• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori

1. Jeruk Purut (Citrus hystrix DC)

a. Deskripsi dan Klasifikasi Jeruk Purut (Sarwono, 2001)

Gambar 1. Jeruk purut

(Gambar diambil dari desa Sokaraja trngah)

Kingdom : Plantae

Sub kingdom : Tracheobionta Super divisi : Spermathophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Magnoliopsida Sub kelas : Rosidae Ordo : Sapimdales Famili : Rutaceae Genus : Citus

Spesies : Citrus hystrix DC

Pohon jeruk purut berukuran rendah atau perdu namun di alam pohon jeruk purut bisa tumbuh sampai 12 meter. Batang yang tua berwatna hijau tua berbentuk bulat, polos atau berbintik. Tata letak tajuk tanaman tidak beraturan dan cabangnya rapat. Dahan dan rantingnya bersudut tajam, berwarna hijau tua, berbintik dan berduri diketiak daunnya. Duri-durinya pendek, kaku, hitam, ujungnya coklat

(2)

dan panjangnya 0,2 cm-1 cm. Letak daun jeruk purut berpencar atau tersebar dan bertangkai agak panjang serta bersayap panjang. Buah jeruk purut berbentuk bulat sampai bundar, ukurannya relatif kecil dibanding jeruk lainnya. Kulit jeruk purut tidak rata atau tidak halus, rasanya asam dan berbau sedap

b. Kandungan Tanaman

Minyak atsiri dari daun jeruk purut mengandung komponen kimia dengan l-sitronelal sebagai komponen utama (81,49%), sintronelol (8,22%), linalol (3,69%), geraniol (0,31%). Perbedaan komposisi mencolok inilah yang membedakan minyak kulit jeruk purut dengan minyak kulit jeruk lainnya. Senyawa Sitronelal merupakan senyawa aldehid yang memiliki potensi antibakteri kuat. Menurut (Salman et al, 2015)

c. Minyak Atsiri

Minyak atsiri termasuk produk metabolit sekunder yang mudah menguap dan terdapat dalam berbagai bagian tanaman seperti umbi, akar, batang, kulit, daun, bunga dan biji. Tanaman penghasil minyak atsiri diperkirakan di dunia berjumlah 150-200 jenis. Sekitar 40 spesies ada di Indonesia dan 15 jenis diantaranya telah diekspor. Minyak atsiri dihasilkan dari tanaman dan mempunyai sifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi, mempunyai rasa getir, berbau wangi sesuai dengan bau tanaman penghasilnya, umumnya larut dalam pelarut organik dan tidak larut dalam air. Minyak atsiri dapat bersumber pada setiap bagian tanaman yaitu daun, bunga, buah, biji, batang atau kulit dan akar (Mangun, et al., 2012).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon, hidrogen dan oksigen serta persenyawaan golongan hidrokarbon dan hidrikarbon teroksigenasi. Disamping itu minyak atsiri juga mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil merupakan komponen tidak dapat menguap. Industri memanfaatkan minyak atsiri sebagai campuran farfum. Peran

(3)

minyak atsiri dalam campuran bukan hanya memberi keharuman, tetapi juga sebagai pengikat bau. Minyak terbang itu juga mampu membawa nutrisi ke seluruh dinding sel. Bila hendak memanfaatkan minyak atsiri secara langsung pada kulit, campurkan dengan minyak pengencer seperti minyak almon atau virgin coconut oil (VCO). Minyak pengencer berfungsi mencegah iritasi, menahan penguapan dan meningkatkan kelembaban kulit

Salah satu kandungan minyak atsiri daun jeruk purut yang paling dominan adalah Sitronelal. Minyak atsiri dari kulit jeruk purut mengandung komponen kimia dengan l-sitronelal sebagai komponen utama (81,49%), sintronelol (8,22%), linalol (3,69%), geraniol (0,31%). Perbedaan komposisi mencolok inilah yang membedakan minyak kulit jeruk purut dengan minyak kulit jeruk lainnya (Yuliani, 2011). Senyawa Sitronelal merupakan senyawa aldehid yang memiliki potensi anti bakteri kuatsetara dengam golongan femnol (Bassole et al., 2013)

2. Destilasi minyak atsiri (Nareswari, 2011)

Pada industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode destilasi yang umum di gunakan. Metode destilasi yang umumnya di pakai dalam industri minyak atsiri, yaitu :

a. Destilasi dengan air

Pada metode ini, bahan yang akan disuling atau didestilasi dengan tujuan mengambil minyak atsiri akan kontak langsung dengan air mendidih. Bahan yang didestilasi, akan mengapung diatas air atau terendam secara sempurna, tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling. Air dipanaskan dengan metode pemanasan yang biasa dilakukan, yaitu dengan panas langsung, mantel uap, pipa uap melingkar tertutup atau dengan memakai pipa uap melingkar terbuka atau berlubang. Metode ini memiliki ciri khas yaitu adanya kontak langsung antara bahan dan air yang mendidih. Beberapa jenis bahan harus di suling dengan metode ini, terutama untuk bahan-bahan yang harus tercelup dan harus bergerak bebas dalam air mendidih. Jika disuling dengan metode uap langsung bahan ini akan merekat dan

(4)

membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi kedalam bahan.

b. Destilasi dengan air dan uap

Pada metode penyulingan ini, bahan olahan diletakkan diatas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling diisi dengan air sampai permukaan air berada tidak jauh dari bawah saringan. Air dapat dipanaskan dengan cara, uap jenuh yang basah dan bertekanan rendah. Ciri khas metode ini adalah :

1) Uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas. 2) Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak

dengan air panas. c. Destilasi dengan uap

Metode ketiga disebut penyulingan uap, atau penyulingan uap langsung, dan prinsipnya sama dengan yang telah dibahas diatas, bedanya pada metode ini air tidak diisikan dalam ketel. Uap yang digunakan adalah uap jenuh pada tekanan lebih dari 1 atmosfer. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori yang terletak dibawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak dibawah bahan dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak diatas saringan.

3. Kulit

Kulit merupakan organ tubuh yang terletak dibagian terluar dari tubuh manusia. Kulit sangat sensitif untuk menerima berbagai rangsangan dari luar tubuh dan kulit merupakan selimut yang menutupi permukaan tubuh yang memiliki fungsi utama sebagai pelindung tubuh dari berbagai macam gangguan dan rangsangan luar. Fungsinya seperti pembentukan pada lapisan tanduk, pengaturan suhu tubuh, dan pembentukan pigmen untuk melindungi kulit dari bahaya sinar matahari, baik sinar UV-A dan UV-B. Kulit adalah organ terluas (1,5-1,75 m²) dan terberat (kira-kira 15% dari berat badan).

(5)

Rata-rata tebal kulit adalah 1-2 mm, dengan daerah tertebal adalah telapak tangan dan kaki yaitu kira-kira 6 mm dan yang paling tipis adalah alat vital pria yaitu 0,5 mm (Pitaloka, 2009).

Gambar 2. stuktur kulit (Djuanda, 2011)

Ada beberapa jenis-jenis kulit, (Wahyuningtyas et al., 2015) a. Kulit Normal

Kulit normal adalah kulit yang secara umum dalam kondisi yang baik. Khususnya untuk wajah, kulit normal membutuhkan perawatan seperti pembersihan, dan penggunaan pelindung wajah secara rutin agar menjaga kesehatan dan kecantikan kulit wajah yang optimal dan terhindar dari kerusakan kulit.

b. Kulit Kering

Kulit kering adalah keadaan kulit yang mempunyai kelenjar sebasea yang kurang aktif dalam memproduksi minyak tubuh sehingga kehilangan kelembabannya dalam stratum korneum. Pada kondisi ini kulit membutuhkan pelembaban yang dapat meningkatkan minyak tubuh yang hilang dan merangsang kelenjar sebasea untuk menghasilkan minyak, sehingga keadaan kulit bisa menjadi normal. c. Kulit Berminyak

Pada kondisi kulit berminyak kulit pada wajah mempunyai kelenjar sebasea yang begitu aktif dan memproduksi minyak tubuh yang berlebih sehingga meningkatkan kelembaban pada stratum korneum. Perawatan untuk kulit berminyak yang tepat adalah dengan menjaga pola hidup yang sehat dan seimbang, serta penggunaan kosmetik yang tidak mengandung lemak berlebih.

(6)

d. Kulit Kombinasi

Dua jenis kulit pada satu wajah seperti pada daerah T, dahi, hidung dan dagu berminyak. Sedangkan bagian wajah lainnya normal atau bahkan cenderung kearah kering. Maka perawatan yang dilakukan adalah sesuai dengan keadaan kulit tiap bagian.

e. Kulit Berjerawat

Kondisi kulit yang mengandung P acnes. Proses terjadinya komedo atau P acnes adalah karena adanya aktivitas kelenjar minyak yang berlebihan dan akhirnya menggumpal pada kandung rambut (hair folicle), sehingga menyumbat pada lubang pori-pori. Pada proses pembentukan P acnes disebabkan oleh adanya komedo, dengan adanya komedo tersebut terjadi peradangan pada kulit karena adanya bakteri yang bisa dikenal dengan P. acnes.

4. Jerawat

Acne vulgaris merupakan sebuah gangguan yang umum terjadi pada kulit wajah, pada umumnya hal ini diawali dengan terbentuknya mikro komedo, dan terjadi inflamasi kronis dari bagian polisebasea. Lokasi dari acne vulgaris umumnya berada pada daerah wajah terutama pada remaja yang berimbas signifikan pada usia remaja. Meskipun bersifat

self-limiting, tetapi acne vulgaris dapat bertahan di kulit selama bertahun-tahun

dan dapat mengakibatkan luka pada kulit dan pembentukan jaringan parut (Dipiro et al., 2008).

Perkembangan acne vulgaris berkaitan dengan peningkatan produksi sebum, keratinasi yang abnormal dalam kanal polisebasea (hiperkornifikasi), kolonisasi bakterial dan inflamasi. Diet (kecuali individu tertentu) dan kurangnya kebersihan, serta keadaan premenstruasi, menjadi suatu penyebab yang paling mendasari memperparahnya acne vulgaris. Kosmetik dengan dasar minyak, minyak rambut dan pelembab juga bisa menjadi penyebab atau pemicu acne vulgaris. Selain itu kondisi panas dan lembab yang merangsang pengeluaran keringat juga dapat memperparah Acne vulgaris (Dipiro et al., 2008).

(7)

Ganbar 3. struktur kulit (Yahya, 2005) Ada beberapa jenis komedo, diantaranya adalah :

a. Blackheads adalah bentuk komedo yang berupa tonjolan putih diatasnya ada titik hitam. Blackheads hanya berupa penimbunan lemak yang terokdasi dan tidak meradang atau infeksi.

b. Whiteheads adalah bentuk komedo yang tertutup dimana tonjolan putih tidak terjadi oksidasi sehingga tidak terdapat titik hitam karena tidak teroksidasi.

c. Millia atau millicum adalah karena adanya akumulasi minyak yang tersumbat dibawah kulit shingga kelaianan menyerupai whiteheads namun tertutup rapat dan keras dengan warna putih atau kuning.

d. Acne juvenilis adalah bentuk acne yang tidak meninggalkan bekas pada kulit karena bentuknya kecil-kecil dan tidak terjadi penanahan. e. Acne vulgaris adalah bentuk kerawat besar dengan disertai pernanahan

yang menimpa hingga lapisan dermis sehingga pada pasca kesembuhan akan meninggalkan bekas yang berupa jaringan parut (Anisah, 2015)

5. Propionbiacterium acnes

Propionibacterium acnes merupakan bakteri flora normal yang

berada di kulit terutama di wajah yang berperan pada patogenesis jerawat yang menjadi faktor terjadinya inflamasi . Bacteri ini berbentuk batang dan dapat hidup di udara serta menghasilkan spora. P. acnes termasuk bacteri gram positif anaerob. Bukti menunjukkan bahwa, dalam kondisi tertentu,

P. acnes dapat bertindak sebagai oportunistik patogen. Keterlibatan P. acnes dipembentukan dan keparahan acne vulgaris diterima secara luas,

(8)

P. acnes telah terdeteksi diberbagai infeksi oportunistik seperti

endokarditis dan osteomyelitis dan infeksi pasca bedah parah (Brzuszkiewicz et al., 2011 ).

Klasifikasi Propionibacterium acnes yaitu :

Gambar 4. Kulit dengan P. Acnes (Yahya, 2005)

Klasifikasi Propionibacterium acnes (Damayanti, 2014) Kerajaan : Bacteria Filum : Actinobacteria Kelas : Actinobacteridae Ordo : Actinomycetales Famili : Propionibactericeae Genus : Propionibacterium Spesies : Propionibacterium acnes

Peradangan mungkin menjadi konsekuensi dari peningkatan produksi sebum, pengelupasan keratinosit, dan pertumbuhan bakteri P.

acnes dapat memicu lesi peradangan jerawat dengan memproduksi

mediator inflamasi biologis aktif sehingga memicu pelepasan sitokin proinflamasi (Dipiro et al, 2008).

Acne vulgaris adalah penyakit yang terjadi pada unit polisebasea

(yang mengandung folikel rambut dan kelenjar sebasea). Kelenjar sebasea, dominan pada wajah, dada, dan punggung atas. Kelenjar ini menyediakan sebum pada kanal folikel dan akhirnya ke permukaan kulit melalui pembukaan folikel (pori-pori). Isi kanal folikuler yaitu keratinosit, P.

(9)

Pada saat terjadi penyumbatan pada unit pilosebasea maka terjadilah komedo yang merupakan awal dari lesia acne. Warna coklat atau hitam bukan hasil akumulasi kotoran, tetapi melanin (pigmen). Acne terjadi ketika hormon androgen meningkat (terutama pada masa pubertas) yang menyebabkan peningkatan ukuran kelenjar sebaseus sehingga produksi menjadi tinggi. Kelebihan sebum menyebabkan folikel tersumbat yang akhirnya menjadi acne. Selain disebabkan karena meningkatnya produksi sebum, acne juga disebabkan karena hiperkreatinisasi dan inflamasi. Peradangan atau trauma folikel dapat menyebabkan inflamasi dan membentuk ”whitehead” atau ”komedo tertutup”. Jika dinding folikel pecah, isi folikel menuju ke dermis dan menimbulkan gangguan klinis seperti bintil, dan mungkin dapat menjadi lebih besar, lesi inflamasi sekunder untuk aktivitas lokal P. acnes (Dipiro et al., 2008).

6. Pengujian Aktivitas Antibakteri (Wahyuni, 2014)

Pengujian terhadap aktivitas antimikroba dilakukan untuk mengetahui obat-obat atau zat aktif yang paling poten untuk kuman penyebab penyakit terutama penyakit kronis. Pengujian ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu :

a. Metode Difusi

Cakram kertas saring, cawan yang berliang renik atau silinder tidak beralat, yang mengandung zat uji dalam jumlah tertentu ditempatkan dalam media yang telah ditanami mikroba uji. Setelah di inkubasi, hasil yang diperoleh adalah :

1) Radical zone, yaitu daerah di sekitar zat uji dimana sama sekali tidak diketemukan adanya pertumbuhan bakteri.

2) Irradical zone, yaitu suatu daerah di sekitar zat uji yang pertumbuhan bakteri dihambat oleh zat uji tersebut

b. Dilusi Cair atau Dilusi Padat

Metode ini menggunakan antimikroba dengan kadar yang menurun secara bertahap, baik dengan media cair atau padat. Kemudian media diinokulasi bakteri uji dan dieramkan. Tahap akhir dilarutkan antimikroba dengan kadar yang menghambat atau mematikan. Kerugian

(10)

metode ini yaitu uji kerentanan dilusi agar membutuhkan waktu yang lama, dan kegunannya terbatas pada suatu keadaan tertentu. Sedangkan keuntungan metode ini yaitu bahwa uji tersebut memungkinkan adanya hasil kuantitatif, dimana menunjukkan jumlah obat tertentu yang diperlukan untuk menghambat atau membunuh mikroorganisme yang diuji Metode ini mengukur MIC atau KHM (Minimum Inhibitory

Concentration atau Kadar Hambat Minimum) dan MBC atau KBM

(Minimum Bactericidal Concentration atau Kadar Bunuh Minimum).

7. Konsentrasi Hambat Minimum (Nuraina, 2015)

Aktifitas antibakteri ditentukan oleh spektrum kerja, cara kerja dan juga di tentukan oleh konsentrasi hambat minimum (KHM). KHM adalah konsentrasi minimum dari suatu zat yang memiliki efek daya hambat pertumbuhan mikroorganismeyang di tandai dengan tidak adanya keruhan pada media tumbuh bakterisetelah di inkubasi pada suhu 37 selama 18-24 jam. Penetapan KHM dapat dilakukan dengan dua cara yaitu:

a. Cara cair

Metode penentuan KHM dengan cara cair digunakan media cair yang telah di tambahkan zat yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri atau jamur dengan pengenceran tertentu kemudian diinokulasikan biakan bakteri atau jamur dalam jumlah yang sama. Respon zat uji ini ditandai dengan kejernihan atau kekerugan pada tabung setelah diinkubasi.

b. Cara padat

Metode penentuan KHM dengan cara padat menggunakan media padat yang telah dicampur dengan larutan zat uji dengan berbagai konsentrasi. Dengan cara ini suatu cawan petri dapat digores lebih dari satu jenis mikroba untuk diperoleh nilai KHM.

8. Sabun Cair

a. Definisi Sabun Cair

Sabun merupakan produk campuran garam natrium dengan asam stearat, palmitat dan oleat yang berisi sedikit komponen asam miristat dan lauret (Tranggono, 2007). Jenis sabun wajah yang umum beredar di

(11)

masyarakat berwujud padat dan cair. Kebanyakan konsumen saat ini lebih tertarik pada sabun wajah berbentuk cair dibandingkan dengan wajah padat. Sabun cair wajah efektif untuk mengangkat kotoran yang menempel pada permukaan kulit baik yang larut air maupun larut lemak. Sabun cair merupakan sediaan pembersih kulit berbentuk cair yang terbuat dari bahan sabun dengan penambahan bahan-bahan yang diinginkan (SNI, 1996).

b. Uraian Bahan

1) Minyak atsiri daun jeruk purut

Minyak atsiri daun jeruk purut mengandung senyawa-senyawa seperti citronellal 86,31%; citronellol 6,37%; citronellyl acetate 3,46%; linalool 1,94%, sabiene bicyclo 1,16%; dan trans-caryophyllene bicyclo 0,77%. Perbedaan komposisi mencolok inilah yang membedakan minyak kulit jeruk purut dengan minyak kulit jeruk lainnya (Anonimous, 2009). Senyawa Sitronelal merupakan senyawa aldehid yang memiliki potensi anti bakteri kuat persen minyak atsiri kulit jeruk purut. Kandungan minyak atsiri daun jeruk purut sebesar 2-2,5% (Salman et al., 2015)

2) Asam stearat

Asam stearat berbentuk kasar, putih atau kuning pucat, agak mengkilat, kristal atau serbuk putih kekuningan. Kelarutan sangat mudah larut dalam benzen, karbon tetraklorida, kloroform, dan eter; mudah larut dalam etanol (95%), heksana, dan propilen glikol; praktis tidak larut dalam air. Pada formulasi sabun cair muka, asam stearat berfungsi untuk membentuk badan sabun pada proses pencampuran dengan minyak kelapa (Setyoningrum , 2010). Asam stearat berfungsi sebagai emulgator (Rowe, 2009).

(12)

3) Minyak kelapa

Minyak kelapa adalah minyak lemak yang diperoleh dengan pemerasan endosperm kering Cocos nucifera L. Minyak kelapa berwujud jernih, tidak berwarna atau kuning pucat, bau khas, dan tidak tengik. Kelarutan larut dalam 2 bagian etanol (96%) pada suhu 60 ºC, sangat mudah larut dalam kloroform dan dalam eter. Minyak kelapa memiliki suhu lebur antara 23º sampai 26 ºC (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1979). Berfungsi sebagai basis sabun cair. Minyak kelapa mengandung ± 53% asam laurat yang akan tersaponifikasi dengan adanya penambahan basa seperti KOH dan NaOH (Setyoningrum, 2010).

4) Kalium hidroksida (KOH)

Kalium hidroksida berwarna putih atau hampir putih, higroskopis berbentuk bulat kecil, serpihan atau memanjang. Kelarutan larut dalam 1 bagian air, 3 bagian etanol 96%, sangat mudah larut dalam etanol mutlak P mendidih. Berfungsi sebagai agen pembasa (Rowe, 2009)

5) Ethylenediaminetetraacetic Acid (EDTA)

EDTA berwujud hablur padat, putih, dan berbau khas. Kelarutan praktis larut dalam air dan propilen glikol, mudah larut dalam etanol (95%), dalam kloroform dan dalam eter. EDTA berfungsi sebagai antioksidan, mengcegah bau tengik.

Gambar 6. Struktur EDTA (Suyanta et al., 2005) 6) Gliserin

Gliserin berwujud cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, manis, higroskopik. Kelarutan praktis tidak larut dalam benzen, kloroform, minyak lemak; sedikit larut dalam aseton; larut dalam 11 bagian etil asetat dan 500 bagian eter; mudah larut dalam etanol

(13)

(95%), metanol, air. Gliserin berfungsi sebagai kosolven, emolien, solven, humektan, agen antimikroba (Rowe, 2009).

Gambar 7. Struktur gliserin (Rowe, 2009).

c. Kontrol sifat fisik sabun cair 1) Organoleptik

Uji organoleptis meliputi warna, bau, dan konsistensi dapat digunakan sebagai indikator kualitatif ketidakstabilan fisik sediaan yang berhubungan dengan kenyamanan sediaan oleh pengguna. 2) Bobot jenis

Uji bobot jenis suatu sediaan merupakan perbandingan antara bobot zat dibanding dengan volume zat pada suhu tertentu (biasanya 25oC). Menurut FI III bobot jenis adalah perbandingan bobot zat terhadap air dengan volume yang sama ditimbang di udara pada suhu yang sama (Anonim, 1979). Bobot jenis pada percobaan akan digunakan metode piknometer. Persyaratan untuk bobot jenis yang ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia yaitu minimal 1,01– 1,10 g/cm3 (Noor et al., 2009).

3) Viskositas

Pengujian viskositas dan sifat alir dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu cairan untuk mengalir. Semakin tinggi viskositas maka akan semakin besar tahanannya. Viskositas dipengaruhi oleh suhu, yang untuk cairan akan menurun bila suhu dinaikkan (Sinko, 2006). Kriteria viskositas yang baik yaitu 14.550-17.300 cps (Noor et al.,2009).

4) Keasaman (pH)

Uji pH digunakan untuk mengetahui pH sabun cair apakah sesuai dengan pH kulit yang akan mempengaruhi kenyamanan dan keamanan penggunannya. Selain itu pH dapat mempengaruhi difusi

(14)

obat dari sediaan (Astuti et al., 2012). Kriteria untuk pH kulit wajah yaitu 4,5-5,5 (Noor et al., 2009).

5) Tinggi dan kestabilan busa

Uji tinggi dan kestabilan busa yaitu suatu kemampuan sediaan membentuk busa setelah pengocokan 1% larutan sabun cair wajah dalam air suling dan air sadah. Pengujian ini berpengaruh juga pada kelembaban kulit.

B. Kerangka Konsep

Gambar 8. Kerangka konsep penelitian

Meningkatnya jumlah daun jeruk purut

Memformulasikan minyak atsiri daun jeruk purut menjadi produk sabun cair wajah anti jerawat

Uji aktivitas antibakteri terhadap bakteri P.acne

Uji fisik sediaan sabun cair wajah

Kandungan minyak atsiri daun jeruk purut berpotensi salah satunya sebagai

antibakteri dalam mengobati penyakit jerawat

Prevalensi jerawat (acne vulgaris) terjadi sekitar 80% dari populasi

antara usia 12 – 25 tahun

Zona hambat

Analisis deskriptif secara statistik dengan metode ANOVA

Pemeriksaan organoleptis (bentuk, rasa warna), homogenitas, stabilitas, bobot jenis, viskositas, pH,

Gambar

Gambar 1. Jeruk purut
Gambar 2. stuktur kulit (Djuanda, 2011)
Gambar 4. Kulit dengan  P. Acnes (Yahya, 2005)
Gambar 5. Stuktur asam stearat (Rowe, 2009 )
+4

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum menghentikan bola dengan paha, arah bola diusahakan jatuh bersentuhan dengan paha. Tehnik mengangkat paha digunakan ketika bola hampir menyentuh paha ke

Dalam kedudukannya sebagai pengelola barang, dan dihubungkan dengan amanat pasal 6 ayat (2) Undang-undang nomor 17 tahun 2003, Gubernur juga berwenang mengajukan usul untuk

Orang, proses, atau sistem lain yang berinteraksi dengan sistem informasi yang akan dibuat di luar sistem informasi yang akan dibuat itu sendiri, jadi walaupun

Menurut Manuaba (2008; h.389) disebutkan perdarahan terjadi karena gangguan hormon, gangguan kehamilan, gangguan KB, penyakit kandungan dan keganasan genetalia. 55)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peran keluarga untuk pencegahan penyakit tidak menular pada remaja sebagian besar berada pada kategori cukup optimal (61,1%) dan

Sedangkan perbedaan penelitiaan yang dilakukan Paina dengan penelitian ini adalah pada objek kajian yang mana pada penelitian Paina meneliti tindak tutur komisif khusus

Dalam studi manajemen, kehadiran konflik pendidikan tidak bisa terlepas dari permasalahan keseharian yang dirasakan oleh pengelola lembaga pendidikan. Konflik tersebut

1) Hasil yang dilaporkan hanya terdiri dari dua angka yaitu angka pertama didepan koma dan angka kedua di belakang koma. Jika angka yang ketiga.. sama dengan atau lebih