• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB III METODE PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif dengan menggunakan desain deskriptif. Pendekatan kuantitatif merupakan penelitian yang dirancang untuk menjawab pertanyaan penelitian secara spesifik dengan menggunakan analisis statistik. Pendekatan kuantitatif dirancang untuk memperoleh gambaran mengenai perilaku adiksi cybersex dalam bentuk skor atau angka. Sebagaimana tujuan dari pendekatan kuantitatif menurut Sugiyono (2016, hm. 8) digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan data instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif atau statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Menurut Creswell (2013, hlm. 5) menjelaskan pendekatan kuantitatif merupakan serangkaian metode untuk menguji teori-teori tertentu dengan cara meneliti hubungan antara variabel. Pendekatan penelitian kuantitatif digunakan untuk mendapatkan data numerical berupa persentase gambaran perilaku adiksi cybersex kelas XI di SMAN 8 Tasikmalaya, melihat perbedaan perilaku adiksi cybersex dilihat dari perbedaan jenis kelamin, dan implikasi layanan bimbingan dan konseling terhadap adiksi cybersex.

Alasan peneliti memilih pendekatan kuantitatif dan desain penelitian deskriptif dimaksudkan untuk mengumpulkan data historis dan mengamati secara saksama mengenai aspek-aspek tertentu yang berkaitan dengan masalah yang sedang diteliti oleh penulis sehingga akan memperoleh data-data yang dapat mendukung penyusunan laporan penelitian.

B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas XI yang berjumlah 10 kelas. Dalam menentukan sampel dan populasi di SMAN 8 Tasikmalaya merupakan bagian remaja tengah yang menggambarkan perilaku adiksi cybersex.

(2)

Sesuai dengan data survey yang dilakukan oleh (kominfo, 2014) menunjukan bahwa pada usia remaja, banyak individu yang yang mengakses informasi seksual dalam internet, sifat universal yang dimiliki oleh internet dan akses yang tidak terbatas, membuat remaja dapat dengan mudah mengakses situs pornografi. Bagi pengguna remaja hal yang berkaitan dengan seksualitas memiliki ketertarikan yang besar, dikarenakan pada masa remaja terdapat istilah pubertas yang merupakan proses dimana individu harus melewatinya untuk mencapai kematangan seksual dengan kemampuan untuk melakukan reproduksi.

2. Sampel Penelitian

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Sugiyono, 2016, hlm. 81). Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik sampling jenuh yaitu teknik penentuan sampel yang menjadikan semua anggota populasinya sebagai sampel (Sugiyono, 2007, hlm. 68). Alasan digunakannya teknik sampling jenuh dikarenakan untuk mendapatkan gambaran umum tentang perilaku adiksi cybersex pada remaja.

Tabel 3.1 Sampel Penelitian

Kelas Jumlah Siswa

XI MIPA 1 31 XI MIPA 2 34 XI MIPA 3 29 XI MIPA 4 31 XI MIPA 5 27 XI IPS 1 29 XI IPS 2 27 XI IPS 3 32 XI IPS 4 28 XI IPS 5 24 Jumlah 292

(3)

C. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi penelitian dilakukan di SMAN 8 Tasikmalaya di Jl. Mulyasari No.03, Mulyasari, Kec. Tamansari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat 46196. Penelitian dilakukan mulai tanggal 14 Januari 2019 sampai tanggal 16 januari 2019. D. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data

1. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan angket (kuisioner) untuk mengungkap perilaku adiksi cybersex pada remaja. Angket yang digunakan adalah angket terstruktur dengan bentuk jawaban tertutup. Responden hanya perlu memilih jawaban alternatif yang telah disediakan dengan jawaban Ya dan Tidak.

2. Devinisi Operasional Variabel

Maheu (2001, hlm. 27) mendefinisikan cybersex adalah kegiatan mengakses internet melalui komputer atau ponsel yang berisi materi atau konten seksual, mendengarkan audio seksual dan melihat gambar-gambar erotis yang didapatkan dari perangkat lunak seperti aplikasi, web, dan sebagainya. Bergabung dengan ruang obrolan seksual, mencakup dua orang atau lebih, tujuannya untuk membangkitkan gairah seksual satu dengan lainnya.

Adiksi cybersex menurut Carners, Delmonico & Griffin (2011, hlm. 133) mengkategorikan beberapa bentuk perilaku cybersex, yang pertama adalah mengakses pornografi di internet seperti melihat gambar-gambar erotis, melihat video porno, membaca cerita yang berisi tentang pornografi, melihat majalah-majalah pornografi, menonton film pornografi, dan bermain game yang berisi konten pornografi. Kedua, berhubungan real-time (nyata) dengan pasangan fantasi, chatting yang memuat obrolan erotis dengan pasangan chat di ruang obrolan, menggunakan kamera web untuk melihat pasangan satu sama lain.

Cybersex didefinisikan sebagai penggunaan internet untuk terlibat dalam aktivitas kesenangan sexual, seperti melihat gambar-gambar erotis, berpartisipasi dalam chatting tentang sex, saling tukar menukar gambar, mengirim email tentang sex, dan lain sebagainya, yang terkadang diikuti oleh masturbasi (Cooper, 2002,

(4)

hlm. 202). Hal serupa diungkapkan oleh Carners, Delmonico dan Grifin (2001, hlm. 167) bahwa cybersex adalah mengakses konten pornografi di internet, terlibat dalam real-time (nyata) yaitu percakapan tentang seksual online dengan orang lain di ruang obrolan, dan mengakses multimedia software seperti aplikasi Bigo, Kindu, Ikamasutra, Couples, Desire, Dirty game, dan sebagainya yang didalamnya berisikan konten seksual.

Berdasarkan definisi diatas perilaku cybersex merupakan kegiatan atau aktivitas yang dilakukan individu untuk kesenangan seksual seperti melihat gambar-gambar erotis, menonton video porno, membaca cerita dan majalah yang berisikan tentang konten seksual, ikut berpartisipasi dalam ruang chat yang membahas tentang seksual dan diikuti dua orang atau lebih, mengakses multimedia software seperti web atau aplikasi yang meyajikan konten seksual, serta diikuti dengan masturbasi.

3. Aspek-aspek adiksi cybersex

a. Perilaku seksual kompulsif online (online sexual compulsivity), merupakan perilaku individu yang sulit untuk dikendalikan dan ditandai dengan hilangnya kebebasan untuk memilih, melanjutkan kegiatan seksual meskipun mendapatkan konsekuensi yang signifikan, dan memiliki pemikiran obsesif. (misalnya, merasa gelisah ketika tidak mengakses internet seksual, merasa takut dan khawatir perilaku seksualnya diketah ui oleh orang lain, merasa cemas dan tidak nyaman jika tidak mengakses internet seksual, merasa bersalah setelah mengakses seksual online, contoh yang lain adalah individu berjanji tidak akan mengakses internet untuk tujuan seksual, berusaha menghentikan jenis aktivitas seksual (misalnya berhenti menonton video pornografi, melihat gambar-gambar erotis, dll), kadang-kadang individu menggunakan kegiatan seksual sebagai hadiah (misalnya, ketika selesai mengerjakan sebuah proyek), menggunakan kegiatan seksual ketika meras tertekan (misalnya, ketika sedang banyak masalah, stress, dan depresi), individu meyakini bahwa dirinya seorang adiksi cybersex.

(5)

b. Perilaku seksual online secara sosial (online sexual behavior-social), merupakan perilaku seksual yang dilakukan secara online dalam konteks hubungan sosial, melibatkan interaksi antar pribadi dengan orang lain, (misalnya, berpartisipasi dalam chatting tentang sex, saling tukar menukar gambar, mengirim email tentang sex, dan sebagainya), memiliki nama pengguna dan akun yang berkaitan dengan konten seksual, meningkatkan resiko seperti memberi tahu nama, nomor telepon, alamat kepada pasangan online, bertemu langsung dengan pasangan online untuk tujuan seksual, saling memberikan humor, sindiran dan saling menggoda ketika sedang melakukan kegiatan seksual online.

c. Perilaku seksual online terisolasi (online sexual behavior-isolated), merupakan perilaku seksual yang hanya dilakukan oleh individu untuk kesenangan seksual dan kepuasan terhadap hasrat seksual, dan individu tersebut menyembunyikan perilaku seksual online dari orang lain, (misalnya, menjelajahi situs atau konten pornografi, mengunduh bahan-bahan pornografi, dan sebagainya), mengaksek seksual online untuk merangsang dan melakukan masturbasi, menyembunyikan materi seksual di komputer agar tidak diketahui orang lain dan menyembunyikan perilaku seksual dari orang lain, sering terjaga sampai larut malam untuk mrngakses internet seksual.

d. Pengeluaran seksual online (online sexual spending), merupakan perilaku yang menghabiskan uang untuk mendukung aktivitas seksual online, seperti membeli materi seksual (video, film, gambar), dan produk-produk seksual, seperti bergabung dalam situs seksual yang berbayar, membeli produk-produk seksual online (misalnya, sex toys) untuk membantu ketika sedang melakukan kegiatan seksual, menghabiskan lebih banyak uang untuk membeli materi-materi seksual.

e. Meminati perilaku seksual online (interest in online sexual behavior), merupakan perilaku yang tertarik terhadap kegiatan seksual online dan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses internet seksual, seperti memiliki beberapa situs seksual yang ditandai, mengumpulkan materi seksual online untuk kegiatan seksual, menghabiskan lebih dari lima jam perminggu

(6)

menggunakan komputer untuk kegiatan seksual online, dan mengisi setiap waktu luang dengan kegiatan seksual online.

E. Penyusunan Kisi-kisi Instrumen

Instrumen adiksi cybersex pada penelitian ini dikembangkan berdasarkan definisi oprasional variable dan merupakan kontruksi dari teori adiksi cybersex yang dirancang oleh Delomico & Griffin dalam Young & Abreu (2011). Pada penelitian ini ditambahkan menjadi 34 butir item pernyataan dan disesuaikan dengan kultur yang ada di Indonesia. Instrumen berisi pernyataan-pernyataan mengenai perilaku adiksi cybersex yang merujuk pada aspek-aspek: 1) perilaku seksual kompulsif online yaitu perilaku individu yang sulit untuk dikendalikan dan ditandai dengan hilangnya kebebasan untuk memilih, melanjutkan kegiatan seksual meskipun mendapatkan konsekuensi yang signifikan, dan memiliki pemikiran obsesif; 2) perilaku seksual online sosial, merupakan perilaku seksual yang dilakukan secara online dalam konteks hubungan sosial, melibatkan interaksi antar pribadi dengan orang lain; 3) perilaku seksual online terisolasi, merupakan perilaku seksual yang hanya dilakukan oleh individu untuk kesenangan seksual dan kepuasan terhadap hasrat seksual, dan individu tersebut menyembunyikan perilaku seksual online dari orang lain; 4) peng eluaran seksual online, merupakan perilaku yang menghabiskan uang untuk mendukung aktivitas seksual online, seperti membeli materi seksual (video, film, gambar), dan produk-produk seksual; 5) meminati perilaku seksual online, merupakan perilaku yang tertarik terhadap kegiatan seksual online dan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses internet seksual.

Tabel 3.2

Kisi-Kisi Instrumen Adiksi Cybersex

Aspek Indikator No Item

1. Perilaku Seksual Kompulsif Online yaitu perilaku individu

(7)

yang sulit untuk dikendalikan dan ditandai dengan hilangnya kebebasan untuk memilih, melanjutkan kegiatan seksual meskipun mendapatkan konsekuensi yang signifikan, dan memiliki pemikiran obsesif.

2. Merasa marah ketika tidak mampu mengakses internet seksual

18

3. Berkomitmen tidak mengakses internet untuk tujuan seksual

16,23

4. Menggunakan kegiatan seksual sebagai penghargaan

5. Kegiatan seksual online sebagai strategi copyng stress.

17

27 6. Memberi hukuman pada

diri ketika menggunakan internet untuk tujuan seksual

31,32

7. Menyadari perilaku diri sebagai pecandu seksual online

22,34

2. Perilaku Seksual Online Sosial, merupakan perilaku seksual yang dilakukan secara online dalam konteks hubungan sosial, melibatkan interaksi antar pribadi dengan orang lain.

1. Berpartisipasi di ruang obrolan seksual online

(8)

2. Akun seksual online 10,14 3. Penggunaan internet

seksual yang beresiko

19,24

4. Bertemu dengan pasangan online untuk tujuan romantis

20

5. Hubungan yang baik dengan pasangan online

21,33

3. Perilaku Seksual Online Terisolasi, merupakan perilaku seksual yang hanya dilakukan oleh individu untuk kesenangan seksual dan kepuasan terhadap hasrat seksual, dan individu tersebut menyembunyikan perilaku seksual online dari orang lain.

1. Mencari materi seksual online. 5,6 2. Merangsang hasrat seksual 11 3. Menyembunyikan perilaku seksual online

12,26

4. Larut dalam mengakses situs seksual online

13,29

4. Pengeluaran Seksual Online, merupakan perilaku yang menghabiskan uang untuk mendukung aktivitas seksual online, seperti membeli materi seksual (video, film, gambar), dan produk-produk seksual.

1. Bergabung dengan situs seksual berbayar online

(9)

2. Membeli produk seksual 4 3. Pengeluaran untuk materi

seksual

7,30

5. Meminati Perilaku Seksual Online, merupakan perilaku yang tertarik terhadap kegiatan seksual online dan menghabiskan banyak waktu untuk mengakses internet seksual. 1. Menyimpan materi seksual online 1,15 2. Durasi penggunaan internet seksual 2 F. Pedoman Skoring

Dalam penelitian ini penyusun menggunakan angket bersifat tertutup (berstruktur), hal ini didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman responden yang berbeda-beda, selain itu untuk menghindari informasi yang lebih meluas. Penyusun menggunakan kuesioner tertutup sehingga dengan demikian responden tinggal memilih beberapa alternatif jawaban yang tersedia. Penyusun menggunakan kuesioner dengan skala Guttman. Penelitian menggunakan skala Guttman dilakukan bila ingin mendapatkan jawaban yang tegas (konsisten) terhadap suatu permasalahan yang ditanyakan.

Menurut Usman & Abdi (2011, hlm. 155) menyatakan bahwa skala Guttman sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti, yang sering disebut dengan atribut universal. Skala Guttman disebut juga skala scalogram yang sangat baik untuk meyakinkan hasil penelitian mengenai kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang diteliti. Adapun skoring perhitungan responden dalam skala Guttman adalah sebagai berikut:

(10)

Tabel 3.3

Kategori Pemberian Skor Alternatif Jawaban Alternatif Jawaban Skor Jawaban

Positif-Negatif Ya

Tidak

1 0

Jawaban dari responden dapat dibuat skor tertinggi “satu” dan skor terendah “nol”, untuk alternatif jawaban dalam kuesioner, penyusun menetapkan kategori untuk setiap pernyataan Ya = 1 dan Tidak = 0. Dalam penelitian ini penyusun menggunakan skala Guttman dalam bentuk checklist, dengan demikian penyusun berharap akan mendapatkan jawaban yang tegas mengenai data yang diperoleh.

G. Penimbangan dan Uji Validitas Instrumen 1. Uji Kelayakan Instumen

Sebelum instrumen Adiksi Cybersex yang telah disusun disebarkan pada para responden, dengan dilakukannya uji kelayakan instrument (Judgement). Judgement dilakukan oleh Ibu Feida Noorlaila Isti’adah, M.Pd selaku dosen pembimbing I dan Bapak Gian Sugiana Sugara, M.Pd selaku dosen pembimbing II. Judgement bertujuan untuk mengetahui tingkat kelayakan instrument dari segi bahasa, konstruk dan teoritis dan ketepatan bahasa yang digunakan.

2. Uji Keterbacaan

Sebelum instrumen di uji secara empiris, terlebih dahulu diuji keterbacaan kepada sampel sementara. Uji keterbacaan dilakukan agar memperbaiki redaksi kata yang sulit dipahami oleh subjek penelitian. Pertanyaan-pertanyaan yang tidak dipahami kemudian direvisi sesuai dengan kebutuhan sehingga dapat dimengerti oleh siswa kelas XI SMAN 8 Tasikmalaya.

3. Uji Validitas

(11)

diukur (Sugiyono, 2016, hlm. 121). Pengujian validitas butir item yang dilakukan terhadap seluruh item yang terdapat dalam instrumen adiksi cybersex. Kegiatan uji validitas butir item bertujuan untuk mengetahui kevalidan instrument yang akan digunakan.

Pengujian validitas butir dapat dihitung dengan menggunakan rumus korelasi point biserial. Korelasi ini untuk menguji validitas butir tes dengan skor 1 (Ya) dan skor 0 (Tidak). Rumus dari korelasi point biserial adalah:

Keterangan:

γpbi = koefisien korelasi biserial

Mp = rerata skor dari subyek yang menjawab betul bagi item yang dicari validitasnya

Mt = rerata skor total

St = standar deviasi dari skor total p = proporsi siswa yang menjawab benar

Tabel 3.4

Kriteria Validitas Instrumen 0,800 - 1,00 Sangat Tinggi 0,600 – 0,800 Tinggi 0,400 – 0,600 Cukup 0,200 – 0,400 Rendah

(12)

Tabel 3.5

Hasil Uji Validitas Per Item Instrumen Adiksi Cybersex

Kesimpulan Item Jumlah

Validitas tinggi 5,22,26 3 Validitas cukup 1.6,8,11,12,13,16,17,18,23,25,27,28,29,31,34 16 Validitas rendah 2,3,4,7,9,10,14,15,19,20,21,24,30,32,33 15 Jumlah 34 Tabel 3.6

Hasil Uji Validitas Instrumen Adiksi Cybersex

Kesimpulan Item Jumlah

Valid 1,2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15,16,17,18,19,20, 21,22,23,24,25,26,27,28,29,30,31,32,33,34 34 Validitas Rendah 3,4,7,19 4 4. Uji Reliabilitas

Menurut Sugiono (2016, hlm. 121) “instrument yang reliable adalah instrument yang bila digunakan beberapakali untuk mengukur objek yang sama akan menghasilkan data yang sama”. Reliabilitas dinyatakan dalam bentuk angka, biasanya sebagai koefisien. Koefisien yang tinggi biasanya reliabilitasnya Tinggi. Pengukuran yang diulang-ulang akan mendapatkan hasil yang sama, maka reliabilitas menunjuk pada suatu pengertian bahwa suatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.

Rumus yang digunakan dalam uji reliabilitas adalah rumus Cronbach alpha. Instrumen dinyatakan reliable apabila nilai Cronbach alpha ≥ r table, dan apabila nilai Cronbach alpha ≤ r table maka dinyatakan tidak reliable.

(13)

Rumus Alpha dapat diuraikan sebagai berikut: 𝑟 = [ 𝑘 𝑘 − 1] [1 − ∑ 𝑎𝑏2 𝜎𝑡2 ] Keterangan :

r = Koefisien Reliabilitas Instrumen k = Banyaknya butir pertanyaan Ʃơb2 = Jumlah varian butir

ơt2 = Total varian

Uji realibilitas Alpha Cronbach’s dilakukan dengan bantuan software IBM SPSS Statistics 25. Adapun tolak ukur koefisien realibilitas dengan menggunakan kriteria pedoman koefisien korelasi sebagai berikut:

Tabel 3.7

Kriteria Realibilitas Instrumen 0,00 – 0,199 Sangat rendah 0,20 – 0,399 Rendah 0,40 – 0,599 Cukup 0,60 – 0,799 Tinggi 0, 80 – 1,00 Sangat tinggi Tabel 3.8

Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Adiksi Cybersex Reliability Statistics Cronbach's Alpha Cronbach's Alpha Based on Standardized Items N of Items .868 .881 34

Berdasarkan hasil uji reliabilitas terhadap instrumen adiksi cybersex remaja dengan menggunakan bantuan Software IBM SPSS Statistics 25 menunjukkan

(14)

reliabilitas sebesar 0,868. Hal ini menunjukkan tingkat derajat keterandalan instrumen adiksi cybersex remaja setelah dilakukan uji reliabilitas sangat tinggi.

H. Teknik Analisis Data

Tenik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu diarahkan untuk menjawab rumusan masalah yang telah dirumuskan (Sugiyono, 2016). Proses analisis data dilakukan menggunakan analisis statistik yaitu deskriptif kuantitatif dengan menjabarkan hasil dari mencari ukuran gejala pusat diantaranya mean, median, modus dan standar deviasi. Melalui proses tersebut akan memberikan bobot skor pada setiap item dari pernyataan instrumen penelitian yang dapat menggambarkan perilaku adiksi cybersex pada remaja XI di SMAN 8 Tasikmalaya. Pada Penelitian dirumuskan tiga pertanyaan penelitian. Secara berurutan, masing-masing pertanyaan penelitian dijawab dengan cara sebagai berikut:

1. Pertanyaan penelitian mengenai gambaran umum adiksi cybersex pada remaja kelas XI SMAN 8 Tasikmalaya dijawab dengan menggunakan persentase dari jawaban siswa mengenai adiksi cybersex yang dilakukan melalui patokan skor ideal dan menghasilkan tiga kategori, yaitu tinggi, sedang, rendah. Perhitungan kategorisasi tersebut akan diuraikan sebagai berikut:

a. Menentukan skor maksimum. b. Menentukan skor minimum. c. Menentukan rata-rata/mean ideal. d. Menentukan standar deviasi ideal.

Tabel 3.9

Rumus Kategorisasi Adiksi Cybersex

Rumus Kategorisasi

X > 20 Tinggi

10 <= X <= 20 Sedang

(15)

Menurut Delmonico & Griffin dalam (Young & Abreu 2011:122) setiap kategori interval mengandung pengertian sebagai berikut:

Tabel 3.10

Makna Kategori Adiksi Cybersex

Skor Kategori Deskripsi

21 - 30 Tinggi Individu dalam kategori tinggi berada pada resiko tertinggi, karena perilakunya sudah mempengaruhi dan menggangu bagian penting dari kehidupannya (sosial, pekerjaan, pendidikan, mental, dan sebagainya). Individu yang sudah masuk dalam kategori tinggi, disarankan agar mendiskusikan perilaku adiksi cybersex dengan seorang profesional yang dapat menilai dan membantu individu yang mengalami adiksi cybersex kembali optimal dalam segala hal.

10-20 Sedang Individu dalam kategori sedang sudah memiliki resiko dalam kehidupan seksualnya, dan dapat mempengaruhi bagian penting dari kehidupan. Individu sudah mulai khawatir terhadap perilaku seksual online-nya, dan sudah merasakan pengaruh dari perilaku adiksi cybersex. Individu yang sudah masuk dalam kategori sedang, disarankan agar mencari seorang profesional yang dapat menilai lebih lanjut dan membantu masalah yang dihadapi. 0-9 Rendah Individu dalam kategori rendah mempunyai

resiko yang rendah terhadap masalah adiksi cybersex, tetapi jika seksual online menyebabkan masalah dalam hidup individu

(16)

tersebut, carilah seorang profesional yang dapat melakukan penilaian lebih lanjut.

Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, pengelompokkan data untuk gambaran umum adiksi cybersex siswa sebagai berikut:

Tabel 3.11

Kategorisasi Adiksi Cybersex

Rentang Skor Kategori

21 – 30 Tinggi

10 – 20 Sedang

0 – 9 Rendah

2. Pentanyaan penelitian tentang perbedaan adiksi cybersex antara siswa laki-laki dan perempuan dijawab dengan mengolah data menggunakan IBM SPSS Statistics 25 dengan rumus One-Way ANOVA. Ketentuannya adalah jika (Sig.) < 0, 05 artinya terdapat perbedaan antara adiksi cybersex siswa laki-laki dan perempuan. Jika signifikansi (Sig.) > 0, 05 maka tidak terdapat perbedaan adiksi cybersex antara siswa laki-la ki dan perempuan.

3. Pertanyaan penelitian mengenai implikasi penelitian untuk bimbingan dan konseling menggunakan teknik Counseling Behavior Therapy (CBT).

Gambar

Tabel 3.1  Sampel Penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan mengenai buku ajar biologi berbasis lingkungan pada materi ekologi kelas X SMA dapat disimpulkan bahwa buku ajar yang

Data mengenai pemahaman guru IPA SMP Negeri 3 Madiun tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) diperoleh dari angket dan wawancara.. Perencanaan

Intervensi yang dilakukan sebagai upaya untuk memperbaiki bersihan jalan napas yaitu: mengkaji frekuensi pernapasan: bunyi napas, kecepatan, irama, kedalaman dan penggunaan

PETA SIMILARITAS KOTA DI PROVINSI JAWA TENGAH MENGGUNAKAN SELF-ORGANIZING MAPS (SOM) sebagai syarat untuk.. mencapai gelar strata satu Program Studi Informatika

etode yang dilakukan dengan cara mengajukan beberapa pertanyaan secara langsung atau lisan kepada operator maupun kepada bagian instrument se(aktu menghadapi peralatan yang

Solusi Kerusakan seperti ini dapat terjadi jika rangkaian horizontal pada IC utama tidak rusak (bekerja), tapi bagian gambar dan suara mengalami kerusakan.. Kerusakan

Pada daging yang dipotong dengan menggunakan restraining box, nilai pH rata-rata pada jam pertama postmortem adalah 6.31±0.22 dan mencapai nilai terendah pada jam ke-8

Saat ini, citra guru bimbingan dan konseling di sekolah masih dianggap oleh para siswa sebagai polisi sekolah (School Police), sehingga para siswa sebagai konseli