Pengaruh Temperatur Proses Aging Terhadap Karakteristik
Material Komposit Logam Al-Sic Hasil Stircasting
Juriah Mulyanti
Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Janabadra [email protected]
Abstrak: Komposit matrik paduan aluminium adalah material sistem matrik logam yang sering menjadi obyek riset. Hal ini disebabkan karena aluminium memiliki berat jenis yang ringan, relatif murah, memiliki ketahanan korosi yang tinggi dan mudah untuk difabrikasi. Selain itu sifat-sifat mekanik aluminium dapat ditingkatkan lagi dengan penambahan unsur-unsur paduan (alloying), proses pengerjaan dingin (cold working), dan proses perlakuan panas (heat treatment). Penelitian ini akan mengukur karakteristik sifat fisis dan mekanis dari material komposit logam Al-SiC hasil stircasting bila dilakukan perlakuan panas (proses aging). Penambahan partikel SiC ditentukan sebanyak 30% volume berat matrik paduan Al-Si hypoeutectic. Pembuatan komposit dilakukan dengan menggunakan proses stircasting pada temperatur 650oC dengan kecepatan pengadukan 520 rpm, selama 5 menit. Proses aging dilakukan selama dua jam pada temperatur 100ºC, 200ºC dan 300oC. Hasil pengujian yang dilakukan pada material, sebelum dan sesudah perlakuan panas (aging), diperoleh peningkatan sifat mekanis yang baik. Diketahui bahwa proses aging selama 2 jam, akan menaikkan ketangguhan material komposit logam Al-SiC berpenguat 30% SiC/p hasil stircasting tersebut. Secara umum pengaruh temperatur aging sebesar 200ºC menghasilkan sifat mekanis yang unggul. Dari hasil pengamatan struktur mikro pada temperatur aging 200ºC juga terlihat bahwa distribusi partikel penguat SiC terdispersi secara lebih merata.
Kata Kunci: Komposit logam Al-SiC, stircasting, temperatur proses aging.
1. Pendahuluan
1.1. Latar BelakangKomposit logam, atau dikenal dengan Komposit Matrik Logam (KML) adalah kombinasi dari dua material atau lebih dimana logam sebagai matrik dan keramik sebagai penguat. Umumnya luminium dipilih sebagai ,atrik karena material ini ringan, relatif murah dan mudah difabrikasi. Permasalahannya adalah material ini mempunyai kekuatan yang lebih rendah dibandingkan material komersil lainnya seperti besi tuang, baja maupun tembaga.
Namu demikian aluminium dapat
ditingkatkan kekuatannya melalui proses pemaduan (alloying), proses pengerjaan dingin (cold working) dan perlakuan panas
(heat treatment) dengan proses penuaan (aging). Dengan adanya konsep pengembangan material komposit maka aluminium tersebut dapat dikombinasikan dengan material keramik yang bertujuan untuk mendapatkan sifat fisis dan mekanis
yang lebih unggul, seperti kekuatan modulus spesifik (specific strenght and
modulus) yang tinggi dengan berat yang
rendah dibandingkan baja. Namun bila aluminium tersebut ditambahkan keramik sebagai penguat maka rasio kekuatan dan modulus material komposit ini akan meningkat secara signifikan bahkan melebihi besi tuang dan baja.
Alasan pemilihan penggunaan paduan aluminium Al-Si dalam penelitian ini adalah karena paduan ini kerap digunakan. Produksi paduan Al-Si mencapai 85% sampai dengan 90% dari total produksi paduan aluminium untuk cor cetak (John E.Gruzlesky, Bernard M.Closset, 1999). Hal ini disebabkan oleh kelebihannya yang menyolok, seperti sifat kecairannya yang sangat baik, yang mempunyai permukaan hasil coran bagus sekali dan tanpa kegetasan panas. Sebagai tambahan, paduan Al-Si juga mempunyai ketahanan korosi yang baik, sangat ringan, koefisien
pemuaian yang kecil dan sebagai penghantar yang baik untuk panas dan listrik (Tata Surdia, Shinroku Saito, 2005). Karena sifat kecairannya itulah paduan Al-Si sangat cocok diproduksi dengan proses pengecoran (casting), dimana produksinya di Indonesia pada umumnya dilakukan dengan proses tersebut.
Metode pembuatan komposit logam Al-SiC pada penelitian ini dilakukan dengan proses stircasting, yaitu pencampuran pada fase cair (liquid state). Material paduan aluminium diperoleh dari proses peleburan yang dilanjutkan dengan penambahan penguat partikel keramik (SiC/p) dengan menggunakan proses pengadukan agar terjadi dispersi partikel keramik yang merata. Keuntungan metode
stircasting adalah prosesnya yang sederhana, fleksibel dan dapat digunakan untuk produk dalam jumlah besar, serta dapat mereduksi final cost dari suatu proses.
Proses heat treatment (proses penuaan atau aging) yang telah biasa dilakukan
pada paduan aluminium untuk
meningkatkan kekuatannya, akan
dilakukan pada komposit logam Al-SiC ini untuk mengetahui pengaruhnya terhadap sifat fisis dan mekanis komposit logam tersebut. Adapun proses aging yang dilakukan pada penelitian ini divariasikan pada temperatur pemanasannya untuk melihat karakteristik dari material komposit logam Al-SiC ini.
1.2. Tujuan
Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang akan diperoleh sekaligus, serta beberapa tujuan yang diperoleh kemudian, yaitu sebagai berikut :
a. Memperoleh informasi yang jelas tentang perbedaan sifat fisis dan
mekanis komposit logam Al-SiC
sesudah dan sebelum dilakukan proses
aging.
b. Membuktikan bahwa proses aging akan menaikkan sifat mekanis komposit logam Al-SiC.
c. Membuktikan bahwa kenaikan
temperatur pemanasan akan menaikkan
sifat mekanis komposit logam Al-SiC secara signifikan.
d. Menjelaskan pengaruh proses aging pada sifat material komposit logam Al-SiC dan memberikan informasi tentang temperatur pemanasan yang efisien. Kegiatan penelitian yang dilakukan difokuskan pada pembuatan material
komposit matriks logam yang
menggunakan logam matrik paduan Al-Si
hypoeutectic (Si < 11,7%) dengan bahan
penguat silikon kerbida (SiC) dalam bentuk partikel, serta proses pembuatan material komposit matrik logam yang menggunakan metode stircasting. Parameter proses, meliputi :
a. Bahan baku paduan Al-Si hypoeutectic terdiri dari ingot aluminium AA1100 (Al-99,0%, Si+Fe-1,0% max, Cu-0,12% max), produk PT. Krakatau Prima Dharma Sentana, serta master alloy Al-24%Si dan logam Mg
b. Ukuran partikel SiC yang dipakai sebagai bahan penguat adalah 200 mesh.
c. Volume fraksi SiC sebanyak 30% berat logam matrik.
d. Proses stircasting dilakukan pada dapur krusibel (crussible furnace), kondisi pengadukan ditetapkan pada temperatur 650oC, dengan kecepatan pengadukan 520 rpm dalam waktu 5 menit.
e. Proses aging dilakukan selama 2 jam pada muffle Furnace, dengan variasi temperatur pemanasan 100ºC, 200ºC dan 300°C..
f. Untuk mengetahui perubahan sifat fisis dan mekanis yang terjadi dilakukan pengujian-pengujian yang meliputi pengujian komposisi untuk memastikan komposisi paduan Al-Si hypoeutectic yang diinginkan, pengujian metalografi untuk melihat perubahan struktur mikro yang terjadi, pengujian kekerasan, pengujian aus dan pengujian tarik pada masing-masing benda uji sebelum dan sesudah proses aging.
1.3. Tinjauan Pustaka
Material komposit merupakan sistem material yang tersusun dari suatu campuran atau kombinasi dua atau lebih
unsur-unsur makro yang berbeda bentuk dimana komposisinya tidak saling melarutkan, dan diantara unsur-unsur yang satu dengan yang lainnya terdapat jarak antar muka/permukaan. (Mel M. Schwartz, 1997). Sedangkan menurut Esterling Kelly (1988), komposit material didefinisikan sebagai campuran heterogen dari dua atau lebih fasa homogen yang terikat secara bersamaan. Dari kedua definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa material komposit adalah suatu susunan material yang terdiri dari matrik dan struktur penguat atau merupakan penggabungan dua bahan atau lebih yang masing-masing
bahan tidak saling melarutkan.
Penggabungan dua bahan atau lebih ini
dimaksudkan untuk mendapatkan
kombinasi sifat yang tidak dimiliki oleh bahan-bahan tersebut.
Komposit dapat berupa penggabungan logam dengan logam, logam dengan bahan keramik, logam dengan polimer atau polimer dengan keramik (MK, Surappa, 1981, dan Calister, 2002). Dalam penggabungan tersebut salah satu bertindak sebagai bahan pengikat (matrik) dan yang lain bertindak sebagai bahan struktur penguat (reinforcing agent).
Material komposit logam adalah material logam yang diperkuat dengan fiber continuous atau fiber discontinuous (whiskers) atau partikel. Bahan yang
bertindak sebagai matriknya adalah logam atau paduan logam. Logam-logam yang biasa digunakan sebagai matrik dibatasi terutama pada jenis aluminium (Al), magnesium (Mg), tembaga (Cu), titanium (Ti) dan beberapa paduan logam dasar nikel (Ni). Selain itu, mataterial komposit logam memiliki batas temperatur operasi sangat tinggi dan hal ini sangat berlawanan dengan logam dasarnya.
Sebagai contoh: Al/SiC(p) dan Al/Al2O3(f).
Sifat ini sangat penting untuk pemakaian komponen dengan temperatur tinggi. Material komposit logam juga memiliki kestabilan dimensi yang baik, kemampuan disambung (joint) cukup baik, keuletan tinggi dan tangguh, ketahanan terhadap
moisture pick-up dan are fully dense when properly fabricated. Karena beberapa sifat
unggulnya, komposit matrik logam
dikategorikan ke dalam jenis material potensial dan digunakan secara luas pada pemakaian material teknik.
Secara umum, komposit memiliki kelebihan sebagai berikut:
a. Memiliki specific strength yang tinggi b. Specific stiffness yang tinggi
c. Design flexibility (Fiber orientation dan
Tailoring)
d. High fatigue resistance
e. Thermal stability (low coeffient of
thermal expansion)
f. Internal damping yang tinggi (mampu menyerap getaran)
g. Near-net shape
1.3.1. Material komposit logam aluminium
Hubungan antara keramik dengan
matriknya memegang peranan penting dalam menentukan sifat mekanik dari komposit. Hubungan ini sangat tergantung pada penempelan (wettability) antara keramik dengan matriknya. Pada jenis komposit yang menggunakan fiber,
kekuatan tarik komposit dibebankan pada peranan dari matrik yang berikatan dengan
fibernya. Pada komposit jenis ini, beban
yang diterima oleh matrik diteruskan ke
fiber. Sedangkan pada komposit yang
menggunakan partikel ataupun short fiber,
kekuatan tarik dibebankan pada
kemampuan matrik menahan beban
sedang peranan konstituen adalah mencegah matrik mengalami deformasi melalui mechanical restrain (M.K.Surappa, 2003).
Material diskret yang digunakan pada AMC adalah:
a. Fiber : Grafit, silicon karbida (SiC), boron dan aluminium oksida (Al2O3)
b. Partikel : SiC, Al2O3, titanium diborida
(TiB2)
1.3.2. Proses stircasting/stirring
Proses stircasting adalah salah satu jenis
Liquid state processing dilakukan dengan
cara melebur matrik, dalam hal ini aluminium kemudian dilanjutkan dengan proses pencampuran dengan partikel. Pada proses stircasting, aluminium cair diputar oleh suatu mekanisme sehingga membentuk pusaran (vortex), dicampur dengan partikel keramik. Ketidak homogenan secara mikrostruktur dapat menyebabkan terjadinya penggumpalan dan sedimentasi pada logam cair dan
proses kelanjutannya yaitu saat
pembekuan. Penyebabnya adalah adanya masalah interaksi antara partikel dengan logam cairnya yang kurang baik. Pada komposit yang menggunakan partikel, persoalan tersebut disebabkan oleh masalah penempelan (wetting) dari matrik pada partikelnya.
Keuntungan dari proses ini adalah mampu untuk menggabungkan partikel penguat yang memiliki kemampuan membasahi (wetability) yang rendah. Bahan yang tidak terbatasi tersebut dapat terdispersi oleh adanya gaya pengadukan secara mekanik yang menyebabkan partikel padatan
terperangkap dalam logam cair
(Aghajanian MK, Rocazella MAJ, Burke TS, Keck D, 1991). Secara skematis rangkaian proses dan peralatan yang digunakan dalam proses stircasting, dapat dilihat pada gambar 1.
1.3.3. Parameter Proses pada Metoda Stircasting
Kesulitan yang dihadapi dalam pembuatan komposit matrik logam dengan metoda teknik metalurgi cair, khususnya pada proses stirrcasting, adalah pada kurangnya penyusupan logam cair akibat dari kemampuan basah (wettability) dari penguat partikel. Umumnya penguat partikel senyawa keramik, seperti ; SiC, Al2O3, B4C dan C memiliki kemampuan
basah yang kurang baik
Gambar 1. : Skema proses stircasting (Sumber : Nikhilesh Chawla, Krishan K.
Chawla, 2006)
terhadap logam cair (Mel M.Scwartz, 1997). Hal ini disebabkan karena penguat partikel tersebut memiliki energi permukaan yang relatif rendah, sehingga tidak memberikan pembasahan yang sempurna terhadap logam cair. Energi permukaan adalah energi yang dimiliki suatu material yang dibasahi antara dua fasa yang berdekatan sebagai daerah yang tidak homogen (Digiovani, PR., 1988). Untuk mendapatkan sifat mampu basah yang baik, energi permukaan yang rendah tersebut harus dirubah menjadi energi
permukaan yang tinggi. Biasanya
penggunaan logam magnesium (Mg)
dalam tingkat tertentu dapat memberikan pengaktifan permukaan partikel menjadi basah (Chan RW, Haasen P, Krammer EJ, 1993). Semakin basah partikel penguat akan semakin mudah partikel tersebut mengendap (Haverson DC, Pyzik AJ. And Aksay, 1995).
Ada tiga faktor penting yang harus dipertimbangkan dalam proses pembuatan komposit yang diperkuat partikel, antara lain (Sharon Kiesel, 2004) :
a. Penambahan partikel ke dalam logam cair. Semakin banyak partikel yang ditambahkan, menyebabkan pening-katan viskositas (mampu alirnya logam cair menjadi berkurang).
b. Adanya perbedaan berat jenis partikel dengan logam cair (matriks). Semakin besar perbedaan berat jenis partikel dan
matriks akan semakin mudah
c. Kereaktifan partikel dan logam cair. Pada kasus penguat partikel Al2O3 akan
bereaksi dengan cairan aluminium membentruk fasa MgAl2O4 , sedangkan
pada kasus penguat partikel SiC akan bereaksi dengan cairan aluminium membentruk fasa Al4C3 dan 3Si.
Pada proses stircasting, adanya gas dan udara di atas permukaan partikel akan mengalami difusi ke dalam loam cair yang menyebabkan terbentuknya oksida. Hal ini akan mengakibatkan partikel-partikel mengelompok dan akan menghambat terbentuknya partikel yang menyebar.
Gambar 2. Diagram fasa biner Al-Mg (Sumber : Munits A, Metzger M, Mehrabain
R, 1979).
Interface kimia antara penguat dan matrik
yang berupa lapisan antar muka
berpengaruh besar terhadap sifat mekanik. Semakin besar luas interface dari partikel
penguat maka sifat mekanik dan
performance komposit akan semakin baik.
Untuk volume fraksi tertentu, total luas dari lapisan antar muka dari partikel dan matriks akan meningkat dengan semakin kecilnya diameter partikel. Hal ini dapat dihitung, sebagai berikut: jika N diasumsikan merupakan jumlah partikel penguat yang berbentuk bola dengan volume total komposit adalah 1 mm3, maka dapat ditulis persamaan, seperti berikut:
c p
fp V
V
V ……….. (1)
Dimana : Vfp = vol. fraksi partikel, (mm3) p V = volume partikel, (mm3) c
V
= volume komposit, (mm3)1
:
6
3
N
d
V
fp
……… (2)sedang, IA = luas lapisan antar muka
partikel dengan matrik, ...…... (3)
d V I p A . 6 ………...…..……….. (4)Dari persamaan di atas, dapat dilihat bahwa luas lapisan antar muka partikel dengan matriks berbanding terbalik dengan diameter partikel. Hal ini dapat disimpulkan bahwa semakin meningkat luas antar muka yang terjadi akibat semakin kecilnya diameter partikel penguat, interaksi kimia yang terjadi akan semakin baik.
1.3.4. Komposit yang dikeraskan dengan proses laku panas dan aging.
Sifat-sifat MMCs yang menggunakan matriks yang dapat dikeraskan dengan penuaan, seperti paduan Al seri 2xxx, 6xxx dan 7xxx akan dipengaruhi oleh perlakuan panas selanjutnya. Penambahan partikel-partikel penguatan ke dalam matriks paduan Al dapat mempercepat kinetika penuaan seperti diilustrasikan pada Gambar 6. dan telah diamati yang terjadi dalam paduan yang diperkuat dengan partikel-partikel, whisker SiC, Al2O3 dan
B4C. Proses penuaan (aging) yang
dipercepat itu sebagian disebabkan oleh ketidak sesuaian antara CTE matriks dan penguat selama proses pendinginan, medan regangan yang ditimbulkan oleh ketidak sesuaian CTE direlaksasi di dalam matriks malalui pemunculan dislokasi. Hal ini bertindak sebagai tempat-tempat pengintian untuk presipitasi yang
memperkuat matriks dan sebagai
konsekwensi proses penuaan dipercepat dibandingkan dengan paduan yang tidak diperkuat. Perbedaan CTE antara matriks dan penguat pada saat pendinginan akan menimbulkan medan regangan kemudian medan regangan akan direlaksasi oleh matriks sehingga menimbulkan dislokasi-dislokasi disekitar matriks yang mempercepat kinetika penuaan (aging)
2
.
. d
N
I
A
Reaksi pembentukan spinel yang diperkirakan terjadi (Mark A. Occhionero, Robert A. Hay, Richard W. Adams, Kevin P. Fennessy, Glenn Sundberg, 2000) adalah : 4 2 2
2
2
Al
O
MgAl
O
Mg
4 2 22
2
Al
O
MgAl
O
Mg
4 2 3 2O
MgAl
O
Al
MgO
4 2 3 23
/
4
Al
O
MgAl
O
Mg
4 2 22
2
SiO
Al
Mg
MgAl
O
2. Bagian Inti 2.1. Metode Penelitian2.2. Hasil dan Pembahasan
Persentasi Unsur Paduan Al-Si Hypoeutectic CuMg Si Fe Mn Ni Zn Sn Pb Ti Cr Al Gambar 4. Grafik prosentase unsur
paduan hypoeutectic Al-Si
2.2.1. Pengaruh Komposisi Paduan Al-Si terhadap Pengendapan Partikel
Pengujian komposisi kimia paduan Al-Si memperlihatkan kandungan unsur Cu dan Zn yang relatif besar (rata-rata 2,673% Cu dan 1,997% Zn), serta unsur Mg (1%), mempengaruhi penyebaran partikel pada matriks logam yang merata sehingga menaikkan sifat mekanis material. Hal ini disebabkan karena Cu dan Zn dapat menekan titik pembekuan logam cair dan berakibat rendahnya konsentrasi gas hydrogen yang berada di dalamnya, sehingga mengurangi pengelompokan pengendapan partikel serta menaikkan
kekerasan dan kekutan tariknya.
Sedangkan keberadaan Mg
memepengaruhi pengikatan Si dan
kelarutannya dalam larutan α-Al.
2.2.2. Pengaruh Temperatur Aging Terhadap Kekuatan Tarik
Berdasarkan data hasil pengujian tarik yang dipaparkan dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada gambar 5. terlihat bahwa pengaruh temperatur aging 100oC, 200oC dan 300°C pada waktu aging 2 jam menunjukkan perubahan nilai kekuatan
tarik yang cenderung meningkat
dibandingkan kekuatan tariknya sebelum dilakukan perlakuan panas.
Meningkatnya nilai kekuatan tarik pada
paduan matriks Al-7,14%Si-1%Mg
diperoleh dari fasa presipitasi MgAl2O3
yang terbentuk dari hasil proses solution
heat treatment-artificial aging pada
Gambar 3. Diagram Alir Penelitian Mulai Persiapan Bahan Baku Matriks Hypoeutektik Al-Si Proses Peleburan dan Pemaduan As-Cast Paduan Matriks Al-Si Analisa Kimia Serbuk Silikon Karbida (SiC) Proses Pengayakan (200 Mesh) Penimbangan Berat Serbuk SiC, Fraksi Vol. 30%
terhadap BM
Proses Pembuatan KML Metoda Stircasting
PENGUJIAN-PENGUJIAN
Hasil Pengujian
Uji Tarik Uji Keras Uji Aus Metalografi
Analisis dan Pembahasan
Kesimpulan dan Saran
Selesai
Proses laku panas (Aging) T : 100OC-200OC-300oC;
t : 2 jam As-Cast KML
temperatur 100oC dengan waktu aging 2 jam. Kemudian dengan naiknya temperatur aging 200oC, nilai kekuatan tarik meningkat. Hal ini menunjukkan bahwa
variasi temperatur aging dapat
meningkatkan kekuatan tarik pada paduan matriks Al-7,14%Si-1%Mg, Nilai kekuatan tarik dari material paduan Al-7,14%Si-1%Mg/SiC dengan fraksi penguat 30% SiC yang dilakukan proses solution heat
treatment pada temperatur aging 100oC dengan waktu aging 2 jam, adalah 111.4
N/mm2 kemudian dengan naiknya
temperatur aging 200oC, nilai kekuatan tarik meningkat sekitar 147,7 N/mm2. Pada pemanasan 300°C terlihat nilai kekuatan tarik hasil proses solution heat treatment pada material KML dengan penguat 30% partikel SiC sebesar 115,9 N/mm2, walaupun lebih rendah dari pada pemanasan dengan 200°C, tetapi tetap lebih tinggi dari paduan matrik tanpa perlakuan panas. Demikian pula halnya dengan nilai perpanjangan/perubahan panjang akibat uji tarik, terlihat
kecenderungan yang sama dengan
kekuatan tariknya.
Gambar 5. Grafik hasil pengujian Tarik terhadap perubahan
Temperatur aging
2.2.3. Pengaruh Temperatur Aging Terhadap Kekerasan Brinell
Hasil pengujian kekerasan Brinell paduan matriks Al-7,14%Si-1%Mg dan material komposit matriks Al-7,14%Si-1%Mg/SiC
seperti terlihat kecenderungan sifatnya pada gambar 6., menunjukkan adanya perubahan nilai kekerasan akibat perbedaan temperatur pemanasan pada proses aging. Dari grafik hubungan temperatur pemanasan aging terhadap kekerasan, secara umum menunjukkan bahwa dengan meningkatnya temperatur pemanasan sampai dengan 200°C pada proses aging, menunjukkan adanya peningkatan kekerasan. Pada pemanasan aging dengan temperatur aging sebesar
300°C terlihat penurunan nilai
kekerasannya, hal ini dipengaruhi oleh terjadinya perubahan struktur mikro dari matrik akibat adanya reaksi antara logam dengan kompositnya.
Pada paduan Al-7,14%Si-1%Mg/SiC
dengan fraksi penguat 30% SiC hasil proses proses solution heat
treatment-artificial aging pada temperatur 100oC dengan waktu aging 2 jam, nilai kekerasan mencapai sekitar 147,76 HB kemudian dengan bertambahnya temperatur aging nilai kekerasan meningkat hingga mencapai sekitar 151,10 HB, tapi menurun
pada pemanasan 300°C. Hal ini
menunjukkan bahwa nilai kekerasan hasil proses solution heat treatment pada material KML dengan penguat partikel SiC lebih tinggi dari maerial as cast tanpa perlakuan panas.
Gambar 6. Grafik hasil pengujian kekerasan terhadap perubahan
2.2.4. Pengaruh Temperatur Aging Terhadap Keausan
Hasil pengujian keausan abrasif pada paduan material komposit matriks Al-7,14%Si-1%Mg /SiC sebelum dan setelah dilaku panas, ditunjukkan pada tabel 5-4. kemudian diplot ke dalam bentuk grafik seperti ditunjukkan pada gambar 7. terlihat bahwa pengaruh temperatur aging 100oC, 200oC dan 300°C pada waktu aging 2 jam menunjukkan perubahan nilai kehilangan berat yang cenderung menurun atau dengan kata lain ketahanan ausnya meningkat.
Keausan material komposit Al-Si-Mg/SiC karena dengan variasi pemanasan 100°C, 200°C, dan 300°C pada proses aging menunjukkan nilai keausan yang menurun, itu berarti bahwa ketahanan aus material komposit logam Al-SiC dengan penguat sebesar 30% maksimal pada temperatur 200°C, seperti terlihat pada Gambar 6.
2.2.5. Pengaruh Temperatur Aging Terhadap Stuktur Mikro
Hasil proses solution heat treatment (aging) pada komposit paduan Al-7,14%Si-1%Mg/SiC dengan fraksi penguat 30% SiC seperti ditunjukkan pada gambar 9. sampai dengan gambar 12, dari pengamatan mikroskop optik pada sampel sebelum
dilakukan aging terlihat bahwa fasa yang terbentuk di dalam paduan matrik adalah Mg2Si (bintik-bintik hitam di dalam butir
larutan padat α-Al) dan AlFeSi pada batas butir. Fasa Mg2Si adalah merupakan
presipitasi dari paduan Al-7,14%Si-1%Mg
yang merupakan fasa penguatan
(strengthening phase) di dalam paduan
matrik. Pembentukan presipitasi Mg2S
pada masing-masing sampel uji tidak sama satu sama lain. Hal ini sebagai akibat dari kondisi proses pengadukan.
Dari hasil pengamatan mikroskop optik
pada paduan Al-7,14%Si-1%Mg/SiC
dengan fraksi penguat 30% partikel SiC, tampak bahwa partikel SiC terdistribusi di dalam matrik paduan Al-7,14%Si-1%Mg dengan fraksi penguat 30%SiC seperti ditunjukkan pada gambar 9 sampai dengan gambar 12, Sedangkan pembentukan presipitasi Mg2Si hampir tidak terlihat. Hal
ini mungkin terjadi karena perubahan komposisi kimia dari matrik. Oleh karena itu, peningkatan sifat mekanik (kekuatan tarik, kekerasan dan ketahanan aus) semata-mata bukan dihasilkan dari pembentukan presipitasi Mg2Si melainkan
oleh adanya partikel SiC yang mengendap di dalam paduan matriks Al-7,14%Si-1%Mg. Selain itu, spinel MgAl2O4
terbentuk dari hasil reaksi oksida Al dengan magnesium (Mg).
Pada umumnya pengaruh temperatur aging dari 100oC hingga 200oC pada material KML dapat meningkatkan sifat mekanik. Sedangkan pengaruh pada temperatur aging 300oC dengan waktu aging 2 jam dapat menurunkan kekuatan tariknya dan nilai kekerasannya. Hal ini menunjukkan bahwa proses solution heat
treatment pada material KML matriks
paduan Al-7,14%Si-1%Mg dengan penguat 30% partikel SiC lebih optimal pada temperatur aging 200oC dengan waktu aging 2 jam, seperti ditunjukkan pada gambar 9 dimana partikel SiC yang
terendapkan dan menjadi senyawa
MgAl2O4 cukup banyak.
Gambar 7. Grafik nilai keausan terhadap perubahan Temperatur
3. Penutup
Berdasarkan hasil pengujian-pengujian sifat fisis dan mekanis yang telah dilakukan pada material komposit logam Al-SiC, dengan penguat partikel SiC sebesar 30% hasil stircasting, setelah dilakukan proses aging dengan temperatur 100ºC dan 200ºC, selama 2 jam, diperoleh beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Proses perlakuan panas (aging) meningkatkan kekuatan tarik dan menurunkan nilai elongasi material
seiring dengan meningkatnya
temperatur pemanasan.
2. Begitu pula halnya dengan nilai
kekerasan. Pemanasan dengan
temperatur 200ºC meningkatkan
kekerasan komposit Al-SiC
dibandingkan dengan temperatur 100ºC. 3. Nilai keausannya menurun, artinya ketahanan ausnya meningkat seiring dengan naiknya temperatur pemanasan.
Gambar 9. Struktur mirkro komposit Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
sebelum proses aging. Pembesaran 200x.
Gambar 8. Struktur mikro logam paduan Al-Si (7,14% Si),
Pembesaran 200x.
Gambar 10. Struktur mirkro komposit Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
proses aging, 100°C. Pembesaran 200x.
Gambar 11. Struktur mirkro komposit Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p, proses aging, 200°C. Pembesaran 200x.
α-Al
MgAl2O4
Eutektik AlSi
Gambar 12. Struktur mirkro komposit Al-SiC (7,14%Si), 1% Mg, 30% SiC/p,
proses aging, 300°C. Pembesaran 200x. Eutektik AlSi α-Al Mg2Si SiC/p Eutektik Al-Si α-Al Eutektik AlSi α-Al MgAl2O4 Eutektik AlSi MgAl2O4 α-Al
4. Dari hasil pengujian tarik terlihat bahwa nilai kekuatan tarik meningkat dengan bertambahnya temperatur pemanasan.
5. Pengamatan struktur mikro
menunjukkan bahwa distribusi partikel penguat SiC terdispersi secara homogen dan peningkatan jumlah pengendapan partikel lebih bear pada material dengan pemanasan 200°C.
4. Daftar Pustaka
Aghajanian MK, Rocazella MAJ, Burke TS, Keck D, 1991, "The Fabrication of
Metal Matrix Composites by a Pressureless Infiltration Technique",
Chapman and Hall Ltd, P. 447-454. Chan RW, Haasen P, Krammer EJ, 1993, Material Science and Technology.
Volume 13. “Structure and
Properties Composite”. Edited by.
P. 121-182.
Esterling. Kelly, “Tomorrows Materials”, The Institute of Metal, London, 1988.
Haverson DC, Pyzik AJ. And Aksay, 1995, ”Ceramic Engineering and Science
Proceeding”. American Ceramic
Society. July-August (1995) pp. 736-744.
John E.Gruzlesky, Bernard M.Closset, 1999, The Treatment of Liquid
Aluminum-Silicon Alloy, American
Foundrymen’s Society, Inc. Mark A. Occhionero, Robert A. Hay,
Richard W. Adams, Kevin P. Fennessy, Glenn Sundberg, 2000 Mel. M. Schwartz, 1997, Composites
Materials, Processing, Fabrication and Applications, Prentice Hall, pp.
470-485.
Munits A, Metzger M, and Mehrabain R, 1979, "The Interface phase
Al-Mg/Al2O3 Composites", American
Society for metal and the metalurgical society of AIME, Volume 10 A, October 1979
Sharon Kiesel, 2004 , "Metal Matrixs
Composite with Continous Fibres",
MAE 589G Home work # 3, November.
Surappa M.K., February/April 2003,
Aluminium Matrix Composites: Challenges and Opportunities,
India, Sādhanā, vol 28, part 1 & 2 Surappa MK and Rohatgi PK, “Preparation
and Properties of Cast Aluminium Ceramic Particle Composite”, Jurnal
of Material Science No 16, 1981. p. 981-992.
Tata Surdia, Shinroku Saito, 2005,
Pengetahuan Bahan Teknik, PT.
Pradnya Paramita, hal 129-135, 289-328.