• Tidak ada hasil yang ditemukan

(Canavalia ensiformis)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "(Canavalia ensiformis)"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

(

Canavalia ensiformis

)

Agus Sutanto, Sri Catur, dan Indrie Ambarsari

Ketergantungan akan kedelai impor merupakan momentum untuk memberikan perhatian yang lebih serius dalam mengembangkan tempe dari bahan kacang lokal non kedelai. Upaya pengembangan produksi tempe non kedelai tidak terlalu mahal dan susah, karena masyarakat di setiap daerah telah memiliki kreasi pangan sendiri sejak puluhan tahun lalu. Dalam catatan kreasi pangan masyarakat Indonesia, sudah banyak jenis tempe yang pernah dibuat dengan bahan bukan kedelai, antara lain: tempe mungur dari biji mungur, tempe bongkrek dari bungkil kapuk atau ampas kelapa, tempe menjos dari ampas tahu, tempe kacang hijau, tempe kacang merah, tempe kacang tanah, tempe gude, tempe koro pedang, tempe benguk, dan lain sebagainya.

Dari sekian banyak jenis tempe non kedelai, tempe koro pedang merupakan salah satu jenis produk pangan tradisional yang dipandang cukup potensial untuk dikembangkan secara komersial. Koro pedang (Canavalia sp.) mempunyai kandungan nutrisi yang hampir setara dengan kedelai, yaitu: protein 30,36%, karbohidrat 66%, lemak 2,6%, dan asam folat sebanyak 358 µg. Selain itu, biji koro pedang juga mengandung vitamin B1 dan B2. Ekstrak biji koro pedang diketahui dapat meningkatkan ketahanan tubuh dan mencegah penyakit kanker. Keuntungan lain dalam pengembangan tempe dari koro pedang adalah harganya yang relatif lebih murah dibandingkan kedelai.

Koro pedang mempunyai peluang cukup besar untuk dikembangkan karena mudah dibudidayakan dan dapat ditanam secara tumpangsari dengan ubi kayu, jagung, sengon, kopi, kakao, dan lain-lain. Tanaman ini juga toleran terhadap lahan kering masam serta mampu tumbuh di segala jenis tanah, bahkan di tanah marjinal sekalipun. Peluang pasar untuk koro pedang juga cukup menjanjikan. Hal ini ditandai dengan adanya permintaan ekspor ke Korea, Jepang, dan Amerika Serikat.

(2)

Pengembangan tempe dari koro pedang sangat potensial untuk menutup kekurangan persediaan kedelai lokal dalam produksi tempe. Selain itu pengembangan tempe koro pedang juga merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan daya tarik dan tingkat konsumsi masyarakat terhadap komoditas kacang lokal.

PENGGIAT KORO PEDANG

Di Jawa Tengah, tepatnya di Kabupaten Temanggung, para petani kacang koro pedang telah membentuk suatu komunitas yang diprakarsai oleh Ibu Tri Barokah. Komunitas tersebut dinamakan Komunitas Damar Sindoro-Sumbing. Salah satu tujuan utama komunitas adalah untuk mewadahi berbagai kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan koro pedang, antara lain: penyedian benih, budidaya, penanganan pasca panen hingga proses pengolahannya. Komunitas ini juga menjembatani pemasaran komoditas koro pedang, baik dalam bentuk kacang mentah maupun produk olahannya.

Tanaman koro pedang yang dibudidayakan oleh komunitas Damar Sindoro-Sumbing adalah jenis koro pedang tegak (Canavalia ensiformis). Tanaman koro pedang menjalar (Canavalia gladiate) tidak banyak dibudidayakan, karena biasanya hanya merupakan tanaman selingan yang ditanam diantara tanaman tahunan. Umumnya para petani yang tergabung dalam komunitas Damar Sindoro-Sumbing melakukan panen koro pedang sebanyak tiga kali dalam setahun dengan kapasitas produksi berkisar antara 4-8 ton untuk setiap kali panen. Pendapatan yang diperoleh petani dalam setiap waktu panen rata-rata mencapai Rp 12 juta. Biji koro pedang yang dihasilkan umumnya dijadikan benih ataupun dikirim langsung ke pasar atau penampung, sedangkan sebagian lainnya dimanfaatkan untuk bahan baku berbagai produk olahan pangan.

Beberapa jenis produk olahan dari koro pedang yang telah dihasilkan antara lain: tepung koro pedang, tempe, keripik, nugget, kue kering, kue basah, saos sambal, dan abon koro pedang. Semua produk olahan koro pedang tersebut diberi merek dagang ‘Haiki’. Pemasaran produk dilakukan melalui penjualan secara langsung kepada

(3)

pengecer serta pemasaran secara on line. Daerah pemasaran produk meliputi wilayah Temanggung dan sekitarnya, Semarang, dan Yogyakarta. Ragam produk olahan koro pedang produksi komunitas Damar Sindoro-Sumbing dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Ragam produk olahan dari kacang koro pedang

PROSES PEMBUATAN TEMPE KORO PEDANG

Salah satu tantangan dalam penggunaan koro pedang sebagai bahan baku pangan adalah penghilangan senyawa glukosa sianogen yang bersifat toksik. Menurut Wahjuningsih dan Wyatisaddewisasi (2013), glukosida sianogen berperan sebagai prekursor sianida bebas pada kacang koro, sehingga apabila glukosida terhidrolisis sempurna dapat menghasilkan sianida bebas yang memiliki efek toksik. Senyawa glukosida sianogen merupakan senyawa racun yang dapat menimbulkan citarasa kurang disukai dan mengurangi keberadaan nutrisi di dalam tubuh (Dos et al. dalam Wahjuningsih dan Wyatisaddewisasi, 2013). Menurut Pambayun (2000), akumulasi asam sianida pada tubuh dapat mengakibatkan gangguan penyerapan iodium dan protein.

Meskipun mengandung senyawa toksik, namun beberapa penelitian menyebutkan bahwa proses pengolahan, khususnya proses fermentasi, dapat menurunkan kandungan senyawa sianida pada kacang koro. Proses pembuatan tempe yang melibatkan proses fermentasi menjadi keuntungan tersendiri untuk koro pedang.

(4)

Berdasarkan hasil kajian BPTP Jateng, proses pembuatan tempe dapat menurunkan kandungan sianida pada koro pedang hingga 98,19% (Ambarsari et al., 2016).

Proses pembuatan tempe koro pedang diawali dengan perebusan biji pada suhu + 100 0C, selama 3 jam. Maksud dari perebusan ini adalah untuk melunakkan jaringan

dan mempermudah pengupasan kulit airnya. Kulit ari pada kacang harus dibuang karena keberadaan kulit ari akan menghambat pertumbuhan kapang Rhizopus pada proses pembuatan tempe (Hui dalam Kusumah, 2008). Perbandingan antara kacang dan air yang digunakan dalam proses perebusan adalah 1 : 10.

Selanjutnya kacang kupas diiris menjadi beberapa bagian. Tujuan pengecilan ukuran biji kacang koro ini adalah untuk mempercepat proses reduksi senyawa racun HCN dan juga membantu pertumbuhan hifa agar lebih merata pada permukaan biji saat proses fermentasi (Ambarsari et al., 2016). Proses pengolahan dilanjutkan dengan perendaman biji kacang yang sudah dicacah pada suhu ruang selama 48 jam. Perbandingan antara kacang dan air yang digunakan sebagai media perendaman adalah 1 : 4. Proses perendaman dilakukan dengan tujuan untuk meningkatkan kadar air kacang sehingga mendukung pertumbuhan mikrobia yang menguntungkan dalam proses fermentasi (Hui dalam Kusumah, 2008). Selain itu, proses perendaman juga berfungsi untuk menghilangkan sejumlah senyawa yang kurang menguntungkan yang terkandung di dalam kacang (Hamzah dan Hamzah, 2011).

Setelah direndam, kacang ditiriskan dan direbus dalam air mendidih (95 – 100 C) selama 15 menit, dengan perbandingan penambahan air 1 : 10. Selanjutnya, kacang yang telah direbus ditiriskan dan didinginkan pada suhu ruang untuk kemudian diinokulasi dengan menggunakan kapang Rhizopus. Penambahan kapang atau ragi tempe dilakukan sebanyak 2 g untuk setiap 1 kg koro pedang. Proses inokulasi dilanjutkan dengan pengemasan produk dengan menggunakan daun pisang. Daun pisang dipilih sebagai bahan pembungkus tempe karena daun pisang memiliki flavor khas yang dapat meningkatkan citarasa tempe yang dihasilkan. Tahapan akhir adalah proses inkubasi yang dilakukan selama 2 hari pada suhu ruang (25 - 30 C). Perubahan kacang menjadi tempe ditandai dengan tertutupnya permukaan kacang oleh

(5)

PELUANG PENGEMBANGAN TEMPE KORO PEDANG

Peluang pengembangan tempe koro pedang di Jawa Tengah sangat didukung dengan kondisi alam dimana Jawa Tengah merupakan salah satu daerah potensial penghasil komoditas tanaman koro pedang. Secara teknis, proses pembuatan tempe koro pedang sangat mudah dilakukan dengan menggunakan peralatan yang relatif sederhana, sehingga sangat potensial untuk dikembangkan pada skala industri rumah tangga.

Tempe koro pedang memiliki kandungan nilai gizi yang cukup baik, yaitu kadar protein 34,78%, lemak 6,25%, karbohidrat 54,64%, dan kandungan serat pangan total 3,47% (Ambarsari et al., 2016). Berdasarkan hasil pengujian sensoris, tempe koro pedang juga dapat diterima (disukai) oleh konsumen. Menurut konsumen, warna dan tekstur tempe koro pedang tidak kalah dengan tempe yang terbuat dari kedelai (Ambarsari et al., 2016). Rasa tempe koro pedang dinilai cukup enak, meskipun tidak seenak tempe kedelai. Penampilan tempe koro pedang dibandingkan dengan tempe kedelai dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Tempe koro pedang dibandingkan dengan tempe kedelai

Berdasarkan hasil perhitungan analisis finansial, usaha produksi tempe koro pedang juga cukup menjanjikan dengan nilai R/C sebesar 1,2 (Ambarsari et al., 2016). Kondisi tersebut tercapai pada kondisi harga jual tempe Rp 5000,- per bungkus dan tingkat produksi mencapai 20 kg.

(6)

DAFTAR PUSTAKA

Ambarsari, I., R. Endrasari, G.N. Oktaningrum, Sri Catur, S.D. Anomsari, R. Hidayah, A. Sutanto, D. Nugraheni, dan Dian Dini. 2016. Kajian pemanfaatan kacang lokal sebagai alternatif pengganti kedelai dalam pembuatan tempe. Laporan Akhir. BPTP Jawa Tengah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Ungaran. Hamzah, F. dan F.H. Hamzah. 2011. Kadar gizi dalam tempe benguk. Agriplus

Vol.21, 1 Januari 2011. p: 27-29.

Kusumah, D. 2008. Potensi pemanfaatan tempe kedelai dalam pembuatan bubur instan untuk diabetesi dengan komplikasi gangren. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB, Bogor.

Pambayun, R. 2000. Hydro cianic acid and organoleptic test on gadung instant rice from various methods of detoxification. Prosiding Seminar Nasional Industri Pangan. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Wahjuningsih, S.B., dan Wyatisaddewisasi. 2013. Pemanfaatan koro pedang pada aplikasi produk pangan dan analisis ekonominya. Riptek 7(2): 1-10.

Gambar

Gambar 1.  Ragam produk olahan dari kacang koro pedang

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu yang penting untuk dicermati adalah untuk pendidikan vokasi, selain pendidik harus memiliki kualifikasi akademik, pendidik juga harus memiliki sertifikat

Bedasarkan jenis-jenis penyakit yang mengganggu organ peredaran darah pada tubuh manusia, tentunya dapat kamu buat diagram alur jenis penyakit yang mengganggu organ peredaran

Executing Agency, Sidoarjo Mud Flow Management Board (herein after abbreviated BPLS) is a government institution which has been formed on April 8, 2007. In order to implement

33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah: untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah, pemerintah daerah didukung sumber-

Memutakhirkan RKS/M adalah satu kegiatan penting yang harus dilakukan oleh sekolah/ madrasah (dewan pendidik) dan komite sekolah/ madrasah dengan tujuan agar program

12.2 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap simbol yang terkandung dalam karya seni tari berdasarkan pengamatan pertunjukan. 12.3 Menunjukkan sikap apresiatif terhadap

Untuk pengujian kuat tekan semua benda uji memenuhi SNI, komposisi abu vulkanik Gunung Kelud sebesar 0% dan 25% tergolong dalam mutu I, sedangkan komposisi

Masalah daya tarik, cinta dan hubungan dekat merupakan sesuatu yang paling sering terjadi pada masa dewasa awal yang kaitannnya dengan perkembangan sosio-emosional