• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Likuiditas bank adalah kemampuan bank untuk memenuhi kewajiban segera, baik kewajiban untuk memenuhi penarikan dana maupun permintaan pembiayaan dari nasabah. Masalah likuiditas timbul karena adanya risiko likuiditas. Dalam dunia perbankan/lembaga keuangan terdapat tiga jenis risiko utama, yaitu risiko finansial, risiko operasional dan risiko bisnis. Risiko likuiditas itu sendiri merupakan bagian dari risiko finansial (Ismal, 2011: 36). Oleh karena itu, masalah likuiditas ini sangat penting untuk dibahas karena likuiditas termasuk bagian dari salah satu risiko utama yang ada di dunia perbankan.

Masalah likuiditas erat kaitannya dengan masalah public trust. Dan sebagaimana yang diungkapkan oleh Norman (2005: 3), masalah public trust

merupakan masalah urgent dalam perbankan karena penyimpangan perbankan akan menyebabkan gangguan dalam sistem perekonomian dan juga akan menyebabkan terganggunya lalu lintas peredaran uang dan yang lebih jauh lagi adalah dapat menyebabkan capital flight yang akan merugikan perekonomian secara makro. Hal tersebut terlihat jelas dengan adanya krisis keuangan global pada tahun 2008/2009 dan krisis ekonomi Asia pada tahun 1997/1998, termasuk krisis moneter Indonesia, yang merupakan dampak dari masalah likuiditas. Pada awal November 1997 terdapat 16 bank yang dilikuidasi, sejumlah bank dibekukan dan berada dalam pengawasan BPPN pada tahun 1998, dan pada tahun 1999 sebanyak 38 bank dilikuidasi (Sulistiowati, 2002: 1-2). Fenomena ini terjadi diantaranya karena bank-bank tersebut tidak mampu menjaga likuiditasnya.

Pernyataan di atas sejalan dengan pendapat Muhammad (2005: 65) yang menyatakan bahwa kajian mengenai likuiditas di dunia perbankan merupakan suatu hal yang harus dilakukan mengingat likuiditas berkaitan erat dengan kepercayaan masyarakat, nasabah dan pemerintah. Jadi, untuk menjaga                

(2)

kepercayaan dari pihak-pihak yang berkepentingan dengan bank maka bank perlu menjaga likuiditasnya.

Sebagaimana dikemukakan oleh Diamond dan Dybvig (dalam Erlangga M., 2007: 2), satu kunci mengapa bank merupakan institusi yang rapuh adalah karena peran bank dalam mentransformasi maturity dan menyediakan jaminan terhadap kebutuhan likuiditas potensial deposannya. Dengan demikian, bank harus mempunyai aset likuid sebanyak kewajibannya untuk memenuhi kebutuhan potensial deposannya tersebut. Namun, yang menjadi masalah adalah bahwa aset likuid merupakan non-earning asset, yaitu aset yang tidak memberikan hasil/pendapatan. Oleh karena itu, jika aset likuid yang dimiliki bank cukup besar, maka akan mengganggu profitabilitas bank yang bersangkutan. Penjelasan di atas memberi gambaran bahwa terdapat hubungan yang saling mempengaruhi antara likuiditas dan profitabilitas, dan biasanya terjadi pertukaran (trade off) antara kedua aspek tersebut. (Muhammad, 2005: 74).

Adanya trade off antara likuiditas dan profitabilitas ini menyebabkan

mismatch antara kebutuhan dan penyediaan aset likuid. Adanya opportunity cost

yang disebabkan dana yang menganggur karena dijadikan cadangan likuiditas menjadikan bank harus melakukan investasi setelah mempunyai likuiditas yang cukup. Bank tidak mempunyai kontrol terhadap sumber dana tetapi bank dapat mengontrol penggunaan dana yang berhasil dihimpunnya dengan mengatur prioritas likuiditas bank dalam alokasi dana. Adanya trade off inilah yang menyebabkan munculnya esensi manajemen likuiditas (Erlangga, 2007: 6).

Pengertian likuiditas dalam dunia perbankan lebih kompleks dibandingkan dengan dunia bisnis secara umum. Konsep likuiditas di dalam dunia bisnis diartikan sebagai kemampuan menjual aset dalam waktu singkat dengan kerugian yang paling minimal, sedangkan di dunia perbankan konsep likuiditas dilihat dari dua sudut, yaitu sudut aktiva dan pasiva. Dari sudut aktiva, likuiditas adalah kemampuan untuk mengubah seluruh aset menjadi bentuk tunai (cash), sedangkan dari sudut pasiva, likuiditas adalah kemampuan bank memenuhi kebutuhan dana melalui peningkatan portofolio liabilitas (Harahap dalam www.asbanda.com). Dengan demikian, manajemen likuiditas bank syariah ini sangat diperlukan agar                

(3)

tidak terjadi masalah likuiditas yang disebabkan adanya mismatch antara sisi aktiva dan pasiva tersebut di atas.

Financing to Deposit Ratio (FDR) merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur likuiditas perbankan syariah. FDR diperoleh dari hasil perbandingan antara total penyaluran dana yang dilakukan bank dalam bentuk pembiayaan dengan total penghimpunan dana dalam bentuk DPK (Dana Pihak Ketiga). Rasio ini menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan pembiayaan yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya. Berikut ini merupakan tabel FDR yang memperlihatkan kondisi likuiditas perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2007 sampai 2011.

Tabel 1.1

FDR Perbankan Syariah di Indonesia

Sumber: SPS-BI, diolah

Jika dilihat dari rata tingkat FDR, sampai saat ini perbankan syariah di Indonesia tidak memiliki masalah serius dengan likuiditasnya, karena tingkat FDR bank syariah berada pada titik aman. Dari tabel di atas terlihat bahwa FDR dari tahun ke tahun masih berada pada kisaran yang ditentukan Bank Indonesia, yaitu diantara 80%-110%, kecuali pada pertengahan menjelang akhir tahun 2008, FDR perbankan syariah melampaui batas maksimum yang ditentukan BI. Walaupun rata-rata FDR bank syariah berada pada titik aman, bank syariah harus tetap

85.00% 90.00% 95.00% 100.00% 105.00% 110.00% 115.00%

FDR

Bulan, Tahun

               

(4)

mengelola likuiditasnya dengan baik, karena baik kelebihan maupun kekurangan likuiditas sama-sama memiliki dampak kepada bank. Menurut Harahap (dalam www.asbanda.com), jika bank terlalu konservatif mengelola likuiditas, dalam pengertian terlalu besar memelihara likuiditas akan mengakibatkan profitabilitas bank menjadi rendah walaupun dari sisi liquidity shortage risk akan aman. Sebaliknya jika bank menganut pengelolaan likuiditas yang agresif maka cenderung akan dekat dengan liquidity shortage risk akan tetapi memiliki kesempatan untuk memperoleh profit yang tinggi. Liquidity shortage risk akan menyebabkan dampak serius terhadap business contuinity dan business sustainability. Untuk mengatasi masalah tersebut, dan agar perbankan syariah bisa mempertahankan kondisi likuiditas yang sekarang, yang dinilai cukup aman, maka bank syariah perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi likuiditas sehingga bank dapat mengelola faktor-faktor tersebut.

Rudi Dogar Harahap (dalam www.asbanda.com) mengemukakan bahwa secara garis besar, kondisi likuiditas bank dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal adalah uncontrollable factor, seperti kondisi ekonomi dan moneter, karakteristik deposan, kondisi pasar uang, peraturan, dan lain-lain. Sedangkan faktor internal pada umumnya adalah faktor-faktor yang bisa dikendalikan oleh bank. Faktor internal sangat tergantung kepada kemampuan manajemen mengatur setiap instrumen likuiditas bank. Contohnya adalah pemilihan strategi penerapan asset-liabities manajemen.

Sementara menurut Arifin (dalam Erlangga M., 2007: 10) likuiditas dipengaruhi beberapa hal, yaitu: volatilitas dari simpanan nasabah, ketersediaan aset yang dikonversi menjadi kas, akses pasar uang antarbank dan sumber dana lain termasuk Lender of The Last Resort (LOLR) dari Bank Sentral, serta komitmen bank terhadap nasabah atau pihak lain untuk memberikan fasilitas pembiayaan atau melakukan investasi. Kemudian penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas ini telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya pada bank yang berbeda dengan variabel yang berbeda.

Hasil penelitian sebelumnya oleh Aspahcs (2005) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas bank-bank di Inggris adalah LOLR                

(5)

dari Bank Sentral, kondisi ekonomi dan tingkat suku bunga jangka pendek. Menurut Aspachs, faktor-faktor ini mempunyai siklus yang berkebalikan dengan likuiditas. Selanjutnya hasil penelitian Norman (2005) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi likuiditas Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang diukur dengan FDR adalah dana simpanan nasabah serta pembiayaan dan investasi yang dilakukan bank. Penelitian yang dilakukan oleh Anugrah (2006) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh positif terhadap FDR Bank Umum Syariah (BUS) adalah NPF (Non Performing Finance) dan nilai tukar rupiah, sedangkan faktor-faktor yang berpengaruh negatif adalah total aset, suku bunga SBI (Sertifikat Bank Indonesia), bonus SWBI (Sertifikat Wadiah Bank Indonesia), GDP (Gross Domestic Product) dan fatwa MUI (Majelis Ulama Indonesia). Selain itu, penelitian yang dilakukan oleh Erlangga M. (2007) menujukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat buffer likuiditas Bank Syariah Mandiri adalah dana pihak ketiga yang berkorelasi positif dan ketersediaan aset siap konversi menjadi kas yang berkorelasi negatif. Penelitian lainnya oleh Permana (2008) menunjukkan bahwa tingkat risiko pembiayaan mempengaruhi tingkat likuiditas PT. BPRS Ishlahul Ummah. Dan pada tahun 2010, hasil penelitian Senjaya menunjukkan bahwa BI rate berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan DPK (Dana Pihak Ketiga) bank syariah. Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya bahwa FDR merupakan hasil perbandingan antara total penyaluran dana dalam bentuk pembiayaan dengan total penghimpunan dana dalam bentuk DPK (Dana Pihak Ketiga), dengan demikian DPK ini merupakan salah satu komponen dari FDR itu sendiri.

Berdasarkan uraian di atas maka penulis tertarik untuk meneliti kembali faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi likuiditas perbankan syariah di Indonesia dengan memadukan faktor-faktor yang telah diteliti oleh para peneliti sebelumnya serta menambahkan faktor yang belum diteliti. Faktor-faktor yang akan diteliti penulis diantaranya adalah aset siap konversi menjadi kas, akses pasar antarbank dan sumber dana lainnya, risiko pembiayaan yang diukur dengan NPF dan BI Rate. Berikut ini perkembangan dari masing-masing variabel yang akan diteliti dari tahun 2007 sampai 2011.

               

(6)

Tabel 1.2

Aset Siap Konversi Menjadi Kas dan Akses Pasr Antarbank dan Sumber Dana Lainnya

Sumber: SPS-BI, diolah

Tabel 1.3

Risiko Pembiayaan (NPF) dan BI Rate

Sumber: SPS-BI, diolah

Dari kedua tabel di atas terlihat bahwa pergerakan aset siap konversi menjadi kas dan akses pasar antarbank syariah dan sumber dana lainnya cenderung naik (lihat tabel 1.2), sebaliknya NPF dan BI Rate cenderung turun (lihat tabel1.3). Sedangkan FDR sendiri, pada periode yang sama mengalami fluktuasi yang cenderungturun disetiap akhir tahun. Dengan demikian, dalam penyusunan Tugas Akhir ini penulis memilih judul “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Likuiditas Perbankan Syariah di Indonesia”.

1,000 3,000 5,000 7,000 9,000 11,000 13,000 15,000 17,000 19,000 21,000 Aset Siap Konversi Menjadi Kas Akses Pasar Antarbank dan Sumber Dana Lainnya 3.00% 4.00% 5.00% 6.00% 7.00% 8.00% 9.00% 10.00% NPF BI Rate                

(7)

1.2Rumusan Masalah dan Batasan Masalah 1.2.1 Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah penulis uraikan di atas maka masalah yang akan dirumuskan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah ketersediaan aset siap konversi menjadi kas mempengaruhi likuiditas perbankan syariah?

2. Apakah akses pasar antarbank dan sumber dana lainnya mempengaruhi likuiditas perbankan syariah?

3. Apakah risiko pembiayaan (NPF) mempengaruhi likuiditas perbankan syariah?

4. Apakah tingkat suku bunga (BI rate), sebagai faktor eksternal turut mempengaruhi likuiditas perbankan syariah?

5. Apakah ketersediaan aset siap konversi menjadi kas, akses pasar antarbank dan sumber dana lainnya, risiko pembiayaan (NPF) dan suku bunga (BI

Rate) berpengaruh secara simultan terhadap likuiditas perbankan syariah? 1.2.2 Batasan Masalah

Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas maka perlu dilakukan pembatasan masalah agar hasil penelitian dapat memberikan pemahaman yang sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan sehingga penelitian ini tidak meluas dan lebih terarah. Dengan demikian, peneliti membatasi masalah pada beberapa hal, diantaranya:

1. Tugas Akhir ini hanya membahas likuiditas yang terbatas pada tingkat FDR (Finance to Deposit Ratio).

2. Penelitian ini dilakukan pada perbankan syariah di Indonesia.

3. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perbankan syariah Indonesia periode 2007-2011 yang diperoleh dari Statistik Perbankan Syariah-Bank Indonesia (SPS-BI).

               

(8)

1.3Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitiaan

Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan di atas maka secara umum, tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui apakah ketersediaan aset siap konversi menjadi kas mempengaruhi likuiditas perbankan syariah.

2. Untuk mengetahui apakah akses pasar antarbank dan sumber dana lainnya mempengaruhi likuiditas perbankan syariah.

3. Untuk mengetahui apakah risiko pembiayaan (NPF) mempengaruhi likuiditas perbankan syariah.

4. Untuk mengetahui apakah tingkat suku bunga (BI rate), sebagai faktor eksternal turut mempengaruhi likuiditas perbankan syariah.

5. Untuk mengetahui apakah ketersediaan aset siap konversi menjadi kas, akses pasar antarbank dan sumber dana lainnya, risiko pembiayaan (NPF) dan suku bunga (BI Rate) berpengaruh secara simultan terhadap likuiditas perbankan syariah.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah: a. Secara Teoritis

Hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan memberikan manfaat dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan khususnya dalam pengembangan perbankan syariah.

b. Secara Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi berupa masukan bagi para praktisi dalam rangka pengambilan keputusan dan penyusunan kebijakan di bank syariah, khususnya dalam pengelolaan likuiditas, serta memberi masukan kepada akademisi untuk melakukan penelitian lebih lanjut.                

Referensi

Dokumen terkait

Berangkat dari masalah yang ditemukan, penulis mengadakan penelitian dengan metode studi pustaka, observasi, perancangan, instalasi, uji coba serta implementasi untuk menemukan

Emisi surat utang korporasi di pasar domestik selama Januari 2018 mencapai Rp7,67 triliun atau naik 2,84 kali dibandingkan dengan Januari 2018, berdasarkan data oleh

pendidikan 37Yo responden menjawab ingin beke{a dan melanjutkan strata dua. Responden kurang berani untuk mengambil resiko memulai sebuah usaha dengan kendala-kendala

1 M.. Hal ini me nunjukkan adanya peningkatan keaktifan belajar siswa yang signifikan dibandingkan dengan siklus I. Pertukaran keanggotaan kelompok belajar

Yayasan Lembaga Penyelidikan Masalah Bangunan, Peraturan Perencanaan Baja Indonesia (PPBBI), DPU, Bandung,

Metode pengolahan dan analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif kualitatif dengan pendekatan manajemen strategi untuk mengetahui lingkungan perusahaan

Badan Amil Zakat, yang selanjutnya disingkat BAZ, adalah Badan yang ditetapkan Walikota Mojokerto atas usulan Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Mojokerto untuk

Fungsi speaker ini adalah mengubah gelombang listrik menjadi getaran suara.proses pengubahan gelombag listrik/electromagnet menjadi gelombang suara terjadi karna