AIPMNH
DESAIN PROGRAM
KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU
DI NTT
AIPMNH is managed by Coffey on behalf of the Australian Department of Foreign Affairs and Trade
DESAIN PROGRAM
KOMUNIKASI PERUBAHAN PERILAKU
DI NTT
Australia Indonesia Partnership for Maternal and Neonatal Health
DAFTAR ISI
Apa Itu Komunikasi Perubahan Perilaku?
Siapa yang Perlu Tahu tentang KPP?
Mengapa KPP Penting?
Promosi Kesehatan Sebelum AIPMNH
Desain Program KPP AIPMNH di NTT
1. Kerangka kerja program KPP AIPMNH
2. Pendekatan dan strategi AIPMNH: mulai dari provinsi
3. Meningkatkan kapasitas Dinas Kesehatan kabupaten
4. Hasil Pelatihan
5. Hambatan
6. Pelajaran yang dipetik
1
1
2
3
2
4
6
9
10
11
1
Perencana program kesehatan mulai dari pemerintahan (misalnya, Dinas Kesehatan dan BKKBN) , lembaga swadaya masyarakat, mahasiswa fakultas kesehatan masyarakat, hingga praktisi biro iklan, dan sebagainya.
Faktor perilaku sangat berkontribusi pada baik buruknya kualitas kesehatan perorangan, keluarga, dan masyarakat. Tujuan Revolusi Kesehatan Ibu dan Anak, yaitu agar semua ibu bersalin di fasilitas kesehatan yang memadai, misalnya, tidak mungkin dapat dicapai tanpa upaya untuk mengubah perilaku ibu dari
kebiasaan bersalin di rumah menjadi bersalin di fasilitas kesehatan.
Sementara itu, di sisi lain, masih banyak perencana program kesehatan baik di tingkat provinsi maupun di kabupaten yang kurang memahami secara mendalam tentang perilaku masyarakat yang akan diintervensi. Bagi para perencana program itu,
mengubah perilaku masyarakat dilakukan dengan memberi paparan melalui satu-dua media informasi secara terus-menerus tentang "perilaku ideal".
"Kesalahan" kedua yang sering ditemukan adalah memuat banyak pesan dalam satu kemasan. Akibatnya, media yang dipakai menjadi sesak pesan, dan hasilnya masyarakat sasaran kurang dapat menangkap tawaran "perilaku ideal" yang ingin diperkenalkan.
Apa Itu Komunikasi Perubahan Perilaku?
Komunikasi Perubahan Perilaku (KPP) adalah model pendekatan komunikasi untuk mengubah perilaku masyarakat secara sukarela dengan menggunakan berbagai saluran komunikasi.
Siapa yang Perlu Tahu tentang KPP?
Promosi kesehatan pada era Orde Baru menjadi tanggung jawab unit Promosi Kesehatan Departeman Kesehatan. Semua pengembangan media dan strategi promosi kesehatan dikendalikan dari Jakarta. Provinsi dan kabupaten hanya bertugas untuk menggandakan dan mendistribusikan berbagai media dimaksud, melalui saluran komunikasi yang ada di daerahnya (puskesmas, posyandu, balai desa, dan sebagainya).
Kebijakan yang sentralistik ini berdampak terhadap kemampuan perencana
program promosi kesehatan baik di tingkat provinsi mapun kabupaten di Indonesia, termasuk di NTT. Dampak yang paling terasa terutama dalam hal mendesain program komunikasi perubahan perilaku.
Sehubungan dengan itu, desain intervensi komunikasi perubahan perilaku AIPMNH lebih berfokus pada upaya untuk meningkatkan kapasitas perencana program promosi kesehatan baik di provinsi maupun di kabupaten/kota.
Kurangnya pemahaman para perencana program terhadap perilaku kelompok sasarannya ini, utamanya yang berkaitan dengan faktor penghalang, motivasi, dan pendukung, serta kurangnya keahlian dalam memanfaatkan media dalam konteks model perubahan perilaku, sering membuat desain program menjadi kurang tajam.
Promosi Kesehatan Sebelum AIPMNH
1. Kerangka kerja program KPP AIPMNH
Bagan Kerangka Kerja Konseptual KPP Tahun 2012-2013: Berfokus pada perilaku di tingkat provinsi dan kabupaten.
Desain Program KPP AIPMNH di NTT
Dink es K a b , P e n y aji La
yanan Kesehatan dan
ToT dan P elatihan NGO: • Dink es P ro v, Dink es K a b , Ket er ampilan KPP: bagaimana mengembangk an pr ogr
am perubahan perilaku yang
kompr
ehensif
, per
encanaan dan pelaksanaan dan
pemantauan, t e rmasuk: - P enelitian f o rmatif : analisis perilaku , memahami dan
mengatasi halangan dan motiv
at
or
, pemetaan
agen perubahan - Inf
ormasi, pengetahuan: hak-hak k lien - Norma-norma buda ya/sosial - M enangani pana war an dan permintaan ( supply and demand ) - L obi untuk k emitr aan pemerintah-LSM • P
elatihan IPC untuk bidan,
posyandu dan k ader desa siaga KEGIA TAN/INTER VENSI - P e ran ser ta masyar ak at: desa siaga - M edia massa: r adio spot , r adio talk sho w , media c etak
- Dukungan individu (sik
lus penilaian bersama,
negosiasi, k esepak atan) - Bahan IEK:
alat bantu diskusi dengan masyar
ak at , alat bantu konseling ( cue c a rd s, flip char ts , komik, post er , video , dll.) PESERT A - Ibu - P engasuh - Suami - Keluar ga - Kelompok masyar ak at - P emimpin lok al - T o koh agama A
GEN PERUBAHAN PERILAKU
- PKK - P osyandu; K ader - Bidan - T o koh masyar ak at - Tr end setters - CE desa siaga
INPUT
PROSES
- Ibu hamil meminta suamin
ya
menemani untuk ANC - Ibu hamil bersama suami mer
encanak an persalinan di fask es t e rdek at - Suami men yiapk an Tabulin - Inisiasi men yusui dini - M eningk atn y a persalinan di fask es - M eningk atn y a ‘mutu ’ pela yanan k esehatan - S emak in baik n y a penanganan k asus
HASIL
TUJUAN
M enurunn yaAKI dan AKB
DAMPAK
TUJU
AN PRIORIT
AS BCI AIPMNH UNTUK
Logical flow (Alur logis)
Output (jumlah peserta pelatihan KPP dan IPC) J Outcome (mampu membuat
rencana KPP kabupaten sendiri, dan mampu menghasilkan berbagai materi KIE yang sesuai dengan pesan kunci berbasis bukti untuk kabupaten/kota masing-masing) JImpact: jumlah ibu yang bersalin di fasilitas kesehatan dan jumlah suami yang menemani istrinya memeriksakan kehamilan dan bersalin di fasilitas kesehatan meningkat.
Melalui pendekatan ToT (Training of Trainers), pelatihan KPP dimulai dari tingkat provinsi untuk mendapatkan fasilitator provinsi. Lima belas (15) peserta yang berasal dari berbagai latar belakang dan institusi di Provinsi NTT, di antaranya: Dinas
Kesehatan, BKKBN, Biro Pemberdayaan Perempuan, Bappeda, Tim Penggerak PKK, dan tokoh agama, mengikuti pelatihan yang berlangsung selama lima hari kerja. Pelatihan Komunikasi dan Perubahan Perilaku Tingkat Provinsi NTT dilaksanakan di Kupang pada tanggal 6−10 Maret 2012.
2. Pendekatan dan strategi AIPMNH: mulai dari provinsi
Selanjutnya para fasilitator provinsi ini diberi kesempatan untuk melatih diri dengan cara memfasilitasi perlatihan KPP di 14 kabupaten/kota AIPMNH, yaitu: Manggarai Barat, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Lembata, Belu, TTU, TTS, Kabupaten Kupang, Kota Kupang, Sumba Timur, dan Sumba Barat.
Pelatihan KPP di 14 kabupaten/kota dimaksud, dilakukan selama 11 bulan (10 April 2012 s/d 23 Maret 2013).
3. Meningkatkan kapasitas Dinas Kesehatan Kabupaten
Upaya meningkatkan kapasitas perencana program promkes di Dinkes
kabupaten/kota beserta mitra SKPD lainnya terkait KPP, dilakukan melalui on the job
training yang berlangsung selama lima hari. Pelatihan ini berfokus pada perilaku
kunci “bersalin di fasilitas kesehatan memadai”. Materi pelatihan meliputi:
• Enam langkah pengembangan program KPP, yaitu: - Analisis Situasi
- Kajian Formatif
- Merancang Strategi Komunikasi
• Model perubahan perilaku dan strategi media yang diberikan pada pelatihan ini mengacu pada stages of change model dari Prochaska dan Di Clemente. Model intervensi perilaku ini bertumpu pada sejumlah tahapan perilaku yang membentuk garis linier. Meliputi: pre-contemplation (belum memikirkan),
contemplation (perenungan), decision (memutuskan), action (bertindak) dan maintenance (terbiasa melakukan dan perilaku menetap).
Model stages of change dari Prochaska ini juga memungkinkan perencana program untuk memadukannya dengan strategi media mix (bauran media), yaitu:
above the line (media massa), below the line (media cetak), dan IPC atau Inter-Personal Communication (komunikasi interpersonal oleh bidan, kader, dan
tokoh masyarakat) pada berbagai tahapan di atas.
• Pelatihan KPP ini dikemas dalam bentuk pelatihan dampingan. Dari pelatihan yang berlangsung selama lima hari itu, peserta pelatihan didampingi fasilitator membuat dan mengembangkan rencana strategi perubahan perilaku yang akan diterapkan di kabupaten asal mereka. Peserta juga membuat sendiri media yang sesuai untuk kabupatennya masing-masing.
- Mengembangkan Materi KPP - Implementasi Program - Monitoring dan Evaluasi
Media Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE) yang berhasil diproduksi oleh empat belas kabupaten/kota selama pelatihan Komunikasi Perubahan Perilaku, di antaranya:
a. Aktivitas lini atas (above the line activities) menggunakan media massa terutama radio. Media massa ini relatif murah dan mampu menjangkau daerah terpencil yang tidak memiliki listrik. Materi promosi melalui radio meliputi: radio spot, talk show, drama radio, dan DBU (Development Broadcasting Unit).
b. Media cetak meliputi: pembuatan poster, stiker, banner, komik, cerita bergambar, dan flipchart (lembar balik).
c. Media tradisonal berupa lagu daerah yang berisi pesan KIA. d. Pembuatan film KIA, yaitu “Harapan Sebina”, dan “Inerie”.
• Pelatihan IPC/C (Inter Personal Communication and Counselling atau Komunikasi Interpersonal dan Konseling).
Dari hasil kajian formatif diperoleh masukan dari para ibu, bahwa salah satu
keengganan ibu untuk bersalin di puskesmas adalah karena bidan tidak bersahabat. Berikut adalah beberapa pandangan para ibu tentang bidan.
“Saya tidak bisa bebas berteriak kalau kesakitan, karena ibu bidan
akan marah dan mencubit”.
“Kata bu bidan, waktu membuatnya diam-diam,
tapi teriak-teriak waktu melahirkan”
Pelatihan IPC ini berbeda dengan pelatihan IPC/C sebelumnya yang lebih menekankan pada upaya meningkatkan pengetahuan (kognitif) para bidan melalui berbagai teori dan definisi operasional.
Untuk mengatasi hal itu, dikembangkan kurikulum satu hari, dengan materi pelatihan IPC yang praktis, singkat (mengingat bidan tidak bisa meninggalkan puskesmas dalam waktu lama), dan berfokus untuk mengubah perilaku dan cara berkomunikasi para bidan melalui berbagai role play dan contoh-contoh.
4. Hasil Pelatihan • Pelatihan KPP
Sejumlah 266 orang peserta (127 laki-laki dan 139 perempuan) telah mengikuti pelatihan KPP dan pengembangan media.
• Pelatihan IPC
Sejumlah 541 orang, terdiri dari bidan dan petugas lapangan KB
(4 laki-laki dan 537 perempuan) telah mengikuti pelatihan komunikasi interpersonal.
5. Hambatan yang dihadapi kabupaten/kota dalam menerapkan intervensi KPP
• Dimulai dari seleksi peserta pelatihan
Salah satu kesulitan dalam seleksi peserta pelatihan KPP adalah memilih peserta dari mitra SKPD. Kriteria peserta pelatihan yang disyaratkan untuk mengikuti pelatihan KPP terkadang sulit untuk dipenuhi. Salah satu sebabnya adalah karena disposisi kepala SKPD terkadang bukan kepada staf yang sesuai dengan bidang yang terkait dengan komunikasi. Akibatnya peserta yang bersangkutan mengalami kesulitan untuk memahami konsep komunikasi yang diberikan dalam pelatihan. Salah satu contoh adalah didisposisikannya seorang staf administrasi poli bedah dari sebuah rumah sakit di salah satu kabupaten, untuk mengikuti pelatihan KPP.
Jalan keluar:
Mitra SKPD harus diberi informasi yang jelas terlebih dahulu tentang apa itu KPP, manfaat untuk institusinya, siapa staf yang bisa mengikuti pelatihan KPP,
dan sebagainya. Dengan demikian, peserta pelatihan akan lebih sesuai dengan bidang dan minatnya.
• Persoalan mutasi tenaga pelatih
Hambatan yang muncul setelah peserta memperoleh pelatihan KPP adalah mutasi pegawai. Masalah klasik ini muncul di hampir semua mitra SKPD, sehingga sering membuat upaya capacity building nyaris sia-sia.
Jalan keluar:
Alternatif jalan keluar untuk masalah ini adalah dengan memanfaatkan tenaga ahli lokal, misalnya tenaga pensiunan dari Dinas Kesehatan/BKKBN.
Pengetahuan dan pengalaman mereka akan dapat memperkaya implementasi program KPP yang dikembangkan.
Alternatif lainnya adalah melibatkan tenaga widyaiswara yang sesuai dari BAPELKES (Balai Pelatihan Kesehatan) di Dinas Kesehatan setempat.
•Hambatan lain
Yang harus mendapat perhatian adalah masih kuatnya ego sektoral, dan tidak adanya data pendukung untuk “membaca” situasi lapangan, misalnya data epidemiologi di tingkat Kabupaten/kota terkait PSP (Pengetahuan, Sikap dan Perilaku) ibu hamil terhadap tanda bahaya pada kehamilan dan tanda bahaya pada bayi baru lahir. Hasil studi PSP terhadap ibu hamil dimaksud, pada baseline survey diawal projek KIA, bisa membantu perencana program KPP untuk memahami perilaku ibu hamil terhadap faktor risiko yang menyertai kehamilan dan bayi baru lahir.
Kegiatan pelatihan KPP di Kabupaten
•Tidak ada dana di SKPD untuk mengimplementasikan program KPP
Masalah mendasar setelah pelatihan KPP adalah mengimplementasikan rencana program KPP di Kabupaten. Rencana yang dibuat bersama selama pelatihan KPP kebanyakan tidak dapat diimplementasikan secara utuh karena keterbatasan dana. Padahal, semakin banyak kesempatan staf berlatih, akan membuatnya semakin ahli.
Jalan keluar:
Diperlukan upaya advokasi dari staf Promkes Dinas Kesehatan kabupaten/kota untuk memasukkan dana implementasi program KPP ke dalam APBD kabupaten/ kota. Advocacy tools, seperti leaflet, booklet dan film bisa digunakan untuk mengubah pola pandang anggota dewan terhadap perlunya upaya promosi kesehatan yang dilakukan secara terfokus, sistematis, dan terus menerus.
5. Pelajaran yang dipetik
Program perubahan perilaku berdasarkan pendekatan BCC selama ini hanya berfokus pada “creating demand” di area “demand side” saja. Padahal jika
dilihat besaran masalah kesehatan, diperlukan pendekatan yang lebih komprehensif dan lebih luas.
Contoh: Salah satu faktor yang turut mempengaruhi perilaku masyarakat terhadap keputusan untuk bersalin di Puskesmas, adalah ketiadaan infrastruktur jalan di desanya.