• Tidak ada hasil yang ditemukan

How to manage GERD patients with dysphagia and odynophagia? I Dewa Nyoman Wibawa. Divisi Gastroentero-hepatologi, Dept.Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "How to manage GERD patients with dysphagia and odynophagia? I Dewa Nyoman Wibawa. Divisi Gastroentero-hepatologi, Dept.Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

4

How to manage GERD patients with dysphagia and odynophagia?

I Dewa Nyoman Wibawa

Divisi Gastroentero-hepatologi, Dept.Ilmu Penyakit Dalam FK Unud/ RSUP Sanglah Denpasar

Pendahuluan

Heartburn dan regurgitation adalah gejala khas dari GERD. Heartburn di definisikan sebagai suatu sensasi rasa terbakar di daerah retrosternum Regurgitasi adalah persepsi aliran balik isi lambung kedalam mulut atau hipopharing. Gejala tipikal ini telah memenuhi kriteria deskriptif untuk diagnosis GERD. Gejala GERD mencakup keluhan di esofagus dan di luar esofagus serta sindrom yang merupakan bagian GERD mencakup nyeri dada,gangguan tidur, batuk, suara parau, dan asthma.1

GERD didefinisikan sebagai suatu gangguan di mana isi lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu. Pernyataan ini diajukan oleh Konsensus Asia Pasifik mengenai GERD tahun 2008, di mana penekanan diberikan kepada kata “mengganggu”, oleh karena menandakan adanya gangguan terhadap kualitas hidup dan menyarikan pendapat umum yang menyatakan bahwa apabila refluks esofageal ingin dinyatakan sebagai penyakit, maka kelainan tersebut harus mempengaruhi kualitas hidup pasien.2,3

GERD juga dapat dipandang sebagai suatu kelainan yang menyebabkan cairan lambung dengan berbagai kandungannya mengalami refluks ke dalam esofagus, dan menimbulkan gejala khas seperti heartburn (rasa terbakar di dada yang kadang disertai rasa nyeri dan pedih) serta gejala-gejala lain seperti regurgitasi (rasa asam dan pahit di lidah), nyeri epigastrium, disfagia, dan odinofagia.2,4

Terdapat dua kelompok pasien GERD, yaitu pasien dengan esofagitis erosif yang ditandai dengan adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Erosive

Esophagitis/ERD) dan kelompok lain adalah pasien dengan gejala refluks yang mengganggu

tanpa adanya kerusakan mukosa esofagus pada pemeriksaan endoskopi (Non-Erosive Reflux

Disease/NERD). Data yang ada menunjukkan bahwa gejala-gejala yang dialami oleh pasien

NERD juga disebabkan oleh asam, berdasarkan pemantauan pH, respons terhadap penekanan asam dan tes Bernstein yang positif.2,3

GERD dengan disfagia dan odinofagia

Suatu studi observasional melibatkan 5 negara di Eropa mencakup 7917 pasien yang berasal dari Perancis, Yunani, Italia, Rusia dan Spanyol, menderita GERD dan mempunyai setidaknya satu keluhan tipikal sindrom GERD (hearburn dan atau regurgitasi) setidaknya sekali seminggu diikutkan dalam penelitian ini. Pada penelitian ini dijumpai sejumlah 1169 (15.7%) dengan keluhan disfagia dan muntah. 5

(5)

5 Keluhan penting yang menunjukkan penyakit lebih berat termasuk disfagia, odinofagia, anemia, penurunan berat badan yang tidak jelas, dan perdarahan saluran cerna. 6 Disfagia, kesulitan menelan, adalah satu keluhan penting yang telah dilaporakan pada 7% sampai 22% pada populasi umum. Sedangkan pada pasien geriatri dilaporkan disfagia dikeluhkan oleh 40% sampai 50 % pasien. 6

Penyebab dan hubungan antara disfagia dengan kondisi penyakit yang beranekaragam adalah berbeda-beda diantara kelompok usia yang berbeda. Disfagia dijumpai meningkat oleh klinisi didasarkan atas meningkatnya prevalensi GERD, bertumbuhnya populasi diatas 65 tahun, dan harapan hidup yang lebih lama. 7

Prevalensi disfagia pada umumnya bervariasi antara 1,7% sampai 11,3%, keluhan disfagia lebih sering bersama adanya keluhan yang berhubungan dengan heartburn. Prevalensi disfagia pada orang tua bervariasi antara11,4% sampai 16%, dan pada pasien geriatri yang tidak sehat dijumpai prevalensi tertinggi yaitu 54% sampai 55,2%. 7

Disfagia sering dijumpai pada populasi umum dan menyerang laki-laki dan wanita sama banyaknya (3%). GERD adalah penyakit mendasari yang paling sering dijumpai pada komunitas dan penyakit lainnya masih belum terdiagnosis . 8

Tatalaksana

Terdapat dua opsi pendekatan terapeutik pada GERD yaitu, klinik dan pembedahan, pilihannya tergantung karakteristik pasien (usia, kepatuhan berobat, pilihan personal, adanya ko-morbiditas) dan beberapa faktor lain seperti respon terapi, adanya erosi mukosa, simptom atipikal dan komplikasi.9 Terdapat 2 jenis pengobatan GERD yaitu farmakolgis dan non-farmakologis. 9

Tujuan pengobatan GERD adalah mengatasi keluhan, menyembuhkan lesi esofagus, mencegah munculnya komplikasi dan kekambuhan 2,9

Pemeriksaan endoskopi

American Gastroenterological Association (AGA) dalam pernyataannya tentang tatalaksana GERD (tahun 2008) mengemukakan bahwa:pemeriksaan endoskopi dikerjakan bila:

I. Endoskopi dengan biopsi untuk pasien dengan keluhan suatu sindrom GERD dengan disfagia yang mengganggu aktivitas.

II.

Endoskopi untuk mengevaluasi pasien dengan kecurigaan sindrom GERD esofageal yang tidak memberikan respon terhadap terapi empitik PPI dua kali sehari. 10

Di Taiwan dimana insidensi kanker saluran cerna atas tinggi, maka pada tatalaksana GERD mencakup pemeriksaan endoskopi rutin yang ditanggung pemerintah secara nasional untuk menyingkirkan kemungkinan keganasan. 11

(6)

6 Di Brazilia pemeriksaan endoskopi diindikasikan pada pasien keluhan GERD berusia diatas 40 tahun dengan alarm symptoms, seperti disfagia, odinofagia, penurunan berat badan, hematemesis,mual muntah persisten, dan riwayat kanker pada keluarga. 9.

Menurut konsensus nasional GERD peranan endoskopi saluran cerna pada diagnosis GERD hany alah terbatas pada:

1. Memastikan ada tidaknya kerusakan di esofagus berupa erosi, ulserasi, striktur, esofagus Barrett atau keganasan, di samping untuk menyingkirkan kelainan SCBA lainnya. 2. Menilai berat ringannya mucosal break dengan menggunakan klasifikasi Los Angeles

modifikasi atau Savarry-Miller.

3. Pengambilan sampel biopsi dilakukan jika dicurigai adanya esofagus Barrett atau keganasan. 1,2

AGA (American Gastroenterology Association) merekomendasikan bahwa endoskopi SCBA (Saluran Cerna Bagian Atas) tidak dibutuhkan pada kasus GERD dengan keluhan tipikal. Endoskopi direkomendasikan untuk alarm symptoms , skrining pasien dengan risiko tinggi munculnya komplikasi. 12

Medikamentosa

Berbagai macam obat mungkin dipergunakan untuk mengobati GERD. Saat ini, PPI adalah obat pilihan, menghambat produksi asam lambung oleh sel parietal, sehingga mengurangi agresi asam lambung terhadap esofagus. Dosis PPI penuh selama 4-8 minggu adalah pengobatan pilihan awal. Apabila keluhan pasien tidak menghilang, dosisnya harus digandakan sebelum makan pagi dan sebelum makan malam. 9

Supresi asam adalah merupakan terapi andalan untuk GERD. Penghambat pompa proton tidak dapat disangkal merupakan obat penekan asam yang paling efektif yang tersedia dan merupakan landasan terapi untuk GERD. Oleh karena GERD merupakan kelainan yang heterogen maka pendekatan terapi hendaknya dilakukan secara individual tergantung kebutuhan pasien untuk mencapai tujuan pengobatan GERD. Meskipun terdapat banyak kemajuan dalam terapi GERD, masih terdapat beberapa kebutuhan yang belum terpenuhi pada penekanan asam lambung dari sudut farmakoterapinya, demikian juga untuk pendekatan diagnosis dan terapeutik.

13

Dekslansoprazole adalah penghambat pompa proton (PPI) yang sudah diakui untuk dipakai dalam bentuk sediaan kapsul dual delayed release dan tablet desintegrasi oral (ODT). AUC dekslanzoprazole ODT sama ketika diberikan dalam keadaan puasa ataupun sesudah makan. Paparan sistemik yang ekuivalen juga dilaporkan pada pemakaian dekslansoprazole tidak tergantung rute pemberiannya. 14 Sehinga obat yang mengalami desintegrasi di mulut (lansoprazole dan dekslansoprazole) diharapkan dapat mengatasi kendala minum obat pada pasien GERD dengan disfagia maupun odinofagia.

(7)

7 Ringkasan

GERD dengan disfagia dan odinofagia dapat dijumpai pada populasi pasien terutama yang sudah tua. Disfagia pada populasi geriatri banyak dilandasi GERD. Tatalaksana pasien GERD dengan disfagia dan odinofagia memerlukan pendekatan holistic disertai pemeriksaan endoskopi untuk menyingkirkan kemungkinan penyakit yang lebih serius di esofagus. Obat PPI yang mengalami desintegrasi di rongga mulut merupakan alternatif pada kasus GERD dengan disfagia dan odinofagia untuk mengatasi kesulitan menelan obat.

Daftar Pustaka

1. Flook N, Jones R, Vakil N. Approach to gastroesophageal reflux disease in primary care. Putting the Montreal definition into practice. Can Fam Physician 2008;54:701-5.

2. Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia. Syam AF, Aulia C, Renaldi K, Simadibrata M, Abdullah M, Tedjasaputra TR, eds. Revisi Konsensus Nasional Penatalaksanaan Penyakit Refluks Gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD) di Indonesia, Jakarta: PGI; 2013.

3. Fock KM, Talley NJ, Fass R, Goh KL, Sugano K, Katelaris P, et al. Asia-Pacific consensus on the management of gastroesophageal reflux disease: update. J Gastroenterol Hepatol 2008;23:8-22.

4. Martinez-Serna T, Tercero F, Jr., Filipi CJ. Symptom priority ranking in the care of gastroesophageal reflux: a review of 1,850 cases. Dig Dis 1999;17:219-24.

5. des Varannes SB, Cestari R, Usova L, Triantafyllou K, Sanchez AA, Keim S, et al. Classification of adults suffering from typical gastroesophageal reflux disease symptoms: contribution of latent class analysis in a European observational study. BMC Gastroenterology 2014, 14:112-22.

6. Hait WM. Gastroesophageal reflux disease: Important considerations for the older patients. World J Gastrointest Endosc 2010; 2(12): 388-396.

7. Roden DF, Altman KW. Causes of Dysphagia Among Different Age Groups. A Systematic Review of the Literature. Otolaryngol Clin N Am 2013; 46 : 965–987.

8. Cho SY, Choung RS, Saito YA, Schileck CD, Zinsmeister AR, Locke GR, et al Prevalence and risk factors for dysphagia: a USA: community study. Neurogastroenterol Motil 2015; 27: 212–219.

9. de Arruda Henry MAC. Diagnosis and management GERD. ABCD Arq Bras Cir Dig 2014;27(3):210-215. 10. Kahrilas PJ, Shaheen NJ, Vaezi MF. American Gastroenterological Association Medical Position Statement on the Management of Gastroesophageal Reflux Disease. Gastroenterology 2008;135:1383– 1391

11. Sheu B-S, Chiu C-T, Lee Y-C, Chang C-Y, Wu D-C, Liou J-M, et al. Consensus of gastroesophageal reflux disease in Taiwan with endoscopy-based approach covered by National Health Insurance. Advances in Digestive Medicine 2015; 2: 85-94.

12. Katz PO, Gerson LB, Vela MF, Guidelines for the Diagnosis and Management of Gastroesophageal Reflux Disease.Am J Gastroenterol 2013; 108:308 – 328.

(8)

8

14. Kukulka M, Nudurupati S, Perez MC. Bioavailability of a dexlansoprazole delayed‑release orally disintegrating tablet: effects of food and mode of administration. Clinical and Experimental Gastroenterology 2017:10 47–56.

(9)

Referensi

Dokumen terkait

Skripsi ini bertujuan untuk 1) Mengetahui perilaku komunikasi interpersonal antara pekerja sosial dengan lanjut usia di Panti Sosial Tresna Werdha Gau Mabaji

Ruang lingkup penelitian hanya pada kehidupan dalam kebudayaan Jepang dan dihubungkan dengan kondisi masyarakat Jepang saat itu yaitu pada zaman Taisho yang berkaitan

Namun, berdasarkan pengamatan di lapangan diketahui, bahwa banyak anakan pohon nipah masih sehat berada satu hamparan dengan tanaman yang rusak, sehingga sangat kecil kemungkinan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pengelasan logam berbeda dengan variasi arus dan filler pada sambungan las (dissimilar metal welding) antara baja karbon

Kesesuaian antara peri$de wa"tu tersedianya data den&an peri$de wa"tu yan&. diin&in"an

Marketing communication memiliki tanggung jawab untuk melakukan promosi produk ke customer di area medan dan NAD baik berupa penyelenggaraan event besar maupun melalui sms

Pen%akit pada usia lan$ut sering ter$adi pada ban%ak organ se#ingga peberian obat sering ter$adi poli'arasi" Poli'arasi berarti peakaian ban%ak obat sekaligus

Nilai WVTR pada film dengan plasticizer polyethilen glikol lebih baik dibanding dengan gliserol karena gugus hidroksi yang lebih kecil dibanding dengan gliserol