• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pendataan Sebaran Merkuri di Daerah Cineam, Kab.Tasikmalaya, Jawa Barat dan Sangon, Kab. Kulon Progo, D.I. Yogyakarta.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pendataan Sebaran Merkuri di Daerah Cineam, Kab.Tasikmalaya, Jawa Barat dan Sangon, Kab. Kulon Progo, D.I. Yogyakarta."

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Kolokium Hasil Lapangan – DIM, 2005 10-1 PENDATAAN SEBARAN MERKURI

DI DAERAH CINEAM, KAB.TASIKMALAYA, JAWA BARAT DAN SANGON, KAB. KULON PROGO, DI YOGYAKARTA

Oleh :

Denni Widhiyatna, Bambang Tjahjono, Rudy Gunrady, Mulyana Sukandar, Zamri Ta’in

SUBDIT KONSERVASI

ABSTRACT

Inventory of mercury distribution raised from illegal gold mining has been conducted in the Cineam District, Tasikmalaya Regency, West Java and in the Sangon District, Kulon Progo Regency, Yogyakarta. This mercury distribution needs to be documented due to the fact that the gold mining activities in these area have been using mercury as a reagent for gold processing, and therefore, the dangerous impacts of mercury dispersion in the local environment should be investigated. The inventory used geochemical methods, including sampling techniques of stream sediment, soil, water, rock and tailing disposals. Results of stream sediments analyses show significantly high levels of mercury concentration within the areas of mining operation and gold processing. This may indicate mercury contamination in the surrounding environment related to the tailing disposals caused by the use of amalgamation techniques.

The chemical analyses also resulted in relatively high concentration of mercury in soil samples, compared to the normal abundance of mercury contents in soil. The mercury concentrations in soil samples from the mining and processing areas are relatively higher compared to those taken from the other sampling locations.

All the water samples show that the level of mercury concentration is below threshold or below detection limits, and this indicates no mercury contamination yet in surface water in the Cineam and Sangon areas.

S A R I

Kegiatan pendataan sebaran merkuri akibat usaha pertambangan emas dilakukan di daerah Cineam Kabupaten Tasikmalaya Provinsi Jawa Barat dan daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, Prvpinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Hal ini perlu dilakukan karena kegiatan pertambangan emas skala kecil melakukan pengolahan bijihnya dengan proses amalgamasi dengan menggunakan merkuri (Hg) sebagai media untuk mengikat emas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya serta perlunya penanganan dan pengelolaan bahan galian yang ramah lingkungan, maka kegiatan pendataan sebaran merkuri ini perlu dilakukan.

Metode yang dilakukan pada kegiatan ini adalah pengambilan conto-conto geokimia, antara lain conto sedimen sungai, tanah, air, batuan dan tailing.

Hasil kegiatan ini menunjukkan data bahwa pada conto sedimen sungai terdapat pengelompokkan konsentrasi tinggi yang signifikan dari unsur merkuri di daerah penambangan dan pengolahan bijih emas, hal ini menunjukkan adanya gejala kontaminasi akibat pembuangan tailing dari proses amalgamasi.

Seluruh conto tanah memiliki nilai konsentrasi unsur merkuri yang relatif tinggi dibandingkan dengan kelimpahan rata-rata merkuri di dalam tanah.. Pada daerah pengolahan bijih emas di kedua daerah tersebut menghasilkan kelompok konsentrasi yang relatif tinggi dibanding lokasi pengambilan conto lainnya.

(2)

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Salah satu tujuan pembangunan nasional yang berwawasan lingkungan adalah terciptanya keserasian hubungan antara manusia dengan lingkungan alam sekitarnya dengan cara pembangunan yang berkelanjutan. Dalam laporan Komisi Sedunia tentang Lingkungan dan Pembangunan (WCED, 1987) pembangunan berkelanjutan didefinisikan sebagai “pembangunan yang mengusahakan dipenuhinya kebutuhan sekarang tanpa mengurangi kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhan mereka”. Oleh karenanya pengelolaan bahan galian harus diupayakan secara optimal sesuai dengan azas konservasi dan berwawasan lingkungan dengan menekan dampak negatif yang ditimbulkan seminimal mungkin.

Usaha pertambangan oleh sebagian masyarakat sering dianggap sebagai penyebab kerusakan dan pencemaran lingkungan. Sebagai contoh, pada kegiatan usaha pertambangan emas skala kecil, pengolahan bijih dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri (Hg) digunakan sebagai media untuk mengikat emas. Merkuri banyak digunakan sejak lama oleh para penambang emas dalam wilayah yang cukup luas. Mengingat sifat merkuri yang berbahaya dan termasuk logam B3, maka penyebaran logam ini perlu diawasi agar penanggulangannya dapat dilakukan sedini mungkin secara terarah. Selain itu, untuk menekan jumlah limbah merkuri, maka perlu dilakukan perbaikan sistem pengolahan yang dapat menekan jumlah limbah yang dihasilkan akibat pengolahan dan pemurnian emas. Untuk mencapai hal tersebut di atas, maka diperlukan upaya pendekatan melalui penanganan tailing atau limbah B3 yang berwawasan lingkungan dan sekaligus peningkatan efisiensi penggunaan merkuri untuk meningkatkan perolehan (recovery) logam emas.

Mengingat keadaan diatas maka Subdit Konservasi, Direktorat Inventararisasi Sumber Daya Mineral telah melakukan kegiatan pendataan sebaran merkuri di lokasi pertambangan emas skala kecil di Daerah Kecamatan Cineam dan Kecamatan Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat dan Daerah Sangon, Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.

1.2.Maksud dan Tujuan

Pendataan sebaran merkuri di lingkungan usaha pertambangan emas rakyat dimaksudkan untuk menginventarisasi sebaran merkuri, yang

dapat digunakan sebagai dasar pertimbangan dalam pencegahan penurunan kualitas lingkungan.

Kegiatan ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai sebaran unsur merkuri di daerah Cineam dan Sangon sebagai data/bahan kajian untuk instansi terkait lainnya.

1.3.Lokasi Kegiatan

Kegiatan ini dilakukan di dua daerah yaitu :

1. Kecamatan Cineam dan Kecamatan

Karangjaya, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Secara geografis terletak antara 7o 22’ 30” LS - 7o 29’ 30” LS dan 108o 19’ 30” BT - 108o 26’ 00” BT dengan luas daerah 174 km2.

2. Daerah Sangon, Kecamatan Kokap,

Kabupaten Kulon Progo terletak di bagian paling barat Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, secara geografis terletak antara 7o 38’ 42” LS - 7o 59’ 03” LS dan 110o 01’ 37” BT - 110o 16’ 26” BT. dengan wilayah seluas 73,79 km2.

2. METODOLOGI

Secara garis besar metode yang digunakan pada kegiatan ini dapat dibagi dalam tahapan :

1. Pengumpulan data sekunder;

2. Pengumpulan data primer, antara lain :

a) Memetakan aktivitas penambangan dan

pengolahan emas,

b) Penyontoan sedimen sungai aktif;

c) Penyontoan tanah;

d) Penyontoan tailing;

e) Penyontoan air permukaan;

f) Penyontoan batuan.

3. TERMINOLOGI

3.1.Terminologi dan Gambaran Umum Merkuri, ditulis dengan simbol kimia Hg

atau hydragyrum yang berarti “perak cair”

(liquid silver) adalah jenis logam sangat berat yang berbentuk cair pada temperatur kamar, berwarna putih-keperakan, memiliki sifat konduktor listrik yang cukup baik, tetapi sebaliknya memiliki sifat konduktor panas yang kurang baik.

Merkuri membeku pada temperatur –38.9 o

C dan mendidih pada temperatur 357 oC

(3)

obat-obatan, insektisida, dsb. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemempuannya untuk melarutkan logam lain dan membentuk logam paduan (alloy) yang dikenal sebagai amalgam. Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri, sehingga merkuri dipakai untuk memperoleh atau mengikat emas dalam proses pengolahan bijih sulfida mengandung emas (proses amalgamasi). Amalgam merkuri-emas dipanaskan sehingga merkuri menguap meninggalkan logam emas dan campurannya (disebut bullion). Uap merkuri dapat dikondensasikan dan dipakai kembali.

3.2. Usaha Pertambangan Emas Rakyat Kegiatan penambangan emas primer secara tradisional yang dilakukan oleh masyarakat di Indonesia dicirikan oleh penggunaan teknik eksplorasi dan eksploitasi yang sederhana dan relatif murah. Untuk pekerjaan penggalian atau penambangan dipakai peralatan cangkul, linggis, ganco, palu dan beberapa alat sederhana lainnya. Batuan dan urat kuarsa mengandung emas atau bijih hasil penambangan ditumbuk sampai berukuran 1-2 cm, selanjutnya digiling dengan alat gelundung (trommel, berukuran panjang 55-60 cm dan diameter 30 cm dengan alat penggiling 3-5 batang besi). Bijih seberat 5-10 kg dimasukkan kedalam gelundung dan diputar selama beberapa jam, gelundung dibuka, dibuang ampas (tailing) dan ditambahkan bijih baru, selanjutnya gelundung diputar kembali. Proses pengisian ulang biasanya dilakukan beberapa kali dan penggilingan bijih dapat berlangsung sampai 24 jam.

Proses pengolahan emasnya biasanya menggunakan teknik amalgamasi, yaitu dengan mencampur bijih dengan merkuri untuk membentuk amalgam (logam paduan Au-Hg) dengan media air. Bijih atau pulp yang telah digelundung disaring dan diperas dengan kain parasit untuk memisahkan amalgam dengan ampasnya. Selanjutnya emas dipisahkan dengan proses penggarangan (penguapan merkuri) pada

suhu ±400 oC di tempat terbuka sampai

didapatkan logam paduan emas dan perak (bullion). Produk akhir dijual dalam bentuk bullion dengan memperkirakan kandungan emas pada bullion tersebut.

3.3. Merkuri dan Pencemaran Lingkungan Pencemaran lingkungan adalah suatu keadaan yang terjadi karena perubahan kondisi tata lingkungan (tanah, udara dan air) yang tidak menguntungkan (merusak dan merugikan kehidupan manusia, binatang dan tumbuhan) yang disebabkan oleh kehadiran benda-benda asing (seperti sampah, limbah industri, minyak,

logam berbahaya, dsb.) sebagai akibat perbuatan manusia, sehingga mengakibatkan lingkungan tersebut tidak berfungsi seperti semula (Susilo, 2003).

Lingkungan yang terkontaminasi oleh merkuri dapat membahayakan kehidupan manusia karena adanya rantai makanan. Merkuri terakumulasi dalam mikro-organisme yang hidup di air (sungai, danau, laut) melalui proses metabolisme. Bahan-bahan yang mengandung merkuri yang terbuang kedalam sungai atau laut dimakan oleh mikro-organisme tersebut dan secara kimiawi terubah menjadi senyawa methyl-merkuri. Mikroorganisme dimakan ikan sehingga methyl-merkuri terakumulasi dalam jaringan tubuh ikan. Ikan kecil menjadi rantai makanan ikan besar dan akhirnya dikonsumsi oleh manusia. Oleh karenanya, usaha pengolahan emas dengan menggunakan merkuri seharusnya tidak membuang limbahnya (tailing) kedalam aliran sungai sehingga tidak terjadi kontaminasi merkuri pada lingkungan disekitarnya, dan tailing yang mengandung merkuri harus ditempatkan secara khusus dan ditangani secara hati-hati.

4. PEMBAHASAN

4.1.Pengambilan Conto Geokimia

Pengumpulan conto geokimia di dua daerah tertera pada tabel di bawah ini :

Tabel.1. Pemercontoan

DAERAH NO JENIS

CONTO CINEAM SANGON

1 Sedimen

Sungai Aktif 111 97

2 Air 33 41

3 Tanah 25 5

4 Tailing 5 9

5 Batuan 8 9

(4)

4.2 Merkuri Dalam Sedimen Sungai

Sehubungan hingga saat ini belum ada standar baku mutu kelimpahan unsur dalam conto sedimen sungai aktif, maka dalam kajian ini yang dipergunakan sebagai referensi adalah

data kelimpahan atau dispersi unsur dalam sedimen sungai yang sering dipakai sebagai petunjuk mineralisasi dalam kegiatan eksplorasi mineral logam.

Tabel.2.

Kelimpahan beberapa unsur logam berat dalam tanah, air dan sedimen sungai (Sumber: Techniques in Mineral Exploration)

Kelimpahan (dalam ppb) Unsur

Tanah Air Sedimen Sungai

Au <10 - 50 0,002 -

Ag <0,1 - 1 0,01 – 0,7 -

Hg <10 -300 0,01 – 0,05 <10 -100

As 1000 - 50000 1 - 30 1000 - 50000

Cu 5000 - 100000 8 5000 - 80000

Pb 5000 - 50000 3 5000 - 80000

Zn 10000 - 300000 1 – 20 10000 - 200000

Cd <1000 - 1000 0,2 -

Kontaminasi merkuri (Hg) dalam sedimen sungai terjadi karena proses alamiah (pelapukan batuan termineralisasi), proses pengolahan emas secara tradisional (amalgamasi), maupun proses industri yang menggunakan bahan baku yang mengandung merkuri. Untuk mengetahui sumber kontaminasi Hg ini perlu diperhatikan dengan cermat karena tidak adanya standar baku mutu untuk kadar merkuri dalam sedimen sungai.

Konsentrasi Hg dalam sedimen sungai berkisar antara <10 ppb sampai 100 ppb (Tabel .2). Untuk daerah dimana tidak terdapat pengolahan emas, konsentrasi Hg lebih dari 100 ppb dapat menunjukkan adanya mineralisasi sulfida, sehingga analisis Hg dalam sedimen sungai ini sangat bermanfaat untuk keperluan eksplorasi mineral logam, khususnya endapan emas tipe epithermal. Sedangkan untuk daerah dimana terdapat lokasi pengolahan emas (amalgamasi) dalam hal ini daerah Cineam dan Sangon sebagai daerah kajian, baik yang masih aktif maupun tidak, nilai anomali unsur Hg dalam sedimen sungai harus dievaluasi secara hati-hati mengingat besar kemungkinan terjadi pencemaran akibat pemakaian merkuri oleh pertambangan emas rakyat. Dalam hal ini daerah Cineam dan Sangon merupakan

Hasil analisis kimia conto sedimen sungai di daerah Cineam menghasilkan kisaran konsentrasi antara 0,121 – 642,105 ppm. Sampai kegiatan ini dilakukan belum ada peraturan

pemerintah untuk standar baku mutu Hg dalam sedimen sungai aktif. Sebagai ”pembanding” dapat dilihat Peraturan Pemerintah, no. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, nilai ambang batas (NAB) untuk logam Hg adalah : 0,01 mg/lt atau 0,01 ppm. Berdasarkan “perbandingan” tersebut, seluruh conto dari sedimen sungai berada di atas nilai NAB.

Gambar.3 berupa peta zonasi dan kisaran merkuri pada conto sedimen sungai aktif menunjukkan bahwa pola sebaran Hg di daerah Cineam menghasilkan kelompok konsentrasi antara 0,121 ppm Hg hingga 0,394 ppm Hg pada 9 buah nomor conto KJ/S.071 s/d KJ/S.079 yang berlokasi di bagian Sungai Ciseel bagian hulu. Hal ini dapat dianggap sebagai daerah rona awal karena di daerah tersebut tidak terdapat aktifitas penambangan dan pengolahan bijih emas. Namun apabila dibandingkan dengan standar nilai kelimpahan unsur Hg dari Tabel.2, nilai-nilai tersebut berada di atas standar.

(5)

KJ/S.009 di S.Citambal (158,421 ppm), KJ/S.019 di S.Cihapitan (64,737 ppm), KJ/S.042 di S.Cisarua (45,263 ppm) dan KJ/S.051 di S.Cihapitan (642,105 ppm). Kondisi tersebut di atas dapat ditafsirkan peninggian konsentrasi merkuri pada conto sedimen sungai disebabkan oleh kontaminasi dari pengolahan emas tersebut.

Hasil analisis pada conto lainnya menunjukkan nilai > 1 ppm Hg hingga 10 ppm Hg. Lokasi-lokasi conto tersebut tersebar di bagian hilir sungai yang terdapat aktivitas pengolahan emas di bagian hulu yang kemungkinan berhubungan dengan pengaruh mobilitas merkuri tersebut sehingga terjadi gejala penurunan konsentrasi

Hasil analisis kimia unsur merkuri dalam conto sedimen sungai di daerah Sangon menunjukkan nilai minimum 0,01 ppm Hg dan maksimum 97,84 ppm Hg dengan zonasi dan pola sebaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar.4.

Dengan menggunakan standar nilai kelimpahan unsur Hg dari Tabel.2 tersebut diatas, maka terdapat 7 conto sedimen sungai yang memberikan kadar < 0.1 ppm Hg atau <100 ppb Hg. Ketujuh conto sedimen sungai tersebut berasal dari aliran sungai kecil yang berada di daerah batuan yang tidak mengalami mineralisasi sulfida dan tidak terdapat aktifitas penambangan. Oleh karena itu nilai < 0,1 ppm Hg dapat dianggap mewakili rona awal unsur Hg di Daerah Sangon (Kokap) dan sekitarnya. Nilai rona awal unsur Hg tersebut terdapat pada sedimen sungai di daerah hulu S. Kadigunung (0,012 ppm), Cabang Kiri S. Secang (0,08 ppm), S. Secang (0,012), S. Sekendal (0,049 ppm), S. Menguri (0,080 ppm; 0,086 ppm dan 0,056 ppm).

Hasil analisis 90 conto sedimen sungai lainnya menunjukkan kadar >0,1 ppm Hg, termasuk diantaranya 63 conto yang memiliki kadar 0,1 - 1,0 ppm Hg, dan sisanya sejumlah 27 conto sedimen sungai memiliki kadar >1,0 - 97,84 ppm Hg.

Semua conto sedimen sungai yang menunjukkan kadar >2 ppm Hg berasal dari daerah dimana terdapat lokasi penambangan emas rakyat atau yang berdekatan dengan lokasi penambangan emas rakyat (Gambar.4). Termasuk diantaranya adalah conto KO-070-SS yang mengandung 11,44 ppm Hg, diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2, yang berada dibawah lokasi bekas Shaft dan Gelundung Sarjan. Conto KO-071-SS yang diambil dari Cabang Kiri S. Plampang, Sangon 2 memberikan hasil 97,84 ppm Hg juga berada pada wilayah penambangan emas rakyat. Demikian juga lokasi conto KO-001-SS dan

KO-006-SS yang mengandung 8,46 ppm Hg dan 52,28 ppm Hg, semuanya berada di sekitar lokasi penambangan emas rakyat yang masih aktif. Dengan kata lain, tingginya kadar merkuri dalam conto sedimen sungai memiliki korelasi positif dengan keberadaan penambangan emas rakyat yang mempergunakan teknik amalgamasi. Dari analisis data tersebut diatas dapat diduga bahwa penambangan emas rakyat yang menggunakan gelundung (amalgamasi) dalam pengolahannya telah menyebabkan kontaminasi atau pencemaran sungai di sekitarnya. Meskipun standar baku mutu untuk sedimen sungai belum ditentukan, namun kadar merkuri dalam beberapa conto sedimen sungai telah menunjukkan nilai yang sangat tinggi dan tentu saja berpotensi menimbulkan dampak lingkungan yang negatif dan berbahaya bagi kesehatan masyarakat di sekitar lokasi penambangan tersebut.

Relatif tingginya konsentrasi merkuri dalam conto sedimen sungai di daerah Cineam dibandingkan dengan daerah Sangon kemungkinan disebabkan :

a) Kegiatan pengolahan emas di Cineam telah

berlangsung lebih lama dan terorganisnir dibandingkan dengan di Sangon, sehingga aktivitas pengolahan yang menghasilkan limbah merkuri relatif lebih banyak.

b) Pengolahan emas yang dilakukan di sungai

lebih banyak di Cineam dibandingkan dengan di daerah Sangon, karena debit air yang cukup besar untuk menggerakkan gelundung. Sedangkan di Sangon umumnya pengolahan emas dilakukan di pemukiman dan kebun. Pada kegiatan ini di Cineam terdata jumlah gelundung di sungai yang aktif adalah di S.Citambal ( 99 buah ), S.Cihapitan ( 81 buah ), S.Cisarua ( 121 buah) dan S.Cikurawet (12 buah).

c) Di daerah Sangon, umumnya tailing yang

dihasilkan dijual ke luar daerah penambangan, sedangkan di Cineam tidak dilakukan.

4.3. Merkuri Dalam Tanah

(6)

penggarangan bulion emas adalah KJ/T.154 (4,895 ppm) dan KJ/T.155 (4,829 ppm) (Gambar.5).

Di Daerah Sangon, dari hasil analisis kimia 5 conto tanah yang diambil dari lokasi di sekitar tempat pengolahan emas rakyat (gelundung), semuanya menunjukkan kadar merkuri (Hg) yang sangat tinggi. Empat conto tanah mengandung konsentrasi lebih dari 50 ppm Hg dan 1 conto tanah mengandung hampir 7 ppm Hg (Gambar.6).

Sampai kegiatan ini dilakukan belum ada peraturan pemerintah untuk standar baku mutu Hg dalam tanah. Sebagai ”pembanding” dapat dilihat Peraturan Pemerintah, no. 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, dimana nilai ambang batas (NAB) untuk logam Hg adalah : 0,01 mg/lt atau 0,01 ppm. Dilihat dari data hasil analisis Hg, seluruh titik pengamatan conto tanah di kedua daerah mengandung konsentrasi Hg diatas nilai NAB. Sedangkan apabila dibandingkan dengan nilai kelimpahan unsur merkuri dalam tanah yang normalnya kurang dari 0,3 ppm maka konsentrasi merkuri dalam tanah ini dianggap sangat tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa di kedua daerah tersebut di sekitar tempat pengolahan emas rakyat telah mengalami kontaminasi merkuri yang signifikan.

Konsentrasi merkuri dalam tanah di daerah Sangon relatif lebih besar dibandingkan dengan di Cineam, kemungkinan hal ini disebabkan oleh Kebiasaan sebagian besar penambang emas di Sangon yang mengolah bijih emas di sekitar pemukimannya kemudian mengalirkan material/lumpur tailingnya ke halaman rumah sebelum ditampung pada kolam buatan yang terbatas atau bahkan dialirkan ke sungai di sekitarnya. Hal ini disebabkan oleh debit sir sungai di daerah Sangon relatif kecil.

Sedangkan di daerah Cineam, lokasi pengolahan tersebut umumnya terletak di pinggiran sungai dan sedikit ditemukan pengolahan bijih emas yang diangkut ke dekat perumahan penduduk.

4.4. Merkuri Dalam Air Permukaan

Hasil analisis conto air pada seluruh lokasi pencontoan di daerah Cineam dan Sangon menghasilkan konsentrasi dibawah batas deteksi alat yaitu < 0,5 ppb Hg atau < 0,0005 ppm Hg. Sedangkan kriteria mutu air yang ditentukan dalam PP 82/2001 untuk merkuri adalah 0,001 ppm (kelas 1), 0,002 ppm (kelas 2 dan 3), dan 0,005 ppm (kelas 4). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mutu air permukaan di kedua wilayah tersebut masih baik dengan konsentrasi

merkuri dibawah batas deteksi alat. Hasil pengukuran keasaman air permukaan di daerah Sangon menunjukkan pH minimum 7,3 dan maksimum 8,3, dengan pH rata-rata 7,7, yang berarti masih berada dalam kisaran pH yang ditentukan (pH 5 - 9).

Mengingat tingginya konsentrasi merkuri dalam tanah dan sedimen sungai di kedua daerah tersebut, maka perlu diantisipasi dampak yang akan timbul pada air tanah dangkal dan air permukaan walaupun saat ini masih dalam kondisi baik.

4.5. Merkuri Dalam Batuan

Merkuri sangat jarang dijumpai sebagai logam murni (native mercury) di alam dan biasanya membentuk mineral sinabar (cinnabar), yaitu merkuri sulfida (HgS) berwarna merah terang. Merkuri sulfida terbentuk dari larutan hidrothermal pada temperatur rendah dengan cara pengisian rongga (cavity filling) dan penggantian (replacement). Merkuri sering berasosiasi dengan endapan logam sulfida lainnya, diantaranya Au, Ag, Sb, As, Cu, Pb dan Zn, sehingga di daerah-daerah mineralisasi emas tipe urat biasanya kandungan merkuri dan beberapa logam berat lainnya cukup tinggi. Kelimpahan rata-rata merkuri dalam kerak bumi adalah sebesar 0,08 ppm (Levinson, 1974).

Hasil analisis kimia 6 conto batuan termineralisasi di daerah Cineam menghasilkan kadar merkuri antara 0,9 ppm hingga 4,2 ppm. Sedangkan di daerah Sangon pada 6 conto batuan yang termineralisasi menunjukkan kadar merkuri (Hg) berkisar antara 1,4 ppm sampai 3,4 ppm. Conto bijih berupa urat kuarsa mengandung emas, yang diambil dari lokasi Tambang Nurwaji (Sangon 2) mengandung 92 ppm Hg, pada lokasi tambang lainnya memiliki kadar 18 ppm Hg (Shaft Sangon 2) dan 2,3 ppm Hg (Shaft Tambang Suwiji, Gunung Kukusan).

Kadar merkuri di kedua daerah tersebut relatif tinggi, oleh karena itu apabila batuan tersebut ditambang dan diolah dengan cara amalgamasi, maka akan memberikan dampak lingkungan yang signifikan karena merkuri dan logam dasar lainnya akan terbuang bersama-sama tailing.

4.6. Merkuri Dalam Tailing

(7)

menunjukkan merkuri yang hilang setelah amalgamasi dapat mencapai 5% - 10%.

Hasil analisis kimia pada conto tailing di 5 lokasi pengolahan emas rakyat di Cineam menghasilkan nilai konsentrasi Hg antara 201 – 595 ppm Hg. Sedangkan hasil analisis conto tailing pada 9 lokasi di daerah Sangon menunjukkan nilai konsentrasi Hg yang relatif lebih tinggi, yaitu 800 – 6900 ppm Hg.

Kenaikan konsentrasi merkuri yang sangat tinggi berhubungan erat dengan pemakaian merkuri dalam proses amalgamasi dan berasal dari konsentrasi Hg dalam bijih.

Mengingat hal tersebut di atas, maka pengelolaan dan penanganan tailing ini harus dilakukan secara baik karena di dalam tailing tersebut masih banyak mengandung konsentrasi merkuri, sehingga dapat dikurangi dampak pencemaran dari tersebut.

5. KESIMPULAN

a) Pengelompokkan nilai yang signifikan dari

unsur merkuri di daerah penambangan dan pengolahan bijih emas, menunjukkan adanya gejala kontaminasi akibat pembuangan tailing dari proses amalgamasi.

b) Adanya perbedaan konsentrasi merkuri pada

conto sedimen sungai dan tanah di daerah Cineam dan Sangon disebabkan oleh perbedaan lokasi pengolahan emas dan perlakuan terhadap tailing.

c) Penyebaran merkuri akibat usaha

pertambangan emas rakyat diperkirakan masih bersifat lokal karena dipengaruhi oleh kemampuan dispersi merkuri tersebut

d) Seluruh conto tanah memiliki nilai

konsentrasi unsur merkuri di atas harga rata-rata kelimpahan unsur merkuri dalam tanah. Kelompok konsentrasi merkuri yang tinggi tersebut terdapat pada daerah pengolahan bijih emas.

e) Nilai konsentrasi merkuri dalam air di kedua

daerah masih di bawah Nilai Ambang Batas dan dalam kondisi baik apabila dibandingkan dengan Peraturan Pemerintah No.82/2001 tentang kriteria mutu air. Dampak yang timbul akibat pengolahan emas tersebut adalah timbulnya kekeruhan terhadap air permukaan.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, Kuswandani, Fauzan, Sofyan, A., Setiawan, L., Subarna, Juju, Ariyadi, W. dan

Suhendi, E., 2001. Percontohan

Penambangan Emas di Kecamatan Kokap, Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa

Yogyakarta. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara, Bandung.

Gunradi, R, dkk, 2000, Laporan Penyelidikan

Pemantauan Unsur Hg (mercury) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat, Dengan Pemetaan Geokimia, Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumberdaya Mineral, Propinsi Jawa Barat.

Gunradi, R dan Nugroho, D., 1994. Laporan

Pendahuluan Tolok Ukur Eksplorasi Bahan Galian Logam Penyelidikan Mineralisasi Logam di Daerah Perbukitan Menoreh, Kab. Purworejo, Magelang - Jawa Tengah, Kab. Kulon Progo, DIY. Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

Said, A, dkk, 2002, Laporan Bimbingan Teknis

Konservasi Sumber Daya Mineral DI Daerah Cineam Dan Sekitarnya, Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat, Direktorat Inventarisasi Sumber Daya Mineral.

Suratmo, F. Gunawan, 1990, Analisis Mengenai

Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press,

Prapto, A.S., Karno, Tambunan, A.F. dan

Pertiwi, M., 1997. Laporan Eksplorasi

Logam Mulia dan Logam Dasar di Daerah Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Propinsi Jawa Barat. Direktorat Sumber Daya Mineral, Bandung.

Rahardjo, W., Sukandarrumidi dan Rosidi, H.M.D., 1995. Peta Geologi Lembar Gunradi R., Sukmana, Ta’in, Z. dan Nixon, 2000.

Laporan Penyelidikan Pemantauan Unsur Hg (Merkuri) Akibat Penambangan Emas Tanpa Ijin (PETI) di Daerah Pongkor, Jawa Barat dengan Pemetaan Geokimia. Koordinator Urusan Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Jawa Barat.

Selinawati dan Sobandi, 1994. Distribusi

Pencemaran Air Raksa Pada Tambang Rakyat Cineam. Pusat Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral, Bandung.

Soemarwoto, O, 2003, Analisis Mengenai

(8)

Stwertka, A., 1998. Guide To The Elements. Oxford University Press, New York, 240 hal.

Susilo, Y.E.B., 2003. Menuju Keselarasan

Lingkungan. Averroes Press, Malang, 156 hal.

Gambar.1 Peta Lokasi Daerah Cineam, Kabupaten Tasikmalaya,

Propinsi Jawa Barat

Gambar.2 Peta Lokasi Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo,

(9)
(10)

Gambar.2 Peta

Lokasi

Daerah Sangon, Kabupaten Kulon

Progo, Propinsi DI Yogyakarta

Gambar.4 Peta Zonasi dan Kisaran Unsur Merkuri Dalam Conto Sedimen Sungai

(11)
(12)

Referensi

Dokumen terkait

Jadi BNNT yang mengenkapsulasi unsur Si dan Ge tidak dapat digunakan sebagai bahan semikonduntor khususnya perangkat memori magnetik karena BNNT yang mengenkapsulasi unsur Si atau

Setelah raja Nekho menang, dia memberi aba-aba kepada pasukan yang dipimpinnya untuk meneruskan perjalanan mereka ke Utara, ke sungai Efrat, namun di Karkemis mereka dipukul

Jika siswa S:MA mempunyai tujuan dalam masa depannya berkaitan juga dengan jurusan kuliah yang akan diambil setelah lulus S:MA, maka siswa S:MA tersebut

[r]

(1999) seperti dikutip Mardikanto (2008) telah mengidentifikasi kendala yang dihadapi penyuluh dalam menjalankan tugasnya yaitu: (1) skala dan kompleksitas dari

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Lang dan Lundholm (1993) dalam Agustina (2008) yang menyatakan ada persepsi yang umum bahwa manajemen pada bank yang

konsisten, yang didukung oleh kekuatan politik, administratif, ekonomi, intelektual maupun tradisi dari pusat sampai ke daerah. 9) Optimalisasi peran dan fungsi

Sistem Informasi Penjualan Obat Pada Apotek Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Mayong Jepara ini menggunakan metode perancangan UML (Unifield Modelling Language) dan