• Tidak ada hasil yang ditemukan

RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7&8/PUU-VIII/2010

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 7&8/PUU-VIII/2010"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 7&8/PUU-VIII/2010

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG

NOMOR 27 TAHUN 2009

TENTANG MPR, DPR, DPD, DAN DPRD

DAN PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 6

TAHUN 1954 TENTANG PENETAPAN HAK ANGKET

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT

TERHADAP

UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA REPUBLIK

INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PEMERIKSAAN

PERBAIKAN PERMOHONAN

(II)

J A K A R T A

KAMIS, 11 MARET 2010

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 7&8/PUU-VIII/2010 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dan Pengujian Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 tentang Penetapan Hak Angket Dewan Perwakilan Rakyat terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

PEMOHON

- Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.H., dkk.

ACARA

Pemeriksaan Perbaikan Permohonan (II)

Kamis, 11 Maret 2010, Pukul 14.30 – 15.20 WIB

Ruang Sidang Pleno Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. (Ketua)

2) Dr. Harjono, S.H., MCL. (Anggota)

3) Drs. Ahmad Fadlil Sumadi, S.H., M.Hum. (Anggota)

(3)

Pihak yang Hadir: Pemohon:

- Dr. Bambang Supriyanto, S.H., M.H. - Aryanti Artisari, S.H., M.Kn.

- Jose Dima Satria, S.H., M.Kn.

(4)

1. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Sidang Panel dalam Perkara Nomor 7/PUU-VIII/2010 dan sekaligus, ya, kita dengan Nomor Perkara 8 dan ini Pemohonnya sama, materinya hampir sama, dan panelnya juga sama, jadi sidang ini sekaligus dua perkara saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Saudara Pemohon, untuk pertama kali yang hadir masih tetap seperti minggu kemarin atau yang baru, saya persilakan untuk memperkenalkan diri.

2. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Terima kasih, Yang Mulia.

Saya Bambang Supriyanto, sebagai Pemohon I, jadi masih sama dengan waktu Sidang Panel yang lalu.

Terima kasih.

3. PEMOHON : ARYANTI ARTISARI, S.H., M.KN.

Terima kasih, Yang Mulia.

Nama saya Aryanti Artisari, masih sama sebagai Pemohon II.

4. PEMOHON : JOSE DIMA SATRIA, S.H., M.KN.

Saya Jose Dima Satria selaku Pemohon III. Pemohon IV tidak dapat hadir, Yang Mulia.

5. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Ya, jadi yang hadir Pak Dr. Bambang, kemudian..., Bambang Supriyanto tentunya, Bambang banyak ini, ada Bambang Rahmadi juga ngajukan ke sini, ada Bambang Widjayanto juga, semuanya menjadi Pemohon di sini. Kemudian Aryanti Artisari, ya?

6. PEMOHON : ARYANTI ARTISARI, S.H., M.KN.

Ya, betul.

SIDANG DIBUKA PUKUL 14.30 WIB

(5)

7. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Kalau dengar suaranya seperti belum dewasa, tapi saya lihat tanggal lahirnya 20 Desember 81 berarti sudah dewasa. Kemudian Jose Dima Satria. Aristya Agung Setiawan tidak hadir, ya?

8. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Tidak hadir, Yang Mulia.

9. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Baik. Saudara Pemohon, ini kalau kita lihat materi yang dijadikan pengujian ini masalahnya sudah selesai di DPR, kan gitu, kalau kaitannya dengan Century, kaitannya dengan hak angket yang penggunaan salah satu Century. Apa ada keinginan untuk mencabut permohonan atau terus?

10. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Kami bertekad terus, Yang Mulia, karena tidak hanya itu saja sebetulnya. Sebagai warga negara yang baik kami berkepentingan dengan terciptanya suatu tata hukum yang baik terutama dalam bidang hukum tata negara.

11. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Baik, kalau begitu kita mulai yang nomor 7 dulu, Perkara Nomor 7. Pada minggu yang lalu, maaf pada persidangan yang lalu ya, sudah ada nasihat-nasihat yang diberikan oleh Panel terhadap permohonan yang Saudara ajukan. Nah, terhadap hal itu tentu sudah dilakukan perbaikan dan elaborasi secukupnya. Nah, untuk itu hal-hal apa yang dilakukan perbaikan terhadap permohonan Saudara khususnya Perkara Nomor 7 yaitu berkenaan dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DPD (Dewan Perwakilan Daerah), Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau dulu dipakai MD3 singakatan tidak resmi gitu, tapi yang resmi karena ini nomenklatur tentu memang harus disebut resmi dan ini menjadi dokumen negara, oleh karena itu waktu itu saya mengkritisi untuk yang soal MD3 itu. Nah, untuk itu saya persilakan hal-hal apa saja yang sudah diperbaiki dari pokok-pokok permohonannya, saya persilakan.

12. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

(6)

Jadi sesuai dengan nasihat dan saran Yang Mulia pada Sidang Panel yang pertama maka antara lain tadi sudah Yang Mulia sebutkan juga bahwa istilah MD3 tidak kami gunakan dan kami gunakan istilah yang lengkap penyebutan undang-undang tersebut yaitu Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, itu tentang peristilahan atau nomanklatur.

Selanjutanya kami buat secara lebih sistematis lagi sehingga akan nampak dalam permohonan revisi ini mengenai masalah kewenangan Mahkamah Konstitusi, kemudian legal standing para Pemohon dan juga alasan-alasan pengajuan permohonan, pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 itu kami buat sistematis, termasuk juga bahwa istilah penafsiran waktu itu yang disinggung oleh salah satu Yang Mulia Hakim Ketua juga tidak kami gunakan istilah penafsiran, tapi kami lebih fokus pada pelaksanaannya.

Adapun tentang substansi permohonan kami tetap saja kami berpendapat bahwa seharusnya suatu pelaksanaan angket itu harus relevan dengan pemerintah yang satu zaman. Jadi intinya adalah itu yang kami mohonkan di sini. Dan juga ada sedikit perbaikan pada petitum juga bahwa di sini kami rubah, kami mohonkan agar sebagai alternatif bahwa Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat bahwa pelaksanaan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang 27 Tahun 2009 bertentangan dengan norma-norma konstitusi terkait. Jadi itu pokok-pokok penting perubahan yang kami lakukan dengan memperhatikan saran-saran yang diberikan oleh Yang Mulia Majelis Hakim Majelis Panel pada waktu itu.

Terima kasih.

13. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Baik, beberapa perubahan sudah Saudara lakukan, tapi berkenaan dengan petitum Saudara, angka 2 ini, dan angka 3, yang angka 4 juga. Karena ini adalah Pengujian Undang-Undang terhadap Undang-Undang Dasar tentu tidak pada posisi Mahkamah memberikan pendapat atau fatwa. Jadi mungkin Saudara bisa melihat di dalam Undang-Undang MK itu, khususnya di Pasal 56 dan 57. Nah, karena ini sudah perubahan kedua, jadi pilihannya kalau memang Saudara mau tetap seperti ini juga tidak apa-apa, tapi kalau misalnya mau dilakukan sesuai dengan Pasal 56 dan 57 itu sebagai landasannya di sini maka petitumnya dirubah dan direnvoi sekarang di dalam persidangan ini. Tapi kalau memang maksud dari permohonan Saudara ini soal ini ya tentu nanti Mahkamah akan menilainya dalam Putusan Mahkamah.

(7)

14. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Terima kasih, Yang Mulia.

Jadi sebetulnya dalam hal ini kami mengangap adanya semacam yurisprudensi Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana yang kami uraikan pada halaman 10 permohonan kami. Mungkin saya bacakan singkat saja, ”Bahwa Mahkamah Konstitusi dalam Putusanya Nomor 14/PUU-1/2003 Tanggal 25 Maret 2004 dalam perkara permohonan Pengujian Undang –Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2003 tentang Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau disebut dengan Undang-Undang Susduk, Pasal 30 ayat (2), ayat (3), ayat (4), dan ayat (5) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dalam pertimbangan hukum Mahkamah Konstitusi antara lain menyatakan perlunya Mahkamah Konstitusi memberikan pendapatnya mengenai pokok perkara a quo bahwa berpegang pada ketentuan Pasal 1, 2 Aturan Peralihan UUD 1945 yang dimaksud adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 54, dan ini Putusan Mahkamah Konstitusi Tahun 2004. Berdasarkan pada itu kami menyimpulkan bahwa dalam kasus-kasus tertentu masih dalam konteks, maka semoga dapat dikabulkan permohonan kami bahwa Mahkamah Konstitusi memberikan pendapat dalam hal ini, karena pendapat ini sangat penting. Kenapa penting? Karena justru pendapat ini diperlukan agar supaya ke depannya mengenai pelaksanaan Pasal 77 ayat (3) Undang-Undang 27 Tahun 2009 akan menjadi lebih baik lagi. Karena kalau situasi seperti ini berlangsung terus maka bisa dibayangkan dan itu mungkin terjadi dan saya pantau juga sekarang pun sudah muncul wacana-wacana itu bahwa suatu kasus yang sudah lampau dilakukan oleh pemerintahan yang lalu akan dimunculkan kembali oleh DPR yang sekarang. Nah, ini tentu akan berakibat lebih serius lagi terhadap ketentraman dan kedamaian kehidupan politik maupun berbangsa dan bernegara di negeri kita ini.

Demikian, Yang Mulia.

15. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Ya, jadi begini, di halaman 10 ini kan Saudara mengutip pertimbangan hukum Mahkamah, pertimbangan hukum Putusan Nomor 14 yang berkenaan dengan Pengujian Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2003 itu dulunya Susduk, kan gitu. Nah, sekarang itu namanya MD3 itulah, kan gitu, Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Nah, memang di dalam Pasal 77 itu kan mengatur tentang pelaksanaan hak DPR yaitu hak interpelasi, kemudian hak angket dan hak menyatakan pendapat, kan begitu, Pasal 77 itu. Kemudian secara berurutan ke bawah pelaksanaan dari ketiga hak itu diatur di dalam pasal berikutnya di dalam undang-undang itu, misalnya kalau misalnya

(8)

DPR menggunakan hak penyelidikan bisa dilanjutkan menjadi hak menyatakan pendapat atau DPR menggunakan hak angket dia bisa dilanjutkan dengan hak menyatakan pendapat atau huruf c nya jika presiden melakukan pelanggaran sebagaimana Pasal 7B kan itu Pasal 77 itu.

Nah, kalau dilihat argumentasi yang Saudara ajukan di sini dikaitkan dengan perkara..., berpegang pada ketentuan hukum Pasal 1 dan Aturan 2 Peralihan Undang-Undang Dasar 1945 terhadap semua aturan, ya, masih tetap dianggap masih berlaku sepanjang belum diadakan yang baru, kan begitu Pak, Aturan Peralihan Pasal 2 itu. Nah, persoalannya adalah kalau di dalam Undang-Undang MD3 itu dia mengatur tentang hak DPR yang juga diatur di dalam Undang-Undang Dasar, ketiga hak itu tadi, hak bertanya, interpelasi, eh.. hak pengawasan, hak angket dan hak interpelasi itu tadi, maaf bukan hak pengawasan….

16. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Menyatakan pendapat.

17. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Hak menyatakan pendapat. Itu disebut juga di dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian disebutkan lagi di dalam Undang-Undang-Undang-Undang MD3. Cuma secara khusus, khusus hak angket itu punya undang-undangnya sendiri tapi masih tahun 54. Nah, okelah ini kan soal pendapat, nanti kita lihat argumentasinya. Cuman apakah lalu dengan konstruksi seperti itu, Saudara lalu meminta pendapat kepada Mahkamah? Kalau misalnya ini kaitannya dengan permohonan yang Nomor 8 itu, kan gitu. Yang sekarang kan nomor 7, karena nomor 7 itu tentang hak angketnya, Undang-Undang Hak Angket, kan gitu. Sedangkan Nomor 8 ini adalah Undang-Undang 27 di Pasal 77 itu, kalau misalnya dua-duanya dibatalkan, kan gitu, Pasal 77 ayat (3) dan juga di dalam Perkara Nomor 8 misalnya dibatalkan juga dua-duanya maka tidak ada peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang khususnya hak angket, kan kira-kira begitu, kecuali Undang-Undang Dasar. Karena begini, kalau..., sebenarnya kalimatnya sudah benar, khususnya petitum nomor 3, cuma jangan memberikan pendapat, langsung saja menyatakan bahwa Pasal 77 ayat (3) bertentangan dengan norma konstitusi khususnya bertentangan dengan Undang-Undang Dasar khususnya pasal sekian pasal sekian, yang menjadi batu uji Saudara, karena kewenangan Mahkamah itu kan hanya menyatakan undang-undang ini atau pasal ini atau norma atau ayat atau penjelasan pasal itu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar atau konstitusional bersyarat, berlaku atau tidak bertentangan asal ini ini ini bisa juga, tetapi kalau pendapat tidak bisa, itu yang menjadi problem.

(9)

Kemudian yang kedua, petitum Saudara nomor 2 itu sebenarnya kan argumentasi itu, tetapi tidak bisa Mahkamah harus menentukan bahwa hak angket haruslah dilakukan pada pemerintahan yang sama dan DPR yang sama, kan maksudnya itu petitum nomor 2. Kita tidak bisa menentukan itu, karena itu tafsir sudah dari Undang-Undang Dasar Pasal 22 itu tadi. Tapi itu argumentasi di dalam bahwa dengan alasan-alasan itulah Saudara meminta bahwa Pasal 77 itu misalnya konstitusional bersyarat, dia tidak bertentangan dengan Undang-Undang Dasar asal dilaksanakan oleh DPR dalam periode dan pemerintahan yang sama, bisa juga seperti itu.

18. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Baik.

19. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Kalau tidak memenuhi syarat itu maka Pasal 77 ayat (3) itu bertentangan dengan konstitusi, kan kira-kira begitu.

20. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Baik.

21. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Nah, kalau mau direnvoi, direnvoi di situ Pak, karena ini perubahannya tidak ada lagi waktunya.

22. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Ya.

23. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Karena pasal…, undang-undang kita juga mengisyaratkan bahwa 2 kali ini perbaikannya, waktunya 14 hari. Atau masih ada waktu? Tidak ada? Tenggang waktunya sudah habis. Jadi oleh sebab itu perbaiki kalau sesuai ya, atau tetap seperti ini, tidak apa-apa, nanti serahkan kepada Panitera, selesai persidangan ini, renvoinya.

24. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

(10)

25. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Yang dimaksud petitumnya ini. Soal argumentasi tadi yang halaman 10 itu kan sepanjang masih tetap berlaku sebelum diadakan yang baru, cuma undang-undang yang baru ini di dalam undang-undang tentang DPR, bukan Undang-Undang Angket, kan begitu. Ini…, itu perdebatan lah, tapi itu pertimbangan hukum saja itu pendapatnya itu, bukan yang menjadi petitum daripada putusan itu, itu pertimbangan, pendapat Mahkamah lah istilahnya. Nah, khusus Pasal 2 di petitum,maaf ayat (2) dan ayat (3),… ini ayat (4) ini tidak perlu lagi ini, Century ini kan sudah selesaikan ini, Pak. Kalaupun kita menentukan itu kan overbodig

sudah, kan begitu. Jadi 2 dan 3 digabung menjadi satu. Yang Saudara maksud itu adalah intinya hanya bisa dilakukan dari periode dan pemerintahan yang sama, kalau tidak itu tidak konstitusional, begitu saja. Kalau konstitusional bersyarat, syaratnya itu, kalau Saudara mau, atau tetap seperti ini juga ya silakan. Saya kira itu ya, untuk yang Nomor 7. Nah, nanti Saudara perbaiki, direnvoi, dan diserahkan sekarang juga selesai sidang ini kepada Panitera, karena kami ada sidang lagi ini.

Yang kedua, sekarang kita beralih ke permohonan yang Nomor 8, Nomor 8 ini apa yang menjadi inti dari… Kemudian yang Nomor Perkara Nomor 8 ini, apa yang menjadi pokok-pokok perubahan yang sudah disampaikan kemarin tolong Saudara disampaikan dahulu.

26. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Baik, terima kasih Yang Mulia.

Jadi sama juga, kami buat lebih sistematis lagi, muncul di sana dari sistematika itu dimulai dari kewenangan Mahkamah Konstitusi, kemudian legal standing, kemudian alasan-alasan pengajuan permohonan Pengujian Undang-Undang Hak Angket Tahun 1954 dan terakhir juga petitum. Inti..., ada satu hal yang kami rombak sama sekali adalah bahwa kami tidak mengekspos sejumlah perbedaan antara Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 dengan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 seperti yang kami sampaikan pada permohonan yang pertama sebelum direvisi, tapi kami lebih fokus kepada hak-hak konstitusional yang kami anggap kami merasa dirugikan oleh adanya inkonsistensi karena adanya dua hukum, dua undang-undang yang sama-sama berlaku dan mengatur hal yang sama dan lagi bahwa ternyata di dalamnya ada juga pertentangan antara satu ketentuan yang diatur oleh Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1954 dan Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009. Dan kami di sini penekannya sebagaimana disarankan oleh salah satu Hakim Konstitusi, kalau tidak salah Bapak Dr. Harjono waktu itu, entry point-nya yang dirubah. Jadi kami merubah

entry point di sini. Jadi argumentasi untuk memohonkan agar itu dicabut adalah berdasarkan pada………….., di halaman (...)

(11)

27. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Delapan, bukan?

28. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Bukan. Di depan...

29. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Nomor 10?

30. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Di II. B2 ……, itu ada di halaman 3 dan halaman 4, Yang Mulia. Jadi halaman 3 di bagian B itu, ini bicara tentang legal standing saya kutip Pasal 51 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, di situ ada ayat (1), kemudian pada ayat (2) dikatakan di sana, diatur di sana bahwa ”Pemohon wajib menguraikan dengan jelas dalam permohonannya tentang hak-hak dan/atau kewenangan konstitusionalnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1)”. Kemudian pada ayat (3) huruf a, ”Dalam permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa, huruf a, pembentukan undang-undang tidak memenuhi ketentuan berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.” Jadi kami mengambil jalur itu, jadi bukannya jalur 3B yang dianggap bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945. Jadinya kami rubah sama sekali dan juga sesuai dengan saran Yang Mulia Hakim Dr. Harjono.

Selanjutnya argumentasi-argumentasi di belakang kami bangun berdasarkan kepada alur yang ini. Dan lagi juga kami pertajam pada halaman 5, Yang Mulia, halaman 5 pada III huruf a angka 1. Jadi kalau dikutip atau diambil kata-kata sepenuhnya dari Aturan Peralihan Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi, ”Segala peraturan perundang-undangan yang ada masih tetap berlaku selama belum diadakan yang baru menurut Undang-Undang Dasar ini. Kami berpendapat bahwa undang-undang hak angket 6 tahun 1945 itu sudah jelas merupakan produk lama dan karenanya tidak sesuai dengan bunyi aturan peralihan ini, Pasal 1 Undang-Undang Dasar 1945, karena pada saat ini pada tahun 2009 yang lalu sudah dikeluarkan undang-undang yang mengatur tentang apa yang disebut MD3 dalam bahasa sehari-hari. Oleh karena itu kami berpendapat, cukup kuatlah alasan apabila Yang Mulia Mahkamah Konstitusi memutuskan nanti bahwa Undang-undang Nomor 6 Tahun 1954 sudah selayaknya untuk dinyatakan tidak berlaku atau tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

(12)

31. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Ya, baik. Jadi di permohonan Nomor 8 ini, Saudara menggunakan pengujian formal maupun materiil, dua-dua ya?

32. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Kami formal, yang formal saja, 3A, yang formal, kami tidak menggunakan yang materiil.

33. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Jadi pengujian formal?

34. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Ya, betul.

35. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Pengujian formal Pasal 51 ayat (3) huruf a ?

36. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Ya, betul.

Kami kutip pada halaman 3 dan halaman 4, Yang Mulia.

37. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Saudara ini perorangan warga negara ini, pengujian formal itu adalah yang berkaitan dengan proses pembentukan suatu perundang-undangan. Oleh karena itu tentu dalam konteks itu kerugian konstitusional dari terbentuknya suatu undang-undang itu tentu Saudara juga harus menguraikan di sana. Nanti kita akan lihat apakah alasan-alasan hukum itu mempunyai kerugian konstitusional, ya. Itu pintu masuk yang pertama.

Setelah itu tentu kita akan melihat hal-hal lain dari..., Kemudian petitum Saudara ini ya, nomor 2 ini, coba lihat. Ini salah sudah, kalau Saudara mangatakan pengujian formal di nomor 1 Saudara sudah menyatakan pengujian materiil, ini kan konsistensinya (...)

38. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

(13)

39. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Jadi, untuk tidak salah, menerima dan mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya, begitu saja. Jadi kalau disebut di situ, jadi salah jadinya. Kemudian menyatakan bahwa undang-undang… jadi kalau di sini kan, apa namanya ya, pembentukan Undang-Undang Nomor 6 ini nomor sekian tidak memenuhi syarat yang ditetapkan oleh Undang-Undang Dasar, ya kan? Di sini tidak ada kan? Kemudian ya tentu yang ke 3 menyatakan bahwa undang-undang itu tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat. Yang ke 4 menyatakan putusan ini diumumkan dalam berita negara, memerintahkan putusan ini diumumkan dalam berita negara, itu sudah standar itu, kalau melihat 56 dan 57 itu, itu sudah standar itu, jadi disimpulkan di sana, hanya itu. Karena dia tidak sesuai dengan prosedur yang diatur oleh Undang-Undang Dasar, dia tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, kemudian akibat hukumnya ya diumumkan dalam berita negara, tiga itu. Sama juga yang tadi itu yang permohonan yang pertama dan terakhir juga harus ada dalam berita negara, karena ini perubahan atau penghapusan suatu undang-undang kan, jadi harus ada dalam berita negara, konsekuensinya itu.

Pak Harjono, silakan Pak.

40. HAKIM ANGGOTA : DR. HARJONO, S.H., MCL.

…Saudara Pemohon, ya, di samping apa yang disampaikan oleh Pak Ketua Sidang, saya akan mencoba untuk mengarahkan bagaimana Anda memperbaiki ini. Perkara Nomor 7 itu yang jelas pasti harus diubah petitumnya kan. Karena petitum itu yang Anda tulis dalam halaman 11, angka 2, memberikan pendapat. Nah, memberikan pendapat itu, Mahkamah tidak pernah memberikan pendapat. Langsung memberikan pendapat, tidak. Kalau dalam satu perkara pengujian, karena pengujian undang-undang itu 3 saja nasibnya, di NO, dikabulkan, ditolak. Jadi tidak memberikan pendapat, tidak. Tapi sebelum sampai pada itu kemudian memberikan pendapat, itu boleh. Tapi formatnya tetap pengujian undang-undang. Oleh karena itu tinggal hanya Anda bagaimana membuat permohonan ini. Kalau memang yang diharapkan memberikan pendapat, maka Anda bisa mengkonstruksi ini dengan mengatakan

conditionally constitutional sejauh apa yang Anda inginkan. Pasal ini menjadi constitutional sejauh, sejauhnya itu apa? Sejauhnya itu yang Anda inginkan, begitu, sejauh begini pelaksanaannya, tidak begitu, nah

gitu lho. Jadi ini tetap dalam koridor pengujian undang-undang, hanya saja petitumnya adalah menyatakan pasal ini konstitusional sejauh ditafsirkan, atau sejauh dimaknai,.. dimaknai makna itu sebagaimana yang Anda maksudkan, begitu kalau mau renvoi itu, karena Mahkamah memang tidak pernah memutus khusus untuk berpendapat dalam putusannya, bukan 3 kemungkinan tadi, menolak dan mengabulkan, serta tidak menerima yang tadi. Itu mengenai angka 7.

(14)

Mengenai Nomor 8. Ini bagaimana nanti Anda berkaitan dengan persoalan pembuktikan? Apa betul, Perkara Nomor 8 ini memang Anda bermaksud mau melakukan pengujian formil? Kalau melakukan pengujian formil, maka yang dimasalahkan adalah tata cara pembuatannya, pembentukannya. Undang-undang ini kan diundangkan tahun 1954. Kalau tahun 1954 berarti Anda akan menguji undang-undang ini dengan tata cara pembuatan tahun 1954, ya kan. Tentu tidak dengan tata cara pembuatan sekarang, kan nggak klop. Oleh karena itu kalau memang formil, pengujian formilnya pembuatan tahun 1954. Cuma masalahnya Anda sebetulnya sudah punya clue, sudah punya petunjuk bahwa ini sebetulnya berlakunya karena aturan peralihan. Oleh karena itu, mungkin berdasarkan aturan peralihan itu Anda bisa mendasarkan bahwa keberlakuan aturan peralihan, kemudian menyebabkan undang-undang ini sudah tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat di samping sudah ada Undang-Undang Nomor 27. Formilnya diuji di situ. Bukan dalam arti pengertian formil dimana pembentukannya. Pengertian formil Anda bisa perluas menjadi pengertian dasar berlakunya, pengesahannya, dasar pengesahannya. Kita memang belum sampai pada itu, pada dasar pengesahan, keabsahan, berdasarkan peraturan peralihan. Yang ada memang di dalam undang-undang itu hanya berdasarkan pembentukannya. Nanti akan dipertimbangkan sendiri ya, tentang hal itu. Ini yang menyangkut…, oleh karena seperti itu petitumnya pun harus juga Anda sesuaikan ya.

Tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, karena apa? Dalam halaman 11. Karena menurut ketentuan peralihan seharusnya yang berlaku adalah Undang-Undang Nomor 27. Jadi tidak mempunyai kekuatan hukum mengikatnya bukan karena pengujian materiil, tapi karena menurut ketentuan aturan peralihan seharusnya sudah tidak berlaku lagi. Sedangkan, “Setidaknya memberikan pendapat…” nah itu sama saja, artinya sama saja dengan yang tujuh tadi. Mahkamah Konstitusi tidak akan memberikan pendapat langsung pada putusannya, kecuali kalau di dalam putusan baik itu pengujian formil maupun materiil, Mahkamah memandang perlu untuk menyampaikan pendapatnya dalam putusan tersebut, meskipun itu di dalam pertimbangan hukumnya.

Saya kira itu. Saya kira paham itu, Pak Bambang?

41. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Baik.

42. HAKIM ANGGOTA : DR. HARJONO, S.H., MCL.

Waktunya tidak banyak, sehingga sebetulnya kalau toh mungkin ini waktu yang tersisa diberikan kepada Anda untuk memperbaiki renvoi itu, nanti disampaikan kepada Penitera aja renvoinya, kan begitu.

(15)

43. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Pak Fadlil, silakan.

44. HAKIM ANGGOTA : DRS. AHMAD FADLIL SUMADI, S.H., M.HUM.

Sebenarnya, kalau dipandang sudah cukup atau belum, itu apa yang di nasihatkan oleh Majelis Panel ini sudah cukup sebenarnya, Pak. Hanya saya memandang perlu untuk memberi penekanan- penekanan supaya menjadi perhatian dalam rangka merenvoi ini. Kalau mau melakukan renvoi ya sore ini, jangan lebih. Segera disampaikan kepada Panitera, lebih-lebih kalau softcopy-nya dibawa, silakan ke ruang penerimaan perkara itu, di sana ada laptop, ada komputer ada PC, bisa dilakukan di situ.

Penekanan yang pertama adalah mengenai pengujian formil ini. Coba dipertimbangkan baik-baik tentang aturan peralihan itu. Aturan peralihan itu kan intinya ada 2. Satu, undang-undang yang telah ada itu dinyatakan atau dianggap berlaku sepanjang belum ada undang-undang yang baru yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Dasar ini, kan begitu. Nah, sekarang yang Saudara explore itu baru sedikit sebenarnya. Yaitu kaitannya karena undang-undang baru itu sudah dibentuk, yaitu undang-undang yang di dalam pengujian Nomor 7 tadi kan ya, itu sudah dibentuk, maka sepertinya Anda masih menganggap bahwa undang-undang yang lama itu kok masih berlaku, wong ada yang baru. Jangan lupa bahwa ada prinsip yang mesti kita pahami bahwa undang-undang itu tidak lengkap dan tidak pernah akan lengkap. Bertolak dari situ maka lalu berlaku asas di dalam peraturan perundang-undangan itu, bagi undang-undang yang baru itu mengesampingkan undang-undang yang lama sepanjang undang-undang yang baru mengaturnya.

Kemudian yang kedua, belum di-explore yang kedua ini. Kalau undang yang baru ini tidak mengatur hal-hal yang di undang-undang yang lama sudah diaturnya secara rinci, maka rujukannya ya undang-undang yang lama itu harusnya masih dianggap berlaku. Kalau tidak dianggap berlaku, apa dasar rasionalitasnya? Apa argumentasi ilmiahnya sehingga ini tidak berlaku? Karena undang-undang tidak mesti tidak lengkap undang itu. Sehingga ada saja yang undang-undang meskipun baru, kalau…, lebih-lebih kalau tidak mencabut undang-undang yang lama, itu ada lubang-lubang yang mesti dipahami seperti itu. Itu belum ada eksplorasi terkait dengan argumentasi yang seperti itu, belum ada. Oleh karena itu saya kira kalau mau merenvoi argumentasi lebih tajam lagi.

Kemudian yang ke 2, yang terkait dengan petitum. Ingin saya sampaikan penekanan saya, itu kan yang pertama masalah tadi, Pak Ketua sudah menyampaikan menerima dan mengabulkan permohonan pengajuan materiilnya. Di materiil Anda bilang, “Oh ya, kami tidak

(16)

cermat”. Oke. Tapi yang kedua, petitumnya ini tidak langsung jumping

kepada tidak mempunyai kekuatan mengikat. Harus ada permintaan Anda bahwa pembentukan undang-undang tersebut, kalau tadi Pak Hakim Harjono menyatakan, “Dasar pembentukannya sudah tidak berlaku lagi sehingga undang-undang itu kehilangan validitasnya”, kan begitu kan? Nah, itu petitum seperti itu tidak ada. Anda langsung

jumping yang ketiga. Oleh karena itu bisa Anda baca sebenarnya dari Pasal 57 ayat (2) Undang-Undang Mahkamah Konstitusi. Jadi di situ disebutkan, Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan bahwa pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945, undang-undang tersebut tidak mempunyai kekuatan mengikat”. Ini yang Saudara kutip, yang Saudara jadikan acuan. Tapi ini ada yang mendahuluinya, yaitu yang menyatakan bahwa Putusan Mahkamah Konstitusi yang amar putusannya menyatakan, “Dalam hal pembentukan undang-undang dimaksud tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan UUD 1945 amar putusannya menyatakan dikabulkan.” Nah, antara ini dan Pasal 57 ayat (2) itu harus ada yang berbunyi “Mahkamah Konstitusi harus menyatakan bahwa pembentukan undang-undang a quo tidak memenuhi ketentuan pembentukan dalam Undang-Undang Dasar 1945”, harus ada begitu. Jadi itu dalam bunyi amar yang kedua. Jadi kalau ketiganya sudah betul, lalu Anda bikin alternatif, kalau tidak dikabulkan itu, itu sebaiknya tersendiri saja, tidak dalam satu nomor begitu. Atau tidaknya, atau angka 3 setidak-tidaknya memberikan pendapat. Silakanlah kalau memang itu dipertahankan, seperti itu.

Kemudian yang tadi, penekanan yang terakhir adalah dimuatnya ini dalam berita negara, itu juga referensinya Pasal 57.

Saya kira itu, Pak. Sudah cukup. Sore ini, Pak, ya, saya minta Kepaniteraan supaya dapat dilaporkan kepada Pleno.

45. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Ya, Saudara Pemohon, ya. Jadi perbaikan kita beri waktu, ini sekarang jam 15.15 Saudara perbaiki saja di sini. Saya kira flashdisk-nya dibawa tidak itu? Kalau ada. Jadi berperkara di MK itu kita tidak menuntut bayaran, karena memang tidak perlu mengeluarkan biaya. Kita siapkan fasilitasnya untuk segera perbaiki. Yang kita minta itu tepat waktu, tepat sasaran, dan kita bisa beracara dengan cepat, tapi tanpa mengabaikan aspek-aspek keadilan, kan gitu. Itu yang penting, jadi tadi sudah diberikan.

Yang terakhir, khusus permohonan Nomor 8 ini, argumentasi Saudara menggunakan aturan peralihan, tetapi juga Saudara harus lihat Pasal 20A ayat (2) itu hak angket itu masih tercantum di dalam Undang-Undang Dasar. Lalu dilihat betul juga di dalam Undang-Undang-Undang-Undang MD3 itu, apakah dia mengatur hak-hak anggota dewan yang disebutkan di dalam

(17)

Undang-Undang Dasar itu, dan mengenai tata caranya. Kemudian Undang-Undang Hak Angketnya sendiri itu tentu kalau dilihat proses pembentukannya berdasarkan Undang-Undang Dasar, itu kan harus juga memuat pasal Undang-Undang Dasar yang mengatur tentang tata cara pembentukan. Paling tidak itu harus disinggung harusnya, pembentukan Undang-Undang itu. Dasarnya dari Undang-Undang Dasar kemudian baru kepada undang-undang di bawahnya. Sehingga Saudara berargumentasi undang-undang ini tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat untuk berlaku atau prosedural pembentukannya atau argumentasinya tadi, karena aturan peralihan belum diadakan menurut di Undang-Undang Dasar yang sekarang ini, dasar pembentukan undang-undangnya yang lama itu pakai apa, nah di situlah di argumentasi. Tapi soal petitumnya sudah jelas tadi tuh, jangan berubah-ubah lagi, gitu lho, Pak. Jadi jelas. Sebab kalau tidak jelas petitumnya juga nanti akibatnya tidak jelas juga kalau bukan kewenangan Mahkamah begitu repot juga nanti, Pak.

Jadi Pak Bambang, nanti dikoordinasi sama Panitera, dan kita minta hari ini juga. Sebentar saja itu kalau sudah ada flashdisk-nya. Suruh salah satu kuasanya yang sekretarisnya atau apa ini kan, perbaiki formatnya, tanda tangan kembali. Supaya tidak dicorat-coret gitu, biar enak juga nanti, karena ini kan disampaikan kepada 9 Hakim semuanya hasil perbaikannya itu.

Cukup ya? Atau masih ada hal?

46. PEMOHON : DR. BAMBANG SUPRIYANTO, S.H., M.H.

Baik, Yang Mulia, kami akan segera laksanakan saran-saran Yang Mulia.

Terima kasih.

47. KETUA : DR. H.M. AKIL MOCHTAR, S.H., M.H.

Jadi.., maaf, di samping kepada 9 Hakim, permohonan Saudara ini disampaikan ke DPR, kepada Presiden juga. Nah, sebagai pendukung SBY, nanti Pak SBY lihat ini Pak Bambang bagaimana ini kok coret-coret begini bikinnya, kan begitu? Supaya bersihlah, begitu.

Baik, dengan demikian pemeriksanaan Perkara Nomor 7 dan 8 untuk tingkat Panel kita nyatakan selesai. Panel harus melapor kepada RPH bagaimana tindak lanjut perkara ini. untuk itu Saudara menunggu saja panggilan dari Mahkamah Konstitusi.

Dengan demikian sidang ini saya nyatakan ditutup.

SIDANG DITUTUP PUKUL 15.20 WIB KETUK PALU 3X

Referensi

Dokumen terkait

Dengan menghilangkan frasa telah mencapai usia sekurang-kurangnya 50 tahun dan sebagai bagian dari Pasal 9 ayat (1) huruf a Undang- Undang Nomor 11 Tahun 1969 tentang Pensiun

Tanti Novianti, S.P., M.Si Wakil Dekan Bidang Sumberdaya, Kerjasama dan Pengembangan FEM Gigih Budiarto, SIP, MM. Kepala Bagian Tata Usaha

Pendapat Graef ini didukung oleh temuan United Stated agency for International Development (USAID) yang menyebutkan bahwa angka mortalitas bayi yang mempunyai jarak kelahiran

Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang

Dalam penelitian ini bahan hukum primer, yaitu: berbagai dokumen peraturan perundang- undangan yang tertulis mengenai pajak dan perdagangan elektronik, Undang-Undang Nomor 11

Tujuan penyelenggaraan Sayembara Desain Arsitektur Gedung LKPP yaitu untuk mewujudkan ide atau gagasan paling optimal sesuai dengan program ruang yang dibutuhkan serta dapat

ang mana rancangan faktorial adalah suatu tindakan terhadap satu variabel atau lebih yang dimanipulasi secara simultan agar dapat mempelajari pengaruh setiap variabel terhadap

Subbagian Administrasi Pendidikan, Subbagian Administrasi Tenaga Kependidikan, Subbagian Administrasi Praktek Kerja Nyata, dan Subbagian Administrasi Ketarunaan dan