• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Bantuan Ternak Domba pada Program CSR PT. Pertamina. dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Sistem Bantuan Ternak Domba pada Program CSR PT. Pertamina. dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

12

II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Bantuan Ternak Domba pada Program CSR PT. Pertamina 2.1.1 Usaha Ternak Domba

Menurut Undang-Undang No. 18 Tahun 2009 tentang peternakan dan kesehatan ternak yang dimaksud dengan ternak adalah hewan peliharaan yang produknya diperuntukan sebagai penghasil pangan, bahan baku industri, jasa, dan/atau hasil ikutannya yang terkait dengan pertanian. Usaha di bidang peternakan adalah kegiatan yang menghasilkan produk dan jasa yang menunjang usaha budi daya ternak.

Peternakan merupakan salah satu subsektor pertanian. Pemeliharaan ternak dianggap sebagai bagian dari pekerjaan bertani. Kondisi ini tercermin dari intregrasi yang dilakukan oleh petani peternak dengan menggabungkan usaha pertanian dengan pemeliharaan ternak (Suharno dan Nazaruddin, 1994). Menurut Sudarmono dan Sugeng (2005), beternak domba merupakan salah satu usaha yang dapat diandalkan untuk meningkatkan kehidupan peternak karena keunggulannya. Ternak domba di Indonesia kebanyakan diusahakan oleh petani – petani ternak di daerah pedesaan. Domba yang diusahakan umumnya dalam jumlah kecil yaitu 3 – 5 ekor per keluarga, dipelihara secara tradisional dan merupakan bagian dari usahatani sehingga tingkat pendapatan yang diperoleh pun sangat kecil.

Menurut Sugeng (2000), menyatakan bahwa domba merupakan salah satu jenis ternak potong kecil yang memberikan beberapa keuntungan, antara lain : a) mudah beradaptasi dengan lingkungan; b) domba memiliki sifat hidup berkelompok; c) cepat berkembang biak; d) modal kecil. Kusumaningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa bangsa domba yang dipelihara peternak

(2)

13

biasanya adalah domba garut dan domba lokal. Domba tersebut dikelompokkan berdasarkan tujuan pemeliharaan, yaitu untuk pembibitan, pembesaran dan penggemukkan. Bobot domba bakalan berkisar 14 – 18 kg.

Usaha peternakan rakyat secara absolut telah memberikan perbaikan pendapatan kepada peternak namun kurang berarti, karena laju pendapatan yang bukan peternak jauh lebih cepat dari laju pertumbuhan pendapatan peternak rakyat sehingga sampai saat ini peternak rakyat berada pada golongan yang masih rendah pendapatannya (Saragih, 2001 dalam Nurlina 2004).

2.1.2 Program Bantuan Ternak

Peraturan Menteri BUMN No.Per-05/MBU/2007 menjelaskan tentang ketentuan umum program kemitraan dan program bina lingkungan Badan Usaha Milik Negara. Program Kemitraan BUMN, yang selanjutnya disebut Program Kemitraan, adalah program untuk meningkatkan kemampuan usaha kecil agar menjadi tangguh dan mandiri. Program Bina Lingkungan, yang selanjutnya disebut Program Bina Lingkungan adalah program pemberdayaan kondisi sosial masyarakat oleh BUMN. Dana Program BL disalurkan dalam bentuk:

a) Bantuan korban bencana alam;

b) Bantuan pendidikan dan/atau pelatihan; c) Bantuan peningkatan kesehatan;

d) Bantuan pengembangan prasarana dan/atau sarana umum; e) Bantuan sarana ibadah;

f) Bantuan pelestarian alam;

(3)

14

Tata cara penyaluran bantuan dana Program Bina Lingkungan:

a) BUMN Pembina terlebih dahulu melakukan survai dan identifikasi atas calon penerima bantuan dan/atau obyek yang akan dibiayai dari dana Program BL.

b) Pelaksanaan Program BL dilakukan oleh BUMN Pembina yang bersangkutan.

Penyaluran bantuan Program BL dilakukan secara bersama-sama oleh beberapa BUMN Pembina, maka pelaksanaan survey dan identifikasi serta pelaksanaan penyaluran Program BL sebagaimana dimaksud pada peraturan di atas, dapat dilakukan oleh satu atau lebih BUMN berdasarkan kesepakatan bersama.

Mitra Pertamina Penggerak Pembangun Desa (MP3D) merupakan program Pertamina dalam membangun desa, sasarannya desa-desa di wilayah perbatasan, tertinggal dan pasca konflik. Terutama yang berada di sekitar wilayah operasi Pertamina. Target nyata dari pelaksanaan PKBL PT. Pertamina adalah meningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan yang berfokus pada tiga bidang utama pembangunan masyarakat yaitu pendidikan, kesehatan dan perekonomian. Program ini dijalankan untuk menjawab kebutuhan masyarakat miskin (Pertamina, 2014).

Usaha peternakan domba termasuk salah satu jenis usaha yang harus mendapat perhatian untuk dikembangkan. Pada saat ini kegiatan ekonomi yang berbasis ternak domba terpusat pada peternakan rakyat di daearah pedesaan dengan motif usaha subsistens. Beberapa ciri dari usaha seperti ini adalah skala usaha kecil, modal kecil, bibit lokal, pengetahuan teknis beternak rendah, usaha bersifat sampingan, pemanfaatan waktu luang, tenaga kerja keluarga, sebagai tabungan dan pelengkap kegiatan usahatani (Paturochman. 2006).

(4)

15

2.1.3 Konsep CSR

Konsep Corporate Social Responsibility (CSR) menurut Bank Dunia adalah komitmen perusahaan untuk berperilaku etis dan memberikan kontribusi bagi pembangunan berkelanjutan melalui kerjasama dengan segenap pemangku kepentingan yang terkait untuk memperbaiki hidup mereka dengan cara-cara yang baik bagi kepentingan bisnis, agenda pembangunan berkelanjutan, dan masyarakat pada umumnya (Kiroyan, 2009). Melalui CSR perusahaan tidak semata memprioritaskan tujuannya pada memperoleh laba setinggi-tingginya, melainkan meliputi aspek keuangan, sosial, dan aspek lingkungan lainnya (Suharto, 2006).

Menurut Mulyadi (2003), idealnya program CSR dipraktekan secara integral dengan program pembangunan regional yang dilakukan oleh pemerintah daerah, namun kenyataan yang terjadi adalah program CSR overlap dengan program pembangunan regional atau berjalan secara terpisah tanpa ada kerangka yang jelas. Secara ekonomis ini menimbulkan ketidakefisienan. Pada sisi lain, secara sosial politik hal ini akan menimbulkan kebingungan-kebingungan dalam masyarakat dan mengakibatkan hubungan pemerintah daerah dengan perusahaan menjadi kurang baik.

Penerapan CSR di masyarakat terjadi konflik antar sesama masyarakat, diakibatkan perusahaan tidak melihat secara jeli dan faktual sesuai kondisi dan kebutuhan masyarakat secara keseluruhan, sehingga terjadi kecemburuan dan kesenjangan di tengah masyarakat, dikarenakan hasil yang didapat oleh masyarakat melalui CSR tidak merata secara keseluruhan. Menurut B. Leimona (2008), secara faktual kondisi masyarakat yang hidup sekitar perusahaan menunjukkan bahwa mereka masih relatif miskin dan sarat dengan masalah-masalah dengan tingkat pendidikan yang rendah, keterbatasan layanan kesehatan, dan menghadapi masalah pengangguran.

(5)

16

Ketentuan kewajiban penerapan CSR tersebut diatur dalam Bab V Pasal 47 Undang-Undang Perseroan Terbatas No. 40 Tahun 2007, yaitu:

1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan.

2. Tanggung jawab sosial dan lingkungan merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran.

3. Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pemberdayaan peternak dan usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan diatur dalam Bab VIII pasal 76 Undang-Undang No.18 Tahun 2009 yaitu:

1. Pemberdayaan peternak, usaha di bidang peternakan, dan usaha di bidang kesehatan hewan dilakukan dengan memberikan kemudahan bagi kemjuan usaha di bidang peternakan dan kesehatan hewan serta peningkatan daya saing.

2. Kemudahan yang dimkasud pada ayat (1) meliputi:

a) Pengaksesan sumber pembiayaan, permodalan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta informasi;

b) pelayanan peternakan, pelayanan kesehatan hewan dan bantuan teknik;

c) penghindaran pengenaan biaya yang menimbulkan ekonomi biaya tinggi;

(6)

17

e) penciptaan iklim usaha yang kondusif dan/atau meningkatkan kewirausahaan;

f) pengutamaan pemanfaatan sumber daya peternakan dan kesehatan hewan dalam negeri;

g) pemfasilitasan terbentuknya kawasan pengembangan usaha peternakan;

h) pemfasilitasan pelaksanaan promosi dan pemasaran; dan/atau i) perlindungan harga dan produk hewan dari luar negeri.

3. Pemerintah dan pemerintah daerah bersama pemangku kepentingan di bidang peternakan dan kesehatan hewan melakukan pemberdayaan peternak guna meningkatkan kesejahteraan peternak.

2.2 Kontibusi Program Bantuan Ternak Domba CSR PT. Pertamina terhadap Keberlanjutan Usaha Peternak.

2.2.1 Pengertian Kontribusi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pengertian kontribusi adalah sumbangan, sedangkan menurut Kamus Ekonomi, kontribusi adalah sesuatu yang diberikan bersama- sama dengan pihak lain untuk tujuan biaya, atau kerugian tertentu atau bersama. Sehingga kontribusi disini dapat diartikan sebagai sumbangan yang diberikan oleh bidang pariwisata terhadap pendapatan asli daerah (PAD).

Adanya kontribusi berarti individu tersebut juga berusaha meningkatkan efisisensi dan efektivitas hidupnya. Hal ini dilakukan dengan cara menajamkan posisi perannya, sesuatu yang kemudian mejadi bidang spesialis, agar lebih tepat sesuai dengan kompetensi. Kontribusi dapat diberikan dalam berbagai bidang yaitu pemikiran, kepemimpinan, profesionalisme, finansial, dan lainnya (Ahira, 2012).

(7)

18

2.2.2 Konsep Keberlanjutan Usaha

Sistem pertanian terpadu (integrated farming system) merupakan salah satu kegiatan diversifikasi komoditas yang dapat dilakukan guna mengimbangi kebutuhan akan produk pertanian (terutama tanaman pangan) yang terus meningkat melalui pemanfaatan hubungan sinergis antar komoditas yang diusahakan, tanpa harus merusak lingkungan serta serapan tenaga kerja yang tinggi. Penerapan sistem usahatani terpadu merupakan pilihan yang tepat dalam upaya meningkatkan pendapatan petani dan sekaligus memanfaatkan sumberdaya pertanian secara optimal (Swandi, 2005).

Keberlanjutan usaha sebagai terjemahan dari “sustainable livelihood” dapat didefinisikan sebagai upaya seseorang atau sekelompok orang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan keberlanjutan hidupnya dengan memanfaatkan segala kemampuan, pengetahuan, akses, dan tuntutan serta kekayaan yang dimiliki secara local maupun global dan terus meningkatkan kemampuan dirinya dengan bekerja sama dengan orang lain, berinovasi, berkompetisi, agar dapat bertahan dalam kondisi berbagai perubahan dan tercapai suatu pemerataan (Chambers dan Conway, 1992 dalam Komala Sari 2013).

Konsep di atas sejalan dengan konsep Ndraha (1990) dalam Nurlina (2005), bahwa pembangunan sebagai peningkatan kemampuan untuk mengendalikan masa depan, mengandung beberapa implikasi, yaitu :

a) kemampuan (capacity) baik secara fisik, mental, spiritual harus mengalami perubahan;

b) pemerataan (equity) ;

c) kekuasaan (empowerment/ pemberdayaan), berarti pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk secara bebas memilih berbagai alternatif sesuai dengan tingkat kesadaran, kemampuan, dan keinginan mereka, dan

(8)

19

memberi kesempatan untuk belajar, baik dari keberhasilan maupun dari kegagalan mereka dalam memberi respon terhadap perubahan;

d) ketahanan/ kemandirian/ sustainability, berarti kemampuan untuk mengelola sumber daya hayati yang ada sehingga mampu berkembang secara mandiri dan sanggup merebut kesuksesan pada periode berikutnya; e) kesalingtergantungan (interdependence) diantara berbagai pihak yang

secara terpadu menghasilkan suatu produk atau jasa layanan.

Menurut George Robert Terry () Manajemen adalah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu dengan menggunakan kegiatan orang lain yang terdiri dari tindakan-tindakan perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakan (actuating), dan pengendalian (controlling).

1. Perencanaan (planning)

Merupakan kegiatan yang berkaitan dengan pemilihan alternatif-alternatif, kebijaksanaan-kebijaksanaan, prosedur-prosedur, dan program-program sebagai bentuk usaha untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai.

4 (empat) tingkat kemampuan dasar dalam kegiatan perencanaan:

 Insight: kemampuan untuk menghimpun fakta dengan jalan mengadakan penyelidikan terhadap hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang direncanakan.

 Forsight: kemampuan untuk memproyeksikan atau menggambarkan jalan atau cara-cara yang akan ditempuh, memperkirakan keadaan-keadaan yang mungkin timbul sebagai akibat dari kegiatan yang dilakukan.

(9)

20

 Studi eksploratif: kemampuan untuk melihat segala sesuau secara keseluruhan, sehingga diperoleh gambaran secara integral dari kondisi yang ada.

 Doorsight: kemampuan untuk mengetahui segala cara yang dapat menyamarkan pandangan, sehingga memungkinkan untuk dapat mengambil keputusan.

2. Pengorganisasian (organizing)

Merupakan suatu tindakan atau kegiatan menggabungkan seluruh potensi yang ada dari seluruh bagian dalam suatu kelompok orang atau badan atau organisasi untuk bekerja secara bersamasama guna mencapai tujuan yang telah ditentukan bersama, baik untuk tujuan pribadi atau tujuan kelompok dan organisasi. Dalam pengorganisasian dikenal istilah KISS (koordinasi, integrasi, simplifikasi, dan sinkronisasi) dalam rangka menciptakan keharmonisan dalam kegiatan organisasi.

3. Pelaksanaan atau penerapan (actuating)

Merupakan implementasi dari perencanaan dan pengorganisasian, dimana seluruh komponen yang berada dalam satu sistem dan satu organisasi tersebut bekerja secara bersama-sama sesuai dengan bidang masing-masing untuk dapat mewujudkan tujuan.

4. Pengawasan (controlling)

Merupakan pengendalian semua kegiatan dari proses perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan, apakah semua kegiatan tersebut memberikan hasil yang efektif dan efisien serta bernilai guna dan berhasil guna.

Menurut Suyitman dkk (2009), suatu sistem budidaya peternakan dikatakan memenuhi dimensi sosial-budaya dalam konsep pembangunan

(10)

21

berkelanjutan jika sistem tersebut dapat mendukung pemenuhan kebutuhan dasar (pangan, sandang, perumahan, kesehatan, dan pendidikan), terjadi pemerataan, terbukanya kesempatan berusaha secara adil, serta terdapat akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Berdasarkan hal tersebut, atribut sosial-budaya yang dapat mencerminkan keberlanjutan dari dimensi ini antara lain adalah pemahaman masyarakat yang tinggi terhadap lingkungan, bekerja dalam kelompok, tingkat pendidikan yang tinggi, alternatif usaha selain beternak, frekuensi pertemuan warga yang tinggi, dan lain-lain. Karena kondisi yang demikian akan mampu mendorong ke arah keadilan sosial dan mencegah terjadinya konflik kepentingan. Partisipasi, komitmen, spirit, dan tingkah laku masyarakat sangat menentukan keberhasilan dari setiap program pembangunan. Oleh karena itu, pengelolaan sumberdaya yang berbasis pada masyarakat lokal harus dapat dipertahankan.

Semakin jelas bahwa tujuan pembangunan sistem budidaya peternakan dengan menerapkan konsep pembangunan berkelanjutan barsifat multidimensi (multi objective), yaitu mewujudkan kelestarian (sustainability) sistem budidaya peternakan, baik secara ekologis, ekonomi, sosial budidaya, teknologi-infrastruktur, maupun hukum-kelembagaan. Implikasinya memang lebih menantang dan kompleks jika dibandingkan dengan sistem konvensional yang hanya mengejar satu tujuan, yakni pertumbuhan ekonomi. Akan tetapi, jika berhasil membangun sistem ini dan terwujud kelima dimensi (tujuan) pembangunan berkelanjutan secara seimbang sesuai dengan kondisi biofisik dan sosio kultural suatu daerah/kawasan, maka kita dapat menyaksikan kehidupan manusia yang lebih sejahtera dan damai dalam lingkungan hidup yang lebih ramah, sehat, bersih, dan indah.

Dalam buku Manajemen Resiko dan Asuransi karangan Sentanoe Kertonegoro ( 2003), istilah resiko dirumuskan oleh beberapa ahli :

(11)

22

Menurut Emmet J Vaughan dan Curtis M.Elliot sebagai : a) Resiko yaitu kans kerugian (the chance of loss) b) Kemungkinan kerugian (the possibility of loss) c) Resiko ketidakpastian (uncertainty)

d) Penyimpangan kenyataan dari hasil yang diharapkan (the dispersion of actual from expected result)

e) Probabilitas bahwa suatu hasil berbeda dari yang diharapkan (the probability of any outcome different from the one expected).

Menurut Djojosoendarso ( 2003) Manajement Resiko adalah pelaksanaan fungsi – fungsi manajement dalam penanggulangan resiko, terutama adalah resiko yang dihadapi oleh perusahaan, keluarga dan masyarakat. Jadi, mencakup kegiatan merencanakan, mengorgansisir, menyusun, memimpin / mengkoordinir, dan mengawasi (termasuk mengevaluasi) program penangulangan resiko.

Menurut Djojosoendarso ( 2003), fungsi pokok manajement resiko adalah: 1. Menemukan kerugian potensial. Berupaya untuk menemukan atau

mengidentifikasi seluruh resiko murni yang dihadapi oleh perusahaan. 2. Mengevaluasi kerugian potensial. Melakukan evaluasi dan penilaian

terhadap semua kerugian potensial yang dihadapi oleh perusahaan.

3. Memilih teknik yang tepat atau menentukan suatu kombinasi dari teknik-teknik yang tepat guna menangulangi kerugian.

Evaluasi juga diartikan sebagai pengukuran dari konsekuensi yang dikehendaki dan tidak dikehendaki dari suatu tindakan yang telah dilakukan dalam rangka mencapai beberapa tujuan yang akan dinilai. Nilai (value) dapat diartikan sebagai setiap aspek situasi, peristiwa/kejadian, atau objek yang dikategorikan oleh suatu preferensi minat ke dalam kriteria: “baik”, “buruk”, “dikehendaki” dan “tidak dikehendaki” .

(12)

23

Chamcers (1987), Korten (1981) dan Uphoff (1992) menjelaskan bahwa keberhasilan dan keberlanjutan pembangunan tidak akan terjamin tanpa memperhatikan aspek manusia sebagai subjek pembangunan dan peran institusi lokal masyarakat sasaran. Pencapaian tingkat kemandirian usaha pembangunan, selain ditentukan oleh ketersediaan teknologi spesifik lokasi dan permodalan, ditentukan pula oleh dua faktor yakni kemampuan sumber daya alam dalam memberikan kelangsungan hidup masyarakat dan adanya partisipasi dari institusi lokal termasuk dalam pengembangan usaha ternak rakyat sebagai motor penggeraknya.

Pemberdayaan terhadap peternak merupakan perwujudan dari pengembangan kapasitas (capacity building) peternak melalui pengembangan kelembagaan mulai dari tingkat pusat sampai tingkat pedesaan seiring dengan pembangunan sosial ekonomi, sarana-prasarana, serta pengembangan sistem Tiga-P, yaitu : (1) Pendampingan yang dapat menggerakkan partisipasi total dari masyarakat (peternak); (2) Penyuluhan yang dapat merespon dan memantau perubahan yang terjadi di masyarakat (peternak); dan (3) Pelayanan yang berfungsi sebagai unsur pengendali ketepatan distribusi aset sumber daya fisik dan nonfisik yang diperlukan masyarakat (peternak) (Hasibuan, 2003).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan data hasil tes proses berpikir reflektif dan wawancara pada subjek yang memiliki pengetahuan awal pengalaman ( Experimential knowledge ), menunjukkan

Proses penyelesaian konflik oleh pihak ketiga, dimana pihak ketiga memiliki kedudukan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pihak pertama dan kedua yang berkonflik.. Segala

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui peran kredit Penelitian dilakukan pada 48 bengkel motor Castrol Bike Point (CBP) yang ada di Pekanbaru dengan tujuan untuk

Baik nilai sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan budaya bagi Bangsa Indonesia (Ivan Efendi, 2016). Demi melestarikan Cagar Budaya bangsa salah satunya adalah

Pola LE kutaneus (LE) sering disamakan dengan kelainan kulit LE yang spesifik sebagai istilah dari tiga kategori mayor dari kelainan kulit LE yang spesifik yaitu LE kutaneus

Karena hal itu, maka untuk mendukung supaya perkembangan IPTEK tidak mengarah kepada hilangnya budaya tradisional, dan hanya sebagai pemakai teknologi, maka langkah yang harus

 Fasilitas yang ada yaitu 36 ruang kelas, beberapa ruang dibangun bertingkat, ruang guru, ruang kepala sekolah, ruang wakil kepala sekolah, ruang tata usaha, ruang BK,

Sri Setyani, M.Hum Tulus Yuniasih, S.IP., M.Soc.Sc Dra.. Sri Setyani,