II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengelolaan Eucalyptus di TPL
Tanaman Eucalyptus sudah dikenal sejak abad 18 dan perkembangan pembangunan tanaman ini maju pesat pada tahun 1980 setelah kongres Kehutanan Sedunia ke VIII di Jakarta tahun 1978. PT Toba Pulp Lestari, Tbk memproduksi bibit secara generatif dan vegetatif. Namun sejak awal 2002 penggunaan bibit secara generatif tidak dikembangkan lagi karena dengan sistem vegetatif yang dihasilkan dalam bentuk klon-klon yang telah diuji coba oleh pihak R & D dirasakan bahwa sistem ini mempunyai potensi yang lebih seragam dalam hal pemenuhan volume pohon untuk memenuhi kebutuhan perusahaan (jumlah dan kualitas) dan perawatannya juga lebih mudah (Anonim, 2005).
Jenis-jenis bibit Eucalyptus yang diproduksi oleh PT Toba Pulp Lestari adalah Eucalyptus grandis, Eucalyptus urophylla, dan Eucalyptus hybrid. Sedangkan benih Eucalyptus yang diproduksi di Nursery PT Toba Pulp lestari, Tbk berasal dari beberapa daerah seperti yang tertera pada tabel berikut :
Tabel 1. Sumber-sumber benih yang diproduksi pada Nursery PT TPL, Tbk Jenis Spesies Provenansi Supplier Keterangan
E. urophylla NTT, Merak Inhutani, kebun sendiri PT TPL, Tbk memiliki kebun benih Eucalyptus di Habinsaran dengan luasan 6 Ha yang ditanami oleh R&D dan sejak tahun 1998 PT TPL, Tbk tidak mengimport benih Eucalyptus lagi. E. grandis Australia, Kebun benih PT TPL, Tbk.
Dendros seed supplies, M. L. Fzasrar, Ltd.
E. hybrid Australia Inhutani, Koleksi sendiri SemiltasTropicales
A.1. Sistematika Eucalyptus
Taksonomi dari Eucalyptus grandis sebagai berikut (Ayensu dkk, 1980) : Divisio : Spermatophyta
Sub Divisio : Angiospermai Kelas : Dikotyledon Ordo : Myrtales Family : Myrtaceae Genus : Eucalyptus
Spesies : Eucalyptus grandis
Eucalyptus grandis memiliki daun yang selalu hijau, dengan tinggi
43-55m, batang pokok lurus, dengan batang yang bebas cabang mencapai 30 m. Kulit pohon kokoh dan halus sampai berlekang yang memanjang. Warna kulitnya coklat kemerah-merahan sampai coklat tua. Anak daunnya agak berhadapan, bertangkai lanset yang melebar. Pembungaan terdapat di ketiak daun dan bunganya berbentuk payung sederhana dengan jumlah 5-8 bunga, dengan komposisi bunga yang beraturan. Bunganya berkelamin dua, benang sarinya banyak dengan buah yang kering (Rahayu, 1999).
A.2. Penyebaran dan Habitat Eucalyptus
Marga Eucalyptus terdiri atas 500 jenis yang kebanyakan endemik di Australia. Hanya 2 jenis tersebar di wilayah Malesia (Maluku, Sulawesi, Nusa Tenggara dan Philipina) yaitu Eucalyptus urophylla dan Eucalyptus deglupta. Beberapa jenis menyebar dari Australia bagian utara menuju Malesia bagian Timur. Penyebarannya di daerah-daerah pantai New South Wales dan Australia
bagian Barat Daya. Pada saat ini beberapa jenis ditanam di luar daerah penyebaran alami, misalnya di kawasan Malesia, juga di benua Asia, Afrika bagian Tropika dan Sub Tropika, Eropa bagian Selatan, Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Sutisna dkk, 1998).
Hampir semua jenis Eucalyptus beradaptasi dengan iklim muson. Beberapa jenis bahkan dapat bertahan hidup di musim yang sangat kering, misalnya Eucalyptus alba, Eucalyptus camaldulensis, Eucalyptus citriodora,
Eucalyptus deglupta, jenis-jenis tersebut dapat beradaptasi pada dataran rendah
dan pegunungan dengan ketinggian hingga 1800 meter dari permukaan laut, curah hujan tahunan 2500-5000 mm, suhu minimum rata-rata 230C dan maksimum 310C di dataran rendah, dan suhu minimum rata-rata 130C dan maksimum 290C di pegunungan (Sutisna dkk, 1998).
A.3. Manfaat Eucalyptus
Eucalyptus grandis bukanlah tergolong kayu yang keras, karena itu sangat
potensial untuk bahan baku pulp. Bentuk batangnya yang lurus dapat dijadikan sebagai tiang telepon. Kegunaan yang lain adalah untuk kusen pintu dan jendela (Ayensu,1980).
Daun dan cabang dari beberapa Eucalyptus menghasilkan minyak atsiri yang merupakan produk penting untuk farmasi, misalnya untuk obat gosok atau obat batuk, parfum, sabun, detergen, disinfektan dan pestisida (Sutisna dkk,1998).
B. Inventarisasi
Inventarisasi hutan merupakan suatu laporan menyeluruh tentang teknik-teknik menghitung hutan yang berhubungan dengan pohon-pohon dan tegakan, penaksiran volumenya, memprediksi pertumbuhan serta termasuk pula masalah penarikan contoh dan desain inventrisasinya.
Inventarisasi hutan merupakan bagian perencanaan hutan yang penting, sebab data dan informasi hasil inventarisasi tersebut sebagai bahan utama di dalam penyusunan rencana pengelolaan hutan.
(Direktorat Bina Program Kehutanan,1983).
Komponen-komponen utama inventarisasi hutan dan perencanaannya tergantung pada maksud pekerjaannya, sehingga perlu untuk memberikan batasan yang jelas dari berbagai tujuan inventarisasi hutan yang akan dikerjakannya. Tujuan utama inventarisasi hutan adalah untuk mendapatkan data tentang areal berhutan dan komposisi tegakannya. Kegiatan inventarisasi hutan dapat dilaksanakan dengan penginderaan jauh, pengamatan langsung di lapangan atau gabungan keduanya (Simon, 1996).
Dalam inventarisasi hutan diperlukan alat bantu dalam pelaksanaannya yaitu pengetahuan tentang ilmu ukur kayu. Ilmu ukur kayu adalah pengetahuan tentang pengukuran dimensi pohon yaitu diameter, tinggi dan volume kayu berdiri maupun rebah dan pengukuran pertumbuhan kayu (riap) serta hasil hutan non kayu (Suharian dan Sudiono, 1975).
C. Volume Pohon
Volume total suatu batang (atau volume sampai diameter minimum) dinyatakan dengan rumus yang terkenal :
V = f.g.h
Dimana f adalah bilangan bentuk, g adalah luas bidang dasar pada setinggi dada (diatas banir) dan h adalah tinggi pohon (Simon, 1987).
Beberapa definisi volume pohon sebagai definisi baku dalam inventarisasi hutan dari FAO (Simon,1996):
1. Volume kasar adalah volume dari bagian tertentu pohon tanpa kulit atau tanpa memasukkan bagian-bagian yang cacat.
2. Volume bersih adalah volume bagian tertentu dari pohon tanpa kulit dan dengan pengurangan untuk bagian-bagian cacat atau tak dapat digunakan.
3. Volume total adalah volume yang termasuk dalam batang utama pohon. Untuk pohon yang tak teratur sampai permukaan tajuk sedangkan untuk pohon-pohon bertajuk kerucut sampai ujung pohon. 4. Volume batang bebas cabang adalah besarnya massa kayu sebatang
pohon hingga pangkal cabang terendah.
5. Volume kayu industri adalah volume bersih kayu bulat yang potensial dapat digunakan, tanpa pengurangan karena hilang akibat dari standar penggunaan dari proses pembalakan dan pengolahan.
6. Volume batang adalah volume bersih dari pohon yang dianggap cocok untuk venir, kayu gergajian, bantalan, pancang dan tiang.
Suharian dan Sudiono (1975), mengatakan bahwa setiap batang pohon terdiri dari sejumlah frustum yang berlainan, sehingga jika volume pohon ditentukan secara langsung akan didapatkan volume yang besar dan kurang seksama. Agar diperoleh hasil yang cukup seksama penentuan volume pohon dapat dilakukan dengan membagi batang pohon menjadi seksi (bagian), dimana volume pohon sama dengan jumlah volume seluruh seksi.
Beberapa rumus yang sering digunakan dalam melakukan pendugaan volume seksi pohon adalah :
1. Rumus Smalian : V = {(B + b) / 2}x L 2. Rumus Huber : V = (bm) x (L) 3. Rumus Bereton : V = 1/4 л {(Dp + Du) / 2}2 x L 4. Rumus Newton : V = 1/6 (B + 4bm + b) Dimana ; V = Volume (m3) L = Panjang seksi (m)
B = Luas bidang dasar (Lbds) pangkal seksi (m2)
bm = Luas bidang dasar (Lbds) tengah seksi (m2)
b = Luas bidang dasar (Lbds) ujung seksi Dp = Diameter pangkal (m)
Du = Diameter ujung (m)
Л = Konstanta sebesar 3,141593
Dalam melakukan perhitungan dan penentuan volume batang pada umumnya digunakan rumus Smalian atau Huber. Rumus Smalian cukup praktis untuk diterapkan meskipun mempunyai ketepatan tafsiran lebih kecil
dibandingkan rumus Huber atau Newton sehingga rumus volume dari Smalian ini sering digunakan (Marlia, 1999).
D. Diameter Pohon
Diameter merupakan salah satu parameter yang penting dalam pengumpulan data potensi hutan dan keperluan pengelolaan. Karena keterbatasan alat yang tersedia, seringkali pengukuran keliling lebih banyak dilakukan, baru kemudian dikonversi ke diameter (D) (Simon, 1993).
Bentuk pohon pada umumnya mengecil kebagian ujungnya atau puncaknya (besar diameter makin ke ujung makin kecil). Tingkat ketelitian pengukuran diameter tergantung dari faktor-faktor seperti tingkat ketelitian yang diinginkan, alat ukur yang dipakai, cara pengukurannya, kecermatan dan keahlian tenaga pengukur, waktu dan biaya untuk pengukuran dan faktor-faktor lainnya (Suharlan dan Sudiono, 1975).
Menurut Muhdin (2003), bahwa sekurangnya ada tiga alasan mengapa diameter diukur pada ketinggian setingi dada; alasan kepraktisan dan kenyamanan saat mengukur, yaitu pengukuran mudah dilakukan tanpa harus membungkuk atau berjingkat; pada kebanyakan jenis pohon ketinggian setinggi dada bebas dari pengatur banir; dbh umumnya memiliki hubungan yang cukup erat dengan peubah-peubah (dimensi) pohon lainnya. Selain mudah diperoleh / diukur, dbh juga merupakan pohon yang akurasi datanya paling mudah dikontrol. Selain untuk keperluan pendugaan dimensi pohon lainnya, diameter setinggi dada (dbh) biasanya diukur sebagai dasar untuk keperluan perhitungan lebih lanjut, misalnya untuk menentukan luas bidang dasar dan volume.
E. Tinggi Pohon
Tinggi pohon berdiri tidak selalu sama dengan panjang pohon tersebut sesudah rebah. Tinggi pohon berdiri dimaksudkan sebagai panjang proyeksi dari titik ujung pohon sampai ke tanah (Lembaga Penelitian IPB, 1985).
Tinggi pohon didefinisikan sebagai jarak atau panjang garis terpendek antara suatu titik pada pohon dengan proyeksinya pada bidang datar. Istilah tinggi pohon hanya berlaku untuk pohon yang masih berdiri sedangkan untuk pohon rebah digunakan istilah panjang pohon (Muhdin, 2003).
Karena untuk mengukur diameter bagian atas batang, banyak alat-alat yang ada dan yang paling mahal dan canggih terutama akan bermanfaat dalam kondisi tertentu dan khususnya dalam beberapa inventarisasi hutan. Pengukuran tidak langsung dengan hypsometer telah dipakai. Christen hypsometer adalah sangat murah dan alat yang mudah dibawa dan dianjurkan untuk inventarisasi hutan jika tingkat kecermatan yang diminta tidak terlalu tinggi.
Dalam kegiatan inventarisasi hutan dikenal beberapa macam pengukuran tinggi pohon yaitu (Dephut, 1992):
1. Tinggi pohon total, yaitu tinggi pangkal pohon dari permukaan tanah hingga puncak pohon.
2. Tinggi bebas cabang atau permukaan tajuk, yaitu tinggi pohon dari pangkal batang hingga cabang pertama yang membentuk tajuk.
3. Tinggi batang komersial, yaitu tinggi batang pada saat itu laku dijual dalam perdagangan.
F. Tabel Volume
Banyak metode penyusunan tabel volume telah dikembangkan, tetapi penggunaan teknik-teknik regresi dengan model persamaan yang baik sangat disarankan, karena langsung, relatif sederhana dan menghilangkan subjektifitas. Penyiapan tabel-tabel volume merupakan prosedur yang mahal, karena memerlukan pengumpulan data dasar yang ekstensif. Pengukuran-pengukuran dimensi dari rangkaian pohon-pohon contoh, perhitungan atau penentuan volume pohon-pohon dan pengembangan persamaan hubungan grafis antara dimensi pohon dengan volume (Husch, 1987).
Dari segi parameter yang digunakan untuk perhitungan volume ada tiga macam tabel, yaitu: tabel lokal (local volume tables), tabel normal (standard atau
general volume tables), dan tabel volume kelas bentuk (form class volume tables).
1. Tabel Lokal
Tabel lokal hanya menggunakan satu variabel (one way) sebagai pembuka (table entry), yaitu diameter setinggi dada. Biasanya tabel lokal disusun sebagai tabel individu pohon. Tabel lokal ini juga disebut tariff. Keuntungan jenis tabel ini adalah sederhana dan cepat penggunaannya untuk inventore hutan. Dalam penggunaan tabel tarif pohon ini pelaksanaan inventarisasi cukup mengukur diameter setinggi dada saja. Dengan demikian sudah dapat dihemat baik waktu, tenaga dan biaya. Kekurangannya, kecermatan yang diperoleh rendah karena diasumsikan semua pohon mempunyai tinggi dan bentuk yang sama untuk diameter setinggi dada tertentu. Penyusunan tabel lokal sebenarnya ditujukan untuk penaksiran volume kayu bagi spesies pohon tertentu dalam lingkup
wilayah yang terbatas. Ini dimaksudkan untuk memperkecil error karena ragam dimensi pohon, khususnya tinggi dan bentuk yang disebabkan oleh pengaruh kesuburan tanah, keadaan tempat tumbuh, struktur hutan dan sebagainya (Krisnawati dan Bambang, 1998).
2. Tabel Normal
Tabel normal menggunakan dua peubah sebagai pembuka yaitu diameter setinggi dada (dbh) dan tinggi pohon. Tabel normal dapat disusun untuk satu individu pohon atau tegakan sebagai kelompok pohon yang saling berinteraksi. Bahkan tabel normal atau tabel umum ini dapat disusun untuk sekelompok tegakan yang terdiri atas beberapa jenis. Karena menggunakan diameter dan tinggi pohon, tabel normal dapat berlaku untuk wilayah yang relatif lebih luas dibanding dengan tabel lokal. Beberapa informasi penting yang harus dicantumkan dalam suatu tabel normal adalah spesies, daerah tempat mengumpulkan sampel pohon/tegakan, penyusun, unit volume atau sortimen kayu, batas diameter terkecil, jumlah pohon sampel, metode penyusunan dan kecermatannya (Simon,1996).
3. Tabel Kelas Bentuk
Tabel kelas bentuk mempunyai tiga pembuka yaitu diameter setinggi dada, tinggi pohon dan bentuk batang. Oleh karena itu tabel ini menyajikan kecermatan taksiran yang paling tinggi dibanding tabel lokal maupun tabel normal. Jenis tabel ini berlaku untuk berbagai macam jenis pohon, asal mempunyai kelas bentuk yang sama (Husch, 1987).
G. Ketentuan Umum Dalam Penyusunan Tabel Volume Pohon
Menurut Bustomi dkk (1999), ketentuan umum dalam penyusunan tabel volume pohon adalah sebagai berikut :
1. Tabel volume pohon harus disusun berdasarkan model pendugaan volume pohon.
2. Model pendugaan volume pohon harus dibentuk secara statistika menggunakan data pohon contoh dari areal setempat.
3. Model pendugaan volume pohon harus dibuat untuk tiap jenis atau kelompok jenis di areal setempat.
4. Jenis-jenis yang bisa dikelompokkan ialah yang bentuk batangnya tidak berbeda menurut pembedaan secara statistika.
5. Jumlah pohon contoh yang digunakan untuk membentuk model pendugaan volume pohon minimal 50 batang untuk tiap jenis atau kelompok jenis. 6. Sebaran diameter setinggi dada dan atau tinggi pohon contoh untuk tiap
jenis atau kelompok jenis sebisa mungkin harus mewakili sebaran diameter setinggi dada (dbh) dan atau tinggi pohon contoh dari jenis atau kelompok jenis yang bersangkutan di areal setempat.
7. Pengukuran data volume pohon contoh dilakukan melalui pengukuran seksi-seksi batang pohon.
8. Hanya model-model pendugaan volume pohon yang ketelitiannya memenuhi kaidah yang boleh dijadikan dasar penyusunan tabel volume pohon untuk digunakan di lapangan.
9. Kriteria ketelitian model pendugaan volume pohon ialah simpangan agregatif lebih kecil atau sama dengan 1% dan atau rataan persentase simpangan lebih kecil atau sama dengan 10%.
10. Tabel volume pohon tidak boleh diekstrapolasi melewati sebaran diameter setinggi dada-tinggi pohon contoh yang dipakai untuk menyusunnya.
H. Permodelan Cara Regresi
Analisis regresi untuk menjelaskan hubungan antara suatu peubah dengan peubah lainnya. Apabila hubungan tersebut telah diketahui, maka suatu peubah dapat dipakai untuk menduga peubah lainnya. Peubah yang diduga tentunya merupakan peubah yang sulit diukur dan yang memerlukan pengorbanan yang lebih besar dalam pengukurannya dibanding dengan peubah penduga (Kuncahyo,1991).
Langkah yang sangat penting dalam analisis regresi adalah dalam penentuan model hubungan antara peubah penduga (peubah bebas) dan peubah diduga (peubah terikat). Model yang terbaik adalah model yang memberikan kesalahan pendugaan terkecil atau mempunyai koefisien determinasi yang tinggi dan mudah dalam penggunaannya. Rendahnya nilai koefisien determinasi dapat disebabkan karena kurang tepat dalam pembentukan model regresi atau karena data contohnya kurang baik. Disamping itu pula disebabkan oleh terdapatnya suatu pasangan pengamatan yang tidak mengikuti pola dominan pengamatan lainnya (Kuncahyo, 1991).
Beberapa bentuk persamaan regresi yang dapat dipergunakan untuk menyusun model pendugaan volume pohon (Bustomi dkk, 1998), antara lain :
2. V = a (Dbh)b 3. V = a + b Log (Dbh) + c (Dbh) 4. V = a + b Log (Dbh) + c Log (H) 5. V = a (Dbh)b (H)C 6. v = a (Dbh)2 (H) 7. V = a + b (Dbh)2 (H) 8. V = a + b (Dbh)2 + c (H) + d (Dbh)2 (H) Dimana : V : Volume pohon (m3)
Dbh : Diameter setinggi dada (cm)
H : Tinggi pohon atau tinggi bebas cabang (m0
Dari beberapa bentuk persamaan diatas, jalas bahwa model pendugaan volume pohon dapat disusun dengan berbagai bentuk persamaan regresi, baik bentuk linier maupun non linier. Persamaan yang dipilih adalah persamaan yang tinggi keakuratannya, dan praktis dalam penggunaannya di lapangan.