• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI. kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II LANDASAN TEORI. kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan,"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

8 BAB II

LANDASAN TEORI

2.1. Kematangan Karir

2.1.1. Pengertian Kematangan Karir

Menurut Crites (dalam Levinson, 1998) kematangan karir individu adalah kemampuan individu untuk membuat pilihan karir, yang meliputi penentuan keputusan karir, pilihan yang realistik dan konsisten. Pengertian kematangan karir jauh lebih luas dari pada sekedar pemilihan pekerjaan, karena akan melibatkan kemampuan individu baik dalam dalam membuat keputusan karir maupun aktivitas perencanaan karir. Kematangan karir mengarah pada pengenalan karir secara menyeluruh, diawali dengan pengenalan potensi diri, memahami lapangan kerja yang sebenarnya, merencanakan sampai dengan menentukan pilihan karir yang tepat.

Menurut Super (dalam Sharf 2006), kematangan karir merupakan daftar perilaku yang bersangkutan dengan mengidentifikasi, memilih, merencanakan, dan melaksanakan tujuan-tujuan karir yang tersedia bagi individu tertentu dalam perbandingannya dengan yang dimiliki oleh kelompok sebayanya; dapat dipandang sebagai taraf rata-rata dalam perkembangan karier bagi usianya.

Kematangan karir (career maturity) didefinisikan sebagai kesesuain antara perilaku karir individu dengan perilaku karir yang diharapkan pada usia tertentu di setiap tahap (Sharf, 2006).

(2)

9 2.1.2. Indikator Kematangan Karir

Menurut Super (dalam Sharf 2006), kematangan karir remaja dapat diukur dari dimilikinya indikator-indikator kematangan karir berikut ini: a. Aspek perencanaan karir (career planning).

Aspek ini mengukur seberapa besar pemikiran individu telah menunjukkan pada ragam aktifitas mencari informasi dan seberapa besar mereka merasakan tentang aspek kerja yang beraneka ragam.Aspek ini memiliki indikator sebagai berikut: 1) mempelajari informasi karir; 2) membicarakan karir dengan orang dewasa; 3) mengikuti pendidikan tambahan (kursus) untuk menambah pengetahuan tentang keputusan karir; 4) Berpartisipasi dalam kegiatan ekstrakurikuler; 5) mengikuti pelatihan-pelatihan berkaitan dengan pekerjaan yang diinginnkan ; 6) mengetahui kondisi pekerjaan yang diinginkan; 8) dapat merencanakan apa yang harus dilakukan setelah tamat sekolah; 9) mengetahui cara dan kesempatan memasuki dunia kerja yang diinginkan; 10) mampu mengatur waktu luang secara efektif.

b. Aspek eksplorasi karir (career exploration)

Eksplorasi karir didefinisikan sebagai keinginan individu untuk mengeksplorasi atau melakukan pencarian informasi terhadap sumber-sumber informasi karir. Aspek ini memiliki indikator sebagai berikut: 1) berusaha menggali dan mencari informasi karir dari berbagai sumber (guru bk, orang tua, orang yang sukses, dan sebagainya); 2) memiliki pengetahuan tentang potensi diri diantara bakat, minat, inteligensi,

(3)

10

kepribadian, nilai-nilai, dan prestasi; 3) memiliki cukup bayak informasi karir.

c. Pengetahuan tentang membuat keputusan Karir (decision making)

Aspek ini terdiri dari indikator-indikator sebagai berikut: 1) mengetahui cara-cara membuat keputusan karir; 2) mengetahui langkah-langkah dalam membuat keputusan karir; 3) mempelajari cara orang lain membuat keputusan karir; 4) menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir.

d. Pengetahuan tentang dunia kerja (world of work information)

Menurut Super konsep ini memiliki dua komponen dasar, yaitu; pertama berhubungan dengan tugas perkembangan ketika individu harus mengetahui minat dan kemampuan dirinya, mengetahui cara orang lain mempelajari hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan mengetahui alasan orang lain berganti pekerjaan. Kedua, konsep yang berkaitan dengan pengetahuan tentang tugas-tugas pekerjaan dalam suatu vokasional dan perilaku-perilaku dalam bekerja.

e. Pengetahuan tentang kelompok pekerjaan yang lebih disukai (knowledge

of preferred occupational group)

Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memahami tugas pekerjaan yang diinginkan; 2) mengetahui sarana yang dibutuhkan dari pekerjaan yang diinginkan; 3) mengetahui persyaratan fisik dan psikologis dari pekerjaan yang diinginkan; 4) mengetahui minat-minat dan alasan-alasan yang tepat dalam memilih pekerjaan.

(4)

11

f. Aspek realisme keputusan karir (realism)

Realisme sebagai konsep yang termasuk bagian pandangan atau pendapat Super tentang kematangan karir, tidak diukur dalam Inventarisasi Perkembangan Karir. Tetapi Super mendeskripsikannya sebagai kesatuan gabungan dari afektif dan kognitif yang paling baik diukur dengan menggabungkan data personal, laporan diri, dan tujuan sebagaimana dalam membandingkan sikap-sikap individu yang mempunyai sikap khas terhadap orang dalam pekerjaannya.

Realisme keputusan karir adalah perbandingan antara kemampuan individu dengan pilihan pekerjaan secara realistis. Aspek ini terdiri dari indikator-indikator berikut: 1) memiliki pemahaman yang baik tentang kekuatan dan kelemahan diri berhubungan dengan pilihan karir yang diinginkan 3) mampu melihat kesempatan yang ada berkaitan dengan pilihan karir yang diinginkan; 4) mampu memilih salah satu alternatif pekerjaaan dari berbagai pekerjaan yang beragam; dan 5) dapat mengembangkan kebiasaan belajar dan bekerja secara efektif.

g. Orientasi Karir (Career orientation)

Orientasi karir didefinisikan sebagai skor total dari: 1) sikap terhadap karir; 2) ketrampilan membuat keputusan karir; 3) informasi dunia kerja. Sikap terhadap karir terdiri dari perencanaan dan eksplorasi karir. Ketrampilan membuat keputusan karir terdiri dari kemampuan menggunakan pengetahuan dan pemikiran dalam membuat keputusan karir. Informasi dunia kerja terdiri atas memiliki informasi tentang

(5)

12

pekerjaan tertentu dan memiliki informasi tentang orang lain dalam dunia kerjanya.

2.2. Konseling Kelompok

2.2.1. Pengertian Konseling Kelompok

Konseling kelompok (group counseling) menurut Latipun(2008), merupakan salah satu bentuk konseling yang memanfaatkan kelompok untuk membantu, memberikan umpan balik (feedback) dan pengalaman belajar. Konseling kelompok dalam prosesnya menggunakan prinsip-prinsip dinamika kelompok (group dynamic). Latipun juga memberikan definisi lain terkait dengan konseling kelompok yaitu prosesdalam bentuk pengubahan pengetahuan, sikap dan perilaku termasuk dalamhal pemecahan masalah dapat terjadi melalui proses kelompok. Dalam suatu kelompok anggotanya dapat memberi umpan balik yang diperlukan untuk membantu mengatasi masalah anggota yang lain, dan anggota satu dengan yang lainnya saling memberi dan menerima. Konseling kelompok merupakan proses konseling yang dilaksanakan dengan memanfaatkankelompok untuk pemecahan masalah, pengubahan pengetahuan, sikap danperilaku melalui dinamika kelompok.

Menurut Prayitno (1995) layanan konseling kelompok pada dasarnya adalah layanan konseling perorangan yang dilaksanakan didalam suasana kelompok. Disana ada konselor dan ada klien, yaitu para anggota kelompok (yang jumlahnya minimal dua orang). Disana terjadi hubungan konseling

(6)

13

dalam suasana yang diusahakan sama seperti dalam konseling perorangan yaitu hangat, permisif, terbuka dan penuh keakraban. Dimana juga ada pengungkapan dan pemahaman masalah klien, penelusuran sebab-sebab timbulnya masalah, upaya pemecahan masalah (jika perlu dengan menerapkan metode-metode khusus), kegiatan evaluasi dan tindak lanjut.

Menurut Winkel dan Sri Hastuti (2004) konseling kelompok adalah suatu proses antarpribadi yang dinamis, yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang disadari.

Menurut Hansen, Warner dan Smith (dalam Prayitno dan Erman Amti, 2008), menyatakan bahwa konseling kelompok merupkan cara yang amat baik untuk menangani konflik-konflik antar pribadi dan membantu individu-individudalam mengembangkan kemampuan pribadi mereka.

2.2.2. Tujuan Konseling Kelompok

Tujuan konseling kelompok, yang dikemukakan oleh Gibson danMitchell (dalam Latipun, 2008), konseling kelompok berfokus pada usahamembantu klien dalam melakukan perubahan dengan menaruh perhatianpada perkembangan dan penyesuaian sehari-hari, misalnya modifikasitingkah laku, pengembangan keterampilan hubungan personal, nilai, sikap atau membuat keputusan karir.Menurut Prayitno (2008), tujuan konseling kelompok dibagi menjadidua, yakni tujuan umum dan tujuan khusus, yaitu:

(7)

14

a. Tujuan umum konseling kelompok adalah berkembangnya kemampunsosialisasi siswa, kususnya kemampuan komunikasi peserta layanan.Dalam kaitan ini sering menjadi kenyataan bahwa kemampuanbersosialisasi/berkomunikasi seseorang terganggu oleh perasaan,pikiran, persepsi, wawasan, dan sikap yang tidak obyektif, sempit danterkungkung serta tidak efektif. Melalui layanan konseling kelompokhal-hal yang mengganggu atau menghimpit perasaan dapatdiungkapkan, dilonggarkan, diringankan melalui berbagai cara. Pikiranyang suntuk, buntu, atau beku dicairkan dan didinamiskan melalui berbagai masukkan dan tanggapan baru. Persepsi dan wawasan yang menyimpang dan sempit diluruskan serta diperluas melalui pencairan pikiran, penyadaran dan penjelasan. Sikap yang tidak obyektif, terkungkung dan tidak terkendali, serta tidak efektif digugat dan didobrak, kalau perlu diganti dengan yang lebih efektif. Melalui kondisi dan proses yang berperasaan, berpikir, berpersepsi, dan berwawasan yang terarah, luwes dan luas serta dinamis kemampuan berkomunikasi, bersosialisasi dan bersikap dapat dikembangkan. Dan juga bertujuan untuk mengentaskan masalah klien dengan memanfaatkan dinamikakelompok. b. Tujuan khusus konseling kelompok terfokus pada pembahasan

masalahpribadi individu peserta kegiatan layanan.melalui konseling kelompokyang intensif dalam upaya pemecahan masalah tersebut para pesertamemperoleh dua tujuan, yaitu:

(8)

15

a) Terkembangnya perasaan, pikiran, persepsi, wawasan dan sikap terarah pada tingkah laku khususnya dalam bersosialisasi/komunikasi. b) Terpecahkannya masalah individu yang bersangkutan dan

diperolehnya pemecahan masalah tersebut bagi individu-individulain peserta layanan konseling kelompok.

2.2.3. Perlunya Konseling Kelompok

Para siswa SMU sedang pada masa remaja dan salah satu ciri masa remaja ialah komformitas yang tinggi terhadap teman sebaya. Dalam kelompok teman sebaya, remaja dapat memperbaiki konsep dirinya dan menunjukkan identitas dirinya. Pada proses konseling kelompok, dinamika kelompok teman sebaya dapat dimanfaatkan dalam rangka membantu dirinya dan teman-temannya untuk mencapai perkembangan. Dalam konseling kelompok seorang konselor terlibat dalam hubungan dengan sejumlah konseling dalam waktu yag bersamaan. Konseling kelompok biasanya berkaitan dengan masalah-masalah perkembangan dalam hal-hal yang situasional dari para anggotanya. Fokusnya adalah sikap dan perasaan, memilih dan nilai-nilai yang terlibat dalam hubungan antar pribadi. Dengan berinteraksi satu sama lain para anggota membentuk hubungan yang bersifat membantu yang memungkinkan mereka dapat mengembangkan pemahaman, tilikan, dan kesadaran terhadap dirinya. (Nursalim, 2007)

Natawijaya (dalam Nursalim, 2007) menyatakan bahwa konseling kelompok perlu diberikan kepada setiap siswa, meskipun mereka tidak

(9)

16

memperlihatkan gejala adanya kesulitan yang gawat. Pemberian konseling kelompok itu tampak sebagai konseling biasa saja dan tidak hanya terdiri atas individu-individu yang memiliki masalah serius.

2.2.4. Fungsi Konseling Kelompok

Dalam setting sekolah, kegiatan konseling kelompok dapat membantu siswa dalam penyesuaian lingkungan yang baru, sebab pada masa ini dorongan dari teman sebaya merupakan suatu yang amat penting yang dapat memotivasi mereka melakukan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat. Selain itu konseling kelompok dapat digunakan untuk membantu individu dalam menyelesaikan tugas-tugas perkembangan dalam tujuh bidang yaitu psikososial, vokasional, kognitif, fisik, seksual, moral, dan afektif. (Gazda, 1984)

Di pihak lain, konseling kelompok diadakan untuk mereka yang memerlukan pertolongan. Oleh karena itu masalah pemilihan anggota kelompok adalah masalah yang perlu mendapat perhatian karena berkaitan erat dengan keberfungsian konseling kelompok. Konseling kelompok tidak hanya merupakan pertolongan yang kuratif dan preventif, tetapi juga bersifat perseveratif. Konseling kelompok dapat berfungsi preventif bagi individu-individu yang memiliki tingkah laku yang ditolak atau tidak diterima, yang bisa dibantu tanpa keterlibatan konselor dalam penyembuhan. Disamping itu konseling kelompok dapat berfungsi kuratif bagi individu-individu yang ingin memperoleh kesadaran diri dalam rangka mengontrol tingkah laku

(10)

17

berdasarkan pola berfikirnya sendiri. Selain itu konseling kelompok juga berfungs perseveratif ketika menolong orang membentuk atau memperbaiki dirinya. Pembahasan dalam kelompok membuat mereka lebih menyadari masalahnya da memperoleh tilikan tentang jalan keluar yang dapat ditempuh. (Nursalim, 2007)

2.2.5. Prinsip Konseling Kelompok

Menurut Dinkmeyer dan J.J Muro (dalam Nursalim, 2007), dalam konseling kelompok ada beberapa prinsip yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Konseling kelompok akan sangat efektif dalam lingkungan yang demokratis

2. Konseling kelompok dapat efektif bila terdapat orientasi, administrasi yang lengkap dan intensif.

3. Konseling kelompok sangat efektif bila bersifat sukarela.

4. Karena memulai kelompok adalah faktor yang sangat menentukan, nama kelompok harus menarik, artinya banyak yang berminat. 5. Masing-masing anggota kelompok harus bertanggung jawab atas

perilakunya dalam kelompok. 6. Kelompok harus selalu sadar. 2.2.6. Tahapan Konseling Kelompok

Menurut Hartinah (2009) kegiatan konseling kelompok ini pada umumnya terdiri atas empat tahap, yaitu tahap pembentukan, tahap peralihan,

(11)

18

tahap pelaksanaan kegiatan, dan penghakhiran.Berikut ini uraian ringkas dari tahapan-tahapan tersebut yang dikemukakan oleh Hartinah (2009)

Tahap I : Tahap Pembentukan

Tahap pembentukan merupakan tahap awal dari kegiatan konseling kelompok. Pada tahap ini para anggota kelompok masih harus menyesuaikan diri dilingkungan kelompoknya.Peran konselor sebagai pemimpin kelompok sangat dibutuhkan disini. Hartinah(2009) mengungkapkan beberapa hal yang perlu dipusatkan untuk diusahakan oleh pimpinan kelompok yaitu :

a. Penjelasan tentang tujuan kegiatan

b. Penumbuhan rasa saling mengenal antar anggota c. Penumbuhan sikap saling mempercayai dan menerima,

d. Dimulainya pembahasan tentang tingkah laku dan suasan perasaan dalam kelompok.

Yang paling penting dilakukan oleh konselor dalam tahap pembentukan ini adalah menciptakan suasana yang tidak kaku dikalangan para peserta. Rangkaian kegiatan di atas dapat dilakukan melalui berbagai macam permainan-permainan Ice Breaking. Salah satu permainan yang dapat memecah kebekuan antar anggota adalah bisik berantai.Melalui kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan sikap terbuka, kebersamaan, dan keterbukaan antar anggota kelompok dapat dimunculkan

Tahap II: Tahap Peralihan (Transisi)

Tahap selanjutnya setelah tahap pembentukan adalah tahap transisi atau peralihan. Tahap ini merupakan tahap penghubung antara tahap

(12)

19

pembentukan dan tahap kerja (pelaksanaan kegiatan). Pemimpin kelompok, dalam hal ini konselor, harus menjelaskan tujuan-tujuan yang hendak dicapai di tahap selanjutnya yang akan segera dilalui oleh para peserta. Pemimpin kelompok juga harus jeli melihat kesiapan-kesiapan anggota kelompok untuk masuk dan memulai tahap pelaksanaan kegiatan. Jika dirasa sudah siap maka tahap selanjutnya sudah dapat dilaksanakan. Namun, jika dirasa anggota kelompok belum begitu siap, maka pemimpin kelompok harus menggiring kembali para peserta ke tahap sebelumnya.

Tahap III: Tahap kegiatan kelompok (Work)

Dalam kegiatan kelompok, hal-hal yang perlu ditampilkan oleh seluruh anggota kelompok menurut Prayitno (1995) adalah :

a. Membina keakraban dalam kelompok

b. Melibatkan diri secara penuh dalam suasana kelompok c. Bersama-sama mencapai tujuan kelompok

d. Membina dan mematuhi aturan kegiatan kelompok e. Ikut serta dalam seluruh kegiatan kelompok

f. Berkomunikasi secara bebas dan terbuka g. Membantu anggota lain dalam kelompok

h. Memberikan kesempatan kepada anggota lain dalam kelompok i. Menyadari pentingnya kegiatan kelompok

Kegiatan pembahasan permasalahan dalam pelaksanaan konseling kelompok pada dasarnya sama dengan pembahasan masalah pada kelompok bebas. Kegiatan pembahasan pada kelompok tidak hanya mementingkan

(13)

20

aspek isi akan tetapi juga pada prosesnya. Dengan demikian, pembahasan dalam kelompok tugas juga menyangkut kepada pemecahan masalah di satu segi dan pengembangan pribadi seluruh anggota kelompok di sisi lain (Prayitno, 2008).Setelah pembahasan berakhir maka hasil pembahasan akan ditinjau kembali oleh pimpinan kelompok bersama-sama dengan para anggota kelompok.

Tahap IV:Tahap Pengkahiran

Tahap terakhir yang dilalui pada inti kegiatan kelompok adalah tahap pengakhiran. Ketika kelompok memasuki tahap pengakhiran, kegiatan kelompok hendaknya dipusatkan pada pembahasan dan penjelasan tentang apakah para anggota kelompok akan mampu menerapkan hal-hal yang mereka pelajari (dalam suasana kelompok), pada kehidupan nyata sehari-hari (Hartinah, 2009).Tugas utama dari konselor, selaku pemimpin kelompok, adalah memberikan penguatan-penguatan kembali atau merefleksikan kembali hal-hal positif yang telah dipelajari oleh para anggota kelompok dalam kegiatan kelompok. Hal yang tidak kalah penting dilakukan adalah membicarakan follow Up atau tindak lanjut yang akan dilakukan setelah ini.

2.3. Pendekatan Konseling Karir Trait and Factor 2.3.1. Konsep Teori Trait and Factor

Menurut Parson (dalam Sharf, 2006), untuk memilih karir hendaknya seorang individu idealnya harus memiliki:

(14)

21

a. Pengertian yang jelas mengenai diri sendiri, sikap, minat, ambisi, batasan sumber dan akibatnya

b. Pengetahuan akan syarat-syarat dari kondisi sukses, keuntungan dan kerugian, kompensasi, kesempatan dan harapan masa depan pada jenis pekerjaan yang berbeda-beda.

c. Pemikiran yang nyata mengenai hubungan antara dua kelompok atau fakta-fakkta ini.

Menurut pandangan Parson dan Williamson (Winkel, 2004) ciri khas dari teori trait and factor ialah bahwa seseorang dapat menemukan vocasional yang cocok baginya dengan mengkorelasikan kemampuan, potensi, dan wujud minat yang dimilikinya dengan kualitas-kualitas yang secara objektif dituntut bila akan memegag vokasional tertentu. Pandangan ini bagaimaa individu membuat pilihan karir yang dapat dipertanggung jawabkan. Kemampuan minat individu ini dapat diketahui melalui testing.

Pada dasarnya teori trait and factor menyatakan bahwa pemilihan karir individu sangat ditentukan oleh kesesuaian kemampuan (abilities), minat

(interest), prestasi (achievement), nilai-nilai (value) dan kepribadian (personality) dengan dunia kerja (word of work).Bila digambarkan sebagai

berikut:

Self Matching Word of work

(15)

22

2.3.2. Model Konseling Karir Trait and Factor

Model pendekatan konseling karir ini menurut Parson (dalam Suherman, 2000) lebih menekankan pada tiga hal, yaitu individu, pekerjaan, dan hubungan antara keduanya. Secara filosofis, teori konseling karir trait

and factor telah mempunyai komitmen kuat terhadap keunikan individu.

a. Diagnosis

Landasan teori konseling karir trait and factor adalah diagnosis differensial Williamson (dalam Suherman, 2000) dijelaskan berikut:

Suatu proses pemikiran logis atau mengeluarkan dari yang bersangkutpaut dan fakta yang tidak bersangkutpaut. Rumus konsisten mempunyai makna dan pengertian atas konseli serta kecenderungan dengan prognosis atau judgement untuk penyesuaian masa depan yang dibuat oleh klien.

Untuk menangani masalah diagnosis dalam pembuatan keputusan karir, Williamson membaginya ke dalam empat kategori berikut:

1. Tidak ada pilihan (no choise), konseli tidak mampu menyebutkan bidang pekerjaan yang akan dipilihnya.

2. Ketidakpastian pilihan (uncertain chooise), konseli ragu atas pilihan karir yang telah dipikirkannya.

3. Pilihan tidak bijaksana (unwise choise), konseli memilih karir yang tidak sesuai dengan bakat dan minatnya.

4. Ketidaksesuaian antara minat dan bakat (discrepancy betwen interest

and apitudes), yang termasuk kategori ini adalah bidang pekerjaan

yang diminati tidak sesuai dengan bakat konseli, pekerjaan yang diminati tidak sesuai dengan tingkat kemampuan konseli, dan bakat minat cocok, tetapi tidak sesuai dengan pekerjaan yang dipilih.

(16)

23 b. Proses

Dalam proses konseling karir trait and factor terdapat sejumlah tahapan. Menurut Williamson (dalam Suherman, 2000) ada enam tahap dalam proses konseling karir pendekatan ini, yaitu:

1. Analisis. Dalam tahap ini dilakukan pengumpulan data dari konseli tentang sikap, latar belakang keluarga, tingkat pendidikan, minat dan bakat.

2. Sintesis. Membandingkan dan menyimpulkan data yang telah didapat dari konseli sebagai acuan dalam teknik studi kasus dan tes profil untuk melihat keunikan dirinya.

3. Diagnosis. Dalam tahap diagnosis menguraikan karakteristik dan masalah konseli, dan membandingkan (mencocokan) antara profil individu dengan tingkat pendidikan dan profil standar jabatan.

4. Prognosis. Mengambil keputusan atas konsekuensi yang akan didapat dari masalah dan kemungkina untuk penyesuaian dan untuk mengambil alternatif tindakan yang menjadi perbaikan konseli.

5. Konseling atau treatmen. Disini berupa kerja sama antara konselor dan konseli yang mengarah pada penyesuaian yang diinginka oleh konseli pada saat ini maupun pada saat yang akan datang.

6. Follow-up. Merupakan pengulangan dari tahap-tahap sebelumnya yang

digunakan sebagai bahan acuan dalam langkah tindak lanjut dalam penyelesaian masalah yang dihadapi konseli, juga sebagai usaha dalam mengantisipasi timbulnya masalah baru pada konseli.

(17)

24

Keempat langkah pertama diatas hanya dilakukan oleh konselor sedangkan dua tahap terakhir konseli ikut terlibat. Dalam penyelesaian pengambilan keputusan karir oleh konseli ada tiga tahapan yang sama dengan proses yang telah dikemukakan tadi. Pertama berupa kontak antara konselor denga konseli dimana konseli diwawancara dan mengungkapkan permasalahannya. Konselor mendengarkan, melihat latar belakang pribadi, pendidikannya kemudian memberikan tes kepada konseli sebelum wawancara yang selanjutnya. Tahap kedua, wawancara dilakukan untuk menafsirkan tes yang telah dilakukan, dan mengumpulkan berbagai data dari konseli, melalui psikometrik dan demografik konseli, konselor berperan lebih aktif dibanding konseli. Tahap terakhir, pemberian informasi mengenai pekerjaan. Konselor memberikan informasi tentang pekerjaan yang cocok dengan ciri dan faktor pada konseli dan tentu saja melihat informasi itu dari sumber yang relevan.

Sebenarnya proses konseling trait and factor terbagi dalam tiga wilayah permasalahan: a) latar belakang masalah (kumpulan data diri); b) pernyataan masalah (mengintepretasi tes); c) resolusi masalah (informasi pekerjaan).

c. Hasil

Jika diagnosis dalam konseling karir trait and factor telah akurat dan prosesnya efektif,hasilnya pasti sesuai dengan yang diharapkan. Secara umum konseling trait and factor bertujuan agar konseli mampu membuat keputusan karir melalui proses pembuatan dan pemecahan masalah. Dalam pilihan karir

(18)

25

yang sesuai dengan pendidikannya tentu saja dapat diimplementasikan dalam dunia kerja.

Menurut Williamson (dalam Suherman, 2000) hasil yang terlihat dari konseling karir trait and factor adalah: a) konseli mampu membuat pilihan secara realistik saat memasuki awal masa remaja; b) konseli belajar cara membuat keputusan dan menyelesaikan masalah, pembeda keputusan dan solusi.

Berbeda dengan yang telah dijelaskan Thompson (dalam Suherman, 2000) bahwa pendekatan ini sharusnya tidak hanya membantu konseli untuk membuat keputusan (pilihan karir), tetapi juga harus membantu konseli belajar proses membuat keputusan.

2.4. Hasil Penelitian yang Relevan

Suwi Wahyu, Utami (2012) Peningkatan Kematangan Karir Melalui Konseling Kelompok Pada Siswa Kelas X Akuntansi SMK Muhammadiyah 1 Yogyakarta, Universitas Negeri Yogyakarta. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan konseling kelompok dapat meningkatkan kematangan karir siswa. Peningkatan ini dibuktikan dengan skor rata-rata pra tindakan sebesar 99, siklus I sebesar 114,09 dan siklus II sebesar 128,64.

Ary Wahyu Ratnaningtyas, (2011) Penerapan Konseling Kelompok Trait and

Factor Untuk Mengatasi Kesulitan Dalam Perencanaan Karir Pada Siswa kelas

(19)

26

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada skor perencanaan karir antara sebelum dan sesudah pemberian perlakuan yaitu konseling kelompok trait

factor. Karena pada nilai (0.002) lebih kecil dari taraf nyata (0.05). Maka

hipotesis (HO) ditolak dan (HI ) diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa konseling kelompok trait factor dapat digunakan untuk mengatasi kesulitan dalam perencanaan karir pada siswa.

Niken Dwi Wijayanti (2014) Pengaruh Layanan Konseling Kelompok Trait and Faktor Terhadap Kemampuan Pemilihan Karir Siswa Kelas XI SMK Garda Nusantara Karangawen Demak Tahun Pelajaran 2013/2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, berdasarkan hasil perhitungan analisis rumus t-test diperoleh thitung sebesar 55 sementara ttabel dengan db N-1 = 10-1 = 9 dan taraf signifikan 0,05sebesar 8. Karena thitung > ttabel, 55 > 8.Hal ini berarti layanan konseling kelompok trait and factor berpengaruh terhadap kemampuan pemilihan karir siswa kelas XISMK Garuda Nusantara Karangawen Demak tahun pelajaran 2013/2014

2.5. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

Konseling kelompok trait and factor dapat meningkatkan kematangan karir siswa kelas XI AP SMK PGRI 2 Salatiga

Referensi

Dokumen terkait

Sebagai Negara yang memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas penelitian mengenai keanekaragaman, karakteristik populasi maupun pola distribusi Jamur kelas Basidiomycetes

Hasil penelitian menunjukkan bahwa public relations PT.(PERSERO) Angkasa Pura 1 cabang Bandara Internasional Adisutjipto menjalankan keempat kategori peran sesuai

Hubungan Kesadahan Air Sumur dengan Kejadian Penyakit Batu Saluran Kencing di Kabupaten Brebes Tahun 2006.. Fakultas Kesehatan

Diagnosa keperawatan pola nafas tidak efektif dijadikan diagnosa prioritas sebab pada pasien ketoaisdosis diabetik mengalami asidosis metabolik kemudian terjadi

Perbedaan yang akan terjadi terletak pada banyaknya bilangan yang akan mengisi elemen tabel, jika persegi ajaib bilangannya berupa 1 sampai maka dalam pemberikan

Sedangkan BNN dengan menggunakan dasar hukum Undang-Undang Narkotika diberikan kewenangan penangkapan 3x24 jam dan dapat diperpanjang 3x24 jam atau selama 6 (enam)

Guna AMDAL adalah untuk mejamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan layak lingkungan. Lewat pengkajian AMDAL, sebuah rencana usaha atau kegiatan pembangunan diharapkan telah

K ontroler logika fuzzy digunakan untuk mengatur transfer daya yang terjadi antara stasiun pengisian dan grid baik berupa vehicle to vehicle , vehicle to grid ,