• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRIMARY SURVEY. A : Airway, menjaga airway dengan control servikal (servical spine control) B : Breathing, menjga pernafasan dengan ventilasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRIMARY SURVEY. A : Airway, menjaga airway dengan control servikal (servical spine control) B : Breathing, menjga pernafasan dengan ventilasi"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PRIMARY SURVEY

Pengertian

Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi berdasarkan jenis perlukaan, tanda-tanda vital, dan mekanisme trauma. Pada penderita yang terluka parah, terapi9 yang di berikan berdasarkan prioritas. Tanda vital penderita harus di nilai secara cepat dan efisien. Pengolaan penderita berupa primary survey yang cepat dan kemudian resusitasi, secondary survey dan akhirnya teerapi definitif. Proses ini merupakan ABC-nya trauma, dan berusaha untuk mengenali keadaan yang mengancam nyawa terlebih dahulu, dengan berpatokan pada urutan berikut A : Airway, menjaga airway dengan control servikal (servical spine control)

B : Breathing, menjga pernafasan dengan ventilasi

C : Circulation dengan kontrol perdarahan (hemorrhage control)

D : Disability : status neurologis

E : Exposure/Environment control : buka baju penderita, tetapi cegah hipotermia

Selama primary survey, keadaan yang mengancam nyawa harus dikenali, dan resusitasinya dilakukan pada saat itu juga. Tindakan primary diatas adalah dalam bentuk berurutan, sesuai prioritas dan agar lebih jelas; namun dalam praktek hal-hal ditas sering dilakukan bersamaan.

Prioritas pada penderita anak, pada dasarnya sama dengan orang dewasa, walaupun jumlah darah, cairan, obat, ukuran anak, kehilangan panas, dan pola perlukaan dapat berbeda, namun penilaian prioritas adalah sama seperti pada orang dewasa.

(2)

Prioritas pada orang hamil sama seperti orang tidak hamil, akan tetapi perubahan anatomis dan fisiologi dalan kemhamilan dapat mengubah respon penderita hamil terhadapa trauma. Penting untuk survival ibu dan anak adalah pengenalan dini adanya kehamilan yang dapat dilakukan dengan pemeriksaan fisik dan laboraturium (HCG), dan penilaian dini terhadap janin.

Ada dua jenis utama lesi trauma serebral: lesi primer, yang dihasilkan dari

dampak traumatis langsung (trauma kepala), dan lesi sekunder yang terjadi setelah dampak langsung atau sebagai gejala sisa dari cedera primer 1

Cedera neuronal

Di bidang cedera neuronal utama, diffuse cedera aksonal (DAI) adalah jenis yang paling umum dari lesi traumatik primer.

Memar kortikal adalah jenis yang paling umum kedua primer lesi intra-aksial. Hal ini terbatas pada materi abu-abu dangkal otak dengan hemat relatif materi putih yang mendasari, selain dari kontusio yang lebih parah yang dapat melibatkan materi putih yg terletak di bawah. Hal ini sering berdarah, mulai dari petechiae microhaemorrhagic untuk hematoma nyata. Kontusio cenderung bilateral dan multipel, dan mereka kebanyakan melibatkan lobus frontal dan temporal. Lesi frontal cenderung terletak di dekat piring berkisi, orbit atau sphenoidale planum, sedangkan lesi temporal yang kebanyakan terjadi tepat di atas tulang kaku atau di belakang sayap sphenoid lebih besar. Bagian lain dari otak juga dapat terlibat, meskipun lebih jarang, dan zona paling sering adalah lobus parietal dan oksipital dan cerebellum.

Memar Cerebral cenderung berhubungan dengan gangguan klinis; hanya ketika memar yang sangat besar akan kesadaran secara serius terganggu.

Subkortikal cedera materi abu-abu adalah entitas tertentu yang ditandai dengan pendarahan beberapa petechial terutama yang terletak di mesencephalon, ganglia

(3)

basal, thalamus dan hipotalamus. Lesi ini khas dalam trauma kepala yang sangat parah dan pada pasien yang sering mati dalam waktu beberapa hari setelah cedera. Cedera otak primer dan sekunder batang adalah lesi yang dapat berdarah atau tidak, tergantung pada saat cedera terjadi. Aspek radiologi mereka berasal dari mekanisme dari trauma yang dapat dibagi ke dalam kategori yang tepat:

 hipoksia / iskemia;

 perdarahan atau cedera sekunder pada batang otak perforantes kapal;

 dampak langsung / penetrasi cedera;

 robek kekuatan, dan

 robeknya persimpangan pontomedullary.

MR adalah metode pilihan untuk studi ini menunjukkan luka dan lesi fokal hyperintense T2 jika tidak ada komponen perdarahan atau memperpendek T2 jika ada haemosiderin konsekuen pada komponen perdarahan.

Pendarahan

Hematoma epidural adalah yang paling sering asal arteri, akibat dari laserasi langsung atau robeknya arteri meningeal (biasanya arteri meningeal tengah) dengan patah tulang tengkorak. Mereka adalah khas daerah temporal atau temporoparietal.

Vena epidural hematoma jauh kurang umum daripada yang asal arteri. Mereka biasanya berhubungan dengan laserasi sinus dural disebabkan oleh oksipital, parietal atau patah tulang sphenoid.

Mereka sebagian besar terletak di fosa posterior sebagai akibat dari laserasi dari sinus melintang atau sigmoid di fosa tengah akibat cedera sphenoparietal sinus atau di daerah parasagittal sebagai akibat dari laserasi sinus sagital superior.

(4)

Hematoma

Hematoma subdural yang disebabkan oleh robeknya vena bridging yang berjalan melalui ruang subdural dan sangat sensitif terhadap percepatan rotasi atau linier. Presentasi klinis adalah variabel, mulai dari penurunan kesadaran ke headhache umum.

Mereka biasanya terletak di konveksitas supratentorial walaupun mereka juga bisa dalam fosa posterior, sepanjang tentorium dan falx tersebut. Kedua lokasi terakhir yang paling umum pada anak-anak dan korban luka nonaccidental (sindrom anak belur), tetapi mereka tidak spesifik untuk penyiksaan anak.

CT scan sangat sensitif terhadap perdarahan akut atau kronis, tetapi tidak begitu banyak untuk hematoma subakut, sehingga sebenarnya CT mendeteksi hanya sekitar 50 - 60% dari hematoma subdural.

MR menawarkan banyak keuntungan dibandingkan CT: MR lebih unggul dalam menemukan lesi karena fosa posterior, tentorium dan tabel dalam tengkorak baik divisualisasikan tanpa artefak dan dengan sensitivitas 1-2mm; MR perdarahan dapat juga mudah tahap dalam berbagai tahap evolusi. Untuk alasan ini MR sangat membantu dalam hematoma subdural subakut yang isodense CT, karena MR sensitif terhadap kehadiran methaemoglobin bebas dalam larutan, subakut subdural hematoma memiliki intensitas tinggi pada T2 dan urutan T1. Kontras ditingkatkan CT tidak lagi diperlukan untuk konfirmasi diagnosis ini. Akhirnya, MR juga sangat membantu juga karena kapasitas intrinsik untuk

memvisualisasikan lesi dalam tiga dimensi; ini sering berguna dalam menentukan tingkat keparahan efek massa hematoma, dan pilihan terapi konsekuen

(konservatif atau pembedahan).

Hematoma intraserebral adalah koleksi fokus darah yang sebagian besar timbul dari rotationally induksi shearstrain cedera vena atau arteri intraparenchymal, atau kadang-kadang dari cedera penetrasi langsung ke kapal. Hematoma intraserebral biasanya terletak di bagian putih frontotemporal atau ganglia basal dan ini sering

(5)

berhubungan dengan patah tulang calvarian. Perjalanan klinis ringan, tanpa kehilangan kesadaran, kadang-kadang sakit kepala hadir.

Mereka mungkin bervariasi dalam dimensi dari beberapa mm untuk beberapa cm. Kadang-kadang sulit untuk membedakan hematoma intraserebral dari kontusio berdarah atau DAI. Perbedaannya adalah bahwa hematoma intraserebral

memperluas antara neuron relatif normal, sedangkan kontusio berdarah berada di otak bersamaan terluka dan edema.

Perdarahan intraventricular adalah karena robeknya rotationally diinduksi subependymal vena pada permukaan ventral corpus callosum dan di sepanjang septum pellucidum atau forniks.

perdarahan subarachnoid sangat sering pada trauma kepala, bahkan dalam trauma ringan. CT adalah metode pencitraan pilihan MR tidak sensitif pada fase akut (meskipun lebih baik untuk mendeteksi perdarahan subarahcnoid subakut).2 1. Primary Survey

A. Airway dengan control servical 1. penilaian

a. menganal patensi airway (inspeksi, auskultasi, palpasi) b.penilaian secara cepat dan tepat akan adanya obstruksi 2. pengelolaan airway

a. lakukan chin lift atau jaw trust dengan kontrol servicalin-line mobilisasi b. bersihkan airway dari benda asing bila perlu

(6)

- pasang airways definitif sesuai indikasi 3. fiksasi leher

4. anggaplah bahwa terdapat kemungkinan fraktur servikal pada setiap penderita multi trauma, terlebih bila ada gangguan kesadaran atau perlakukan diatas clavikula.

5. Evaluasi

(7)

B. Breathing

1. penilaian

a. buka leher dan dada penderita, dengan tetap memperhatkan kontrol servical in line immobilisasi

b. tentukan laju dalam pernapasan

c. inspeksi dan palpasi leher dan thorak untuk kemungkinan defisiasi trakea, kesimetrisan torak, pemakaian otot-otot tambahan dan cedera lain

d. perkusi torak untuk menentukan redup atau hopersonor e. auskultasi toral bilateral

2. pengelolaan

a. memberikan oksigen dengan konsentrasi tinggi b. ventilasi dengan bag valve mask

c. Menghilangkan tension pneumo thorak d. memasang pulse owymeter

3. evaluasi

C. Circulation dengan control perdarahan

1. Penilaian

a. Mengetahui sumber perdarahan eksternal yang fatal b. mengetahui sumber internal yang fatal

c. Periksa nadi : kecepatan, kualitas, keteraturan, pulsus paradoksus. Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri yang besar merupakan pertanda

diperlukannya resusitasi masif segera.

d. periksa tanda kulit kenali tanda- tanda sianosis e. periksa tekanan darah

(8)

2. Pengelolaan

a. penekanan langsung pada daerah perdarahan

b. kenali perdarahan internal, kebutuhan untuk intervensi bedah serta konsultasi pada ahli bedah.

c. pasang kateter IV 2 jalur ukuran besar sekaligus mengambil sample darah untuk pemeriksaan rutin, kimiadarah, tes kehamilan, golongan darah dan cros macth serta analisa gas darah.

d. bericairan kristaloidyang sudah dihangat kan dengan tetesan cepat. e. Pasang PSAG/bidai pneumatik untuk kontrol perdarahan pada

pasien-pasien fraktruk pelvis yang mengancam nyawa. f. cegah hipotrmia

3. evaluasi

D. Disability

1. tentukan tingkat kesadaran memakai skor GCS/PTS

2. Nilai Pupil : Besarnya, isokor atau tidak, refleks cahaya dan awasi tanda-tanda lateralisasi.

3. evaluasi airway. Oksigenisasi, ventilasi dan circulation

E. Exposure

1. buka pakaian penderita 2. cegah hipotermia

Resusitasi cairan

A. Re-evaluasi ABCDE

B. Dosis awal pemberian cairan kristaloid adalah 1000-2000 ml pada dewasa dan 20 ml/kg pada anak tetesan cepat

C. Evaluasi resusitasi cairan

1. nilailah respon penderita terhadap pemberian cairan awal 2. Nilai fungsi organ serta awasi tanda-tanda syok.

(9)

D. Pemberian cairan selanjutnya berdasarkan respon terhadap pemberian cairan awal.

1. respon cepat

- Pemberian cairan di perlambat samapi kecepatan maintance - tidak ada indikasi bolus cairan tambahan yang lain atau pemberian

darah

- pemeriksaan darah dan cross- match tetap dikerjakan

- konsultasi pada ahli bedah karena intervensi operatif mungkin masi diperlukan

2. Respon Sementara

- Pemberian cairan masi tetap dilakukan tambah dengan pemberian darah

- Respon terhadap pemberian darah menetukan tindakan operatif - konsultasikan pada ahli bedah.

3. Tanpa Respon

- konsultasikan pada ahli bedah - perlu tindakan operatif sangat segera

- waspadai kemungkinan syok non hemoragik seperti temponade jantung atau kontusio miokard

(10)

REFERENSI

1. Saint clair st. ATLS. Edisi ketujuh. Penerbit American Collage of Surgeons, Jakarta, 2004, Hal; 15-16.

2. http://dokter-medis.blogspot.com/2009/06/survei-primer-primary-survey.html diakses 1 maret

3. Saint clair st. ATLS. Edisi ketujuh. Penerbit American Collage of Surgeons, Jakarta, 2004, Hal; 5-9

Gambar

Tabel indikasi airway definity

Referensi

Dokumen terkait

Untuk magnetisasi daTitipe-P maka pactasalah satu lapisan tipis teIjadi pembalikan maIDenmagnetik sehingga akan timbul dinding tetapi kemudian lenyap apabila maIDenmagnetik

Setelah menganalisis interpretasi puisi sanyuhwa karya Kim Sowol melalui pendekatan semiotik Riffaterre ini dapat diinterpretasikan bahwa Kim Sowol ingin menyampaikan apa yang

a) Bank harus mengintegrasikan Model Internal ke dalam proses manajemen Risiko Pasar harian. Output yang dihasilkan Model Internal tersebut harus digunakan dalam

Berdasarkan hasil observasi yang telah dilakukan, diketahui rendahnya kecakapan kewarganegaraan ( civic skills ) individu siswa sabagai anggota kelas dan kewajibannya

Karena panggul mempunyai bentuk yang tertentu , sedangkan ukuran-ukuran kepala bayi hampir sama besarnya dengan dengan ukuran dalam panggul, maka jelas bahwa kepala

Sepuluh karya tersebut meliputi enam buah dompet panjang (pria dan wanita), tiga dompet standar untuk.. pria, dan satu buah dompet medium untuk pria. Sebelas dompet

Hasil perlakuan iradiasi in vitro dan in vivo, menunjukkan bahwa dosis lethal yang dapat membunuh larva secara umum ditunjukkan dengan nilai LD 50 , berturut-turut

Subijanto, dr., M.S, selaku Kepala Program Studi Magister Kedokteran Keluarga Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberikan kesempatan dalam menempuh