• Tidak ada hasil yang ditemukan

JURNAL SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JURNAL SKRIPSI. Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PROSES BERPIKIR KAUSALITIK BER-SCAFFOLDING

TIPE 3B MODIFIKASI BERBANTUAN LKS TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FLUIDA

PADA SISWA SMAN 7 MATARAM

JURNAL SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Menyelesaikan

Program Sarjana (S1) Pendidikan Fisika

Oleh :

Ni Wayan Riska Apriani

E1Q012035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MIPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS MATARAM

(2)

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI

UNIVERSITAS MATARAM

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

Jl. Majapahit No. 62 Mataram NTB 83125Telp. (0370) 623873

PERSETUJUAN JURNAL SKRIPSI

Jurnal yang disusun oleh: Ni Wayan Riska Apriani (E1Q012035) dengan judul “Pengaruh Proses

Berpikir Kausalitik Berscaffolding tipe 3B Modifikasi Bantuan LKS Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Fluida Pada Siswa SMAN 7 Mataram”, telah diperiksa dan disetujui.

Mataram, Maret 2017

Mengetahui:

Dosen Pembimbing I,

(Dr. Joni Rokhmat,M.Si.)

NIP. 19620205 199203 1 003

Dosen Pembimbing II,

(Dr.rer.nat.Kosim,M.Si.)

NIP. 19630522 198903 1 004

(3)

PENGARUH PROSES BERPIKIR KAUSALITIK BER-SCAFFOLDING

TIPE 3B MODIFIKASI BERBANTUAN LKS TERHADAP

KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH FLUIDA

PADA SISWA SMA NEGERI 7 MATARAM

Ni Wayan Riska Apriani, Joni Rokhmat, Kosim

Program Studi Pendidikan Fisika

FKIP, Universitas Mataram

Mataram, Indonesia

Email : aprianiriska92@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proses berpikir kausalitik tipe 3b modifikasi

berbantuan LKS terhadap kemampuan pemecahan masalah (KPM) fluida pada siswa SMA Negeri 7

Mataram. Jenis penelitian ini kuasi eksperimen, dengan rancangan pretest-postest control group.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI yang berjumlah 516 orang siswa. Sampel

diambil dengan tehnik purposive sampling, sehingga diperoleh kelas XI IPA 1 yang berjumlah 33

orang sebagai kelas eksperimen dan kelas XI IPA 3 yang berjumlah 33 orang sebagai kelas control.

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh nilai rata-rata (KPM) siswa kelas eksperimen adalah 40,84

sementara nilai rata-rata KPM kelas control adalah 32,51. Data KPM kedua kelas terdistribusi normal.

Data KPM dianalisis menggunakan t-test separated varians dan diperoeh nilai t

hitung

sebesar 3,07. Nilai

t

tabel

untuk data KPM sebesar 2,03693, pada taraf signifikan 5%. Nilai t

hitung

lebih besar dari t

tabel

,

artinya terdapat pengaruh proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS

terhadap KPM fluida pada siswa SMAN 7 Mataram.

Kata kunci:

proses berpiki kausalitik, ber-scaffolding tipe 3b modifikasi, kemampuan pemecahan

(4)

PENDAHULUAN

Fisika sebagai salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (sains) mengandung banyak konsep yang sifatnya abstrak. Oleh karena itu dalam pembelajaran fisika diperlukan sesuatu untuk menjembatani daya pikir siswa dalam memahami konsep yang terkandung dalam pelajaran fisika terutama dalam materi fluida statis. Dalam pembelajaran fisika, kemampuan memahami konsep merupakan syarat dalam mencapai keberhasilan pembelajaran fisika. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan pemcahan masalah yang dimiliki siswa karena untuk memecahkan masalah, seorang siswa harus mengetahui aturan-aturan yang relevan, dan aturan-aturan ini didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Semakin dalam siswa memahami konsep-konsep maka semakin mudah siswa dalam menyelesaikan persoalan yang memiliki lebih dari satu jawaban atau mempermudah siswa dalam menyelesaikan soal berbentuk pemecahan masalah.

Namun pembelajaran fisika di SMAN 7 Mataram cenderung menekankan pada penghafalan rumus dan perhitungan matematisnya, guru disekolah sering kali memberikan informasi rumus secara langsung tanpa menerangkan konsep fisika yang terkait dengan materi yang dipelajari. Selain itu lembar kerja siswa (LKS) yang diberikan guru juga masih menyediakan hanya satu jawaban saja. Sehingga siswa lebih sering menghafal rumus-rumus yang diberikan tanpa mempelajari lebih dalam konsep dari materi yang diberikan guru. Dalam mengerjakan LKS maupun menjawab soal-soal siswa cenderung menjadi pasif dan tidak berpikir lebih aktif karena jawaban yang diperlukan dari LKS maupun soal-soal hanya satu jawaban saja. Hal ini menyebabkan saat diberikan persoalan dalam bentuk pemecahan masalah siswa mengalami kesulitan dalam memamahami maupun menjawab soal yang diberikan.

Dari permasalahan yang telah diuraikan, peneliti ingin memperkenalkan suatu hal baru yaitu proses berpikir kausalitas dan berpikir analitik. Ide tentang berpikir kausalitik (kausalitas dan analitik) pertama kali dicetuskan oleh Rokhmat, dkk. (2012). Diungkapkan bahwa proses berpikir kausalitik merupakan startegi baru yang membiasakan siswa untuk berpikir secara terbuka. Proses berpikir kausalitik ini dirancang dengan berbagai persoalan fisika terkait yang berlandaskan kemampuan berpikir kausalitas dan berpikir analitik. Saat berpikir kausalitas, siswa dituntut untuk mampu menentukan komponen penyebab dan berdasarkan pada kondisi penyebab tersebut siswa dituntut mampu secara deduktif memprediksi semua peristiwa (akibat) yang berpeluang terjadi. Ketika berpikir analitik, siswa dituntut mampu mengidentifikasi bagaimana kondisi dari penyebab tersebut, sehingga dapat menimbulkan suatu peristiwa atau akibat tertentu berdasarkan pada pengetahuan yang telah dimiliki yang meliputi konsep, prinsip, teori, dan/atau hukum-hukum fisika terkait [1]. Pada calon guru fisika proses berpikir kausalitik ini berpengaruh pada kemampuan pemecahan masalah (KPM) namun hasilnya belum maksimal karena saat penelitian dilaksanakan masih menggunakan LKS standar [1].

Dilihat dari pengalaman yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu, peneliti memprediksi bahwa akan ada beberapa kendala jika proses berpikir kausalitik ini diterapkan pada siswa dengan bantuan lembar kegiatan siswa (LKS) jenis standar. Oleh karena itu, untuk mengatasinya peneliti menggunakan penerapan proses berpikir kausalitik (PBK) dengan pola bantuan atau ber-scaffolding yang diberikan dalam bentuk LKS. LKS ini berisi persoalan-persoalan fisika yang memiliki kemungkinan jawaban lebih dari sebuah dan ditambahkan bantuan tahapan (ber-scaffolding) untuk membantu siswa dalam mengembangkan kemampuan berpikir kausalitiknya. Dengan adanya bantuan tahapan, siswa menjadi lebih mudah memecahkan masalah dalam LKS tersebut. LKS ini melatih siswa berpikir terbuka dan membuat penjelasan-penjelasan berdasar pada prinsip, konsep, teori, dan/atau hukum terkait. Dengan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding berbantuan LKS ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah secara umum dalam mengembangkan proses berpikir kausalitas dan berpikir analitik.

Ada delapan tipe berpikir kausalitik ber-scaffolding yaitu tipe 1a sampai dengan 4a dan 1b sampai dengan 4b.Untuk tipe a, contoh penjelasan tidak diberikan, sedangkan tipe b diberikan contoh penjelasannya. Bantuan yang akan diberikan dalam dalam penelitian ini yaitu ber-scaffolding tipe 3b, yaitu pengembangan berpikir kausalitik dengan bantuan pola utama tabel kausalitas dan diberikan seluruh akibat di dalam tabel tersebut. Kemudian siswa diminta untuk menentukan komponen-komponen penyebab dan akibat lainnya dengan jumlah yang sudah diketahui dari suatu fenomena.

(5)

Selanjutnya siswa diminta untuk memberi penjelasan bagaimana penyebab tersebut dapat menghasilkan setiap akibat yang terjadi [2]. Namun, di dalam scaffolding tipe 3b ini komponen penyebabnya tidak diberikan. Sehingga, proses penerapan berpikir kausalitik ini akan menjadi lebih optimal lagi, apabila diterapkan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b berbantuan LKS yang telah dimodifikasi.

Proses berpikir kausalitik (PBK) ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS merupakan hasil perbaikan dari PBK ber-scaffolding tipe 3b berbantuan LKS. Sebagaimana telah dijelaskan bahwa proses berpikir kausalitik (PBK) ber-scaffolding tipe 3b berbantuan LKS ini merupakan proses berpikir kausalitas dan analitik yang diberikan kepada siswa melalui LKS yang diberikan bantuan berupa seluruh akibat dalam tabel kausalitas, sedangkan komponen penyebabnya tidak diberikan bantuan tahapan. Modifikasi yang dilakukan adalah memberikan sebagian penyebab dalam tabel kausalitas dengan jumlah penyebab diketahui. Kemudian siswa diminta menentukan komponen-komponen penyebab, akibat, serta penjelasan lainnya dengan jumlah yang sudah diketahui dari suatu fenomena fisika tersebut.

Berdasarkan hal inilah peneliti sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Proses Berpikir Kausalitik Ber-Scaffolding Tipe 3b Modifikasi Berbantuan LKS terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fluida pada Siswa SMAN 7 Mataram ”. Peneliti sangat mengharapkan dengan diterapkannya proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS ini dapat berpengaruh positif terhadap peningkatan kemampuan pemecahan masalah fluida siswa kelas XI SMAN 7 Mataram.

TINJAUAN PUSTAKA

Proses Berpikir Kausalitik Ber-scaffolding Tipe 3b Modifikasi

Lenzen (1954) menjelaskan bahwa intisari kausalitas adalah koneksi antara dua fenomena, yaitu fenomena pertama berupa penyebab dan fenomena kedua berupa akibat [3]. Berpikir analitik adalah suatu alat berpikir yang sangat kuat untuk memahami bagianbagian dari suatu situasi. Berpikir analitik didefinisikan sebagai kemampuan meneliti dengan cermat (scrutiny) dan memilah-milah fakta dan pikiran kedalam kekuatan dan kelemahannya. Pengembangan kapasitas berpikir dengan penuh pertimbangan (thoughtfully), cara membedakan (discerning), untuk memecahkan masalah, menganalisa data, dan mengingat dan menggunakan informasi [4].

Scaffolding merupakan salah satu ide penting yang dikemukakan oleh Vygotsky. Menurutnya scaffolding berupa pemberian sejumlah bantuan kepada siswa pada saat awal pembelajaran, kemudian pada tahap pembelajaran selanjutnya guru dapat mengurangi bantuan tersebut dan memberi kesempatan kepada siswa untuk mengambil alih tanggung jawab saat mereka mampu. Bantuan tersebut berupa petunjuk, peringatan, dorongan, menguraikan masalah pada langkah-langkah pemecahan, memberi contoh, ataupun hal-hal lain yang memungkinkan siswa tumbuh secara mandiri [5].

Rokhmat [2] merekomendasikan sembilan pola proses berpikir kausalitas dan analitik (PBK-A) yaitu sebagai berikut:

a. Pola PBK-A Standar yaitu pengembangan berpikir kausalitas dan analitik dengan memberi kesempatan secara penuh kepada mahasiswa untuk menentukan pola tabel kausalitas yang digunakan, serta komponen-komponen penyebab dan akibat yang terkait dengan pola tersebut dari suatu fenomena fisika. Selanjutnya mahasiswa tersebut diminta memberi penjelasan bagaimana penyebab-penyebab itu dapat menghasilkan setiap akibat tersebut.

b. Pola PBK ber-scaffolding 1a yaitu pengembangan berpikir kausalitas dan analitik dengan bantuan pola utama tabel kausalitas dan sebagian akibat dalam tabel tersebut sudah diberikan, kemudian siswa diminta menentukan komponen-komponen penyebab dan akibat lainnya dengan jumlah yang belum diketahui dari suatu fenomena fisika. Selanjutnya siswa tersebut diminta untuk memberi penjelasan bagaimana penyebabpenyebab itu dapat menghasilkan sebuah akibat tersebut.

c. Pola PBK ber-scaffolding 1b yaitu pengembangan dari pola PBK ber-scaffolding 1a tetapi pada pola ini terdapat tambahan bantuan yaitu sebagian penjelasan diberikan.

(6)

d. Pola PBK ber-scaffolding 2a yaitu pengembangan berpikir kausalitas dan analitik dengan bantuan pola utama tabel kausalitas dan sebagian akibat dalam tabel tersebut sudah diberikan, kemudian siswa diminta menentukan komponen-komponen penyebab dan akibat lainnya dengan jumlah yang sudah diketahui dari suatu fenomena fisika. Selanjutnya siswa tersebut diminta untuk memberi penjelasan bagaimana penyebabpenyebab itu dapat menghasilkan sebuah akibat tersebut.

e. Pola PBK ber-scaffolding 2b yaitu pengembangan dari pola PBK ber-scaffolding 2a tetapi pada pola ini terdapat tambahan bantuan yaitu sebagian penjelasan diberikan.

f. Pola PBK ber-scaffolding 3a yaitu pengembangan berpikir kausalitas dan analitik dengan bantuan pola utama tabel kausalitas dan seluruh akibat dalam tabel tersebut sudah diberikan, kemudian siswa diminta menentukan komponen-komponen penyebab dan akibat lainnya dengan jumlah yang sudah diketahui dari suatu fenomena fisika. Selanjutnya siswa tersebut diminta untuk memberi penjelasan bagaimana penyebabpenyebab itu dapat menghasilkan setiap akibat tersebut.

g. Pola PBK ber-scaffolding 3b yaitu pengembangan dari pola PBK ber-scaffolding 3a tetapi pada pola ini terdapat tambahan bantuan yaitu sebagian penjelasan diberikan.

h. Pola PBK ber-scaffolding 4a yaitu sama dengan pola PBK ber-scaffolding 2a tetapi dikhususkan untuk fenomena fisika yang memiliki tabel kausalitas berpola berantai baik yang berantai murni ataupun berantai gabungan dan atau untuk fenomena fisika yang memiliki cukup banyak akibat yang berpeluang terjadi.

i. Pola PBK ber-scaffolding 4b yaitu pengembangan dari pola PBK ber-scaffolding 4a tetapi pada pola ini terdapat tambahan bantuan yaitu sebagian penjelasan diberikan.

Kemampuan Pemcehan Masalah

Pada dasarnya dalam pembelajaran fisika siswa tidak hanya dituntut untuk memahami rumus-rumus guna menyelesaikan persoalan. Terkadang persoalan-persoalan dibuat sedemikian rupa yang menuntut siswa berpikir lebih aktif untuk memecahkan masalah. Dari persoalan seperti itu guru secara tidak langsung menuntun siswa dalam meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.

Pemecahan masalah diartikan atau dimaknai sebagai kemampuan mahasiswa calon guru fisika untuk menggunakan knowledge yang dimilikinya dalam emmilih dan/atau memprediksi, secara deduktif, berbagai kemungkinan akibat ketika suatu fenomena awal, yang memuat sebuah atau beberapa penyebab, diberikan, serta mampu mengidentifikasi bagaimana sebuah atau beberapa penyebab tersebut dapat menghasilkan suatu akibat yang terpilih atau terprediksi [6]. Ada enam komponen pemecahan masalah [7] yaitu (1) pemahaman (understanding), (2) pemilihan (selecting), (3) pembedaan (differentiating), (4) penentuan (determining), (5) penerapan (applying), (6) pengdentifikasian (indentifiying)

Ada empat tahap aksi belajar, yaitu (1) Pemahaman dan pembingkaian fenomena, (2) Pembingkaian dan perumusan tujuan, (3) Pengembangan dan pengujian strategi, dan (4) Pengambilan aksi dan refleksi pada aksi tersebut [8].

METODE

Penelitian ini merupakan penelitian kuasi eksperimen. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI SMAN 7 Mataram. Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini yaitu purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh kelas XI yang berjumlah 516 orang. Sampel dalam penelitian ini adalah 33 siswa kelas XI IPA 1 sebagai kelas eksperime dan 33 siswa kelas XI IPA 3 sebagai kelas kontrol. Instrumen penelitian menggunakan instrumen kemampuan pemecahan masalah diuji menggunakan uji validitas dan reliabilitas sebelum digunakan.

Alur penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama meliputi menyusun perangkat dan instrumen, melakukan uji validasi ahli pada perangkat dan instrumen, menguji coba instrumen, menentukan populasi dan sampel. Tahap pelaksanaan yaitu melakukan tes awal pada kedua sampel yang bertujuan untuk melihat kemampuan awal sampel, melakukan pembelajaran dengan memberikan proses berpikir kausalitik berscaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS pada kelas eksperimen dan pembelajaran yang baisa dilakukan disekolah pada kelas kontrol, dan melakukan tes akhir. Tahap ketiga yaitu melakukan analisis data.

(7)

Analisis data meliputi uji hipotesis menggunakan uji t yaitu t-test separated varians [9]. Sebelumnya dilakukan uji normalitas dengan rumus chi-kuadrat, homogenitas dengan uji varians [9]. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian meliputi analisis nilai pre-test dan post-test KPM dan hasil uji hipotesis. Berdasarkan hasil tes awal , diperoleh data bahwa nilai tertinggi pada kelas eksperimen dan kelas kontrol masing-masing adalah 33, sedangkan nilai terendah masing-masing sebesar 4. Nilai rata-rata pada kelas eksperimen adalah 17,60 dengan standar deviasi 7,45 dan varians 55,59. Sementara pada kelas kontrol nilai rata-ratanya sebesar 17,61 dengan standar deviasi 7,69 dan varians 59,18. Hasil tes awal siswa dapat dilihat pada Tabel 1 berikut.

Tabel 1 Data Nilai Hasil Tes Awal Siswa Kelas Eksperimen dan Kontrol

Kelas Jumlah Siswa (N) Nilai Max. Nilai Min. Rata-rata S s 2 Eksperimen 33 33 4 17,60 7,45 55,59 Kontrol 33 33 4 17,61 7,69 59,18

Pemberian soal tes akhir KPM digunakan untuk mengetahui KPM siswa setelah diberikan perlakuan berupa proses berpikir kausalitik scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS. Data tes akhir siswa dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Data Nilai Hasil Tes Akhir Kelas Eksperimen dan Kontrol

Kelas Jumlah Siswa (N) Nilai Max. Nilai Min. Rata-rata S s 2 Eksperimen 33 66 20,8 40,84 12,65 160,11 Kontrol 33 50 16,6 32,51 9,06 82,16

Tabel 2 menunjukkan nilai tes akhir siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol dengan jumlah siswa yang sama yaitu 33 orang. Pada kelas eksperimen didapat nilai tertinggi sebesar 66, nilai terendah adalah 20,8, rata-rata nilainya adalah 40,84 dengan standar deviasi 12,65 dan varians sebesar 160,11. Sementara pada kelas kontrol nilai tertinggi adalah 50, nilai terendah adalah 16,6, rata-rata nilainya adalah 32,51 dengan standar deviasi 9,06 dan varians sebesar 82,16. Berdasarkan data tersebut terlihat bahwa nilai rata-rata kelas eksperimen lebih besar dari pada kelas kontrol, dengan selisih nilai 8,33.

Nilai rata-rata tes akhir menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah fisika kelas eksperimen dan kontrol sama-sama mengalami peningkatan. Kelas eksperimen mengalami peningkatan nilai rata-rata sebesar 23,24, sedangkan kelas kontrol mengalami peningkatan sebesar 14,9. Hasil tersebut menunjukkan bahwa peningkatan nilai rata-rata di kelas eksperimen lebih tinggi dari peningkatan nilai rata-rata kelas kontrol (Gambar 4.3). Artinya, terdapat pengaruh positif dari penerapan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS di kelas eksperimen.

Diagram 1 Nilai Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Kelas Eksperimen dan Kontrol

0 10 20 30 40 50

(8)

Berdasarkan hasil uji hipotesis, bahwa terdapat pengaruh proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS terhadap kemampuan pemecahan masalah fluida siswa. Nilai rata-rata kemampuan pemecahan masalah (KPM) siswa kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan siswa kelas kontrol. Hal ini dipengaruhi oleh LKS untuk proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi yang memberi kesempatan kepada siswa untuk berlatih memecahkan masalah fluida dengan melihat penyebab, akibat, dan alasan dari akibat tersebut.

Berdasarkan pada hasil persentase nilai rata-rata KPM tes awal dan tes akhir kelas eksperimen dan kontrol, didapat bahwa persentase rata-rata IPM-1 sampai dengan IPM-6 tes awal kelas eksperimen berturut-turut yaitu 76,5; 27; 4,5; 0; 0 dan 0 sedangkan kelas kontrol yaitu 90; 26; 5; serta IPM-4, IPM-5 dan IPM-6 0. Kemudian untuk rata-rata KPM tes akhir kelas eksperimen berturut-turut sebesar 85; 88; 47; 23; 0; dan 0, sedangkan kelas kontrol yaitu sebesar 69; 87; 31,5; 0,5; 0, dan 0. Nilai rata-rata KPM tersebut disajikan dalam bentuk persen (%).

Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-rata Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Kelas Eksperimen dan Kontrol

Gambar 4.5 Diagram Persentase Rata-rata Tes Akhir Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Kelas Eksperimen dan Kontrol

Berdasarkan Gambar 4.5, terlihat bahwa kemampuan pemecahan masalah kelas kontrol untuk IPM-1 dan IPM-2 lebih unggul daripada kelas eksperimen, tetapi untuk IPM-3 sampai dengan IPM-6 kelas ekperimen lebih ungul daripada kelas kontrol. Kemudian, kemampuan pemecahan masalah kedua kelas masuk dalam kategori yang sama, kecuali untuk IPM-1. Untuk IPM-1 kelas eksperimen mendapat persentase KPM dalam kategori sedang, sedangkan kelas kontrol masuk dalam kategori

0 50 100

IPM 1 IPM 2 IPM 3 IPM 4 IPM 5 IPM 6

% ra ta -ra ta k p m

IPM 1 : pemahaman, IPM 2 : Pemilihan, IPM 3: Pembedaan, IPM 4 : Penetuan, IPM 5: Penerapan, IPM 6 : Pengidentifikasian

Diagram Presentase Rata-rata Tes

Awal

eksperimen kontrol 0 50 100

IPM 1 IPM 2 IPM 3 IPM 4 IPM 5 IPM 6

% ra ta -ra ta K PM

IPM 1: Pemahaman, IPM 2 : Pemilihan, IPM 3: Pembedaan, IPM 4: Penentuan, IPM 5 : Penerapan , IPM 6 : Pengidentifikasian

Diagram Presentase Rata-rata Tes Akhir

eksperimen kontrol

(9)

tinggi. IPM-2 kedua kelas sama-sama mendapat persentase KPM dalam kategori sedang, dan IPM-3 sampai dengan IPM-6 mendapat persentase KPM dalam kategori sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kedua kelas masih rendah. Rendahnya KPM kedua kelas dapat diakibatkan karena beberapa faktor, yaitu siswa belum mendapatkan materi tentang fluida statis, siswa belum pernah menjumpai tipe soal berpikir kausalitik di sekolahnya, dan siswa tidak belajar saat dilaksanakan tes awal.

Setelah diberi perlakuan kemampuan pemecahan masalah kedua kelas sama-sama meningkat. Peningkatan kelas eksperimen yang diberi perlakuan berupa proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS lebih tinggi daripada kelas kontrol. Persentase rata-rata KPM pada kelas eksperimen, yaitu mendapat kategori sangat tinggi untuk IPM-1, tinggi untuk IPM-2 dan IPM-3, rendah untuk IPM-4, dan sangat rendah untuk IPM-5 dan IPM-6, sedangkan pada kelas kontrol mendapat kategori tinggi untuk 1 dan 2, rendah untuk 3, dan sangat rendah untuk IPM-4 sampai dengan IPM-6. Hal ini menandakan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa kelas eksperimen pada IPM-5 dan IPM-6 masih sangat lemah, sedangkan untuk kelas kontrol masih sangat lemah pada IPM-4 sampai dengan IPM-6. Hal ini menunjukan bahwa setelah diberi perlakuan proses berpikir kausalitas dan analitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS ini kelas eksperimen sudah dapat menentukan konsep, teori maupun hukum fisika yang terkait dengan fenomena fluida yang diberikan namun karena baru pertama kali diterapkan perlakuan ini siswa masih belum dapat menjelaskan keterkaitan teori secara maksimal. Namun pada kelas kontrol yang diberi perlakuan seperti biasa yang dilakukan guru di sekolah belum dapat menunjukan teori, konsep maupun hukum fisika yang terkait dalam fenomena.

Gambar 4.4 dan 4.5 juga memperlihatkan bahwa terjadi peningkatan nilai KPM dari tes awal hingga tes akhir, walaupun terdapat beberapa IPM yang masih tergolong dalam kategori sangat rendah mengacu pada tabel 3.4. Dalam hal ini peningkatan kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen lebih tinggi dibandingkan dengan kelas kontrol. Hal ini menandakan bahwa proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS lebih mampu meningkatan KPM pada kelas eksperimen dibandingkan pembelajaran yang biasa digunakan di sekolah pada kelas kontrol. Hal ini karena dengan diterapkannya proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS ini membantu siswa lebih memahami konsep dan membuat siswa dapat berpikir lebih terbuka sehingga saat mengerjakan soal-soal pemecahan masalah siswa sudah lebih memahami konsep dibanding dengan siswa yang diberi pembelajaran seperti yang biasa di sekolah.

Hasil penelitian yang sudah dilakukan menggambarkan bahwa kemampuan pemecahan masalah siswa berbeda dengan kemampuan awalnya. Kelas eksperimen maupun kelas kontrol mengalami peningkatan, namun peningkatan kelas eksperimen lebih baik daripada kelas kontrol. Hal ini disebabkan karena peneliti menerapkan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS pada kelas eksperimen.

Proses berpikir kausalitik ini memiliki beberapa kelebihan, antara lain siswa menjadi terbiasa dalam menganalisis setiap fenomena atau soal fisika sebelum menentukan jawabannya, terbiasa dalam memberi penjelasan yang didasarkan pada konsep, prinsip, teori, dan/atau hukum fisika, memahami suatu konsep fisika secara tuntas, berpikir secara divergen dalam menyelesaikan suatu fenomena, serta berpikir secara terbuka dan berpikir kritis sesuai hasil penelitian [2].

Berdasarkan analisis data hasil penelitian bahwa proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS pada pembelajaran fluida statis dengan signifikansi 5% dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fluida siswa. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh [1] menyatakan bahwa “implementasi proses berpikir kausalitik dan berpikir analitik (PBK-BA) pada pembelajaran gerak dan hukum Newton dengan signifikansi 1% dapat meningkatkan kemampuan problem-solving (KPS) mahasiswa calon guru fisika dan penelitian dari Shandy Dwi Rahayu [9] “pengaruh proses berpikir kausalitik berbantuan LKS ber-scaffolding tipe 2A modifikasi terhadap kemampuan pemecahan masalah fisika siswa kelas X SMAN 3 Mataram tahun pelajaran 2015/2016”. Perbedaan dari kedua penelitian tersebut dengan penelitian yang peneliti laksanakan antara lain LKS yang digunakan dan sampel penelitiannya.

(10)

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilaksanakan di SMAN 7 Mataram pada siswa kelas XI IPA tahun pelajaran 2016/2017, uji hipotesis dengan taraf signifikan 5% dsidapat nilai thitung > ttabel,

dan pembahasan, dapat ditarik kesimpulan yaitu terdapat pengaruh proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS terhadap kemampuan pemecahan masalah fluida siswa. Saran

Berdasarkan hasil penelitian, pembahasan, dan kesimpulan terdapat beberapa saran sebagai berikut:

1. Bagi guru, pembelajaran fisika dengan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS dapat dijadikan sebagai salah satu pembelajaran alternatif yang dapat diterapkan untuk meningkatkan kemampuan pemecahan masalah fisika siswa.

2. Bagi peneliti lain yang ingin meneliti dengan menerapkan proses berpikir kausalitik ber-scaffolding tipe 3b modifikasi berbantuan LKS diharapkan menyiapkan satu fenomena saja untuk satu LKS per-pertemuan agar waktu maksimal hingga pembahasan.

3. Agar siswa menjawab lebih terstruktur baiknya menggunakan dan menggunakan bahasa yang lebih sederhana dalam fenomena maupun alasan pada LKS agar siswa lebih mudah memahami. 4. Membuat pernyataan dengan kalimat yang lugas atau jelas, sehingga siswa mudah dalam

memahami soal.

5. Agar siswa mudah dalam memahami setiap proses dalam berpikir kausalitik, maka beberapa hal yang harus diperhatikan untuk tercapainya tujuan proses berpikir kausalitik ini, yaitu:

a. Diberikan tugas awal sebelum menerima materi pelajaran dan handout bersamaan dengan tugas awal;

b. Alokasi waktu diatur sebaik mungkin agar setiap tahapan pembelajaran dapat berlangsung secara maksimal;

c. Dapat mengontrol siswa agar semua siswa dalam kelompok benar-benar bekerja pada saat mengerjakan LKS.

UCAPAN TERIMA KASIH

Terimakasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Joni Rokhmat, M.Si., dan Bapak Dr.rer.nat. Kosim, M.Si atas bimbingannya selama penelitian. Terimakasih juga penulis sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu dalam penelitian ini.

REFERENSI

[1] Rokhmat, J., Setiawan, A., Rusdiana, D. 2012. Pembelajaran Fisika Berbasis Proses Berpikir Kausalitas Dan Berpikir Analitik (Pbk-Ba), Suatu Pembiasaan Berpikir Secara Terbuka. Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi FKIP UNS.

[2] Rokhmat, J. 2013. Kemampuan Proses Berpikir Kausalitas dan Berpikir Analitik Mahasiswa Calon Guru Fisika.JurnalPengajaran MIPA.

[3] Rokhmat, J. 2015. Penerapan Pendekatan Berpikir Kausalitik Ber-scaffolding dalam Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Hukum Newton Tentang Gerak.Prosiding Seminar Nasional Fisika.

[4] Amer, Ayman. 2005. Analytical Thinking. Cairo: Center for Advancement of Postgraduate Studies and Research in Engineering Sciences Faculty of Engineering Cairo University (CAPSCU).

(11)

[6] Rokhmat, J., Marzuki, Hikmawati, Verawati,S. 2016. Pengembangan Mdel Pembelajaran Fisika Berbasis Proses Berpikir Kausalitas dan Analitik Untuk Mneingkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Mahasiswa Calon Guru. Laporan Tahunan Penelitian Strategis Nasional [7] Rokhmat, J., Marzuki, Hikmawati, Verawati,S. 2017. Instrument Development Of Causalitic

Thinking Approach in Physic Learning to Increase Problem Solving Ability Of Pre-service Teacher. Jurnal AIP

[8] Rokhmat,J.2017.Fisika Dasar I dengan Pendekatan Berpikir Kausalitik. Mataram: Arga Puji Press [9] Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitataif, dan R & D. Bandung: Alfabeta.

[10] Putrie, Shandy Dwirahayu. 2016. Pengaruh Proses Berpikir Kausalitik Berbantuan LKS Ber-scaffolding Tipe 2a Modifikasi terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Siswa Kelas X SMA Negeri 3 Mataram Tahun Pelajaran 2015.2016. Mataram: FKIP UNRAM.

BIOGRAFI PENULIS

NI WAYAN RISKA APRIANI, lahir di Cakranegara pada tanggal 22 April 1995. Penulis menyelesaikan pendidikan di SDN 20 Cakranegara tahun 2007, SMPN 5 Mataram tahun 2010, dan SMAN 5 Mataram tahun 2012. Penulis kemudian melanjutkan studi di Universitas Mataram, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Fisika dan lulus pada tahun 2017.

Gambar

Diagram 1 Nilai Rata-Rata Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Kelas Eksperimen dan Kontrol 01020304050
Gambar 4.4 Diagram Persentase Rata-rata Tes Awal Kemampuan Pemecahan Masalah Fisika Kelas  Eksperimen dan Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

time base yang masuk ke gerbang and berlogika 1 (high) maka keluaran gerbang and sebagai pembanding akan berlogika 1 dan membuat counter akan mencacah dan

digunakan agar Ummi Foundation tumbuh Cepat adalah dengan memberdayakan SDM daerah sehingga mereka bisa mengembangkan Metode Ummi di wilayah masing-masing. Sistem

Penelitian ini akan menguji apakah IOS dan kebijakan deviden memiliki pengaruh langsung yang posititif pada nilai peruasahaan, dan apakah kebijakan deviden memediasi

Di Desa Banjarsari Rt 03/ Rw 03, Kebondalem Kidul, Kecamatan Prambanan Klaten terdapat UKM pengrajin yang memanfaatkan limbah sisa hasil potongan kayu gelondongan menjadi

Pihak Perbendaharaan masih lagi boleh menquery mana-mana baucar pembayaran yang telah diluluskan oleh setiap Kementerian atau Jabatan,bagi memastikan Peraturan Kewangan

Umumnya masyarakat yang ada di daerah serdang bedagai masih berpikir bahwa pembiayaan pensiun yang ada di Bank Syariah Mandiri pada dasarnya masih sama dengan pembiayaan

Acah untuk menendang-tolak bola dengan bahagian dalam kaki yang sama melalui kangkang dan mainkan bola dengan kaki kin seperti dalam rajah di atas (Rajah 42).. Langkah atas

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian kepada mahasiswa IAIN Walisongo Semarang dan penelitian tersebut akan dituangkan dalam