• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Tribolium castaneum (Herbst)"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Triboliumcastaneum (Herbst)

Serangga T. castaneum termasuk ordo Coleoptera dan famili Tenebronidae. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago. Serangga ini merupakan hama sekunder yang bersifat kosmopolitan dan termasuk external

feeder pada tepung dan serealia lain (Haines 1991). Menurut Munro (1966) dan

Ress (2004), Tribolium spp. merupakan serangga yang paling banyak terdapat pada penyimpanan serealia.

Tribolium castaneum merupakan salah satu spesies serangga hama penting

di daerah tropika. Serangga ini merupakan hama yang paling banyak ditemukan di gudang penyimpanan biji-bijian serealia, khususnya pada produk olahan seperti tepung dan beras giling. Bahan pangan yang terserang berat biasanya tercemar oleh benzokuinon (ekskresi T. castaneum) sehingga tidak layak untuk dikonsumsi (Sunjaya & Widayanti 2006).

Tribolium castaneum dikenal sebagai kumbang tepung (rust red flour beetle). Kumbang ini bertubuh pipih dan berwarna merah karat dengan panjang

tubuh 2,3 - 4,4 mm. Lama perkembangan serangga ini sangat bervariasi, antara lain bergantung pada suhu, kelembaban, dan jenis makanan. Pada kondisi optimum yakni suhu 35 0C dan kelembaban 75%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa mencapai 20 hari (Haines 1991). Kumbang betina meletakkan telur di antara butiran tepung, secara acak. Telur menempel pada tepung dan dilindungi oleh partikel – pertikel tepung. Kumbang betina dapat meletakkan telur sampai dengan 1000 telur selama masa hidupnya (Ress 2004).

Larva dan imago memakan bahan makanan yang sama. Larva serangga ini bertipe elateriform dan aktif bergerak mencari makan. Panjang larva T. castaneum sekitar 10 mm (Ress 2004). Selama masa pertumbuhannya larva mengalami pergantian kulit sebanyak 6 - 11 kali. Menjelang masa berkepompong larva akan naik ke permukaan bahan pangan yang diserang (Mangoendihardjo 1984). Pupa dapat ditemukan di antara komoditas yang diserang tanpa dilindungi kokon. Fase

(2)

telur dan pupa relatif singkat, lebih dari 60% dari siklus hidupnya dihabiskan sebagai larva (Ress 2004).

Kumbang ini mampu bertahan hidup pada bahan pangan dengan kadar air rendah dan terutama menimbulkan kerusakan pada serealia yang telah digiling, namun perkembanganbiakannya tidak cepat pada serealia yang berkadar air rendah, masih utuh dan bebas dari serpihan (Haines 1991).

Gambar 1 Imago T. castaneum

Pengendalian serangga T. castaneum yang sering dilakukan di gudang penyimpanan beras yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.

Rhyzopertha dominica (Fabricius)

Serangga R. dominica termasuk ordo Coleoptera dan famili Bostrychidae. Serangga ini mengalami metamorfosis sempurna (holometabola) yaitu perkembangannya melalui fase telur, larva, pupa, dan imago (Haines 1991). Serangga ini termasuk hama primer dan banyak ditemukan di daerah tropika dan subtropika, namun daerah hangat lebih disukai. Rhyzopertha dominica dapat menyerang serealia yang masih utuh. Selain menyerang serealia, serangga ini juga dapat menyerang gaplek (Sunjaya & Widayanti 2006).

Tanda serangan R. dominica pada gabah adalah adanya serbuk gerek yang ditemukan di sekitar gabah tersebut dan kumbang yang terbang dari tumpukan gabah tersebut menuju ke arah cahaya. Selain itu, material yang diserang menjadi berlubang-lubang dan menghasilkan banyak serbuk atau tepung hasil gerekan.

(3)

Serangan kumbang ini dapat meningkatkan temperatur sehingga memicu pertumbuhan cendawan (Harahap 2009).

Rhyzopertha dominica dikenal sebagai kumbang bubuk gabah (lesser grain borer). Kumbang ini banyak ditemukan pada penyimpanan gabah. Fase larva dan

imago memakan bahan yang sama. Serangga dewasa melubangi biji-bijian dan membuat lubang yang bentuk nya tidak beraturan sehingga menghasilkan bubuk dalam jumlah yang banyak. Imago berbentuk silindris, panjang 2 - 3 mm, dan berwarna coklat gelap sampai hitam, tepi elitra paralel, kepala menekuk ke bawah; tidak terlihat dari arah dorsal, antena capitate dengan tiga ruas terakhir membentuk bendolan, pada sisi depan pronotum terdapat barisan duri-duri halus (Harahap 2009).

Telur diletakkan pada celah-celah di permukaan biji. Larva dan pupa terdapat di dalam biji. Fase larva lebih cepat berkembang pada biji-bijian yang masih utuh daripada tepung. Larva kumbang ini berwarna putih sampai kuning pucat. Larva kumbang ini berbentuk seperti huruf C (seperti larva kumbang penggerek batang). Pupa R. dominica berukuran hampir 2 mm, berwarna putih sampai hijau pucat (Munro 1966). Kondisi optimum untuk perkembangannya adalah pada suhu 34 0C dan kelembaban 70%. Pada suhu 25 0C imago betina dapat bertelur rata-rata 244 butir dan 418 butir pada suhu 34 0C (Sunjaya & Widayanti 2006). Pada kondisi lingkungan yang mendukung perkembangannya adalah tempat penyimpanan yang tertutup dengan bebijian yang ditimbun dalam jumlah banyak untuk waktu yang lama. Kumbang ini menyukai tempat yang berada di bagian bawah tumpukan bahan simpanan (Vardeman et.al 2007).

(4)

Pengendalian serangga R. dominica yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.

Cryptolestes spp.

Serangga ini bersifat kosmopolitan, banyak ditemukan di daerah tropika. Kumbang Cryptolestes spp. termasuk hama sekunder, banyak ditemukan dan dapat menyerang produk biji-bijian yang berminyak (oilseed cake), serealia, kacang tanah, tepung serealia, dan gaplek. Komoditi yang diserang Cryptolestes

ferrugineus menjadi berlubang-lubang (Sunjaya & Widayanti 2006).

Serangga ini berukuran kecil (1,5 - 2 mm), berbentuk pipih, berwarna coklat terang, panjang toraks dan kepala hampir separuh daripada panjang tubuh, tipe antena filiform dan panjang. Antena serangga betina lebih pendek daripada jantan. Spesies kumbang ini hanya dapat dibedakan dari alat kelaminnya melalui pembedahan. Fase larva dapat memakan bagian lembaga (germ) dari biji-bijian sehingga dapat mengurangi persentase perkecambahan, menyebabkan susut berat, nutrisi dan susut kualitas. Pada kondisi optimum, yakni suhu 33 0C dan kelembaban 70%, lama perkembangan C. ferrugineus dari telur hingga dewasa adalah 23 hari. C. pussilus (Schonherr) lebih menyukai kelembaban lebih tinggi daripada C. ferrugineus, yaitu pada suhu 33 0C dan kelembapan 80%, lama perkembangan dari telur hingga dewasa 27 - 30 hari. Imago betina dapat bertelur rata-rata 200 butir dan diletakkan di antara komoditas (Sunjaya & Widayanti 2006).

(5)

Gambar 3 Imago Cryptolestes spp.

Pengendalian serangga Cryptolestes spp. yang sering dilakukan di gudang penyimpanan yaitu dengan sanitasi gudang, mengatur sirkulasi udara, dan kelembaban gudang. Selain itu, pengendalian dilakukan dengan cara fumigasi.

Pemilihan Fosfin sebagai Fumigan

Fumigasi adalah suatu tindakan perlakuan terhadap suatu komoditi dengan menggunakan fumigan tertentu, didalam ruang kedap udara, pada suhu dan tekanan tertentu. Fumigan yang efektif untuk mengendalikan hama gudang adalah metil bromida (CH3Br) dan fosfin (PH3). Sejarah manajemen hama

mengungkapkan bahwa awal penggunaan metil bromida (CH3Br) sebagai fumigan

dilaporkan oleh Le Goupil (1932), Jones (1938), Brown (1954), Lindgren et.al (1954)., Monro dkk., (1961) dan Howe & Lubang (1966).Fosfin sebagai fumigan pertama kali digunakan pada tahun 1934 (Freyberg 1935) dan dilakukan pengembangan formulasi baru, yaitu tablet aluminium fosfida di Jerman pada tahun 1953 (Mordkovich 2004).

Metil bromida merupakan salah satu fumigan yang dipakai secara luas di seluruh dunia untuk mengendalikan organisme pengganggu (hama), khususnya di bidang pertanian. Penggunaan metil bromida di bidang pertanian, di gudang penyimpanan (pascapanen) serta untuk keperluan karantina dan prapengapalan (Quarantine and Pre-shipment, QPS) diperkirakan mencapai 97% dari total metil

(6)

bromida yang diproduksi. Metil bromida termasuk salah satu bahan perusak lapisan ozon (Hidayat 2009).

Sejak Montreal Protocol diberlakukan, fumigan dengan metil bromida tidak boleh digunakan lagi, kecuali untuk keperluan karantina dan prapengapalan karena belum ada alternatif penggantinya yang layak secara teknis dan ekonomis. Fumigasi dengan metil bromida dapat mengakibatkan kerusakan atau penurunan kualitas komoditas yang difumigasi. Selain itu, banyak negara mempersyaratkan fumigasi dengan fosfin karena fosfin tidak banyak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, khususnya kerusakan pada lapisan ozon. Perlakuan fumigasi dengan fosfin merupakan salah satu alternatif pengganti metil bromida yang umum digunakan dalam tindakan perlakuan fumigasi (DEPTAN 2007).

Umumnya fosfin digunakan dalam bentuk formulasi padat seperti aluminium fosfida dan magnesium fosfida. Suhu dan kelembaban tertentu diperlukan agar fosfin dapat menguap. Fosfin dalam bentuk formulasi magnesium fosfida dapat melepaskan fosfin lebih cepat dan dapat digunakan pada temperatur lebih rendah, misal 5 0C. Dalam perkembangannya fosfin juga diformulasikan dalam bentuk gas cair. Di Indonesia pernah dicoba penggunaan fosfin dalam formulasi gas cair, yaitu EcoFume. Hasil percobaan ini cukup baik, namun dirasa teknik ini agak sulit untuk dilakukan karena membutuhkan alat-alat tertentu, relatif mahal, dan ketersediaaannya terbatas. Oleh karena itu penggunaan fosfin dalam formulasi padat merupakan pilihan yang paling baik untuk saat ini. Selain mudah didapatkan juga mudah diaplikasikan digudang penyimpanan (Hidayat & Halid 2009).

Perlakuan dengan fosfin secara berulang-ulang relatif tidak meninggalkan residu pada komoditas. Sesuai dengan ketentuan Codex Alimentarius, batas residu untuk inorganic fosfin yang diperbolehkan pada biji-bijian belum diolah 0,1 mg/kg, dan 0,01 mg/kg pada biji-bijian yang telah diolah. Fumigasi dengan menggunakan fosfin harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimianya, serta dalam aplikasinya membutuhkan waktu yang lebih panjang dibandingkan dengan metil bromida. Untuk itu, yang perlu diperhatikan sebelum pelaksanaan fumigasi dengan fosfin adalah ketersedian waktu yang cukup untuk pelaksanaan fumigasi, kandungan air komoditas yang akan difumigasi, jenis komoditas, dan jenis

(7)

organisme pengganggu tumbuhan yang menjadi sasaran fumigasi (DEPTAN 2007).

Fumigasi dengan fosfin

Fumigasi dengan fosfin dapat dilaksanakan pada biji-bijian yang ditumpuk dalam bentuk curah (bulk storage) maupun pada tumpukan kemasan yang berisi biji-bijian (bagged stack stapel). Fosfin akan sangat efektif sebagai fumigan bila diaplikasikan dengan menggunakan fosfin dosis rendah dalam waktu fumigasi panjang. Periode pemaparan (exposure periode) sangat dipengaruhi oleh suhu. Suhu minimum untuk fumigasi fosfin adalah 15 0C dan pada suhu dibawah 20 0C waktu fumigasi yang direkomendasikan adalah 16 hari. Bahkan di daerah tropik yang bersuhu tinggi waktu fumigasi tidak boleh kurang dari 5 hari. Bila fumigasi dapat dilakukan selama tidak kurang dari 7 hari maka kemungkinan terjadinya kegagalan fumigasi dapat dikurangi.

Peralatan untuk mengukur konsentrasi fosfin baik dalam tumpukan maupun pada ruangan di sekitarnya untuk mengetahui apakah terjadi kebocoran pada sungkup fumigasi, yang banyak digunakan adalah detektor gas (misalnya “drager

tubes”) dan alat pengukur fosfin elektronik (“electronic meter”). Dengan “drager tubes” konsentrasi gas fosfin dapat diukur dengan cepat dan mudah. Sedangkan

“electronic meter” yang dilengkapi dengan sensor elektrochemical dapat menunda konsentrasi gas secara langsung dengan kisaran 0 – 2000 ppm dan ditampilkan secara digital. Fumigasi dapat dikatakan berhasil apabila konsentrasi fosfin tidak dibawah 150 ppm pada akhir hari ke lima fumigasi atau tidak dibawah 100 ppm pada akhir hari ke tujuh (WFP, 2003).

Karakteristik Fosfin

Fosfin memiliki nama kimia hidrogen fosfida dengan rumus kimia PH3

deskripsinya dapat dilihat pada Tabel 1. Pemilihan fosfin sebagai fumigan untuk produk makanan, olahan, biji-bijian dan sereal yang sensitif terhadap metil bromida, karena : (a) merupakan senyawa yang sangat toksik dan memiliki penetrasi yang baik serta seragam, (b) tidak memiliki efek aroma, warna, dan cita rasa terhadap komoditas yang difumigasi, (c) penyerapan oleh produk rendah.

(8)

Tabel 1 Deskripsi fumigan fosfin

No Deskripsi Fosfin

1. Rumus Kimia PH3

2. Bau Karbit/Bawang Putih

3. Titik Didih 87.40C

4. Titik Lebur 133.50C

5. Berat Molekul 34.04 g/mol

6. Gravity khusus a. Gas (Udara = 1) b. Liquid (Air 40C = 1)

1.2140 0.746-90

7. Panas Penguapan 102.6 cal/g

8. Titik Ledakan 1.79% diudara

9. Kelarutan dalam Air Sangat larut

10. Rekomendasi WHO/FAO

a. Biji-bijian yang belum diolah b. Biji-bijian yang telah diolah

0.1 ppm 0.01 ppm 11. Efek pada serangga

a. Telur b. Larva c. Pupa d. Dewasa

Syaraf dan Pernafasan Lambat

Cepat Lambat Cepat

12. Efek pada Lingkungan Tidak ada

13. Waktu pemaparan (Exposure time) Minimal 5× 24 jam atau sesuai spesifikasi produk 14. Faktor konversi (g/m3 ke ppm) 730

Sumber: Departemen Pertanian, 2007

Di dalam aplikasinya, pelaksanaan fumigasi dengan fosfin selain harus memperhatikan sifat-sifat fisik dan kimia fosfin di atas, harus diperhatikan juga sifat fosfin sebagai berikut : (a) pada konsentrasi di atas 1.8% volume di udara atau 25 g/m3 pada tekanan udara normal mudah meledak, (b) pada temperatur di atas 1000C (2120F) mudah terbakar dengan sendirinya, (c) mudah meledak bila terkena air, (d) bereaksi dengan tembaga/logam mulia atau bahan-bahan yang terbuat dari tembaga/logam mulia dan menyebabkan korosi pada temperatur dan kelembaban yang relatif tinggi.

Formulasi dan Bentuk Fosfin

Gas fosfin umumnya di formulasikan dalam bentuk alumunium fosfida (AlP) dan magnesium fosfida (Mg3P2). Pengeluaran gas fosfin dari formulasi

(9)

1. AlP + 3H2O Al (OH)3 + PH3

Alumunium + Uap air Alumunium + Fosfin

Fosfida hidroksida

2. Mg3P2 + 6H2O 3Mg (OH) 2 + 2PH3

Magnesium Uap air Magnesium + Fosfin

Fosfida hidroksida

Proses perubahan gas fosfin terjadi apabila alumunium fosfida atau magnesium fosfida bereraksi dengan uap air di udara. Pada proses tersebut selain gas fosfin dihasilkan juga senyawa alumunium hidroksida atau magnesium hidroksida. Senyawa-senyawa ini bersifat limbah dalam fumigan fosfin.

Pada senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida ditambahkan bahan pelapis untuk memperlambat terjadinya pelepasan gas dan untuk mencegah terjadinya akumulasi konsentrasi yang tinggi di udara yang dapat mengakibatkan terjadinya kebakaran. Bahan pelapis yang digunakan adalah lilin parafin dan lapisan matric plastic. Pada umumnya senyawa alumunium fosfida atau magnesium fosfida mulai bereaksi setelah 2 – 4 jam dan dekomposisi sempurna akan terjadi setelah 72 jam pada temperatur dan kelembaban yang sesuai. Pada temperatur dan kelembaban yang lebih rendah dekomposisi akan lebih lama sekitar 120 jam. Bentuk formulasi Fosfin antara lain dapat berupa pelet, tablet, plate, dan bags dengan jumlah kandungan fosfin yang berbeda-beda, sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 2 di bawah ini.

Tabel 2 Bentuk formulasi dan kandungan bahan aktif Fosfin Bentuk

formulasi

Berat per satuan formulasi

Berat bahan aktif (fosfin) per satuan formulasi

Pelet 0.6 gram 0.2 gram

Tablet 3.0 gram 1.0 gram

Plate 117.0 gram 33.0 gram

Bags 34.0 gram 11.3 gram

Strips 2340.0 gram 660.0 gram Sumber : Departemen Pertanian, 2007

Gambar

Gambar 1    Imago T.  castaneum
Gambar 2  Imago R. dominica
Gambar 3    Imago Cryptolestes spp.
Tabel 1    Deskripsi fumigan fosfin

Referensi

Dokumen terkait

Sensor adalah peralatan yang digunakan untuk mendeteksi ataupun mengukur ukuran dari sebuah objek penelitian, yaitu dengan mengubah besaran fisik atau kimia

Debt to Equity Ratio (DER) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya proporsi utang terhadap modal dan untuk mengetahui besarnya perbandingan antara

Maintenance adalah semua kegiatan yang berhubungan untuk mempertahankan suatu mesin/peralatan agar tetap dalam kondisi siap untuk beroperasi, dan jika terjadi

Sensor yang digunakan untuk mengukur besar getaran yaitu sensor piezo Vibration Meas, sensor level air untuk mengetahui apakah air akan surut secara tiba-tiba, pompa

Kelompok Pengukuran Nilai Pelanggan (Customer Value Proposition). Kelompok pengukuran ini digunakan untuk mengetahui bagaimana perusahaan mengukur nilai pasar yang

Dengan adanya pertukaran udara yang terjadi, maka konsentrasi udara dalam ruangan yang sudah jenuh dapat dinetralkan kembali dengan adanya udara segar dari

Failure Analysis (Analisa Kegagalan) adalah suatu kegiatan yang ditujukan untuk mengetahui penyebab terjadinya kerusakan yang bersifat spesifik dari peralatan utama,

Metode titrasi Karl Fischer biasanya digunakan untuk mengukur kadar air sampel yang mengandung gula dalam jumlah cukup tinggi atau konsentrasi yang tinggi pada gula dan