UV-Vis Optima SP-3000, timbangan SBC 22 (Scaltec), mikropipet 50 µl-200 µl, 200-1000 µl (Socorex), makropipet 1 ml- 10 ml, tabung reaksi (Pyrex-Germany), vortex (Janke & Kunkel), flakon bertutup, blender; penyaring vakum, dan alat-alat gelas yang lazim digunakan.
F. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi tanaman
Determinasi sampel buah markisa ungu dan buah markisa kuning yang digunakan berdasarkan pengamatan ciri morfologinya dan dilakukan berdasarkan acuan Karsinah, Hutabarat, dan Manshur (2010).
2. Pengambilan sampel
3. Penyiapan bahan uji
Persiapan uji penangkapan radikal bebas DPPH
a. Pembuatan dan pengenceran sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning. Sebanyak masing-masing 50 gram isi buah markisa ungu dan buah markisa kuning dihancurkan dengan blender dengan penambahan aquades untuk membantu proses penyarian. Sari buah yang diperoleh kemudian disaring menggunakan penyaring Buchner dengan dilapisi kain tetron. Dilakukan pengenceran sari dengan mengambil sebanyak 0,5 ml sari dan dimasukkan ke dalam labu ukur 10,0 mL kemudian ditambahkan metanol hingga tanda. Dilakukan replikasi sebanyak 5x untuk masing-masing sampel yang dimulai dari tahap penimbangan.
b. Pembuatan sari uji buah markisa ungu dan markisa kuning. Sari yang telah diencerkan kemudian digojog selama 1 menit dan didiamkan selama 30 menit hingga terbentuk endapan. Dipipet cairan metanol (bagian atas) sebanyak 600 µL, 700 µL, 800 µL, 900 µL, dan 1000 µL, dan ditambahkan dengan metanol p.a hingga volume 5 mL, sehingga diperoleh konsentrasi untuk setiap replikasi yang dituliskan pada lampiran 5.
d. Pembuatan larutan DPPH dan pembanding. 1). Pembuatan larutan DPPH
DPPH (2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl) ditimbang sebanyak 22,4 mg dan dilarutkan dengan metanol di dalam labu ukur sampai 250,0 mL. diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 0,228 mM. Larutan tersebut ditutup dengan menggunakan alumunium foil dan selalu dibuat baru. 2). Pembuatan pembanding vitamin C 1 mM
Sebanyak 17,61 mg vit C ditimbang seksama dan dilarutkan dengan aquades dalam labu ukur 10,0 mL. Dari larutan tersebut dibuat larutan intermediet dengan mengambil 1 ml kemudian ditambahkan aquades hingga 10 mL. Diambil sebanyak 200; 225; 250; 275; dan 300 µL larutan intermediet vitamin C dan dimasukan ke dalam labu ukur 5,0 mL kemudian ditambahkan dengan aquades hingga tanda, sehingga diperoleh konsentrasi larutan 7,044; 7,925; 8,805; 9,86; dan 10,566 µg/mL. Larutan harus selalu dibuat baru .
e. Pengujian dengan metode DPPH. 1). Penentuan Operating Time
0,95 mL larutan DPPH dan 600; 800; 1000 µL sari buah markisa ungu dan kuning kemudian ditambahkan metanol hingga volume akhir 4,0 mL. 2). Penentuan panjang gelombang serapan maksimum
Pipet sebanyak 0,95; 1,9; dan 3,8 mL larutan DPPH dan ditambah metanol hingga volume akhir 4,0 mL. larutan vortek selama 30 detik kemudian scanning panjang gelombang serapan maksimum dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 400-600 nm.
3). Penentuan aktivitas antioksidan
a) Pengukuran absorbansi larutan DPPH (kontrol), pipet sebanyak 0,95 mL larutan DPPH dan ditambahkan metanol hingga volume akhir 4,0 mL. kemudian larutan tersebut didiamkan selama OT dan dibaca absorbansinya pada panjang gelombang serapan maksimum. Pengerjaan dilakukan sebanyak 5 kali.
4. Analisis data
a. Validasi metode uji aktivitas antioksidan. Hasil pengukuran absorbansi divalidasi akurasi (%recovery), presisi (%CV), spesifisitas (spektra kontrol), dan linearitas (nilai r)
%Recovery = 100% …...(6)
%CV = ( ) x 100% ………..(7)
b. Aktivitas antioksidan. Data absorbansi sampel dan senyawa kontrol digunakan untuk menghitung %IC dan IC50, dengan menggunakan persamaan
garis regresi linear antara masing-masing konsentrasi sari buah markisa ungu atau sari buah markisa kuning (sumbu x) dengan % inhibisi (sumbu Y). Persamaan regresi linier y= bx + a. Kemudian dilakukan uji T untuk menentukan signifikansi perbedaan nilai IC50 sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning yang
30 BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Determinasi Tanaman
Hal pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah determinasi tanaman markisa ungu dan tanaman markisa kuning. Tujuan dari determinasi tanaman tersebut adalah untuk mengetahui kebenaran identitas tanaman yang digunakan untuk proses pengujian aktivitas antioksidan dalam penelitian ini. Mengetahui secara pasti kebenaran identitas tanaman yang digunakan dapat menghindarkan adanya kemungkinan kesalahan dalam pengambilan sampel pada analisis fitokimia (Harborne, 1987). Determinasi tanaman markisa ungu dan markisa kuning ini menggunakan acuan Karsinah, Hutabarat, dan Manshur (2010).
Dari hasil determinasi tersebut (lampiran 1) dapat dinyatakan bahwa sampel buah markisa ungu dan sampel buah markis kuning yang digunakan dalam penelitian ini benar-benar diambil dari varietas markisa asam forma markisa ungu (Passiflora edulis f. edulis Sims) dan forma markisa kuning (Passiflora edulis f. flavicarpa Deg).
B. Hasil Pengumpulan Bahan
perantara jasa pengiriman kilat. Buah markisa kuning diperoleh dari Kebun Oarkisa organik, Desa Bener, Tegalrejo, Yogyakarta.
Karena adanya perbedaan habitat tempat tumbuh antara markisa ungu dan markisa kuning, sampel tidak dapat diperoleh dari satu tempat yang sama. Markisa ungu tumbuh subur di daerah subtropis dan di dataran tinggi tropis pada ketinggian 700-2.000 m dpl., curah hujan 2.000-3.000mm/tahun, dan suhu 18-25ºC (Karsinah, 2007). Kriteria ini sesuai dengan keadaan georafis daerah Tanah Toraja sehingga markisa ungu dapat tumbuh subur di daerah ini. Perkebunan markisa Tanah Toraja ini digunakan sebagai pusat budidaya markisa ungu dimana buah hasil budidaya ini digunakan sebagai bahan pembuatan sirup markisa khas dari Tanah Toraja, Sulawesi Selatan. Untuk memperoleh buah markisa ungu sebagai sampel, digunakan jasa pengiriman khusus dari Tanah Toraja ke Yogyakarta dengan memperhatikan cara pengemasan yang dapat melindungi buah dengan baik sehingga dapat menjamin kualitas buah hingga di tempat tujuan. Bahan yang digunakan dalam pengemasan harus bersih dan memiliki mutu yang cukup untuk mencegah kerusakan eksternal maupun internal buah. Markisa dikemas dalam kontainer sesuai dengan rekomendasi internasional untuk pengemasan dan pengangkutan buah dan sayur segar sesuai yang dicantumkan dalam ketentuan pengemasan SNI (Standar Nasional Indonesia) tahun 2009 yang dibuat oleh BSN (Badan Standarisasi Nasional) khusus untuk buah markisa.
mudah di sekitar daerah Yogyakarta khususnya di kebun markisa organik Bapak Supardi. Buah markisa kuning dari kebun markisa organik ini juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan sirup markisa “Malioboro Manis” yang telah mempunyai ijin dari Dinas Kesehatan RI sehingga dapat dipastikan bahwa buah yang digunakan mempunyai kualitas yang baik. Berdasarkan hasil observasi untuk buah markisa kuning di kebun markisa milik Bapak Supardi, ditemukan kendala mengenai adanya perkawinan silang pada tanaman markisa kuning yang terjadi secara alami. Hal ini menyebabkan dalam tanaman markisa kuning ditemukan buah dengan variasi warna isi buah yang berbeda, yaitu dari warna orange hingga warna kuning, namun tetap merupakan forma markisa kuning. Adanya perbedaan warna ini dapat memberikan nilai variasi yang cukup tinggi pada hasil pengukuran sampel sehingga dapat menyebabkan nilai CV yang cukup tinggi. Untuk mengatasi permasalahan ini, peneliti menetukan batasan tertentu dalam pemilihan sampel markisa kuning, yaitu secara kualitatif yaitu dengan melihat persamaan warna isi buah pada makisa kuning, warna isi buah markisa kuning yang dipilih adalah warna kuning dan tidak mengambil warna isi buah yang orange untuk meminimalkan variasi pada hasil pengukuran.
karakterisik fisik dan kimia yang baik (Karsinah, 2007). Buah yang telah diperoleh kemudian kemudian langsung dibawa ke laboratorium untuk proses preparasi.
C. Hasil Preparasi Sampel
Proses preparasi sampel dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning yang diduga mengandung senyawa antioksidan. Pemilihan sari buah sebagai objek penelitian ini disesuaikan dengan aplikasi pemanfaatan buah markisa oleh masyarakat sebagai bagian yang dikonsumsi. Pada beberapa penelitian sebelumnya, peneliti menggunakan metode spray dryer dan freeze dryer untuk membuat serbuk dari sari buah markisa. Hal
ini bertujuan untuk meningkatkan stabilitas penyimpanan sampel agar tidak mudah rusak. Pada metode spray dryer, pembuatan sari buah menjadi serbuk menggunakan aplikasi panas pada rentang suhu yang cukup tinggi, padahal dalam penelitian ini akan meneliti aktivitas antioksidan dari senyawa yang rentan terhadap pengaruh suhu sehingga ditakutkan dapat mempengaruhi stabilitas fisik dan kimiawi kandungan senyawa dalam sari buah. Pada penggunaan metode spray dryer maupun freeze dryer juga diperlukan penambahan bahan-bahan lain seperti
Sampel yang digunakan dalam preparasi merupakan buah segar untuk menjaga kestabilan kandungan kimia dalam buah. Buah markisa digolongkan kedalam buah klimaterik karena pola respirasi markisa meningkat seiring dengan perubahan akibat pematangan seperti pelunakan daging buah atau perubahan pigmen warna, oleh karena itu penting untuk langsung melakukan preparasi setelah buah diperoleh untuk meminimalkan pola respirasi tersebut yang dapat mempengaruhi kandungan kimia sari buah.
sari yang diperoleh tidak terlalu kental. Alat-alat yang digunakan dipastikan kering sebelum digunakan kembali oleh karena itu digunakan hair dryer untuk mempercepat proses pengeringan.
karena kandungan TSS (Total Soluble Solid) pada markis kuning lebih banyak dibandingkan pada markisa ungu (Karsinah et al., 2007).
Gambar 5. Perbedaan warna sari pada markisa ungu (MU) dan markisa kuning (MK)
Tabel VI. Volume sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning
Replikasi I Replikasi karena pada proses blenderisasi dilakukan penambahan aquades sesuai volume penimbangan yang diperoleh. Dari sari yang diperoleh kemudian dilakukan pengenceran dengan tujuan agar ketika direaksikan dengan DPPH, sari memiliki rentang absorbansi sesuai persyaratan menurut hukum Lambert-Beer 0,2-0,8. Pada proses pembuatan larutan induk, yaitu dengan memasukan masing-masing 0,5 mL sari markisa ungu dan sari markisa kuning ke dalam labu ukur 10,0 mL yang ditambahkan metanol hingga tanda, terbentuk 2 lapisan, yaitu lapisan atas yang berupa cairan bening berwarna kekuningan dengan lapisan bawah yang
berupa endapan (Gambar. 6). Endapan yang terbentuk merupakan protein dan patih yang terkandung dalam buah markisa. Tanpa penambahan metanol sekalipun senyawa-senyawa ini tetap akan mengendap namun secara perlahan dan dalam waktu yang cukup lama. Hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan penyimpanan pada sari buah dalam jangka waktu tertentu yang juga telah dilakukan oleh peneliti. Akan terlihat adanya endapan yang terbentuk setelah sari disimpan selama 1 hari tanpa penambahan metanol. Untuk itu metanol yang digunakan dalam penelitian ini, selain sebagai pelarut untuk mengencerkan sari juga berperan dalam mempercepat pengendapan protein dan pektin sehingga diperoleh cairan sari yang bening dan tidak mengganggu proses pengukuran absorbansi menggunakan spektrofotometer visibel.
Gambar 6. Pengendapan protein, pati, dan pektin yang terkandung dalam isi buah Ket: markisa Ungu (MU) dan markisa kuning (MK)
D. Hasil Optimasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan
DPPH sangat luas digunakan untuk menguji kemampuan suatu senyawa
yang bekerja sebagai penangkap radikal bebas atau donor hidrogen, dan untuk
mengevaluasi aktivitas antioksidan. Dalam penelitian ini dipilih menggunakan
metode DPPH karena merupakan metode yang mudah, cepat, dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak tanaman (Koleva, et al., 2002; Prakash, et al., 2010). Pada metode ini absorbansi yang diukur adalah
absorbansi larutan DPPH yang tidak bereaksi dengan senyawa antioksidan pada panjang gelombang 515 nm (Andayani, Lisawati, dan Maimunah, 2003; Hanani, Mun’im, dan Sekarini, 2005). Peneliti perlu melakukan scanning λmaks pada
pelarut, sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning, vitamin C pada λ
400-600 nm untuk memastikan bahwa tidak ada gangguan pengukuran pada daerah λmaks DPPH yang dapat menyebabkan hasil pengukuran absorbansi DPPH
menjadi tidak akurat. Dari hasil scanning pada λ 400-600 nm (Lampiran 6) tidak menunjukkan adanya gangguan yang ditandai dengan tidak adanya peak yang terbentuk oleh karena itu metode DPPH dapat dilanjutkan untuk menguji aktivitas antioksidan sari buah markisa ungu dan sari buah markisa kuning.
1. Penentuan OT metode uji aktivitas antioksidan
yaitu konsentrasi rendah, tengah, dan tinggi. Hal ini bertujuan untuk mewakili 5 konsentrasi yang akan digunakan ketika dilakukan pengukuran aktivitas antioksidan untuk sampel maupun larutan pembanding. Pengukuran operating time dilakukan pada panjang gelombang 515 nm selama 60 menit.
Gambar 7. Hasil grafik penentuan OT vitamin C
Gambar 8. Hasil grafik penetuan OT markisa ungu
0
Penentuan OT M arkisa Ungu
2.328 m g/ m l
3.104 m g/ m l
Gambar 9. Hasil grafik penentuan OT markisa kuning
Dari hasil penentuan OT pada larutan pembanding maupun larutan uji terlihat pada Gambar 6, 7, dan 8, yaitu untuk vitamin C pada menit ke-10 hingga menit ke-60, markisa ungu pada menit ke-24 hingga menit ke-50 untuk konsentrasi rendah dan menit ke-18 hingga menit ke-50 untuk konsentrasi tengah dan tinggi. Untuk OT pada markisa ungu dipilih dari menit ke-24 hingga menit ke-50 untuk menjamin agar semua DPPH telah bereaksi dengan sempurna dengan senyawa antioksidan yang terdapat dalam markisa ungu. OT untuk markisa kuning diperoleh dari menit ke-16 hingga menit ke-38 untuk konsentrasi rendah, dari menit ke-14 hingga menit ke-36 untuk konsentrasi tengah, dan menit ke-12 hingga menit ke-32 untuk konsentrasi rendah, sehingga untuk markisa kuning dipilih OT dari menit ke-16 hingga menit ke-32 untuk waktu pereaksian DPPH dengan sampel. Untuk penentuan OT, terdapat perbedaan perlakuan antara vitamin C dan larutan uji sari markisa. Pengukuran OT vitamin C dilakukan dengan mengukur larutan setiap 5 menit selama 1 jam sedangkan untuk larutan sari diukur secara berkesinambungan selama 1 jam dengan pengaturan alat agar
0.44
Penentuan OT M arkisa Kuning
2.124 m g/ m l
2.832 m g/ m l
pembacaan absorbansi dilakukan setiap 5 menit. Perbedaan perlakuan ini didasarkan pada hasil orientasi yang menunjukkan ketidak stabilan vitamin C (terjadi kenaikan absorbansi setelah 5 menit pengukuran) ketika dilakukan pengukuran dengan cara berkesinambungan selama 1 jam atau dengan memaparkan sinar visibel secara terus menerus selama satu jam. Berbeda dengan hasil orientasi pada larutan uji yaitu sari buah, larutan uji tetap menunjukkan kestabilan hingga menit tertentu dan kemudian pada menit selanjutnya baru terjadi kenaikan absorbansi. Untuk itu penetapan OT untuk sari buah diusahakan dilakukan pada rentang dimana diperoleh absorbansi yang stabil.
2. Penentuan λmaks metode uji aktivitas antioksidan
Tujuan dalam menentukan panjang gelombang serapan maksimum adalah untuk mencari panjang gelombang dimana dengan adanya sedikit perubahan konsentrasi akan memberikan perubahan absorbansi yang besar sehingga dapat diperoleh sensitivitas analisis yang maksimum.
nm (Pokorny, 2001). Dari hasil pengukuran diperoleh serapan maksimum DPPH untuk ketiga seri konsentrasi yaitu 515 nm dan hasil pengukuran menunjukan bahwa seiring pertambahan konsentrasi, nilai absorbansi semakin meningkat.
Gambar 10. Spektra panjang gelombang serapan maksimum DPPH pada konsentrasi 0,054 mM
Gambar 11. Spektra panjang gelombang serapan maksimum DPPH pada konsentrasi 0,11mM
E. Hasil Validasi Metode Uji Aktivitas Antioksidan
Validasi metode analisis merupakan suatu prosedur yang digunakan dengan tujuan untuk memberikan jaminan dan membuktikan bahwa metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini dapat memenuhi syarat untuk penggunaannya (Gandjar dan Rohman, 2007).
Gambar 13. Kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan vitamin C
Gambar 14. Kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan sari markisa ungu
0.0014 0.0016 0.0018 0.002 0.0022 0.0024 0.0026
%
Kurva Persamaan Regresi Linear Aktivitas Antioksidan Vitamin C
Gambar 15. Kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan sari markisa kuning
Gambar 13 ,14 dan 15 menunjukkan korelasi yang baik antara konsentrasi vitamin c dan larutan uji dengan %IC dengan nilai koefisien korelasi (r) mendekati satu yang berarti semakin besar konsentrasi vitamin C maupun larutan uji maka semakin besar pula %IC yang dihasilkan.
1. Akurasi
Tujuan penetapan parameter akurasi dalam metode validasi adalah untuk menunjukkan kedekatan hasil analis dengan kadar analit yang sebenarnya. Penilaian akurasi didasarkan pada nilai perolehan kembali (%recovery) hubungan antara seri konsentrasi vitamin C, larutan uji markisa ungu dan larutan uji markisa kuning dengan aktivitas antioksidan yang diperoleh.
y = 10.42x + 10.79
Tabel VII. Hasil %Recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan vitamin C
Tabel VIII. Hasil %Recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan sari markisa ungu
Tabel IX. Hasil %Recovery dan %CV uji aktivitas antioksidan sari markisa kuning
2. Presisi
Tujuan penetapan parameter presisi dalam metode validasi adalah untuk menunjukkan derajad kesesuaian antara hasil uji individual yang diperoleh dari pengambilan sampel berulang yang telah dihomogenkan dengan suatu metode analisis (Snyder et al., 1997). Penilaian presisi didasarkan pada koefisien variasi (CV) yang diperoleh dari pengulangan pengukuran suatu sampel. Dari data pada tabel VII, VIII, dan IX diperoleh, %CV vitamin C berada dalam rentang 1,3%-4,6%, larutan uji sari markisa ungu berada dalam rentang 1,2%-4,8%, dan untuk larutan uji sari markisa kuning berada dalam rentang 2,1%-4,9%. Persyaratan % CV yang baik untuk kadar sekitar 10 ppm harus ≤5%, sehingga dapat dikatakan persyaratan %CV untuk vitamin C terpenuhi. Untuk persyaratan rentang %CV yang baik untuk bahan alam adalah ≤15% sehingga dapat dikatakan bahwa persyaratan %CV untuk sari markisa ungu dan sari markisa kuning juga terpenuhi. Dari hasil penetapan parameter presisi ini, dapat disimpulkan bahwa metode ini memiliki presisi yang baik karena telah memenuhi persyaratan yang telah ditentukan.
3. Linearitas
replikasi I yaitu r = 0,9979, larutan uji sari markisa ungu diperoleh dari replikasi II yaitu r = 0,9951 dan untuk larutan uji sari markisa kuning diperoleh dari replikasi IV, yaitu r = 0,9993. Berdasarkan persyaratan linearitas menurut APVMA tahun 2004, persyaratan linearitas yang baik adalah ≥0,99. Berdasarkan persyaratan tersebut dapat dismpulkan bahwa nilai r untuk vitamin C, sari markisa ungu dan sari markisa kuning, memiliki linearitas yang baik.
4. Spesifisitas
Tujuan penetapan parameter spesifisitas dalam metode validasi adalah untuk melihat kemampuannya yang hanya mengukur zat tertentu saja secara cermat dan seksama dengan adanya komponen lain yang mungkin ada dalam matriks sampel (Harmita,2004). Uji dilakukan dengan pengukuran larutan vitamin C, larutan uji sari markisa ungu dan sari markisa kuning, juga pelarut yang digunakan pada λ 400-600 nm apakah memberikan serapan yang dapat mengganggu pengukuran absorbansi DPPH atau tidak.
Dari hasil scanning (Lampiran 6) terlihat bahwa baik larutan vitamin C, larutan uji sari markisa ungu, sari markisa kuning dan pelarut, tidak menunjukkan adanya gangguan terhadap absorbansi DPPH yang dibuktikan dengan tidak adanya spektra yang terbentuk. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa metode ini memiliki spesifisitas yang baik.
F. Hasil Estimasi Aktivitas Antioksidan dengan Radikal DPPH
ungu dan sari buah markisa kuning. Dalam metode ini, aktivitas antioksidan diperoleh dengan menghitung rasio penurunan absorbansi radikal DPPH pada senyawa uji yang diduga mempunyai aktivitas antioksidan dibandingkan dengan absorbansi kontrol yang tidak diberi senyawa uji (Molyneux, 2004). Aktivitas antioksidan yang diperoleh dinyatakan dengan IC50 yang merupakan konsentrasi
senyawa antioksidan yang diperlukan untuk mengurangi radikal DPPH sebesar 50% (Zou et al., 2004). Nilai IC50 diperoleh dari persamaan regresi linear yang
menyatakan hubungan antara konsentrasi senyawa uji dengan persen penangkapan radikal (%IC). Semakin kecil nilai IC50, maka semakin besar aktivitas antioksidan
Tabel XII. Hasil %IC sari buah markisa kuning menggunakan radikal DPPH
Dari tabel X, XI, dan XII ternyata pada berbagai seri konsentrasi baik vitamin C, sari buah markisa ungu, dan sari buah markisa kuning mengalami peningkatan aktivitas antioksidan seiring dengan pertambahan konsentrasi. Hal ini membuktikan bahwa terjadi penurunan absorbansi DPPH seiring dengan penambahan konsentrasi akibat adanya penambahan donor proton dari senyawa yang mempunyai aktivitas antioksidan membentuk senyawa DPPH-H dmna
senyawa ini tidak memberikan serapan pada serapan maksimum penelitian yaitu 515 nm. Semakin banyak hidrogen yang didonorkan maka intenitas warna ungu DPPH juga akan semakin menurun yang juga akan menurunkan absorbansinya (Gambar 16).
DPPH Berwarna ungu DPPH Berwarna kuning
Gambar 16. Donasi proton senyawa antioksidan ke radikal DPPH (Prakash, et al., 2010)
Tabel XIII. Hasil IC50 vitamin C, sari markisa ungu dan sari markisa kuning
Bahan
Dari tabel XIII diperoleh, nilai rata-rata IC50vitamin C sebesar 1,64 x 10-3
±1,3 x 10-4 mg/mL, Untuk sari markisa ungu sebesar 2,74±0,39 mg/mL, dan untuk sari markisa kuning sebesar 5,26±1,57 mg/mL. Hasil IC50 yang diperoleh
dan sari markisa kuning agar diperoleh nilai IC50 yang masuk dalam range kurva
persamaan regresi linear aktivitas antioksidan.
Untuk mengetahui signifikansi nilai IC50 antara sari buah markisa ungu
dengan sari buah markisa kuning, dari data IC50 yang diperoleh, kemudian
dilakukan analisis satistik menggunakan software SPSS Statistik 17.0 uji T tidak berpasangan. Syarat suatu data dapat diuji menggunakan uji T yaitu data harus terdistribusi normal.
Dalam penelitian ini digunakan uji Shapiro-Wilk karena data yang digunakan kurang dari 50 data. Dari hasil pengujian statistik diperoleh nilai p-value IC50 markisa ungu 0,733 dan IC50 markisa kuning 0,476, dimana nilai
p-value kedua sampel lebih besar dari 0.05 (taraf kepercayaan 95%), sehingga
dapat disimpulkan bahwa nilai IC50 sari markisa ungu dan sari markisa kuning
mengikuti distribusi normal. Setelah memperoleh data yang terdistribusi normal, kemudian dilakukan analisis statistik uji T tidak berpasangan untuk melihat signifikansi nilai IC50 antara sari markisa ungu dan sari markisa kuning. Dari hasil
uji T-test didapatkan hasil p-value = 0.008 (p-value <0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara IC50 markisa ungu
dan IC50 markisa kuning.
Dari nilai IC50 yang diperoleh antara vitamin C, sari markisa ungu, dan
sari markisa kuning terlihat bahwa vitamin C mempunyai rata-rata nilai IC50 yang
terkecil yaitu 1,64 x 10-3 mg/ mL yang yang dapat disimpulkan bahwa vitamin C mempunyai aktivitas antioksidan yang sangat kuat karena IC50 <50µg/mL
dibandingkan dengan sari markisa ungu dan sari markisa kuning. Sedangkan untuk sari markisa ungu dan sari markisa kuning, keduanya mempunyai aktivitas antioksidan lemah karena IC50 >150 µg/mL (Ariyanto cit Nusrini, 2007). Dari
hasil statistik uji T diperoleh bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara IC50 sari markisa ungu yaitu 2,74 mg/mL dengan sari markisa kuning 5,26
mg/mL dimana IC50 sari markisa ungu lebih kecil dibandingkan sari markisa
57 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sari buah markisa ungu (IC50 = 2,74x103 ± 0,39x103 µg/mL) mempunyai daya antioksidan yang lebih
besar dibandingkan daya antioksidan sari buah markisa kuning (IC50 = 5,26x 103 ±
1,57x103µg/mL).
B. Saran
1. Perlu dilakukan modifikasi konsentrasi pada sari markisa ungu dan sari markisa kuning agar diperoleh nilai IC50 (%) yang masuk dalam rentang
kurva persamaan regresi linear aktivitas antioksidan sari markisa ungu dan sari markisa kuning.