• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. dan alergi meningkat di berbagai wilayah seluruh dunia, khususnya di negara-negara

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. dan alergi meningkat di berbagai wilayah seluruh dunia, khususnya di negara-negara"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Asma merupakan salah satu penyakit kronik saluran napas yang banyak diderita oleh anak, baik di negara maju maupun di negara berkembang. Prevalensi penyakit asma dan alergi meningkat di berbagai wilayah seluruh dunia, khususnya di negara-negara dengan pendapatan rendah sampai menengah, serta memberikan dampak yang terbesar pada kelompok anak dan dewasa muda (Pawankar, 2014). Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2011 terdapat 235 juta orang di seluruh dunia menderita asma dengan angka kematian lebih dari 8% di negara-negara berkembang (World Health Organization (WHO), 2011). Hal ini sesuai dengan laporan dari Global Asthma Network (GAN) yang menyebutkan bahwa terjadi peningkatan penderita asma dari 235 juta pada 2011 menjadi sekitar 334 juta pada tahun 2014 dengan jumlah penderita anak mempunyai gejala asma sebesar 14% dan sebesar 8,6% pada usia 18-45 tahun (GAN Report, 2014). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 disebutkan bahwa angka prevalensi asma di Indonesia pada semua umur adalah 4,5 %, pada anak umur 1 tahun sebesar 1,5%, pada anak umur 1 – 4 tahun sebesar 3,8% dan pada anak umur 5 - 14 tahun sebesar 3,9% (Riskesdas, 2013).

Asma menurunkan kualitas hidup penderita karena meningkatnya dampak buruk yang ditimbulkan. Pengukuran terhadap dampak yang ditimbulkan akibat asma menggunakan Disability Adjusted Life Years (DALYs

)

(GAN Report, 2014). Metode DALYs terdiri atas komponen years lived with disability (YLD) dan years of life lost (YLL) per 100.000 populasi. Global Asthma Network melaporkan ketidakmampuan dan kematian di usia muda sebagai komponen YLD, terbanyak pada kelompok usia 10-14 tahun dan 75-79 tahun (Global Asthma Network, 2014). Penyakit asma juga meningkatkan

(2)

beban ekonomi secara langsung bagi negara akibat kenaikan pembiayaan untuk pengobatan asma, rawat inap di rumah sakit. Dampak tidak langsung terhadap ekonomi diakibatkan karena penurunan produktifitas kerja pada penderita usia produktif (GAN Report, 2014). Bagi anak usia sekolah, asma dapat menurunkan prestasi di sekolahkarena merupakan salah satu penyebab tersering ketidakhadiran di sekolah. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan untuk mengetahui angka absensi anak sekolah, menyebutkan sebanyak 23% dari total 1302 anak usia 4-17 tahun mempunyai minimal 1 hari ketidakhadiran di sekolah akibat asma (Meng, Babey and Wolstein, 2012).

Beberapa penelitian sebelumnya telah mengidentifikasi faktor risiko terjadinya asma dan mengelompokkan menjadi faktor genetik dan non-genetik. Penelitian menyebutkan faktor risiko asma antara lain: faktor genetik, prematuritas, berat lahir rendah, riwayat atopi pada keluarga, orang tua perokok, mengkonsumsi makanan tidak dominan sayuran, mengkonsumsi makanan cepat saji, kurang olah raga, , sering menggunakan parasetamol, pemberian parasetamol atau antibiotika sebelum berusia satu tahun, jumlah saudara yang menderita asma, pendidikan ibu tinggi, polusi udara (rumah dekat lalu lintas, memasak menggunakan gas atau minyak tanah), tidak diberi ASI, alergen (anjing dan kucing), dan obesitas (Asher, 1998; P Ellwood, MI Asher, 2015)

Penelitian di Indonesia melaporkan hasil serupa, yaitu jenis kelamin, riwayat asma pada orangtua, atopi ayah atau ibu, atopi pada anak selain asma, penggunaan kasur dan bantal dari kapuk, penggunaan karpet, kepemilikan binatang peliharaan, riwayat merokok pada orangtua, infeksi saluran napas, penggunaan obat nyamuk di rumah dan obesitas sebagai faktor risiko asma pada anak (Laisina, Takumansang Sondakh and Wantania, 2007). Penelitian lain pada 879 anak dari 20 sekolah dasar usia 6-7 tahun di Padang pada Juni-November 2009 menyebutkan faktor risiko terjadinya asma antara lain: riwayat atopi

(3)

ayah atau ibu, kurang makan sayur, konsumsi MSG, pemberian parasetamol 2,3 kali tiap bulan, berat badan lahir rendah, ASI tidak diberikan secara eksklusif, riwayat kontak dengan unggas, kebiasaan merokok pada ibu merupakan faktor dominan yang mempengaruhi kejadian asma, sedangkan obesitas tidak meningkatkan risiko terjadinya asma pada anak (Afdal et al., 2012).

Obesitas merupakan masalah kesehatan masyarakat global baik di negara berkembang maupun negara maju yang menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun pada berbagai kelompok usia, termasuk pada usia anak-anak dan remaja. Peningkatan prevalensi overweight dan obese pada anak di dunia dapat dilihat dengan meningkatnya angka prevalensi dari 4,2% di tahun 1990 menjadi 6,7% di tahun 2010, dan diperkirakan akan mencapai 9,1% di tahun 2020 (WHO Statistics, 2011) . Sedang kejadian obesitas di Indonesia lebih tinggi yaitu 12,2%, 14,0%, dan 11,9% berturut –turut pada tahun 2007, 2010, dan 2013 (Riskesdas, 2013)

Penyebab obesitas pada anak bersifat multifaktorial serta menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas pada saat usia dewasa.Morbiditas pada anak dan remaja obes antara lain: gangguan kesehatan secara medis, psikososial, gangguan metabolik dan mekanik antara lain: intoleransi glukosa, dislipidemia, hipertensi, sindrom polikistik ovarii, Gallstone, Diabetes Mellitus tipe 2, gangguan orthopedi, pseudotumor serebri, Obstructive Sleep Apnea, asma, dan penurunan kualitas hidup saat dewasa (Reilly and Kelly, 2011).

Beberapa penelitian menunjukkan adanya hubungan antara obesitas dengan asma (Weinmayr et al., 2014; Mebrahtu, Feltbower and Parslow, 2015). Pemahaman yang diterima secara umum adalah bahwa obesitas merupakan faktor risiko terjadinya asma. Adanya hubungan antara asma dan obesitas pada awalnya diketahui dari hasil penelitian

(4)

cross-sectional yang tidak dapat menjelaskan hubungan waktu dan kausalitas, namun beberapa penelitian prospektif menunjukkan bahwa obesitas terjadi sebelum terjadinya asma (Mebrahtu, Feltbower and Parslow, 2015). Mekanisme obesitas sebagai faktor risiko asma belum diketahui dengan pasti. Beberapa hipotesis yang diajukan antara lain bahwa pada obesitas terjadi perubahan anatomis dan mekanik saluran napas, inflamasi kronis secara sistemik dan pada saluran napas, resistensi insulin, perubahan pada epigenetik dan perubahan keseimbangan antara sitokin dan adipokin (Dixon and Poynter, 2016). Obesitas juga dihubungkan dengan kontrol asma yang buruk pada anak. Asma pada individu dengan obesitas berkecenderungan menjadi lebih berat dan tidak berespon dengan baik terhadap pengobatan. Hal ini ditunjukkan dari beberapa penelitian yang melaporkan bahwa penurunan berat badan dapat menyebabkan asma terkontrol dengan baik (van Huisstede et al., 2015. Luna-Pech et al., 2014. Freitas, et al.,2017).

Angka prevalensi asma antar bangsa di seluruh dunia beravariasi akibat perbedaan kualitas fasilitas kesehatan, teknik survelians yang digunakan, diagnosis dokter dan jaringan informasi masalah kesehatan yang dimiliki. Prevalensi asma di Indonesia meningkat seiring dengan peningkatan prevalensi obesitas pada anak (Riskesdas, 2013). Penelitian untuk mengetahui kejadian dan faktor risiko asma pada anak di Menado menyatakan bahwa obesitas berpengaruh secara bermakna terhadap kejadian asma (Laisina, Takumansang Sondakh and Wantania, 2007). Perbedaan penelitian ini dibandingkan dengan penelitian terdahulu adalah penelitian ini dilakukan pada dua kelompok umur sekaligus yaitu 6-7 tahun dan 13-14 tahun dan jumlah sampel penelitian yang lebih besar yaitu 3000 anak pada setiap kelompok umur sehinga diharapkan dapat memberikan hasil yang lebih bermakna.

(5)

Asma tidak dapat disembuhkan, akan tetapi apabila terkontrol baik, sebagian besar anak dengan asma tidak bergejala pada masa remaja atau dewasa. Oleh karena itu, pemberian tata laksana jangka panjang yang adekuat, termasuk mengendalikan obesitas sebagai salah satu faktor risiko tidak terkontrolnya asma, merupakan hal yang penting dilakukan.

B. Rumusan Masalah

Angka kejadian asma cenderung mengalami peningkatan sehingga merupakan masalah kesehatan masyarakat sehubungan dengan menurunnya kualitas hidup dan beban sosial ekonomi yang ditimbulkan akibat biaya pengobatan yang cukup tinggi. Kejadian obesitas pada anak semakin meningkat. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa obesitas merupakan salah satu faktor risiko terjadinya asma dan meningkatkan risiko tidak terkontrolnya asma pada anak

C. Pertanyaan penelitian

Pertanyaan penelitian ini adalah:

Apakah terdapat perbedaan proporsi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dengan asma serta mengetahui kejadian asma pada anak usia sekolah dengan kondisi obesitas.

D. Tujuan penelitian

Tujuan utama penelitian:

Mengetahui perbedaan proporsi kejadian obesitas pada anak usia sekolah dengan asma dan mengetahui kejadian asma pada anak usia sekolah dengan kondisi obesitas.

Tujuan sekunder dalam penelitian:

Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan asma pada anak usia sekolah dengan obesitas.

(6)

E. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Peneliti Desain Populasi Hasil

1 Bertolace MdPC,Toledo E, Oliviera DPPJ, Junior RDRL, Association between obesity and asthma among teenagers, 2003-2005(Phase I and II)

Cross sectional Kelompok usia 13-14

tahun

Prevalensi asthma 5,6% pada fase 1 dengan BMI lebih tinggi pada kelompik asma dibanding kelompok non-asma

2 Malik H, Kumar K, Fogel J, Frieri M, Obesity is Associated with asthma in Patients from an Undrserved Low Physician to Patient Ratio Area in A New York Departement Pediatric Emergency, 2006-2012

retrospective Semua pasien usia 2-21

tahun dengan

eksaserbasi asma (jumlah sampel 75 pada kelompok asma dan 75 pada kelompok non-asma)

Obesitas secara signifikan berhubungan dengan kejadian asma, sebanyak 48% anak asma (jumlah subyek penelitian 75) dengan status gizi obes.

3 Afdal, Yani, F., Basir, D., &Machmoed, R. (2012). Penelitian Faktor Risiko Asma Pada Murid Sekolah Dasar Usia 6-7 Tahun di Kota Padang, 1(3), 118–124.

Cross sectional Semua anak usia 6-7

tahun dari 20 SD di kota Padang ( jumlah 879 anak)

Prevalensi asma pada anak usia 6-7 tahun 8% (70 dari 879 anak). Status gizi bukan faktor yang dominan terhadap kejadian asma

4 Marice S, Qomariah A, Olwin N, Puslitbang Biomedis dan Farmasi, Badan Litbangkes.

Faktor Faktor Yang Berhubungan Dengan Penyakit Asma Pada Usia ≥ 10 Tahun Di Indonesia

(Analisis Data Riskesdas 2007)

Cross sectional Responden yang

berumur 10-60 tahun, ada sebanyak 664.196 orang dan yang pernah didiagnosis menderita asma oleh petugas kesehatan

sebanyak 28.309 orang (3,6 %).

Obesitas merupakan faktor yang berhubungan dengan kejadian asma pada analisis multivariat 9 variabel dengan OR 1,09-1,23 pada IK 95%

5 Laisina AH, Takumansang-Sondakh D, Wantania JM. Faktor risiko kejadian asma pada anak sekolah dasar di kecamatan Wenang kota Manado. Sari Pediatri. Mei_Juni 20052007;8: 299 – 304.

Cross sectional 371 anak dari 11 SD di

kecamatan Wenang kota Menado

Terdapat hubungan bermakna antara riwayat asma pada orang tua, penyakit atopi pada anak selain asma, infeksi

saluran napas dan obesitas dengan kejadian asma pada anak (p < 0,001).

F. Manfaat Penelitian

Bidang akademik

1. Menambah referensi tentang hubungan asma dan obesitas pada anak di Indonesia. 2. Memberikan masukan untuk penelitian selanjutnya tentang faktor risiko lain yang

berpeluang umtuk meningkatkan prevalensi penyakit asma termasuk beban sosial ekonomi yang ditimbulkan.

(7)

Pelayanan Kesehatan

1. Jika terbukti bahwa obesitas berhubungan dengan asma, bisa untuk memberikan edukasi kepada orang tua dan pasien asma untuk menrunkan berat badan jika terdapat obesitas

Gambar

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Membuat aplikasi TOEFL yang dapat melakukan update aplikasi yang akan digunakan pada perangkat mobile phone Android6. Operating System yang digunakan yaitu Android

Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa obesitas merupakan ciri khas penderita hipertensi walaupun belum di ketahui secara pasti hubungan antara

Reciprocal Style atau gaya timbal balik menurut Mosston dan Ashworth (1994 : 65); dalam pelaksanaan pembelajarannya dilakukan secara berpasangan, siswa mempunyai peranan

Pengertian angkutan kota adalah sebuah model transportasi perkotaan yang merujuk kepada kendaraan umum untuk memindahkan penumpang dengan trayek yang sudah ditentukan.

Melibatkan semua karyawan pada semua tingkatan organisasi agar mencurahkan semua keterampilan dan pengetahuannya secara penuh pada semua kegiatan dalam mencapai tujuan yang

Maengket merupakan bagian dari suatu upacara ritual yang lahir dari suatu tradisi budaya gotong-royong masyarakat di Minahasa dalam kegiatan bercocok tanam, yang kemudian

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan di lab geoteknik Teknik Sipil dengan sampel tanah lempung ekspansif bojonegoro, yaitu dengan pemodelan tanah

melaksanakan tugas sesuai dengan perintah yang diberikan, lebih banyak bercerita dan mengobrol dengan rekan kerja saat jam kerja dan menggunakan internet diluar