• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

5 BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Model Pembelajaran

Mills (dalam Suprijono, 2009:45) berpendapat bahwa “ model adalah bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yang memungkinkan seseorang atau sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model. Model merupakan interpretasi terhadap hasil observasi dan pengukuran yang diperoleh dari beberapa sistem.

Menurut Agus Suprijono, 2009:46 Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Menurut Arends (dalam Suprijono, 2009:46) model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan- tujuan pembelajaran, tahap-tahap pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.

Merujuk pemikiran Joyce (dalam Suprijono, 2009:46) fungsi model pembelajaran yaitu guru dapat membantu peserta didik mendapat informasi, ide keterampilan, cara berpikir, dan mengekspresikan ide.

Model pembelajaran adalah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran atau merancang aktivitas belajar mengajar secara sistematis.

2.2 Pembelajaran Kooperatif

2.2.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif berasal dari kata “kooperatif” yang artinya mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu kelompok atau tim.

(2)

6

Pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan siswa belajar dan bekerja dalam kelompok- kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang denagan struktur kelompok yang heterogen.

Cooperative learning sama dengan kerja kelompok. Menurut Abdulhak (dalam Rusman 2011:203) bahwa “pembelajaran cooperative dilaksanakan waktu shering proses antara peserta belajar, sehingga dapat diwujudkan pemahaman bersama di antara peserta pelajar itu sendiri.” Menurut Nurulhayati (dalam Rusman 2011:203) Pembelajaran kooperatif adalah sterategi pembelajaran yang melibatkan partisipasi siswa dalam kelompok kecil untuk saling berinteraksi.

Menurut Slavin (dalam Rusman 2011:205) bahwa : (1) penggunaan pembelajaran kooperatif dapat meningkatkan prestasi belajar siswa dan sekaligus dapat meningkatkan hubungan sosial, menumbuhkan sikap toleransi, dan menghargai pendapat orang lain, (2) pembelajaran kooperatif dapat memenuhi kebutuhan siswa dalam berpikir kritis, memecahkan masalah, dan mengintegrasikan pengetahuan dengan pengalaman.

Menurut Slavin (dalam Robert E. Salvin 2008:8) Pembelajaran Kooperatif adalah para siswa akan duduk bersama dalam kelompok yang beranggotakan empat orang untuk menguasai materi yang akan disampaikan oleh guru.

Belajar dengan model kooperatif dapat diterapkan untuk memotivasi siswa berani mengemukakan pendapatnya, menghargai pendapat teman, dan saling memberikan pendapat (sharing ideas). Selain itu dalam belajar biasanya siswa dihadapkan pada latihan soal-soal atau pemecahan masalah. Oleh sebab itu, pembelajaran kooperatif sangat baik untuk dilaksanakan karena siswa dapat bekerja sama dan saling tolong menolong mengatasi tugas yang dihadapinya.

Model pembelajaran kooperatif, tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami kosep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerjasama dan membantu teman. Dalam pembelajaran kooperatif, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran

(3)

7

sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. 2.2.2 Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Menurut Muslimin Ibrahim (dalam Isjoni, 2010: 27) terdapat tiga tujuan instruksional penting yang dapat dicapai dengan pembelajaran kooperatif yaitu hasil belajar akademik, penerimaan terhadap keragaman, pengembangan keterampilan sosial.

a. Hasil belajar akademik

Dalam belajar kooperatif meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas- tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep- konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan bahwa model struktur penghargaan kooperatif telah dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar pembelajaran kooperatif dapat memberi keuntungan baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas- tugas Akademik.

b. Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model pembelajaran kooperatif adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, dan ketidakmampuannya. Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari bebagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik dan melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga pembelajaran kooperatif adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerjasama dan kolaborasi. Keterampilan ini amat penting untuk dimiliki oleh siswa, karena kenyataan yang dihadapi bangsa ini dalam mengatasi masalah- masalah sosial yang semakin kompleks, serta tantangan bagi peserta didik supaya mampu dalam menghadapi persaingan global.

(4)

8 1.4.3 Unsur-unsur Pembelajaran Kooperatif

Unsur – unsur dalam pembelajaran kooperatif menurut Lungdren (dalam Isjoni 2010:13) sebagai berikut:

a. Para siswa harus memiliki persepsi bahwa mereka “tenggelam atau berenang bersama”.

b. Para siswa harus memiliki tanggung jawab terhadap siswa atau peserta didik lain dalam kelompoknya, selain tanggung jawab, terhadap diri sendiri dalam mempelajari materi yang dihadapi.

c. Para siswa harus berpandangan bahwa mereka semua memiliki tujuan yang sama.

d. Para siswa membagi tugas dan berbagi tanggung jawab diantara para anggota kelompok.

e. Para siswa diberikan satu evaluasi atau penghargaan yang akan ikut berpengaruh terhadap evaluasi kelompok.

f. Para siswa berbagi kepemimpinan sementara mereka memperoleh ketrampilan bekerja sama selama belajar.

g. Setiap siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.

Thompson, et al (dalam Isjoni, 2010:14) mengemukakan, pembelajaran kooperatif turut menambah unsuxr – unsur interaksi sosial pada pembelajaran. Pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil yang saling membantu satu sama lain. Kelas disusun dalam kelompok yang terdiri dari 4-6 orang dengan kemampuan yang heterogen. Maksud kelompok heterogen adalah terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin, dan suku. Hal ini bermanfaat untuk melatih siswa menerima perbedaan dan bekerja dengan teman yang berbeda latar belakangnya.

Pembelajaran koopertif yang diajarkan adalah keterampilan- keterampilan khusus agar dapat bekerja sama dengan baik di dalam kelompoknya, seperti menjadi pendengar yang baik, siswa diberi lembar kegiatan yang berisi pertanyaan atau tugas yang direncanakan untuk diajarkan. Selama kerja kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai ketuntasan.

(5)

9

1.4.4 Kelebihan dan Kelemahan Pembelajaran Kooperatif

Jarolelimek & Parker (dalam Isjoni, 2010:24) mengungkapkan tentang kelebihan dan kelemahan pembelajaran kooperatif. Kelebihan dari pembelajaran kooperatif antra lain : a) saling ketergantungan positif, b) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu, c) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas, d) suasana kelas yang rileks dan menyenangkan, e) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan gurunya, dan f) memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman emosi yang menyenangkan.

Kelemahan pembelajaran kooperatif bersumber pada dua faktor, yaitu faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor dari dalam yaitu sebagai berikut: 1) Guru harus mempersiapkan pembelajaran secara matang, disamping itu memerlukan lebih banyak tenaga, pemikiran dan waktu. 2) agar proses pembelajaran berjalan dengan lancar maka dibutuhkan dukungan fasilitas, alat dan biaya yang cukup memadai. 3) selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan, dan 4) saat diskusi kelas, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

Berdasarkan kelemahan dalam pembelajaran kooperatif, sebelum pembelajaran berlangsung sebaiknya guru mempersiapkan pembelajaran secara matang seperti alat peraga atau yang lainnya, agar pada saat proses belajar mengajar berlangsung tidak ada hambatan. Pada waktu pembelajaran kooperatif berlangsung guru sebaiknya membatasi masalah yang dibahas, agar waktu yang telah ditentukan tidak melebihi batas.

Ketika pembelajaran kooperatif berlangsung guru harus berusaha menanamkan dan membina sikap berdemokrasi diantara para siswa. Maksudnya suasana sekolah kelas harus diwujudkan sedemikian rupa sehingga dapat menumbuhkan kepribadian siswa yang demokratis dan dapat diharapkan suasana yang terbuka dengan kebiasaan- kebiasaan kerjasama, terutama dalam memecahkan kesulitan- kesulitan.

(6)

10

Seorang siswa haruslah dapat menerima pendapat siswa lainnya, seperti siswa satu mengemukakan pendapatnya lalu siswa yang lainnya mendengarkan dimana letak kesalahan, kekurangan atau kelebihan, kalau ada kekurangannya maka perlu ditambah. Penembahan ini harus disetujui oleh semua anggota dan harus saling menghormati pendapat orang lain.

Pembelajaran kooperatif dapat membuat kemajuan besar para siswa kearah pengembangan sikap, nilai, dan tingkah laku yang memungkinkan mereka dapat berpartisipasi dalam komunitas mereka dengan cara-cara yang sesuai dengan tujuan pendidikan. Hal ini dapat tercapai karena tujuan utama pembelajaran kooperatif adalah untuk memperoleh pengetahuan dari sesama temannya. Pengetahuan itu tidak lagi diperoleh dari gurunya. Seorang teman haruslah memberikan kesempatan kepada teman yang lain untuk mengemukakan pendapatnya dengan cara menghargai pendapat orang lain, saling mengoreksi kesalahan, dan saling membetulkan sama lainnya.

Melalui teknik saling menghargai pendapat orang lain dan saling membetulkan kesalahan secara bersama mencari jawaban yang tepat dan baik, dengan cara mencari sumber- sumber informasi dari mana saja seperti buku paket, buku-buku yang ada diperpustakaan, dan buku-buku penunjang lainnya, dijadikan pembantu dalam mencari jawaban yang baik dan benar serta memperoleh pengetahuan tentang pemahaman terhadap materi pelajaran yang diajarkan semakain luas dan semakin baik.

1.4.5 Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered Heads Together)

NHT (Numbered Heads Together) atau banyak disebut pula dengan penomoran, berpikir bersama, atau kepala bernomor merupakan salah satu inovasi dalam pembelajaran kooperatif. NHT (Numbered Head Together) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagan tahun 1993 untuk melibatkan lebih banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut.

Menurut Ahmad Zuhdi 2010:64 (dalam Intan Putri Utami) NHT (Numbered Heads Together) adalah suatu model pembelajaran kooperatif dimana

(7)

11

siswa diberi nomor kemudian dibuat suatu kelompok, lalu secara acak guru memanggil nomor dari siswa.

NHT (Number Heads Together) menurut Trianto (2007 : 62) merupakan jenis pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional.

NHT (Numbered Heads Together) sebagai model pembelajaran pada dasarnya merupakan sebuah variasi diskusi kelompok dengan ciri khas dari NHT adalah guru memberi nomor dan hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya. Dalam menujuk siswa tersebut, guru tanpa memberi tahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompok. Cara tersebut akan menjamin keterlibatan total semua siswa dan merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok.

Model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) ini secara tidak langsung melatih siswa untuk saling berbagi informasi, mendengarkan dengan cermat serta berbicara dengan penuh perhitungan, sehingga siswa lebih produktif dalam pembelajaran. Tahapan dalam pembelajaran NHT(Numbered Heads Together) menurut Trianto (2007 : 62):

d. Penomoran

Penomoran adalah hal yang utama di dalam NHT, dalam tahap ini guru membagi siswa menjadi beberapa kelompok atau tim yang beranggotakan tiga sampai lima orang dan memberi siswa nomor sehingga setiap siswa dalam tim mempunyai nomor berbeda- beda, sesuai dengan jumlah siswa di dalam kelompok.

e. Pengajuan Pertanyaan

Langkah berikutnya adalah pengajuan pertanyaan, guru mengajukan pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan yang diberikan dapat diambil dari materi pelajaran tertentu yang memang sedang di pelajari, dalam membuat pertanyaan usahakan dapat bervariasi dari yang spesifik hingga bersifat umum dan dengan tingkat kesulitan yang bervariasi pula.

(8)

12 f. Berpikir Bersama

Setelah mendapatkan pertanyaan- pertanyaan dari guru, siswa berpikir bersama untuk menemukan jawaban dan menjelaskan jawaban kepada anggota dalam timnya sehingga semua anggota mengetahui jawaban dari masing-masing pertanyaan.

g. Pemberian Jawaban

Langkah terakhir yaitu guru menyebut salah satu nomor dan setiap siswa dari tiap kelompok yang bernomor sama mengangkat tangan dan menyiapkan jawaban untuk seluruh kelas, kemudian guru secara random memilih kelompok yang harus menjawab pertanyaan tersebut, selanjutnya siswa yang nomornya disebut guru dari kelompok tersebut mengangkat tangan dan berdiri untuk menjawab pertanyaan. Kelompok lain yang bernomor sama menanggapi jawaban tersebut.

Berdasarkan tahapan-tahapan, bisa dibuat langkah-langkah pembelajaran NHT (Numbered Heads Together) adalah:

a. Pendahuluan Persiapan

1) Guru melakukan apersepsi

2) Guru menjelaskan tentang model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together)

3) Guru menyampaikan tujuan pembelajaran 4) Guru memberikan motivasi

b. Kegiatan inti

Pelaksanaan pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) Tahap pertama

1) Penomoran: Guru membagi siswa dalam kelompok yang beranggotakan 5-6 orang dan kepada setiap anggota diberi nomor 1-6.

2) Siswa bergabung dengan anggotanya masing-masing. Tahap kedua

Mengajukan pertanyaan: Guru mengajukan pertanyaan berupa tugas untuk mengerjakan soal-soal.

(9)

13 Tahap ketiga

Berpikir bersama: Siswa berpikir bersama dan menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan tersebut dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tersebut.

Tahap keempat

1) Menjawab: Guru memanggil siswa dengan nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba untuk menjawab pertanyaan atau mempresentasikan hasil diskusi kelompoknya untuk seluruh kelas. Kelompok lain diberi kesempatan untuk berpendapat dan bertanya terhadap hasil diskusi kelompok tersebut.

2) Guru mengamati hasil yang diperoleh masing- masing kelompok dan memberikan semangat bagi kelompok yang belum berhasil dengan baik. Guru memberikan soal latihan sebagai pemantapan terhadap hasil dari pekerjaan mereka.

c. Penutup

1) Siswa bersama guru menyimpulkan materi yang telah diajarkan. 2) Guru memberikan tugas rumah

3) Guru mengingatkan siswa untuk mempelajari kembali materi yang telah diajarkan dan materi selanjutnya.

Adapun kelebihan dan kelemahan NHT (Numbered Heads Together) menurut Ahmad Zuhdi 2010:65 (dalam Intan Putri Utami) adalah: Kelebihan 1) Setiap siswa menjadi siap semua, 2) Dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh, 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang pandai. Kelemahan 1) Kemungkinan nomor yang dipanggil, dipanggil lagi oleh guru. 2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru.

Peran seorang guru sangat diperlukan, sebagai pengawas dan fasilitator. Guru tidak hanya membiarkan siswanya mengerjakan sendiri namun juga harus membimbing jalannya diskusi. Agar tujuan pembelajarannya dapat tercapai.

(10)

14 2.3 Hakekat IPS

Menurut Trianto (2011:171) Ilmu pengetahuan sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, seperti sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya. Ilmu pengetahuan sosial dirumuskan atas dasar realitas dan fenomena soaial yang mewujudkan satu pendekatan interdisipliner dari aspek dan cabang- cabang ilmu-ilmu sosial (sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, hukum, dan budaya). IPS atau studi sosial merupakan bagian dari kurikulum sekolah yang diturunkan dari isi materi cabang-cabang ilmu-ilmu sosial: sosiologi, sejarah, geografi, ekonomi, politik, antropologi, filsafat, dan psikologi sosial.

Geografi, sejarah, dan antropologi merupakan disiplin ilmu yang memiliki keterpaduan yang tinggi. Pembelajaran geografi memberikan kebulatan wawasan yang berkenaan dengan wilayah-wilayah, sedangkan sejarah memberikan wawasan berkenaan dengan peristiwa- peristiwa dari berbagai periode. Antropologi meliputi studi- studi komparatif yang berkenaan dengan nilai-nilai, kepercayaan, struktur sosial, aktivitas- aktivitas ekonomi, organisasi politik, ekspresi- ekspresi dan spritual, teknologi, dan berbeda- beda budaya dari budaya- budaya terpilih. Ilmu politik tergolong ke dalam ilmu-ilmu tentang kebijakan pada aktivitas- aktivitas yang berkenaan dengan pembuatan keputusan. Sosiologi dan psikologi sosial merupakan ilmu-ilmu tentang perilaku seperti konsep peran, kelompok, institusi, proses interaksi dan kontrol sosial. Secara intensif konsep- konsep seperti ini digunakan ilmu-ilmu sosial dan studi-studi sosial.

2.3.1 Pembelajaran IPS

Dalam pembelajarn IPS di SD, Diharapkan terjadi reinvention (penemuan kembali). Penemuan kembali adalah penemuan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan sesuatu hal yang baru.

(11)

15

IPS merupakan salah satu mata pelajaran yang diberikan di SD yang mengkaji seperangkat peristiwa, fakta, konsep, dan generalisasi yang berkaitan dengan isu sosial. Memuat materi geografi, sejarah, sosiologi, dan ekonomi. Melalui mata pelajaran IPS, anak diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis, bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai.

Mata pelajaran IPS bertujuan agar anak didik memiliki kemampuan sbb: a. Mengenal konsep- konsep yang berkaitan dengan kehidupan

masyarakat dan lingkungannya

b. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keteramplan dalam kehidupan sosial

c. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai- nilai sosial dan kemanusiaan

d. Memiliki kemampuan berkomonikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang mejemuk, ditingkat lokal, nasional, dan global.

2.3.2 Pembelajaran IPS di SD

Pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SD harus memperhatikan kebutuhan anak yang berusia antara 6-12 tahun. Anak dalam kelompok usia 7-11 tahun menurut Piaget 1963 (dalam http://www.adipw.onlen.web.id/archives/200) berada dalam perkembangan kemampuan intelektual/kognitifnya pada tingkatan kongkrit operasional. Mereka memandang dunia dalam keseluruhan yang utuh, dan menganggap tahun yang akan sebagai waktu yang masih jauh. Yang mereka pedulikan adalah sekarang (kongkrit), dan bukan masa depan yang belum mereka pahami (abstrak). Konsep- konsep seperti waktu, perubahan, kesinambungan (continuity), arah mata angin, lingkungan, ritual, akulturasi, kekuasaan, demokrasi, nilai, peranan, permintaan, atau kelangkaan adalah konsep-konsep abstrak yang dalam program studi IPS harus dibelajarkan kepada siswa SD.

(12)

16

Berbagai cara dan teknik pembelajaran dikaji untuk memungkinkan konsep-konsep abstrak itu dipahami anak. Bruner 1978 (dalam http://www.adipw.onlen.web.id/archives/200) memberikan pemecahan berbentuk jembatan bailey untuk mengkongkritkan yang abstrak itu dengan enactive, iconic, dan symbolic melalui percontohan dengan gerak tubuh, gambar, bagan, peta, grafik, lambing, keterangan lanjut, atau elaborasi dalam kata-kata yang dapat dipahami siswa. Itulah sebabnya IPS SD bergerak dari yang kongkrit ke yang abstrak dengan mengikuti pola pendekatan lingkungan yang semakin meluas (expanding environment approach) dan pendekatan spiral dengan memulai dari yang mudah kepada yang sukar, dari yang sempit menjadi lebih luas, dari yang dekat ke yang jauh.

2.4 Hasil Belajar

Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya. Horward Kingsley (dalam Sudjana, Nana, 2001 : 22) membagi tiga macam hasil belajar, yaitu (a) keterampilan dan kebiasaan, (b) pengetahuan dan pengertian, (c) sikap dan cita-cita, yang masing-masing golongan dapat diisi dengan bahan yang ada pada kurikulum sekolah. Secara garis besar faktor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu sebagai berikut.

a) Faktor-faktor yang bersumber dari dalam diri manusia

Faktor ini dapat diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor biologis dan faktor psikologis. Faktor biologis antara lain usia, kematangan dan kesehatan. Sedangkan faktor psikologis adalah kelelahan, suasana hati, motivasi, minat dan kebiasaan belajar.

b) Faktor-faktor yang bersumber dari luar diri manusia

Faktor ini diklasifikasikan menjadi dua yakni faktor manusia dan faktor non manusia seperti alam, benda, hewan, dan lingkungan fisik.

Hasil belajar yang diperoleh siswa adalah sebagai akibat dari proses belajar yang dilakukan oleh siswa. Semakin tinggi proses belajar yang dilakukan

(13)

17

oleh siswa, harus semakin tinggi hasil belajar yang diperoleh siswa. Proses belajar merupakan penunjang hasil belajar yang dicapai siswa (Sudjana, Nana, 2001 : 3). 2.5 Kajian Hasil - Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together), telah dilakukan peneliti lain. Penelitian tersebut berbentuk skripsi, yang dilakukan oleh I Noor Azizah 2007 (dalam Intan Putri Utami) yang berjudul “Keefektifan Penggunaan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe NHT (Numbered-Heads Together) dengan Pemanfaatan LKS (Lembar Kerja Siswa) Pokok Bahasan Bangun Ruang Sisi Datar (Kubus dan Balok) Siswa Kelas VIII Semester 2 SMP N 6 Semarang Tahun Pelajaran 2006/2007”.

Penelitian tersebut disimpulkan bahwa nilai rata-rata hasil belajar pada pembelajaran kooperatif tipe NHT dengan pemanfaatan LKS lebih baik daripada nilai rata- rata hasil belajar pada pembelajaran dengan metode konvensional dan rata- rata hasil belajar siswa pada kelas eksperimen ≥ 65.

Pembelajaran kooperatif NHT fungsi guru hanya sebagai fasilitator. Keaktifan siswa lebih diutamakan pada model pembelajaran ini. Dengan adanya keaktifan ini akan meningkatkan motivasi belajar yang tinggi sehingga berpengaruh pada hasil belajar siswa.

Penelitian lain dilakukan oleh Emi Sulistiyorini 2007 (dalam Intan Putri Utami) yang berjudul “Keefektifan Pembelajaran Kooperatif Tipe Numbered Heads Together (NHT) terhadap Hasil Belajar dan Pencapaian Tingkat Berpikir Siswa SMP dalam Geometri Menurut Van Hiele”. Dalam penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan hasil belajar matematika materi pokok segi empat antara siswa yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe Numbered Heads Together (NHT) dengan siswa yang dikenai pembelajaran konvensional, serta Model pembelajaran Numbered Heads Together (NHT) lebih efektif dibandingkan dengan pembelajaran konvensional.

Hasil penelitian terdahulu tersebut relevan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti karena sama- sama meneliti tentang keefektifan model pembelajaran NHT (Numbered Heads Together).

(14)

18 2.6 Kerangka Berpikir

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) sering dianggap sebagai mata pelajaran yang susah untuk dimengerti. Indikasinya dapat dilihat dari hasil belajar siswa yang kurang memuaskan. Pembelajaran yang biasa diterapkan selama ini menggunakan metode ekspositori, di mana pembelajaran berpusat pada guru, siswa pasif, dan kurang terlibat dalam pembelajaran. Hal ini menyebabkan siswa mengalami kejenuhan yang berakibat kurangnya minat belajar. Minat belajar akan tumbuh dan terpelihara apabila kegiatan belajar mengajar dilaksanakan secara bervariasi, baik melalui variasi model maupun media pembelajaran.

Model pembelajaran kooperatif tipe NHT (Numbered Heads Together) adalah salah satu model pembelajaran kooperatif sebagai alternatif bagi guru dalam mengajar siswa, yang merupakan sebuah variasi diskusi kelompok yang ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya tersebut. Sehingga cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa dan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggung jawab individual dalam diskusi kelompok. Dengan adanya keterlibatan total semua siswa tentunya akan berdampak positif terhadap hasil belajar siswa. Siswa kelompok bawah akan mendapat transfer pengetahuan dari siswa kelompok atas yang merupakan teman sebayanya yang memiliki orientasi dan bahasa yang sama. Sedangkan siswa kelompok atas akan meningkat kemampuan akademiknya karena memberi pelayanan sebagai tutor membutuhkan pemikiran lebih mendalam tentang materi yang dijelaskan.

(15)

19

Bagan Kerangka Berpikir

2.7 Hipotesis Penelitian

Dari uraian kajian teori dan karangka berpikir diatas dapat ditarik hipotesis dalam penelitian sebagai berikut:

Ada Pengaruh Model Pembelajaran tipe NHT (Numbered Heads Together) Terhadap Hasil belajar IPS siswa kelas V SDN Dukuh 02 Kecamatan Sidomukti Kota Salatiga Semester II Tahun Ajaran 2011/2012.

Kelas Kontrol

Pretest

Pembelajaran seperti biasa yang dulakukan

guru kelas (konvesional)

posttest

Terdapat pengaruh yang signifikan dengan model pembelajaran NHT (Numbered

Heads Together) dimana hasil belajar kelas eksperimen lebih

tinggi dari kelas kontrol

Kelas Eksperimen Pretest Pembelajaran dengan model NHT (Numbered Heads Together) posttest

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan rumusan masalah yang ada dan sudah ditetapkan, maka tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan kualitas tidur antara bayi yang

Perubahan daya yang masuk setiap harinya merupakan data yang harus didapatkan guna menunjang kegiatan pengembangan penelitian PLTS ini, baik di dalam kampus

Hasil uji Pearson product moment terhadap korelasi nilai Kreatinin dan Agregasi Trombosit menunjukkan nilai ADP5 p=0.004 yang berarti p value ≤ 0,05 nilai alpha

Malangnya realiti hari ini masyarakat Melayu dilanda dengan pelbagai cabaran ekonomi, politik dan sosial sehingga mengabaikan budaya berfikir secara objektif seperti yang

Deformasi Bentuk dan Tekstur Radiolaria dalam Keramik Instalasi 7 Radiolaria yang menjadi inspirasi tersebut kemudian dalam karya ini akan dideformasi menjadi spesies

Diskusi perempuan dengan sejuta masalah telah melahirkan beberapa ahli yang telah mengemukakan teori sosial di samping perempuan sebagai feminisme (gender) dengan beberapa

Pada saat Anda sudah meLatih kemampuan menggunakan Peripheral Vision ini secara rutin, sabar dan rileks, maka Anda akan dengan cepat mendapati kenyataan bahwa sikap mental seperti

kabayan dan berbisik  > !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya yang ngat!r.  > !dah akang mah iya-iya sa0a biar saya