• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN SELATAN"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

STUDI PERMINTAAN PASAR KERBAU RAWA DALAM

MENUNJANG PENGEMBANGAN LAHAN RAWA DAN

PROGRAM KECUKUPAN DAGING DI KALIMANTAN

SELATAN

RETNA QOMARIAH,ENI SITI ROHAIENI danA.HAMDAN

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Selatan Jln. Panglima Batur Barat No: 4 Banjarbaru Kalimantan Selatan

ABSTRAK

Kerbau rawa hidup di beberapa wilayah lahan rawa lebak di Kalimantan Selatan dan merupakan salah satu sumber pendapatan masyarakat setempat sejak ratusan tahun yang lalu. Saat ini populasinya cenderung menurun akibat perubahan fungsi lahan dari lahan penggembalaan menjadi lahan pertanian, serta akibat berkurangnya jumlah pakan (jenis dan jumlah rumput karena serangan hama keong mas). Studi permintaan pasar kerbau rawa dilakukan pada tahun 2005, bertujuan untuk mengetahui tingkat permintaan pasar (demand) kerbau rawa dalam menunjang pengembangan lahan rawa dan program kecukupan daging di Kalimantan Selatan. Data/informasi diperoleh dari peternak (produsen), pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pengecer (pedagang daging di pasar), serta ditambah dengan hasil diskusi dengan tokoh masyarakat dan instansi terkait. Hasil studi menunjukkan bahwa: (1) Permintaan daging kerbau (konsumsi) terjadi setiap hari untuk mencukupi kebutuhan daging sapi dan cenderung meningkat setiap tahun akibat pertambahan jumlah penduduk; (2) Permintaan daging kerbau (konsumsi) tertinggi pada saat akhir minggu/hari Sabtu dan bulan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW; (3) Posisi tawar (bargaining position) peternak terhadap harga kerbau masih rendah karena kurangnya informasi pasar dan penjualan hanya berdasar taksiran berat daging, serta akses pemasaran terbatas hanya pada pedagang pengumpul.

Kata kunci: Kerbau rawa, studi, permintaan, pasar

PENDAHULUAN Latar belakang

Kerbau rawa merupakan salah satu ternak ruminansia dan plasma nuftah yang berkembang di beberapa lahan rawa Kalimantan Selatan sejak ratusan tahun yang lalu. Perkembangbiakannya dilakukan secara tradisional dengan cara digembalakan di rawa-rawa secara berkelompok. Rumput-rumputan atau tanaman air yang tumbuh di rawa-rawa tersebut merupakan satu-satunya sumber pakan kerbau rawa untuk menunjang pertumbuhannya. Saat ini populasinya cenderung menurun akibat perubahan fungsi lahan dari lahan penggembalaan menjadi lahan pertanian.

Perubahan tata guna lahan dapat mengganggu ekologi habitat organisme tertentu dan habitat lainnya seiring dengan pertumbuhan penduduk, sebab lahan lebak dikonversi menjadi lahan pertanian dan pemukiman atau penggunaan lainnya (SITORUS, 2002).

Di sisi lain, kerbau rawa sebagai salah satu sumber penghasil daging semakin penting peranannya untuk mencukupi kebutuhan daging karena meningkatnya permintaan pasar akibat pertambahan penduduk dan adanya program swasembada daging dari pemerintah. Dengan demikian kegiatan budidaya kerbau rawa merupakan peluang usaha dan sumber pendapatan dan bagi masyarakat yang mengusahakannya.

Penurunan populasi kerbau rawa di Kalimantan Selatan dalam tiga tahun terakhir ini, juga disebabkan oleh berkurangnya jumlah pakan (jenis dan jumlah rumput karena serangan hama keong mas), menurunnya kualitas kerbau akibat kawin silang sehingga rentan terhadap penyakit dan pertumbuhannya lambat, kurangnya introduksi teknologi baru, dan terbatasnya pembinaan/penyluhan dari pemerintah/ instansi terkait (ROHAENI et al., 2005).

Berdasarkan kondisi di atas, sejak tahun 2002, Pemerintah Daerah Kalimantan Selatan telah melakukan program pengembangan

(2)

usaha ternak kerbau rawa di beberapa kabupaten sentra kerbau rawa seperti Kabupaten Hulu Sungai Utara dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah melalui pembinaan/ penyuluhan tentang budidaya kerbau, dan perbaikan kualitas kerbau dengan pendropingan kerbau luar daerah (Sulawesi dan Kalimantan Timur) agar terjadi kawin silang antara kerbau lokal dengan pendatang (DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004).

Dalam upaya menunjang program pengembangan kerbau rawa di tingkat peternak, perlu diketahui berbagai permasalahan yang menghambat program tersebut. Permasalahan tersebut mencakup aspek teknis dan sosial ekonomi yang berasal dari pihak peternak, sarana penunjang maupun kebijaksanaan secara umum. Walaupun selama ini peternak tidak mengalami kesulitan dalam hal pemasaran kerbau rawa. Kapanpun peternak mau menjual kerbau, selalu ada pembelinya.

Justifikasi

Sesuai dengan namanya, kerbau rawa yang ada di daerah Kalimantan Selatan habitatnya berada di rawa lebak di sepanjang sungai Negara dan sungai Barito. Rawa lebak merupakan sumberdaya lahan basah yang mempunyai karakter yang khas yaitu terdapatnya genangan air pada periode waktu yang cukup lama (5-7 bulan dalam setahun) pada musim hujan (MH), dan kering atau berlumpur (macak-macak) pada musim kemarau (MK).

Air yang menggenang tersebut bukan merupakan akumulasi air pasang, tetapi berasal dari limpasan permukaan di wilayah tersebut dan dari wilayah sekitarnya karena topografinya yang lebih rendah. Kondisi genangan air tersebut sangat dipengaruhi oleh curah hujan setempat dan wilayah sekitarnya (ISMAIL et al, 1993).

Lahan rawa lebak selama ini dikenal sebagai lahan bermasalah yang dihadapkan pada berbagai kendala dalam pengembangannya. Namun demikian, ekosistem ini perlu digali dan dimanfaatkan untuk tujuan pertanian, perikanan, maupun peternakan dalam menunjang pengembangan lahan dan program kecukupan daging.

Kerbau rawa memberi kontribusi sekitar

Kalimantan Selatan (DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN SELATAN, 2004). Sejauh ini pemasaran kerbau rawa tidak menjadi kendala dalam budidaya kerbau rawa, justru yang menjadi kendala adalah kondisi habitatnya pada daerah-daerah tertentu sudah tidak mampu lagi memberikan manfaat bagi kehidupan kerbau rawa secara maksimal akibat menurunnya jumlah dan macam rumput yang dapat dimakan kerbau untuk tumbuh dan perkembangbiakannya.

Untuk memanfaatkan potensi lahan rawa lebak untuk pengembangan kerbau rawa, salah satunya adalah perlu diketahui informasi tentang tingkat permintaan pasar (demand) kerbau rawa. Sebab selama ini lahan rawa lebak merupakan salah satu sumber produksi tanaman pangan, sehingga perlu penelitian seberapa besar permintaan pasar kerbau rawa sehingga perlu ditingkatkan populasinya dalam menunjang pengembangan lahan rawa sekaligus program kecukupan daging sapi di Kalimantan Selatan.

Tujuan penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat permintaan pasar (demand) kerbau rawa dalam menunjang pengembangan lahan rawa dan program kecukupan daging di Kalimantan Selatan.

Sasaran

Sasaran penelitian ini adalah peternak dan pemerintah/instansi terkait. Dengan diketahuinya berapa permintaan pasar terhadap kerbau rawa akan memudahkan dalam mengembangkan kerbau rawa sesuai potensi dan kendala sumberdaya lahan rawa sebagai habitatnya tanpa menimbulkan kerusakan lingkungan.

Metodologi penelitian

Studi permintaan pasar kerbau rawa dilakukan pada tahun bulan Mei – Juni 2005, di Desa Bararawa Kecamatan Danau Panggang Kabupaten HSU dan Desa Sungai Buluh Kecamatan Labuan Amas Utara Kabupaten HST untuk tingkat peternak, sedangkan untuk pedagang pengumpul,

(3)

pemotong/penjagal, dan pengencer di pasar daging Kabupaten HSU, HST, HSS, Tapin, Banjar dan Banjarmasin.

Data/informasi diperoleh dari hasil wawancara semi berstruktur (GRANDSTAFF dan GRANDSTAFF, 1985) dengan peternak (produsen), pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pengecer (pedagang daging di pasar), serta dari hasil diskusi dengan tokoh masyarakat dan instansi terkait.

Peternak (produsen) ditentukan secara acak sederhana (random sampling). Pedagang pengumpul, pedagang besar, dan pengecer ditentukan secara sengaja (purposive sampling). Data yang diperoleh dianalisa secara deskriptif.

ISI/POKOK BAHASAN Gambaran umum peternak dan habitat kerbau rawa di Kalimantan Selatan

Peternak kerbau rawa (produsen) di Kalimantan Selatan berada di Kabupaten HSU, HST, HSS, Tapin, Banjar, Barito Kuala, Tanah Laut, dan Kotabaru. Sistem pemeliharaan kerbau secara tradisional, yaitu digembalakan secara berkelompok di lahan rawa, pakannya berupa rumput dan tanaman air yang tumbuh di rawa-rawa tersebut, umumnya kerbau tidak pernah divaksin dan tidak selalu diberi obat-obatan jika sakit, dan dilakukan secara turun-temurun.

Kisaran umur peternak antara 26-65 tahun, dan tingkat pendidikan formal (sekolah) yang dominan adalah Sekolah Dasar. Dengan demikian usia peternak pada umumnya adalah usia produktif, tetapi tingkat pendidikannya relatif rendah, karena hanya sampai tingkat Sekolah Dasar. Meskipun demikian dari hasil survei, tidak ada peternak yang buta huruf. Berdasarkan umur dan tingkat pendidikan peternak, bahwa mereka cukup bisa untuk menerima perubahan dan inovasi teknologi baru dalam pemeliharaan kerbau rawa.

Lokasi pengembangan kerbau rawa di Kalimantan Selatan sebagian besar (95%) termasuk daerah terpencil atau jauh dari

pemukiman penduduk. Hal ini menyebabkan informasi pasar khususnya tentang harga dan permintaan kerbau terbatas dan introduksi teknologi baru tentang budidaya hampir tidak ada akibat pembinaan/penyuluhan oleh instansi yang berwenang tidak dilakukan secara kontinyu.

Habitat kerbau rawa di Kalimantan Selatan, 85% berada di lahan rawa dan 15% berada di lahan kering. Beternak kerbau yang habitatnya di lahan rawa, umumnya merupakan usaha utama dengan usaha tambahan sebagai nelayan atau bertani, sedangkan beternak kerbau yang habitatnya di lahan kering merupakan usaha sampingan dengan usaha utama sebagai petani atau berkebun.

Dalam tiga tahun terakhir ini terjadi penurunan kualitas habitat atau lahan padang gembalaan di lahan rawa, karena serangan hama keong mas yang memakan rumput sebagai satu-satunya pakan kerbau. Akibatnya jumlah dan jenis rumput semakin berkurang dan kerbau kekurangan pakan. Kondisi ini diperparah dengan adanya perubahan fungsi lahan padang gembalaan menjadi lahan pertanian atau pemukiman akibat pertambahan jumlah penduduk.

Ada 24 jenis rumput dan tumbuhan air di lahan lebak yang bisa dimakan kerbau (Tabel 1), tetapi yang sangat disukai kerbau sebagai pakannya adalah rumput/kumpai batu, suntilang dan padihiang. Jika ketiga jenis rumput ini tidak ada atau berkurang di padang gembalaan, baru rumput atau tanaman air lainnya dimakan kerbau.

Rumput pakan kerbau berkurang volumenya jika terjadi kekeringan yang panjang pada musim kemarau, atau akibat terendam air yang cukup lama dan mati di saat musim penghujan. Kondisi lahan seperti ini sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan kesehatan kerbau, dimana jika terjadi dalam waktu yang lama banyak kerbau yang kekurangan pakan dan akibatnya mati atau terserang penyakit.

(4)

Tabel 1. Jenis tanaman yang terdapat di lokasi pengembangan kerbau rawa di Kabupaten HSU, HST, HSS dan Barito Kuala sebagai pakan kerbau rawa

Lokasi/ketersediaannya No Nama lokal HSU HST HSS Batola Kumpai batu √ √ √ √ Suntilang √ √ √ √ Kumpai mining √ √ √ √ Kumpai minyak √ √ √ √ Kumpai jariwit √ √ √ √ Banta √ √ √ √ Kumpai mining √ √ √ √ Padihiang √ √ √ √ Tanding/teratai* √ √ √ √ Kangkung* √ √ √ √ Genjer* √ √ √ √ Ilung/eceng gondok* √ √ √ √ Parupuk* √ √ √ √ Kayu japun/kamayahan* √ √ √ √ Babatungan* √ √ √ √ Tetuding* √ √ √ √ Belaran* √ √ √ √ Supan-supan/putri malu* √ √ √ √ Pipisangan* √ √ √ - Bundong** √ √ √ - Rumput teki** √ √ √ - Purun tikus* - - - √ Paku/klakai* - - - √ Talas* √ √ √ √

Keterangan: *) Hanya dimakan jika rumput jenis yang lain sudah tidak ada lagi

**) Hanya pada musim kemarau (tumbuh pada tanah yang sudah tidak berair) √) Ada -) Tidak ada

Permintaan daging kerbau

Sejak dahulu daging kerbau merupakan pendukung ketersediaan daging sapi di Kalimantan Selatan. Konsumen daging di pasaran cenderung tidak ingin membeli daging kerbau, yang dicarinya selalu daging sapi. Sebab menurut konsumen serat daging kerbau kasar dan rasanya lebih enak daging sapi. Meskipun struktur atau karakteristik daging kerbau berbeda dengan daging sapi, konsumen cenderung tidak bisa membedakannya. Hanya pembeli tertentu yang dapat mengetahui perbedaan daging kerbau dengan daging sapi. Oleh sebab itu seluruh pasar daging di Kalimantan Selatan, penjualan daging sapi dan daging kerbau tidak pernah dibedakan dan

penjualpun tidak pernah mengatakan bahwa daging yang dijualnya adalah daging kerbau atau daging sapi, sehingga antara daging kerbau dan sapi dipatok dengan harga yang sama.

Kebutuhan daging di Kalimantan Selatan meningkat drastis pada hari dan bulan tetentu, yaitu pada akhir minggu (hari Sabtu) karena banyak acara pernikahan/perkawinan dan pada bulan Maulud Nabi Besar Muhammad SAW karena masyarakat Banjar punya tradisi untuk merayakannya.

Rata-rata permintaan daging kerbau per hari untuk mendukung kecukupan daging sapi di Kalimantan Selatan seperti pada Tabel 2.

(5)

Tabel 2. Rata-rata permintaan daging kerbau dan sapi per hari di beberapa lokasi pasar daging di Kalimantan Selatan

Hari biasa (ekor/hari) Hari Sabtu/Bulan Maulud Nabi (ekor/hari) Lokasi pasar (Kabupaten)

Daging sapi Daging kerbau Daging sapi Daging kerbau

HSU 6 3 7 4 HST 9 2 13 3 HSS 4 2 6 3 Tapin 2 1 4 2 Banjar 10 4 14 5 Banjarbaru 6 2 8 2 Banjarmasin 10 3 12 3 Rata-rata 7 (78%) 2 (22%) 9 (75%) 3 (25%)

Sumber: HASIL SURVEI (2005)

Dari Tabel 2 terlihat bahwa terjadi peningkatan jumlah permintaan daging kerbau sebesar 13,5% pada hari Sabtu (akhir minggu) dan bulan Maulud dari hari biasa. Dengan meningkatnya kebutuhan daging, maka permintaan terhadap daging kerbau untuk mencukupi kebutuhan daging sapi meningkat pula. Hal ini terjadi pada semua tujuh lokasi pasar daging yang disurvei.

Dari rata-rata permintaan daging per hari, terlihat pada hari biasa 78% dipenuhi oleh daging sapi dan 22% dari daging kerbau, sedangkan pada hari Sabtu (akhir minggu) dan bulan Maulud 75% dipenuhi oleh daging sapi dan 25% dari daging kerbau. Dengan demikian permintaan daging kerbau untuk mencukupi kebutuhan daging sapi terjadi setiap hari di semua pasar daging di Kalimantan Selatan.

Pada Tabel 2 terlihat bahwa permintaan daging kerbau di Kabupaten HST lebih tinggi dari kabupaten lainnya di daerah hulu sungai. Hal ini karena pedagang daging di HST selain untuk mencukupi kebutuhan daging di daerah setempat, juga untuk menyuplai untuk memenuhi kebutuhan daging di Kabupaten Tabalong. Selain itu ada juga pesanan secara pribadi dari Kota Martapura, Banjarbaru atau Banjarmasin setiap hari. Konsumen memesan daging dari HST karena kualitas dagingnya dinilai lebih bagus dan harganya juga lebih murah dibanding harga Kota Martapura, Banjarbaru atau Banjarmasin.

Permintaan daging kerbau di Kabupaten Banjar dan Banjarmasin juga lebih tinggi dari daerah lainnya, karena jumlah penduduknya

lebih padat dan merupakan ibu kota propinsi sehingga banyak rumah makan dan hotel yang juga membutuhkan daging setiap hari dalam jumlah yang lebih banyak dari daerah lainnya. Selain itu permintaan daging di Kota Banjarmasin selain untuk memenuhi kebutuhan daging di daerahnya, juga untuk memenuhi kebutuhan daging di Kota Kapuas (Kalimantan Tengah). Permintaan daging kerbau di Kabupaten HSU selain untuk mencukupi kebutuhan daging di daerah setempat, juga memenuhi kebutuhan daging di Kota Ampah dan Bontok (Kalimantan Tengah).

Secara umum permintaan daging kerbau per hari setiap tahun di Kalimantan Selatan cenderung meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk seperti pada Tabel 2.

Dari Tabel 3 terlihat terjadi peningkatan permintaan daging kerbau setiap hari dari tahun 1995 ke 2005 sebesar 100% pada setiap pasar daging. Jadi sejak dahulu setiap hari selalu ada permintaan daging kerbau untuk mencukupi kebutuhan daging sapi di pasar-pasar daging di Kalimantan Selatan dengan jumlah yang bervariasi.

Jumlah permintaan daging kerbau setiap hari dari tahun ketahun sangat ditentukan oleh jumlah kebutuhan daging (konsumsi) dan ketersediaan daging sapi di pemotongan. Meskipun demikian, permintaan pasar terhadap daging kerbau setiap hari dan cenderung meningkat setiap tahun. Hal ini memberi peluang bagi pengembangan lahan rawa

(6)

Tabel 3. Permintaan daging kerbau per hari

Lokasi (Kabupaten) Tahun 1995 (ekor/hari) Tahun 2000 (ekor/hari) Tahun 2005 (ekor/hari)

HSU 1 1 3 HST 1 1 2 HSS 1 1 2 Tapin - * 1 1 Banjar 1 2 4 Banjarbaru 1 1 2 Banjarmasin 1 2 3

Sumber: Hasil survei (2005)

*) Permintaan daging kerbau tetap ada tetapi tidak setiap hari menjadi salah satu sumber produksi daging untuk mendukung program kecukupan daging sapi di Kalimantan Selatan. Hal ini mengingat potensi lahan rawa sangat potensial sebagai habitat atau padang gembalaan kerbau dan peluang untuk meningkatkan pendapatan keluarga yang hidupnya bergantung pada potensi sumberdaya lahan rawa.

Pemasaran kerbau rawa

Peternak tidak mengalami kesulitan dalam hal pemasaran, kapanpun mereka mau menjual, pembeli atau pedang pengumpul siap membeli. Kerbau dijual dalam bentuk hidup berdasarkan taksiran berat daging hidup dan kesehatan kerbau. Jika kerbau yang dijual sakit menyebabkan penurunan harga sebesar 50-75% dibanding kerbau yang kondisinya sehat.

Rantai pemasaran kerbau rawa di Kalimantan Selatan umumnya seperti Gambar 1.

Daging kerbau sehat pada tahun 2005 dijual peternak ke pedagang pengumpul di desa atau kecamatan seharga Rp 45.000,- - Rp 50.000,-/kg dengan tenggang waktu pemba-yaran antara 7–30 hari setelah transaksi berdasarkan kesepakatan antara peternak dan pembeli/pedagang pengumpul, atau dibayar kontan.

Pedagang pengumpul menjual ke pemotong/pedagang besar di kabupaten juga berdasarkan timbangan berat daging hidup dengan harga Rp 50.000,- - Rp 53.000,-./kg. Pembayaran bisa kontan atau dihutang dengan tenggang waktu pembayaran antara 7-15 hari setelah transaksi.

Gambar 1. Rantai pemasaran kerbau rawa di Kalimantan Selatan

Biaya pengangkutan kerbau rawa dari desa/lokasi kerbau rawa ke kabupaten ditanggung pembeli/pedagang pengumpul, besarnya tergantung jarak tempat pembelian sampai ke tempat pemotongan atau penam-pungan sementara, biasanya berkisar antara Rp

Selisih taksiran berat daging antara peternak dan pedagang pengumpul dengan berat daging hidup yang ditimbang antara 10-25 kg/ekor. Hal ini menguntungkan bagi pedagang pengumpul, tetapi merugikan bagi peternak kerbau rawa, sebab harga jual ternak

Peternak Pedagang pengumpul (desa/kec) Ped. besar/ pemotong (kabupaten) Konsumen Pedagang pengencer (pasar/keliling)

(7)

sebenarnya. Dalam hal ini, posisi tawar (bargaining position) peternak masih rendah akibat akses pemasaran terbatas hanya pada pedagang pengumpul, selain itu akibat kurang-nya informasi pasar bagi peternak. Seandaikurang-nya peternak mengetahui besarnya permintaan pasar dan harga daging di pasaran saat penjualan berlangsung, dan penjualan kerbau tidak hanya pada pedagang pengumpul atau bisa memper-pendek rantai pemasaran, maka pendapatan peternak bisa lebih ditingkatkan.

Pedagang besar menjual daging ke pengencer atau konsumen dengan harga Rp 47.000,- - Rp 50.000,-/kg. Harga ini lebih murah dari harga daging kerbau hidup per kg yang dibelinya pada pedagang pengumpul. Penjualan ini tidak merugikan pedagang besar/ pemotong, sebab ia mendapat keuntungan dari penjualan kulit (Rp 7.500,-/kg), hati (Rp 50.000,-/kg), tulangan (Rp 20.000,-/kg), daging sisilan/rawonan (Rp 20.000,-/kg), dan otak (Rp 15.000,-/kg), kaki (Rp 15.000,-/kaki), dan ekor (Rp 35.000,- - Rp 50.000,-/ekor).

Harga daging kerbau per kg yang dijual ke konsumen akhir ditentukan pedagang besar berdasarkan permintaan pasar, semakin tinggi permintaan pasar terhadap daging sapi, cenderung harga daging kerbau per kg meningkat pula. Selama masih ada peternak yang mengembangkan kerbau rawa dan kebutuhan daging sapi tidak mencukupi di Kalimantan Selatan, maka permintaan pasar terhadap daging kerbau di Kalimantan Selatan selalu ada. Selain itu rantai pemasaran kerbau rawa sudah berjalan baik dan mantap.

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

1) Permintaan daging kerbau (konsumsi) terjadi setiap hari untuk mencukupi kebutuhan daging sapi dan cenderung meningkat setiap tahun akibat pertam-bahan jumlah penduduk.

2) Permintaan daging kerbau terjadi setiap waktu dan tertinggi pada saat akhir minggu/hari Sabtu dan bulan maulud. 3) Posisi tawar (bargaining position)

peternak terhadap harga kerbau masih rendah karena kurangnya informasi pasar dan penjualan hanya berdasar taksiran berat daging, serta akses pemasaran terbatas hanya pada pedagang pengumpul.

Saran

Untuk menunjang pengembangan lahan rawa dan program kecukupan daging di Kalimantan Selatan dilakukan melalui introduksi teknologi budidaya kerbau rawa yang maju dan sesuai dengan potensi daerah, serta pembinaan/penyuluhan tentang budi-daya dan kelembagaan secara intensif dari instansi terkait.

DAFTAR PUSTAKA

DINAS PETERNAKAN PROVINSI KALIMANTAN

SELATAN. 2004. Laporan Tahunan Dinas Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan. Banjarbaru.

GRANDSTAFF,W.S. AND T.B.GRANDSTAFF. 1995. Wawancara. Khon Kaen University, Thailand.

ISMAIL,I.G.,T.ALIHAMSYAH,IPG.WIDJAJA-ADHI,

SUWARNO, H. TATI, R. TAHIR DAN DH .SIANTURI. 1993. Sewindu Penelitian

Pertanian di Lahan Rawa (1985-1993). Kontribusi dan Prospek Pengembangan. Proyek Penelitian Pertanian Lahan Pasang Surut dan Rawa Swamps II. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

ROHAENI, S.R., A. HAMDAN, A.SUBHAN, R.

QOMARIAH. 2004. Laporan Akhir Kegiatan Inventarisasi dan Karakterisasi Kerbau Rawa sebagai Ternak Plasma Nutfah di Kalimantan Selatan. BPTP Kalimantan Selatan. Banjarbaru.

SITORUS, S.R.P. 2002. Pengelolaan Sumberdaya

Gambar

Tabel 1. Jenis tanaman yang terdapat di lokasi pengembangan kerbau rawa di Kabupaten HSU,  HST, HSS dan Barito Kuala sebagai pakan kerbau rawa
Tabel 2. Rata-rata permintaan daging kerbau dan sapi per hari di beberapa lokasi pasar daging di  Kalimantan Selatan
Tabel 3. Permintaan daging kerbau per hari

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Untuk dapat mengoptimalkan polisi tidur otomatis dapat dipasang di kota- kota besar dengan pengguna kendaraan bermotor terbanyak dan sering mengalami kemacetan terutama

Identifikasi Prosedur Praktikum dan Lembar Kerja Siswa (LKS) Penentuan Massa Atom Relatif dan Penentuan Massa Molekul Relatif di Sekolaha. Penyusunan Instrumen Penelitian:

4. Menurut saya penjagaan di area parkir Wisata Pemandian Air Panas Angseri mampu meningkatkan rasa aman bagi wisatawan yang berkunjung. Menurut saya jumlah toilet dan

Berdasarkan hasil dari ketiga wawancara diatas, peneliti menyimpulkan bahwa yang dialami oleh karyawan yang beralih profesi menjadi driver Gojek adalah sarana

Skripsi berjudul “Gambaran Respon Kebal Terhadap Infectious Bursal Disease (IBD) pada Ayam Pedaging yang Divaksin IBD Killed Setengah Dosis dan Ditantang Dengan Virus IBD”

dengan bentuk tanduk yang dimiliki oleh sapi Bos bibos taurus (Gambar 4.1) kemiripan silak tanduk.Silak tanduk pada sapi bali ada bermacam-macam jenis yaitu

Sesuai dengan Mahmilia dan Tarigan (2004) dalam Syawal (2010) kambing hasil persilangan antara kambing Boer dan kambing Kacang memiliki karakteristik morfologi