• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai wadah untuk

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai wadah untuk"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1.1. Latar Belakang

Pasar modal secara umum dapat diartikan sebagai wadah untuk bertemunya antara pemilik modal (investor) dan pihak yang membutuhkan modal (emiten). Saham merupakan salah satu instrumen keuangan yang paling sering diperdagangkan di pasar modal. Menurut Sunyoto (2013:119) saham adalah alat bukti kepemilikan atas asset suatu perusahaan yang menerbitkannya baik saham biasa (common stock) maupun saham preferen (preferred stock).

Tujuan para investor melakukan transaksi pada saham di pasar modal adalah untuk memperoleh keuntungan (return) yang optimal (Widayanti dan Haryanto, 2013). Return merupakan hasil yang diperoleh dari suatu kegiatan investasi. Return dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu: return realisasi (return yang sudah terjadi) dan return ekspektasi (return yang belum terjadi yang diharapkan di masa mendatang) (Jogiyanto, 2003:109). Salah satu alat pengukuran

return realisasi adalah return total.

Return total merupakan return keseluruhan dari suatu investasi dalam

periode tertentu. Return total terdiri dari capital gain dan yield (Jogianto,

2003:110). Yield merupakan komponen dari return yang mencerminkan aliran kas (pendapatan)yang diterima secara periodik dari investasi. Yield pada saham ditunjukkan dengan besarnya deviden yang diperoleh investor. Capital gain (loss) adalah kenaikan (penurunan) harga saham yang bisa memberikan keuntungan (kerugian) bagi investor (Tandelili, 2001:48).

(2)

Harga pasar saham yang semakin tinggi menunjukan bahwa saham tersebut sangat diminati oleh investor, karena dengan semakin tinggi harga saham maka akan menghasilkan capital gain yang semakin besar (Jogianto, 2009:200). Dan capital gain yang semakin besar tentu akan sangat berpengaruh pada tingkat keuntungan (return) yang akan diterima oleh para investor. Investor sangat berharap dapat memperoleh return yang optimal sebagai imbalan atas investasi yang dilakukannya. Namun fenomena yang terjadi di berbagai perusahaan, tidak mampu memberikan return yang optimal seperti yang diharapkan investor. Untuk itu para investor perlu melakukan analisis sebelum melakukan investasi di suatu perusahaan. Hal ini mengindikasikan bahwa ada faktor-faktor yang dapat mempengaruhi return tersebut. Dalam penelitian ini yang menjadi perhatian peneliti adalah return saham pada perusahaan wholesale dan retail trade yang telah go public.

Perusahaan ritel (retail trade) merupakan perusahaan yang bergerak di bidang perdagangan yang melakukan aktivitas penjualan langsung pada konsumen akhir. Masyarakat Indonesia lebih senang berbelanja di ritel modern karena faktor gengsi, kebersihan, kenyamanan dan kepraktisan, yang dapat memicu meningkatnya gairah berbelanja masyarakat menjadi konsumtif (Purnomo, Serfiyani dan Hariyani, 2013:213). Bisnis ritel modern digolongkan menjadi toko

modern (hypermarket, supermarket, departement store, minimarket dan lainnya)

dan pusat perbelanjaan (mall, plaza, square, dan trade center). Bisnis ritel modern di Indonesia saat ini berkembang semakin pesat seiring kemajuan perekonomian Indonesia. Sejak Desember 2011 Indonesia kembali pada status negara yang layak investasi (invesment grade) yang dulu lepas sejak tahun 1997 akibat krisis

(3)

ekonomi. Status sebagai negara layak investasi mendorong masuknya investasi asing ke dalam negeri dalam jumlah besar-besaran. Hal tersebut dapat terlihat dari banyaknya perusahaan ritel modern yang membuka cabang di berbagai daerah, sehinga memperketat persaingan diantara mereka, yang akan berpengaruh pada keuntungan yang diperoleh perusahaan dan tentu juga akan berdampak pada

return yang di terima para investor.

Sama halnya dengan perusahaan ritel perusahaan kategori wholesale aktivitas utamanya juga bergerak dibidang perdagangan. Wholesale adalah pegang besar (grosir) yang aktivitas utamanya adalah distributor jual beli dalam partai besar. Perdagang jenis ini melakukan transaksi bukan kepada pemakai akhir seperti halnya ritel, melainkan melakukan transaksi jual beli kepada pedagang lain yaitu pengecer atau kepada pemakai industri dalam jumlah besar. Perusahaan

wholesale dan retail trade telah mengalami perkembangan yang cukup pesat

dalam bidang perdagangan. Perkembangan tersebut membuat persaingan semakin ketat dan dituntut untuk dapat meningkatkan potensinya dan memanfaatkan peluang yanga ada secara efektif dan efesien dalam kegiatan operasionalnya, sehingga dapat meningkatkan kinerja perusahaan yang akan berpengaruh pada penilaian perusahaan dimata para investor. Hal inilah yang menjadi daya tarik peneliti untuk memilih objek pada perusahaan wholesale dan retail trade karena kedua jenis perusahaan ini sama-sama bergerak dalam bidang perdagangan, dan sektor ini memiliki prospek investasi yang cukup beresiko sehingga perlu adanya analisis yang mendalam dalam menilai return sahamnya. Berikut ini adalah gambaran pergerakan return saham beberapa perusahaan wholesale dan Retail

(4)

Tabel 1.1

Nilai Return Saham Pada Beberapa Perusahaan Wholesale dan Retail

Trade di BEI Periode 2009-2012

EMITEN PERRUSAHAAN THN H. SAHAM SEKARANG

H.SAHAM SEBELUMNYA

RETURN SAHAM Sub sektor : Wholesale

AIMS Akbar Indo Makmur Stimec Tbk 2009 115 137 -0,1606 2010 135 115 0,1739 2011 255 135 0,8889 2012 240 255 -0,0588 BMSR Bintang Mitra Semestaraya Tbk 2009 200 300 -0,3333 2010 265 200 0,3250 2011 210 265 -0,2075 2012 190 210 -0,0952 WICO Wicaksana Overseas International Tbk 2009 50 50 0,0000 2010 50 50 0,0000 2011 61 50 0,2200 2012 53 61 -0,1311

Sub sektor : Retail Trade

LPPF Matahari Departement Store Tbk 2009 700 50 13,0000 2010 2550 700 2,6429 2011 2400 2550 -0,0588 2012 2700 2400 0,1250

HERO Hero Supermarket

Tbk 2009 4000 4000 0,0000 2010 4300 4000 0,0750 2011 1100 0 4300 1,5581 2012 4325 11000 -0,6068

RALS Ramayana Lestari

Sentosa Tbk

2009 620 500 0,2400

2010 850 620 0,3710

2011 720 850 -0,1529

2012 1220 720 0,6944

Sumber:www.idx.co.id yang diolah 2013

Berdasarkan data pada Tabel 1.1 dapat dilihat pergerakan return saham pada perusahaan wholesale dan retail trade secara garis besar mengalami fluktuasi selama kurun waktu 2009-2012. Jika diperhatikan return saham tersebut mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2009 sebesar 13,00 pada perusahaan LPPF, dan diperoleh return saham terendah pada tahun 2012 sebesar -0,6068 pada perusahaan HERO. Hal ini menunjukkan bahwa return saham yang diharapkan

(5)

investor perlu dianalisis lebih lanjut mengenai beberapa faktor yang mempengaruhinya, agar prediksi investor dalam membeli saham perusahaan dapat menghasilkan return yang positif artinya terjadi peningkatan return yang akan diterima investor. Isu yang berkembang saat ini bisnis ritel modern di Indonesia sudah semakin menjamur hampir di seluruh wilayah Indonesia, sehingga menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Menurut Purnomo, Serfiyani dan Hariyani (2013:213) bisnis ritel sangat prospektif dan menjanjikan keuntungan yang tidak sedikit, sehingga memicu banyak pelaku usaha berlomba-lomba membangun bisnis ritel. Namun kenyataannya jika diperhatikan pada tabel 1.1

return yang diterima investor tidak stabil dan dapat pula ada pula tidak

meguntungkan. Hal ini tentu saja menjadi daya tarik peneliti untuk mengangkat masalah return saham pada perusahaan wholesale dan retail trade yang terdaftar di BEI.

Penelitian mengenai return saham telah banyak dilakukan oleh penelitian terdahulu dengan menggunakan faktor-faktor yang berbeda yang diduga dapat mempengaruhi return saham dengan hasil yang berbeda-beda pula, seperti penelitian: Arista dan Astohar (2012) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi return saham. Hasil risetnya menunjukkan bahwa Debt to Equity

Ratio (DER) berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Price Book Value (PBV) berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham,

sedangkan Return On Asset (ROA) dan Earning Per Share (EPS) berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap return saham. Begitu juga hasil dari penelitian yang dilakukan Susilowati dan Turyanto (2011) dari hasil penelitiannya mengenai reaksi signal rasio profitabilitas dan rasio solvabilitas terhadap return

(6)

saham hanya mampu membuktikan DER berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Variabel lain yang digunakannya yaitu EPS, Net Profit

Margin (NPM), ROA, dan Return On Equity (ROE) berpengaruh positif naum

tidak signifikan terhadap return saham.

Sugiarto (2010) juga melakukan riset tentang return saham dengan menggunakan variabel BETA, Size, DER dan PBV. Hasil risetnya membuktikan

Size dan PBV berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham.

Sedangkan BETA berpengaruh positif tetapi tidak signifikan dan DER berpengaruh negatif dan signifikan terhadap return saham. Hasil penelitian Hermawan (2012) yang melakukan penelitian mengenai return saham dengan menguji variabel DER, EPS, dan NPM. Dari hasil penelitiannya yang terbukti dapat mempengaruhi return saham secara positif dan signifikan hanya EPS.

Penelitian lain mengenai return saham, dilakukan oleh Sari dan Venusita (2013) dengan menggunakan variabel Economic Value Added (EVA), EPS, ROE, NPM terhadap return saham. Hasil penelitiannya hanya mampu membuktikan ROE berpengaruh positif dan signifikan terhadap return saham. Sedangkan variabel EVA dan NPM berpengaruh positif namun tidak signifikan.

Berdasarkan survey literatur diatas banyak faktor-faktor yang dapat mempengaruhi return saham. Menurut Samsul (2006:200), faktor-faktor yang mempengaruhi return saham terdiri atas faktor makro dan faktor mikro. Faktor makro adalah faktor yang berada di luar perusahaan seperti kurs, politik, dan inflasi. Fakto mikro merupakan faktor yang berasal dari dalam perusahaan itu sendiri seperti: laba bersih per saham, nilai buku per saham, rasio utang terhadap ekuitas dan rasio keuangan lainnya.

(7)

Penelitian ini akan menggunakan faktor mikro, dimana faktor mikro mampu mencerminkan kondisi perusahaan melalui analisis rasio-rasio keuangan yang secara rutin diterbitkan oleh emiten dalam laporan keuangan (Samsul, 2006:203). Rasio keuangan dianalisis dengan menggunakan informasi yang tertera dalam laporan keuangan. Laporan keuangan merupakan informasi penting yang dapat memprediksi laba saham melalui angka-angka yang ada dalam neraca, laporan laba rugi, perubahan modal dan arus kas. Analisis pada laporan keuangan disebut juga analisis fundamental.

Ada perbedaan kepentingan antara manajemen perusahaan dengan pihak investor dalam menganalisis rasio keuangan. Rasio likuiditas dan rasio aktivitas sangat penting bagi manajemen perusahaan untuk mengetahui besar kecilnya keuntungan yang diperoleh setiap bulannya tergantung pada pengelolaan dana likuiditas serta persediaan dan piutang. Tapi bagi investor yang terpenting adalah hasil pengelolaan bukan pada cara pengelolaannya. Karena tidak semua rasio keuangan yang dianalisis dari laporan keuangan tersebut dibutuhkan oleh para investor. Oleh sebab itu rasio yang penting bagi investor adalah laba usaha per saham, laba bersih per saham, dan nilai buku per saham (Samsul, 2006:204).

Maka penelitian ini menggunakan variabel fundamental dengan berfokus pada penggunaan faktor mikro dengan menggunakan variabel profitabilitas, struktur modal, Rasio Saham (Common Stock Ratios) dan ukuran perusahaan (size) serta menggunakan komisaris independen sebagai penerapan dari prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG).

Rasio profitabilitas sering digunakan sebagai indikator kinerja fundamental perusahaan yang mewakili kinerja manajemen. Rasio sangat penting

(8)

untuk diperhatikan para pemegang saham, sebab akan berdampak pada harga saham serta dividen yang akan diterima investor (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:64). Alat ukur profitabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah

Return On Equity (ROE). ROE adalah rasio yang digunakan untuk mengukur laba

bersih sesudah pajak dengan menggunakan modal sendiri. ROE yang semakin tinggi dari suatu perusahaan akan semakin menarik minat investor untuk berinvestasi di perusahaan tersebut, karena ROE perusahaan yang tinggi berarti

return yang akan diterima nantinya juga semakin besar. Hal ini diperkuat dari

hasil penelitian Sari dan Venusita (2013) membuktikan bahwa ROE berpengaruh signifikan terhadap return saham. Tetapi tidak begitu dengan hasil penelitian Susilowati dan Turyanto (2011) yang menyatakan ROE tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham. Hal ini lah menjadi alasan penggunaan ROE sebagai salah satu alat ukur variabel independen dalam penelitian ini sebab masih beragam hasil yang ditemukan para peneliti terdahulu.

Variabel lainnya yang digunakan dalam penelitian ini yaitu struktur modal. Struktur modal pada setiap perusahaan akan ditetapkan dengan memperhitungkan berbagai aspek atas dasar kemungkinan akses dana, keberanian perusahaan menanggung resiko, rencana strategis pemilik, serta analisis biaya dan manfaat yang diperoleh dari tiap sumber dana tersebut (Sugiarto, 2009:2). Struktur modal merupakan alat analisis solvabilitas yang dapat dilihat dari beberapa prespektif, salah satunya adalah dengan menganalisis prespektif perbedaan antara utang dan ekuitas yang disebut dengan Debt to Equity Ratio (DER). DER yang tinggi menunjukkan bahwa total hutang lebih besar dibanding modal sendiri. Rasio ini secara umum menunjukkan tentang kelayakan dan resiko keuangan suatu

(9)

perusahaan (Kasmir, 2012:158). Pemilihan variabel ini diperkuat oleh hasil riset Susilowati dan Turyanto (2011) yang menyatakan DER berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Sebaliknya hasil penelitian Anik dan Indriana (2010) menyatakan DER tidak berpengaruh signifikan return saham. Hal ini lah menjadi alasan penggunaan DER sebagai salah satu variabel independen dalam penelitian ini sebab masih beragam hasil penelitian sebelumnya.

Rasio Saham (Common Stock Ratios) merupakan rasio yang menunjukkan bagian dari laba suatu perusahaan, dividen, dan modal yang dibagikan pada setiap saham. Ada beberapa cara pengukuran rasio ini diantaranya Earning Per Share (EPS), Price Book Value (PBV) dan lain-lain (Fakhruddin dan Hadianto, 2001:66).

Komponen utama yang perlu diperhatikan dalam melakukan analisis perusahaan adalah EPS atau laba per lembar saham. EPS dapat menggambarkan besarnya laba bersih perusahaan yang siap untuk dibagikan pada semua pemegang saham (Tandelilin, 2001:241). EPS yang lebih tinggi akan menggambarkan prospek perusahaan lebih baik, yang berpengaruh terhadap harga saham dan return saham. Oleh karena itu para investor akan lebih tertarik untuk berinvestasi di perusahaan yang mempunyai EPS lebih tinggi. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian Hermawan (2012) membuktikan bahwa EPS berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Namun menurut hasil penelitian Sari dan Venusita (2013) EPS tidak berpengaruh signifikan terhadap return saham, begitu juga dengan hasil penelitian Susilowati dan Turyanto (2011). Hasil penelitian mengenai EPS masih beragam hal ini menjadi alasan penggunaan EPS sebagai salah satu variabel dalam penelitian ini.

(10)

Investor juga dapat menggunakan Price Book Value (PBV) sebagai indikator dalam pengambilan keputusan investasi. PBV merupakan rasio pasar yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja harga pasar saham terhadap nilai buku (Sugiarto, 2010). Tinggi atau rendahnya nilai PBV akan berpengaruh pada tinggi rendahnya harga saham suatu perusahaan. Dimana harga saham akan berdampak pada return yang akan diterima para investor. Hal ini diperkuat dari hasil penelitian Sugiarto (2010) yang membuktikan bahwa PBV berpengaruh positif signifikan terhadap return saham.

Variabel independen lain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu size (ukuran perusahaan). Besar kecilnya Ukuran (size) suatu perusahaan akan mempengaruhi kemampuan perusahaan dalam menanggung risiko yang mungkin timbul akibat berbagai situasi yang dihadapi perusahaan berkaitan dengan kegiatan operasinya. Size perusahaan dapat dilihat dari total aktiva perusahaan tersebut (Sunyoto, 2013:115). Perusahaan yang besar memiliki pertumbuhan yang relatif lebih besar dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil yang akan berpengaruh pada tingkat pengembalian (return) saham. Investor akan lebih berspekulasi untuk memilih perusahaan besar dengan harapan memperoleh keuntungan (return) yang besar pula. Hal ini diperkuat oleh hasil riset Sugiarto (2010) mampu membuktikan bahwa size suatu perusahaan berpengaruh positif terhadap return saham.

Penelitian ini menggunakan komisaris independen sebagai salah satu implementasi untuk mewujudkan prinsip-prinsip Good Corporate Governance (GCG). Menurut Riandi dan Siregar (2011) Peran dan tuntutan para investor dan kreditor asing mengenai penerapan GCG merupakan salah satu faktor dalam

(11)

pengambilan keputusan untuk berinvestasi pada suatu perusahaan. Dengan adanya komisaris independen pada suatu perusahaan diharapkan dapat bersikap netral terhadap segala kebijakan yang dibuat direksi untuk mendorong terciptanya iklim dan lingkungan kerja yang lebih obyektif, kewajaran dan kesetaraan di antara berbagai kepentingan termasuk kepentingan pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya. Menurut Anggitasari dan Mutmainah (2012) semakin besar proporsi komisaris independen, maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan semakin objektif. Pengambilan keputusan yang objektif ini dapat mempengaruhi harga saham perusahaan sehingga akan berdampak pada

return saham dan akan meningkatkan nilai suatu perusahaan.

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu yan telah dipaparkan di atas maka peneliti tertarik untuk mengangkat isu yang sama yaitu mengenai return saham dengan mengangkat judul penelitian: “Pengaruh Profitabilitas, Struktur Modal, Rasio Saham, dan Size Terhadap Return Saham Dengan Komisaris Independen Sebagai Variabel Moderating Pada Perusahaan Wholesale dan

Retail Trade di Bursa Efek Indonesia”.

1.2. Rumusan Masalah

Permasalahan yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah profitabilitas (ROE), struktur modal (DER), rasio saham (EPS dan PBV) dan size berpengaruh terhadap return saham baik secara simultan maupun parsial?

2. Apakah komisaris independen dapat memoderasi hubungan profitabilitas (ROE), struktur modal (DER), rasio saham (EPS dan PBV) dan size dengan

(12)

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian adalah sebagai berikut :

1. Membuktikan dan menganalisis pengaruh profitabilitas (ROE), struktur modal (DER), rasio saham (EPS dan PBV) dan size berpengaruh terhadap

return saham baik secara simultan maupun parsial.

2. Membuktikan dan menganalisis pengaruh komisaris independen terhadap hubungan profitabilitas (ROE), struktur modal (DER), rasio saham (EPS dan PBV) dan size.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain :

1. Untuk menambah dan mengembangkan wawasan pengetahuan peneliti khususnya mengenai pengaruh profitabilitas, struktur modal, rasio saham dan

size berpengaruh terhadap return saham.

2. Diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan bagi investor maupun calon investor dalam memilih investasi yang tepat khususnya pada saham.

3. Sebagai bahan referensi peneliti selanjutnya, khususnya penelitian yang berkaitan dengan masalah yang sama sehingga hasilnya lebih baik dan dapat diterapkan secara operasional di lapangan.

1.5. Originalitas

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat replikasi dari penelitian Arista dan Astohar (2012) yang meneliti tentang “Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Return Saham (Pada Perusahaan Manufaktur Yang Go Public di BEI periode 2005-2009)”. Yang menggunakan variabel ROA, DER, EPS dan

(13)

PBV. Dari hasil penelitiannya membuktikan bahwa PBV berpengaruh positif signifikan terhadap return saham.

Perbedaan penelitian yang sekarang yaitu alat ukur untuk profitabilitas menggunakan ROE dari penelitian sebelumnya menggunakan ROA dan menambah variabel Size sebagai variabel independen dengan alasan bahwa menurut Sugiarto (2010) dan Suharyoko (2009) yang menyatakan bahwa size berpengaruh positif signifikan terhadap return saham. Dimana para investor berspekulasi bahwa ukuran perusahaan (size) mempengaruhi tingkat pertumbuhan perusahaan dan resiko yang akan berdampak pada tingkat pengembaliannya (return) yang akan di peroleh investor.

Selain menguji pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, penelitian ini juga menggunakan variabel moderating yaitu komisaris independen, yang diduga juga memiliki pengaruh terhadap return saham. Sebab komisaris independen merupakan salah satu cara dalam menerapkan prinsip-prinsip GCG, dimana informasi mengenai penerapan GCG pada suatu perusahaan akan meningkatkan kepercayaan para investor pada emiten. Alasan utama menggunakan komisari independen sebagai variabel moderaring yaitu menurut pendapat Anggitasari dan Mutmainah (2012) semakin besar proporsi komisaris independen, maka kemampuan dewan komisaris untuk mengambil keputusan semakin objektif. Pengambilan keputusan yang objektif, dapat mempengaruhi harga saham perusahaan, harga saham tentu akan mempengaruhi return saham yang diterima investor.

Jenis perusahaan yang dipilih juga berbeda yaitu penelitian sebelumnya pada perusahaan manufaktur yang go public di BEI periode 2005-2009 sedangkan

(14)

penelitian yang sekarang pada perusahaan wholesale dan retail trade yang terdaftar di BEI periode 2008-2012. Beberapa tahun terakhir menjadi fenomena Indonesia menempati peringkat ketiga sebagai negara yang memiliki pertumbuhan bisnis ritel terbaik di Asia setelah India dan China, hal itu sesuai dengan hasil survei yang dilakukan perusahaan konsultan manajemen global AT kearney dalam laporan Global Ritail Development Index (GRDI) pada tahun 2011 (Purnomo, Serfiyani dan Hariyani, 2013:1). Peneliti memilih sektor ini dengan alasan isu yang berkembang saat ini bisnis ritel modern di Indonesia sudah semakin menjamur hampir diseluruh wilayah Indonesia, sehingga menyebabkan persaingan yang semakin ketat. Tingginya tingkat persaingan menyebabkan sejumlah pelaku bisnis ritel modern melakukan berbagai upaya dalam mengelola dan mengembangkan usahanya. Begitu juga dengan perusahaan wholesale merupakan sektor yang memiliki prospek investasi yang cukup beresiko sehingga perlu adanya analisis yang mendalam dalam menilai return sahamnya. Untuk lebih jelasnya perbedaan tersebut dapat dilihat pada ringkasantabel berikut ini:

Tabel 1.2

Originalitas Penelitian

Jenis Penelitian saat ini (2014) Penelitian sebelumnya (2012) Variabel

Dependen (Y)

Return Saham Return Saham

Variabel Independen

(X)

Profitabilitas (ROE) Struktur Modal (DER) Rasio Saham (EPS) Rasio Saham (PBV) Size

Return On Asset (ROA) Debt to Equity Ratio (DER) Earning Per Share (EPS) Price to Book Value (PBV)

Variabel Moderating

(Z)

Komisaris Independen

-Lokasi Perusahaan wholesale dan Retail Trade yang terdaftar di BEI periode 2008-2012

Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI periode 2005-2009

Populasi Perusahaan wholesale dan Retail Trade sebanyak 26 perusahaan dengan time series 5 tahun sehingga jumlah 130 data.

Perusahaan Manufaktur yang sebanyak 114 perusahaan yang dijadikan sebagai data. Alat Uji

Statistik

Uji regresi berganda dan uji moderating residual dengan menggunakan SPSS

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan pengetahuan peneliti, selama ini belum ada penelitian yang serupa ataupun sama dengan yang akan dilakukan oleh peneliti yaitu mengenai pengaruh hipnoterapi

Pada penelitian ini dapat kami simpulkan bahwa Karakteristik nilai fungsi penghidu pada hampir seluruh subyek rinosinusitis kronis di RSUP Wahidin Sudirohusodo berdasarkan

Perekaman Suara Secara Langsung Penderita Polip Pita Suara Berdasarkan analisa pemilihan operator terbaik yaitu XL, maka dilakukan analisa pada setiap kelainan pita

• Pada strategi ini penambahan produk baru dari jenis (line of business) yang berbeda untuk konsumen yang lama9. •

Stasiun penerima medan magnet petir dipasang minimal 2 stasiun atau lebih, gunanya agar masing-masing dari stasiun penerima petir tersebut dapat membandingkan sinyal

Bentuk kurva gabungan fungsi sinus ditentukan juga oleh jumlah komponen sinus yang terlibat Komponen-komponen sinus yang terlibat dalam pembentukan gelombang gabungan disebut

KARAKTERISTIK TRANSLA BUKAN “IPS”nya Teknik BUKAN “IPS”nya Teknik BUKAN “Soft” (Kerja Kantoran) BUKAN “Soft” (Kerja Kantoran) BUKAN “Manajemen ” BUKAN

Disamping hak-hak tenaga kerja perempuan yang telah disebutkan di atas terdapat pula beberapa haknya seperti (1) meminta kepada pemimpin atau pengurus perusahaan tersebut