• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pembangunan negara merupakan salah satu tanggung jawab pemerintah dalam rangka menyejahterakan warga negaranya. Pembangunan negara baik secara fisik maupun non-fisik perlu dilakukan di segala sektor. Pembangunan negara secara fisik paling mudah dirasakan perubahannya adalah pembangunan lingkungan fisik. Pembangunan lingkungan fisik dapat diamati perkembangannya dari pola ruang kota dan komponen fisiknya. Pola ruang kota berkaitan langsung dengan sirkulasi kota, bagaimana pola sirkulasi masyarakat melakukan aktivitas di dalam kawasan. Sedangkan komponen fisik kota berkaitan dengan penataan bangunan, vegetasi, kualitas pencahayaan, penataan street furniture, dan elemen fisik lainnya.

Kondisi lingkungan fisik yang baik akan mendukung perkembangan lingkungan perkotaan. Perkembangan lingkungan perkotaan yang baik akan menarik masyarakat untuk berpindah tempat ke kawasan yang lebih hidup dan berkembang. Lingkungan perkotaan yang baik juga mendorong munculnya aktivitas yang dinamis di kawasan tersebut. Hal ini disebabkan karena aktivitas dapat terwadahi dengan baik serta kenyamanan dan keamanan masyarakat dalam melakukan aktivitas lebih terjamin. Demikian pula sebaliknya, kondisi lingkungan fisik yang kurang baik akan menghambat perkembangan lingkungan perkotaan. Perkembangan lingkungan perkotaan yang terhambat akan mengakibatkan aktivitas tidak terwadahi dengan baik. Kondisi lingkungan fisik yang kurang baik juga berdampak pada kurang terjaminnya kenyamanan dan keamanan masyarakat dalam beraktivitas.

Merosotnya kualitas ruang kota dapat disebabkan karena adanya penurunan kualitas ruang kota, seperti tata letak lingkungan fisik secara keseluruhan yang tidak memungkinkan lagi untuk menampung jenis kegiatan baru, tingkat pencapaian yang buruk serta tidak menguntungkan, ruang parkir yang kurang dan tidak dapat diperluas lagi, organisasi ruang serta hubungan fungsional yang buruk,

(2)

2 kondisi elemen fisik yang tidak baik, serta peruntukan lahan tidak lagi sesuai dengan status kawasan tersebut di dalam konteks tata kota.1

Salah satu dampak dari buruknya kondisi fisik lingkungan adalah terbentuknya “area mati” di dalam kawasan. Keberadaan “area mati” ini berpotensi memunculkan aktivitas kriminal. Kondisi fisik lingkungan yang minim pencahayaan, fungsi bangunan yang tidak maksimal, tidak adanya vegetasi atau penataan vegetasi yang tidak baik, papan penanda yang tidak komunikatif, atau minimnya street furniture di suatu kawasan akan membuat kawasan tersebut rentan terhadap tindak kriminal. Oleh karena itu elemen fisik lingkungan berperan penting dalam mengontrol potensi aktivitas kriminal dalam kawasan. Perlu dilakukan kajian mengenai elemen fisik yang berpengaruh dalam mengurangi potensi aktivitas kriminal. Aktivitas kriminal mengancam keamanan dan kenyamanan penghuni dan pengguna ruang jalan dalam beraktivitas. Maka perlu dipelajari pula pola aktivitas kriminal, kapan dan di mana tindak kriminal mungkin terjadi, dan bagaimana cara meminimalisir potensinya.

1.1.1. Lingkungan Fisik Kawasan Kota Lama Semarang

Kawasan heritage merupakan warisan leluhur dengan bangunan-bangunan yang mengandung nilai sejarah sehingga perlu dijaga kelestarian dan keasliannya. Pelesetarian ini perlu dilakukan dalam rangka menjaga nilai sejarah dan pengetahuan dari masa lalu yang bermanfaat. Kawasan Kota Lama Semarang merupakan salah satu kawasan heritage yang hingga sekarang masih menjadi tujuan bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Kawasan Kota Lama Semarang masih memiliki karakter yang kuat sebagai bekas Kota Semarang perdana dan menjadi salah satu destinasi wisata bagi wisatawan baik lokal maupun mancanegara. Maka tidak heran apabila banyak kajian yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas ruang publik di Kawasan Kota Lama Semarang.

Kawasan Kota Lama Semarang atau yang dulu disebut Little Netherland pada awalnya merupakan kawasan yang dihuni orang-orang Belanda. Awalnya di kasawan ini terdapat perkantoran, perdagangan, hotel, dan perumahan. Bila

1 Indriastjario. Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif pad Penataan Kawasan Bubakan Kota Semarang. Modul ISSN 0853 2877 Vol 1. 2003. hlm. 35.

(3)

3 ditinjau dari struktur kawasannya, Kawasan Kota Lama Semarang memiliki konfigurasi ruangan berbentuk colage. Landmark kawasan berupa gereja yang terletak di tengah-tengah kawasan dan menjadi bangunan tertinggi di kawasan tersebut. Potensi yang dimiliki kawasan ini antara lain kesatuan dan keragaman bangunan arsitektur dengan langgam art deco, renaissance, baroque, dan semarangan; dilalui oleh jalan protokol Kota Semarang yaitu Jalan Suprapto; dan salah satu edge-nya merupakan salah satu pintu gerbang kota maupun Propinsi Jawa Tengah yaitu Stasiun Tawang yang mampu hidup selama 24 jam.2

Kawasan Kota Lama Semarang pada mulanya merupakan kawasan strategis kota namun berangsur-angsur mengalami pergeseran fungsi yang menyebabkan kematian kawasan. Kawasan Kota Lama Semarang dapat diibaratkan sebagai manusia yang sudah tidak bernyawa. Hal ini disebabkan oleh dominasi fungsi bangunan yang sebagian besar berupa gudang dan kantor. Sehingga kegiatannya berlangsung hanya pada waktu siang hari, pada umumnya dari pukul 07.00 hingga 17.00. Hanya ada satu bangunan yang mampu hidup selama 24 jam yaitu Stasiun Tawang.3 Pemanfaatan bangunan sebagai perkantoran dan gudang ini mengakibatkan perbedaan yang sangat mencolok intensitas aktivitas Kawasan Kota Lama Semarang pada siang hari dan malam hari. Kawasan Kota Lama Semarang merupakan kawasan yang dipadati aktivitas pada siang hari dan berubah menjadi kawasan yang sepi aktivitas pada malam hari.

Pelestarian kawasan heritage perlu dilakukan dalam rangka menjaga eksistensi dan perannya dalam sebuah kota. Keberadaan kawasan heritage juga dapat memberikan identitas yang melekat erat pada suatu kota. Namun di beberapa kawasan di Indonesia, menjaga keaslian dan kelestarian kawasan heritage terkesan kurang serius dan cenderung dibiarkan digunakan seadanya saja. Hal ini mengakibatkan kawasan heritage sering dicitrakan sebagai kawasan yang sepi, suram, dan memiliki potensi yang tinggi timbulnya aktvitas kriminal. Hal yang sama juga terjadi di Kawasan Kota Lama Semarang. Kondisi bangunan yang tidak terawat, fungsi bangunan yang tidak beragam, kualitas lingkungan yang tidak

2 Wijanarka. Semarang Tempo Dulu : Teori Desain Kawasan Bersejarah. 2007. hlm. 32-35. 3 Wijanarka. Semarang Tempo Dulu : Teori Desain Kawasan Bersejarah. 2007. hlm. 32-35.

(4)

4 terjaga, pencahayaan buatan yang kurang maksimal, ketersediaan sarana dan prasarana yang kurang memadai mengakibatkan kawasan ini menjadi kawasan yang rawan terhadap aktivitas kriminal.

Dipandang dari segi urban design, penurunan kondisi Kawasan Kota Lama Semarang ditandai dengan hilangnya elemen-elemen urban design, antara lain berupa artefak yang rusak, kekacauan urban fabric, fasade, dan komposisi yang kacau; space-use kawasan dengan zoning yang kurang jelas; dan ragam aktivitas yang tidak memungkinkan kawasan hidup dalam 24 jam setiap harinya, bahkan sebagian besar kawasan telah mengalami suasana mati.4

1.1.2. Kriminalitas di Kawasan Kota Lama Semarang

Keamanan dan kenyamanan pengguna ruang publik dalam suatu kawasan sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus. Pemerintah kota berkewajiban menjaga keamanan dan kenyamanan warganya dalam beraktivitas terutama di ruang publik. Pada umumnya kriminalitas memiliki kaitan erat dengan kualitas ruang publik. Kualitas ruang publik yang kurang baik cenderung mengundang terjadinya aktivitas kriminal, demikian pula sebaliknya. Data statistik keamanan Jawa Tengah tahun 2012 menyebutkan Kota Semarang menjadi kota dengan angka tindak pidana tertinggi dari tahun 2010 hingga 2012. Apabila dibandingkan dengan jumlah penduduknya dapat disimpulkan bahwa kurang lebih 250 dari 1.000 penduduk Kota Semarang berisiko terkena tindak pidana dengan selang waktu terjadinya tindak pidana setiap 2 jam setiap harinya. Data statistik juga menyebutkan beberapa tindak pidana yang sering terjadi di Kota Semarang di antaranya pencurian, penipuan, kebakaran, narkotika, penganiayaan, pembunuhan, dan perkosaan. Media Channel Independent pada akhir tahun 2012 menuliskan bahwa angka kriminalitas di Kota Semarang pada tahun 2012 tercatat mengalami kenaikan sekitar 20 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Kawasan Kota Lama Semarang turut menjadi penyumbang peningkatan angka kriminalitas di Kota Semarang. Sebuah artikel yang diakses melalui www.suaramerdeka.com memuat berita tentang kasus pembacokan yang menimpa

4 Indriastjario. Pengembangan Konsep Ruang Komersial Rekreatif pad Penataan Kawasan Bubakan Kota Semarang. Modul ISSN 0853 2877 Vol 1. 2003. hlm. 35.

(5)

5 salah seorang awak pekerja panggung dalam rangka persiapan acara Symphony Kota Lama pada bulan September 2013. Berdasarkan informasi yang diperoleh redaksi dijelaskan bahwa semakin banyak kasus kriminal yang menjurus ke aksi kekerasan dengan melukai korban. Hal tersebut bukan bermotif kriminal biasa di mana dengan tendensi perampasan barang melainkan sudah menjurus ke tindakan barbar. Adanya beberapa contoh kasus kriminal tersebut menimbulkan keresahan bagi warga di sekitar Kawasan Kota Lama Semarang mengingat kawasan ini adalah salah satu kawasan yang sangat sepi pada malam hari. Mengenai potensi aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang, Kapolsek Semarang Utara, Akp. Hengky Prasetyo menambahkan, “Data aktual mengenai kejadian kriminal di Kawasan Kota Lama memang tidak ada dikarenakan kebanyakan para korban kriminal tidak melapor kepada kami. Tetapi mengenai potensi tindak kriminal di kawasan ini, itu memang sangat besar.”.

Salah satu faktor yang menyebabkan sepinya Kawasan Kota Lama Semarang pada malam hari adalah tata guna bangunan yang tidak bervariasi serta kondisi lingkungan fisik yang kurang baik sehingga tidak memicu munculnya aktivitas positif di dalam kawasan. Kurangnya pencahayaan buatan pada malam hari dan kondisi bangunan yang terbengkalai juga mengakibatkan warga enggan melintas atau berkegiatan di dalam Kawasan Kota Lama Semarang pada malam hari. Berangkat dari latar belakang tersebut maka perlu dilakukan kajian mengenai hubungan desain lingkungan fisik malam hari dan aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang.

1.2. Rumusan Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas maka dapat dirumuskan permasalahan yang ditemukan yaitu elemen fisik lingkungan Kawasan Kota Lama Semarang pada malam yang kurang baik mengakibatkan aktivitas tidak terwadahi dengan baik dan maksimal sehingga keamanan dan kenyamanan aktivitas tidak maksimal. Kondisi elemen fisik yang buruk akan berpengaruhi terhadap aktivitas kriminal.

(6)

6 1.3. Pertanyaan Penelitian

a. Aktivitas kriminal apa saja yang terjadi di Kawasan Kota Lama Semarang?

b. Di mana saja area yang rawan aktivitas kriminal dan bebas dari aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang?

c. Apa saja faktor-faktor elemen fisik yang berpengaruh di Kawasan Kota Lama Semarang dan bagaimana hubungannya dengan aktivitas kriminal? d. Aspek elemen fisik apa saja yang harus diperhitungkan untuk mengurangi

potensi aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang?

e. Apa saja kemungkinan penyebab terjadinya aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang?

1.4. Tujuan dan Sasaran Penelitian 1.4.1. Tujuan Penelitian

a. Melakukan kajian mengenai potensi aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang untuk menentukan ruas jalan di Kawasan Kota Lama Semarang yang rawan aktivitas kriminal dan bebas aktivitas kriminal.

b. Melakukan kajian mengenai kondisi elemen fisik Kawasan Kota Lama Semarang untuk menentukan faktor elemen fisik yang berhubungan dan berpengaruh terhadap aktivitas kriminal di kawasan penelitian. c. Melakukan kajian faktor-faktor elemen fisik yang berhubungan dengan

aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang untuk menentukan faktor elemn fisik yang perlu diperhatikan dan diperhitungkan untuk mengurangi potensi aktivitas kriminal di kawasan penelitian.

d. Menyusun arahan desain pengembangan lingkungan fisik yang antisipatif terhadap aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang.

(7)

7 1.4.2. Sasaran Penelitian

a. Mengusulkan arahan desain lingkungan fisik yang dapat meningkatkan keamanan dan menunjang pengembangan bidang sosial, ekonomi, dan budaya di Kawasan Kota Lama Semarang.

b. Meningkatkan citra (branding) Kawasan Kota Lama Semarang sebagai bagian dari tujuan objek wisata di Kota Semarang.

c. Mewujudkan implementasi prinsip pengembangan kawasan heritage khususnya di Kawasan Kota Lama Semarang.

d. Meningkatkan kesejahteraan dan kesadaran masyarakat lokal untuk mendukung program revitalisasi Kawasan Kota Lama Semarang di bidang ekonomi, perdagangan, dan pengembangan pariwisata.

1.5. Keaslian Penulisan

Penelitian mengenai elemen fisik, aktivitas kriminal, ruang jalan, dan Kawasan Kota Lama Semarang telah dilakukan oleh beberapa peneliti terdahulu. Penelitian tersebut dilakukan dengan menggunakan berbagai macam metode yang kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan. Beberapa penelitian tersebut akan diuraikan secara singkat sebagai berikut.

(8)

8 Tabel 1.1. Keaslian Penulisan

No Penulis (tahun) Judul Jenis Penulisan Metode / Cara Pengumpulan Data Hasil Penelitian 1. Agastya Grahadwiswara, Zaenal Hidayat, Herbasuki Nurcahyanto (2014) Pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang sebagai Salah Satu Kawasan Pariwisata di Kota Semarang

Jurnal - Wawancara - Observasi

Pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang dilihat dari manajemen penglolaan kawasan dinilai belum optimal. Aspek penghambat pengelolaan Kawasan Kota Lama Semarang antara lain peran serta masyarakat belum maksimal, tumpang tindih wewenang BPK2L dengan dinas terkait, kurangnya anggaran pengelolaan, dan kurangnya komitmen dari pemerintah kota.

2. Jati Pramono (2013)

Pengaruh Penataan Ruang Kota terhadap Tindakan Kriminal Malam Hari di Koridor Jalan Seturan Raya, Yogyakarta

Skripsi Deduktif kualitatif - Observasi

lapangan - Wawancara - Imej visual - Studi pustaka

Jalan Seturan Raya memiliki risiko tindak kriminal yang relatif tinggi dipengaruhi oleh variabel keragaman aktivitas, aksesibilitas, pencahayaan, dan pengawasan.

3. Adyutananda Herdianto

(2013)

Optimalisasi Livability pada Jalan dengan Fungsi Komersial melalui Kajian Setting Fisik dan Aktivitas Studi kasus : Jalan

K.S. Tubun, Yogyakarta Tesis Rasionalistik kualitatif - Observasi lapangan - Wawancara - Dokumentasi - Data instansi terkait

Tingkat livabilitas di Jalan K.S. Tubun cenderung chaos pada pagi, siang, dan sore hari; cenderung optimal pada malam hari terutama di area pertokoan. Hal ini disebabkan karena K.S. Tubun merupakan jalur lalu lintas masyarakat untuk beraktivitas. Livabilitas di area pemukiman cenderung rendah sepanjang hari. Perlu dilakukan perbaikan jalur pejalan kaki seperti menambah lebar jalan, penggunaan

(9)

9 material yang seragam, dan peletakan street

furniture di beberapa titik.

4. Maria Raras Windiyasti

(2013)

Hubungan antara Livabilitas dengan

Setting Fisik Ruang

Terbuka Publik

Studi kasus : Taman Langsat, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan

Tesis Rasionalistik kuantitatif - Observasi lapangan - Wawancara - Dokumentasi

Kegiatan, pergerakan aktivitas, dan kondisi ruang aktivitas mempengaruhi tingkat livabilitas di Taman Langsat.

5. Nicolaus Nino Ardhiansyah

(2012)

Peningkatan Kualitas Ruang Jalan pada Fungsi Komersil di Kawasan Candi Borobudur, kajian

pada Setting Elemen Fisik dan Aktivitas pada Jalan Pramudya Wardani Tesis Kualitatif kuantitatif - Dokumentasi gambar - Gambar ulang foto udara - Observasi lapangan - Studi pustaka

Aktivitas dengan intensitas tinggi pada kawasan skala messo dipengaruhi oleh elemen setting fisik yaitu bangunan dan setback bangunan. Sedangkan pada skala mikro elemen yang berpengaruh adalah setback terkait variasi parkir, PKL, pejalan kaki; setback bangunan yang kurang kontras berpengaruh terhadap kualitas ruang jalan; street furniture

berpengaruh terhadap tingkat livabilitas;

signage yang terlalu rendah dan jumlah vegetasi

berpengaruh terhadap aktivitas pejalan kaki; dan pentingnya perhatian mengenai prinsip safety,

convenience, dan pleasure pada jalur pejalan

kaki. 6. Zakiah Hidayati

(2011)

Hubungan Layout

Perumahan dan Faktor

Kriminalitas di Perumnas Air Putih Samarinda Tesis Kualitatif - Wawancara - Observasi lapangan - Dokumentasi

Faktor yang berhubungan antara layout perumahan dan faktor kriminalitas adalah keterhubungan langsung antara rumah dengan akses keluar masuk perumahan, kepadatan sirkulasi, pola hunian (linear), fungsi bangunan,

(10)

10 - Studi pustaka dan ragam fungsi bangunan dalam satu area. 7. I Made Agus

Mahendra (2010)

Pengaruh Setting Fisik terhadap Setting

Aktivitas pada “Kehidupan” Fungsi Kawasan

Studi kasus : Kawasan Jl. Gadjah Mada, Denpasar, Bali Tesis Rasionalistik - Pengolahan data kualitatif - Observasi lapangan - Studi pustaka

Faktor budaya berpengaruh terhadap “kehidupan” fungsi kawasan di Jalan Gadjah Mada, Denpasar, Bali. Elemen fisik yang berpengaruh terhadap setting aktivitas di Jalan Gadjah Mada adalah setback dan kolom bangunan, jendela (window shopping), arcade, area parkir, susunan vegetasi, dan street

furniture.

8. Esmaeil Salehi (2010)

Environmental

Factors and Urban Crime

Jurnal Studi pustaka Desain perkotaan diperlukan untuk menyelesaikan permasalah perkotaan terkait dengan tindak kriminal dengan dibantu disiplin ilmu yang lain seperti sosiologi dan psikologi lingkungan untuk mewujudkan lingkungan yang lebih baik. Perencanaan lingkungan perkotaan dapat mengantisipasi terjadinya tindak kriminal, penyimpangan perilaku kaitannya dengan kawasan perkotaan, dan dapat membantu mengidentifikasi efektivitas kondisi lingkungan dan fitur lokal yang sudah ada.

9. Christyan Isputranto (2007) Kajian Streetspace sebagai Potensi Revitalisasi Kawasan Kota Lama Semarang

Tesis - Studi pustaka - Observasi

lapangan - Pemetaan

kawasan - Dokumentasi

Faktor streetwall yang mempengaruhi kondisi ruang jalan Kawasan Kota Lama Semarang adalah arsitektur, tampilan bangunan, dan orientasi bangunan sebagai faktor penarik serta fungsi bangunan sebagai faktor penahan.

Faktor streetspace yang mempengaruhi kondisi ruang jalan Kawasan Kota Lama Semarang adalah tipologi jalan, skala jalan, dan identitas

(11)

11 jalan sebagai faktor penentu terjadinya aktivitas serta tingkat enclosure sebagai faktor tambahan. 10. Brian Christens

Paul W. Speer (2005)

Predicting Violent Crime Using Urban

and Suburban Densities (Lokasi : Nashville, Tennessee) Jurnal - Pengumpulan data numerik

Adanya keterkaitan antara variabel densitas, kriminalitas, dan populasi.

11. Suyatmin W. A. Lukman Hakim Edy Purwo S. Fereshti N. D. (-) Model Revitalisasi Kota Lama Jurnal Kualitatif - FGD (Focused Group Discussion) - Wawancara - Studi Pustaka

Kawasan Kota Lama berkepentingan dengan agenda program revitalisasi terkait dengan keberadaan Kota Lama secara historis sebagai daerah bisnis–perdagangan, termasuk aspek makro yang ada di masa lalu, kini dan mendatang. Revitalisasi kawasan Kota Lama Semarang juga terkait dengan peran Kota Lama sebagai cagar budaya, yaitu orientasi terhadap sinergi dengan pembangunan perkotaan secara menyeluruh, kehidupan sosial–budaya di kawasan Kota Lama, isu global terkait pariwisata sejarah–budaya, program pengembangan kepariwisataan nasional..

12. John H. S. June Woo Kim

Juliette R. Mackin

(1999)

The Impact of the Built Environment on Crime and Fear of Crime in Urban Neighborhoods

(Lokasi : Lansing, Michigan)

Jurnal Deduktif kualitatif - Studi pustaka - Observasi

lapangan

Karakter fisik dari perumahan lebih penting daripada karakteristik demografi dari penghuni perumahan untuk memprediksi tingkat kriminalitas dan rasa takut terhadap tindak kriminal. Untuk mengurangi rasa takut terhadap tindak kriminal perlu ditingkatkan kualitas relasi komunitas di dalam perumahan untuk

(12)

12 menciptakan lingkungan terbangun yang aman dan dapat mengurangi angka kriminal.

13. Yusuf Ismail (1999)

Konfigurasi Ruang dan Bangunan Kawasan Kota Lama

(Lokasi : Kota Lama Jakarta, Semarang, dan Surabaya) Tesis Kualitatif - Studi pustaka - Observasi lapangan - Pengumpulan gambar eksisting

Struktur inti Kota Lama adalah square, gereja, dan civil building. Ada kecenderungan bahwa suatu artefak yang bukan merupakan cikal bakal kebudayaan loka maka akan mengalami kehancuran atau perubahan.

Intervensi arsitektur modern di Kota Lama Jakarta dan Surabaya lebih cepat dibandingkan di Semarang. Struktur ruang kota dan batas distrik di Kota Lama Semarang masih jelas. Karakter urban solid dan void di Kota Lama kurang terasa. Secara dua dimensi kualitas konfigurasi ruang dan bangunan Kota Lama di Indonesia mirip dengan Kota Lama Eropa namun secara tiga dimensi berbeda pada unsur dekoratif dan monumentalnya.

14. Fabiola Chrisma K.A. (2015)

Hubungan Desain Lingkungan Fisik dan Aktivitas Kriminal pada Malam Hari

Studi kasus : Kawasan Kota Lama Semarang

Tesis Deduksi kualitatif - Wawancara - Observasi

lapangan - Dokumentasi - Mapping

Area rawan aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama, elemen fisik yang berpengaruh dan hubungannya dengan aktivitas kriminal di Kawasan Kota Lama Semarang.

(13)

13 Berdasarkan rangkuman tabel di atas dapat dikelompokkan penelitian-penelitian tersebut menjadi bagan sebagai berikut.

Diagram 1.1. Bagan Penelitian terdahulu

Dari bagan di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian yang mengangkat topik yang berkaitan dengan kualitas ruang jalan, perilaku kriminalitas, dan Kawasan Kota Lama Semarang belum pernah dilakukan. Keaslian penulisan ini yang mendasari penulis untuk melakukan penelitian ini.

Setting fisik –

setting aktivitas Kriminalitas

Kawasan Kota Lama Semarang Lokasi : Koridor Jl. Seturan (Jati Pramono) Koridor Jl. Pramudya Wardani, Candi Borobudur (N. Nino Ardhiansyah) Jl. K.S. Tubun, Yogyakarta (Adyutananda H.) Taman Langsat, Jakarta Selatan (Maria Raras W.) Jl. Gadjah Mada, Bali (I Made Agus M.) Lokasi : Jl. Seturan, Yogyakarta (Jati Pramono) Perumahan Samarinda Fokus : Revitasliasi (Suryatmin W.A., dkk) Konfigurasi ruang dan bangunan (Yusuf Ismail) Kajian Pengelolaan Kawasan (Agastya Grahadwiswara, dkk) Kajian streetspace (Christyan Isputranto) Fokus : Livabilitas kawasan komersial (N. Nino Ardhiansyah) (Adyutananda H.) (I Made Agus M.) Livabilitas ruang terbuka publik (Maria Raras W.) Fokus :

Penataan ruang kota (Jati Pramono) Layout perumahan (Zakiah Hidayati) Faktor lingkungan (Esmaeil Salehi) Kepadatan urban dan suburban

(Brian Christen & Paul W. Speer)

Pengaruh lingkungan terbangun

(14)

14 1.6. Kerangka Pemikiran

Diagram 1.2. Kerangka Pemikiran JUDUL ISSUE : Kondisi lingkungan fisik yang buruk berdampak pada potensi aktivitas kriminal Tinjauan Pustaka Landasan Teori RUMUSAN MASALAH PERTANYAAN PENELITIAN FOKUS PENELITIAN Temuan Data Lapangan HASIL PENELITIAN KESIMPULAN PENELITIAN Hubungan Desain

Lingkungan Fisik dan Aktivitas Kriminal

Kerangka Teori Instrumen Penelitian Metode & Tahapan Penelitian ANALISIS Kajian aktivitas kriminal Kajian elemen lingkungan fisik Kajian skala & proporsi

Identifikasi persebaran aktivitas kriminal

Identifikasi elemen fisik lingkungan Identifikasi skala & proporsi

Kondisi elemen lingkungan fisik Hubungan desain fisik lingkungan dan aktivitas kriminal

Area rawan aktivitas kriminal dan aman aktivitas kriminal

Elemen fisik yang berpengaruh terhadap aktivitas kriminal

Gambar

Diagram 1.1. Bagan Penelitian terdahulu
Diagram 1.2. Kerangka Pemikiran JUDUL ISSUE : Kondisi lingkungan fisik yang buruk berdampak pada potensi aktivitas kriminal Tinjauan Pustaka Landasan Teori RUMUSAN MASALAH PERTANYAAN PENELITIAN FOKUS PENELITIAN  Temuan Data Lapangan  HASIL  PENELITIAN  KES

Referensi

Dokumen terkait

Kedelai yang diperjualbelikan oleh bapak Jamilan ternyata terjadi kenaikan harga, karena selain menjual tentunya bapak Jamilan juga menginginkan laba yang cukup,

7) Kepada Masyarakat Kelurahan Tegal Sari Mandala II Medan yang telah bersedia meluangkan waktunya untuk mengisi kuesioner sehingga skripsi ini bisa selesai. 8) Kepada

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat ditarik kesimpulan yaitu data analog gelombang otak dapat digunakan sebagai perintah untuk menghidupkan atau

dengan menggunakan Unity 3D ini tidak hanya mudah dalam menggunakan atau mengerjakan suatu pekerjaaan, tetapi aplikasi Unity 3D ini juga dapat bekerja dengan aplikasi lainnya

Kewenangan sebagaimana yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pasal 94, tetapi Tidak

Adapun yang menjadi tujuan dalam penelitian ini adalah Untuk mengetahui apakah ada pengaruh model pembelajaran Creative Problem Solving (CPS) terhadap hasil belajar matematika

Itulah alasan admin meletakan Tutorial INPUT Nomor Kontak dihalaman paling atas, dikarenakan LOG aktifitas yang terjadi di MITRA SMS hanya dapat dilihat

Untuk menentukan adanya perbedaan antar perlakuan digunakan uji F, selanjutnya beda nyata antar sampel ditentukan dengan Duncan’s Multiples Range Test (DMRT).