EFEK LAMA DAN SUHU PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS EMULSI ORAL A/M EKSTRAK
ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L.) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Yuvita NIM: 058114042
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
EFEK LAMA DAN SUHU PENCAMPURAN TERHADAP SIFAT FISIS DAN STABILITAS EMULSI ORAL A/M EKSTRAK
ETANOL BUAH PARE (Momordica charantia L.) : APLIKASI DESAIN FAKTORIAL
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh : Yuvita NIM: 058114042
FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA
HALAMAN PERSEMBAHAN
I know who holds the future,
And I know who holds my hand;
With God things don’t just happen,
Everything by Him is planned._Smith
Ada saatnya manusia itu tidak berpikir secara logika saja,
namun ada waktunya manusia juga harus berserah dan percaya dengan
kekuatan Ilahi yang kadang menurut logika manusia tidak mungkin.
Sebab tidak ada yang tidak mungkin bagi Allah.
Segalanya sudah Ia rencanakan bagi kita.
Kupersembahkan karya kecilku ini untuk:
Tuhan Yesus & Bunda Maria yang selalu mencintai dan menopangku
Papa & Mama tercinta atas kasih dan keyakinan yang diberikan untukku
Kakak & adik-adikku atas motivasi dan semangat yang diberikan
FST & FKK 2006 buat persahabatan yang berharga
Kost Pelangi atas kekeluargaan yang diberikan selama ini
PRAKATA
Puji Syukur kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Penyayang atas semua berkat dan penyertaan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan akhir ini dengan baik. Laporan akhir ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Program Studi Farmasi (S.Farm).
Penulis banyak mengalami kesulitan dan hambatan dalam menyelesaikan laporan akhir ini. Namun dengan bantuan dari banyak pihak, akhirnya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir tersebut. Dengan kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terimakasih atas bantuan yang telah diberikan kepada :
1. Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menyertai penulis.
2. Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta.
3. Dewi Setyaningsih, M.Sc., Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis.
4. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt., selaku dosen penguji atas kesediaannya meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang diberikan.
5. Yohanes Dwiatmaka, M.Si., selaku dosen penguji atas kesediaannya
meluangkan waktu untuk menjadi dosen penguji, serta kritik dan saran yang diberikan.
6. Papa, Mama, Pho pho, Ria ce, Paskalia, Leo, Lusi, Min ko, Blesita, dan Feli
7. Dani, Lia, dan Yosephine sebagai teman satu tim atas bantuan, kerjasama,
dan dukungannya.
8. Siska, Fungci, Pika, Desi, Ana, Dewi, ibu dan bapak kost serta teman-teman
kost Pelangi atas dukungan dan pertemanan kita.
9. Sutina, Liliana, Lili, Lilis, Suminto, Sugianto, Frandy, dan teman-teman
yang selalu memberi semangat dan dukungan.
10. Aya, Yola, Mita, Lulu, Pius, Adit, Nia, dan teman-teman sekelas atas suka
dan duka yang kita lewati bersama.
11. Teman-teman angkatan 2005 dan 2006 atas pertemanan kita selama ini. 12. Pak Musrifin, Mas Agung, Mas Ottok, Mas Sigit, Mas Wagiran, serta
laboran-laboran yang lain atas bantuannya selama penulis menyelesaikan laporan akhir.
13. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan laporan akhir ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan laporan akhir ini banyak kekurangan mengingat adanya keterbatasan kemampuan dan pengetahuan penulis. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari semua pihak. Akhir kata semoga laporan ini dapat berguna bagi pembaca.
INTISARI
Sifat fisis dan stabilitas emulsi oral Air/Minyak (A/M) dipengaruhi oleh proses pencampuran yang meliputi lama dan suhu pencampuran. Lama pencampuran memberi pengaruh pada viskositas emulsi sehingga memungkinkan terjadinya perubahan sifat fisis. Suhu pencampuran memberikan energi kinetik pada droplet fase terdispersi sehingga mempermudah proses emulsifikasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana efek proses pencampuran (lama dan suhu pencampuran) terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.).
Penelitian ini merupakan rancangan yang bersifat eksperimental dengan menggunakan desain faktorial dengan dua faktor yaitu lama pencampuran-suhu pencampuran dan dua level yaitu level tinggi-level rendah. Sifat fisis (viskositas, ukuran droplet, indeks creaming) dan stabilitas emulsi (viskositas, ukuran droplet, indeks creaming secara periodik selama 1 bulan; dan pergeseran ukuran droplet setelah penyimpanan 1 bulan) diamati dalam proses pencampuran. Data dianalisis secara statistik menggunakan Design Expert 7. 1.4 untuk mengetahui signifikansi (p<0.05) dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek.
Hasil penelitian lama pencampuran, suhu pencampuran, dan interaksi keduanya tidak memberikan efek yang signifikan terhadap sifat fisis dan stabilitas emusi oral A/M ekstrak etanol buah pare.
ABSTRACT
Physical properties and stability of W/O oral emulsion is influenced by the mixing process that includes mixing time and mixing temperature. Mixing time influences the emulsion viscosity which changes the physical properties of emulsion. Mixing temperature gives kinetic energy of the dispersed phase droplets that can facilitates emulsification. This study aimed to find out how the effect of mixing process (mixing time and mixing temperature) on physical properties and stability of Momordica charantia L. fruit ethanolic extract W/O oral emulsion.
This study was an experimental research using a factorial design with two factor mixing time-mixing temperature and two level high level-low level. The physical properties (viscosity, droplet size, creaming index) and the stability of the emulsion (the profiles of viscosity, droplet size, and index of creaming for 1 month; and droplet size shift over one month storage) were observed for the mixing process. The data were analyzed statistically using Design Expert 7.1.4 for knowing the significance (p<0,05) of each factor and their interaction in giving effect.
The result of this study showed that the mixing time, mixing temperature, and their interaction did not provide significant effect on physical properties and stability of Momordica charantia L. fruit ethanolic extract W/O oral emulsion.
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ... i
HALAMAN JUDUL ... ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
HALAMAN PENGESAHAN ... iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI ... vi
PRAKATA ... vii
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... ix
INTISARI ... x
ABSTRACT ... xi
DAFTAR ISI ... xii
DAFTAR TABEL ... xvii
DAFTAR GAMBAR ... xviii
DAFTAR LAMPIRAN ... xx
DAFTAR PERSAMAAN ... xxi
BAB I. PENGANTAR ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 3
C. Keaslian Penelitian ... 4
D. Manfaat Penelitian ... 4
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA... 6
A. Pare (Momordica charantia L.) ... 6
1. Morfologi ... 6
2. Kandungan Kimia ... 7
3. Kegunaan ... 7
B. Emulsi ... 9
1. Definisi ... 9
2. Teori Pembentukan Emulsi ... 9
3. Klasifikasi Tipe Emulsi ... 12
4. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 13
5. Metode Evaluasi Emulsi ... 18
a. Indeks Creaming ... 18
b. Analisis Ukuran Droplet ... 18
c. Viskositas dan Rheologi (Sifat alir) ... 20
d. Tipe Emulsi ... 22
C. Emulgator ... 23
D. Bahan-bahan Emulsi ... 25
1. Virgin Coconut Oil (VCO) ... 26
2. Gliserin ... 26
3. Sukrosa ... 27
4. Span 80 ... 27
5. Tween 80 ... 28
7. Metil Paraben ... 29
E. Pencampuran ... 30
F. Alat Pembuat Emulsi ... 32
1. Pengaduk Mekanik ... 32
2. Homogenizer ... 33
3. Ultrasonifier ... 34
4. Pengiling Koloid ... 35
G. Metode Desain Faktorial ... 36
H. Landasan Teori ... 38
I. Hipotesis ... 40
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 41
A. Jenis Rancangan Penelitian ... 41
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 41
1. Variabel Penelitian ... 41
2. Definisi Operasional ... 41
C. Alat dan Bahan ... 43
D. Alur Penelitian ... 44
E. Tata Cara Penelitian ... 45
1. Verifikasi Ekstrak Etanol Buah Pare dari PT. Javaplant Surakarta, Indonesia ... 45
a. Ekstraksi Buah Pare ... 45
2. Formula ... 46
3. Pembuatan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare ... 46
4. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 47
a. Uji Tipe Emulsi ... 47
b. Uji Ukuran Droplet ... 47
c. Uji Viskositas ... 48
d. Uji Indeks Creaming ... 48
F. Analisis Data ... 49
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51
A. Verifikasi Ekstrak Etanol Buah Pare... 50
1. Ekstraksi Buah Pare ... 50
2. Uji Kualitatif Ekstrak Buah Pare Secara Kromotografi Lapis Tipis (KLT) ... 50
B. Pembuatan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare ... 52
C. Pengujian Tipe Emulsi ... 54
D. Karakterisasi Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi... 56
1. Karakterisasi Sifat Fisis Emulsi ... 59
2. Stabilitas Emulsi ... 59
3. Efek Lama dan Suhu Pencampuran, serta Interaksinya dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi ... 61
1. Ukuran Droplet ... 63
2. Viskositas ... 65
4. Pergeseran Ukuran Droplet ... 69
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 71
A. Kesimpulan ... 71
B. Saran ... 71
DAFTAR PUSTAKA ... 72
LAMPIRAN ... 77
DAFTAR TABEL
Tabel I. Klasifikasi emulgator berdasarkan nilai HLB ... 24 Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua
level ... 37 Tabel III. Formula Sediaan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare
200g ... 46 Tabel IV. Percobaan desain faktorial ... 47
Tabel V. Sifat Fisik dan Stabilitas Emulsi Oral A/M Ektrak Etanol Buah
Pare ... 58 Tabel VI. Efek Lama dan Suhu Pencampuran, serta Interaksi Keduanya
dalam Menentukan Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi Oral
A/M Ekstrak Etanol Buah Pare ... 62 Tabel VII. Persamaan Desain Faktorial ... 62 Tabel VIII. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
pada Respon Percentile 90 Ukuran Droplet Setelah 24 jam ... 64 Tabel IX. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
pada Respon Viskositas Setelah 24 jam ... 66 Tabel X. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
pada Respon Indeks Creaming Setelah 24 jam ... 68 Tabel XI. Hasil analisis menggunakan ANOVA dengan Desain Expert
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Tanaman Pare. ... 7
Gambar 2. Fenomena ketidakstabilan emulsi ... 18
Gambar 3. Grafik distribusi frekuensi ukuran droplet ... 20
Gambar 4. Rumus bangun gliserin ... 26
Gambar 5. Rumus bangun sukrosa ... 27
Gambar 6. Rumus bangun Span 80 ... 28
Gambar 7. Rumus bangun Tween 80 ... 29
Gambar 8. Rumus bangun Aquadest ... 29
Gambar 9. Rumus bangun Metil paraben ... 30
Gambar 10. Propeller mixer dan Turbine mixer ... 33
Gambar 11. Gambaran skematis dari suatu homogenizer ... 33
Gambar 12. Ultra Turrax® ... 34
Gambar 13. Ultrasonifier dengan pinsip alat peniup Pohlman ... 35
Gambar 14. Penggiling koloid ... 35
Gambar 15. Skema Alur Penelitian ... 44
Gambar 16. Kromatogram KLT ekstrak etanol buah pare diamati dengan sinar UV 254 nm ... 51
Gambar 17. Pengamatan tipe emulsi menggunakan methylene blue dengan mikroskop (perbesaran 100x) ... 55
Gambar 19. Grafik Hubungan Viskositas Terhadap Waktu ... 60 Gambar 20. Grafik Hubungan Indeks Creaming Terhadap Waktu ... 60 Gambar 21. Grafik Hubungan Lama dan Suhu Pencampuran terhadap
Respon Percentile 90 Ukuran Droplet Setelah 24 jam ... 63 Gambar 22. Grafik Hubungan Lama dan Suhu Pencampuran terhadap
Respon Viskositas Setelah 24 jam ... 65 Gambar 23. Grafik Hubungan Lama dan Suhu Pencampuran terhadap
Respon Indeks Creaming Setelah 24 jam ... 67 Gambar 24. Grafik Hubungan Lama dan Suhu Pencampuran terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Certificate of Analysis Ekstrak Buah Pare ... 77
Lampiran 2. Proses Ekstraksi Ekstrak Etanol Buah Pare dari PT. Javaplant .... 78
Lampiran 3. Perhitungan Dosis Ekstrak Buah Pare ... 81
Lampiran 4. Perhitungan Bahan ... 82
Lampiran 5. Notasi Desain Faktorial dan Percobaan Desain Faktorial ... 84
Lampiran 6. Data Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi Ekstrak Daging Buah Pare ... 85
Lampiran 7. Data Hasil Analisis Menggunakan SPSS 13 ... 89
Lampiran 8. Data Hasil Analisis Menggunakan Desain Expert ... 111
DAFTAR PERSAMAAN
Persamaan 1. ... 16
Persamaan 2. . ... 21
Persamaan 3. ... 36
Persamaan 4. ... 48
Persamaan 5. ... 48
Persamaan 6. ... 62
Persamaan 7. ... 62
Persamaan 8. ... 62
BAB I
PENGANTAR A. Latar belakang
Pare (Momordica charantia L.) merupakan tumbuhan bangsa Cucurbitaceae yang tumbuh baik di daerah tropis dan dataran rendah. Pare telah digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Aktivitas antivirus dan antineoplastik buah pare secara in vitro juga telah dilaporkan (Basch, et al., 2003). Zat pahit dalam buah pare, yaitu kukurbitasin K (C37H58O9) dan L (C36H58O9) (Okabe, et al., 1980), diduga terlibat dalam penghambatan spermatogenesis. Ekstrak etanol buah pare dapat berperan sebagai antispermatogenesis dan bersifat reversibel pada dosis 750 mg/kgBB mencit (Sutyarso, 1992). Ekstrak etanol buah pare juga memiliki aktivitas antiulser (Gurbuz, et al., 2000), antibakteri (Abalaka, et al., 2009), dan digunakan untuk wound healing (Teoh, et al., 2008).
kapsul. Sediaan kapsul mempunyai kecepatan absorbsi yang lebih lambat dibandingkan emulsi sehingga bioavailabilitas oral kapsul lebih rendah.
Dalam penelitian ini akan dibuat bentuk sediaan emulsi yaitu sistem air dalam minyak (A/M) dari ekstrak etanol buah pare. Menurut Certificate of Analysis (CoA) yang diperoleh dari PT. Javaplant, ekstrak etanol buah pare larut
dalam air. Pertimbangan utama pemilihan bentuk sediaan emulsi sistem A/M adalah ekstrak etanol buah pare akan berada dalam droplet air yang terlindung dalam fase minyak, dengan demikian rasa pahit dari ekstrak etanol buah pare akan tertutupi atau berkurang. Difusi ekstrak etanol buah pare akan terhalangi oleh fase minyak sehingga mengurangi kontak langsung dengan saliva dan rasa pahit di mulut menjadi berkurang. Emulsi A/M dapat juga dikembangkan menjadi sediaan prolonged release (Davis, et al., 1985). Untuk perkembangan lebih lanjut, emulsi
tipe A/M dapat digunakan sebagai dasar pembuatan emulsi tipe A/M/A untuk meningkatkan penggunaan secara oral.
emulgator dengan fase dispers dan fase kontinunya sehingga sistem emulsi menjadi tidak stabil. Variasi lama dan suhu pencampuran diyakini akan memberikan efek yang dapat diukur kebermaknaannya dalam menentukan parameter-parameter sediaan emulsi seperti sifat fisis dan stabilitas emulsi selama penyimpanan. Pada pencampuran secara mekanik, alat yang digunakan adalah mixer (Sheth dan Bandelin, 1992) yaitu propeller mixer, dan homogenizer (Bjerregaard, et al., 1999).
Desain eksperimen yang memungkinkan untuk mengevaluasi efek lama dan suhu pencampuran secara simultan adalah desain faktorial. Desain faktorial pada dua level dan dua faktor (Full Factorial Design 22), merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek faktor terhadap kualitas suatu sediaan. Faktor yang diteliti adalah lama dan suhu pencampuran dengan variasi lama dan suhu pencampuran sebagai level yang dipilih. Signifikansi dari setiap faktor dan interaksinya dalam memberikan efek dianalisis menggunakan Design Expert 7.1.4 dengan Anova pada taraf kepercayaan 95% (p<0.05).
B. Perumusan Masalah
C. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran pustaka yang telah dilakukan penulis, penelitian tentang Efek Lama dan Suhu Pencampuran Terhadap Sifat Fisis Dan Stabilitas Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare : Aplikasi Desain Faktorial belum pernah dilakukan.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis : menambah informasi bagi ilmu pengetahuan mengenai efek proses pencampuran meliputi lama dan suhu pencampuran terhadap sediaan emulsi oral A/M dan aplikasi desain faktorial dalam analisis pengaruh tersebut.
2. Manfaat Metodologis : menambah informasi dalam bidang kefarmasian mengenai penggunaan desain faktorial dalam mengamati efek lama dan suhu pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi oral A/M.
E. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum : membuat sediaan emulsi oral A/M dengan zat aktif berupa ekstrak etanol buah pare.
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Pare (Momordica charantia L.)
Tanaman pare merupakan tumbuhan bangsa Cucurbitaceae memiliki sinonim yaitu Momordica chinensis, M. elegans, M. indica, M. operculata, M. sinensis, Sicyos fauriel (Taylor, 2002). Tanaman ini merupakan tanaman yang
hidup di daerah tropis, dapat tumbuh di daratan rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. Penyebarannya meliputi Cina, India dan Asia Tenggara (Williams, Ng, 1971).
1. Morfologi
Gambar 1. Tanaman Pare(Kress, 1997)
2. Kandungan Kimia
Sebagai tumbuhan bangsa Cucurbitaceae, tanaman pare mengandung kukurbitasin yang tergolong dalam glikosida triterpen (Okabe, et al., 1980). Kandungan kimia lainnya yang terdapat dalam pare antara lain alkaloid, diosgenin, cucurbitin, momorcharin, karantin, asam linolenat, momordikosida, asam oleanat, asam resinat, vitamin A, B, dan C (Williams dan Ng, 1971). Buah pare yang diekstraksi dengan etanol mengandung kukurbitasin K dan L yang menyebabkan rasa pahit dan kukurbitasin F1, F2, G dan I yang tidak menyebabkan rasa pahit (Okabe, et al., 1982).
3. Kegunaan
Pare telah digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes mellitus. Uji klinis menunjukkan bahwa perasan pare, buah, dan serbuk keringnya memberikan efek hipoglikemik sedang, dengan efek samping hypoglicemic coma dan konvulsi pada anak-anak, mengurangi fertilitas mencit,
favism-like syndrome, meningkatkan γ-glutamiltransferase dan fosfatase dalam
kemiripan struktur dengan insulin binatang (Ng, et al., 1986). Aktivitas hipoglikemik dari ekstrak buah pare bila dibandingkan dengan aktivitas dari tolbutamide dan sulphonylurea adalah ekstrak buah pare 500 mg/kg BB menyebabkan 10-15% penurunan glukosa darah setelah 1 minggu (Biyani, et al., 2003).
Zat pahit dalam buah pare, yaitu kukurbitasin K (C37H58O9) dan L (C36H58O9) (Okabe, et al., 1980), merupakan golongan kukurbitasin diduga terlibat dalam penghambatan spermatogenesis. Kukurbitasin yang digolongkan dalam glikosida triterpen memiliki struktur dasar siklopentan perhidrofenantrena yang juga dimiliki oleh steroid. Menurut Jackson dan Jones (1972) steroid dapat berperan sebagai penghambat spermatogenesis. Ekstrak etanol buah pare dapat berperan sebagai antispermatogenesis dan bersifat reversibel pada dosis 750 mg/kgBB mencit (Sutyarso, 1992). Studi toksikologi menunjukkan bahwa pare aman untuk kesehatan manusia dan tidak memiliki efek toksik (Chopra, et al., 1956). Menurut penelitian Saribulan (1993), tingkat toksisitas ekstrak metanol buah pare termasuk kategori praktis tidak toksik yaitu terletak pada rentang (5-15 g/kg).
Aktivitas antivirus dan antineoplastik secara in vitro juga telah dilaporkan (Basch, et al., 2003). Aktivitas anti-virus HIV pare terletak pada kandungan protein momorcharin alfa dan beta, atau pada protein MAP30 (Momordica Antiviral Protein 30) (Manitto, 1981; Anonim, 2006; Liu, 1993).
S.aureus) (Abalaka, et al., 2009). Selain itu, ekstrak etanol buah pare memiliki
aktivitas antiulser (Gurbuz, et al., 2000) dan wound healing (Teoh, et al., 2008). Pare juga digunakan secara topikal pada kulit untuk mengobati penyakit vaginitis, hemorrhoids, scabies, eksim, dan penyakit kulit lainnya (Gislene, et al., 2000).
B. Emulsi 1. Definisi
Emulsi dapat didefinisikan sebagai suatu sediaan yang mengandung bahan obat cair atau larutan obat, terdispersi dalam cairan pembawa, distabilkan dengan emulgator atau surfaktan yang cocok (Anonim, 1979).
Emulsi adalah sistem dispersi kasar yang secara termodinamik tidak stabil, terdiri dari minimal dua atau lebih cairan yang tidak saling campur satu sama lain dan untuk memantapkan diperlukan penambahan emulgator (Voigt, 1994).
Dalam batasan emulsi, fase terdispersi dianggap sebagai fase dalam atau fase diskontinu dan medium dispers sebagai fase luar atau fase kontinu (Ansel, 1969).
2. Teori Pembentukan Emulsi
a) Teori Tegangan Permukaan (Surface Tension Theory)
Menurut teori ini semua cairan mempunyai kecenderungan menerima suatu bentuk yang mempunyai luas permukaan terbuka dalam jumlah yang paling kecil. Untuk droplet cairan bulat, ada tenaga (kekuatan) yang cenderung meningkatkan hubungan dari molekul-molekul zat untuk menahan distorsi dari droplet menjadi suatu bentuk yang kurang bulat. Dua atau lebih droplet cairan yang sama saling bertemu cenderung untuk bergabung membuat satu droplet yang lebih besar dan mempunyai luas permukaan yang lebih kecil dibandingkan dengan luas permukaan total dari droplet- droplet itu sendiri sebelum bergabung. Bila lingkungan disekitar cairan adalah udara, maka disebut tegangan permukaan cairan (liquid’s surface tension). Dan bila cairan kontak dengan cairan kedua dimana
keduanya tidak saling larut dan tidak dapat campur, gaya yang menyebabkan masing-masing cairan untuk melawan pecahnya menjadi partikel yang lebih kecil disebut tegangan antarmuka (interfacial tension). Zat-zat yang dapat meningkatkan penurunan tahanan untuk pecah dapat merangsang suatu cairan untuk menjadi droplet yang lebih kecil. Zat-zat yang menurunkan tegangan ini disebut emulgator (Ansel, 1969).
b) Oriented Wedge Theory
saling tidak bercampur, emulgator akan memilih larut dalam salah satu fase dan terikat kuat dan terbenam dalam fase tersebut dibandingkan dengan fase lainnya. Karena molekul-molekul mempunyai suatu bagian hidrofilik dan suatu bagian hidrofobik, maka molekul-molekul tersebut akan mengarahkan dirinya ke masing-masing fase. Umumnya suatu emulgator yang mempunyai karakteristik hidrofilik lebih besar daripada hidrofobiknya akan membentuk emulsi minyak dalam air dan sebaliknya membentuk emulsi air dalam minyak apabila karakteristik hidrofobik emulgator lebih besar daripada hidrofiliknya (Ansel, 1969).
c) Teori lapisan antarmuka (Plastic Film Theory)
Teori ini menempatkan emulgator pada antarmuka antara minyak dan air, mengelilingi droplet fase dalam sebagai suatu lapisan tipis atau film yang diadsorbsi pada permukaan dari droplet tersebut. Lapisan tersebut mencegah kontak dan bersatunya fase terdispersi, makin kuat dan makin fleksibel lapisan tersebut maka makin stabil emulsinya. Secara alami, lapisan yang terbentuk harus dapat menutupi seluruh permukaan masing-masing droplet fase dalam. Pembentukan emulsi tipe A/M atau M/A tergantung pada derajat kelarutan dari emulgator dalam kedua fase tersebut, emulgator yang larut dalam air akan merangsang terbentuknya emulsi M/A dan emulgator yang larut dalam minyak sebaliknya (Ansel, 1969).
d) Teori Lapisan Listrik Rangkap
lapisan berikutnya akan mempunyai muatan yang berlawanan dengan lapisan di depannya. Dengan demikian seolah-olah tiap tetesan minyak dilindungi oleh dua benteng lapisan listrik yang saling berlawanan. Benteng tersebut akan menolak setiap usaha dari tetesan minyak yang akan bergabung menjadi satu molekul besar, karena susunan listrik yang menyelubungi setiap tetesan minyak mempunyai susunan yang sama. Dengan demikian, antara sesama tetesan akan tolak menolak, stabilitas emulsi akan bertambah (Parrott, 1971). e) Teori Pasak
Teori ini mempertimbangkan bangun geometrik emulgator dan menjelaskan mengapa suatu emulgator menyebabkan pembentukan emulsi M/A, yang lain emulsi A/M. Dalam hal emulgatornya larut air, bagian hidrofilnya akan menebal dan memenuhi ruang melalui keteraturan steriknya atau akibat proses hidratasinya. Pada emulgator lipofil, misal pada sabun kation bervalensi banyak, terjadi hal sebaliknya. Rantai rangkap asam lemak membutuhkan ruang yang lebih besar, oleh karena itu kecenderungan disosiasi garam alkali tanah berkurang, sehingga proses hidratasi gugus hidroksilnya lebih rendah. Efek pasak menyebabkan melengkungnya batas antar permukaan mengelilingi tetesan air (Voigt, 1994).
3. Klasifikasi Tipe Emulsi
a) Tipe Emulsi Air dalam Minyak (A/M)
Emulsi ini mengandung air yang merupakan fase internalnya dan minyak merupakan fase luarnya. Emulsi tipe A/M umumnya mengandung kadar air yang kurang dari 25% dan mengandung sebagian besar fase minyak emulsi. Jenis ini dapat diencerkan atau bercampur dengan minyak, akan tetapi sangat sulit bercampur / dicuci dengan air.
b) Tipe Emulsi Minyak dalam Air (M/A)
Emulsi minyak dalam air merupakan suatu jenis emulsi yang fase terdispersinya berupa minyak yang terdistribusi dalam bentuk butiran-butiran kecil didalam fase kontinu yang berupa air. Emulsi tipe ini umumnya mengandung kadar air yang lebih dari 31% sehingga emulsi M/A dapat diencerkan atau bercampur dengan air dan sangat mudah dicuci (Anief, 1993). 4. Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi
Sifat fisis emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh banyak faktor lain seperti kecepatan geser (kecepatan putar), waktu (waktu pencampuran), dan komposisi emulgator (Nielloud dan Mestres, 2000). Untuk mengevaluasi sifat fisis suatu emulsi dapat dilihat dari viskostas, ukuran droplet, dan indeks creaming emulsi.
a) Fase dalam atau fase terdispersi pada pendiaman cenderung untuk membentuk
agregat dari bulatan-bulatan dengan cepat.
b) Jika agregat dari bulatan naik ke permukaan atau turun ke dasar emulsi tersebut
akan membentuk suatu lapisan pekat dari fase dalam.
c) Jika semua atau sebagian dari cairan fase dalam tidak teremulsikan dan
membentuk suatu lapisan yang berbeda pada permukaan atau pada dasar emulsi yang merupakan hasil dari bergabungnya bulatan-bulatan fase dalam (Ansel, 1969).
Ketidakstabilan emulsi farmasi dapat digolongkan sebagai berikut: a) Flokulasi
Flokulasi menggambarkan penggabungan reversibel yang lemah antara droplet-droplet emulsi yang dipisahkan oleh lapisan tipis dari fase kontinu. Penggabungan tersebut terjadi karena adanya interaksi gaya tarik menarik antardroplet dan umumnya bersifat reversibel dengan penggocokan ringan. Flokulasi umumnya dianggap sebagai prekursor terjadinya coalescence (Eccleston, 2007).
b) Inversi
menyimpan emulsi di tempat dingin (Ali, et al., 2008). Volume fase dalam yang semakin besar akan menyebabkan terjadi perluasan lapisan antarmuka sehingga dapat mempengaruhi stabilitas emulsi. Jika volume fase dalam melebihi fase kontinu, emulsi menjadi tidak stabil yang pada akhirnya terjadi inversi fase (Mollet dan Grubenmann, 2001).
c) Coalescence
Adalah peristiwa pecahnya emulsi karena adanya penggabungan droplet-droplet kecil fase terdispersi membentuk lapisan atau endapan yang bersifat ireversibel dimana emulsi tidak dapat terbentuk kembali seperti semula melalui pengocokan (Anief,1989).
Coalescence adalah peristiwa dimana droplet fase terdispersi
d) Creaming
Creaming adalah pemisahan emulsi menjadi 2 bagian, dimana bagian
yang satu memiliki fase fase dispersi lebih banyak dari bagian yang lain. Peningkatan creaming sangat memungkinkan terjadinya coalescence dari droplet, karena kedua hal tersebut sangat erat hubungannya. Emulsi yang mengalami creaming terlihat tidak elegan dan jika emulsi tidak digojog secara cukup, ada kemungkinan pasien tidak mendapat dosis yang benar.
Menurut hukum Stokes kecepatan terbentuknya creaming dapat dikurangi dengan metode-metode berikut :
a. Produksi emulsi dengan ukuran droplet kecil b. Meningkatkan viskositas dari fase kontinu c. Mengurangi perbedaan densitas antara kedua fase d. Mengontrol konsentrasi fase dispersi
Persamaan hukum Stokes di bawah ini:
18η
V= kecepatan pengapungan atau sedimentasi D= diameter tetesan
ρ1= kerapatan fase internal
ρ2= kerapatan fase eksternal
Dari hukum Stokes dapat diketahui bahwa:
a. Kecepatan pembentukan creaming berbanding lurus dengan selisih
kerapatan antara fase minyak dan fase air. Peristiwa pembentukan creaming dapat diminimalkan dengan memilih kerapatan dari kedua fase yang hampir sama. Kebanyakan minyak mempunyai kerapatan di bawah 1,00.
b. Kecepatan pembentukan creaming berbanding lurus dengan jari-jari butiran.
Butir-butir tetesan kecil lebih lambat naik jika dibandingkan dengan butir- butir tetesan besar, sehingga pembentukan creaming dapat diminimalkan dengan memperkecil butiran-butiran fase dispersi.
c. Kecepatan pembentukan creaming berbanding terbalik dengan viskositas medium. Kenaikan temperatur akan mengurangi viskositas sehingga dapat menyebabkan creaming. Untuk menanggulangi hal ini, emulsi harus disimpan di tempat sejuk. Creaming dapat diminimalkan dengan menaikkan viskositas medium (Gunn, 1975).
e) Ostwald Ripening
Gambar 2. Fenomena ketidakstabilan emulsi (Eccleston, 2007)
5. Metode Evaluasi Emulsi a) Indeks Creaming
Stabilitas fisik emulsi dapat diketahui dengan pemeriksaan indeks creaming atau coalescence yang terjadi dalam periode waktu tertentu. Caranya
dengan membandingkan volume terjadinya creaming atau bagian yang memisah dari suatu emulsi dengan volume totalnya (Aulton, 2002).
b) Analisis Ukuran Droplet
dapat diasumsikan terjadi coalescence. Oleh karena itu, perlu untuk membandingkan laju coalescence untuk berbagai variasi formulasi emulsi. Ukuran droplet fase dispers dikontrol oleh metode dan kondisi pembuatan serta karakteristik dan konsentrasi emulgator (Aulton, 2002).
Satuan ukuran droplet yang sering digunakan dalam mikromeritik adalah mikrometer (µm) yang sering disebut mikron. Dalam bidang farmasi ada informasi yang perlu diperoleh dari droplet yaitu (1) bentuk dan luas permukaan droplet dan (2) ukuran droplet dan distribusi ukuran droplet (Martin, et al., 1993). Data tentang ukuran droplet diperoleh dalam diameter droplet dan distribusi diameter (ukuran) droplet, sedangkan bentuk droplet memberikan gambaran tentang luas permukaan spesifik droplet (Martin, et al., 1993).
Distribusi ukuran droplet, jika jumlah atau berat droplet yang terletak dalam suatu kisaran ukuran tertentu diplot terhadap kisaran ukuran atau ukuran droplet rata-rata, akan diperoleh kurva distribusi frekuensi. Grafik kurva distribusi frekuensi biasa ditunjukkan seperti pada gambar 3.
Gambar 3. Grafik distribusi frekuensi ukuran droplet (Martin, et al., 1993)
Plot ini memberikan gambaran yang jelas dari distribusi bahwa suatu garis tengah rata-rata tidak dapat dicapai. Hal ini perlu diperhatikan karena mungkin saja terdapat dua sampel yang garis tengah atau diameter rata-ratanya sama tetapi distribusi berbeda. Dari kurva distribusi frekuensi juga dapat terlihat ukuran droplet berapa yang sering muncul atau terjadi pada sampel disebut modus. Metode lain yang sering digunakan dalam menampilkan data adalah dengan memplotkan persentasi kumulatif di atas atau di bawah suatu ukuran tertentu terhadap ukuran droplet (Martin, et al., 1993).
c) Viskositas dan Rheologi (Sifat Alir)
Viskositas tinggi pada rate of shear rendah memperlambat perpindahan dari droplet fase dispers sehingga stabilitas fisik emulsi terjaga. Sedangkan pada rate of shear tinggi, viskositas yang dihasilkan rendah sehingga kemungkinan
terjadi creaming dan coalescence. Viskositas dari fase kontinu sangat mempengaruhi viskositas emulsi secara keseluruhan (Aulton, 2002).
Viskositas juga dipengaruhi oleh konsentrasi atau volume fase dalam, yaitu berdasarkan persamaan Einstein sebagai berikut.
η = η0 (1 + 2,5φ) ... Persamaan (2)
Keterangan : η = viskositas emulsi
η0 = viskositas fase kontinu
φ = rasio fase dalam terhadap fase kontinu
Dari persamaan tersebut, semakin besar rasio fase, maka viskositas emulsi akan semakin meningkat. Semakin besar konsentrasi fase dalam, maka rasio fase akan semakin besar, menyebabkan viskositas emulsi akan meningkat. Namun, harus diperhatikan bahwa dengan semakin besarnya konsentrasi fase dalam, maka akan berpengaruh pada kestabilan emulsi (Mollet dan Grubenmann, 2001).
Sejumlah besar produk farmasi termasuk gom alam dan sintesis menunjukkan aliran pseudoplastis yang sering dikenal sebagai shear-thining system. Viskositas zat pseudoplastis berkurang dengan meningkatnya rate of
shear. Tiksotropi merupakan suatu pemulihan yang isoterm dan lambat pada
pendiaman suatu bahan yang kehilangan konsistensinya karena shearing. Tiksotropi dapat diterapkan untuk bahan-bahan dengan tipe aliran plastis dan pseudoplastis (Martin, et al., 1993).
d) Tipe Emulsi
Menurut Voigt (1994), untuk menentukan tipe emulsi ada 5 cara : 1. Cara Pengenceran
Emulsi dapat diencerkan hanya dengan fase luarnya, cara pengenceran ini hanya dapat digunakan untuk sediaan emulsi cair. Jika ditambahkan air emulsi tidak pecah maka, tipe emulsi M/A. Jika pecah maka tipe emulsi A/M.
2. Cara Pewarnaan
Pewarna padat yang larut dalam air dapat mewarnai emulsi minyak dalam air (M/A). Contoh : methylene blue.
3. Penggunaan kertas saring
Emulsi diteteskan pada kertas saring jika meninggalkan noda maka tipe emulsi A/M jika tidak meninggalkan noda / transparan maka tipe emulsi M/A.
4. Cara Flouresensi
5. Hantaran Listrik
Emulsi Minyak dalam Air (M/A) dapat menghantarkan arus listrik karena adanya ion-ion dalam air, sedangkan tipe emulsi Air dalam Minyak (A/M) tidak dapat menghantarkan arus listrik.
C. Emulgator
Emulgator adalah surfaktan yang mengurangi tegangan antar muka antara minyak dan air, menurunkan gaya tolak antar cairan, mengurangi tarikan antar molekul cairan itu sendiri. Emulgator akan membentuk film atau lapisan di sekeliling permukaan droplet-droplet fase dispers, dengan adanya film tersebut mencegah kontak antar droplet sehingga mencegah terjadinya coalescence. Tipe emulsi yang terbentuk tergantung dari kelarutan emulgator. Emulgator yang mempunyai sifat hidrofil lebih besar dari lipofil akan menghasilkan emulsi Minyak/Air (M/A) dan begitu sebaliknya. Fase dimana emulgator larut akan menjadi fase eksternal (Ansel, 1969).
Ada beberapa cara yang dapat digunakan dalam memilih emulgator yang digunakan, yaitu:
1. Metode HLB (Hidrofilik Lipofilik Balance)
dibuat pada skala 1-20. Semakin lipofil suatu emulgator, semakin rendah nilai HLB (Voigt, 1994).
Tabel I. Klasifikasi emulgator berdasarkan nilai HLB (Voigt, 1994) HLB Penggunaan
1-3 Antifoaming agent
3-6 W/O emulsifying agent
7-9 Wetting agent
8-16 O/W emulsifying agent 13-15 Detergents
15-18 Solubilizing agent
Emulsi Air/Minyak umumnya dibuat menggunakan emulgator dengan HLB rendah dan emulsi Minyak/Air menggunakan emulgator yang lebih hidrofilik dengan nilai HLB tinggi. Metode pemilihan berdasarkan pada tipe minyak yang memerlukan emulgator dengan harga HLB yang spesifik untuk menghasilkan emulsi yang stabil. Untuk menghasilkan emulsi yang stabil, sejumlah emulgator dan campurannya memiliki nilai HLB yang mendekati nilai “required” HLB minyak (Eccleston, 2007).
2. Phase Inversion Temperature (PIT)
Phase Inversion Temperature (PIT) merupakan salah satu metode yang dapat
Menurut Parkinson dan Sherman, 1972, ada hubungan antara stabilitas emulsi dengan Phase Inversion Temperature (PIT) dari emulgator.
Pemilihan emulgator pada Phase Inversion Temperature (PIT) berdasarkan sifat karakteristik emulsi. Stabilitas emulsi M/A sangat berhubungan dengan derajat hidrasi dari lapisan antarmuka. Peningkatan suhu ataupun penambahan garam menurunkan luas hidrasi lapisan antarmuka sehingga menurunkan stabilitas emulsi. Pada umumnya, diperoleh emulsi M/A yang relatif stabil pada suhu selama penyimpanan dan penggunaan antara 20-650C di bawah PIT, diasumsikan bahwa lapisan film telah cukup terhidrasi (Eccleston, 2007). 3. Metode Mikroskopik
Metode mikroskopik didasarkan pada pengamatan bahwa campuran emulgator yang baik menstabilkan emulsi dengan pembentukan multilayer dari fase gel yang stabil (Eccleston, 2007).
D. Bahan-bahan Emulsi 1. Virgin Coconut Oil
Virgin Coconut Oil (VCO) merupakan salah satu olahan dari daging
tersebut didominasi oleh asam laurat (43-53%) yang merupakan Medium Chain Fatty Acid (MCFA) yang tidak terdapat dalam sebagian besar minyak lain. Di
dalam tubuh, asam laurat (C12) akan dipecah menjadi energi dan jarang tersimpan sebagai lemak seperti asam lemak rantai panjang karena asam lemak ini sangat mudah diserap oleh tubuh. Oleh karena itu, asam lemak dalam VCO tidak menghasilkan lemak melainkan energi. Asam laurat juga dapat membunuh berbagai jenis mikroorganisme yang membran selnya mengandung asam lemak (Anonim, 2008).
Required HLB VCO adalah 6 (Philip, 2004). VCO memiliki kelarutan dalam air, yaitu membentuk campuran homogen berwarna putih ketika dicampur dengan sedikit air. VCO pada dasarnya tidak larut dalam air pada temperatur kamar (Patil, 2009).
2. Gliserin
Gliserin merupakan nama lain dari gliserol, propan-triol, 1,2,3-propantriol, 1,2,3-trihydroksipropan gliserol dan E422. Gliserin bersifat tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, rasanya manis, dan berupa cairan viscous. Gliserin merupakan alkohol dan mempunyai tiga gugus –OH yang bertanggungjawab terhadap kelarutan di air. Rumus molekul gliserin adalah C3H8O3 dengan bobot molekul 92,09. Gliserin dapat bercampur dengan air dan dengan etanol, tidak larut dalam kloroform, dalam eter, dalam minyak lemak dan dalam minyak menguap. Bobot jenisnya tidak kurang dari 1,249 (Anonim, 1999).
H2C
Gliserin dapat digunakan sebagai plasticizer, pelarut, dan pengisotonis dalam produk farmasetis (Smolinske, 1992). Penambahan gliserin juga akan menurunkan polaritas solven dan meningkatkan kelarutan solut lipofilik (Buchmann, 2001).
3. Sukrosa
Sukrosa merupakan hablur putih atau tidak berwarna, tidak berbau, rasa manis, stabil di udara, larutannya netral terhadap lakmus. Sukrosa sangat mudah larut dalam air, lebih mudah larut dalam air mendidih, sukar larut dalam etanol, tidak larut dalam kloroform dan dalam eter (Anonim, 1995). Sukrosa digunakan secara luas dalam formulasi sediaan oral. Larutan sukrosa digunakan sebagai vehicles dalam sediaan cair oral untuk meningkatkan/memperbaiki rasa atau untuk
meningkatkan viskositas (Rowe, et al., 2006).
Gambar 5. Rumus bangun sukrosa (Anonim, 1995)
4. Span 80 (Sorbitan Monooleat)
campuran apapun, membentuk emulsi A/M. Namun dikombinasikan dengan polysorbate dengan komposisi tertentu dapat membentuk emulsi A/M maupun
M/A (Aulton, 1991). Span 80 memiliki nilai HLB 4,3 (Martin, et al., 1993).
Gambar 6. Rumus bangun Span 80 (Aulton, 2002)
5. Tween 80
Polysorbatum 80 adalah ester oleat dari sorbitol dan anhidrida yang berkopolimerisasi dengan lebih kurang 20 molekul etilena oksida untuk tiap molekul sorbitol dan anhidrida sorbitol. Pemerian: cairan seperti minyak, jernih, berwarna kuning muda hingga coklat tua, bau khas lemah, rasa pahit dan hangat. Polysorbate merupakan polyethylene glycol turunan dari sorbitan ester (Anonim,
Gambar 7. Rumus bangun Tween 80 (Aulton, 2002)
6. Aquadest
Aquadest dibuat dengan destilasi, perlakuan menggunakan penukar ion,
osmosis balik, atau proses lain yang sesuai dari air yang memenuhi persyaratan untuk diminum. Aquadest biasanya digunakan untuk pembuatan sediaan-sediaan farmasi (Anonim, 1979).
H2O
Gambar 8. Rumus bangun Aquadest (Anonim, 1995)
7. Metil Paraben
Metil paraben merupakan turunan paraben yang banyak digunakan sebagai pengawet antimikroba (antimicrobial agents) di dalam makanan, kosmetik, dan sediaan farmasi lainnya (Padersen, 2005). Metil paraben (metil p-hidroksibenzoat) juga dikenal dengan nama nipagin mempunyai berat molekul 152,14, berupa kristal putih atau serbuk kristalin sedikit membakar dan bau karakteristik lemah atau sama sekali tidak berbau (Anonim, 2002). Metil paraben sukar larut dalam air, dalam benzena, dan dalam karbon tetraklorida, mudah larut dalam etanol dan dalam eter (Anonim, 1995).
memiliki aktivitas antimikroba spektrum luas, dan paling efektif terhadap yeast dan mold (Rowe, et al., 2006). Pengawet dari para hidroksibenzoat biasanya digunakan pada konsentrasi 0,1-0,2% dan dapat untuk penggunaan eksternal maupun internal (Aulton, 2002).
Gambar 9. Rumus bangun Metil paraben ( Anonim, 1995)
E. Pencampuran
Proses pencampuran adalah salah satu proses penting dalam pembuatan sediaan obat. Fungsinya untuk memungkinkan tercapainya homogenitas campuran dari dua atau lebih bahan. Prinsip dasar pencampuran terletak pada penyusupan partikel bahan yang satu di antara partikel bahan lainnya. Banyak faktor yang mempengaruhi proses pencampuran, namun faktor yang berpengaruh paling besar dan relatif dapat dikendalikan yaitu antara lain suhu pencampuran dan lama pencampuran (Voigt, 1994).
Suhu pencampuran yang semakin tinggi dapat mempengaruhi tegangan permukaan sehingga juga dapat mempengaruhi sifat fisis emulsi. Peningkatan suhu pencampuran akan meningkatkan gerakan kinetik, baik dari droplet fase terdispersi maupun dari emulgator pada antar permukaan minyak – air (Nielloud dan Mestres, 2000). Bila salah satu fase sangat kental, ataupun material berbentuk padatan pada suhu kamar, maka pemanasan yang digunakan selama agitasi untuk mendapatkan sistem dispersi yang lebih efisien (Lieberman, 1996). Suhu pencampuran berpengaruh pada emulgator non-ionik. Emulgator non ionik menunjukkan kelarutan dalam air yang semakin tinggi pada suhu rendah dan cenderung larut dalam minyak pada suhu tinggi. Emulsi Minyak dalam Air (M/A) dengan penggunaan emulgator non ionik dengan pemanasan akan menyebabkan terjadinya inversi menjadi emulsi Air dalam Minyak (A/M). Hal ini dikarenakan dengan meningkatnya suhu menyebabkan nilai HLB dari emulgator non ionik mengalami penurunan menjadi lebih hidrofobik. Suhu di mana komponen hidrofilik dan lipofilik emulgator nonionik berada dalam keseimbangan yang mengakibatkan terjadinya inversi pada emulsi inilah yang disebut Phase Inversion Temperature (PIT) (Shinoda dan Arai, 1964). Menurut Parkinson dan Sherman,
1972, ada hubungan antara stabilitas emulsi dengan Phase Inversion Temperature (PIT) dari emulgator.
Prinsip mekanisme pencampuran cair-cair ada tiga, yaitu 1) Bulk transport : merupakan analog dari convective mixing pada powder dimana pada
yang dipaksa bergerak secara turbulen. 3) Molecular diffusion : merupakan analog dari diffusion mixing dimana terjadi gerakan acak partikel secara individu, terjadi redistribusi partikel-partikel (Aulton, 2002). Berdasarkan viskositas cairan yang dicampur, maka mekanisme pencampuran cairan dibagi menjadi 2, yaitu laminar mixing dan turbulent mixing. Aliran laminar biasanya digunakan pada
pencampuran cairan dengan viskositas tinggi lebih dari 10 Pas. Sedangkan aliran turbulen untuk pencampuran cairan dengan viskositas kurang dari 10 mPas (Niennow, et al., 1997).
F. Alat Pembuat Emulsi
Emulsi bisa disiapkan dengan beberapa cara, tergantung pada sifat komponen emulsi dan perlengkapan yang tersedia untuk digunakan. Alat yang digunakan untuk membuat emulsi, yaitu:
1. Pengaduk mekanik
Pengaduk mekanik untuk larutan terdiri dari propeller mixer dan turbine mixer. Suatu emulsi dapat diaduk dengan menggunakan berbagai pengaduk
baling-baling yang menyebabkan sirkulasi cairan dengan aliran aksial (Paul, et al., 2004).
a b
Gambar 10. a. Propeller mixer dan b. Turbine mixer (Wagtech, 2009)
2. Homogenizer
Homogenizer, yaitu dispersi dari dua cairan dicapai dengan melewatkan
campuran melalui suatu lubang masuk kecil pada tekanan tinggi. Homogenizer umumnya terdiri dari dua pompa yang menaikkan tekanan dispersi pada kisaran 500 sampai 5000 psi, dan suatu lubang yang dilalui cairan dan mengenai katup penghomogenan yang terdapat pada tempat katup dengan spinal yang kuat ketika tekanan meningkat, spinal ditekan dan sebagian dispersi tersebut bebas di antara katup dan tempat katup. Pada titik ini, energi yang tersimpan dalam cairan sebagai tekanan dilepaskan secara spontan sehingga produk menghasilkan turbulensi yang kuat dan shear hidraulik (Lachmann, 1994).
Jika proses homogenisasi dilakukan dalam pembuatan emulsi, maka sering dihasilkan peningkatan viskositas emulsi. Penyebab naiknya viskositas tersebut masih belum dapat dijelaskan. Kemungkinan terbentuk lapisan tipis emulgator yang sangat kuat dan rapat akibat pembesaran batas antar permukaan yang menyebabkan terjadinya fenomena tersebut. Dapat juga karena terjadi pembengkakan tambahan dari stabilisator yang digunakan akibat kuatnya penghalusan. Pada proses homogenisasi terjadi peningkatan suhu. Dengan alat Ultra Turrax® akan diperoleh emulsi dengan dispersi yang sangat halus. Alat ini akan mendistribusikan fase dalam sampai mencapai tingkat dispersi yang tinggi, sehingga bola-bola emulsi akan mencapai dimensi tertentu sehingga dapat mengalami gerak molekular BROWN (Voigt, 1994).
Gambar 12. Ultra Turrax® (Daigger, 2009)
3. Ultrasonifier
dibiarkan masuk melewati suatu pisau. Tekanan yang dibutuhkan berkisar kira-kira 150 sampai 350 psi dan menyebabkan pisau bergetar cepat menghasilkan suatu bunyi ultrasonik. Bunyi ultrasonik yang dihasilkan menyebabkan droplet saling bertumbukan sehingga droplet yang dihasilkan lebih kecil (Lachmann, 1994).
Gambar 13. Ultrasonifier dengan pinsip alat peniup Pohlman (Lachmann, 1994)
4. Penggiling koloid
Penggiling koloid melaksanakan prinsip shear tinggi, yang secara normal digerakkan antara rotor dan stator dari penggiling tersebut. Penggiling koloid terutama digunakan untuk mengecilkan zat padat dan untuk mendispersi suspensi yang mengandung zat padat yang sedikit dibasahi, tetapi juga berguna untuk pembuatan emulsi yang realtif kental (Lachmann, 1994).
G. Metode Desain Faktorial
Desain faktorial merupakan teknik untuk memberikan model hubungan antara variabel respon dengan satu atau lebih variabel bebas. Model yang diperoleh dari analisis tersebut berupa persamaan matematika. Desain faktorial digunakan dalam percobaan untuk mengevaluasi secara simulatan efek dari beberapa faktor dan interaksi yang signifikan (Bolton, 1997). Sedangkan penelitian klasik hanya dapat mengevaluasi salah satu faktor saja sedangkan faktor lain dibuat konstan.
Desain faktorial dua level berarti ada dua faktor (misal A dan B) yang masing-masing faktor diuji pada dua level yang berbeda yaitu level rendah dan level tinggi. Desain faktorial dapat didesain suatu percobaan untuk mengetahui faktor yang dominan berpengaruh secara signifikan terhadap suatu respon (Bolton, 1997).
Optimasi campuran dua bahan (berarti ada dua faktor) dengan desain faktorial (two level factorial design) dilakukan berdasarkan rumus :
Y = bo + b1X1 + b2X2 + b12X1X2 ...Persamaan (3) Dengan: Y = respon hasil atau sifat yang diamati
X1, X2 = level bagian A, level bagian B
bo, b1, b2, b12 = koefisien dapat dihitung dari hasil percobaaan bo = rata-rata hasil semua percobaan
b1, b2, b12 = koefisien yang dhitung dari hasil percobaan
Penamaan formula untuk jumlah percobaan = 4 adalah formula (1) untuk percobaan I, formula a untuk percobaan II, formula b untuk percobaan III, dan formula ab untuk percobaan IV (Bolton, 1997). Respon yang ingin diukur harus dapat dikuantitatifkan.
Tabel II. Rancangan percobaan desain faktorial dengan dua faktor dan dua level Percobaan Faktor A Faktor B Interaksi
(1) - - +
Percobaan (1) = faktor A level rendah, faktor B rendah Percobaan a = faktor A level tinggi, faktor B rendah Percobaan b = faktor A level rendah, faktor B tinggi Percobaan ab = faktor A level tinggi, faktor B tinggi
Berdasarkan persamaan tersebut dengan substitusi secara matematis, dapat dihitung besarnya efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi. Besarnya efek dapat dicari dengan menghitung selisih antara rata-rata respon pada level tinggi dan rata-rata respon pada level rendah. Konsep perhitungan efek menurut Bolton (1997) sebagai berikut :
Efek faktorial I = [(a-(1)) + (ab-b)] / 2 Efek faktorial II = [(b-(1)) + (ab-a)] / 2 Efek faktorial III = [(ab-b) - (a-(1))] / 2
farmasetik misalnya untuk mengetahui efek pemformulasian terhadap mekanisme pelepasan dan sistem penghantaran obat (Bjerregaard, et al., 1999; Li, et al., 2002). Desain faktorial memiliki beberapa keuntungan. Metode ini memiliki efisiensi yang maksimum untuk memperkirakan efek yang dominan dalam menentukan respon. Keuntungan utama desain faktorial adalah bahwa metode ini memungkinkan untuk mengidentifikasi efek masing-masing faktor, maupun efek interaksi antar faktor. Metode ini ekonomis, dapat mengurangi jumlah penelitian jika dibandingkan dengan meneliti dua efek faktor secara terpisah (Bolton, 1997).
H. Landasan Teori
Pare merupakan tumbuhan bangsa Cucurbitaceae. Pare telah digunakan untuk menurunkan kadar gula darah pada penderita diabetes melitus. Aktivitas antivirus dan antineoplastik buah pare secara in vitro juga telah dilaporkan (Basch, et al., 2003). Ekstrak etanol buah pare dapat berperan sebagai antispermatogenesis (Sutyarso, 1992), antiulser (Gurbuz, et al., 2000), antibakteri (Abalaka, et al., 2009), dan digunakan untuk wound healing (Teoh, et al., 2008).
Proses pencampuran merupakan salah satu kriteria penting yang perlu diperhatikan agar diperoleh sediaan emulsi yang memiliki sifat fisis dan stabilitas sesuai dengan syarat sediaan yang ditentukan. Dalam pembuatan sediaan emulsi, proses pencampuran merupakan proses dispersi dari fase minyak dan air untuk membentuk emulsi dengan sifat fisis dan stabilitas emulsi yang baik.
Sifat fisis emulsi tidak hanya dipengaruhi oleh temperatur, tapi oleh banyak faktor lain seperti kecepatan putar, tegangan geser, lama pencampuran, dan komposisi emulgator (Nielloud dan Mestres, 2000). Dari beberapa faktor yang mempengaruhi proses pencampuran, maka dipilih faktor-faktor yang paling berpengaruh dan dapat dikendalikan untuk mengetahui pengaruh proses pencampuran terhadap sifat fisis dan stabilitas emulsi, yaitu lama pencampuran dan suhu pencampuran.
Sifat fisis dari emulsi dilihat dari viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming. Stabilitas emulsi dilihat dari kestabilan emulsi selama penyimpanan. Kestabilan dapat dilihat dari viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming secara periodik dalam penyimpanan selama 1 bulan; dan pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan penyimpanan.
(Full Factorial Design 22), merupakan metode rasional untuk menyimpulkan dan mengevaluasi secara obyektif efek faktor terhadap kualitas suatu sediaan.
I. Hipotesis
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam penelitian eksperimental murni dengan desain penelitian secara desain faktorial.
B. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional 1. Variabel Penelitian
a. Variabel Bebas dalam penelitian ini adalah lama pencampuran dan suhu pencampuran dengan 2 level (level rendah dan level tinggi).
b. Variabel Tergantung dalam penelitian ini adalah sifat fisis (viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming) dan stabilitas emulsi (profil viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming secara periodik selama 1 bulan; dan nilai pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan penyimpanan). c. Variabel Pengacau Terkendali dalam penelitian ini adalah lama
penyimpanan dan sifat dari wadah penyimpanan.
d. Variabel Pengacau Tak Terkendali dalam penelitian ini adalah suhu penyimpanan dan intensitas cahaya.
2. Definisi Operasional
a. Emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare adalah dispersi fase air dalam
b. Ekstrak etanol buah pare adalah ekstrak kering dari buah pare berupa
serbuk halus, diekstraksi dengan pelarut etanol 75% oleh PT. Javaplant. c. Pencampuran adalah proses pendistribusian bahan satu ke bahan yang lain
yang lain hingga tercapai homogenitas.
d. Faktor adalah besaran yang mempengaruhi respon, dalam penelitian ini
digunakan 2 faktor, yaitu lama pencampuran dan suhu pencampuran. e. Level adalah nilai atau tetapan untuk faktor, dalam penelitian ini terdapat 2
level, yaitu level rendah dan level tinggi. Level rendah lama pencampuran adalah 5 menit dan level tinggi 15 menit. Level rendah suhu pencampuran adalah 35ºC dan level tinggi 50ºC.
f. Respon adalah besaran yang akan diamati perubahan efeknya, besarnya dapat dikuantitatif. Respon dalam penelitian ini adalah sifat fisis dan stabilitas emulsi.
g. Sifat fisis emulsi adalah parameter untuk mengetahui kualitas fisis emulsi,
dalam penelitian ini adalah viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming setelah 24 jam pembuatan.
h. Stabilitas fisis emulsi adalah parameter untuk mengetahui tingkat
kestabilan emulsi, dalam penelitian ini meliputi profil viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming secara periodik selama 1 bulan; dan pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan penyimpanan.
i. Viskositas adalah suatu pertahanan dari suatu cairan untuk mengalir. j. Percentile 90 ukuran droplet adalah 90% dari populasi droplet memiliki
k. Indeks creaming adalah nilai yang diperoleh dengan mengamati creaming
yang terjadi pada emulsi selama periode waktu tertentu. l. Efek adalah respon yang disebabkan variasi level dan faktor.
m. Desain faktorial adalah desain penelitian yang dapat digunakan untuk
mengevaluasi efek dari 2 faktor yaitu lama dan suhu pencampuran secara simultan.
C. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah alat-alat gelas pyrex Japan, Propeller mixer IKA-WERK Type RW 15 Holland, Ultra Turrax Ystral Gmbh D-7801 Dottingen Type X 1020 Holland, waterbath Tamson Zoetermeer-Holland 1985 0023, mikroskop MOTIC DMB3-223 LISTED MICROSCOPE 29Ax E250223 US, microscope slide 25,4 x 76,2 mm dan tebal 0,8 – 1 mm Thick China, thermometer, timbangan METTLER TOLEDO GB 3002 Switzerland, dan Viscometer seri VT 04 (RION-JAPAN).
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah ekstrak etanol buah pare (Momordica charantia L.) dari PT. Java Plant Surakarta, Indonesia; Virgin Coconut Oil (VCO) dari Bantul Yogyakarta, Indonesia; gliserin (Pharmaceutical
grade), Span 80 (Pharmaceutical grade), Tween 80 (Pharmaceutical grade),
D. Alur Penelitian
Gambar 15. Skema Alur Penelitian 1. Uji tipe emulsi: dengan metode warna (methylene blue) 2. Uji sifat fisik meliputi:
Vikositas, ukuran droplet, dan indeks creaming setelah 24 jam. 3. Uji stabilitas meliputi:
Profil viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming secara periodik selama penyimpanan 1 bulan (24 jam, 7 hari, 15 hari, 21 hari, 1 bulan), dan pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan.
Verifikasi ekstrak etanol pare: - Ekstraksi Pare
- Uji Kualitatif Kromatografi Lapis tipis.
Pembuatan emulsi oral A/M dengan variasi lama dan suhu pencampuran. 1. Pencampuran fase air (ekstrak pare, aquadest, tween 80, gliserin, sukrosa)
dengan propeller mixer kecepatan 700 rpm pada lama dan suhu percobaan.
2. Pencampuran fase minyak (VCO, Span 80) dengan propeller mixer kecepatan 700 rpm pada lama dan suhu percobaan.
3. Tuang fase air dan nipagin ke dalam fase minyak porsi per porsi sambil dicampur dengan propeller mixer kecepatan 700 rpm pada lama dan suhu percobaan.
4. Homogenisasi dengan Ultra Turrax selama 3x1 menit.
Analisis data profil viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming selama 1 bulan menggunakan Repeated Measures Anova (distribusi data normal) atau Friedman - Wilcoxon (distribusi data tidak normal).
E. Tata Cara Penelitian
1. Verifikasi Ekstrak Etanol Buah Pare dari PT. Javaplant Surakarta, Indonesia.
a. Ekstraksi Buah Pare
Buah pare sebanyak 4 kg dikumpulkan dan dibersihkan, kemudian buah pare dicelupkan ke dalam etanol panas. Selanjutnya dipotong kecil-kecil dan dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu ±500C. Buah pare yang sudah kering kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender sehingga menjadi serbuk. Serbuk buah pare kemudian diekstraksi dengan etanol 75% secara maserasi selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacum evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat (Rita, et al., 2008).
b. Uji Kualitatif Ekstrak Buah Pare Secara Kromotografi Lapis Tipis (KLT)
2. Formula
Tabel III. Formula Sediaan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare 200g Bahan- bahan emulsi Satuan (g)
Ekstrak etanol buah pare 28
Aquadest 20
Gliserin 15,8
Virgin Coconut Oil (VCO) 96
Span 80 25,2
Tween 80 4,8
Sukrosa 50% b/v 10
Nipagin 0,2
Kombinasi dari Span 80 dan Tween 80 dari formula di atas menghasilkan HLB = 6
3. Pembuatan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare a. Pembuatan larutan sukrosa 50 % bv
Timbang kurang lebih seksama 100 g sukrosa, kemudian larutkan dengan aquadest hingga 200 ml.
b. Pembuatan emulsi
Ekstrak etanol kering buah pare dilarutkan dengan air, setelah dilarutkan dimasukkan dalam beaker yang berisi Tween 80, dimasukkan juga gliserin dan sukrosa ke dalam beaker tersebut, dicampur dengan propeller mixer pada lama dan suhu percobaan untuk pencampuran dengan kecepatan
putar mixer 700 rpm (fase air).
VCO dimasukkan ke dalam beaker yang berisi Span 80 dan dicampur dengan propeller mixer pada lama dan suhu percobaan untuk pencampuran dengan kecepatan putar mixer 700 rpm (fase minyak).
untuk pencampuran dengan kecepatan putar mixer 700 rpm. Hasil campuran tersebut dihomogenisasi dengan Ultra Turrax 3x1 menit (Bjerregaard, et al., 1999).
Tabel IV. Percobaan desain faktorial (tiap percobaan direplikasi 3 kali).
Formula Lama Pencampuran (menit) Suhu Pencampuran (ºC)
(1) 5 35
a 15 35
b 5 50
ab 15 50
4. Uji Sifat Fisis dan Stabilitas Emulsi a. Uji Tipe Emulsi (Metode Warna)
Uji tipe emulsi dilakukan dengan menggunakan metode warna yaitu dengan menambah reagen methylene blue dan diamati secara mikroskopik. Emulsi dipreparasi di objek glass dan ditambah dengan methylene blue, kemudian amati di bawah mikroskop. Jika dengan reagen methylene blue, medium dispers berwarna biru merata maka emulsi bertipe M/A, dan jika fase terdispers yang berwarna biru maka emulsi mempunyai tipe A/M (Voigt, 1994).
b. Uji Ukuran Droplet
Sejumlah emulsi diteteskan pada gelas objek kemudian diamati ukuran droplet yang terdispersi pada emulsi dengan menggunakan fotomikroskop pada perbesaran 100x. Diukur diameter terjauh dari tiap droplet sejumlah 500 droplet (Martin, et al., 1993) dengan menggunakan program MOTIC Image Plus 2.0 yang telah dikalibrasi dengan lensa objektif skala 10 µm. Uji ini
Sifat fisis emulsi ditunjukkan dengan ukuran droplet setelah 24 jam. Stabilitas sediaan emulsi ditunjukkan melalui profil ukuran droplet secara periodik selama 1 bulan dan pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan penyimpanan. Data ukuran droplet diolah dengan program SPSS 13.0 untuk memperoleh percentile 90 sebagai respon ukuran droplet.
% pergeseran ukuran droplet =
Pengukuran viskositas menggunakan alat Viscometer Rion seri VT 04. Cara: emulsi diambil 150 ml dalam wadah dan dipasang pada portable viscotester. Viskositas emulsi diketahui dengan mengamati gerakan jarum
penunjuk viskositas (Instruction Manual Viscotester VT-04E). Uji ini dilakukan 24 jam, 7 hari, 15 hari, 21 hari dan 1 bulan (Prinderre, et al., 1998).
Sifat fisis emulsi ditunjukkan dengan viskositas setelah 24 jam. Stabilitas sediaan emulsi ditunjukkan melalui profil viskositas secara periodik selama 1 bulan.
d. Uji Indeks Creaming
Keterangan: hu = tinggi creaming yang terjadi
ho = tinggi emulsi mula-mula (Aulton, 2002).
Sifat fisis emulsi ditunjukkan dengan indeks creaming setelah 24 jam. Stabilitas sediaan emulsi ditunjukkan melalui profil indeks creaming secara periodik selama 1 bulan.
F. Analisis Data
Data standarisasi ekstrak etanol daging buah pare mengacu pada standar yang tercantum dalam Certificate of Analysis dan verifikasi ekstrak dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT). Data yang terkumpul adalah data uji viskositas, ukuran droplet, indeks creaming secara periodik selama 1 bulan, dan pergeseran ukuran droplet setelah 1 bulan penyimpanan. Metode desain faktorial digunakan untuk mengetahui efek lama pencampuran, suhu pencampuran, dan interaksinya dalam menentukan sifat fisis dan stabilitas emulsi.
Profil viskositas, ukuran droplet, dan indeks creaming selama 1 bulan dianalisis signifikansinya menggunakan Repeated Measures Anova bila distribusi data normal dan menggunakan Friedman - Wilcoxon bila distribusi data tidak normal.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Verifikasi Ekstrak Etanol Buah Pare 1. Ekstraksi buah pare
Sebelum diekstraksi buah pare yang sudah dibersihkan direndam dalam etanol panas, tujuannya untuk menghentikan proses metabolisme enzim yaitu dengan cara mendenaturasi protein yang terdapat pada enzim. Buah pare yang telah direndam kemudian diiris tipis, dikeringkan dan dibuat serbuk. Serbuk buah pare diekstraksi menggunakan etanol 75% secara maserasi selama 24 jam. Ekstrak yang diperoleh dipekatkan dengan rotary vacum evaporator sampai diperoleh ekstrak pekat. Ekstrak pekat inilah yang digunakan untuk uji kualitatif dengan KLT. Prosedur ekstraksi yang digunakan berdasarkan penelitian Rita, et al., (2008), yaitu menggunakan pelarut etanol. Ekstrak buah pare yang diperoleh dari PT. Javaplant diekstraksi menggunakan pelarut etanol. Ekstrak pare hasil ekstraksi penulis diharapkan dapat digunakan untuk verifkasi ekstrak etanol buah pare dari PT. Javaplant menggunakan KLT.
2. Uji Kualitatif dengan Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
kromatogram ekstrak dari PT. Javaplant dan ekstrak etanol buah pare hasil ekstraksi.
Gambar 16. Kromatogram KLT ekstrak etanol buah pare diamati dengan sinar UV 254 nm
Keterangan :
Fase diam = silika gel GF 254 nm Fase gerak = asam asetat : benzena (2:8) Jarak elusi = 10 cm
E1 = ekstrak etanol dari PT. Javaplant dilarutkan dalam etanol E2 = ekstrak etanol hasil ekstraksi dilarutkan dalam etanol A1 = ekstrak etanol dari PT. Javaplant dilarutkan dalam air A2 = ekstrak etanol hasil ekstraksi dilarutkan dalam air
fase diam silika gel GF 254 nm dan fase gerak asam asetat : benzena (2:8) dengan jarak elusi 10 cm, setelah terelusi bercak yang diperoleh diamati di bawah sinar UV 254 nm. Pada saat diamati dengan sinar UV (Gambar 16) terlihat bahwa ekstrak dari PT. Javaplant dan hasil ekstraksi menghasilkan profil bercak yang sama (nilai Rf dan warna bercak sama). Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol buah pare dari PT. Javaplant memiliki profil kromatogram dengan kandungan senyawa berkhasiat yang identik dengan ekstrak etanol buah pare hasil ekstraksi penulis.
B. Pembuatan Emulsi Oral A/M Ekstrak Etanol Buah Pare
Emulsi sistem A/M dibuat dengan tujuan untuk menutupi rasa pahit karena kandungan kukurbitasin dalam ekstrak etanol buah pare. Formula emulsi ekstrak etanol buah pare diperoleh dari hasil orientasi penulis. Span 80 digunakan sebagai emulgator karena mempunyai nilai HLB yang dibutuhkan untuk menghasilkan emulsi sistem A/M. Namun, dalam pembuatan emulsi A/M ekstrak etanol buah pare, penggunaan Span 80 dikombinasikan dengan Tween 80 karena keduanya memiliki panjang rantai hidrokarbon yang sama sehingga ikatan antara Span dan Tween seimbang. Selain itu, kombinasi Span 80 dan Tween 80 dengan perbandingan komposisi tertentu akan diperoleh nilai HLB 6 yang merupakan required HLB minyak (VCO) dan nilai tersebut merupakan HLB untuk
mengurangi perbedaan densitas sehingga memperlambat laju pemisahan antara fase air dan fase minyak. Sedangkan VCO digunakan sebagai fase minyak, mempunyai required HLB 6 sehingga sesuai untuk emulsi oral A/M. Dalam sediaan emulsi oral A/M digunakan nipagin sebagai pengawet karena nipagin merupakan pengawet dari golongan paraben yang aman digunakan dalam sediaan oral.
Proses pembuatan emulsi adalah pertama-tama ekstrak etanol buah pare dilarutkan dengan air sampai larut, setelah dilarutkan dimasukkan dalam beaker yang berisi Tween 80, dimasukkan juga gliserin dan sukrosa ke dalam beaker tersebut, dicampur dengan propeller mixer pada suhu 350C - 500C dengan kecepatan putar mixer 700 rpm selama 5 menit - 15 menit. Hasil pencampuran ini sebagai fase air dari emulsi ekstrak etanol buah pare. VCO dimasukkan ke dalam beaker yang berisi Span 80 dan dicampur dengan propeller mixer pada suhu 350C - 500C dengan kecepatan putar mixer 700 rpm selama 5 menit - 15 menit. Hasil dari pencampuran kedua sebagai fase minyak dari emulsi ekstrak etanol buah pare. Fase air dimasukkan porsi per porsi dalam fase minyak, tujuannya untuk mendispersikan fase air ke dalam fase minyak sehingga terbentuk emulsi A/M. Pendispersian fase air ke dalam fase minyak menggunakan propeller mixer pada suhu 350C - 500C dengan kecepatan putar mixer 700 rpm selama 5 menit-15 menit. Hasil campuran tersebut dihomogenisasi dengan homogenizer 3x1 menit (Bjerregaard et al., 1999).
pengadukan menggunakan propeller mixer, fase air akan membentuk droplet-droplet yang terdispersi dalam medium minyak. Berdasarkan orientasi, kecepatan putar mixer yang digunakan untuk menghasilkan emulsi yang tidak terpisah secara visual adalah 700 rpm. Ultra Turrax berfungsi untuk memperkecil ukuran droplet dari emulsi dengan melewatkan campuran cairan melalui suatu lubang kecil pada tekanan tinggi (Lachmann, 1994).
Faktor yang diteliti dalam pembuatan emulsi ekstrak oral A/M etanol buah pare adalah lama dan suhu pencampuran. Lama pencampuran yang digunakan adalah 5 menit (level rendah) dan 15 menit (level tinggi), sedangkan suhu pencampuran yang digunakan adalah 350C (level rendah) dan 500C (level tinggi). Orientasi dilakukan terlebih dahulu sebelum pembuatan emulsi untuk mengetahui lama dan pencampuran dalam range berapa yang masih memberikan hasil emulsi yang tidak terpisah secara visual. Berdasarkan hasil orientasi diperoleh emulsi yang tidak terpisah secara visual pada rentang level yang diteliti.
C. Pengujian Tipe Emulsi
Emulsi oral A/M ekstrak etanol buah pare memiliki HLB teoritis 6 menunjukkan bahwa emulsi yang dibuat merupakan emulsi tipe Air dalam Minyak (A/M). Dilakukan pengujian tipe emulsi dalam penelitian ini bertujuan untuk membuktikan bahwa emulsi yang dibuat merupakan emulsi tipe A/M.