• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kebiasaan Makan Ikan Lemeduk (Barbonymus Schwanenfeldii) di Sungai Tamiang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kebiasaan Makan Ikan Lemeduk (Barbonymus Schwanenfeldii) di Sungai Tamiang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

379

Kebiasaan Makan Ikan Lemeduk (Barbonymus Schwanenfeldii) di

Sungai Tamiang, Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang,

Provinsi Aceh

Feeding Behaviour of Lemuduk Fish (Barbonymus Schwanenfeldii)

in Sekerak River Tamiang District, Aceh Province

Raja Hendra Gunawan*, Zainal. A. Muchlisin, Siska Mellisa,

Program Studi Budidaya Perairan Fakultas Kelautan dan Perikanan Universitas Syiah Kuala Darussalam, Banda Aceh.

*Email korespendensi: rajahendragunawan@gmail.com

ABSTRACT

Study on feed habit of lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) was conducted in Aceh Tamiang district on October, 2016. The objective of the present study was to determine feed habit of lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) as the basis for the development of aquaculture. Purposive sampling method was conducted by investigating river based on 3 different habitats include natural habit, oil palm plantation area and settlements region. Cast net (mesh size of 1 inch) were used to catch the fish samples, then samples were preserved using 10% formalin. Lemeduk caught during the study amounted to 152 samples, where 140 samples filled food and 12 samples were empty. The results of the analysis of stomach found lemeduk eat grass, lichens, seeds, worms and insects. Based on the analysis of IP (index of prepoderance) value of all types of feed and analytical results between the length of the colon compared to the total length of the body showed that lemeduk classified omnivore. The results of the analysis based on the length of the class can be concluded that there is no difference in the composition of the food in all classes of length. The results of the analysis based on the location of this study concluded that there is no difference in the type of food.

Keywords: Lemeduk, feeding habit, omnivorous, Tamiang ABSTRAK

Penelitian tentang kebiasaan makan ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) telah dilakukan di Kabupaten Aceh Tamiang pada bulan Oktober 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) sebagai dasar pengembangan budidaya. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah survey purposive, dimana lokasi penyamplingan dibagi atas 3 habitat yang berbeda meliputi habitat alami, kawasan perkebunan sawit dan kawasan pemukiman penduduk. Penangkapan ikan dilakukan menggunakan alat tangkap jala (ukuran mata jaring 1 inch), kemudian ikan yang tertangkap diawetkan menggunakan larutan formalin 10%. Ikan lemeduk yang tertangkap selama penelitian berjumlah 152 ekor, dimana 140 ekor ikan terisi makanan dan 12 ekor kosong. Hasil analisis isi lambung ditemukan ikan lemeduk memakan rumput-rumputan, lumut, biji-bijian, cacing dan serangga. Berdasarkan analisis nilai IBT dari semua jenis makanan dan hasil analisis antara panjang usus berbanding panjang total tubuh menunjukkan bahwa ikan lemeduk tergolong jenis omnivora. Hasil analisis berdasarkan kelas panjang dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan komposisi

(2)

380

makanan pada semua kelas panjang. Hasil analisis berdasarkan lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan jenis makanan.

Kata kunci: Ikan lemeduk, kebiasaan makan, omnivora, Tamiang PENDAHULUAN

Provinsi Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang kaya akan sumberdaya perikanan air tawar. Provinsi ini memiliki perairan umum daratan sebesar 70.000 Ha termasuk 73 sungai-sungai besar, namun potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal (Muchlisin, 2011). Salah satu sungai besar yang terdapat di Provinsi Aceh adalah Sungai Tamiang. Perairan sungai ini merupakan sungai utama yang memproduksi ikan air tawar di Kabupaten Aceh Tamiang.

Ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) adalah salah satu sumber daya perikanan air tawar yang terdapat di Perairan Sungai Tamiang. Nama lain ikan ini sering disebut ikan lampam, ikan tengadak, kapiek, kapiat, lempem, lempam dan nama international disebut tinfoil barb. Ikan lemeduk mempunyai ciri-ciri bentuk tubuh pipih dan berwarna putih keperak-perakan, sirip punggung berwarna merah bercampur hitam pada ujungnya, sirip dada, sirip perut dan sirip dubur berwarna merah, sirip ekor berwarna merah bercampur orange dengan pinggiran bergaris hitam dan putih (Kottelat dan Whitten, 1993).

Ikan lemeduk memiliki rasa yang gurih sehingga sangat digemari oleh masyarakat dan bernilai ekonomis, harga pasar yaitu berkisar Rp 40.000 – Rp 50.000 perkilogram, menjadikan ikan ini sebagai target utama penangkapan untuk memenuhi permintaan pasar ikan lemeduk. Alat tangkap yang digunakanpun beragam, antara lain jala, “gontang”, jaring insang (gill net), pancingan, bahkan ada juga masyarakat yang menggunakan racun. Kondisi ini dapat mengancam populasi ikan lemeduk di alam. Ancaman terhadap populasi ikan lemeduk semakin meningkat akibat berbagai aktifitas manusia di sepanjang Sungai Tamiang diantaranya pemukiman penduduk, perkebunan dan pertambangan (Galian C). Oleh karena itu, diperlukan langkah-langkah pengembangbiakan ikan lemeduk, baik untuk tujuan budidaya maupun konservasi, untuk mendukung tujuan tersebut diperlukan serangkaian penelitian termasuk tentang kebiasaan makannya.

Makanan merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan ikan. Effendie (2002) menjelaskan tentang kebiasaan makan ikan sebagai kuantitas dan kualitas makanan yang dimakan oleh ikan, sedangkan kebiasaan cara memakan diartikan sebagai waktu, tempat dan cara bagaimana makanan itu didapatkan oleh ikan di suatu perairan. Informasi tentang kebiasaan makan mendeskripsikan secara kuantitatif makanan utama, pelengkap, tambahan dan pengganti dari ikan lemeduk (Setiawan, 2007). Ikan dengan jenis yang sama, tetapi hidup di perairan yang berbeda, maka sifat kebiasaan makanannya akan berbeda (Nyunja et al., 2002).

Oleh karena itu, kajian mengenai kebiasaan makan sangat dibutuhkan dalam pengelolaan sumberdaya hayati ikan lemeduk, terutama untuk pengembangan teknologi pakan sehingga mendukung sistem budidayanya dimasa mendatang. Kajian mengenai kebiasaan makan ikan di perairan Aceh dilakukan pada beberapa spesies, diantaranya pada ikan cakalang Katsuwonus pelamis dan tongkol Auxis thazard (Azwir et al., 2004), Tor tambra (Muchlisin et al., 2015), ikan depik Rasbora tawarensis dan ikan kawan Poropuntius tawearensis (Muchlisin et al., 2015), ikan julung-julung Dermogenys sp. (Zuliani et al., 2016), dan ikan lontok Ophiocara

(3)

381

porocephala (Syahputra et al., 2016). Namun demikian, sampai saat ini belum pernah dilakukan penelitian tentang kebiasaan makan ikan lemeduk di Sungai Tamiang. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kebiasaan makan ikan lameduk B. schwanenfeldii di Sungai Tamiang Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh.

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat

Penelitian akan dilakukan di Perairan Sungai Aceh Tamiang. Sungai ini melintasi beberapa desa di Kecamatan Sekerak, Kabupaten Aceh Tamiang, Provinsi Aceh. Adapun lokasi penangkapan dilakukan di tiga lokasi berbeda yang sesuai dengan perbedaan habitat perairannya. Lokasi I (tipe habitat alami), Lokasi II (tipe habitat kawasan perkebunan sawit) dan Lokasi III (tipe habitat kawasan pemukiman penduduk). Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober 2016 atau selama satu bulan. Selanjutnya pengamatan kebiasaan makan dilaksanakan di Laboratorium Biologi Laut, Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah kuala.

Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode purposive sampling pada lokasi – lokasi yang telah ditentukan yaitu , lokasi I (tipe habitat alami atau lokasi yang jauh dari aktifitas manusia), lokasi II (tipe habitat kawasan perkebunan sawit atau lokasi yang dekat dengan perkebunan kelapa sawit di pinggiran sungai) dan lokasi III (tipe habitat kawasan pemukiman penduduk atau lokasi yang sangat dekat dengan aktifitas warga yang masih memanfaatkan sungai dalam kehidupan sehari-hari).

Pengambilan ikan sampel dilakukan satu hari untuk satu lokasi dimana satu lokasi dilakukan empat kali penyamplingan. Dengan demikian dibutuhkan waktu 3 hari dalam seminggu untuk tiga lokasi atau 12 hari dalam sebulan.

Pengambilan sampel ikan

Ikan sampel ditangkap dengan menggunakan alat tangkap jala dengan spesifikasi mesh size 1” dan sebuah perahu berkapasitas empat orang berpenggerak mesin dan dayung untuk mencapai lokasi penangkapan.

Ikan sampel yang tertangkap terlebih dahulu diukur panjang total (TL) tubuhnya dengan menggunakan alat ukur jangka sorong digital dan ditimbang beratnya dengan menggunakan timbangan digital, selanjutnya diawetkan dengan direndam pada larutan formalin 10%. Sampel tersebut selanjutnya akan diamati lebih lanjut di laboratorium.

Pengamatan laboratorium.

Pengamatan terhadap kebiasaan makan ikan dimulai dari pembedahan ikan sampel dan dikeluarkan saluran percernaannya. Selanjutnya saluran pencernaan tersebut diukur panjang dan ditimbang beratnya, kemudian saluran pencernaan dibedah dan dikeluarkan isinya untuk dipisahkan menurut jenis makanan. Jenis makanan tersebut diamati secara langsung untuk diidentifikasi jenis makanan yang dimakan oleh ikan tersebut. Setiap jenis makanan dihitung frekuensi kejadian dan diukur volumenya dengan menggunakan silinder glass 5 ml.

(4)

382

Parameter Penelitian

Metode Indeks Bagian Terbesar

Perhitungan Indeks Bagian Terbesar (IBT) dilakukan untuk mengetahui komposisi jenis makanan yang dimakan oleh ikan. Indeks Bagian Terbesar merupakan gabungan dari dua metode yaitu frekuensi kejadian dan metode volumetrik (Natarajan dan Jhingran, 1961), dengan rumus sebagai berikut :

IBT = X 100

Dimana,

IBT = Indeks of preponderance atau Indeks Bagian Terbesar (%), Vi = persentase volume satu jenis makanan (%),

Oi = persentase frekuensi kejadian satu jenis makanan (%), ∑Vi x Oi = jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan.

Effendie (2002) menyatakan bahwa berdasarkan nilai Indeks Bagian Terbesar (IBT) dapat membedakan makanan ikan menjadi tiga golongan, yaitu makanan utama (nilai IBT > 25%), makanan pelengkap (nilai IBT > 4 – 25%) dan makanan tambahan (nilai IBT < 4 %).

Adapun untuk menentukan persentase volume suatu jenis makanan mengacu pada Biswas (1993), dengan rumus :

Vi = x 100 Dimana,

Vi = persentase satu jenis makanan (%), vi = volume satu jenis makanan (ml) dan vt = volume total semua jenis makanan (ml).

Metode frekuensi kejadian mengacu pada Effendie (1979), dengan rumus sebagai berikut :

Vi = x 100 Dimana,

Vi = frekuensi kejadian,

Ni = jumlah total satu jenis makanan dan I = total lambung yang berisi makanan.

Analisis kebiasaan makanan berdasarkan perbandingan antara panjang alat pencernaan dengan panjang total

Sifat kebiasaan makan ikan dapat ditentukan dari perbandingan panjang alat pencernaan dengan panjang total (TL) tubuhnya. Haloho (2008) menyatakan bahwa ikan herbivora memiliki saluran pencernaan yang panjangnya bisa mencapai berkali-kali lipat dibandingkan panjang total tubuhnya, ikan omnivora memiliki panjang saluran pencernaan yang hampir sama dengan panjang total tubuhnya, sedangkan ikan karnivora memiliki panjang saluran pencernaan yang lebih pendek dibandingkan dengan panjang total tubuhnya.

(5)

383

Analisis kebiasaan makan berdasarkan kelas panjang

Perubahan ukuran ikan mempengaruhi jenis makanan yang dimakan oleh ikan. Dari hasil analisis berdasarkan kelas panjang, maka akan didapatkan perbedaan komposisi makanan yang dimakan oleh ikan di tiap kelas. Menurut Zuliani et al. (2016), jenis makanan yang dimakan oleh ikan tergantung pada ukuran ikan dimana adaptasi fisiologisnya akan berbeda antara ikan kecil dengan ikan yang besar.

Penentuan kelompok ukuran panjang ditentukan dengan menghitung selang kelas ukuran ikan berdasarkan ukuran panjang total yang mengacu pada perhitungan Walpole (1995), dengan rumus :

N = 1 + 3,32 Log n

W = Lmax – Lmin

LK = W / N

Dimana,

Lmax = Panjang total ikan terbesar, Lmin = Panjang total ikan terkecil, LK = Lebar kelas,

W = Selisih antara panjang maksimum dengan minimum, N = Jumlah kelas dan n = Jumlah ikan.

Analisis kebiasaan makan berdasarkan perbedaan habitat.

Lokasi pengambilan sampel dibagi menjadi tiga lokasi yaitu Lokasi I (tipe habitat alami), Lokasi II (tipe habitat kawasan perkebunan sawit) dan Lokasi III (tipe habitat kawasan pemukiman penduduk). Dari hasil analisis perbedaan lokasi, maka dapat dilihat ada tidaknya perbedaan komposisi makanan antara satu habitat dengan habitat lainnya.

Analisis Data

Data yang diperoleh ditabulasikan dalam bentuk tabel, selanjutnya dianalisis secara deskripsi dengan menghubungkan data dengan kondisi lapangan dan referensi-referensi yang terkait.

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil

Hasil sampling selama satu bulan diperoleh ikan sampel sebanyak 152 ekor yang berasal dari lokasi I sebanyak 51 ekor, lokasi II 50 ekor dan 51 ekor dari lokasi III. Kisaran panjang total antara 12 – 37 cm dan bobot tubuh 10 – 690 gram. Berdasarkan kisaran panjang total dibuat sembilan kelas panjang. Jumlah ikan yang tertangkap paling banyak terdapat pada kelas panjang 15,1 – 18,0 cm berjumlah 66 ekor. Jumlah ikan paling sedikit tertangkap pada kelas panjang 30,1 – 33,0 cm berjumlah satu ekor, sedangkan pada kelas panjang 36,1 – 39,0 cm yang ukurannya paling besar berjumlah dua ekor (Tabel 1).

Tabel 1 Jumlah ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) berdasarkan kelas panjang pada habitat alami, habitat perkebunan sawit dan habitat pemukiman penduduk

Kelas Panjang (cm) Jumlah Ikan (ekor)

12,0 – 15,0 36

(6)

384 18,1 – 21,0 25 21,1 – 24,0 10 24,1 – 27,0 6 27,1 – 30,0 4 30,1 – 33,0 1 33,1 – 36,0 2 36,1 – 39,0 2

Hasil analisis isi lambung pada 152 ekor ikan sampel dimana 140 ekor lambungnya berisi makanan dan 12 ekor lambung kosong. Jenis makanan yang ditemukan dari saluran pencernaan ikan lemeduk terdiri dari rumput-rumputan, lumut, biji-bijian, cacing dan serangga. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumput-rumputan merupakan jenis makanan yang paling sering ditemukan pada saluran pencernaan ikan lemeduk di semua lokasi sampling (Tabel 2). Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai IBT jenis makanan pada semua lokasi cenderung sama dengan persentase yang berbeda. Rumput-rumputan sebagai nilai tertinggi, cacing sebagai urutan kedua, lumut sebagai urutan ketiga, biji-bijian sebagai urutan keempat dan serangga dengan nilai paling rendah (Tabel 4). Berdasarkan kisaran panjang total dihasilkan sembilan kelas panjang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis rumput-rumputan memiliki nilai yang tertinggi di setiap kelas panjang. Pada kelas panjang 30,1 – 33,0, 33,1 – 36,0 dan 36,1 – 39,0, semua jenis makanan memiliki nilai 100% atau berada pada tiap lambung ikan di kelas tersebut (Tabel 5).

Tabel 2. Frekuensi kejadian makanan ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) berdasarkan lokasi sampling

Jenis makanan Habitat alami Habitat perkebunan sawit Habitat pemukiman penduduk N= 47 N = 43 N = 50

Frekuensi kejadian (Oi)

N Oi (%) N Oi (%) N Oi(%) Rumput 35 74,5 33 76,7 39 78 Lumut 19 40,4 25 58,1 23 46 Biji-bijian 11 23,4 12 27,9 11 22 Cacing 24 51,1 20 46,5 25 50 Serangga 9 19,1 11 25,6 5 10

Tabel 3. Volumetrik jenis makanan ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) berdasarkan lokasi sampling. Jenis makanan Volumetrik (%) pada habitat alami Volumetrik (%) pada habitat perkebunan sawit Volumetrik (%) pada habitat pemukiman penduduk Rumput 48,6 52,6 53,1 Lumut 16,2 15,1 20,6 Biji-bijian 8,3 5,2 7,5 Cacing 21,3 23,5 17,1 Serangga 5,5 3,5 1,8

Tabel 4. Indeks Bagian Terbesar (IBT) ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) berdasarkan lokasi sampling

(7)

385 Jenis

Makanan

IBT (%) pada habitat alami

IBT (%) pada habitat perkebunan sawit

IBT (%) pada habitat pemukiman penduduk Rumput 63,9 64,7 67,6 Lumut 11,6 14,1 15,5 Biji-bijian 3,4 2,3 2,7 Cacing 19,2 17,5 13,9 Serangga 1,9 1,5 0,3

Tabel 5. Frekuensi kejadian makanan berdasarkan kelas panjang ikan lemeduk (Barbonymus

schwanenfeldii)

Kelas Panjang (cm) N

Jenis Makanan

Rumput Lumut Biji-bijian Cacing Serangga

(%) (%) (%) (%) (%) 12,0 – 15,0 34 79,4 41,2 17,6 55,9 14,7 15,1 – 18,0 57 73,7 52,6 24,6 35,1 10,5 18,1 – 21,0 25 76 28 24 56 16 21,1 – 24,0 9 66,7 55,6 - 77,8 22,2 24,1 – 27,0 6 66,7 50 50 33,3 16,7 27,1 – 30,0 4 100 75 100 75 25 30,1 – 33,0 1 100 100 100 100 100 33,1 – 36,0 2 100 100 100 100 100 36,1 – 39,0 2 100 100 100 100 100 Pembahasan

Ikan lemeduk yang tertangkap selama penelitian berjumlah 152 ekor, dimana 140 ekor ikan lambungnya terisi makanan dan 12 ekor kosong. Jenis makanan yang ditemukan dari saluran pencernaan ikan lemeduk terdiri dari rumput-rumputan, lumut, biji-bijian, cacing dan serangga, dimana jenis makanan yang dominan adalah rumput-rumputan. Setiawan (2007) menyatakan bahwa ikan B. schwanenfeldii yang tertangkap di Sungai Musi memiliki kebiasaan makan terdiri dari detritus sebagai makanan utama, chlorophyceae, cacing, tanaman air, insect dan diatom sebagai makanan pelengkap, serta cyanophyceae, crustacean, protozoa, rotifer dan desmidiacean sebagai makanan tambahan. Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Cheng et al. (2004) disebutkan bahwa ikan B. gonionotus di Sungai Mekong, Kamboja memakan tumbuhan air, plankton, serangga air dan benthos.

Berdasarkan nilai IBT menunjukkan bahwa rumput-rumputan adalah makanan utama ikan lemeduk pada semua lokasi sampling, sedangkan cacing dan lumut sebagai makanan pelengkap, serangga dan biji-bijian sebagai makanan tambahan. Oleh karena itu, ikan lemeduk di Perairan Sungai Tamiang dikategorikan sebagai omnivora. Hal ini sesuai dengan pernyataan Rumondang (2013) yang meneliti kebiasaan makan pada ikan brek (Barbonymus balleroides VAL 1842) menyatakan bahwa ikan ini termasuk golongan ikan omnivora yang cenderung herbivora dengan makanan utamanya fitoplankton, selanjutnya diikuti oleh gastropoda, crustacean, ikan, insekta, tumbuhan air dan detritus. Selain berisi makanan, pada lambung ikan lemeduk juga ditemukan pasir, diduga pasir berfungsi untuk membantu proses mencerna serat tumbuhan di dalam ventrikulus (gizzard) yang umumnya ditemukan pada ikan herbivora (Muchlisin, 2016).

(8)

386

Hasil pengukuran panjang usus berbanding panjang tubuh diperoleh hasil bahwa panjang usus ikan lemeduk lebih panjang 2 – 3 kali dari panjang total tubuhnya (Lampiran VI), hal ini memperkuat kesimpulan bahwa ikan lemeduk tergolong omnivora. Sesuai dengan pernyataan Affandi et al. (2005) bahwa ikan omnivora umumnya memiliki panjang usus 2 – 3 kali dari panjang tubuhnya. Lebih lanjut Haloho (2008) menambahkan bahwa ikan herbivora memiliki panjang usus yang berkali-kali lebih panjang dari panjang total tubuhnya, sedangkan panjang usus ikan karnivora lebih pendek atau hampir sama dengan panjang total tubuhnya sedangkan panjang usus ikan omnivora hanya sedikit lebih panjang dari panjang total tubuhnya. Adapun hasil tangkapan ikan di lokasi penelitian didominasi ikan ukuran kecil (kelas 12 – 18 cm) dengan jumlah mencapai 102 ekor, sedangkan ikan yang berukuran lebih besar (kelas 18.1 – 39 cm) berjumlah 50 ekor.

Hal ini diduga karena alat tangkap yang digunakan merupakan jala. Menurut warga setempat menyatakan bahwa ikan lemeduk ukuran besar lebih sering tertangkap dengan alat tangkap “gontang” atau sejenis pancingan tradisional. Hasil penelitian Setiawan (2007), ikan lemeduk yang tertangkap di Sungai Musi memiliki ukuran panjang berkisar antara 51 – 280 mm atau 5 – 28 cm.

Selanjutnya hasil analisis menunjukkan tidak adanya perbedaan frekuensi kehadiran makanan di lambung berdasarkan kelas panjang ikan. Pada semua ukuran mengkonsumsi rumput-rumputan, lumut, biji-bijian, cacing, dan serangga dengan nilai frekuensi kejadian makanannya berkisar 10.5 – 100 %. Dengan demikian, semua ikan pada semua kelas panjang memakan makanan yang sama Hasil yang berbeda ditemukan pada ikan brek (B. balleroides) bahwa ada perbedaan frekuensi kejadian makanan berdasarkan kelas panjang (Rumondang, 2013). Perbedaan frekuensi kejadian makanan juga dilaporkan pada ikan lontok (Ophiocara porocephala) (Syahputra, 2016) dan ikan keureling (Tor tambra) (Muchlisin et al., 2015). Hasil analisis kebiasaan makanan berdasarkan kelas panjang dapat disimpulkan bahwa tidak ada perubahan komposisi makanan pada semua kelas panjang.

Hasil analisis dari ketiga lokasi penelitian yaitu lokasi I (habitat alami), lokasi II (habitat perkebunan sawit) dan lokasi III (habitat pemukiman penduduk) dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat banyak perbedaan makanan. Hal ini diduga karena kondisi perairan yang relatif sama dan belum tercemar. Hinz et al. (2005) menyebutkan bahwa kebiasaan dalam memanfaatkan dan memilih makanan berhubungan dengan ketersediaan makanan di perairan yang disebabkan oleh perubahan lingkungan perairan. Kondisi perairan yang terbebas dari pencemaran khususnya pada habitat perkebunan sawit dan pemukiman penduduk tidak memberikan pengaruh terhadap ketersediaan makanan ikan di perairan.

Hasil analisis kualitas perairan di Sungai Tamiang menunjukkan bahwa tidak terdapat banyak perbedaan diantara tiga lokasi penelitian yaitu lokasi I (habitat alami), lokasi II (habitat perkebunan sawit) dan lokasi III (habitat pemukiman penduduk), dimana nilai konsentrasi oksigen terlarut (DO), suhu, pH dan jenis substrat perairan hampir sama (Lampiran V). Hal ini sesuai dengan hasil analisis kebiasaan makan berdasarkan lokasi penelitian.

Konsentrasi oksigen terlarut (DO) di lokasi I, II dan III tergolong tinggi yaitu berkisar antara 7.9 - 8.5 m/L dan nilai ini sangat baik bagi ikan lemeduk. Hapsari (2013) menyatakan bahwa konsentrasi DO yang baik bagi ikan Barbonymus schwanenfeldii adalah tidak kurang dari 5 m/L. Konsentrasi DO yang tinggi

(9)

387

disebabkan arus air yang kuat sehingga proses difusi O2 yang terjadi di permukaan

air menjadi tinggi. Pada lokasi I, II dan III, substrat perairan hampir seluruhnya berbatu berpasir, hanya pada lokasi I pengulangan III dan pada lokasi III pengulangan II yang terdapat lempung berpasir.

Suhu air pada lokasi penelitian I, II dan III berada pada kisaran 23.2 – 24.3 0C, dimana suhu air tersebut tergolong optimal bagi ikan lemeduk. Menurut Kaminski et al. (2010) pada penelitian ikan Barbus barbus menunjukkan bahwa suhu optimum bagi kondisi perairan, pertumbuhan dan pemanfaatan pakan pada ikan tersebut yaitu berada pada kisaran 21 – 25 0C. Nilai pH pada lokasi penelitian I, II dan III berada pada kisaran 6.9 – 7.2. Islama (2014) menyebutkan bahwa ikan lemeduk hidup baik pada kisaran pH 5 – 7.

KESIMPULAN

Ikan lemeduk (Barbonymus schwanenfeldii) yang tertangkap di Sungai Tamiang memiliki kebiasaan makan terdiri dari rumput-rumputan sebagai makanan utama, cacing dan lumut sebagai makanan pelengkap, serta serangga dan biji-bijian sebagai makanan tambahan, sehingga ikan lemeduk dapat dikategorikan sebagai omnivora. Analisis kebiasaan makanan berdasarkan kelas panjang dapat disimpulkan bahwa tidak ada perbedaan komposisi makanan pada semua kelas panjang. Analisis kebiasaan makanan pada tiga lokasi penelitian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat banyak perbedaan makanan.

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, Sulistiono. 2005. Fisiologi ikan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Azwir., Z.A. Muchlisin, I. Ramadhani. 2004. Studi isi lambung ikan cakalang (Katsuwonus pelamis) dan ikan tongkol (Auxis thazard). Jurnal Natural, 4(2): 20-23.

Biswas, S.P. 1993. Manual of methods in fish biology. South Asian Publisher Private Limitide, New Delhi.

Cheng, P., E. Baran, B.T. Touch. 2004. Synthesis of all published information on java barb Barbonymus gonionotus (“trey chhpin”) based on Fishbase 2004. Worldfish Center and Inland Fisheries Research and Development Institute, Phnom Penh, Cambodia.

Effendie, M.I. 1979. Metoda biologi perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Effendie, M.I. 2002. Biologi perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara, Yogyakarta. Haloho, L.M.B. 2008. Kebiasaan makanan ikan betok (Anabas testudineus) di daerah

rawa banjiran Sungai Mahakam, Kec. Kota Bangun, Kab. Kutai Kertanegara, Kalimantan Timur. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hapsari, A.D. 2013. Dinamika kualitas air pada kolam pemeliharaan ikan tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854). Skripsi,Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hinz, H., I. Kroncke, S. Ehrich. 2005. The feeding strategy of dab Limanda limanda in the southern North Sea: linking stomach contents to prey availability in the environment. Journal of Fish Biology, 67(1): 125-145.

Islama, D. 2014. Rekayasa salinitas dan kalsium pada media pemeliharaan untuk meningkatkan produksi pendederan benih ikan tengadak (Barbonymus

(10)

388

schwanenfeldii). Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Kaminski, R., E. Kamler, J. Wolnicki, J. Sikorsa, J. Walowski. 2010. Condition, growth and food conversion in barbel, Barbus barbus (L.) juveniles under different temperature/diet combinations. Journal of Thermal Biology, 35(1): 422-427.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, S. Wirjoatmodjo. 1993. Fresh water fishes of western Indonesia and Sulawesi. Perplus Edition Limitide, Singapore.

Muchlisin, Z.A. 2011. Analisis kebijakan introduksi spesies ikan asing di perairan umum daratan Provinsi Aceh. Jurnal Kebijakan Sosial Ekonomi Kelautan dan Perikanan, 1(1): 79-89.

Muchlisin, Z.A. 2016. Modul kuliah Ikhtiologi ikan. Fakultas Kelautan dan Perikanan, Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh.

Muchlisin, Z.A., A.S. Batubara, M.N.S. Azizah, M. Adlim, A. Hendri, N. Fadli, A.A. Muhammadar, S. Sugianto. 2015. Feeding habit and length weight relationship of keureling fish, Tor tambra Valenciennes, 1842 (Cyprinidae) from the western region of Aceh Province, Indonesia. Biodiversitas, 16(1): 89-94.

Muchlisin, Z.A., F. Rinaldi, N. Fadli, M. Adlim, M.N. Siti-Azizah. 2015. Food preference and diet overlap of two endemic and threatened freshwater fishes, depik (Rasbora tawarensis) and kawan (Poropuntius tawarensis) in Lake Laut Tawar, Indonesia. AACL Bioflux, 8(1):40-49.

Natarajan, A.V., A.G. Jhingran. 1961. Index of preponderance - a method of grading the food elements in the stomach analysis of fishes. Indian Journal of Fisheries. 8(1): 54-59.

Nyunja, J.A., K.M. Mavuti, E.O. Wakwabi. 2002. Trophic ecology of Sardinella gibbosa (pisces: Clupeidae) and Atheronomorous lacunosus (pisces: Atherinidae) in Mtwapa Creek and Wasini Channel, Kenya. Western Indian Ocean Journal of Marine Sciences, 1(2): 181-189.

Rumondang. 2013. Kajian makanan dan pertumbuhan ikan brek (Barbonymus balleroides Val. 1842) di Sungai Serayu, Kabupaten Banjarnegara, Provinsi Jawa Tengah. Tesis, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Setiawan, B. 2007. Biologi reproduksi dan kebiasaan makanan ikan lampam

(Barbonymus schwanenfeldii) di Sungai Musi, Sumatera Selatan. Skripsi, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Syahputra, A., Z.A. Muchlisin, C.N. Defira. 2016. Studi kebiasaan makan ikan

lontok (Ophiocara porocephala) di Perairan Sungai Iyu, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang Provinsi Aceh. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(2): 177-184.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar statistika (Terjemahan oleh B. Sumantri). PT Gramedia, Jakarta.

Zuliani, Z.A. Muchlisin, Nurfadillah. 2016. Kebiasaan makanan dan hubungan panjang berat ikan julung-julung (Dermogenys sp.) di Sungai Alur Hitam, Kecamatan Bendahara, Kabupaten Aceh Tamiang. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Kelautan dan Perikanan Unsyiah, 1(1): 12-24.

Referensi

Dokumen terkait

Makanan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan Garing (Tor tambra), ketersediaan pakan

[r]

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan, tingkat kematangan gonad dan fekundi- tas ikan haruan ( Channa striata Bloch) di suaka perikanan Sungai Sambujur, DAS

Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi dasar bagi masyarakat di daerah Sungai Naborsahan mengenai jenis-jenis makanan ikan bilih dan dapat mengetahui pakan-pakan alami

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan dan hubungan panjang bobot ikan gulamo keken ( Johnius belangerii ) di estuari Sungai Musi yang berfungsi sebagai data

Stasiun 2: Merupakan aliran sungai Lanhatan di Desa Tamiang Kelurahan Tamiang Kecamatan Kotanopan.. Stasiun 3: Merupakan daerah pertengahan di Desa Muara Siambak

Makanan merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan ikan.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebiasaan makan ikan Garing ( Tor tambra ), ketersediaan pakan

MAKANAN DAN KEBIASAAN MAKAN IKAN JULUNG- JULUNG Hemiramphus far DI PERAIRAN KAWAL KABUPATEN BINTAN PROVINSI KEPULAUAN RIAU SKRIPSI ZEFANYA AJI NUGROHO PANGGABEAN PROGRAM STUDI