• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)"

Copied!
87
0
0

Teks penuh

(1)

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)

TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL

Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

NISSA FAWWAZ ADILAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(2)

ABSTRAK

NISSA FAWWAZ ADILAH. Ketahanan Enam Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Sejak musim tanam 2003 telah dilaporkan peningkatan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai di sebagian besar sentra penanaman cabai di Indonesia, terutama di Jawa Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus tersebut ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus. Evaluasi juga dilakukan untuk mempelajari perkembangan serangga vektor kutukebul pada keenam genotipe tersebut. Evaluasi ketahanan dilakukan melalui penularan Begomovirus menggunakan serangga vektor kutukebul Bemisia tabaci. Pengamatan meliputi jenis gejala, periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Deteksi virus pada tanaman yang diinokulasi dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Pengujian perkembangan kutukebul pada enam genotipe cabai dilakukan dengan pemeliharaan kutukebul pada masing-masing tanaman uji. Analisis dilakukan terhadap jumlah telur, nimfa, pupa, dan imago, serta menghitung persentase keberhasilan perkembangan kutukebul pada tiap stadia. Hasil evaluasi ketahanan enam genotipe cabai terhadap infeksi Begomovirus menunjukkan bahwa genotipe IPBC12 dapat dikelompokkan menjadi genotipe tahan dengan keparahan berkisar antara 0 – 9,17 %, dan gejala yang ringan. Lima genotipe lainnya yaitu Rimbun, Meteor, Tornado, F1(12X14), dan 35C2 dikelompokkan menjadi genotipe rentan dengan keparahan penyakit lebih dari 20%, dan gejala yang berat. Respon ketahanan genotipe IPBC12 dapat dihubungkan dengan perkembangan kutukebul pada genotipe tersebut. Jumlah telur kutukebul dan persentase keberhasilannya menjadi imago pada IPBC12 relatif lebih rendah dibandingkan lima genotipe lainnya.

(3)

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)

TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL

Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

NISSA FAWWAZ ADILAH

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada

Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(4)

Judul Skripsi : Ketahanan Enam Genotipe Tanaman Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

Nama : Nissa Fawwaz Adilah

NRP : A34061005

Disetujui Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. NIP : 19610708 19860 3 2001

Diketahui Ketua Departemen

Dr. Ir. Dadang, M.Sc. NIP: 19640204 19900 2 1002

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 4 Maret 1989 dari Ayah Muhammad Najib Subroto dan Ibu Atikah Wahab. Penulis merupakan putri kedua dari tujuh bersaudara.

Tahun 2006 penulis menamatkan Sekolah Menengah Umum Negeri 26 Jakarta. Pada tahun yang sama penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis selanjutnya memilih program Studi Hama dan Penyakit Tanaman, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(6)

PRAKATA

Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Skripsi yang berjudul Ketahanan Enam Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana pada Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. sebagai dosen pembimbing atas kesabaran, arahan, dan bimbingan yang diberikan dalam merencanakan dan melaksanakan penelitian serta menyusun laporan akhir ini. Kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc. sebagai dosen penguji tamu, penulis mengucapkan terimakasih atas kritik, saran, masukan dan nasehatnya demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Terimakasih juga diucapkan kepada Dr. Ir. Abjad Asih Nawangsih, M.Si. selaku dosen pembimbing akademik yang senantiasa memberikan perhatian dan semangat selama ini. Terimakasih juga disampaikan kepada seluruh staf pengajar di Departemen Proteksi Tanaman atas bimbingan yang diberikan selama melaksanakan pendidikan.

Penulis juga mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang tak terhingga kepada orang tua penulis, Abi Najib dan Ummi Atikah tercinta yang tak pernah berhenti memberikan kasih sayang, semangat, dan dukungan serta doa dan harapan yang diberikan selama ini. Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada kakakku Hudzaifah dan adik-adikku tersayang Maziya, Miqdad, Ayub, Ya’qub, dan Hisyam atas semangat dan doa yang diberikan selama ini. Terima kasih kepada sahabat-sahabat yang selalu memberi semangat dan bantuan serta menjadi tempat berbagi untuk penulis terutama untuk Ina, Ita Sulis, Lara, Zumi, Yuni, Elis, Indri, Yeyen, Ita Casillas, Amel, Andri, Herlie serta rekan-rekan lainnya yang namanya tidak dapat disebutkan satu persatu. Terimakasih kepada Mbak Tuti atas segala bantuannya, terimakasih juga disampaikan kepada anggota Laboratorium Virologi Tumbuhan; Pak Edi, Ibu Latifah, Pak Irwan, Ibu Asni, Mbak Pipit dan Ibu Rita atas saran, masukkan serta bantuan yang diberikan serta Pak Saefudin atas bantuannya di Rumah kaca Cikabayan.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam skripsi ini, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan laporan tugas akhir ini. Akhirnya semoga laporan ini dapat memberikan manfaat.

Bogor, Januari 2011

(7)

DAFTAR ISI

Taksonomi Begomovirus ... 5

Kisaran inang Begomovirus ... 5

Gejala penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus ... 6

Penularan Begomovirus ... 7

Serangga vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae) ... 7

Pengendalian penyakit oleh Begomovirus ... 8

Varietas Tahan Begomovirus ... 10

BAHAN DAN METODE ... 12

Tempat dan Waktu Penelitian ... 12

Metode Penelitian ... 12

Perbanyakan Serangga Vektor ... 12

Pembuatan Preparat Mikroskop dan Identifikasi Serangga Vektor. ... 12

Perbanyakan Inokulum Begomovirus. ... 13

Penanaman Tanaman Uji. ... 13

Penularan Virus melalui Serangga Vektor. ... 13

Rancangan Percobaan. ... 13

Pengujian Pertumbuhan Populasi Serangga Vektor pada Enam Genotipe Cabai. ... 14

(8)

Deteksi Begomovirus pada Enam Genotipe Cabai. ... 21

Perkembangan Kutukebul pada Beberapa Genotipe Cabai ... 22

KESIMPULAN DAN SARAN ... 25

DAFTAR PUSTAKA ... 26

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor

keparahan penyakit ... 14 2. Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus ... 14 3. Kejadian penyakit dan masa inkubasi Begomovirus pada enam

genotipe cabai ... 18 4. Kisaran keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada

enam genotipe cabai dan pengelompokkan respon ketahanan. ... 20 5. Pengamatan perkembangan populasi kutukebul B. tabaci pada

enam genotipe cabai ... 22 6. Keberhasilan perkembangan serangga vektor kutukebul pada

(10)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Gejala infeksi Begomovirus pada beberapa genotipe cabai (1) Meteor, (2) Rimbun, (3) Tornado, (4) F1(12X14), (5) IPBC12,

(6) 35C2 ... 19 2. Keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada enam

genotipe cabai... 20 3. Pita DNA hasil amplifikasi PCR dengan menggunakan primer

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Preparat puparium kutukebul Bemisia tabaci. ... 29 2. Analisis sidik ragam (ANOVA) rata-rata kejadian penyakit

pada enam genotipe uji. ... 29 3. Analisis rata-rata kejadian penyakit dengan uji lanjut

menggunakan uji Duncan pada taraf nyata 5%. ... 29 4. Data pengamatan kejadian penyakit pada enam genotipe

cabai ... 29 5. Data pengamatan perkembangan kutukebul pada tiga

kurungan pada masing-masing genotipe uji ... 30 6. Data pengamatan keparahan penyakit (skoring) enam

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup penting di Indonesia. Cabai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, dan banyak digunakan sebagai bumbu masak, bahan baku industri makanan, minuman dan obat-obatan. Pada tahun 2008 produksi cabai mencapai 1,311 juta ton, terdiri dari jenis cabai merah besar 798,32 ribu ton dan cabai rawit 512,67 ribu ton. Daerah sentra produksi utama cabai besar dan cabai rawit tersebar di beberapa kota di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi salah satu masalah dalam pertanaman cabai. Beberapa hama yang biasa menyerang tanaman cabai diantaranya thrips (Thrips parvispinus, Thysanoptera: Thripidae), tungau merah (Tetranichus bimaculatus, Acarina: Tetranychidae), kutu daun (Myzus persicae, Hemiptera: Aphididae), dan kutukebul (Bemisia tabaci, Hemiptera: Aleyrodidae), sedangkan penyakit pada cabai dapat disebabkan oleh bakteri (layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum), cendawan (antraknosa oleh Colletothricum capsici), dan juga virus (penyakit kuning oleh Begomovirus). Menurut Pandey et al. (2009), Tomato yellow leaf curl virus merupakan salah satu penyakit dari genus Begomovirus yang membahayakan pertanaman dari Famili Solanaceae di wilayah Tropis dan Subtropis di dunia termasuk diantaranya tanaman cabai.

(13)

2 Gejala utama yang ditimbulkan berupa pemucatan tulang daun yang kemudian berkembang menjadi warna kuning yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut dari Begomovirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman menjadi kerdil (Sulandari et al. 2006).

Begomovirus merupakan salah satu genus dalam famili Geminiviridae yang mempunyai anggota paling banyak dan menginfeksi banyak tanaman dibandingkan 3 genus lainnya, yaitu Mastrevirus, Curtovirus, dan Topocuvirus (ICTV 2009). Begomovirus banyak menimbulkan kerusakan pada berbagai tanaman termasuk diantaranya adalah cabai.

Penularan atau pemencaran Begomovirus dibantu oleh serangga vektor yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Semakin tinggi populasi kutukebul menyebabkan semakin tinggi pula penyebaran Begomovirus. Kutukebul dapat menularkan virus secara persisten, yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, maka virus akan selalu ada dalam tubuh serangga selama hidupnya, virus bahkan masih tetap dapat ditularkan setelah vektor ganti kulit (Akin 2006). Jumlah kutukebul pada saat penularan mempengaruhi tingginya kejadian penyakit dan masa inkubasi virus (Mehta et al. 1994). Kepadatan populasi kutukebul pada suatu pertanaman bergantung pada kemampuan imago dalam peletakan telur dan juga aktifitas makan. Peletakan telur dan aktifitas makan dipengaruhi oleh karakteristik dan morfologi daun seperti bentuk daun, warna daun, trikoma pada daun, dan senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder (Schoonhoven et al. 2005). Selain itu, jumlah, panjang, dan tipe trikoma pada daun dapat mempengaruhi kepadatan populasi kutukebul pada tanaman (Hendrival 2010).

(14)

untuk mencegah terjadinya serangan Begomovirus pada fase awal pertumbuhan tanaman.

Upaya pengendalian secara preventif dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan karena varietas tahan dapat menekan serangan virus. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus (Coleoptera: Coccinelidae), atau cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor (Duriat 2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili Leguminosae seperti kacang hijau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan,dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008).

(15)

4 Tujuan Penelitian

Melakukan evaluasi ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus. Evaluasi juga dilakukan untuk mempelajari perkembangan serangga vektor kutukebul pada enam genotipe cabai tersebut.

Manfaat Penelitian

(16)

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Begomovirus

Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus (Valverde et al. 2003). Genus Mastrevirus memiliki genom berukuran 2,6-2,8 kb, ditularkan oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman monokotil, salah satu anggota dari genus itu adalah Maize streak virus. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2,9-3,0 kb, ditularkan juga oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman dikotil, dengan contoh spesies Beet curly top virus. Genus Topocuvirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (treehopper) ke tanaman dikotil, anggota genus ini hanya satu yaitu Tomato pseudo-curly top virus. Genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2,5-2,9 kb, menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutukebul (whitefly, Bemisia tabaci Genn.), dengan contoh spesies yaitu Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus – Puerto Rico) (Fauquet et al. 2003). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dibandingkan 3

genus yang lainnya. Berdasarkan data ICTV tahun 2009 anggota Begomovirus, Curtovirus, Mastrevirus, dan Topocuvirus berturut-turut adalah 196, 7, 14 dan 1 spesies.

Kisaran Inang Begomovirus

(17)

6 Berbagai Begomovirus telah dilaporkan di beberapa wilayah di berbagai negara. Diantaranya yaitu Sweet potato leaf curl virus (SPLCV) menginfeksi tanaman ubi di Mexico (Valverde et al. 2003), Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus) meninfeksi tanaman buncis di Puerto Rico (Fauquet et al. 2003), Tomato golden mosaic virus (TGMV) menginfeksi tanaman tomat di Brazil (Green dan Kalloo 2004).

Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Begomovirus

Gejala yang timbul karena infeksi Begomovirus sangat bervariasi, tergantung pada strain virus dan spesies tanaman inangnya. Gejala umum yang ditimbulkan berhubungan dengan kerusakan daun seperti mengeriting, berkerut-kerut, menguning, dan pola mosaik serta kerdil. Infeksi Begomovirus pada tanaman yang masih muda pada umumnya menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun menjadi melengkung dan berkerut-kerut dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran normal (Pacheco et al. 1996).

(18)

Penularan Begomovirus

Penularan dan pemencaran virus di lapangan sangat ditentukan oleh serangga vektor. Menurut Rusli et al. (1999) Begomovirus asal cabai tidak dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan daun tanaman sakit, tetapi dapat dilakukan penularan dengan serangga vektor B. tabaci dan penyambungan samping. Efisiensi penularan dengan serangga vektor lebih tinggi dibanding penyambungan, sehingga pada penelitian yang berkaitan dengan infeksi Begomovirus, metode penularan dengan menggunakan serangga vektor yang sering digunakan (Ganefianti 2010).

Dalam hubungan antar tumbuhan, virus, dengan vektor terutama dari golongan serangga dikenal beberapa istilah umum yaitu periode makan akuisisi, periode makan inokulasi, periode laten, dan persistensi. Periode makan akuisisi adalah periode yang diperlukan serangga untuk memperoleh cairan sel tumbuhan. Periode makan inokulasi adalah periode yang diperlukan serangga untuk mengisap cairan sel dan memindahkan virus ke tanaman sehat. Periode laten yaitu periode setelah makan akuisisi selesai sampai serangga mampu menularkan virus ke tumbuhan sehat. Persistensi yaitu periode yang diperlukan serangga untuk tetap infektif menularkan virus setelah meninggalkan sumber virus, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu non persisten, semi persisten, dan persisten (Wahyuni 2005).

Begomovirus merupakan virus yang ditularkan secara persisten atau sirkulatif. Virus tetap bertahan dalam tubuh vektor sedikitnya selama satu minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor (Akin 2006). Menurut penelitian Mehta et al. (1994)periode makan akuisisi (pma) dan periode makan inokulasi (pmi) minimal bagi B. tabaci masing-masingadalah 15 menit.

Serangga Vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera:

Aleyrodidae)

(19)

8 Siklus hidup B. tabaci terdiri dari telur, nimfa, pupa dan imago. Telur berbentuk bulat panjang dengan tangkai yang pendek pada salah satu ujungnya, berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, serta menjadi berwarna coklat setelah 24 jam. Masa inkubasi telur bergantung pada keadaan lingkungan, yaitu sekitar 4-5 hari. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah, dan aktif bergerak. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Nimfa instar tiga mirip dengan instar 2 hanya dengan ukuran yang sedikit lebih besar, nimfa instar 2 dan instar 3 tidak aktif bergerak. Stadia nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari. Pupanya berbentuk bulat panjang, di bagian toraks agak melebar, cembung, dan abdomen tampak jelas. Lama stadium pupa adalah 2-4 hari. Imago berwarna kuning dengan sayap tertutup oleh tepung berwarna putih, ukuran serangga betina bisanya berukuran lebih besar dari pada serangga jantan. Lama hidup imago berkisar 6 hari (Kalshoven 1981; Gameel 1977).

B. tabaci merupakan serangga hama yang dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor tanaman (Brown 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk kerusakan yang disebabkan oleh B. tabaci. Pertama adalah kerusakan langsung, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya. Akibatnya tanaman akan menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman, dan hasil. Kedua adalah kerusakan tidak langsung, yaitu disebabkan akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh kutukebul. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah. Akibatnya dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual. Ketiga adalah kerusakan karena kutukebul dapat menularkan virus tanaman, sehingga populasi kutukebul yang sedikit sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman.

Pengendalian Penyakit oleh Begomovirus

Duriat (2009) menyatakan bahwa inti pengendalian penyakit kuning keriting pada tanaman cabai adalah upaya terpadu untuk menghalangi terjadinya

infeksi terutama pada waktu tanaman masih muda atau yang dikenal dengan

(20)

Upaya pengendalian secara preventif dilakukan dengan sanitasi lingkungan yaitu membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus dan Coccinella transfertalis (Coleoptera: Coccinelidae), atau cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor. Menginduksi ketahanan tanaman cabai dengan Vir-001 (ekstrak bunga pukul empat konsentrasi

50%) atau Vir-002 (bayam duri konsentrasi 25%) pada semaian cabai berdaun sejati

3-4 lembar dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan virus (Duriat 2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, dan tembakau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008).

(21)

10 beberapa patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan (Agrios 1996).

Ketahanan biokimia merupakan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada tumbuhan tersebut (Agrios 1996). Perubahan biokimia dapat terjadi antara lain melalui sintesis dan akumulasi asam salisilat (Wobbe dan Klessig 1996) atau fitoaleksin (Beynon 1997), yaitu senyawa hasil metabolit sekunder yang toksik bagi virus, bakteri, maupun cendawan yang menyerupai asam lemak (Lowton et al 1992), dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanaman (Nothnagel et al 1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh terhadap serangan patogen namun dapat juga menekan perkembangan patogen sehingga tidak menurunkan produksi. Mekanisme yang lain adalah tidak adanya faktor pengenal pada tanaman yang dapat digunakan patogen untuk menentukan inang yang sesuai. Tanaman ini juga dapat mempertahankan diri dengan tidak memproduksi senyawa metabolit yang diperlukan oleh patogen sehingga patogen tidak berkembang.

Varietas Tahan Begomovirus

Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus tertentu sehingga virus tersebut tidak menyebar ke sel-sel lainnya (Greenleaf 1986).

(22)

Galur ini mengekspresikan gejala yang lemah, tetapi karakter agronominya tidak komersial.

(23)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah kaca Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Desember 2010.

Metode Penelitian Perbanyakan Serangga Vektor

Imago kutukebul (B. tabaci) yang digunakan sebagai vektor berasal dari tanaman kapas. Serangga vektor tersebut merupakan koleksi dari laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang sengaja dikembangbiakkan dan diperbanyak untuk kepentingan penelitian. Perbanyakan serangga vektor B. tabaci tersebut dilakukan di rumah kaca Departemen Proteksi Tanaman di Cikabayan. Serangga ini dipelihara pada tanaman kapas dalam sebuah kurungan kasa kedap serangga.

Pembuatan Preparat Mikroskop dan Identifikasi Serangga Vektor

(24)

telah jadi, dikeringkan di atas pemanas dan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Dooley (2006).

Perbanyakan Inokulum Begomovirus

Sumber inokulum awal dari penelitian ini adalah isolat Begomovirus yang merupakan isolat koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, yang dipelihara di rumah kaca di Cikabayan, Bogor. Perbanyakan inokulum Begomovirus tersebut dilakukan pada tanaman tomat melalui penularan dengan kutukebul. Kutukebul diberi periode makan akuisisi pada tanaman cabai sumber inokulum awal selama 24 jam (pma), kemudian dipindahkan ke tanaman tomat sehat yang berumur 6 MST sebanyak 10 ekor setiap tanaman dan dibiarkan selama 24 jam (pmi). Tanaman tomat dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada pengujian ketahanan varietas cabai.

Penanaman Tanaman Uji

Tanaman uji yang digunakan adalah tanaman cabai yang terdiri dari tiga galur yaitu F1(12X14), IPBC12, dan 35C2, serta tiga varietas komersial yaitu varietas Meteor, Rimbun, dan Tornado. Benih-benih cabai disemai pada media semai komersial berupa campuran pupuk kandang, kompos, dan sekam. Bibit yang tumbuh dipelihara hingga berdaun 3-4 helai atau berumur 3-5 minggu setelah semai (MSS). Bibit kemudian dipindah ke polybag berukuran 30 cm x 35 cm yang telah diisi campuran tanah steril dan pupuk kandang (perbandingan 2:1) sebanyak 5 kg. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari dan mengendalikan serangga yang tidak diinginkan.

Penularan Virus Melalui Serangga Vektor

Penularan virus dengan serangga dilakukan seperti diuraikan sebelumnya dengan pma 24 jam, pmi 24 jam, dan jumlah serangga 15 ekor setiap tanaman. Semua serangga yang digunakan dimatikan setelah pmi.

Rancangan Percobaan

(25)

masing-14 masing 30 tanaman yang terdiri dari tiga ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Peubah yang diamati untuk evaluasi ketahanan varietas meliputi periode inkubasi, gejala, intensitas dan kejadian penyakit. Periode inkubasi diamati sejak munculnya gejala pertama sampai gejala yang terakhir muncul. Gejala diamati dengan mencatat deskripsi gejala yang muncul pada tiap tanaman uji. Kejadian penyakit dihitung pada minggu terakhir pengamatan, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang sakit dibagi dengan jumlah seluruh tanaman, kemudian dikalikan dengan 100%. Intensitas penyakit dihitung dengan melakukan skoring terhadap gejala penyakit setiap minggunya berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1). Pengelompokkan genotipe cabai uji berdasarkan respon ketahanannya dilakukan mengikuti kriteria yang digunakan oleh Ganefianti (2010) dengan modifikasi (Tabel 2).

Tabel 1 Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor keparahan penyakit

Skor Gejala 0 Tidak bergejala

1 Tulang daun memucat, terlihat spot-spot kuning pada daun 2 Seluruh tulang daun menguning, sebagian besar lamina daun

menguning, daun keriting (malformasi)

3 Sebagian besar lamina daun menguning, daun keriting (malformasi) dan kecil

4 Seluruh atau sebagian besar daun pada tanaman menguning, daun keriting (malformasi), kecil, dan tanaman kerdil.

Tabel 2 Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus

Respon Keparahan Gejala Keparahan

Penyakit (IP)

Tahan Ringan 1%<IP≤10%

Agak Rentan Sedang 10%<IP≤20%

Rentan Berat 20%<IP≤40%

Sangat Rentan Sangat Berat IP>40%

Pengujian Pertumbuhan Populasi Serangga Vektor pada Enam Genotipe Cabai

(26)

dipindahkan ke tanaman cabai sebanyak 10 ekor setiap tanaman. Sebelumnya pada tanaman dipasang kurungan silinder yang terbuat dari plastik mika yang bagian atasnya ditutup dengan kain kasa. Di bagian tengah plastik mika terdapat lubang yang berfungsi untuk memasukkan imago serangga. Setelah 48 jam, imago tersebut dikeluarkan dari tabung, kemudian dilakukan pengamatan jumlah telur yang diletakkan oleh serangga. Pengamatan dilanjutkan setiap minggu setelah stadia telur selama empat minggu untuk menghitung jumlah serangga pada stadia berikutnya. Sampel yang digunakan pada masing-masing genotipe yaitu satu tanaman, dan tiap tanaman dipasangi tiga buah kurungan.

Deteksi Virus

Deteksi virus dilakukan dengan metode PCR melalui tahapan ekstraksi DNA, amplifikasi DNA, dan visualisasi hasil PCR dengan gel agarosa.

Ekstraksi DNA Total Tanaman. Ekstraksi DNA total dilakukan menggunakan metode CTAB (Doyle & Doyle, 1990) dengan beberapa modifikasi. Bufer ekstraksi (2% CTAB, 100 mM Tris pH 8, 10 mM EDTA , 5 M NaCl, 1% 2-β -merkaptoetanol) dipanaskan sebanyak 10 ml dalam penangas air pada suhu 65 0C. Sampel daun sebanyak 0,1 gram digerus dalam 500 µl bufer, setelah itu dimasukkan dalam tabung mikro berukuran 1,5 ml. Selanjutnya hasil campuran diinkubasi dengan penangas air pada suhu 65 0C selama 60 menit. Setiap 10 menit tabung dibolak-balik untuk membantu proses lisis. Setelah 60 menit campuran tersebut diambil dari penangas air dan didiamkan sebentar (2 menit) pada suhu ruang, kemudian ditambahkan 500 µl campuran Kloroform:Isoamilalkohol (CI) dengan perbandingan 24:1 (volume:volume). Agar tercampur dengan baik tabung divorteks selama 5 menit kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 11000 rpm selama 15 menit dan diambil supernatannya. Ke dalam supernatan yang telah diambil, ditambahkan 1 ml kloroform, kemudian divorteks selama 5 menit, dan disentrifugasi kembali dengan kecepatan 11000 rpm selama 15 menit. Supernatan yang diperoleh diambil secara hati-hati dan dipindahkan ke dalam tabung mikro baru, setelah itu ke dalam supernatan yang diperoleh ditambahkan 0,1 volume NaOAC (asam asetat) dan 2,5 volume etanol absolut dan diinkubasi pada suhu -20 0

(27)

16 kecepatan 12000 rpm selama 10 menit. Pelet hasil sentrifugasi dicuci dengan menambahkan 200 µl etanol (70%), disentrifugasi kembali selama 5 menit kemudian dibuang supernatannya, sedangkan peletnya dikeringkan. Setelah kering, pelet atau endapan DNA yang diperoleh dilarutkan dengan 100 µl bufer TE 1x (10 mM Tris-HCl pH 8, 1 mM EDTA).

Amplifikasi DNA. Metode PCR digunakan untuk mengamplifikasi sebagian dari genom Begomovirus dengan menggunakan primer spesifik untuk gen AV1 Begomovirus yaitu: CPPROTEIN-V1 dengan sekuen nukleotida 5’-TAATTCTAGATGTCGAAGCGACCCGCCGA-3’ dan CPPROTEIN-C1 dengan sekuen nukleotida 5’-GGCCGAATTCTTAATTTTGAACAGAATCA-3’ yang akan mengamplifikasi bagian gen protein selubung (AVRDC, Taiwan). Metode amplifikasi dilakukan mengikuti metode yang dilakukan oleh Rojas et al. (1993). Reaksi PCR (volume total 25 µl) dilakukan dengan mencampurkan dH2O, 1x bufer PCR, 1x sucrose cresol, 10 mM dNTP, 10 µM masing-masing primer, 5 unit Taq DNA polymerase, dan 2 µl DNA template. PCR dilakukan pada reaksi sebagai berikut: satu siklus optimasi pada suhu 94 0C selama 1 menit, 30 siklus yang terdiri dari tahap denaturasi DNA pada suhu 94 0C selama 1 menit, tahap penempelan primer ke DNA target pada suhu 55 0C selama 2 menit, dan tahap pemanjangan DNA pada suhu 72 0C selama 10 menit yang diakhiri pada suhu 4 0

C untuk penyimpanan.

(28)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Respon Genotipe Cabai terhadap Infeksi Begomovirus

Infeksi Begomovirus umumnya menimbulkan gejala berupa pemucatan tulang daun yang kemudian berkembang menjadi warna kuning yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut dari Begomovirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman menjadi kerdil (Sulandari et al. 2006). Inokulasi Begomovirus pada enam genotipe cabai yang diuji menunjukkan gejala penyakit yang tidak terlalu berbeda. Gejala yang muncul hanya berupa penguningan tulang daun dan sebagian lamina daun, serta daun melengkung ke bawah. Infeksi Begomovirus dimulai dengan munculnya bintik kekuningan pada pucuk, selanjutnya tulang daun memucat kemudian menguning, bintik kekuningan melebar menjadi spot-spot kuning pada lamina daun, dan selanjutnya daun melengkung ke bawah (Gambar 1).

Masa inkubasi Begomovirus pada genotipe Meteor, Rimbun, Tornado, dan F1(12X14) berkisar antara 7-15 hari dengan kejadian penyakit berkisar antara 80-93,3 % dan rata-rata inkubasi antara 9,26-9,92 hari (Tabel 3). Kejadian penyakit tertinggi terjadi pada genotipe 35C2 (96,67%) tetapi tidak berbeda nyata dibandingkan keempat genotipe sebelumnya walaupun pada genotipe 35C2 masa inkubasi sedikit lebih singkat (6-15 hari) dan rata-rata inkubasi tercepat yaitu 7,38 hari. Selain memiliki kejadian penyakit yang tidak berbeda nyata, kelima genotipe ini juga memiliki modus atau hari terbanyak munculnya gejala pertama pada tanaman uji yang sama yaitu pada hari ketujuh setelah inokulasi. Kejadian penyakit berbeda nyata pada genotipe IPBC12 (30%) dengan masa inkubasi lebih panjang (9-15 hari), rata-rata inkubasi paling panjang (13 hari), dan modus paling besar (13 hari) (Tabel 3).

(29)

18 penelitian ini menunjukkan respon yang berbeda terhadap infeksi Begomovirus. Menurut kriteria ketahanan Ganefianti (2010) keenam genotipe cabai ini dapat dikelompokkan berdasarkan responnya menjadi genotipe rentan [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), dan 35C2] dan genotipe tahan (IPBC12). Genotipe IPBC12 hanya terinfeksi sebanyak 30% dengan keparahan penyakit tertinggi 9,17 %, dan masa inkubasi yang relatif panjang (9-15 hari).

Tabel 3 Kejadian penyakit dan masa inkubasi Begomovirus pada enam genotipe cabai

Genotipe Rata-rata Kejadian Penyakit (%)

Masa Inkubasi (hari)

Kisaran Rata-rata Modus**) Meteor 90,00±10,00a*) 7 – 15 9,26 7 Rimbun 93,33±11,55a 7 – 15 9,57 7 Tornado 86,67±15,28a 7 – 15 9,40 7 F1(12X14) 80,00±20,00a 7 – 15 9,92 7 IPBC12 30,00±10,00b 9 – 15 13,00 13 35C2 96,67± 5,77a 6 – 15 7,38 7 *) Angka yang diikuti huruf yang berbeda menunjukkan hasil yang berbeda nyata (uji selang

berganda Duncan dengan taraf nyata 5 %)

**) Modus menunjukkan hari terbanyak munculnya gejala pertama pada tanaman uji

(30)

Gambar 1 Gejala infeksi Begomovirus pada beberapa genotipe cabai. (1) Meteor, (2) Rimbun, (3) Tornado, (4) F1(12X14), (5) IPBC12, (6) 35C2.

Perkembangan penyakit setiap minggu diamati dengan mengukur keparahan penyakit sejak satu minggu setelah inokulasi sampai 7 minggu setelah inokulasi (Gambar 3). Pada 5 genotipe yaitu Meteor, Rimbun, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2 keparahan penyakit meningkat setiap minggunya sampai dengan minggu keempat setelah inokulasi, kemudian keparahan menurun sampai minggu ketujuh. Berbeda dengan genotipe lainnya, keparahan penyakit pada

1

2

3

6

5

(31)

20 varietas Tornado selalu meningkat setiap minggunya sampai pada pengamatan minggu terakhir.

Keparahan penyakit pada lima genotipe [Meteor, Rimbun, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] menurun pada minggu kelima setelah inokulasi diduga mulai berkaitan dengan peningkatan pertahanan tanaman. Seiring dengan meningkatnya ketahanan tanaman maka replikasi virus dalam jaringan tanaman akan tertekan. Pada genotipe Tornado hal tersebut diduga tidak terjadi karena keparahan penyakit terus meningkat sampai minggu ketujuh setelah inokulasi.

Gambar 2 Keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada enam genotipe cabai

Tabel 4 Kisaran keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada enam genotipe cabai dan Pengelompokkan respon ketahanan

Genotipe Keparahan Penyakit (%) Respon Ketahanan

Meteor 10,83 – 27,50 Rentan

Pengamatan minggu ke‐

(32)
(33)

22 Perkembangan Kutukebul pada Enam Genotipe Cabai

Hasil pengujian populasi kutukebul pada beberapa genotipe tanaman cabai, menunjukkan perbedaan jumlah individu serangga pada tiap stadia. Jumlah telur terbanyak diperoleh pada genotipe 35C2 yaitu 74 telur dan paling sedikit pada genotipe Meteor yaitu 51 telur. Pada genotipe Tornado, IPBC12, F1 (12X14), dan Rimbun jumlah telur yang diperoleh berturut-turut yaitu 55, 58, 60, dan 63 telur (Tabel 5). Keberhasilan telur menjadi nimfa instar awal cukup tinggi yaitu berkisar antara 74,54 % - 90,48 %, tetapi keberhasilan nimfa instar awal menjadi nimfa instar akhir mengalami penurunan (44,89 % - 71,43 %). Persentase keberhasilan pupa menjadi imago bervariasi antara 64 % sampai 80 % (Tabel 6). Aktifitas makan dan peletakan telur oleh serangga dipengaruhi antara lain oleh karakteristik dan morfologi daun seperti bentuk daun, warna daun, trikoma pada daun, dan senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder (Schoonhoven et al, 2005). Lebih lanjut Hendrival (2010) menjelaskan bahwa jumlah, panjang, dan tipe trikoma pada daun dapat mempengaruhi kepadatan populasi kutukebul pada tanaman.

Tabel 5 Pengamatan perkembangan populasi kutukebul B. tabaci pada enam genotipe cabai

Genotipe

Jumlah serangga pada tiap stadia

Telur Nimfa Pupa Imago

Instar awal Instar akhir

Meteor 51 44 24 15 12

(34)

trikoma pada genotipe 35C2. Jumlah telur pada IPBC12 lebih sedikit dbandingkan jumlah telur pada genotipe 35C2 (Tabel 5).

Berbagai faktor berpengaruh terhadap perkembangan serangga dari stadia telur sampai menjadi imago. Salah satu faktor yang paling berpengaruh adalah aktifitas makan, aktifitas makan dilakukan pada stadia nimfa dan setelah serangga menjadi imago. Pengamatan pada stadia nimfa dilakukan 2 kali, yaitu saat nimfa instar awal dan instar akhir. Aktifitas makan oleh instar awal akan menunjang perkembangannya menjadi instar akhir dan aktifitas makan pada instar akhir untuk berkembang menjadi pupa. Aktifitas makan oleh kutukebul dilakukan dengan menghisap cairan tanaman. Serangga kutukebul menghisap cairan tanaman dengan meletakkan dan menusukkan stiletnya. Cairan tanaman yang dihisap merupakan nutrisi bagi kutukebul dalam melangsungkan hidupnya sejak menetas dari telur.

Sama halnya dengan pengaruh peletakan telur, trikoma juga diduga berpengaruh terhadap aktifitas makan serangga kutukebul khususnya pada stadia nimfa. Pada genotipe IPBC12, trikoma yang rapat dapat menyulitkan kutukebul untuk menusukkan stiletnya, sehingga sebagian besar instar awal kutukebul kekurangan nutrisi untuk perkembangan hidupnya. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah serangga pada stadia instar akhir. Keberhasilan perkembangan serangga instar awal menjadi instar akhir hanya sebesar 44,98%. Begitu pula yang terjadi pada perkembangan instar akhir menjadi pupa, hambatan aktifitas makan menyebabkan persentase keberhasilan nimfa instar akhir menjadi pupa hanya sebesar 68,18% (Tabel 6).

(35)

24

Tabel 6 Keberhasilan perkembangan serangga vektor kutukebul pada tiap stadia Genotipe Nilai Keberhasilan Perkembangan (%)

TIa IaIb IbP PI

Meteor 86,27 54,54 62,50 80,00

Rimbun 90,48 63,16 69,44 64,00

Tornado 74,54 46,34 57,89 72,72

IPBC12 84,48 44,89 68,18 66,67

35C2 85,14 71,43 75,55 75,00

F1(12X14) 78,33 57,44 59,26 68,75

Keterangan: TIa = fase telur menjadi instar awal IaIb = fase Instar awal menjadi Instar akhir IbP = fase instar akhir menjadi pupa PI = fase pupa menjadi imago

(36)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Hasil evaluasi ketahanan enam genotipe cabai terhadap infeksi Begomovirus menunjukkan bahwa genotipe IPBC12 dapat dikelompokkan menjadi genotipe tahan dengan keparahan penyakit berkisar antara 0 – 9,17 %, dan gejala yang ringan. Lima genotipe lainnya yaitu Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), dan 35C2 dikelompokkan menjadi genotipe rentan dengan keparahan penyakit lebih dari 20%, dan gejala yang berat.

Respon ketahanan genotipe IPBC12 dapat dihubungkan dengan perkembangan kutukebul pada genotipe tersebut. Jumlah telur kutukebul dan persentase keberhasilannya menjadi imago pada IPBC12 relatif lebih rendah dibandingkan genotipe lainnya.

Saran

(37)

DAFTAR PUSTAKA

Agrios GN. 1996. Plant Pathology. Ed. Ke-3. Florida: Academic Press. Akin HM. 2006. Virologi Tunbuhan. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

[Dirjen Horti]. Direktorat Jenderal Hortikultura. 2008. Kunker dan Liputan Sentra Cabai Merah Ciamis. Jakarta: Direktorat Jenderal Hortikultura.

Duriat AS. 2009. Pengendalian penyakit kuning keriting pada cabai. Iptek Hortikultura 5: 43-46.

Dooley J. 2006. Identification Aleyrodidae Pupa. Aleyrodidae Pupa Workshop in South San Fransisco, 2006.

Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of Plant DNA from Fresh Tissue. Focus 12:13-15.

Faizah R. 2010. Karakterisasi beberapa Genotipe Cabai (Capsicum spp.) dan Mekanisme Ketahanannya terhadap Begomovirus penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Fauquet CM, Bisaro DM, Briddon RW, Brown JK, Harrison BD, Rybicki EP, Stenger DC, Stanley J. 2003. Revision of taxonomic criteria for species demarcation in the family Geminiviridae, and an updated list of Begomovirus species. Arch Virol 148: 405–421.

Ganefianti DW. 2010. Genetik Ketahanan Cabai terhadap Begomovirus penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning dan Arah Pemuliaannya [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Green SK, Kalloo G. 1994. Leaf curl and yellowing viruses of pepper and tomato: an overview. Asian Vegetable Research and Development Center. Technical Bulletin No. 21, 51 p.

Hidayat SH, Sujiprihati S. 2007. Potensi dan Pengembangan Varietas Tahan untuk Pengendalian Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai. Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB. (Abstrak)

Holt J, Colvin J, Muniyappa V. 1999. Identifying control strategies for tomato leaf curl virus disease using an epidemiological model. Journal of Applied Ecology 36: 625-633.

(38)

Kurniawan HA. 2007. Neraca Kehidupan Kutukebul Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae) Biotipe-B dan Non-B pada tanaman Mentimun [Tesis]. Bogor. Institut Pertanian Bogor, Fakultas Pertanian.

Mehta P, Wyman JA, Nakhla MK, Maxwell DP. 1994. Transmission of Tomato Yellow Leaf Curl Begomovirus by Bemisia tabaci (Homoptera: Aleyrodidae). J Econ Entomol 87(5): 1291-1297.

Mansour A, Al-Musa A. 1992. Tomato yellow leaf curl virus: host range and virus-vector relationship. Plant Pathology 41: 122-125.

Pandey P, Choudhury NR, Mukherjee SK. 2009. A geminiviral amplicon (VA) derived from Tomato leaf curl virus (ToLCV) can replicate in a wide variety of plant species and also acts as a VIGS vector. Virology Journal 6: 152-165. http://www.virologyj.com/content/6/1/152. [12 Oktober 2010]. Rojas MR, Gilbertson RL, Russel DR, Maxwell DP. 1993. Use of Degenerate

Primers in the Polymerase Chain Reaction to Detect Whitefly-Transmitted Geminiviruses. Plant Dis 77:340-347.

Rusli ES, Hidayat SH, Suseno R, Tjahjono B. 1999. Virus Gemini pada cabai: Variasi gejala dan studi cara penularan. Buletin Hama dan Penyakit Tumbuhan 11(1): 26-31.

Setiadi. 2008. Bertanam Cabai. Jakarta: Penebar Swadaya.

Singh R. 1973. Effect of Soil Spray on the Control of Tomato Leaf Curl Virus in Field. Indian J Agric Sci 43: 669-672.

Suharsono. 2006. Antixenosis morfologis salah satu faktor ketahanan kedelai terhadap hama pemakan polong. Buletin Palawija 11: 29-34.

Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2001. Deteksi virus Gemini pada cabai di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosiding Kongres dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopatologi Indonesia XVI. Bogor.

Sulandari S, Suseno R, Hidayat SH, Harjosudarmo J, Sosromarsono S. 2006. Deteksi dan kajian kisaran inang virus penyebab penyakit daun keriting kuning cabai. Hayati. 1(13): 1-6.

Swanson MM, Harrison BD. 1993. A Begomovirus causing vein yellowing of Ageratum conyzoides in Singapore. Plant Pathology 42: 137-139.

Wahyuni WS. 2005. Dasar-Dasar Virologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

(39)
(40)

LAMPIRAN

Lampiran 1 Preparat puparium kutukebul Bemisia tabaci

Lampiran 2 Analisis sidik ragam (ANOVA) rata-rata kejadian penyakit pada enam genotipe uji

ANOVA

Source DF Squares Mean

Square F Value Pr > F Model 5 9294.44444 1858.88889 11.15 0.000

4 Error 12 2000.00000 166.66667

Total 17 11294.44444

Lampiran 3 Analisis rata-rata kejadian penyakit dengan uji lanjut menggunakan uji Duncan pada taraf nyata 5%

Duncan Grouping Mean N Perlakuan

A 96.67 3 35C2

A 93.33 3 RIMBUN

A 90.00 3 METEOR

A 86.67 3 TORNADO

A 80.00 3 F1(12X14)

B 30.00 3 IPBC12

Lampiran 4 Data pengamatan kejadian penyakit pada enam genotipe cabai Genotipe Kejadian Penyakit

Ulangan 1 Ulangan 2 Ulangan 3

Meteor 90 80 100

Rimbun 100 80 100

Tornado 70 90 100

F1(12X14) 100 60 80

IPBC12 40 30 20

(41)

30

Lampiran 5 Data pengamatan perkembangan kutukebul pada tiga kurungan pada masing-masing genotipe uji Genotipe Telur

Nimfa

Pupa Imago Instar awal Instar akhir

1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3

(42)
(43)

32

No.

SKOR Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 0 1 1 2 2 2 2

2 0 1 1 1 1 0 0

3 0 1 1 1 1 1 1

4 0 0 1 1 1 1 1

5 1 1 2 2 2 2 2

6 1 1 1 1 1 0 0

7 1 1 1 1 1 1 1

8 0 1 1 1 1 0 0

9 0 1 1 1 1 0 0

10 0 1 1 1 1 0 0

11 1 1 1 1 0 0 0

12 1 1 1 1 1 1 1

13 1 1 1 1 0 0 0

14 0 0 0 0 0 0 0

15 0 0 0 0 0 0 0

16 1 1 1 1 1 1 1

17 0 0 1 1 1 1 1

18 0 1 1 1 1 1 1

19 0 1 1 1 0 0 0

20 0 1 1 2 2 2 2

21 1 1 1 1 1 1 1

22 1 1 1 1 1 1 1

23 1 1 1 1 1 1 1

24 0 0 1 1 1 1 1

25 1 1 1 1 1 1 1

26 0 0 1 1 1 1 1

27 0 0 1 1 1 1 1

28 0 1 1 1 1 1 1

29 0 0 1 1 1 1 1

(44)

Lampiran 6 (lanjutan) Tornado

No. SKOR Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 1 1 1 0 0 0 0

2 0 1 1 1 1 1 1

3 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0

5 0 0 1 1 1 1 1

6 0 1 1 1 0 0 0

7 1 1 1 2 2 2 2

8 1 1 1 0 0 0 0

9 0 0 0 0 0 0 0

10 0 1 1 1 1 1 1

11 0 1 1 1 1 1

12 1 1 1 2 2 2 2

13 0 0 0 0 0 0 0

14 0 1 1 1 1 1 1

15 1 1 2 2 1 1 1

16 1 1 1 0 0 0 0

17 0 0 0 2 2 2 2

18 1 1 2 2 2 2 2

19 1 1 1 0 0 0 0

20 1 1 1 0 0 0 0

21 1 1 1 1 1 2 2

22 0 1 1 1 1 2 2

23 0 1 1 2 2 2 2

24 0 1 1 1 1 1 1

25 0 1 1 1 1 3 3

26 0 0 1 1 1 3 3

27 0 1 1 1 1 2 2

28 0 1 1 1 1 2 2

29 0 1 1 1 2 2 2

(45)

34 Lampiran 6 (lanjutan)

(46)

Lampiran 6 (lanjutan) IPBC12

No.

SKOR Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 0 0 0 0 0 0 0

2 0 0 0 0 0 0 0

3 0 0 0 0 0 0 0

4 0 0 0 0 0 0 0

5 0 1 1 1 0 0 0

6 0 0 0 0 0 0 0

7 0 1 1 1 0 0 0

8 0 1 1 1 1 0 0

9 0 1 1 1 1 1 1

(47)

36 Lampiran 6 (lanjutan)

35C2

No. SKOR Minggu ke-

1 2 3 4 5 6 7

1 0 1 1 1 2 2 2

2 0 0 1 1 1 0 0

3 0 1 2 2 2 2 2

4 0 1 1 1 1 1 1

5 0 0 0 0 0 0 0

6 0 1 1 1 1 1 1

7 0 1 2 2 2 1 1

8 1 1 1 1 0 0 0

9 0 1 1 1 0 0 0

10 0 1 2 2 2 2 2

11 1 1 1 0 0 0 0

12 0 1 1 1 0 0 0

13 1 1 1 1 1 1 1

14 1 1 1 1 1 1 1

15 0 1 1 1 1 1 1

16 0 1 1 1 0 0 0

17 0 0 1 1 1 1 1

18 1 1 1 1 1 1 1

19 0 1 1 1 0 0 0

20 1 1 1 1 1 1 1

21 1 1 1 2 2 2 2

22 1 1 2 2 2 2 2

23 1 1 1 2 2 2 2

24 1 1 1 2 2 2 2

25 0 1 1 1 1 1 1

26 0 1 1 2 2 2 2

27 0 1 1 1 2 2 2

28 1 1 1 1 2 2 2

29 0 1 1 1 1 2 2

(48)

Lampiran 7 Deskripsi enam genotipe cabai uji

Meteor Hijau Hijau Putih Hijau Merah Silinder Lonjong Rawit Pengamatan langsung Rimbun Hijau

muda Hijau Putih Hijau

Merah

jingga Silinder

Ovale Rawit Pengamatan langsung Tornado

Hijau Hijau Putih Hijau

muda Merah Silinder

Lonjong Keriting SK Menteri Pertanian No.

534/Kpts/SR.120/9/20 06

F1(12X14) Hijau

ungu Hijau Putih Hijau Merah Silinder

Lanceolate Elongate Pengamatan langsung IPBC12 Hijau

ungu Hijau Putih Hijau Merah Silinder

Lanceolate Elongate Faizah, 2010

(49)

KETAHANAN ENAM GENOTIPE CABAI (Capsicum spp.)

TERHADAP BEGOMOVIRUS DAN PENGARUHNYA

TERHADAP PERKEMBANGAN VEKTOR KUTUKEBUL

Bemisia tabaci GENN. (HEMIPTERA: ALEYRODIDAE)

NISSA FAWWAZ ADILAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN

FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(50)

ABSTRAK

NISSA FAWWAZ ADILAH. Ketahanan Enam Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan Pengaruhnya terhadap Perkembangan Vektor Kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae). Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT.

Sejak musim tanam 2003 telah dilaporkan peningkatan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai di sebagian besar sentra penanaman cabai di Indonesia, terutama di Jawa Tengah. Penyakit yang disebabkan oleh Begomovirus tersebut ditularkan oleh serangga vektor yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Tujuan penelitian ini adalah untuk melakukan evaluasi ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus. Evaluasi juga dilakukan untuk mempelajari perkembangan serangga vektor kutukebul pada keenam genotipe tersebut. Evaluasi ketahanan dilakukan melalui penularan Begomovirus menggunakan serangga vektor kutukebul Bemisia tabaci. Pengamatan meliputi jenis gejala, periode inkubasi, kejadian penyakit, dan keparahan penyakit. Deteksi virus pada tanaman yang diinokulasi dilakukan menggunakan metode Polymerase Chain Reaction (PCR). Pengujian perkembangan kutukebul pada enam genotipe cabai dilakukan dengan pemeliharaan kutukebul pada masing-masing tanaman uji. Analisis dilakukan terhadap jumlah telur, nimfa, pupa, dan imago, serta menghitung persentase keberhasilan perkembangan kutukebul pada tiap stadia. Hasil evaluasi ketahanan enam genotipe cabai terhadap infeksi Begomovirus menunjukkan bahwa genotipe IPBC12 dapat dikelompokkan menjadi genotipe tahan dengan keparahan berkisar antara 0 – 9,17 %, dan gejala yang ringan. Lima genotipe lainnya yaitu Rimbun, Meteor, Tornado, F1(12X14), dan 35C2 dikelompokkan menjadi genotipe rentan dengan keparahan penyakit lebih dari 20%, dan gejala yang berat. Respon ketahanan genotipe IPBC12 dapat dihubungkan dengan perkembangan kutukebul pada genotipe tersebut. Jumlah telur kutukebul dan persentase keberhasilannya menjadi imago pada IPBC12 relatif lebih rendah dibandingkan lima genotipe lainnya.

(51)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu komoditas hortikultura yang cukup penting di Indonesia. Cabai memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi, dan banyak digunakan sebagai bumbu masak, bahan baku industri makanan, minuman dan obat-obatan. Pada tahun 2008 produksi cabai mencapai 1,311 juta ton, terdiri dari jenis cabai merah besar 798,32 ribu ton dan cabai rawit 512,67 ribu ton. Daerah sentra produksi utama cabai besar dan cabai rawit tersebar di beberapa kota di wilayah Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur (Direktorat Jenderal Hortikultura 2008).

Organisme pengganggu tanaman (OPT) menjadi salah satu masalah dalam pertanaman cabai. Beberapa hama yang biasa menyerang tanaman cabai diantaranya thrips (Thrips parvispinus, Thysanoptera: Thripidae), tungau merah (Tetranichus bimaculatus, Acarina: Tetranychidae), kutu daun (Myzus persicae, Hemiptera: Aphididae), dan kutukebul (Bemisia tabaci, Hemiptera: Aleyrodidae), sedangkan penyakit pada cabai dapat disebabkan oleh bakteri (layu bakteri oleh Ralstonia solanacearum), cendawan (antraknosa oleh Colletothricum capsici), dan juga virus (penyakit kuning oleh Begomovirus). Menurut Pandey et al. (2009), Tomato yellow leaf curl virus merupakan salah satu penyakit dari genus Begomovirus yang membahayakan pertanaman dari Famili Solanaceae di wilayah Tropis dan Subtropis di dunia termasuk diantaranya tanaman cabai.

(52)

Gejala utama yang ditimbulkan berupa pemucatan tulang daun yang kemudian berkembang menjadi warna kuning yang sangat jelas, penebalan tulang daun, dan penggulungan daun. Infeksi lanjut dari Begomovirus menyebabkan daun-daun mengecil dan berwarna kuning terang, serta tanaman menjadi kerdil (Sulandari et al. 2006).

Begomovirus merupakan salah satu genus dalam famili Geminiviridae yang mempunyai anggota paling banyak dan menginfeksi banyak tanaman dibandingkan 3 genus lainnya, yaitu Mastrevirus, Curtovirus, dan Topocuvirus (ICTV 2009). Begomovirus banyak menimbulkan kerusakan pada berbagai tanaman termasuk diantaranya adalah cabai.

Penularan atau pemencaran Begomovirus dibantu oleh serangga vektor yaitu kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae). Semakin tinggi populasi kutukebul menyebabkan semakin tinggi pula penyebaran Begomovirus. Kutukebul dapat menularkan virus secara persisten, yaitu sekali makan pada tanaman yang mengandung virus, maka virus akan selalu ada dalam tubuh serangga selama hidupnya, virus bahkan masih tetap dapat ditularkan setelah vektor ganti kulit (Akin 2006). Jumlah kutukebul pada saat penularan mempengaruhi tingginya kejadian penyakit dan masa inkubasi virus (Mehta et al. 1994). Kepadatan populasi kutukebul pada suatu pertanaman bergantung pada kemampuan imago dalam peletakan telur dan juga aktifitas makan. Peletakan telur dan aktifitas makan dipengaruhi oleh karakteristik dan morfologi daun seperti bentuk daun, warna daun, trikoma pada daun, dan senyawa-senyawa kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder (Schoonhoven et al. 2005). Selain itu, jumlah, panjang, dan tipe trikoma pada daun dapat mempengaruhi kepadatan populasi kutukebul pada tanaman (Hendrival 2010).

(53)

3 untuk mencegah terjadinya serangan Begomovirus pada fase awal pertumbuhan tanaman.

Upaya pengendalian secara preventif dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan karena varietas tahan dapat menekan serangan virus. Sanitasi lingkungan dengan membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus (Coleoptera: Coccinelidae), atau cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor (Duriat 2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, tembakau, dan famili Leguminosae seperti kacang hijau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan,dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008).

(54)

Tujuan Penelitian

Melakukan evaluasi ketahanan enam genotipe tanaman cabai [Meteor, Rimbun, Tornado, F1(12X14), IPBC12, dan 35C2] terhadap infeksi Begomovirus. Evaluasi juga dilakukan untuk mempelajari perkembangan serangga vektor kutukebul pada enam genotipe cabai tersebut.

Manfaat Penelitian

(55)

5 TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Begomovirus

Famili Geminiviridae dapat dibedakan menjadi empat genus berdasarkan struktur genom, jenis serangga vektor dan jenis tanaman inang yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Topocuvirus, dan Begomovirus (Valverde et al. 2003). Genus Mastrevirus memiliki genom berukuran 2,6-2,8 kb, ditularkan oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman monokotil, salah satu anggota dari genus itu adalah Maize streak virus. Genus Curtovirus merupakan virus dengan genom berukuran 2,9-3,0 kb, ditularkan juga oleh wereng hijau (leafhopper) ke tanaman dikotil, dengan contoh spesies Beet curly top virus. Genus Topocuvirus mempunyai ukuran genom yang sama dengan Curtovirus, namun virus ini ditularkan oleh wereng pohon (treehopper) ke tanaman dikotil, anggota genus ini hanya satu yaitu Tomato pseudo-curly top virus. Genus Begomovirus mempunyai genom berukuran 2,5-2,9 kb, menyerang tanaman dikotil dan ditularkan oleh kutukebul (whitefly, Bemisia tabaci Genn.), dengan contoh spesies yaitu Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus – Puerto Rico) (Fauquet et al. 2003). Begomovirus mempunyai spesies yang paling banyak dibandingkan 3

genus yang lainnya. Berdasarkan data ICTV tahun 2009 anggota Begomovirus, Curtovirus, Mastrevirus, dan Topocuvirus berturut-turut adalah 196, 7, 14 dan 1 spesies.

Kisaran Inang Begomovirus

(56)

Berbagai Begomovirus telah dilaporkan di beberapa wilayah di berbagai negara. Diantaranya yaitu Sweet potato leaf curl virus (SPLCV) menginfeksi tanaman ubi di Mexico (Valverde et al. 2003), Bean golden yellow mosaic virus (pada awalnya Bean golden mosaic virus) meninfeksi tanaman buncis di Puerto Rico (Fauquet et al. 2003), Tomato golden mosaic virus (TGMV) menginfeksi tanaman tomat di Brazil (Green dan Kalloo 2004).

Gejala Penyakit yang Disebabkan oleh Begomovirus

Gejala yang timbul karena infeksi Begomovirus sangat bervariasi, tergantung pada strain virus dan spesies tanaman inangnya. Gejala umum yang ditimbulkan berhubungan dengan kerusakan daun seperti mengeriting, berkerut-kerut, menguning, dan pola mosaik serta kerdil. Infeksi Begomovirus pada tanaman yang masih muda pada umumnya menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat, daun menjadi melengkung dan berkerut-kerut dengan ukuran yang lebih kecil dari ukuran normal (Pacheco et al. 1996).

(57)

7 Penularan Begomovirus

Penularan dan pemencaran virus di lapangan sangat ditentukan oleh serangga vektor. Menurut Rusli et al. (1999) Begomovirus asal cabai tidak dapat ditularkan secara mekanis melalui cairan perasan daun tanaman sakit, tetapi dapat dilakukan penularan dengan serangga vektor B. tabaci dan penyambungan samping. Efisiensi penularan dengan serangga vektor lebih tinggi dibanding penyambungan, sehingga pada penelitian yang berkaitan dengan infeksi Begomovirus, metode penularan dengan menggunakan serangga vektor yang sering digunakan (Ganefianti 2010).

Dalam hubungan antar tumbuhan, virus, dengan vektor terutama dari golongan serangga dikenal beberapa istilah umum yaitu periode makan akuisisi, periode makan inokulasi, periode laten, dan persistensi. Periode makan akuisisi adalah periode yang diperlukan serangga untuk memperoleh cairan sel tumbuhan. Periode makan inokulasi adalah periode yang diperlukan serangga untuk mengisap cairan sel dan memindahkan virus ke tanaman sehat. Periode laten yaitu periode setelah makan akuisisi selesai sampai serangga mampu menularkan virus ke tumbuhan sehat. Persistensi yaitu periode yang diperlukan serangga untuk tetap infektif menularkan virus setelah meninggalkan sumber virus, yang dibagi menjadi tiga kategori yaitu non persisten, semi persisten, dan persisten (Wahyuni 2005).

Begomovirus merupakan virus yang ditularkan secara persisten atau sirkulatif. Virus tetap bertahan dalam tubuh vektor sedikitnya selama satu minggu, bahkan dapat menularkan virus selama hidup vektor (Akin 2006). Menurut penelitian Mehta et al. (1994)periode makan akuisisi (pma) dan periode makan inokulasi (pmi) minimal bagi B. tabaci masing-masingadalah 15 menit.

Serangga Vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera:

Aleyrodidae)

(58)

Siklus hidup B. tabaci terdiri dari telur, nimfa, pupa dan imago. Telur berbentuk bulat panjang dengan tangkai yang pendek pada salah satu ujungnya, berwarna kekuningan dan biasanya tertutup lilin, serta menjadi berwarna coklat setelah 24 jam. Masa inkubasi telur bergantung pada keadaan lingkungan, yaitu sekitar 4-5 hari. Nimfa instar satu berbentuk bulat panjang, berwarna hijau cerah, dan aktif bergerak. Nimfa instar dua berwarna hijau gelap dengan antena sangat pendek dan tungkai yang tereduksi. Nimfa instar tiga mirip dengan instar 2 hanya dengan ukuran yang sedikit lebih besar, nimfa instar 2 dan instar 3 tidak aktif bergerak. Stadia nimfa secara keseluruhan berlangsung selama 12-15 hari. Pupanya berbentuk bulat panjang, di bagian toraks agak melebar, cembung, dan abdomen tampak jelas. Lama stadium pupa adalah 2-4 hari. Imago berwarna kuning dengan sayap tertutup oleh tepung berwarna putih, ukuran serangga betina bisanya berukuran lebih besar dari pada serangga jantan. Lama hidup imago berkisar 6 hari (Kalshoven 1981; Gameel 1977).

B. tabaci merupakan serangga hama yang dapat secara langsung menyebabkan kerusakan pada tanaman dan secara tidak langsung merupakan vektor tanaman (Brown 1994). Menurut Berlinger (1986) ada tiga bentuk kerusakan yang disebabkan oleh B. tabaci. Pertama adalah kerusakan langsung, yaitu kerusakan yang disebabkan oleh bekas tusukan stiletnya. Akibatnya tanaman akan menjadi lemah dan layu, menurunkan pertumbuhan tanaman, dan hasil. Kedua adalah kerusakan tidak langsung, yaitu disebabkan akumulasi embun madu yang dihasilkan oleh kutukebul. Embun madu merupakan substrat untuk pertumbuhan cendawan embun jelaga pada daun dan buah. Akibatnya dapat menurunkan efisiensi fotosintesis dan menurunkan mutu buah yang akan dijual. Ketiga adalah kerusakan karena kutukebul dapat menularkan virus tanaman, sehingga populasi kutukebul yang sedikit sudah dapat menimbulkan kerusakan pada tanaman.

Pengendalian Penyakit oleh Begomovirus

Duriat (2009) menyatakan bahwa inti pengendalian penyakit kuning keriting pada tanaman cabai adalah upaya terpadu untuk menghalangi terjadinya

infeksi terutama pada waktu tanaman masih muda atau yang dikenal dengan

(59)

9 Upaya pengendalian secara preventif dilakukan dengan sanitasi lingkungan yaitu membersihkan lahan dari gulma yang merupakan inang alternatif kutukebul, dan juga membersihkan lahan dari tanaman yang menunjukkan gejala Begomovirus merupakan tindakan penting untuk mengurangi sumber inokulum (Swanson dan Harrison 1993). Pengendalian hama terpadu dengan upaya pemanfaatan musuh alami seperti Menochilus sexmaculatus dan Coccinella transfertalis (Coleoptera: Coccinelidae), atau cendawan entomopatogen Beauveria bassiana dapat menekan populasi serangga vektor. Menginduksi ketahanan tanaman cabai dengan Vir-001 (ekstrak bunga pukul empat konsentrasi

50%) atau Vir-002 (bayam duri konsentrasi 25%) pada semaian cabai berdaun sejati

3-4 lembar dapat meningkatkan ketahanan tanaman dari serangan virus (Duriat 2009). Rotasi atau pergiliran tanaman dengan tanaman bukan inang virus (terutama bukan dari famili solanaceae seperti tomat, cabai, kentang, dan tembakau) dapat mengurangi sumber inokulum (Holt et al. 1999). Rotasi tanaman tersebut akan lebih berhasil apabila dilakukan paling sedikit dalam satu hamparan, dan dilakukan serentak tiap satu musim tanam serta dilakukan pada lahan seluas mungkin (Setiadi 2008).

(60)

beberapa patogen tertentu. Sel-sel epidermis yang berdinding kuat dan tebal akan membuat penetrasi secara langsung mengalami kesulitan (Agrios 1996).

Ketahanan biokimia merupakan reaksi-reaksi biokimia yang terjadi di dalam sel dan jaringan tumbuhan yang menghasilkan zat beracun bagi patogen atau menciptakan kondisi yang menghambat pertumbuhan patogen pada tumbuhan tersebut (Agrios 1996). Perubahan biokimia dapat terjadi antara lain melalui sintesis dan akumulasi asam salisilat (Wobbe dan Klessig 1996) atau fitoaleksin (Beynon 1997), yaitu senyawa hasil metabolit sekunder yang toksik bagi virus, bakteri, maupun cendawan yang menyerupai asam lemak (Lowton et al 1992), dan dikeluarkannya elisitor berupa oligosakarida oleh tanaman (Nothnagel et al 1983). Senyawa-senyawa ini dapat melindungi tanaman secara menyeluruh terhadap serangan patogen namun dapat juga menekan perkembangan patogen sehingga tidak menurunkan produksi. Mekanisme yang lain adalah tidak adanya faktor pengenal pada tanaman yang dapat digunakan patogen untuk menentukan inang yang sesuai. Tanaman ini juga dapat mempertahankan diri dengan tidak memproduksi senyawa metabolit yang diperlukan oleh patogen sehingga patogen tidak berkembang.

Varietas Tahan Begomovirus

Tanaman yang tahan terhadap virus adalah tanaman yang mampu menghambat replikasi dan penyebaran virus di dalam tanaman. Ketahanan ini dapat diwujudkan sebagai kemampuan tanaman untuk membatasi perkembangan virus tertentu sehingga virus tersebut tidak menyebar ke sel-sel lainnya (Greenleaf 1986).

(61)

11 Galur ini mengekspresikan gejala yang lemah, tetapi karakter agronominya tidak komersial.

(62)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di rumah kaca Cikabayan dan Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Februari sampai Desember 2010.

Metode Penelitian Perbanyakan Serangga Vektor

Imago kutukebul (B. tabaci) yang digunakan sebagai vektor berasal dari tanaman kapas. Serangga vektor tersebut merupakan koleksi dari laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, yang sengaja dikembangbiakkan dan diperbanyak untuk kepentingan penelitian. Perbanyakan serangga vektor B. tabaci tersebut dilakukan di rumah kaca Departemen Proteksi Tanaman di Cikabayan. Serangga ini dipelihara pada tanaman kapas dalam sebuah kurungan kasa kedap serangga.

Pembuatan Preparat Mikroskop dan Identifikasi Serangga Vektor

(63)

13 telah jadi, dikeringkan di atas pemanas dan diidentifikasi dengan menggunakan kunci identifikasi Dooley (2006).

Perbanyakan Inokulum Begomovirus

Sumber inokulum awal dari penelitian ini adalah isolat Begomovirus yang merupakan isolat koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan, yang dipelihara di rumah kaca di Cikabayan, Bogor. Perbanyakan inokulum Begomovirus tersebut dilakukan pada tanaman tomat melalui penularan dengan kutukebul. Kutukebul diberi periode makan akuisisi pada tanaman cabai sumber inokulum awal selama 24 jam (pma), kemudian dipindahkan ke tanaman tomat sehat yang berumur 6 MST sebanyak 10 ekor setiap tanaman dan dibiarkan selama 24 jam (pmi). Tanaman tomat dipelihara untuk digunakan sebagai sumber inokulum pada pengujian ketahanan varietas cabai.

Penanaman Tanaman Uji

Tanaman uji yang digunakan adalah tanaman cabai yang terdiri dari tiga galur yaitu F1(12X14), IPBC12, dan 35C2, serta tiga varietas komersial yaitu varietas Meteor, Rimbun, dan Tornado. Benih-benih cabai disemai pada media semai komersial berupa campuran pupuk kandang, kompos, dan sekam. Bibit yang tumbuh dipelihara hingga berdaun 3-4 helai atau berumur 3-5 minggu setelah semai (MSS). Bibit kemudian dipindah ke polybag berukuran 30 cm x 35 cm yang telah diisi campuran tanah steril dan pupuk kandang (perbandingan 2:1) sebanyak 5 kg. Pemeliharaan tanaman dilakukan dengan menyiram tanaman setiap hari dan mengendalikan serangga yang tidak diinginkan.

Penularan Virus Melalui Serangga Vektor

Penularan virus dengan serangga dilakukan seperti diuraikan sebelumnya dengan pma 24 jam, pmi 24 jam, dan jumlah serangga 15 ekor setiap tanaman. Semua serangga yang digunakan dimatikan setelah pmi.

Rancangan Percobaan

(64)

masing-masing 30 tanaman yang terdiri dari tiga ulangan, dan setiap ulangan terdiri dari 10 tanaman.

Peubah yang diamati untuk evaluasi ketahanan varietas meliputi periode inkubasi, gejala, intensitas dan kejadian penyakit. Periode inkubasi diamati sejak munculnya gejala pertama sampai gejala yang terakhir muncul. Gejala diamati dengan mencatat deskripsi gejala yang muncul pada tiap tanaman uji. Kejadian penyakit dihitung pada minggu terakhir pengamatan, yaitu dengan menghitung jumlah tanaman yang sakit dibagi dengan jumlah seluruh tanaman, kemudian dikalikan dengan 100%. Intensitas penyakit dihitung dengan melakukan skoring terhadap gejala penyakit setiap minggunya berdasarkan kriteria tertentu (Tabel 1). Pengelompokkan genotipe cabai uji berdasarkan respon ketahanannya dilakukan mengikuti kriteria yang digunakan oleh Ganefianti (2010) dengan modifikasi (Tabel 2).

Tabel 1 Kriteria gejala infeksi Begomovirus untuk menentukan skor keparahan penyakit

Skor Gejala 0 Tidak bergejala

1 Tulang daun memucat, terlihat spot-spot kuning pada daun 2 Seluruh tulang daun menguning, sebagian besar lamina daun

menguning, daun keriting (malformasi)

3 Sebagian besar lamina daun menguning, daun keriting (malformasi) dan kecil

4 Seluruh atau sebagian besar daun pada tanaman menguning, daun keriting (malformasi), kecil, dan tanaman kerdil.

Tabel 2 Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus

Respon Keparahan Gejala Keparahan

Penyakit (IP)

Tahan Ringan 1%<IP≤10%

Agak Rentan Sedang 10%<IP≤20%

Rentan Berat 20%<IP≤40%

Sangat Rentan Sangat Berat IP>40%

Pengujian Pertumbuhan Populasi Serangga Vektor pada Enam Genotipe Cabai

Gambar

Tabel  2 Kriteria ketahanan tanaman terhadap infeksi Begomovirus
Tabel  3 Kejadian penyakit dan masa inkubasi Begomovirus pada enam genotipe cabai
Gambar 1 Gejala infeksi Begomovirus pada beberapa genotipe cabai. (1) Meteor,
Tabel  4 Kisaran keparahan penyakit akibat infeksi Begomovirus pada enam
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar bayi merupakan bayi tidak asfiksia dan berat badan lahir cukup (BBLC) yaitu sejumlah 178 bayi (60,5%), sedangkan

Rencana Srategis ini secara garis besar mengupas Visi dan Misi, serta menyelaraskan tujuan, strategi kebijakan, program dan kegiatan pembangunan sesuai dengan

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas, kerjakanlah latihan berikut!.. Kalau dilihat dari berbagai definisi baik yang dikemukakan menurut peraturan

Pada pendirian pabrik furfuril alkohol kali ini, untuk pemenuhan kebutuhan bahan baku secara terus menerus furfural dapat diperoleh dari PT Sree International

Dalam perancangan pemodelan sistem yang menggunakan MATLAB pada dasarnya gambar 3.1 sebagai acuan untuk merancang model sistem pada simulink.. Berikut ini simulink yang

Merupakan amalan – amalan lahir yang difardukan dalam agama, yang dikenal rukun Islam, dan segala hal yang berhubungan dengan hal itu tentunya yang bersumber dari al-Qur’an

SHUKXWDQDQ VRVLDO GL .DQWRU 3UHVLGHQ 5DEX 6HSWHPEHU PHQJDWDNDQ EDKZD DGD GHVD GL GDODP GDQ VHNLWDU NDZDVDQ KXWDQ GL PDQD SHUVHQ PHQJJDQWXQJNDQ KLGXSQ\D GDUL VXPEHU GD\D KXWDQ

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbe- daan secara signifikan kecemasan yang terjadi pada ibu hamil primigravida dan multigravida di RSIA