• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB VII

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dengan pemaparan dan analisa sebagaimana diuraikan di atas maka dapat disusun beberapa kesimpulan sebagai berikut;

1. Latarbelakang lahirnya kontestasi multi pihak di kawasan konservasi TNUK dipengaruhi oleh benturan ragam sistem pengetahuan dan paradigma konservasi yang dianut para aktor dan melekat pada kepentingan serta tujuan yang ingin dicapai. Para pemangku kepentingan di BTNUK/para pendukungnya nampak lebih berwatak konservasionis-developmentalistik sementara masyarakat petani/para pendukungnya bercorak eko-populis. Watak paradigmatik ini menentukan pola hubungan, model dan produk politik kebijakan serta program pengelolaan, penataan dan penguasaan ruang di kawasan konservasi TNUK, termasuk posisi masyarakat di sekitar/dalam kawasan TNUK. Hal lain yang menjadi latar historis kontestasi multi pihak adalah persoalan relasi kekuasaan yang timpang (unequal power relation) antara masyarakat dan badan otoritas TNUK. Di satu pihak otoritas TNUK/para pendukungnya sebagai “wakil negara” beserta klaim kewenangan (berikut argumentasinya). Di pihak lain, masyarakat sekitar dan dalam kawasan TNUK/para pendukungnya sebagai “warga negara” (beserta hak dan kewajibannya). Kontestasi ini terkait erat dengan beragam kepentingan sosial, politik-ekonomi di tingkat lokal, nasional dan internasional secara simultan dengan proyek pembangunanisasi. Bentuk kontestasi meliputi persoalan politik tata batas dan tata kelola, perebutan pemanfaatan sumberdaya hutan, pertarungan ideologi konservasi-ekologi dan pro-kontra atas masuknya proyek-proyek pembangunan daerah.

2. Ragam kepentingan multi pihak dipertarungkan dalam beragam konteks dan tingkatan. Baik dalam konteks kebijakan politik, ekonomi, ekologi dan konservasi yang ada di tingkat lokal maupun nasional. Terdapat dua simpul

(2)

moment kontestasi; penetapan kawasan TNUK (1984) dan proyek pemagaran Badak (2010). Kontestasi multi pihak di TNUK dilandasi oleh beberapa hal; Pertama, pespektif atas manusia di sekitar/dalam kawasan TNUK yang masih dipandang sebagai ‘ancaman’ daripada ‘solusi’ dalam pengelolaan kawasan konservasi. Kedua, sumberdaya hutan konservasi TNUK difahami sebagai “kawasan yang unik, khas dan utuh untuk dilindungi dan awetkan” yang tidak boleh ada sentuhan tangan manusia. Meskipun di sisi lain sudah mulai muncul pemahaman bahwa sumberdaya hutan sebagai ‘aset pembangunan’ (commodity). Namun, kedua pemahaman ini sama-sama mengabaikan pemahaman konsep hutan sebagai ‘konstruksi sosial’, antara masyarakat dan ekositem di sekitarnya, yang meniscayakan ruang hidup (life space) dan bagian integral ekosistem hutan. Akibatnya, pengelolaan kawasan konservasi TNUK lebih ke arah model pengelolaan semata-mata sebagai kawasan perlindungan keanekaragaman hayati yang bertaut erat dengan kepentingan politik-ekonomi dan agenda pembangunanasisasi di tingkat daerah, nasional dan internasional dalam beragam variasi dan bentuk. Hal ini menunjukkan bahwa beragam proyek-proyek atas nama ekologi dan konservasi berikut argumenasinya secara simultan juga merupakan bagian (tak terpisahan) dari kepentingan proyek ekonomi-politik (berikut argumenasinya).

3. Aksi petani dalam kontestasi politik penataan dan penguasaan ruang di kawasan konservasi TNUK, dengan beragam bentuk pilihan strategi perlawanannya sangat ditentukan oleh kemampuan artikulatif atas persoalan yang dihadapi, sumberdaya (manusia, pengetahuan, power relation, modal sosial-ekonomi) yang dimiliki masyarakat petani dan karakter rejim yang dihadapi. Akibat fragmentasi secara sosial-politik dan belum terpenuhinya syarat-syarat “monolitik” sebagai sebuah gerakan petani, aksi perlawanan masyarakat petani Legon Pakis memiliki dinamikanya sendiri. Dari pilihan bentuk perlawanan diam-diam/terselubung, konfrontasi hingga memilih bentuk aksi perlawanan yang lebih bercorak negosiatif (kolaboratif). Pilihan strategi tersebut merupakan bagian dari kalkulasi rasional petani yang lebih bersifat dinamis daripada pilihan statis dan mutlak. Sangat ditentukan dan

(3)

tergantung pada daya cerdas hitungan tingkat resiko, sensitifitas adaptasi situasi dan power struggle yang dimiliki masyarakat petani dalam ruang dan waktu yang berbeda-beda.

4. Orientasi dan dinamika kebijakan pengelolaan kawasan hutan (termasuk di dalamnya adalah kawasan konservasi) sangat ditentukan oleh kondisi internal dan ekternal. Secara internal struktur perubahan politik, madzhab ideologis yang dianut dan kepemihakan rejim penguasa menjadi faktor utamanya. Sedangkan secara eksternal pengaruh dan intervensi kekuatan-kekuatan (politik-ekonomi) global beserta program dan agendanya menjadi faktor pentingnya. Praktik politik penataan, pengelolaan dan penguasaan ruang kawasan konservasi oleh negara (beserta aparatusya), masih kuat dihinggapi “politic of ignorance” (politik pengabaian) yang memutus hak dan akses petani atas sumberdaya hutan. Akibatnya, para petani mengalami proses marjinalisasi dan eksklusi dengan beragam kekuasaan (powers) sekaligus, baik regulasi (regulation), force (tekanan) dan legitimasi (legitimation) dari ruang hidup mereka sendiri. Proses marjinalisasi dan eksklusi masyarakat petani terjadi melalui beragam skema yang mengatanamakan dan demi kepentingan konservasi.

7.2

Saran

Dari uraian pembahasan dan kesimpulan di atas, maka beberapa saran yang diperlukan diantaranya;

1. Para aktor yang terlibat dalam pengelolaan kawasan TNUK penting untuk memaknai kembali definisi atau merubah pardigma konservasi. Dari arti dan fungsi konservasi yang semata-mata sebagai kawasan perlindungan keanekaragamanhayati menjadi kawasan perlindungan keanekaragaman hayati yang memiliki fungsi sosial-ekonomi budaya jangka panjang guna mendukung pembangunan yang berkesinambungan. Dengan demikian tujuan konservasi tidak hanya demi aneka species konservasi itu sendiri, tetapi juga menjadi keharusan di dalamnya upaya peningkatan kesejahteraan manusia/masyarakat (sekitar/dalam kawasan) yang menjadi satu bagian tak

(4)

terpisahkan dari matarantai ekosistem pengelolaan kawasan konservasi. Tanpa menegakkan dua fungsi konservasi itu, maka tujuan konservasi tidak akan sampai pada tujuan idealnya. Model konservasi yang tidak memisahkan kawasan hutan dengan masyarakat disekitarnya inilah yang sebut sebagian pakar sebagai salah satu ciri konservasi khas Indonesia.97 2. Pemerintah (Kemenhut) dan BTNUK perlu mengkaji ulang akar persoalan

konflik tenurial yang semakin marak di banyak kawasan Taman Nasional di Indonesia umumnya, dan TNUK khususnya. Sebab selama ini solusi, pendekatan dan strategi yang ditawarkan jarang menyentuh akar masalah utamanya, yakni ketimpangan agraria beserta ketidakadilan hak dan akses masyarakat atas sumberdaya kawasan hutan. Nampaknya dibutuhkan satu model kebijakan politik-struktural yang bersifat “pro poor land policy” daripada kebijakan ekonomi (pembangunanisasi) dan represi, apalagi model pendekatan ‘keamanan’ yang terbukti makin membangkitkan resistensi masyarakat sekitar/dalam kawasan konservasi. Perlunya memperluas ruang bagi inisiatif dan partisipasi masyarakat lokal guna terus mencari bentuk hubungan kolaborasi pengelolaan kawasan hutan konservasi yang lebih adil. 3. Upaya penyelesaian konflik hendaknya benar-benar didasari kesediaan

untuk dapat menerima beragam perbedaan perspektif atau mampu bersikap inklusif, terbuka pada hal-hal baru yang lebih baik, daripada sikap pemahaman bersifat eksklusif yang cenderung tertutup dan merasa paling benar sendiri. Sehingga mampu saling menghargai secara setara suara masyarakat petani di sekitar/dalam kawasan TNUK. Sehingga kesepakatan-kesepahaman yang dibangun mesti di landaskan rasa keadilan dan asas manfaat bagi kedua belah pihak. Sebab pada prinsipnya, tidak semua masyarakat di sekitar hutan adalah ancaman dan masalah, bisa jadi mereka adalah bagian dari solusi bagi pengelolaan kawasan konservasi

.



97

Ciri lain konservasi khas Indonesia adalah wujud dari pengetahuan lokal yang mementingkan keragaman dan pengelolaannya, baik di tingkat genetik,jenis maupun ekosistem. Argumenasi peletarian dalam konservasi khas Indonesia adalah ertimbangan rasional. Dan konservasi khas Indonesia umumnya termasuk bagian dari sitem yang jelas dari wewenang lokal dan adat yang mengatur panen, mengawasi warga keluar masuk lahan, dan menyelesaian perselisihan. Lebih jauh lihat, Andri Santosa (Ed.), Konservasi Indonesia; Sebuah Potret Pengelolaan dan Kebijakan, Pokja Kebijakan Konservasi, 2008, hlm. 36-37.

(5)

4. Dalam pengelolaan kawasan TNUK jangka panjang, hendaknya juga memperhatikan masyarakat yang berada di keseluruhan wilayah TNUK, dan perlu melakukan kajian di sekitar kampung dan desa-desa lain luar desa Ujung Jaya, untuk mendapatkan gambaran perbandingan yang lebih utuh tentang kondisi sosial, ekonomi, budaya dan respon mereka atas keberadaan TNUK. Agar pihak pengelola TNUK dapat membangun sinergi yang lebih baik untuk pengelolaan TNUK secara berkelanjutan. Untuk itu diperlukan perluasan kerjasama multi pihak baik kepada masyarakat sekitar dan dalam kawasan dalam asas kesetaraan dan lembaga lain yang concern dalam pengelolaan kawasan hutan konservasi demi peningkatan kapasitas dan kesejahteraan masyarakat berdasarkan inisiatif dan kearifan lokal.

5. Secara akademis pentingnya mengembangkan kajian multi perspektif (sosial, ekonomi, ekologi-politik dan agraria) untuk mengurai beragam konflik dan tumpang tindih kebijakan dalam pengelolaan hutan (dan kawasan konservasi) di Indonesia, sebagai bagian dari upaya berkontribusi dalam pengkayaan metodologi penelitian Sosiologi Pedesaan.

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini Phobos hanya dapat menangani deteksi pada source code dalam bahasa pemrograman LISP dan Pascal sesuai dengan analisis pada Subbab 3.1.. File serahan tugas

Kebangkrutan dari berbagai pengertian di atas dapat disimpulkan sebagai suatu keadaan atau situasi dalam hal ini perusahaan gagal atau tidak mampu lagi memenuhi kewajiban-

Akuntabilitas berpengaruh terhadap kepercayaan nasabah deposito Kepercayaan merupakan komponen penting untuk menjaga hubungan yang berkalanjutan antara semua pihak yang

Dimasukkan dalam tabung reaksi 1, 2, dan 3 dengan 7olume %ang sama (8 1 dengan 7olume %ang sama (8 1 m) m) arutan Sukrosa arutan Sukrosa  '  'ab 3 ab 3  '  'ab 2 ab 2

Dari pendapat-pendapat para pakar ekonomi tentang definisi harga tersebut di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa harga adalah elemen dalam bauran pemasaran yang tidak

Di tengah tantangan perlambatan ekonomi domestik tahun ini yang berakibat pada melambatnya pertumbuhan perbankan, kinerja Bank Tabungan Negara Tbk (BBTN) hingga Mei kemarin

Sasaran utama pengelolaan anestesi untuk pasien dengan cedera otak adalah optimalisasi tekanan perfusi otak dan oksigenasi otak, menghindari cedera sekunder dan

3. Peneliti memberikan tes karakteristik kemampuan berpikir lntuitif kepada siswa gaya tipe juding. Peneliti memberi kesempatan kepada subjek untuk menyelesaikan lembar