• Tidak ada hasil yang ditemukan

ASPEK IKLIM DALAM DESAIN BANGUNAN DI KAWASAN KONSERVASI KOTA JAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ASPEK IKLIM DALAM DESAIN BANGUNAN DI KAWASAN KONSERVASI KOTA JAKARTA"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

ASPEK IKLIM DALAM DESAIN BANGUNAN DI KAWASAN

KONSERVASI KOTA JAKARTA

Achsien Hidajat

Jurusan Teknik Arsitektur, ITENAS Bandung

ABSTRAK

Periode kolonialisasi di daerah Jakarta khususnya banyak meninggalkan jejak yang dapat dilihat pada beberapa gedung di kawasan Jakarta Utara, yang mana pada saat ini oleh pemerintah setempat dijadikan kawasan konservasi kota. Kedatangan kaum kolonial tersebut membawa serta pengaruh-pengaruh langgam arsitektur yang saat itu sedang berkembang di benua Eropa. Masa kolonialisasi lebih dari 3 abad selain meninggalkan banyak gedung di seantero Nusantara, meninggalkan juga jejak aneka konsep dan disain Langgam arsitektur dari Eropa yang berhawa dingin dengan 4 musim akan sangat berbeda dengan keadaan daerah berhawa panas dan lembab (tropis-lembab) seperti daerah Jakarta yang beriklim tropis-lembab. Daerah beriklim tropis-lembab- seperti pada umumnya di Nusantara- ditandai dengan melimpahnya cahaya matahari serta hujan sepanjang tahun. Hal ini berarti daerah tropis-lembab akan selalu mengalami suhu panas dibarengi kelembaban yang tinggi pula. Dikaitkan dengan kearifan dalam mendisain gedung, pada perjalanan kolonialisasi dengan rentang waktu 3 abad lebih tersebut bisa terbaca bagaimana usaha arsitek gedung-gedung pada masanya berusaha adaptif dan berkompromi dengan iklim setempat.

Kata kunci: Langgam arsitektur, periode kolonialisasi, iklim setempat, usaha adaptif dan kompromistis, kearifan dalam mendisain.

ABSTRACT

Colonialism periode in Indonesia left many old buildings especially in North Jakarta which they were put into a conservation buildings`s area by gouverment of Jakarta at present time. The arrival of the colonialism brought architectural styles to the buildings that they build. Also the buildings styles that were influenced at past time in Europe. More than 3 centuries of colonialism in Nusantara left many buildings with many buildings`s conceptional and design which represent the time. Architectural designing with 4 seasons of Europe brings differences to architectural design with 2 seasons of Nusantara. Tropical area such as Jakarta which has wet-hot season gives sun-shine and rains along the year. It means high temperature and humidity at the same time will really influence the buildings. Concerns to local`s wise in designing the buildings at colonialsm periode, we could read the architecs`s conceptional to gain the adaptive and compromized design with local climate.

Keywords: Architectural style, colonialize periode, local climate, adaptive and compromise gain, designing wisdom.

PENDAHULUAN Latar Belakang

Kawasan lama kota mengandung nilai sejarah yang penting sebagai warisan kepada generasi penerus. Selain mengandung suatu episode sejarah masa silam, perkembangan kawasan kota dapat dilihat dari obyek-obyek pembentuk kota, seperti bangunan-bangunannya.

Di kawasan konservasi bangunan tua kota Jakarta khususnya, terlihat langgam arsitektur yang mewakili zamannya yang sekaligus menjadi pembentuk identitas atau citra-kota.

Cikal bakal kota Jakarta berkembang lebih luas pada periode VOC (1619-1799) dan kolonialisasi Belanda (1799-1811 dan 1816-1942). Periode kolonialisasi selama 3 abad lebih tersebut mewariskan

bangunan-bangunan yang saat ini sebagian besar terdapat di kawasan konservasi bangunan bersejarah. Kota lama di kawasan Jakarta Utara ini didirikan untuk kepentingan ekonomi para pendatang, terutama bangsa Belanda yang berasal dari Eropa, sekalian membawa masuk pengaruh langgam-langgam arsit-ektur yang saat itu sedang berkembang di benua Eropa. Seperti diketahui sejak abad 14 di Eropa berkembang langgam arsitektur Renaissance.

Permasalahan

Kota Jakarta terletak di daerah tropis yang

lembab, sehingga bangunan bangunan tradisionalnya

selalu bersifat “terbuka”.

Langgam arsitektur yang dibawa dari Eropa yang beriklim dingin tersebut apabila dilihat dari aspek kenyamanan termal di daerah tropis-lembab

(2)

jelas amat bertentangan. Secara desain, bangunan di benua Eropa yang beriklim dingin lebih “tertutup” dibandingkan dengan bangunan di daerah tropis-lembab. Bangunan di daerah tropis-lembab lebih terbuka sebagai usaha adaptif dengan iklim setempat yang panas dengan kadar uap air amat tinggi, serta curah hujan yang relatif banyak.

Perbedaan kepentingan pada desain bangunan-bangunan tersebut menarik untuk dikaji: Bagaimana pengaruh aspek iklim dalam desain bangunan kuno di kawasan konservasi kota tua Jakarta, terutama dikaitkan dengan aspek Penghawaan dan Penca-hayaan Alami .

Tujuan Penulisan

Penelitian ini adalah untuk mengkaji bagaimana aspek iklim lokal dijadikan salah satu parameter di dalam desain bangunan kuno di kawasan kota tua Jakarta Utara.

Lingkup

Kajian ini hanya menelaah hal-hal sebagai berikut:

- Bangunan berlanggam Renaissance di kawasan konservasi bangunan tua di Jakarta Utara.

- Aspek iklim tropis lembab, terutama masalah penghawaan dan pencahayaan, yang diterapkan pada desain bangunan kuno di kawasan tersebut.

TINJAUAN UMUM Langgam Renaissance

Karakteristik langgam Renaissance di benua Eropa memiliki variasi yang dipengaruhi oleh tradisi, iklim dan bahan bangunan di tiap negara. Pada umumnya bangunan-bangunan yang menerapkan langgam renaissance tersebut memiliki fungsi keagamaan, seperti gereja/kapel, istana,rumah pen-deta, ataupun rumah saudagar yang saat itu merupa-kan anggota masyarakat terhormat. Sehingga sebagian besar berupa bangunan yang megah penuh dengan elemen interaktif pada eksterior dan interior.

Ciri-ciri langgam Renaissance yang menonjol. (Watkin,1996- Smith,1987- Sumintardja,1978)

a. Penerapan konsep simetris dan keseimbangan yang kuat pada tampak dan interior.

b. Penggunaan bahan bangunan dari batu marmer. c. Elemen dekoratif untuk eksterior dan interior pada

seluruh bagian bangunan, umumnya berupa ukiran,relief, ataupun lukisan yang melambangkan

karakter-karakter atau penafsiran tentang alam dan sosok manusia, flora, fauna, serta pemandangan alam.

d. Dinding ruang dalam dan langit-langit umumnya dilukis (Stucco) seputar flora, fauna, manusia, topeng, perahu dan perisai.

e. Perpaduan patung dengan detail arsitektur pada interior dan eksterior gedung.

f. Deretan kolom silindris yang langsing pada fasade (luar), dengan kepala dihiasi elemen bermotif flora. Susunan kolom berupa Doric, Ionic, mau-pun Corinthian (Order kolom dalam arsitektur Yunani kuno).

g. Penerapan garis horisontal dan elemen busur pada bidang datar.

h. Atap (limasan maupun datar) dihiasi ornamen seperti Lantern, Louvre, Lucarne, Amortizement,

Tympanium, Balustrade dan Elemen Busur. Contoh bangunan dengan langgam masa Renais-sance

a. S. Spirito, Florence

Perletakan kubah untuk memperkuat kesan horisontal. Dinding rangkap memberi kesan berat. Konstruksi Ghotic.

(3)

b. St.Peter`s, Roma Dibangun tahun 1506. Kubah Panthenon berska-la monumental.

Gambar 2. St.Peter`s, Roma Arsitektur Tropis.

Boutet,Terry.S (1987) pada bukunya berjudul Controlling Air Movement –A manual for architects

and builders- membahas tentang aliran udara pada bukaan di kaki bangunan dan bukaan pada dinding yang diberi sirip atas (teritisan/overhang) sehingga tercipta sirkulasi udara/ventilasi silang dan peneduhan gedung.

TINJAUAN BANGUNAN KUNO DI KAWASAN KONSERVASI BANGUNAN

KUNO JAKARTA UTARA

Museum Sejarah Jakarta (d/h Staadhuis-tahun 1620)

Gambar 3. Museum Sejarah Jakarta

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Jendela dan Pintu masuk berbentuk busur. Daun jendela berjenis krepyak, Jendela pada lantai 1-2 tanpa pelindung/sirip,hanya teritisan atap .

b. Lucarne c. Louvre. d. Lantern. e. Amortizement. f. Kolom Yunani.

(4)

Toko Merah (1740)

Gambar 4. Toko Merah

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Amortizement.

b. Jendela tinggi berkesan vertikal, Jendela pada lantai 1–2 tanpa pelindung/sirip, hanya teritisan atap.

Museum Keramik dan Senirupa (1866)

Gambar 5. Museum Keramik dan Senirupa

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Tympanium pada main entrance.

b. Balustrade, ornamen tepi atap sebagai transisi

c. Kolom order Doric yang teratur.

d. Bentuk jendela vertikal, dengan daun jendela jenis krepyak.

Bank Dagang Negara (1887)

Gambar 6. Bank Dagang Negara.

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Tympanium pada pintu masuk utama dan sam-ping.

b. Balustrade

c. Jendela kuat ke arah vertikal.

d. Oculus, lubang hawa pada kaki bangunan.

Bank Bumi Daya (Abad 19)

Gambar 7. Bank Bumi Daya

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Louvre, konstruksi kubah sebagai elemen deko-ratif atap.

b. Lantern, jendela kecil pada Louvre untuk penerangan dan penghawaan alami.

c. Balustrade, ornamen pada tepi atap mulai melebar d. Kolom Corinthian mengapit lubang jendela

bawah bangunan.

e. Oculus, lubang hawa/ventilasi di kaki bangunan. f. Jendela dibuat menjorok ke dalam tanpa

(5)

Bank Indonesia (1900)

Gambar 8. Bank Indonesia

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Louvre, konstruksi kubah sebagai ornamen atap.

Gambar 8 . Bank Indonesia.

b. Lantern, bukaan jendela pada Louvre untuk penerangan alami dan ventilasi.

c. Lucarne, jendela pada bidang atap miring sebagai ornamen dekoratif juga penerangan alami dan ventilasi.

d. Amortizement, ornamen dekoratif di ujung/ pengakhiran atap.

e. Balustrade, ornamen pembatas kepala dan badan bangunan, serta pada badan ke kaki bangunan. f. Tympanium,konstruksi dinding berbentuk segitiga

di atas pintu masuk utama. g. Deretan kolom mengapit jendela. h. Jendela memanjang ke arah vertikal.

i. Oculus, bukaan berbentuk persegi dan setengah lingkaran pada kaki bangunan.

Museum Wayang (1912)

Gambar 9. Museum Wayang.

Penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan:

a. Amortizement, ornament di ujung/puncak dan tepi atap.

b. Elemen busur di atas jendela.

c. Jendela, proporsinya memanjang kearah vertikal, dibuat menjorok ke dalam tanpa sirip/pelindung. d. Tympanium, konstruksi dinding berbentuk

segi-tiga di atas pintu utama.

(6)

ANALISIS PERKEMBANGAN LANGGAM PADA DISAIN FASADE BANGUNAN

Analisis Perkembangan penerapan langgam Renaissance pada disain bangunan di kawasan konservasi bangunan kuno dapat dilihat pada tabel 1.

KESIMPULAN

Pada awal pembangunan di jaman kolonialisme, disain gedung secara keseluruhan masih membawa langgam masa Renaissance, belum terlihat usaha mengantisipasi ataupun memanfaatkan potensi daerah setempat (iklim). Hal ini terlihat pada disain Gedung Sejarah Jakarta yang didirikan pada tahun 1712, Toko Merah yang didirikan tahun 1740, dan Gedung Museum Keramik dan Senirupa yang didirikan tahun 1866.

Gedung Bank Dagang Negara yang didirikan tahun 1887 dan Gedung Bank Bumi Daya yang didirikan abad 19 terlihat mulai menerapkan konsep arsitektur tropis, melalui penerapan teritisan atap, oculus, dan jendela yang dibuat menjorok ke dalam(subtraktif).

Pada disain Gedung Bank Indonesia yang didirikan tahun 1900 dan Museum Wayang yang didirikan tahun 1912, terlihat upaya-upaya antisipasi terhadap iklim tropis dengan memperhatikan arsitektur yang adaptif dengan lingkungan/iklim setempat.

Pemahaman terhadap aspek iklim lokal menjadi salah satu bahan pertimbangan dalam konsep disain, walaupun langgam Renaissance/Eropa tetap mendo-minasi terutama pada bahan bangunan yang diguna-kan.

Perkembangan langgam fasade bangunan tidak terlepas dari banyak faktor yang mempengaruhi dan berpengaruh terhadap langgam bangunan lain, seperti budaya/tradisi,iklim setempat, perekonomian, peme-rintahan, keamanan, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Boutet, S. Terry, 1987, Controlling Air Movement –A

manual for archiyects and Builders-

McGraw-Hill Book Co, New York.

commons.wikimedia.org/wiki/Image:St._Peter's_,Ima ge:St. Peter's Basilica Facade, Rome, June 2004.jpg

Dinas Tata Bangunan dan Pemugaran DKI Jakarta, 1990, Jejak Jakarta Pra-1945

Smith, Roger, 1987, An Illustrated of History

Architectural Style, Omega Books.

Sumintardja, Djauhari, 1978, Kompendium Sejarah

Arsitektur, Lembaga Penelitian Masalah

Bangunan- Bandung,.

Watkin, David, 1996, A History Of Western

Architec-ture, Laurence King.

www.pitt.edu/~tokerism/0040/syl/src1030.html, Early Renaissance Architecture

Tabel 1. Pengaruh Langgam Renaissance pada Disain Bangunan

Kepala Bangunan Badan

Bangunan Kaki Bangunan No Nama Gedung La nt er n Lo u v re L u ca rn e Am o rt iz em ent Ty mp a n iu m Ba lu st ra d e Or d er K o lo m Je n d el a O cul us

1. Museum Sejarah Jakarta (1712) * * * * * * *

2. Toko Merah (1740) * *

3. Museum Keramik & Senirupa (1866) * * * *

4 Bank Dagang Negara (1887) * * * *

5. Bank Bumi Daya (abad 19) * * * * * *

6. Bank Indonesia (1900) * * * * * * * * *

Gambar

Gambar 1. S.Spirito,Florence
Gambar 3. Museum Sejarah Jakarta
Gambar 4. Toko Merah
Gambar 9. Museum Wayang.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian yang menunjukkan 100 % negatif, bisa jadi dikarenakan banjir bukan merupakan satu-satunya faktor yang menyebabkan kejadian Leptospirosis, melainkan terdapat

Desain mekanisme pengujian regulator Sistem penguncian pada regulator tipe tekan, adalah dengan menekan regulator pada katup yang ada pada tabung dengan gaya

Kelompok pertama terdiri dari al-Tsauri, Hasan al-Basri dan al-Karhi berpendapat bahwa kafa‟ah bukanlah merupakan syarat asal, juga bukan merupakan syarat sah

Sementara itu, proses perubahan sosial dapat terjadi sebagai akibat adanya konflik sosial dalam masyarakat. Konflik sosial dapat terjadi ketika ada

Perhitungan perubahan garis pantai di Kabupaten Karawang menggunakan aplikasi DSAS dengan metode Net Shoreline Movement (NSM) yang mengukur jarak perubahan garis

Pengenaan Pajak didasarkan pada suatu anggapan yang diatur oleh UU, misal penghasilan tahun ini dianggap sama dengan tahun sebelumnya sehingga pada awal tahun sudah dapat

Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo yang telah memberikan kesempatan menyusun Laporan Tugas Akhir ini.. SST,.M.Kes, selaku pembimbing I yang

Peplau membahas tahapan proses interpersonal, peran dalam situasi keperawatan dan metode untuk mempelajari keperawatan sebagai proses interpersonal. Menurut Peplau, bahwa