• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae):Kisaran Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae):Kisaran Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta"

Copied!
172
0
0

Teks penuh

(1)

!

"

(2)

(Hemiptera: Aleyrodidae): Kisaran Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta” adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Februari 2010

(3)

Range, Population Dynamics, and Abundance of Natural Enemies in the Chili Pepper Fields in Sub7district of Pakem, District of Sleman, Province of Yogyakarta. Under direction of PURNAMA HIDAYAT and ALI NURMANSYAH.

is a polyphagous whitefly which attacks various species of weeds and plants belong to family Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae, Cruciferaceae Lamiaceae, and Euphorbiaceae. Plant host species may play important roles in the development of population. The aims of this study were: 1) to know various host plants of in the chili pepper fields in Sub7 district of Pakem, Sleman, 2) to study population dynamics of in the fields, (3) to study the diversity and abundance of parasitoid and predator species, and (4) to study the incidence of the pepper yellow leaf curl disease caused by PepYLCV in the fields. The research was conducted in Sub7district of Pakem, District of Sleman, Province of Yogyakarta during the dry season of May7 October 2009. Results of the study revealed that there were 27 species of host plants belong to 22 genera of 13 families, including crops and weeds. The host plant species were family Araceae, Amaranthaceae, Asteraceae, Brassicaceae, Capparidaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Oxalidaceae, Papilionaceae, Rubiaceae, Solanaceae, and Sterculiaceae. Family of Asteraceae and Euphorbiaceae were the host plants having the most abundance

population The population dynamics of was related to the numbers of host plant species and natural enemy’s population. Increasing the numbers of host plant species would cause higher population of adults Population

dynamics of nymph and the parasitoid sp. was

synchronized, meaning that increasing the population of nymph will be

followed by increasing population of the parasitoid sp. Insect

predators found in the chili pepper fields were Coccinellidae and Staphylinidae (Coleoptera), Syrphidae (Diptera), Anthocoridae (Hemiptera), and spider predator Linyphiidae (Araneae); while the insect parasitoids were sp. and sp. (Hymenoptera: Aphelinidae). A simple treatment by covering the chili pepper seedling with a net would significantly reduce the whitefly colonization and decelerate emerging of pepper yellow leaf curl disease.

Keywords: , host plants, population dynamic, diversity and

(4)

Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Dibimbing oleh PURNAMA HIDAYAT dan ALI NURMANSYAH.

tergolong sebagai serangga polifag diketahui menyerang lebih dari 600 spesies tumbuhan. Tanaman budidaya dan gulma yang menjadi

inang berasal dari famili Asteraceae, Malvaceae, Solanaceae,

Cruciferaceae Lamiaceae, Euphorbiaceae, dan Fabaceae. Spesies7spesies

inang yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah meliputi

tanaman budidaya lainnya dan gulma. Tanaman cabai merah bukan merupakan

inang yang sesuai untuk kolonisasi , sehingga populasi jarang

ditemukan. Populasi sering ditemukan pada tanaman budidaya lainnya dan gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah. Perubahan

perkembangan populasi ditentukan oleh keragaman spesies7spesies

inang, penyebaran dari gulma atau tanaman budidaya lainnya yang menjadi inang, dan musuh alami seperti predator dan parasitoid. Keanekaragaman predator dan parasitoid merupakan kelompok penting dalam komunitas, baik pada ekosistem alami maupun ekosistem pertanian karena peranannya sebagai

pengatur populasi. merupakan serangga vektor yang

menyebabkan penyakit daun keriting kuning cabai, salah satu pengendaliannya adalah pengendalian secara preventif dengan memberikan sungkup palstik pada tahapan pesemaian benih cabai merah. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui jenis7jenis tanaman inang lain yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah; (2) mempelajari dinamika populasi . di pertanaman cabai merah; (3) mengetahui keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan

predator dari di pertanaman cabai merah; (4) mempelajari

perkembangan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai di pertanaman cabai merah.

Metode untuk pengamatan kisaran inang dilakukan mengambil sampel tanaman atau gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah. Ukuran sampel bervariasi dari 30 sampai 250 daun tergantung pada morfologi dan kepadatan sampel. Analisis vegetasi gulma digunakan untuk mengetahui susunan vegetasi gulma dan Nisbah Jumlah Dominan (NJD) gulma yang tumbuh di pertanaman cabai merah. Informasi lain yang diperoleh dari analisis vegetasi

gulma adalah kemunculan spesies gulma yang menjadi inang .

Pengamatan kemunculan spesies gulma dilakukan dengan menghitung setiap spesies di semua petak pengamatan pada setiap minggu, mulai tanaman cabai merah berumur 1 sampai 16 minggu setelah tanam. Pengumpulan nimfa7nimfa yang terdapat pada setiap spesies gulma dan tanaman budidaya lainnya dilakukan untuk mengetahui parasitisasi parasitoid dari nimfa .

Pengamatan dinamika populasi dilakukan untuk mempelajari

perkembangan populasi nimfa dan imago di pertanaman cabai merah.

Pengamatan populasi nimfa . dilakukan dengan cara mengambil

(5)

secara diagonal di petak pertanaman cabai. Pengamatan populasi nimfa dan imago . dilakukan setiap minggu, mulai tanaman cabai merah berumur 1 sampai 16 minggu setelah tanam. Untuk menentukan hubungan populasi

dengan jumlah spesies7spesies inang lainnya dan peranan parasitoid menggunakan analisis regresi dan korelasi linear.

Pengamatan keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan

predator dari . dilakukan pada petak pertanaman cabai merah.

Pengambilan sampel serangga dilakukan dengan menggunakan jaring ayun, nampan kuning, pengamatan langsung pada tajuk tanaman, dan pengumpulan

nimfa7nimfa dari tanaman. Pengamatan perkembangan kejadian

penyakit daun keriting kuning cabai pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian yang diberikan sungkup plastik dan pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik. Pengamatan keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator serta perkembangan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai dilakukan setiap minggu, mulai tanaman cabai merah berumur 1 sampai 16 minggu setelah tanam.

Kisaran inang . yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah terdiri dari 22 spesies gulma dan lima spesies tanaman budidaya lainnya. Inang tersebut meliputi 13 famili yaitu Amaranthaceae, Araceae, Asteraceae, Brassicaceae, Capparidaceae, Convolvulaceae, Euphorbiaceae, Lamiaceae, Oxalidaceae, Rubiaceae, Papilionaceae, Solanaceae, dan Sterculiaceae. Famili Asteraceae dan Euphorbiaceae merupakan inang dengan populasi

paling banyak dibandingkan dengan famili lainnya. Gejala penyakit seperti

terinfeksi virus tanaman dijumpai pada gulma dan

yang tumbuh di pertanaman cabai merah. Spesies inang dari tanaman budidaya lainnya dan gulma memiliki peran sebagai

parasitoid sp. dari nimfa di pertanaman cabai merah.

Spesies inang yang paling banyak berperan sebagai parasitoid

sp. adalah jenis gulma yang terdiri dari 17 spesies dan tanaman budidaya lainnya hanya terdiri dari tiga spesies.

Dinamika populasi . di pertanaman cabai merah dipengaruhi

jumlah spesies7spesies inang lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah. Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi diketahui bahwa

hubungan antara populasi imago dengan jumlah spesies inang

yang muncul di pertanaman cabai merah dapat dinyatakan dengan persamaan ŷ = 12,60 + 1,53x dan koefisien korelasi r = 0,46. Dari nilai koefisien korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan populasi imago

di pertanaman cabai merah berasosiasi dengan keberadaan spesies inang yang ada di pertanaman cabai merah. Dari persamaan regresi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa meningkatnya satu spesies inang

akan meningkatkan populasi imago sebesar 1,53 imago per kartu

kuning berperekat.

Dinamika populasi juga dipengaruhi oleh parasitoid

sp. Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi diketahui bahwa hubungan

antara populasi parasitoid sp. dengan populasi nimfa di

pertanaman dapat dinyatakan dengan persamaan ŷ = 70,05 + 0,34x dan koefisien korelasi r = 0,85. Berdasarkan nilai koefisien korelasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa populasi parasitoid sp. meningkat dengan

semakin meningkatnya populasi nimfa Hal ini menunjukkan bahwa

peningkatan populasi sp. juga diikuti dengan peningkatan jumlah

nimfa yang mati karena terparasit oleh parasitoid sp.,

(6)

ekor nimfa akan meningkatkan populasi sp. sebesar 0,34 imago per daun.

Kelompok musuh alami terdiri dari predator dan parasitoid.

Komunitas predator meliputi ordo Coleoptera yaitu famili Coccinellidae dan Staphylinidae; ordo Diptera yaitu famili Syrphidae; ordo Hemiptera yaitu famili Anthocoridae; serta ordo Araneae yaitu famili Linyphiidae. Komunitas parasitoid terdiri dari ordo Hymenoptera yaitu Aphelinidae ( sp. dan

sp.). Keanekaragaman spesies predator lebih tinggi yaitu sembilan spesies dibandingkan keanekaragaman spesies parasitoid yaitu dua spesies. Predator memiliki jumlah individu paling tinggi, kemudian diikuti

dengan predator dan . Sedangkan komunitas parasitoid dari

ordo Hymenoptera dan famili Aphelinidae yaitu sp. dan sp.

Jumlah individu parasitoid sp. lebih tinggi dibandingkan sp.

Kejadian penyakit daun keriting kuning cabai lebih awal dijumpai pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik, hal ini diduga tanaman cabai merah sudah terinfeksi pada saat pesemaian. Sedangkan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian diberikan sungkup plastik mulai dijumpai pada 3 MST. Pemberian sungkup plastik pada pesemaian benih cabai merah dapat mencegah masuknya imago

ke dalam pesemaian dan memperlambat munculnya penyakit daun keriting kuning cabai.

Kata kunci: , kisaran inang, dinamika populasi, keanekaragaman

(7)

Hak Cipta dilindungi Undang7Undang

! " "

" " "

" "

" " # $ " "

" % # &

! " " "

(8)

!

"

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Mayor Entomologi

#

(9)
(10)

Kisaran Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta Nama Mahasiswa : Hendrival

NRP : A351070021

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. Ketua

Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. Anggota

Diketahui

Koordinator Mayor Entomologi

Dr. Ir. Pudjianto, M.Si.

Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, M.S.

(11)

karunia7Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih

dalam penelitian adalah , dengan judul (Gennadius)

(Hemiptera: Aleyrodidae): Kisaran Inang, Dinamika Populasi, dan Kelimpahan Musuh Alami di Pertanaman Cabai Merah di Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta. Penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pelaksanaan penelitian ini didukung oleh Program Kerja Sama Kemitraan Penelitian Pertanian dengan Perguruan Tinggi (KKP3T) tahun 2009 dari komisi pembimbing.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. sebagai ketua komisi pembimbing

dan guru yang telah memberikan keteladanan arti sebuah ilmu

pengetahuan. Terima kasih juga disampaikan atas segala arahan, bimbingan, motivasi, dan ide7ide cerdas yang diberikan kepada penulis sejak penyusunan proposal sampai selesainya penyusunan tesis.

2. Bapak Dr. Ir. Ali Nurmansyah, M.Si. selaku anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan, saran, motivasi,

dan masukan selama penyusunan proposal sampai selesainya

penyusunan tesis.

3. Ibu Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. yang telah bersedia menjadi dosen penguji tamu dan banyak memberikan saran7saran pada perbaikan tesis.

4. Bapak Ngadimin dan Bapak Mardi dari Dusun Bundasari Desa

Hardjobinangun Kecamatan Pakem, Kebupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, yang telah banyak memberikan pendidikan informal tentang bubidaya tanaman cabai merah selama penelitian.

5. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada bapak, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.

6. Bagus Kukuh Udiarto, Fardedi, Nur Pramayudi, Nuriadi, Dendi Juliandi, Warastin Puji Mardiasih, Lindung Tri Puspasari, Fairuz Nafiz, Wilna Sari, Lydia M Ivakdalam, Rachmawati, Rahmini, dan Rika Meliansyah atas segala bantuan intelektual dan teknisnya selama penelitian.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

(12)
(13)

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian... 3

Manfaat Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

... 5

Biologi dan Taksonomi ... 5

Kerusakan pada Tanaman ... 7

Kisaran Inang ... 8

Dinamika Populasi . 9 Parasitoid dan Predator dari ... 10

Hubungan . dengan Penyakit Daun Keriting Kuning... 12

Klasifikasi dan Syarat Tumbuh Tanaman Cabai ... 13

BAHAN DAN METODE... 16

Tempat dan Waktu Penelitian ... 16

Metode Penelitian ... 16

Persiapan Tanaman Cabai Merah ... 16

Kisaran Inang . di Pertanaman Cabai Merah... 18

Dinamika Populasi . ... 20

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator... 22

Kejadian Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai ... 23

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 25

Kisaran Inang di Pertanaman Cabai Merah... 25

Dinamika Populasi ... 36

Keanekaragaman dan Kelimpahan Parasitoid dan Predator... 41

Perkembangan Kejadian Penyakit Daun Keriting Kuning Cabai... 46

SIMPULAN DAN SARAN... 50

Simpulan ... 50

Saran... 51

DAFTAR PUSTAKA... 52

(14)

1 Klasifikasi cabai yang telah dibudidayakan dan tipe liarnya serta

daerah pesebarannya... 14 2 Spesies gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada

musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa

Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY... 26 3 Populasi nimfa dan tingkat parasitisasi parasitoid

sp., pada spesies gulma yang tumbuh di lahan

pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten

Sleman, DIY ... 28

4 Populasi nimfa dan tingkat parasitisasi sp.,

pada tanaman budidaya lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009

di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY. 29 5 Jumlah ordo (O), famili (F), dan spesies (S) predator dan parasitoid

dari pada setiap metode pengambilan sampel di

pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten

Sleman, DIY ... 42 6 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator

dari di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan

(15)

1 Diagram alir kegiatan penelitian... 17 2 Denah lahan penelitian ... 18 3 Persiapan tanaman cabai merah. Lahan penelitian seluas 34 m x 12

m (A). Bedengan dengan ukuran panjang 15 m, lebar 1 m dan tinggi 0,4 m serta jarak antar bedengan 0,5 m (B). Pesemaian benih cabai merah varietas TM 999 (C). Bedengan yang telah dipasang ajir dari bambu dan siap untuk ditanam (D). Penanaman cabai merah (12 Juni 2009) (E). Petak penelitian yang sudah ditanami cabai merah (F). ... 19

4 Pengambilan sampel imago . Kartu kuning berperekat

dengan ukuran 21,5 cm x 15 cm (A). Kartu kuning berperekat ditempat secara diagonal pada petak percobaan dengan ketinggian 20 cm di atas permukaan tanaman (B). Pengambilan sampel stadia

imago pada umur tanaman 10 dan 16 MST (C dan D).. ... 21 5 Spesies gulma yang menjadi inang dari famili Brassicaceae

yaitu' (A), Sterculiaceae yaitu

(B), Rubiaceae yaitu' , (C), Solanaceae yaitu

(D), dan Oxalidaceae yaitu( (E)... 30

6 Spesies gulma yang menjadi inang dari famili

Amaranthaceae yaitu dan (A dan B),

Capparidaceae yaitu) dan) (C dan D),

dan Lamiaceae yaitu dan* (E

dan F). ... 30 7 Spesies gulma yang menjadi inang dari famili Asteraceae

yaitu , ,+ ,

) , dan (A sampai

E). Tujuh spesies inang dari famili Euphorbiaceae yaitu

, , , ,

, dan (F sampai K)... 31

8 Gulma (A) dan (B)

yang menjadi inang alternatif di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa

Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY... 35 9 Perkembangan populasi imago dan nimfa . (A dan B), jumlah

spesies inang (C), dan tingkat parasitisasi oleh

sp. (D) di pertanaman cabai merah pada setiap minggu setelah

tanam ... 37

10 Hubungan antara populasi imago (Y) dan jumlah spesies

inang (X) yang muncul di pertanaman cabai merah ... 38

11 Hubungan antara populasi parasitoid sp. (Y) dan

populasi nimfa (X) di pertanaman cabai merah ... 40 12 Perkembangan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai

kumulatif di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan

(16)

1 Periode aktivitas pertumbuhan dan perkembangan spesies inang yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun,

Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY... 59

2 Kemunculan spesies inang yang tumbuh di sekitar

pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten

Sleman, DIY ... 61 3 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator

dari dengan metode pengambilan sampel dengan jaring ayun di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem,

Kabupaten Sleman, DIY ... 62 4 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator

dari dengan metode pengambilan sampel dengan nampan

kuning di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem,

Kabupaten Sleman, DIY ... 63 5 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator

dari dengan metode pengambilan sampel dengan

pengamatan langsung pada tajuk tanaman di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di

Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY. ... 64 6 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator

dari dengan metode pengumpulan nimfa7nimfa

(17)
(18)
(19)
(20)

' %

' %

% # '

'

'

(21)

) " !*

" + )

,

( !-*+! ".

/*-01 !! ".

0"*0-0- ". 0233

- 1*1 3 !'". 4 -'5 $

6 022' 4 7 &

- + - 3 !- 3 ".

4 ''5 8 $ 0221

0!*0' !1*+! ".

!1*+! !"*!/". ( +"*+/ ".

01*!! ". 0233 $ 6 022' ,

7/

7/

9 $ 9 ,

0220 , 7/

8 $ 022+ 9

9 0220

: 7/

:

,

(22)
(23)
(24)

& &

& 000 & 9 &

& . & . & . & ; &

( & @ !""+ 9 & &

!"5

0""5 9 , $ 9 022!

A &

)

&

!""0 9

&

& 8 &

.

! " & !""'

'"- 33 9 022' !""'

< & %

021- 8 $ !""3 @

6

0230 B !""+ 03! $

9 , !""' /! : B !""+ 0-"

(25)

!""2 ,

/2 00 #

# $ % & & !

+! '

#

7

7 < 6 !""/

$ ( $ $

$ # & )

) 7

* * !"""

7 $

. ( <

& + 4 ,

, (

? 8 !"""

A A

7

7 ( 0223# , !""-

& 7 & <

( 0223# 0222# , !""-

A 7 7

(26)

)

8

022-?

A

( * * .

8

022- , * * .

0221 .

8 !""' ,

* $

.

(

(

C

A $ 9 , 022- (

, ,

(

!""/ (

A

. : 8 ) : A $

(27)
(28)
(29)
(30)
(31)

) %

) 021+ ( $

( $ $

6 $ ( 9 & $

) 021- ) 0

$ ) $

9 0223

)

)

7 0 '5

- " - '

3

< (

' .

022-

01

!3 ".

0- ". !+ ". 9

, 0- ". +! ".

.

, .

-"" 0!""

(32)

!"! #$#"# %&"

&&##'"' (& ) *

+ +

,

- . '##/

-0 &

1 !" 2 &'

&##

&3 &#

&(

& # " # ( 40 '5

6 +- /// 7

, (#

4 5 3# 4 5 3#

,

8

(33)

& *

4 5

'

* & &3 - +

4

* 1 * 5

& &3 - +

) !#

'(#

8 7

9

4&1&3 - +5

*

& &3 - +

(34)

0 '

!

1

*

9 1 *

) 7 !# '(#

(35)

0 ! !" 2 &'

485 , &( &

# " # ( 4,5

7 +- /// 4:5 ,

4 5 4&' 9

'##/5 4;5 4<5

48 = '##!5 1

*

(36)
(37)

4: &//&5

9

"#

3#

-*

4 D &/%35

4

5 1

*

*

& &3

0 "

'& ( 2 &( 485

'# 4,5

(38)

%! !

4. ? @ &/%35

4'& ( 2 &( 5

'#

40 "5

&

&3

&!

1

*

- &" 4- * '##!5

-4 5 4 5

* 1 *

9

9

4 !#

5

1 '#

(39)

'"

+

$#C *

+

* *

0 ? 4&//!5 : @. 4&//&5 4&//(5 ;7 ?

4'##'5 ;7 4'##/5

0 4'##&5

& &3

*

*

& &3

*

*

* *

0 ? 4&//!5 : @. 4&//&5 ;7 ? 4'##'5 ;7 4'##/5

9 *

+

A9 *

9 * B&##C

' (

(40)

& &3

A9 *

(41)

pertanaman cabai merah selama musim kemarau dari bulan Juni sampai

Oktober 2009 terdiri dari 48 spesies meliputi 18 famili dan 42 genus.

Berdasarkan tipe gulma seperti menurut Zimdahl (2007), spesies&spesies gulma

tersebut diklasifikasikan menjadi empat golongan yaitu gulma berdaun lebar,

berdaun sempit, teki, dan paku&pakuan. Gulma berdaun lebar dikelompokkan

dalam kelas Dicotyledoneae dan berdaun sempit dalam kelas

Monocotyledoneae, sedangkan teki pada umumnya dari famili Cyperaceae.

Gulma berdaun lebar lebih banyak dijumpai dibandingkan gulma berdaun sempit

dan teki. Famili Gramineae, Asteraceae, dan Euphorbiaceae merupakan famili

yang memiliki spesies gulma paling banyak dijumpai di pertanaman cabai merah.

Spesies gulma dari famili tersebut banyak dijumpai pada tanaman pangan,

hortikultura, dan perkebunan seperti dikemukakan oleh Aldrich (1994).

Selanjutnya Sutater (1988) melaporkan bahwa spesies&spesies gulma yang

dominan tumbuh di pertanaman cabai keriting adalah dari famili Asteraceae.

Berdasarkan siklus hidup gulma seperti menurut Kostermans (1987),

spesies&spesies gulma yang tumbuh di pertanaman cabai merah diklasifikasikan

menjadi gulma anual dan perenial. Menurut Zimdahl (2007) dan Radosevich

. (2007) gulma anual adalah gulma yang menyelesaikan siklus hidupnya

memerlukan waktu kurang dari satu tahun atau lebih yaitu mulai kecambah

sampai dengan memproduksi biji pertama dan kemudian mati. Gulma perenial

merupakan gulma yang menyelesaikan siklus hidupnya lebih dari dua tahun dan

hampir tidak terbatas. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa gulma anual lebih

banyak tumbuh di pertanaman cabai merah dibandingkan perenial (Tabel 2).

Seperti dikemukakan oleh Sastroutomo (1990) yang menyatakan bahwa jenis

gulma anual tumbuh lebih cepat dan dapat menghasilkan biji dalam waktu yang

singkat, produksi biji sangat melimpah serta dapat bertahan hidup lebih lama di

dalam tanah (dormansi), sehingga banyak membutuhkan biaya pengendalian

dibandingkan gulma perenial.

Spesies gulma yang dijumpai memiliki perbedaan terhadap nisbah jumlah

dominansi (NJD) gulma yang tumbuh di pertanaman cabai merah. Spesies

gulma yang dominan dijumpai adalah ,

(42)

dengan nilai NJD berturut&turut adalah 10,38%; 10,10%; 6,07%;

5,71%; 5,51%; dan 4,96%. Gulma dan merupakan

spesies yang paling dominan dijumpai serta memiliki pertumbuhan dan

penyebaran lebih cepat dibandingkan spesies lainnya (Tabel 2). Menurut

Sastroutomo (1990), beberapa hal yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan

penyebaran gulma adalah jenis dan kesuburan tanah, ketinggian tempat,

keadaan air tanah, serta kegiatan budidaya seperti pengolahan tanah dan

pengendalian gulma.

Tanaman budidaya lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai

merah selama musim kemarau dari bulan Juni sampai Oktober 2009 terdiri dari

tujuh spesies meliputi enam famili dan tujuh genus. Tanaman budidaya lainnya

adalah kacang tanah ( ), ubi kayu ( ), ubi jalar

( ), jagung ( ), talas ( ), terung

( ), pisang ( ), dan padi ( ).

Tanaman padi, kacang tanah, ubi kayu, ubi jalar, jagung, dan talas tumbuh

sebelum tanaman cabai merah di tanam. Tanaman terung tumbuh setelah

tanaman cabai merah ditanam. Tanaman budidaya tersebut merupakan

tanaman yang sering dibudidayakan petani sepanjang musim tanam.

Tabel 2 Spesies gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada

musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa

Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

No. Famili Spesies Tipe gulmaa Siklus hidup

gulmab

NJDc (%)

1 Amaranthaceae Berdaun lebar Anual 0,38

2 Amaranthaceae Berdaun lebar Anual 1,62

3 Asteraceae Berdaun lebar Anual 10,38

4 Asteraceae ! Berdaun lebar Anual 0,04

5 Asteraceae Berdaun lebar Anual 0,03

6 Asteraceae Berdaun lebar Anual/Perenial 0,29

7 Asteraceae Berdaun lebar Anual 0,66

8 Asteraceae Berdaun lebar Perenial 0,04

9 Asteraceae " Berdaun lebar Anual 0,11

10 Asteraceae Berdaun lebar Anual 6,07

11 Asteraceae # Berdaun lebar Anual 0,35

12 Boraginaceae $ Berdaun lebar Anual 3,38

13 Brassicaceae % Berdaun lebar Anual 2,72

14 Capparidaceae Berdaun lebar Anual/Perenial 4,60

15 Capparidaceae Berdaun lebar Anual/Perenial 5,71

16 Commelinaceae Berdaun sempit Anual/Perenial 0,18

(43)

Tabel 2 Spesies gulma yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada

musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa

Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY (lanjutan)

No. Famili Spesies Tipe gulmaa Siklus hidup

gulmab

NJDc (%)

18 Cyperaceae Teki Anual 5,51

19 Cyperaceae Teki Perenial 4,66

20 Cyperaceae & Teki Perenial 1,39

21 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 2,47

22 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 1,85

23 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 0,54

24 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 0,91

25 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 4,33

26 Euphorbiaceae Berdaun lebar Anual 4,60

27 Fabaceae Berdaun lebar Perenial 1,48

28 Gramineae ! Berdaun sempit Perenial 2,19

29 Gramineae Berdaun sempit Perenial 2,03

30 Gramineae ' Berdaun sempit Anual 1,05

31 Gramineae ' Berdaun sempit Anual 1,19

32 Gramineae Berdaun sempit Anual 0,99

33 Gramineae Berdaun sempit Anual 4,96

34 Gramineae Berdaun sempit Anual 1,04

35 Gramineae Berdaun sempit Perenial 1,10

36 Gramineae ( Berdaun sempit Perenial 1,33

37 Gramineae Berdaun sempit Anual/Perenial 1,33

38 Lamiaceae $ Berdaun lebar Anual 0,36

39 Lamiaceae ) Berdaun lebar Anual 0,03

40 Loganiaceae Berdaun lebar Anual 3,41

41 Oxalidaceae * Berdaun lebar Anual 0,20

42 Portulacaceae Berdaun lebar Anual 10,10

43 Rubiaceae ! Berdaun lebar Perenial 0,40

44 Rubiaceae % Berdaun lebar Perenial 0,36

45 Scrophulariaceae ) Berdaun lebar Perenial 0,15

46 Scrophulariaceae Berdaun lebar Perenial 0,24

47 Solanaceae Berdaun lebar Anual 3,29

48 Sterculiaceae Berdaun lebar Perenial 0,49

a

Pengelompokkan tipe gulma berdasarkan Zimdhal (2007)

b

Pengelompokkan siklus hidup gulma berdasarkan Kostermans . (1987)

c

Nisbah Jumlah Dominan ( NJD)

Kisaran inang !. yang tumbuh di sekitar dan di lahan pertanaman

cabai merah selama musim kemarau adalah 27 spesies yang terdiri dari 13 famili

dan 22 genus. Spesies&spesies inang meliputi 22 spesies gulma dan lima

spesies tanaman budidaya lainnya. Spesies gulma lebih banyak tumbuh

dibandingkan spesies tanaman budidaya lainnya. Dari jumlah keseluruhan

spesies inang ! yang dijumpai selama penelitian, diketahui bahwa rata&

rata populasi ! paling tinggi terdapat pada spesies&spesies inang seperti

(44)

Tabel 3 Populasi nimfa ! dan tingkat parasitisasi parasitoid

sp., pada spesies gulma yang tumbuh di lahan pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

No. Famili Spesies

1 Amaranthaceae Rendah 0,24 16,7 (2) (12)

2 Amaranthaceae Sedang 0,41 9,7 (4) (41)

3 Asteraceae Tinggi 0,89 11,2 (25) (223)

4 Asteraceae Rendah 0,46 0 (0) (14)

5 Asteraceae Sedang 0,57 15,8 (9) (57)

6 Asteraceae Rendah 0,40 0 (0) (24)

7 Asteraceae Tinggi 0,44 3,4 (3) (88)

8 Brassicaceae % Sedang 0,92 14,1 (13) (92)

9 Capparidaceae Tinggi 0,48 8,3 (6) (72)

10 Capparidaceae Tinggi 0,63 13,7 (13) (95)

11 Euphorbiaceae Sedang 0,23 4,3 (1) (23)

12 Euphorbiaceae Sedang 0,32 10,2 (5) (49)

13 Euphorbiaceae Rendah 0,26 30,7 (4) (13)

14 Euphorbiaceae Sedang 1,60 8,7 (21) (240)

15 Euphorbiaceae Tinggi 0,27 17,5 (7) (40)

16 Euphorbiaceae Tinggi 0,61 14,3 (13) (91)

17 Lamiaceae $ Sedang 0,32 18,7 (6) (32)

18 Lamiaceae ) Rendah 0,32 0 (0) (16)

19 Oxalidaceae * Rendah 0,40 0 (0) (20)

20 Rubiaceae % Rendah 0,30 25,0 (3) (12)

21 Solanaceae Tinggi 1,01 8,6 (22) (254)

22 Sterculiaceae Sedang 0,36 0 (0) (36)

a

Parasitisasi parasitoid sp. pada nimfa!

b

Jumlah nimfa! yang terparasit oleh parasitoid sp.

c

Jumlah nimfa! keseluruhan

, yaitu berturut&turut sebesar 8,17; 3,80; 1,60; dan 1,01 nimfa !

per daun. Rata&rata populasi nimfa ! paling rendah dijumpai pada

spesies seperti , , dan

yaitu berturut&turut sebesar 0,23; 0,24; dan 0,26 nimfa ! per

daun (Tabel 3 dan 4). Jumlah spesies&spesies inang! pada pertanaman

(45)

pertanaman kapas seperti dilaporkan oleh Attique . (2003) yang menemukan

160 spesies inang terdiri dari 113 genus dan 42 famili. Dibandingkan dengan

spesies kutukebul lainnya, yang hampir semua bersifat monofag atau oligofag

dan menyerang tanaman berkayu perenial, serangga dari genus !

merupakan serangga polifag dan hanya menyerang tanaman anual. Hasil

penelitian menunjukkan bahwa spesies gulma menjadi inang ! lebih

banyak dari gulma anual seperti gulma dari famili Asteraceae dan Euphorbiaceae

dibandingkan gulma perenial.

Spesies inang ! meliputi 13 famili dengan lima famili memiliki satu

spesies inang yaitu Araceae, Brassicaceae, Convolvulaceae, Oxalidaceae,

Papilionaceae, Rubiaceae, dan Sterculiaceae. Lima famili lain memiliki dua

spesies inang yaitu Amaranthaceae, Capparidaceae, Lamiaceae, dan

Solanaceae. Dua famili sisanya yaitu Asteraceae memiliki lima spesies inang

dan Euphorbiaceae memiliki tujuh spesies inang (Tabel 3 dan 4). Hasil penelitian

ini mendukung simpulan dari Oliveira (2001) dan Perring (2001) yang

menyatakan bahwa spesies&spesies dari famili Asteraceae, Euphorbiaceae,

Lamiaceae, dan Solanaceae merupakan inang dari ! Hasil penelitian

menunjukkan bahwa spesies gulma dari famili Asteraceae dan Euphorbiaceae

memiliki spesies inang ! paling banyak dijumpai di pertanaman cabai

merah (Tabel 3).

Tabel 4 Populasi nimfa ! dan tingkat parasitisasi sp., pada

tanaman budidaya lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

No. Famili Spesies

1 Araceae Rendah 0,70 0 (0) (21)

2 Convolvulaceae Sedang 0,74 5,4 (3) (74)

3 Euphorbiaceae Sedang 8,17 0 (0) (485)

4 Papilionaceae Tinggi 0,51 4,9 (5) (102)

5 Solanaceae Tinggi 3,80 12,6 (24) (190)

a

Parasitisasi parasitoid sp. pada nimfa!

b

Jumlah nimfa! yang terparasit oleh parasitoid sp.

c

(46)

Gambar 5 Spesies gulma yang menjadi inang! dari famili Brassicaceae yaitu% (A),

Sterculiaceae yaitu (B), Rubiaceae yaitu % , (C),

Solanaceae yaitu (D), dan Oxalidaceae yaitu * (E).

Gambar 6 Spesies gulma yang menjadi inang ! dari famili Amaranthaceae yaitu

dan (A dan B), Capparidaceae yaitu dan

(47)

Gambar 7 Spesies gulma yang menjadi inang ! dari famili Asteraceae yaitu

, , , , dan

(A sampai E). Tujuh spesies inang! dari famili Euphorbiaceae

yaitu , , , ,

(48)

Berdasarkan hasil pengamatan diketahui bahwa spesies gulma yang

menjadi inang !. adalah gulma berdaun lebar, sedangkan gulma dari

golongan daun sempit dan teki diketahui bukan sebagai inang ! .

Spesies gulma tersebut tumbuh setelah tanaman cabai merah ditanam dengan

waktu kemunculannya yang berbeda. Beberapa spesies gulma memiliki periode

aktivitas pertumbuhan yang berbeda, terdapat spesies gulma yang periode

aktivitas pertumbuhan dan perkembangannya terjadi sejak awal pertumbuhan

sampai tanaman cabai merah dipanen (Lampiran 1). Spesies gulma yang

menjadi inang ! adalah , ,

, , ,

, , % , , .

, , , . , .

, , , $ ,) ,

, * , % , dan

(Gambar 5, 6, dan 7). Spesies&spesies gulma tersebut umumnya

dijumpai di pertanaman cabai merah seperti dilaporkan oleh Setyowati .

(2007). Hasil yang sama juga dijumpai pada hasil penelitian Attique . (2003)

yang menunjukkan bahwa hanya gulma berdaun lebar yang menjadi inang !

di pertanaman kapas.

Spesies gulma yang menjadi inang ! paling banyak tersebar di

pertanaman cabai merah adalah , , , .

, , , dan . Spesies&spesies

tersebut dijumpai dalam jumlah yang banyak pada semua petak pengamatan

dan dikelompokkan dalam spesies inang dengan kepadatan tinggi (Tabel 2).

Penyebaran spesies&spesies gulma dipengaruhi oleh kecepatan pertumbuhan

dan awal berkecambah. Seperti menurut Sastroutomo (1990), kecepatan

pertumbuhan yang maksimum merupakan potensi yang dimiliki gulma untuk

memanfaatkan sumberdaya yang ada, menguasai ruang, dan secara kompetitif

akan menekan pertumbuhan tumbuhan lainnya. Perkecambahan yang awal

terjadi merupakan salah satu cara adaptasi sementara yang pada akhirnya akan

mengarah untuk memanfaatkan sumberdaya yang ada.

Tanaman budidaya lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman cabai yang

diketahui sebagai inang !. adalah ubi kayu ( ), ubi jalar

(49)

), dan talas ( ) (Tabel 4). Spesies&spesies inang

tersebut tumbuh sebelum tanaman cabai merah ditanam kecuali terung

(Lampiran 1). Rata&rata populasi nimfa paling tinggi dijumpai pada ubi kayu dan

terung yaitu berturut&turut sebesar 8,17 dan 3,80 nimfa per daun. Rata&rata

populasi nimfa pada tanaman cabai merah mencapai 1,04 nimfa per daun.

Attique . (2003) melaporkan bahwa tanaman budidaya yang menjadi inang

! yang tumbuh di sekitar pertanaman kapas adalah ,

, dan . Hasil penelitian Alegbejo & Banwo (2005) juga

menunjukkan bahwa tanaman budidaya seperti , ,

, dan merupakan inang dari ! yang terdapat di

Samaru, Nigeria. Hasil yang sama juga dilaporkan oleh McKenzie . (2004)

yang menyatakan bahwa dan merupakan inang !

di Florida.

Pada proses pemilihan dan penentuan inang oleh ! , peranan

karakteristik spesies inang seperti morfologi dan biokimia merupakan sumber

rangsangan utama (Meagher . 1997; Henneberry & Castle 2001). Hasil

pengamatan menunjukkan bahwa karakteristik morfologi seperti trikoma pada

daun dan biokimia seperti kelenjar atau getah merupakan sumber rangsangan

utama pemilihan dan penentuan inang oleh ! . ! memiliki

preferensi yang tinggi terhadap spesies inang yang mengandung kelenjar atau

getah seperti pada famili Euphorbiaceae. ! memiliki preferensi yang

tinggi terhadap spesies inang yang memiliki trikoma pada permukaan bawah

daun seperti , , dan . ! kurang

menyukai spesies inang yang tidak memiliki trikoma pada daun seperti $

s,) , , , dan% .

Karakteristik morfologi dan biokimia dari spesies&spesies inang dapat

menghasilkan rangsangan untuk mendukung aktivitas biologi ! seperti

peletakan telur. Seperti yang dikemukan oleh Schoonhoven . (2005),

karakteristik morfologi dan biokimia dari spesies inang yang menunjukkan variasi

dalam bentuk daun, warna daun, trikoma pada daun, dan senyawa&senyawa

kimia yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder dapat menghasilkan

rangsangan untuk mendukung aktivitas makan dan peletakan telur. Bentuk dan

warna daun dari empat genotip tanaman kapas dapat mempengaruhi peletakan

(50)

trikoma pada daun dapat mempengaruhi kepadatan populasi ! pada

tanaman (Heinz & Zalom 1995 dalam Meagher . 1997). !

mempunyai preferensi tinggi terhadap tanaman inang yang daunnya berbulu,

dan kurang menyukai yang tidak berbulu (Indrayani & Sulistyowati 2005).

Karakteristik biokimia seperti kandungan tanin dan fenol dapat mempengaruhi

populasi! (Butter . 1992 dalam Meagher . 1997).

Hasil pengumpulan nimfa! dari setiap spesies inang yang dijumpai

selama pertumbuhan tanaman cabai merah menunjukkan bahwa terdapat satu

jenis parasitoid dari golongan Hymenoptera dan famili Aphelinidae yaitu

sp. Terdapat 20 spesies inang dari jenis gulma dan tanaman

budidaya lainnya yang berperan sebagai parasitoid sp.

dari nimfa ! di pertanaman cabai merah. Spesies inang yang paling

banyak berperan sebagai parasitoid sp. adalah spesies

gulma yang terdiri dari 17 spesies. Tingkat parasitisasi parasitoid

sp. pada nimfa ! dari spesies&spesies inang tersebut berkisar antara

3,4% sampai 30,7% (Tabel 3). Tanaman budidaya lainnya hanya tiga tanaman

yaitu ubi jalar, kacang tanah, dan terung. Tingkat parasitisasi parasitoid

sp. pada nimfa ! dari spesies&spesies inang tersebut

berkisar antara 4,9% sampai 12,6% (Tabel 4). Tingkat parasitisasi parasitoid

sp. pada nimfa! di tanaman cabai merah mencapai 29,1%.

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa spesies inang dari tanaman budidaya

lainnya dan gulma memiliki peran sebagai parasitoid sp.

dari nimfa ! di pertanaman cabai merah. Tanaman budidaya lainnya dan

gulma dapat menjadi parasitoid sp. untuk pertanaman

cabai merah musim berikutnya atau saat insektisida tidak digunakan.

Spesies&spesies gulma yang tumbuh di pertanaman cabai merah lebih

banyak berperan sebagai parasitoid sp. dibandingkan

dengan tanaman budidaya lainnya. Keberadaan spesies&spesies gulma di

pertanaman cabai merah dapat memberikan keuntungan bagi komunitas

serangga yang mendiaminya, terutama serangga parasitoid. Spesies&spesies

gulma bermanfaat sebagai tempat berlindung bagi serangga parasitoid pada saat

tanaman budidaya dipanen atau tidak ada di lapangan. Griffiths . (2008)

menyatakan bahwa ketersediaan tempat berlindung bagi musuh alami di

(51)

pengendalian hayati hama tanaman. Selanjutnya Emden (1991) menyatakan

bahwa spesies&spesies gulma dapat menjadi inang alternatif bagi parasitoid,

pada saat inang utama pada tanaman budidaya menurun akibat aplikasi

insektisida. Spesies&spesies gulma dapat menyediakan makanan tambahan bagi

imago parasitoid seperti tepung sari dan nektar dari gulma yang berbunga.

Spesies gulma dan tanaman budidaya lainnya yang menjadi

parasitoid dapat bermanfaat dalam konservasi parasitoid nimfa ! di

pertanaman cabai merah. Teknik konservasi musuh alami bertujuan untuk

menghindari tindakan&tindakan yang dapat menurunkan populasi musuh alami

seperti aplikasi insektisida. Salah satu cara konservasi musuh alami seperti

menurut Driesche & Bellows (1996) adalah melestarikan spesies&spesies gulma

atau tanaman budidaya yang mendukung inang parasitoid atau mangsa alternatif

predator. Konservasi musuh alami pada area yang berdekatan dapat

meningkatkan keberadaan parasitoid dan predator yang dapat membantu

menurunkan populasi !. dalam jangka panjang. Konservasi merupakan

salah satu teknik pengendalian hayati hama tanaman dengan parasitoid dan

predator. Pengendalian hayati !. dengan parasitoid dan predator

merupakan kunci strategis potensial yang sebagian besar belum direalisasikan

pada tanaman budidaya (Naranjo 2001).

Gambar 8 Gulma (A) dan (B)

yang menjadi inang alternatif" di pertanaman cabai merah

pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.

Gejala penyakit seperti terinfeksi virus tanaman dijumpai pada gulma

(52)

Gulma dan yang terinfeksi virus menunjukkan

gejala berupa penguningan lamina dan tulang daun yang menyerupai jala

(Gambar 8). Sulandari (2006) menyatakan bahwa gulma yang

terinfeksi " memiliki variasi gejala seperti malformasi, mosaik, dan

daun menguning seperti jala. Spesies gulma memiliki peran sebagai inang

alternatif " juga telah diketahui seperti pada gulma sp.,

, + (Roye 1997), $ ,

, ( , dan (Saunders .

2000; Sukamto 2005; Sulandari . 2006). Hasil penelitian menunjukkan

bahwa gulma berperan sebagai inang ! , inang alternatif

" , dan parasitoid sp. Gulma

hanya berperan sebagai inang! dan inang alternatif" .

!" #

Hasil pengamatan lapangan menunjukkan bahwa imago ! mulai

dijumpai di pertanaman cabai merah sejak 1 minggu setelah pindah tanaman

(MST) dengan rata&rata kerapatan 18,78 imago/kartu kuning berperekat. Sampai

pada 5 MST, populasi imago masih relatif tinggi dan peningkatan populasi imago

maksimum terjadi pada 6 MST dengan rata&rata kerapatan 23,39 imago/kartu

kuning berperekat (Gambar 9A). Peningkatan populasi imago ! yang

terjadi pada 1 MST sampai 6 MST karena jumlah spesies&spesies inang yang

banyak muncul pada 1 MST sampai 6 MST. Jumlah spesies inang paling banyak

dijumpai pada 1 MST sebesar 5,7 spesies, sedangkan jumlah spesies inang

paling rendah sebesar 1,2 spesies pada 3 MST (Gambar 9C). Terdapat

perbedaan kemunculan spesies inang ! di pertanaman cabai merah

selama pertumbuhan tanaman. Spesies inang yang terdapat pada 1 MST

meliputi , , , ,

, , , ,dan

(Lampiran 2) Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa populasi imago di

pertanaman cabai merah berasal dari populasi imago pada gulma dan tanaman

budidaya lainnya yang menjadi inang ! . Populasi imago !.

mengalami penurunan tajam setelah 6 MST sampai mencapai populasi paling

(53)

Gambar 9 Perkembangan populasi imago dan nimfa!. (A dan B), jumlah

spesies inang! (C), dan tingkat parasitisasi oleh

sp. (D) di pertanaman cabai merah pada setiap minggu setelah tanam.

Jumlah spesies inang yang muncul per minggu Jumlah kumulatif spesies inang yang muncul

(54)

Penurunan populasi imago! yang terjadi setelah 6 MST sampai 12

MST karena jumlah spesies&spesies inang juga mengalami penurunan pada

waktu yang sama serta beberapa spesies inang sudah mencapai pertumbuhan

generatif sehingga berkurang sumber makanan bagi ! seperti ,

, , , % , , . ,

, dan atau tanaman budidaya lainnya yang sudah

dipanen seperti kacang tanah dan ubi jalar. Populasi imago! mengalami

kenaikan kembali sejak 13 MST sampai 16 MST. Kenaikan populasi imago !

terjadi karena pada 13 MST mulai dijumpai spesies&spesies inang baru

yang tumbuh di pertanaman cabai merah seperti ,$ ,

, , dan ) . Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa spesies&spesies inang berperan sangat penting dalam

perkembangan populasi imago! di pertanaman cabai merah.

Jumlah spesies inang

Gambar 10 Hubungan antara populasi imago ! (Y) dan jumlah spesies

inang (X) yang muncul di pertanaman cabai merah.

Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi linear diketahui bahwa

hubungan antara populasi imago ! dengan jumlah spesies inang !

yang muncul di pertanaman cabai merah dapat dinyatakan dengan

persamaan ŷ = 12,60 + 1,53x dan koefisien korelasi r = 0,46 (Gambar 10). Dari ŷ = 12,60 + 1,53x

(55)

nilai koefisien korelasi tersebut dapat disimpulkan bahwa peningkatan populasi

imago ! di pertanaman cabai merah berasosiasi dengan keberadaan

spesies inang ! yang ada di pertanaman cabai merah. Dari persamaan

regresi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa meningkatnya satu spesies

inang ! akan meningkatkan populasi imago! sebesar 1,53 imago

per kartu kuning berperekat.

Spesies&spesies inang! dari tanaman budidaya lainnya seperti

, , , dan yang tumbuh sebelum

tanaman cabai merah ditanam dapat membangun populasi ! sebelum

tanaman cabai merah ditanam. Sesuai pernyataan Attique . (2003) bahwa

spesies&spesies inang dari ! di pertanaman kapas berperan dalam

membangun populasi ! sebelum tanaman kapas ditanam dan dapat

mendatangkan ! ke pertanaman kapas. Tersedianya spesies inang

alternatif, baik tanaman budidaya maupun gulma sepanjang pertumbuhan

tanaman cabai merah akan berpengaruh terhadap perkembangan populasi !

. Seperti menurut Henneberry & Castle (2001) dan Leite . (2005),

perubahan populasi !. salah satunya dipengaruhi oleh ketersediaan

spesies inang lainnya yang tumbuh di sekitar pertanaman.

Pengamatan terhadap populasi nimfa ! menunjukkan bahwa

populasi nimfa mulai dijumpai di pertanaman cabai merah sejak 1 MST dengan

rata&rata kerapatan 0,11 nimfa/daun, namun belum dijumpai nimfa yang

terparasit. Peningkatan populasi nimfa terjadi pada 4 MST, peningkatan populasi

nimfa juga diikuti dengan peningkatan jumlah nimfa yang mati karena terparasit

oleh parasitoid sp., sehingga populasi nimfa mengalami penurunan

pada 5 MST (Gambar 9B). Populasi nimfa mengalami peningkatan yang tajam

serta mencapai populasi maksimum pada 8 MST dengan rata&rata kerapatan

2,96 nimfa/daun, namun jumlah nimfa yang terparasit rendah sehingga

parasitisasinya juga rendah (Gambar 9D). Nimfa ! yang terparasit oleh

parasitoid sp. mengalami peningkatan sehingga tingkat

parasitisasinya lebih tinggi dijumpai pada 7 MST, 10 MST, dan 13 MST (Gambar

9D) sehingga populasi imago mengalami penurunan sejak 7 MST sampai 13

MST seperti terlihat pada Gambar 6A.

Berdasarkan hasil analisis regresi dan korelasi linear diketahui bahwa

(56)

di pertanaman cabai merah dapat dinyatakan dengan persamaan

ŷ = &0,05 + 0,34x dan koefisien korelasi r = 0,85 (Gambar 11). Berdasarkan nilai

koefisien korelasi yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa populasi parasitoid

sp. meningkat dengan semakin meningkatnya populasi nimfa !

Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan populasi sp. diikuti

dengan peningkatan jumlah nimfa yang mati karena terparasit oleh parasitoid

sp., sehingga dapat menyebabkan penurunan populasi imago !

. Berdasarkan model persamaan regresi dapat disimpulkan bahwa

meningkatnya satu ekor nimfa ! akan meningkatkan populasi

sp. sebesar 0,34 imago per daun.

Populasi nimfa

Gambar 11 Hubungan antara populasi parasitoid sp. (Y) dan

populasi nimfa! (X) di pertanaman cabai merah.

Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa parasitoid

sp. memiliki potensi dalam pengendalian hayati ! di pertanaman cabai

merah. Seperti yang dikemukakan oleh Castineiras (1995), Gerling . (2001),

dan Kirk . (2001), genus merupakan parasitoid ! yang

telah digunakan untuk pengendalian hayati ! . Hasil pengamatan

memperlihatkan bahwa parasitoid sp. mulai memarasit nimfa !

instar ke&2. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Gerling . (2001), ŷ = &0,05 + 0,34x

(57)

parasitoid sp. umumnya memarasit nimfa ! instar ke&2

sampai ke&4, namun preferensinya lebih tinggi pada nimfa instar ke&2. Nimfa&

nimfa ! yang terparasit oleh parasitoid sp. mengalami

kematian pada instar ke&4. Parasitoid sp. dapat menyelesaikan

siklus hidupnya sampai fase imago pada satu nimfa! atau bersifat soliter.

Seperti yang dikatakan oleh Driesche & Bellows (1996) dan Hajek (2004), suatu

parasitoid yang perkembangan hidupnya terjadi pada satu tubuh inang disebut

parasitoid soliter dan bersifat endoparasitoid. Selanjutnya Zolnerowich & Rose

(2008) menyatakan bahwa parasitoid sp. merupakan parasitoid

soliter dan endoparasitoid yang memarasit nimfa ! instar kedua dan

imago parasitoid muncul dari nimfa instar ke&4 yang telah mati.

"

Berdasarkan hasil pengumpulan serangga diketahui bahwa jumlah spesies

predator dari ! pada metode jaring ayun, nampan kuning, dan

pengamatan langsung pada tajuk tanaman adalah berturut&turut 9 spesies, 4

spesies, dan 9 spesies (Tabel 5). Spesies&spesies predator tersebut adalah

Linyphiidae, $ , * , sp.,

, sp., , sp., dan Syrphidae

(Lampiran 3, 4, dan 5). Jumlah spesies parasitoid yang terkoleksi pada metode

jaring ayun, nampan kuning, dan pengumpulan nimfa&nimfa ! adalah

berturut&turut 2 spesies, 2 spesies, dan 1 spesies (Tabel 5). Spesies parasitoid

tersebut adalah sp. dan sp. (Lampiran 3, 4, dan 6). Pada

metode pengumpulan nimfa&nimfa ! dari daun cabai merah hanya

terdapat satu spesies parasitoid yang berasal dari nimfa&nimfa ! yang

terparasit yaitu parasitoid sp. (Lampiran 6).

Jumlah spesies predator lebih tinggi pada metode pengambilan serangga

dengan metode jaring ayun dan pengamatan langsung pada tajuk tanaman

dibandingkan metode nampan kuning. Jumlah spesies parasitoid lebih tinggi

pada metode jaring ayun dan nampan kuning dibandingkan metode

pengumpulan nimfa&nimfa ! . Metode pengambilan sampel serangga

dengan jaring ayun merupakan metode yang umum digunakan untuk

pengumpulan serangga. Jaring ayun serangga digunakan untuk menangkap

(58)

yang berbentuk perdu seperti pertanaman cabai merah. Metode pengamatan

langsung dilakukan terhadap spesies predator yang terdapat pada tajuk

tanaman. Pemerangkapan merupakan metode pengumpulan serangga dengan

menggunakan perangkap seperti nampan kuning. Metode tersebut memiliki

kemampuan memikat secara fisik terhadap predator dan parasitoid. Metode

pengumpulan nimfa&nimfa ! dilakukan untuk mengetahui jenis&jenis

parasitoid dari ! . Metode pengumpulan serangga dapat dilakukan

dengan berbagai cara tergantung pada jenis serangga dan habitatnya (Gullan &

Granston 2005).

Tabel 5 Jumlah ordo (O), famili (F), dan spesies (S) predator dan parasitoid dari

! pada setiap metode pengambilan sampel di pertanaman cabai

merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

Jumlah

Hasil pengumpulan dan pengamatan musuh alami diketahui bahwa

kelompok musuh alami ! terdiri dari predator dan parasitoid. Kelompok

predator dari ! meliputi ordo Coleoptera yaitu famili Coccinellidae dan

Staphylinidae; ordo Diptera yaitu famili Syrphidae; ordo Hemiptera yaitu famili

Anthocoridae; serta ordo Araneae yaitu famili Linyphiidae (Tabel 6). Sebagian

besar predator dari ! menurut Castineiras (1995), Gerling . (2001),

(59)

Tabel 6 Keanekaragaman dan kelimpahan spesies parasitoid dan predator dari ! di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

Keanekaragaman spesies parasitoid dan predator Kelimpahan spesies parasitoid dan predator pada ke&i minggu setelah tanama

Rata& rata

No. Ordo Famili Spesies 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Kelompok predator

1 Araneae Linyphiidae Linyphiidae 2,40 1,65 1,60 3,85 4,05 2,60 2,80 3,30 3,30 1,20 1,10 1,20 1,50 1,15 1,85 0,75 2,14

2 Coleoptera Coccinellidae $ 0,80 2,10 1,40 4,20 4,45 4,25 5,25 8,40 4,25 2,90 1,30 1,30 1,45 2,35 4,15 1,50 3,13

3 Coleoptera Coccinellidae * 3,83 3,68 4,65 8,03 3,38 9,55 5,15 10,20 9,85 5,03 7,88 1,55 6,60 6,20 6,53 3,25 5,96

4 Coleoptera Coccinellidae sp. 0,25 2,55 0,50 0,60 0,85 1,60 2,75 3,05 0,65 0,75 1,25 0,75 0,00 0,00 0,00 0,00 0,97

5 Coleoptera Coccinellidae 3,15 2,95 1,70 4,05 3,10 4,90 3,15 6,35 7,10 4,85 3,00 1,25 6,75 4,75 4,75 2,25 4,00

6 Coleoptera Coccinellidae sp. 3,30 3,00 3,40 3,05 3,60 8,50 7,00 6,65 6,15 4,30 4,15 1,50 2,00 0,75 0,75 0,75 3,68

7 Coleoptera Staphylinidae 2,48 4,38 1,78 5,90 5,43 6,08 8,48 6,83 8,15 6,15 7,30 2,15 5,00 4,00 6,05 4,45 5,29

8 Hemiptera Anthocoridae sp 1,00 1,25 0,25 0,30 0,05 0,95 1,30 1,50 0,55 0,10 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,45

9 Diptera Syrphidae Syrphidae 0,75 2,75 0,25 0,90 1,50 2,45 3,75 2,50 1,00 0,95 1,40 0,70 0,00 0,00 0,00 0,00 1,18

Rata&rata 1,99 2,70 1,73 3,43 2,93 4,54 4,40 5,42 4,56 2,91 3,04 1,16 2,59 2,13 2,68 1,44

Kelompok parasitoid

10 Hymenoptera Aphelinidae sp. 0,88 0,75 0,50 1,50 0,75 1,25 3,38 2,00 2,25 2,38 2,63 0,88 3,38 2,38 2,38 0,75 1,75

11 Hymenoptera Aphelinidae sp. 3,00 2,96 2,06 5,11 2,68 2,76 6,63 7,76 5,72 7,41 3,34 0,70 5,51 2,64 2,19 2,46 3,93

Rata&rata 1,94 1,85 1,28 3,30 1,72 2,00 5,00 4,88 3,98 4,89 2,98 0,79 4,44 2,51 2,28 1,60

a

(60)

Anthocoridae, Miridae, Chrysopidae, Coniopterygidae, Phytoseiidae, dan

Araneae. Kelompok parasitoid dari! meliputi dua spesies parasitoid dari

ordo Hymenoptera dan Aphelinidae yaitu genus dan . Hasil

yang sama juga dilaporkan oleh Castineiras (1995) dan Gerling . (2001)

bahwa parasitoid utama dari! adalah sp. dan sp.

Keanekaragaman spesies predator ! lebih tinggi yaitu sembilan

spesies dibandingkan keanekaragaman spesies parasitoid yaitu dua spesies

(Tabel 6). Keanekaragaman spesies predator lebih tinggi dikarenakan predator

memiliki banyak pilihan mangsa dibandingkan dengan parasitoid yang memiliki

inang spesifik. Peningkatan keanekaragaman spesies predator! selama

pertumbuhan tanaman cabai merah berkaitan dengan peningkatan kelimpahan

mangsa. Seperti dikemukan oleh Altieri (1993) dan LaSalle (1993) yang

menyatakan bahwa keanekaragaman musuh alami tidak hanya dipengaruhi oleh

keanekaragaman habitat, tetapi juga dipengaruhi oleh kelimpahan mangsa atau

inang. Namun pada keanekaragaman spesies yang tinggi, spesies yang hidup

pada habitat yang sama akan menyebabkan interaksi antar spesies tersebut seperti

kompetisi terhadap mangsa yang jumlahnya terbatas (Dixon 2000) atau terjadinya

kanibalisme. Kanibalisme pada predator umumnya terjadi karena kekurangan

mangsa dan kelaparan predator. Sifat memangsa sesama predator muncul

dengan tujuan untuk mempertahankan keberadaan predator seperti pada kasus

kekurangan makanan bagi predator secara alami (New 1991). Hal ini dapat

diketahui bahwa terdapat beberapa spesies predator yang tidak dapat

mempertahankan hidup sampai pertumbuhan generatif tanaman cabai seperti

predator sp., sp., dan Syrphidae.

Kelompok predator dari famili Coccinellidae memiliki jumlah spesies paling

tinggi dibandingkan spesies predator dari famili lainnya. Spesies predator

Coccinellidae merupakan predator oligofag yang banyak memangsa nimfa !

pada tanaman kapas dan' pada tanaman jeruk (Gerling

. 2001). Kisaran mangsa predator dari ! dapat dipengaruhi oleh

kualitas nutrisi mangsa seperti dinyatakan oleh Cohen & Brummett (1997) bahwa

pada saat populasi! menurun, banyak spesies predator mencari mangsa

yang sesuai untuk perkembangan dan reproduksi seperti mangsa kutudaun.

Spesies predator yang memiliki kisaran mangsa yang luas dapat menjadi lebih

(61)

. Selanjutnya Gerling . (2001) menyatakan bahwa predator yang

generalis sering memperlihatkan perilaku tidak tetap terhadap mangsanya dan

dapat memangsa beberapa spesies yang mudah berubah karena perubahan

ketersediaan mangsa.

Predator Linyphiidae, $ , * , ,

sp., dan , merupakan predator yang dominan dijumpai di

pertanaman cabai merah selama pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman

cabai merah. Predator sp., sp., dan Syrphidae merupakan

predator yang hanya dominan dijumpai pada pertumbuhan vegetatif tanaman,

sedangkan pada pertumbuhan generatif tidak dijumpai. Predator&predator

tersebut hanya dapat bertahan hidup selama pertumbuhan vegetatif tanaman

cabai merah. Jumlah individu predator sp., sp., dan Syrphidae di

pertanaman cabai merah mencapai 0,97; 0,45; dan 1,18 individu (Tabel 6).

Jumlah individu predator tersebut masing lebih rendah dibandingkan dengan

kelimpahan predator yang dominan dijumpai selama pertumbuhan vegetatif dan

generatif tanaman cabai merah.

Predator * memiliki jumlah individu paling tinggi sebesar

5,96 individu kemudian diikuti dengan predator dan sebesar

5,29 dan 4,00 individu. Hal ini menunjukkan bahwa predator *

merupakan predator yang sangat potensial dalam pengendalian hayati hama

tanaman seperti ! . Seperti yang dikemukakan oleh Kalshoven (1981)

dan Gerling . (2001) yang menyatakan bahwa predator *

merupakan salah satu predator dari ! . Dari hasil penelitian Setiawati

. (2006) diketahui juga bahwa predator * memiliki daya

pemangsaan sebesar 65% terhadap nimfa ! . Predator *

juga selektif terhadap insektisida seperti yang dilaporkan oleh Setiawati .

(2007). Selanjutnya, Hidayat . (2009) menyatakan bahwa berdasarkan

distribusi, kelimpahan dan uji efektivitas, diketahui spesies predator yang

berpotensi tinggi sebagai agens hayati ! adalah * dan

.

Kelompok parasitoid terdiri dari ordo Hymenoptera sebagai parasitoid !.

yaitu Aphelinidae ( sp. dan sp.). Jumlah individu

parasitoid lebih tinggi dijumpai pada sp. sebesar 3,93 individu

(62)

sp. yang lebih dominan dibandingkan sp. di pertanaman

cabai merah diduga terjadi karena adanya faktor kompetisi terhadap inang dari

parasitoid tersebut. Parasitoid sp. bersifat oligofag yang dapat

memarasit spesies kutukebul lainnya (Evans & Serra 2002), sehingga

menyebabkan parasitoid sp. mudah dijumpai pada daerah yang

tersebar ! . Parasitoid sp. diketahui lebih banyak memarasit

kutukebul - dibandingkan dengan ! (Gerling

. 2001), sehingga kelimpahan parasitoid lebih tinggi dijumpai pada

sp. dibandingkan sp. di pertanaman cabai merah.

$ % ! !

Terdapat perbedaan perkembangan kejadian penyakit daun keriting kuning

cabai di antara petak pertanaman cabai merah. Kejadian penyakit daun keriting

kuning cabai mulai dijumpai pada 1 MST sebesar 0,5% pada petak pertanaman

cabai merah yang berasal dari pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik. Hal

ini diduga tanaman cabai merah sudah terinfeksi " pada saat

pesemaian. Kejadian penyakit daun keriting kuning cabai pada petak

pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian yang diberikan sungkup

plastik mulai dijumpai pada 3 MST sebesar 0,3%. Kejadian penyakit daun

keriting kuning cabai pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari

pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik mencapai konstan pada 12 MST,

sedangkan pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian

yang diberikan sungkup plastik pada 13 MST (Gambar 12). Tanaman cabai

merah yang terinfeksi " menunjukkan gejala awal berupa bercak

kuning di sekitar tulang daun, daun berwarna kekuningan dan berkembang

menjadi kuning cerah, dan keriting.

Pemberian sungkup plastik pada pesemaian benih cabai merah dapat

mencegah masuknya imago ! ke dalam pesemaian, sehingga kejadian

penyakit daun keriting kuning cabai baru mulai terjadi pada 3 minggu setelah

bibit tanaman cabai merah dipindahkan ke lahan pertanaman. Kegiatan

pemberian sungkup plastik pada pesemaian merupakan salah satu bentuk

pengendalian penyakit daun keriting kuning cabai pada tanaman cabai merah

yang dilakukan sejak pesemaian benih cabai merah. Pemberian sungkup plastik

(63)

oleh petani di Desa Hardjobinangun Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY

untuk melindungi pesemaian dari berbagai gangguan seperti terpaan sinar

matahari langsung, siraman air hujan, serta hama dan penyakit.

Gambar 12 Perkembangan kejadian penyakit daun keriting kuning cabai kumulatif di pertanaman cabai merah pada musim kemarau Juni sampai Oktober tahun 2009 di Desa Harjobinangun, Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY.

Rata&rata kejadian penyakit daun keriting kuning cabai petak pertanaman

cabai merah yang berasal dari pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik lebih

tinggi (6,2%) dibandingkan pada petak pertanaman cabai merah yang berasal

dari pesemaian diberikan sungkup plastik (4,2%). Perbedaan rata&rata kejadian

penyakit daun keriting kuning cabai diduga terjadi karena faktor lingkungan dapat

berperan terhadap kejadian penyakit daun keriting kuning cabai. Hal ini dapat

diketahui bahwa di sekitar petak pertanaman cabai merah yang berasal

pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik ditanam tanaman padi dan jagung,

sehingga relatif aman dari serangan " karena tanaman padi dan

jagung bukan merupakan inang dari " . Sebaliknya di sekitar petak

pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian diberikan sungkup plastik

terdapat tanaman selain padi dan jagung seperti tanaman cabai merah milik 0

Tanaman berasal dari pesemaian tanpa diberikan sungkup plastik

(64)

petani setempat. Dari pengamatan yang dilakukan petak pertanaman cabai

merah milik petani terdapat tanaman cabai merah yang terserang penyakit daun

keriting kuning cabai. Sumber inokulum penyebab penyakit daun keriting kuning

cabai pada petak pertanaman cabai merah yang berasal dari pesemaian

diberikan sungkup plastik diduga dari tanaman cabai merah milik petani

setempat, sehingga kejadian daun keriting kuning cabai lebih tinggi dijumpai

pada petak tersebut.

Perkiraan perkembangan penyakit pada petak pertanaman cabai merah

yang berasal dari pesemaian yang berbeda diduga ditentukan oleh serangga

vektor ! , ketersediaan sumber inokulum penyakit seperti tanaman lain

atau gulma yang terinfeksi virus " , dan tanaman cabai merah yang

rentan terhadap " . Keberadaan sumber inokulum merupakan faktor

penting di dalam penularan virus seperti tanaman cabai merah dan gulma yang

terinfeksi " . Jenis gulma yang diduga sebagai sumber inokulum

penyakit daun keriting kuning cabai di pertanaman cabai merah adalah spesies

dan . Sumber inokulum penyebab

penyakit daun keriting kuning cabai dapat juga berasal dari tanaman cabai merah

yang terdapat di sekitar pertanaman cabai merah. Menurut Sulandari (2002)

epidemi penyakit daun keriting kuning cabai pada pertanaman cabai merah di

berbagai daerah di Pulau Jawa dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pola

tanam, introduksi varietas baru, anomali musim, dan adanya galur/strain virulen.

Penularan dan pemencaran penyakit daun keriting kuning cabai di

lapangan terutama ditentukan oleh aktivitas serangga vektor. "

ditularkan oleh ! secara persisten sirkulatif tetapi tidak mengalami

replikasi di dalam tubuh serangga vektor (Mehta . 1994; Idris & Brown 1998).

Efisiensi penularan ditentukan oleh jumlah serangga. Kemampuan satu imago

! menularkan " telah banyak dilaporkan, walaupun dengan

tingkat keberhasilan yang beragam. Satu imago ! dapat menularkan

TLCV&Jember dengan keberhasilan 50% (Aidawati . 2002) sementara

serangga yang sama dapat menularkan virus keriting kuning cabai dengan

keberhasilan 40% (Sulandari 2004). Strain " asal Kaliurang lebih

efisien ditularkan oleh ! dengan jumlah serangga 10–20 imago setiap

tanaman (Aidawati 2006). Mehta . (1994) menyatakan bahwa satu imago!

(65)

Tanaman cabai merah varietas TM 999 merupakan salah satu cabai

keriting hibrida yang paling populer di kalangan petani di Desa Hardjobinangun

Kecamatan Pakem, Kabupaten Sleman, DIY. Varietas TM 999 sangat adaptif,

baik di dataran rendah maupun sedang, produktivitasnya tinggi, berbiji banyak,

rasa pedas, dan mempunyai daya simpan yang relatif lama. Menurut Sulandari

(2004) varietas TM 999 mulai diintroduksi pada tahun 2002 dan ditanam pada

areal yang luas secara monokultur di Daerah Istimewa Yogyakarta serta

menyebabkan kejadian penyakit berkisar antara 10% sampai 100%. Varietas TM

999 tergolong sangat rentan terhadap " . Oleh karena itu perlu

mendapat perhatian dalam strategi pengendalian yang akan dilakukan seperti

menghindari penanaman cabai merah secara monokultur dengan varietas yang

(66)
(67)

.

5 6 7 5 6 % %

.

(68)
(69)
(70)
(71)
(72)
(73)
(74)
(75)

' ( ) $ # # $

* $

+ , - . / + ,

-0

0

+ 0

, 0

0

- 0

. 0

/ 0

1

2

2

2 $ $

+ 3

, 3

3

- 3

(76)

! " ! " #$ ! %&

4$ 5

' ( ) $ # # $

* $

+ , - . / + ,

-/ 3

3

!

"

6 $ #$

+ $

, 7

# $

- # $

. # $

(77)
(78)

+ " $ $ $

!

" ! " #$ ! %&

" " $ * $

7 *

' ( ) $ # + , - . / + ,

-" $

0 ! ! ! !. +! ! ! ! !. !. !. ! ! !. !. !. !

2 $ 2 $$ ! !. !. ! +! +!. ! +! -! +! ! ! ! ! ! ,! ! !,/

+ 2 $ 2 $$ $ +! +! +! ! !. .! +! /! /!. ,! .! ! !. -! -! +! ,!/

, 2 $ 2 $$ ( ! ! ! ! !. ! ! ! ! ! !. !. ! ! ! ! !.

2 $ 2 $$ +! !. ! +! ! ,! ! ! -! ,! ! ! -!. ,!. ,!. ! +!

- 2 $ 2 $$ ( +! !. +! +! ! -!. ! ! ! +! +! ! ! !. !. !. +!

-. 2 $ # $ ! +! ! ,! +! +! ! ,!. .! ! -!. ! ,! +!. !. ,! ,! /

/ 0 # ! ! ! ! ! !. !. !. ! ! ! ! ! ! ! ! !++

# # !. !. ! ! ! ! !. ! ! !. ! ! ! ! ! ! !/+

7 * !/+ !+- !++ ! ! +! / !/ +! , +!/ !+ !-. ! !++ ! ! /

!+-" $

0 $ ( ! ! ! ! ! ! !. ! ! ! ! ! +! ! ! ! !

0 $ ( ! ! ! +!. !. !. +! !. ! +! ! ! ,! ! ! ! !.

(79)

, " $ $ $

!

" ! " #$ ! %&

" " $ * $

7 *

' ( ) $ # + , - . / + ,

-" $

2 $ 2 $$ ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

-2 $ 2 $$ $ ! + ! + ! !+/ ! + ! ! ! ! ! + ! + ! ! ! ! + ! ! /

+ 2 $ 2 $$ ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! ! !

, 2 $ # $ ! + ! + ! + ! ! + !+/ ! + ! + ! ! ! ! ! ! ! ! !

7 * ! - ! - ! - !-- ! - ! ! - ! + ! - ! + ! ! ! ! ! + !

" $

0 $ ( !-+ ! ! ! ! ! !-+ !. ! ! + !+/ !+/ !+/ !+/ ! + !

!--- 0 $ ( !. !-+ ! ! !// !// !. ! + !. +! + !// !+/ !+/ ! ! + !// !

Gambar

Tabel�2� Spesies� gulma� yang� tumbuh� di� sekitar� pertanaman� cabai� merah� pada�musim�kemarau�Juni�sampai�Oktober�tahun�2009�di�Desa�Harjobinangun,�Kecamatan�Pakem,�Kabupaten�Sleman,�DIY�
Tabel�2� Spesies� gulma� yang� tumbuh� di� sekitar� pertanaman� cabai� merah� pada�musim�kemarau�Juni�sampai�Oktober�tahun�2009�di�Desa�Harjobinangun,�Kecamatan�Pakem,�Kabupaten�Sleman,�DIY�(lanjutan)�
Tabel�3� Populasi�nimfa�!���������dan�tingkat�parasitisasi�parasitoid�������������sp.,�pada�spesies�gulma�yang�tumbuh�di�lahan�pertanaman�cabai�merah�pada� musim� kemarau� Juni� sampai� Oktober� tahun� 2009� di� Desa�Harjobinangun,�Kecamatan�Pakem,�Kabupaten�Sleman,�DIY�
Tabel�4� Populasi�nimfa�!���������dan�tingkat�parasitisasi�������������sp.,�pada�tanaman� budidaya� lainnya� yang� tumbuh� di� sekitar� pertanaman� cabai�merah�pada�musim�kemarau�Juni�sampai�Oktober�tahun�2009�di�Desa�Harjobinangun,�Kecamatan�Pakem,�Kabupaten�Sleman,�DIY�
+7

Referensi

Dokumen terkait

Selanjutnya berdasarkan hasil pengumpulan / inventarisasi sanggahan / keberatan yang disampaikan kepada Panitia, Pejabat Pembuat Komitmen / Kuasa Pengguna Anggaran

H1: Ada perbedaan yang signifikan antara lingkungan yang satu dengan lingkungan yang lain dalam kegiatan pendalaman iman dan integrasi umat di lingkungan.... Integrasi

et vivent dans des régions où la tuberculose est fortement endémique. Le suivi à long terme de ces enfants après vaccination est souhaitable. Les nourrissons VIH positifs

BORANG PENGESAHAN PENDAPATAN / TIDAK BEKERJA Bagi Ibu / Bapa / Penjaga yang tiada Penyata Gaji / Bekerja Sendiri / Tidak Bekerja. (Diisi oleh Ibu / Bapa

SHUKXWDQDQ VRVLDO GL .DQWRU 3UHVLGHQ 5DEX 6HSWHPEHU PHQJDWDNDQ EDKZD DGD GHVD GL GDODP GDQ VHNLWDU NDZDVDQ KXWDQ GL PDQD SHUVHQ PHQJJDQWXQJNDQ KLGXSQ\D GDUL VXPEHU GD\D KXWDQ

[r]

Dalam menjawab kebutuhan SIM-RS tersebut, kami Rich Software yang bergerak di bidang jasa outsourcing system, memberikan solusi sebagai partner RS dalam memberikan jasa

Hasilnya ditemukan bukti bahwa ada perbedaan signifikan untuk kebijakan pendanaan yang yang diukur dengan variabel berkaitan dengan nilai pasar, dan tidak ada perbedaan