• Tidak ada hasil yang ditemukan

POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

POST TRAUMATIC GROWTH PADA PENDERITA KANKER PAYUDARA PASCA MASTEKTOMI

SKRIPSI

Diajukan Kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan dalam Menyelesaikan Program Strata Satu (S1) Psikologi

(S.Psi)

ISTIQOMAH B57211092

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI DAN KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)

INTISARI

Istiqomah

Psikologi, Fakultas Psikologi dan Kesehatan, Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya, email : Istiqomah593@gmail.com

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gambaran post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor yang mempengaruhinya. Menderita kanker dan harus kehilangan payudara membuat wanita memunculkan beragam reaksi. Reaksi awal umumnya bersifat negatif. Namun emosi negatif tersebut dapat berubah menjadi emosi positif yang dapat membuat peningkatan psikologis dalam aspek penghargaan terhadap hidup, hubungan dengan orang lain, kekuatan dalam diri dan perkembangan spiritual pada penderita kanker payudara pasca mastektomi. Perubahan positif yang terjadi pada penderita kanker payudara pasca mastektomi dipengaruhi oleh karakteristik individu, kemampuan mengelola emosi berbahaya, dukungan dan keterbukaan serta proses kognitif dan perkembangan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Subjek penelitian ini adalah penderita kanker payudara pasca mastektomi. Data diperoleh melalui wawancara dengan subjek dan significant other. Hasil penelitian menunjukkan bahwa awalnya subjek mengalami emosi negatif setelah terdiagnosa kanker payudara dan akhirnya harus melakukan mastektomi. Didukung dari karakteristik individu, kemampuan mengelola emosi berbahaya, dukungan dan keterbukaan serta proses kognitif dan perkembangan, penderita kanker payudara pasca mastektomi. bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya.

(5)

A. Latar Belakang Penelitian ... 1

B. Fokus Penelitian ... 8

3. Faktor Post traumatic Growth... 20

B. Kanker Payudara ... 24

1. Pengertian Kanker Payudara ... 24

2. Faktor Kanker Payudara ... 25

3. Gejala Kanker Payudara ... 26

4. Ragam Tipe Kanker Payudara... 27

5. Cara Mendiagnosis Kanker Payudara ... 28

6. Cara Penanganan Kanker Payudara ... 29

C. Mastektomi ... 33

1. Pengertian Mastektomi ... 33

2. Macam-macam Mastektomi ... 34

3. Efek Psikologis Kanker Payudara Pasca Mastektomi ... 35

(6)

F. Keabsahan Data...45

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Subjek ... 49

B. Hasil Penelitian ... 54

1. Deskripsi Hasil Penelitian ... 54

2. Analisis Temuan Penelitian ... 62

C. Pembahasan ... 77

BAB V PENUTUP A. Simpulan ... 83

B. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(7)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular yang menjadi

masalah kesehatan masyarakat, baik di dunia maupun di Indonesia. Menurut

Hawari (dalam Mahledi & Hartini, 2012), kanker adalah suatu kondisi

dimana sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya,

sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat dan tidak

terkendali. Ada berbagai macam jenis kanker yang telah teridentifikasi, salah

satunya adalah kanker payudara. Kanker payudara adalah momok

menakutkan yang mengintai para wanita. Payudara merupakan salah satu

organ yang menjadi identitas kesempurnaan seorang wanita. Jika organ

tersebut terserang kanker maka kesempurnaan seorang wanita menjadi

berkurang. Sehingga, seseorang yang terserang kanker payudara akan

berusaha mencari pengobatan yang bisa menyembuhkan penyakitnya.

Manurut penelitian Manuaba, (dalam Aini & Satiningsih, 2015) angka

kejadian kanker payudara di Amerika Serikat pada tahun 2013 diperkirakan

mencapai 232.340 kasus kanker payudara invasive, serta sekitar 64.640 kasus

dari kanker payudara in situ. Pada tahun tersebut, sekitar 39.620 perempuan

Amerika Serikat meninggal akibat kanker payudara (American Cancer

Society). Di Indonesia, angka kejadian kanker dibuat berdasarkan registrasi

(8)

2

insiden relative 11,5 % yang berarti terdapat 11-12 kasus baru per 100 ribu

penduduk beresiko.

Seiring dengan berkembangnya teknologi di dunia medis, maka

ditemukan beberapa cara pengobatan kanker payudara. Setiap jenis

pengobatan terhadap penyakit ini dapat menimbulkan masalah fisiologis,

psikologis dan sosial bagi pasien. Salah satu jenis pengobatan tersebut adalah

dengan cara mastektomi. Mastektomi adalah pengobatan kanker payudara

dengan cara mengangkat seluruh jaringan payudara. Efek jangka panjang dari

mastektomi berpengaruh sangat besar terhadap kualitas hidup karena rasa

sakit dan ketidaknyamanan berikutnya. Pembedahan untuk kanker payudara

adalah pengalaman yang sangat traumatis dan menakutkan menurut Galgut

(dalam Mahledi & Hartini, 2012).

Menurut Sutjipto, pakar rumah sakit Dharmis Jakarta, mengatakan

mastektomi mulai dikenalkan pada masyarakat antara tahun 1875-1882 oleh

Charles H. Moore. Berawal dari abad pertengahan 19, dimana pengobatan

kanker hanya dapat dilakukan dengan pengangkatan tumor saja, tetapi hasil

yang ditunjukkan tidak efektif. Akhirnya, pada tahun 1863 ilmuan Inggris Sir

James Paget menyarankan tindakan pembedahan yang lebih luas tetapi cara

ini juga tidak berhasil. Kemudian, antara tahun 1875-1882 Charles H. Moore

melakukan terapi dengan mengangkat seluruh jaringan payudara, yang lebih

popular dengan istilah mastektomi, namun mastektomi ini belum juga

(9)

3

Pengangkatan payudara berpengaruh terhadap body image dan self

image yang secara potensial mengurangi fungsi seksual dan daya tarik

seksual. Dalam keadaan dan penanganan penyakit kanker ini dapat

menimbulkan stress yang terus menerus, sehingga tidak hanya mempengaruhi

penyesuaian fisik tetapi juga penyesuaian psikologi individu menurut

Lehmann, dkk (dalam Nisa, 2013).

Fisik yang sempurna, tentu merupakan dambaan setiap orang

khususnya para wanita.Ketika seorang wanita harus merasakan kehilangan

organ berharganya yakni payudara akibat penyakit yang dideritanya, hal

tersebut berpotensi menimbulkan rasa tidak percaya diri padanya. Dari rasa

tidak percaya diri tersebut, membuat wanita yang kehilangan payudaranya

menjadi mudah dan sering memikirkan kekurangannya. Maka tidak menutup

kemungkinan hal tersebut bisa menyebabkan stres yang berkepanjangan,

sehingga dapat mempengaruhi penyesuaiannya baik dari segi fisik maupun

psikologis individu tersebut.

Pengangkatan payudara akan membuat wanita merasa tidak sempurna.

Wanita yang menjalani mastektomi akan menilai diri negatif terhadap

penampilannya. Pasien yang telah menjalani mastektomi akan merasa cemas

terhadap penyakit kanker payudara yang mungkin belum hilang sepenuhnya

dari tubuhnya sebagaimana yang dijelskan oleh Maguire & Parkes (dalam

Mahledi & Hartini, 2012).

Selain rasa sakit dan kematian, perempuan khawatir kehilangan

(10)

4

sebagai sex appeal perempuan. Secara biologis, payudara adalah suatu organ

yang menghasilkan susu bagi sang bayi. Menyusui bukanlah semata-mata

merupakan pemberian makanan kepada bayi dalam bentuk kontak biologic,

melainkan ditinjau dari segi psikologik, baik bagi ibu maupun bagi bayi

(Sukardja, 1984 ). Bagi setiap ibu, dapat menyusui anaknya merupakan salah

satu kebahagiaan dan kebanggaan tersendiri. Dalam pandangan masyarakat

khususnya para ibu, menyusui bukanlah hanya semata-mata memberikan

makanan kepada anaknya akan tetapi juga merupakan sarana untuk

membangun kelekatan antara dirinya dan anaknya.

Sebagaimana yang kita ketahui, payudara adalah salah satu organ vital

bagi setiap wanita. Ketika wanita harus kehilangan salah satu dari organ vital

tersebut, tentu akan muncul berbagai respon yang berbeda pada setiap

individunya. Ada yang mengalami kecemasan, penolakan, hingga

menimbulkan efek traumatis tersendiri bagi penderitanya.

Bagi mayoritas orang, vonis kanker bisa berarti akhir dari segalanya,

seolah jalan kematian terbuka di depan mata. Hal ini dibuktikan dengan

penelitian yang dilakukan oleh Handjam ( dalam Novi, 2010) terhadap pasien

kanker menemukan bahwa pasien yang mengalami kanker memperlihatkan

adanya stress dan depresi yang ditunjukkan dengan perasaan sedih, putus asa,

pesimis, merasa diri gagal, tidak puas dalam hidup, merasa lebih buruk

dibandingkan dengan orang lain, penilaian rendah terhadap tubuhnya, dan

merasa tidak berdaya. Kemajuan teknologi medis, padahal memungkinkan

(11)

5

lebih cepat sehingga usia harapan hidup pun lebih panjang.Selain itu,

kemauan untuk hidup merupkan terapi utama dari pengobatan kanker

(Sukardja,1984 ).

Kejadian stressfull atau juga dapat diartikan sebagai kejadian

traumatic dapat menyebabkan tekanan psikologis dan biasanya juga akan

memunculkan respon negative pada seseorang. Kesedihan, rasa bersalah,

kemarahan dan rasa sensitive juga merupakan respon lain yang biasanya

terjadi pada orang yang mengalami masalah dalam kehidupannya

sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Tedeschi & Calhoun (dalam Shafira,

2011).

Namun keadaan stressfull tidak selalu memberikan efek negative pada

seseorang. Saat ini, focus utama penelitian mulai bergeser dari melihat aspek

negative pada sebuah kejadian traumatic menjadi lebih melihat pada aspek

positif dari kejadian traumatik tersebut. Menurut Kaplan dan Frankl (dalam

Shafira, 2011), perubahan psikologis yang positif dapat terjadi dalam keadaan

yang stressfull. Perubahan positif ini dikenal dengan istilah Post traumatic

Growth. Seseorang yang melakukan perjuangan dalam menghadapi kejadian

traumatic yang dengan jelas memberikan efek negative pada kondisi

psikologisnya ternyata juga dapat memberikan kebermaknaan pada dirinya.

Dan menyebutkan bahwa orang yang mengalami kejadian trumatik

melaporkan setidaknya ada beberapa perubahan positif setelah mereka

menghadapi kejadian traumatic tersebut meskipun mengalami penderitaan

(12)

6

Post traumatic growth terjadi pada orang-orang yang mengalami

kejadian traumatic, misalnya pada orang yang mengalami kebakaran dan

kehilangan tempat tinggal, perceraian, keterbatasan fisik, kekerasan seksual,

bencana alam, perang, kehilangan orang yang dicintai, atau didiagnosis

penyakit kronis (Linley & Joseph, 2004). Penelitian yang dilakukan Calhoun

dkk (2000) pada orang tua yang ditinggalkan anaknya ditemukan bahwa

seteah sang anak meninggal , sang ibu merasa bahwa hubungan dengan orang

lain merupakan hal yang penting dan ia lebih menghargai ayah dari anak

tersebut (dalam Tedeschi & Calhoun, 2004), Fleck dkk (dalam Hanson, 2010)

melaporkan bahwa ibu dengan anak yang sakit memiliki pertumbuhan

emosional (emotional growth), hubungan dengan anggota keluarga yang lebih

dekat dan memiliki perspektif hidup yang lebih baik. Selanjutnya masih di

dalam Hanson (2010) Affleck dkk menemukan bahwa perubahan positif juga

terjadi pada penderita serangan jantung antara lain memiliki self insight yang

lebih baik dan juga perubahan positif pada nilai serta prioritas dalam

hidupnya.

Selain itu dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012), post traumatic

growth juga terjadi pada pasien kanker payudara pasca mastektomi usia

dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada

awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani

mastektomi.Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka

merubah pandangan hidupnya.Subyek bisa mengembangkan diri menuju

(13)

7

dipengaruhi juga oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap

Tuhan.

Post traumatic growth dapat membuat seseorang lebih merasa

memiiki kehidupan yang berarti. Namun post traumatic growth tidak sama

dengan sekedar merasa bebas, bahagia atau memiliki perasaan yang baik.

Post traumatic growth juga membuat seseorang merasakan kehidupan dengan

level kedekatan secara personal, interpersonal dan spiritual yang lebih dalam

sebagaimana yang telah dipaparkan oleh Linley & Joseph (dalam Shafira,

2011).

Berdasarkan studi pendahuluan peneliti bahwasanya telah melakukan

wawancara kepada subjek Id, adapun hasil yang didapat dari wawancara

tersebut menunjukkan bahwa subjek Id tidak pernah menyangka bahwa

dirinya bisa sampai terdiagnosa kanker payudara, sehingga menuntut dirinya

untuk melakukan mastektomi. Setelah melakukan operasi pengangkatan

payudara, subjek Id merasa begitu terkejut melihat bahwa dia sudah

kehilangan salah satu organ vitalnya sebagai wanita. Bukan hanya perubahan

fisik yang ia rasakan akan tetapi perubahan psikis juga. Akan tetapi berkat

dukungan keluarganya khususnya suaminya dan para rekan kerjanya dia bisa

kembali dari keterpurukannya. Selain itu subjek Id juga menuturkan

perubahan positif yang terjadi pada dirinya setelah krisis yang dia hadapi

tersebut, diantaranya dia menjadi lebih taat beribadah, jika dia awalnya tak

pernah sholat malam, sekarang hampir tiap malam dia melakukan

(14)

8

tetap bersyukur dengan kondisinya karena dia tahu ada banyak orang yang

jauh lebih menderita dengan penyakit yang dideritanya (wawancara tanggal

25 Mei 2015).

Berdasarkan fenomena yang diuraikan di atas, peneliti merasa tertarik

untuk meneliti masalah mengenai post traumatic growth ini, karena masih

sedikitnya penelitian mengenai fenomena ini di Indonesia. Selain itu

kebanyakan peneliti sebelumnya lebih melihat efek negative dari sebuah

kejadian traumatic. Padahal kejadian traumatic tidak selalu memberikan efek

negative pada orang yang mengalaminya. Hanya penelitian yang dilakukan

baru-baru ini yang mulai mengevaluasi aspek positif dari trauma sebagaimana

yang telah dilakukan oleh Calhoun & Tedeschi (dalam Shafira, 2011).

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan

penelitian mengenai, ‘’post traumatic growth pada penderita kanker payudara

pasca mastektomi’’.

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat disusun fokus

penelitian sebagai berikut : ‘’Bagaimana post traumatic growth pada

penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor apa saja yang

mempengaruhinya?’’.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : ‘’Untuk mengetahui post traumatic

growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi serta faktor yang

(15)

9

D. Manfaat Penelitian

Dari penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat, baik secara

teoritis maupun praktis.

1. Manfaat secara teoritis

a. Menambah wawasan ilmu pengetahuan dalam bidang psikologi,

khususnya psikologi klinis.

2. Manfaat Secara Praktis

a. Sebagai referensi dan informasi bagi masyarakat untuk mengetahui

faktor yang mendorong post traumatic growth serta pentingnya post

traumatic growth itu sendiri.

b. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai inspirasi bagi masyarakat

yang menderita kanker payudara.

c. Memberikan wacana dan informasi mengenai kanker payudara pada

masyarakat agar dapat memberikan dukungan penuh pada penderita

kanker payudara sehingga membantu proses post traumatic growth

pada penderita kanker payudara.

d. Sebagai masukan bagi peneliti berikutnya dalam mengembangkan

penelitian tentang pengetahuan mengenai post traumatic growth.

E. Keaslian Penelitian

Terdapat penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini untuk

dikaji diantaranya adalah:

Dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012) jurnal penelitian yang

(16)

10

dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa pada

awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani mastektomi.

Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri, mereka merubah

pandangan hidupnya. Subyek bisa mengembangkan diri menuju pertumbuhan

psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Proses ini dipengaruhi

juga oleh adanya dukungan sosial dan keyakinan terhadap Tuhan.

Menurut Rahmah & Widuri (2011) dalam penelitian yang berjudul

post traumatic growth pada penderita kanker payudara. Hasil analisis

menunjukkan terdapat dua faktor yang mempengaruhi aspek post traumatic

growth pada penderita kanker payudara. Faktor eksternal adalah anak dan

cucu sebagai life expectation serta dorongan atau motivasi dari kedua orang

tua secara terus menerus untuk melakukan pengobatan sehingga akhirnya

memicu penguatan faktor internal. Faktor internal yang meliputi faktor

keimanan (spiritualitas), faktor keinginan kuat untuk sembuh (optimisme),

faktor resiliensi, dan faktor reframing. Terdapat empat post traumatic growth

yang timbul dari perjuangan penderita kanker payudara dalam menghadapi

penyakitnya : peningkatan spiritualitas, positive improvement in life, prososial

semakin tinggi dan relasi sosial semakin baik.

Shafira (2011) dalam penelitian yang berjudul faktor-faktor yang

mempengaruhi post traumatic growth pada recovering addict di unit

pelaksanaan teknis (UPT) terapi & rehabilitas BNN lido. Dari hasil penelitian

disimpulkan bahwa hanya variable willpower dan informational support yang

(17)

11

Sedangkan berdasarkan besarnya sumbangan yang diberikan, terdapat tiga

variable memberikan sumbangan yang signifikan yaitu willpower

memberikan sumbangan sebesar 10,3 %, waypower sebesar 28,8 % dan

informational support sebesar 6,9 %. Hasil penelitian tambahan yang dilihat

berdasarkan pengaruh dari variable besar, didapatkan harapan dan social

support berpengaruh secara signifikan terhadap post traumatic growthdengan

sumbangan sebesar 37,3 % dan 4,7 % sedangkan coping religious tidak

berpengaruh secara signifikan dengan sumbangan sebesar 0,4 %. Hasil

penelitian tambahan selanjutnya menunjukkan bahwa kelompok dengan

tingkat post traumatic growth yang tinggi didapatkan faktor yang

berpengaruh adalah informational support, sedangkan untuk kelompok

dengan tingkat post traumatic growthrendah faktor yang berpengaruh adalah

willpower.

Ningsih (2014) dalam jurnal penelitian yang berjudul studi mengenai

post traumatic growth pada wanita yang baru terdiagnosis kanker payudara di

RSUD Dr. Mochtar Bukit Tinggi, menunjukkan hasil analisis berupa

gambaran mengenai pertumbuhan pasca trauma yang dialami oleh wanita

penderita kanker payudara yang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu, faktor

internal dan faktor eksternal. Dari hasil pembahasan, dapat diketahui bahwa

terdapat empat pertumbuham pasca trauma yang signifikan timbul dari

perjuangan responden dalam menghadapi penyakit kanker payudara tersebut,

antara lain : perkembangan spiritual, relasi sosial yang semakin baik,

(18)

12

Nida (2009) dalam jurnal penelitian yang berjudul dukungan sosial

pada penderita kanker payudara di masa dewasa tengah, diketahui bahwa

hasil penelitian menunjukkan bahwa dukungan sosial yang diterima subjek

berupa perhatian dari orang disekitarnya.Gambaran dukungan penghargaan

dari orang sekitar dirasakan kedua subjek seperti mereka mengikuti saran

yang diberikan subjek mengenai kesehatan, memberikan semangat dan tidak

mengucilkan subjek. Dukungan instrumental yang diterima berupa bantuan

untuk mengingatkan larangan dari dokter, khususnya untuk subjek pertama,

dukungan instrumental yang diterimanya berupa kesediaan orang disekitarnya

untuk mengantarkan subjek. Untuk dukungan informasi subjek menerimanya

dari suami serta teman berupa informasi mengenai kanker ayudara dari buku

dan internet. Dukungan sosial yang diterima subjek memberikan dampak

positif, sehingga subjek bisa mengatasi tekanan psikologis seperti sedih,

putus asa, kecemasan dan depresi.

Aini & Satiningsih (2015) dalam jurnal penelitian yang berjudul

ketahanan psikologis pada perempuan penderita kanker payudara,

menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil mengidentifikasi empat tema

besar yaitu pengalaman awal ketika mengetahui penyakit dan menjalani

proses pengobatan, dampak dari penyakit dan proses pengobatan, gambaran

ketahanan psikologis serta faktor—faktor yang mempengaruhi ketahanan

psikologis. Partisipan dalam penelitian ini memiliki ketahanan psikologis

dengan melakukan ketrampilan tranformasional coping dan self care dalam

(19)

13

adaptasi dengan kondisinya dan lebih bersyukur dan memasrahkan

permasalahan hidupnya pada Tuhan serta dukungan sosial dari keluarga,

tetangga dan para medis.

Penelitian di atas dapat menjadi rujukan atau tambahan referensi bagi

peneliti dalam melengkapi data-data yang peneliti perlukan.Kesamaan yang

dimiliki dengan penelitian terdahulu adalah sama-sama mengungkap post

traumatic growth. Adapun perbedaan skripsi ini dengan jurnal penelitian

yang ada di atas adalah pada lokasi penelitian dan subjek penelitian.

Sedangkan perbedaan dengan skripsi yang ada terletak pada focus yang

diteliti, jika skripsi sebelumnya meneliti post traumatic growth pada

recovering addict, skripsi kali ini akan membahas post traumatic growth pada

penderita kanker payudara pasca mastektomi. Dengan demikian penelitian ini

berbeda dengan penelitian sebelumnya, oleh karena itu perlu kiranya peneliti

(20)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Post traumatic Growth (PTG)

1. Pengertian post traumatic growth

Menurut Tedeschi & Calhoun (2004), post traumatic growth

adalah pengalaman berupa perubahan positif yang terjadi sebagai hasil dari

perjuangan seseorang dalam menghadapi tantangan krisis kehidupan yang

tinggi. Pada umumnya orang-orang melihat reaksi negative yang

dihasilkan dari sebuah kejadian traumatik, namun Tedeschi dan Calhoun

memunculkan sebuah area penelitian baru yang melihat reaksi positif

yang dihasilkan dari suatu kejadian traumatic yang kemudian dikenal

degan istilah post traumatic growth. Konstruk ini menuju pada perubahan

besar yang terjadi pada persepsi seseorang tentang kehidupannya setelah

orang tersebut berjuang menghadapi krisis yang terjadi.

Individu ini tidak hanya sekedar kembali pada kenyataannya

sebelumnya, tetapi menggunakan trauma sebagai ‘’sebuah kesempatan

untuk perkembangan diri selanjutnya’’. Jadi, setelah seseorang berjuang

melawan krisis berat yang dihadapinya ada perubahan positif yang bisa

dinikmatinya.

Post traumatic growth memiliki dua pengertian penting.Pertama,

Tedeschi & Calhoun (2006) menyatakan bahwa post traumatic growth

(21)

15

proses perkembangan yang normal tidak berhubungan dengan timbulnya

post traumatic growth. Kedua, perubahan positif hanya akan terjadi

setelah seseorang melakukan perjuangan. Perjuangan ini merujuk pada

penerimaan masa lalu dan masa depannya dalam kehidupan yang terjadi

segera setelah mengalami trauma yang berat. Jadi, post traumatic growth

bukan merupakan bentuk mekanisme coping akan tetapi hasil dari

pengalaman traumatic.

Linley & Joseph ( dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) menyebutkan

istilah post traumatic growth lebih menangkap inti dari suatu fenomena

yang terjadi dibandingkan istilah lain, karena : (1) post traumatic growth

terjadi secara khusus pada beberapa kejadian yang stressfull dibandingkan

pada kejadian dengan level stress yang rendah, (2) post traumatic growth

disertai dengan transformasi perubahan kehidupan, (3) post traumatic

growth merupakan hasil dari pengalaman traumatic bukan suatu bentuk

mekanisme coping dalam menghadapi pengalaman traumatic, dan (4) post

traumatic growth merupakan perkembangan atau kemajuan dari kehidupan

seseorang.

Linley & Joseph (dalam Tedeschi & Calhoun, 2004) juga

menyebutkan istilah lain yang terkait dengan fenomena post traumatic

growth antara lain stern conversion, positive psychological changes,

perceived benefits atau construing benefits, stress related-growth,

(22)

16

Tedeschi & Calhoun (2004), menggambarkan post traumatic

growth sebagai pengalaman individu yang berkembang setelah mengalami

kejadian traumatic, setidaknya pada beberapa area. Individu tersebut tidak

hanya survive tetapi juga memiliki perubahan dari keadaam sebelumnya.

Post traumatic growth tidak hanya kembali pada keadaan semula

(normal), tetapi juga merupakan sebuah perbaikan kehidupan yang pada

beberapa orang terjadi dengan sangat luar biasa.

Post traumatic growth bukan merupakan hasil langsung yang

terjadi setelah pengalaman traumatic. Post traumatic growth merupakan

perjuangan individu dalam menghadapi realita baru setelah mengalami

kejadian traumatic. Calhoun & Tedeschi (2004), menggunakan istilah

gempa bumi (earthquake) untuk menjelaskan post traumatic growth.

Kejadian psikologis yang mengguncang dapat menyiksa atau mengurangi

pemahaman seseorang dalam memahami sesuatu, mengambil keputusan

dan persaann berarti. Kejadian yang mengguncang dapat membuat

seseorang menganggap bahwa kejadian tersebut merupakan suatu

tantangan yang berat, melakukan penyangkalan, atau mungkin kehilangan

kemampuan untuk memahami apa yang terjadi, penyebab dan alasan

kejadian tersebut terjadi, dan dugaan abstrak seperti apa tujuan dari

kehidupan manusia.

Setelah mengalami kejadian yang mengguncang seseorang akan

membangun kembali proses kognitifnya. Hal ini dapat diibaratkan dengan

(23)

17

gempa bumi. Struktur fisik dirancang agar seseorang dapat lebih bertahan

atau melawan kejadian traumatic di masa depan, yang merupakan hasil

pelajaran dari gempa bumi sebelumnya mengenai apa yang dapat bertahan

dari guncangan dan apa yang tidak. Ini merupakan hasil dari sebuah

kejadian yang dapat menimbulkan post traumatic growth (Tedeschi &

Calhoun, 2004).

Dari penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa post

traumatic growth adalah proses dimana individu bisa mengambil hikmah

berupa perubahan ke arah yang lebih positif sebagai hasil dari usahanya

dalam menghadapi krisis berat yang selama ini telah ia hadapi.

2. Aspek post traumatic growth

Calhoun & Tedeschi (dalam, Ramos & Leal, 2013) menyebutkan

perubahan dalam diri seseorang pasca kejadian traumatic yang juga

merupakan elemen post traumatic growth antara lain:

a. Appreciation for life (penghargaan terhadap hidup)

Merupakan perubahan mengenai hal apa yang penting dalam

hidup seseorang. Perubahan yang mendasar adalah perubahan

mengenai prioritas hidup seseorang yang juga dapat meningkatkan

penghargaan kepada hal-hal yang dimilikinya, misalnya menghargai

kehidupannya. Perubahan prioritas tersebut menjadikan hal yang kecil

menjadi sesuatu yang penting dan berharga misalnya senyuman anak

(24)

18

adanya penghargaan terhadap hidup tersebut motivasi untuk sehat akan

tetap tumbuh.

b. Relating to other (hubungan dengan orang lain)

Merupakan perubahan seperti hubungan yang lebih dekat

dengan orang lain, lebih intim dan lebih berarti. Seseorang mungkin

akan memperbaiki hubungan dengan keluarga dan temannya. Misalnya

pada orang yang terdiagnosis penyakit kronis akan memanfaatkan

waktu yang ada untuk lebih dekat dengan keluarga khususnya

pasangan atau anaknya serta kerabat, tetangga dan teman-temannya.

c. Personal strength (kekuatan dalam diri)

Merupakan perubahan yang berupa peningkatan kemampuan

kekutan personal atau mengenal kekuatan dalam diri yang

dimilikinya.Misalnya pada anak yang kehilangan orang tuanya, hal-hal

yang awalnya dia menyangka tidak sanggup untuk menjalaninya

ternyata dia mampu melampaui semuanya.

d. New possibilities (kemungkinan-kemungkinan baru)

Merupakan identifikasi individu mengenai kemungkinan baru

dalam kehidupan atau kemungkinan untuk mengambil pola kehidupan

yang baru dan berbeda. Sebagai contoh misalnya seseorang yang

mengalami kehilangan orang tersayangnya karena bencana

mempengaruhi dirinya untuk berjuang menghadapi kesedihan dan

menjadikan dirinya sebagai relawan untuk dinas sosial. Dengan

(25)

19

kepedulian dan rasa nyaman pada orang lain yang mengalami

penderitaan dan kehilangan. Beberapa orang memperlihatkan

ketertarikannya yang baru, aktivitas baru dan mungkin memulai pola

kehidupan baru yang signifikan.

e. Spiritual development (perkembangan spiritual)

Merupakan perubahan berupa perkembangan pada aspek

spiritualitas dan hal-hal yang bersifat eksistensial. Individual yang

tidak religious atau tidak memiliki agama juga dapat mengalami post

traumatic growth. Mereka dapat mengalami pertempuran yang hebat

dengan pertanyaan-pertanyaan eksistensial yang mendasar atau

pertempuran tersebut mungkin dijadikan sebagai pengalaman post

traumatic growth.

Dari uraian di atas dapat diambil kesimpulan bahwa ada lima

aspek post traumatic growth menurut Tedeschi & Calhoun (2006),

adapun kelima aspek tersebut ialah : penghargaan terhadap hidup,

hubungan dengan orang lain, kekuatan dalam diri,

kemungkinan-kemunginan baru dan yang terakhir perkembangan spiritual.

Selain itu Calhoun & Tedeschi (2006) juga membagi

posttraumatic growthke dalam 3 aspek antara lain:

a. Perubahan dalam persepsi diri (changes in perception of self),

antara lain meliputi memiliki kekuatan dalam diri yang lebih besar,

resiliensi atau kepercayaan terhadap diri sendiri, terbuka dalam

(26)

20

b. Perubahan dalam hubungan interpersonal (changes In interpersonal

relationship), antara lain meliputi peningkatan rasa altruis atau

memiliki rasa kedekatan yang lebih besar dalam suatu hubungan

dengan orang lain.

c. Perubahan dalam filosofi hidup (changes in philiosophy of life),

antara lain memiliki apresiasi yang lebih besar setiap harinya dan

perubahan dalam hal spiritualitas atau religiusitas (kepercayaan

keagamaan).

3. Factor-faktor yang mempengaruhi post traumatic growth menurut

Calhoun & Tedeschi (2004)

a. Karakteristik personal atau individu

Tingkatan trauma yang dialami oleh seseorang tentunya akan

sangat mempengruhi perkembangan post traumatic growth. Namun,

karakteristik personal seseorang dalam menghadapi trauma tersebut

juga dapat mempengaruhi proses post traumatic growth. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Costa & Mc Crae (dalam Tedeschi &

Calhoun,2004) keterbukaan seseorang terhadap pegalaman dan

kepribadian ekstrovert berhubungan dengan perkembangan post

traumatic growth. Orang dengan karakteristik ini mungkin lebih

memperhatikan emosi positif pada dirinya meskipun dalam keadaan

sulit, yang kemudian dapat membantunya untuk memahami informasi

mengenai pengalaman yang ia alami dengan lebih efektif dan

(27)

21

Selain itu karakteristik lain seperti optimis juga mempengaruhi

perkembangan posttraumatic growth seseorang. Orang yang optimis

dapat lebih mudah memperhatikan hal mana yang penting baginya dan

terlepas dari keadaan yang tidak terkontrol atau masalah yang tidak

terselesaikan. Ini merupakan hal yang penting bagi proses kognitif

yang terjadi setelah seseorang mengalami kejadian traumatic.

b. Mengelola emosi berbahaya atau negative (managing distressing

emotion)

Saat seseorang mengalami krisis dalam hidupnya, ia harus

mampu mengelola emosinya yang berbahaya yang mungkin dapat

melemahkan dirinya. Karena dengan mengelola emosi yang berbahaya

seseorang dapat menciptakan skema perubahan dalam dirinya dan

membantu proses konitif yang kemudian dapat membentuk post

traumatic growth. Pada tahap awal trauma, proses kognitif atau

berpikir seseorang biasanya lebih bersifat otomatis dan banyak

terdapat pikiran serta gambaran yang merusak.Selain itu juga timbul

perenungan (rumination) yang negative dan merusak. Namun pada

akhirnya apabila proses ini efektif, maka seseorang akan terlepas dari

tujuan dan asumsi sebelumnya yang kemudian membawanya untuk

berpikir bahwa cara lama yang ia jalani dalam hidup tidak lagi tepat

untuk mengubah suatu keadaan (Tedeschi & Calhoun, 2004).

Namun proses ini terjadi berbeda-beda pada seseorang, karena

(28)

22

dialami pada beberapa orang yang bertahan hidup dari kejadian

traumatic. Stress yang dialami menjaga proses kognitif untuk tetap

aktif. Apabila seseorang mendapatkan pemecahan masalah dengan

segera maka dapat diindikasikan bahwa ia telah menerima keadaan

saat ini dan dapat membantunya dalam mengelola kejadian traumatic

(Tedeschi & Calhoun, 2004).

c. Dukungan dan keterbukaan (support and disclosure)

Dukungan dari orang lain dapat membantu perkembangan post

traumatic growth, yaitu dengan memberikan kesempatan pada orang

yang mengalami trauma (trauma survivors) untuk menceritakan

perubahan yang terjadi dalam hidupnya dan juga dengan memberikan

perspektif yang dapat membantunya untuk perubahan yang positif.

Bercerita tentang trauma dan usaha untuk bertahan hidup juga dapat

membantu trauma survivor untuk mengeluarkan sisi emosionalnya

mengenai kejadian yang dialaminya. Selain itu melaui cerita, trauma

survivor dapat menciptakan keintiman dan merasa lebih diterima oleh

orang lain (Tedeschi & Calhoun, 2004).

d. Proses kognitif dan perkembangan (cognitive processing and growth)

Kepercayaan diri dalam menggunakan sebuah coping dan

menentukan apakah seseorang akan terus berjuang atau menyerah juga

membantu perkembangan post traumatic growth. Orang dengan

kepercayaan diri tinggi dapat mengurangi ketidaksesuaian suatu

(29)

23

digunakan, sedangkan orang dengan kepercayaan diri yang rendah

akan menyerah. Apabila seseorang mengalami perubahan, ia akan

melepaskan tujuan atau asumsi awalnya yang kemudian pada keadaan

yang sama mencoba membentuk skema, tujuan dan makna baru dalam

hidupnya (Tedeschi & Calhoun, 2004).

e. Perenungan atau proses kognitif (rumination or cognitive processing)

Asumsi seseorang mengenai dunia atau skema yang telah hancur

harus direkronstruksi ulang agar berguna bagi tingkah laku dan pilihan

yang akan diambil. Pembangunan kembali skema tersebut untuk lebih

bertahan dapat menuntun orang yang mengalami pengalaman

traumatic untuk berpikir ulang mengenai keadaan yang ia alami.

Menurut Martin & Tesser (dalam Calhoun & Tedeschi, 2004) bentuk

proses kognitif ini memiliki karakteristik antara lain ‘’ masuk akal

(making sense), menyelesaikan masalah (problem solving), mengenang

(reminiscence), dan antisipasi (anticipation)’’.

Pemikiran ulang atau perenungan (rumination) ini merupakan

suatu hal yang penting dalam keadaan krisis yang berguna untuk

menyadari tujuan hidupnya yang belum tercapai, memastikan bahwa

skemanya tidak lagi secara akurat merefleksikan keadaan saat itu, dan

memastikan bahwa kepercayaannya tidak lagi tepat.Beberapa tujuan

hidup yang tidak lagi dapat dicapai dan beberapa asumsinya yang tidak

dapat menerima realita baru pasca kejadian traumatic, memungkinkan

(30)

24

memperbaiki asumsinya tentang dunia agar dapat mengakui perubahan

keadaan kehidpannya.

f. Kebijaksanaan dan cerita kehidupan (wisdom and life narrative)

Asumsi kita adalah pengalaman post traumatic growth

seseorang merupakan sebuah proses perubahan yang di dalamnya

terdapat pengaruh kebijaksanaan seseorang dalam memandang

kehidupan, dan juga perkembangan pola pikirnya dalam memikirkan

kehidupan. Ketangguhan seseorang dalam menghadapi kejadian

traumatic dapat membentuk post traumatic growth dan bersifat

memperbaiki cerita kehidupannya (Calhoun & Tedeschi, 2004)

Jadi berdasarkan penelitian (Calhoun & Tedeschi, 2004), ada

enam faktor yang mempengaruhi post traumatic growth, yakni:

karakteristik personal atau individu, mengelola emosi berbahaya ayau

negative, dukungan dan keterbukaan, proses kognitif dan

perkembangan, perenungan atau proses kognitif dan kebijaksanaan dan

cerita kehidupan

B. Kanker payudara

1. Pengertian kanker payudara

Menurut Gale & Charette (dalam Sari: 2009) kata kanker berasal

dari bahasa latin crab atau kepiting yang digunakan untuk

menggambarkan tumor ganas (pertumbuhan kanker). Kanker bermula

ketika sel mulai membelah dan tumbuh dalam cara yang tidak terkontrol

(31)

25

berkembang dari sel-sel dalam payudara. Kanker payudara adalah jenis

kanker kedua penyebab kematian, karena kanker payudara mengakibatkan

46.000 jiwa meninggal pada tahun 1994.

Manurut Manuaba (dalam Aini & Satiningsih, 2015) kanker

payudara atau disebut dengan karsinoma adalah suatu keadaan dimana

terjadi pertumbuhan dan penyebaran sel payudara yang abnormal dan

terbagi dengan tidak terkendali atau urutan. pada umumnya, sel normal

terbagi dan diproduksi berdasarkan urutan. Urutan ini kadang terganggu

dan menyebabkan sel tumbuh di luar kendali yang pada akhirnya

memproduksi jaringan ekstra yang membentuk masa atau benjolan yang

disebut dengan tumor. Tumor tersebut terbagi menjadi dua, yakni jinak

atau non kanker dan ganas atau biasa disebut kanker.

Kanker payudara (Maharani., 2009) adalah penyakit yang ditandai

dengan terjadinya pertumbuhan berlebihan atau perkembangan tidak

terkontrol dari sel-sel atau jaringan payudara. Kanker ini bisa terjadi

terhadap laki-laki atau perempuan. Kanker ini adalah penyakit yang berada

di urutan kelima dari jenis-jenis kanker yang menyebabkan

kematian,setelah kanker paru-paru, kanker rahim, kanker hati dan kanker

usus.

2. Faktor-faktor yang menyebabkan kanker payudara (Maharani, 2009)

Kanker payudara tergolong kanker yang paling umum menyerang

(32)

26

laki. Sampai sekarang, penyebab knker payudara belum diketahui secara

pasi, tapi beberapa faktor kemungkinan penyebabnya adalah :

a. Usia

Kanker payudara meningkat pada usia remaja ke atas.

b. Genetis

Dua jenis gen yang sangat mungkin menjadi resiko kanker

payudara adalah BRCA1 dan BRCA2. Jika seorang perempuan

mengidap kanker payudara, maka ia kemungkinan memiliki resiko

kanker payudara dua kali lipat dibandingkan perempuan lain yang

keluarganya tidak memiliki satupun penderita kanker ini.

c. Pemakaian obat-obatan

Misalnya seseorang perempuan yang menggunakan terapi obat

hormone pengganti, seperti hormone eksogen, akan beresiko lebih

besar mendapat serangan kanker payudara.

d. Faktor-faktor lain.

Misalnya tidak menikah, menikah tapi tidak mempunyai anak,

melahirkan anak pertamasesudah usia 35 tahun, tidak pernah menyusui

anak, stress, dan perempuan yang mengalami menstruasi di bawah usia

11 tahun.

3. Gejala-gejala kanker payudara ( Saraswati , 2012)

Jika anda merasakan adanya benjolan aneh di sekitar jaringan

payudara atau salah satu payudara anda tampak lebih besar, sebaiknya

(33)

27

tidak menimbulkan rasa sakit dan semula berukuran kecil, tapi kemudian

membesar dan seperti melekat di kulit.Perhatikan pula jika terjadi

perubahan kulit payudara di sekitar benjolan atau perubahan pada puting.

Rasa sakit dan nyeri akan muncul ketika benjolan yang mulai

membesar itu ditekan. jadi, jika anda merasakan nyeri pada payudara dan

putting susu yang tidak kunjung hilang, sebaiknya anda segera

memeriksakan ke dokter. Salah satu tanda penting adanya kanker payudara

adalah putting susu yang mengkerut ke dalam. putting itu juga semula

berwarna merah mda, tapi kemudian menjadi kecoklatan dan

membengkak. hal lain terjadi karena seringnya keluar cairan dari puting

payudara ketika tidak lagi menyusui.

4. Ragam tipe kanker payudara (Maharani, 2009)

Melalui pemeriksaan yang disebut mammogram tipe-tipe kanker

payudara dapat dikategorikan menjadi :

a. Kanker payudara non-invasive

Kanker ini terjadi pada kantung susu, yaitu penghubung antara

kelenjar yang memproduksi susu (aveolus) dan putting susu. Dalam

kondisi ini, kanker belum menyebar ke bagian luar jaringan kantung

susu.

b. Kanker payudara invasive

Kanker payudara ini telah menyebar ke bagian luar kantung susu

(34)

28

bagian-bagian tubuh lainnya, seperti kelenjar limpa melalui peredaran

darah.

5. Cara mendiagnosis kanker payudara ( dalam Saraswati , 2012)

Kanker payudara dapat diketahui dengan mengambil sampel

jaringan sel payudara yang mengalami benjolan. Tindakan ini disebut

biopsy. Cara ini akan mampu mengetahui jenis pertumbuhan sel yang

terjadi, apakah bersifat tumor jinak atau tumor ganas (kanker). Anda juga

secara mandiri dapat melakukan deteksi dini.caranya, kenalilah perubahan

yang terjadi pada payudara anda.

Kanker payudara secara umum akan menyebabkan :

a. Munculnya benjolan pada payudara.

b. Keluarnya cairan yang tidak normal dari putting susu. cairan itu dapat

berupa nanah, darah, dan cairan encer bisa juga berupa keluarnya air

susu pada ibu yang tidak hamil atau tidak sedang menyusui.

c. Perubahan bentuk dan besarnya payudara.

d. Kulit putting susu melekuk ke dalam atau berkerut.

Dalam Saraswati (2012), kanker payudara pada tahap awal tidak

menimbulkan gejala apapun, namun bersamaan dengan berkembangnya

penyakit tersebut, akan muncul gejala-gejala yang menyebabkan

perubahan pada payudara. Oleh karena itu, anda perlu melakukan

pemeriksaan secara berkala.

(35)

29

Pemeriksaan Payudara Sendiri (SADARI). Setiap perempuan dianjurkan

untuk melakukan SADARI secara teratur sebulan sekali setelah

haid.tujuannya adalah untuk mengenali tanda-tanda yang dijelaskan di

atas. Untuk perempuan yang telah menopause, hendaknya SADARI

dilakukan pada tanggal tertentu yang mudah diingat dari setiap bulannya.

Kedua, pemeriksaan payudara oleh tenaga medis seperti dokter atau

bidan.Ketiga, pemeriksaan radiologi menggunakan sinar x (mammogram

atau mammografi). Pemeriksaan ini dilakukan oleh sinar x dengan

mengambil gambar dari arah samping dan atas untuk masing-masing

payudara. Mammografi adalah senjata yang paling efektif untuk deteksi

dini kanker payudara Karena dapat menetesi hampir 80 – 90 persen dari

semua kasus kanker payudara.

6. Cara penanganan dan pengobatan kanker payudara (Maharani, 2009)

Berikut ini adalah langkah-langkah yang bisa dilakukan untuk

menangani kanker payudara.

a. Menghilangkan radikal bebas.

Radikal bebas adalah kimia bermuatan listrik yang dapat

menyerang dan merusak protein serta DNA sehingga bisa mengubah

informasi genetis.Jika kerusakan terjadi pada segmen-segmen DNA

dari suatu sel yang mengontol pertumbuhan dan pembelahan sel, maka

kanker dapat berkembang dari sel yang ada.

Radikal bebas bisa terbentuk oleh aktivitas metabolism yang

(36)

30

mengubah nutrisi (gula, lemak dan protein) menjad unsur-unsur yang

dapat digunakan sebagai energy oleh berbagai otot, otak dan

organ-organ lainnya. Perubahan-perubahan seperti ini melibatkan

reaksi-reaksi kimia dan berbagai perpindahan energy di antara kimia-kimia

tersebut. Selama proses inilah metabolism radikal bebas dapat

terbentuk.

Radikal bebas juga terjadi ketika sel-sel diekspos pada

radiasi.Tubuh diekspos secara regular pad tingkat-tingkat radiasi yang

rendah di dalam atmosfer. Tubuh juga menerima radiasi selama

mammografi dan tes-tes sinar x lainnya. Secara teoritis,

tingkat-tingkat radiasi rendah ini dapat menjurus pada pembentukan radikal

bebas.

Bagaimana pun, beban yang berlebihan dari radikal bebas dapat

menyebabkan kerusakan pada sistem yang menghancurkan radikal

bebas, juga kerusakan pada sistem-sistem perbaikan DNA. Kerusakan

ataupun melemahnya sistem imun dapat mendorong berkembangnya

kanker. Namun, tubuh yang sehat bisa menghancurkan radikal bebas,

juga mencegah perubahan sel-sel dengan DNA yang rusak menjadi

kanker.

b. Antioksidan

Antioksidan adalah kimia yang mencegah suatu tipe reaksi

kimia yang disebut oksidasi.oksidasi merupakan sumber utama

(37)

31

bebas yang terbentuk.salah satu contoh enzim yang bekerja seperti

antioksidan adalah superoxide dismutase. Sedangkan antioksidan yang

terjadi secara alamiah antara lainbeta carotene, vitamin E, dan

vitamin.

C. Buah-buahan dan sayuran juga merupakan sumber-sumber yang

kaya antioksian.

Anda dapat meningkatkan kadar antioksidan dalam tubuh

dengan beberapa cara. Pertama, mengurangi konsumsi lemak dan

daging yang dimasak terlalu lama. Kedua, mengkonsumsi asam-asam

lemak omega 3 yang bisa menjadi melindungi tubuh dari

pembentukan dan aktivitas dari produk-produk lemak yang berbahaya.

Konsentrat omega 3 yang tinggi bisa ditemukan pada ikan. Ketiga,

diet untuk mengurangi resiko kanker payudara. Secara teoritis, ada

tindakan-tindakan diet yang bisa menurunkan pembentukan radikal

bebas dan mengurangi resiko berkembangnya kanker payudara serta

tipe-tipe lainnya. Tindakan-tindakan tersebut adalah :

(a) Diet-diet yang kaya dengan sayur-sayuran dan buah-buahan.

(b) Diet-diet rendah lemak dan menghindari daging yang teralu lama

dimasak.

(c) Asupan yang memadai dari antioksidan, seperti vitamin E dan C.

(d) Latihan secara regular dan penurunan berat badan, juga

(38)

32

c. Olahraga

Olahraga secara regular bisa mengurangi resiko kanker

payudara. Perempuan yang berolahraga dengan teratur akan memiliki

resiko kanker yang lebih rendah dibandingkan perempuan yang tidak

melakukan olahraga.

d. Operasi untuk pencegahan

Salah satu teknik operasi untuk pencegahan adalah preventive

atau prophylactic mastectomy, yaitu pengangkatan satu atau kedua

payudara perempuan yang mempunyai resiko moderat sampai tinggi

terpapar kanker payudara. Teknik ini bisa mengurangi hingga 90

persen dari kemungkinan perempuan mengembangkan kanker

payudara.

Setelah menjalani mastectomy, sejumlah kecil dari jaringan

payudara bisa tertinggal di dinding dada, ketiak atau bahkan di dalam

perut.Oleh karena itu, prophylactic mastectomy tidak mungkin

sepenuhnya menegah perkembangan kanker payudara. Jadi, anda

perlu mempertimbangkan pencegahan dini dan melakukan diskusi

dengan dokter tentang berbagai resiko kanker, jenis perawatan yang

tersedia, komplikasi, serta implikasi yang berpotensi dari operasi

sebelum membuat suatu keputusan (Maharani,2009).

Ada beberapa cara pengobatan kanker payudara yang

penerapannya tergantung pada stadium klinik penyakit. Cara-cara

(39)

33

(a) Pembedahan, baik yang bersifat kuratif maupun paliatif untuk

membuang kanker yang ada.

(b) Radiasi, baik yang kuratif maupun paliatif untuk mengahancurkan

sel-sel kanker dengan penyinaran.

(c) Kemoterapi, yang merupakan pengobatan supportif untuk

membunuh sel kanker dengan pengobatan.

(d) Hormonal, yang merupakan pengobatan supportif dan tindakan

ablasi atau adaptif untuk merubah lingkungan hidup kanker

sehingga sel-sel itu sulit/ tidak dapat tumbuh.

(e) Immunoterapi sebagai tindakan menaikkan daya tahan tubuh.

(f) Simptomatik, termasuk cara perawatan / penanggulangan keluhan

dari penderita kanker payudara yang sudah lanjut.

(g) Pembedahan untuk membuang kanker payudara merupakan cara

tertua untuk mengobati penderita kanker payudara. Cara ini masih

sering dilakukan karena dikombinasikan dengan kemoterapi dan

radioterapi memberikan hasil yang cukup baik.

C. Mastektomi

1. Pengertian Mastektomi

Mastektomi adalah istilah kedokteran bagi operasi pengangkatan

satu ataupun kedua payudara, bisa sebagian ataupun seluruhnya.

Mastektomi biasa dikerjakan sebagai terapi bagi kanker payudara;

pada beberapa kasus, wanita dan beberapa pria mempercayai untuk

(40)

34

beresiko tinggi untuk terkena kanker payudara. Mastektomi juga

merupakan prosedur medis untuk mengangkat kanker payudara bagi

penderita pria (Sukardja , 1984).

2. Macam-macam Teknik Mastektomi

Ada bermacam-macam teknik operasi pengangkatan payudara

atau mastektomi (Sukardja , 1984). Teknik operasi tersebut dilakukan

dan dikaitkan dengan stadium kanker payudara yang diderita.

Macam-macam teknik operasi pengangkatan payudara itu :

(a) Mastektomi radical

Cara operasi pengangkatan payudara disertai otot pectoralis dan

kelenjar getah bening dan otot-otot dada dalam 1 unit.

(b) Mastektomi supra radical

Teknik ini sesungguhnya merupakan mastektomi radical ditambah

dengan pengangkatan kelenjar getah bening yang terletak dalam

rongga dada atau di atas tulang selangka.

(c) Mastektomi radical modifikasi

Operasi pengangkatan payudara serta kelenjar getah bening ketiak,

tetapi otot dada (pectoralis mayor dan minor) atau transeksi otot

pectoralis minor saja. Sedangkan otot pectoralis mayor tetap utuh.

(d) Mastektomi simple atau total

Pengangkatan payudara dan sedikit kelenjar getah bening yang

(41)

35

kecil atau dalam stadium dini dan dianggap belum ada penyebaran

ke kelenjar getah bening.

(e) Mastektomi partial atau lumpectomy

Operasi pegangkatan tumornya saja berikut sedikit jaringan normal

yang mengelilinginya sedangkan payudara masih ada.Otot

pectoralis masih utuh tetapi kelenjat getah bening ketiak ikut

diangkat.

3. Efek psikologis kanker payudara pasca mastektomi

Menunggu hasil diagnosis, apakah individu menderita kanker

atau tidak, merupakan masa stress bagi setiap perempuan. Cemas

tentang kemungkinan kanker payudara merupakan hal yang

menakutkan perempuan karena berbagai alasan kemudian timbul, sakit

fisik, kehilangan kesehatan, kehilangan cinta, kehilangan kontrol

terhadap hidup dan kematian dini. Apakah cepat periksa ke dokter atau

ditunda, kecemasan ini akan tetap dan sering berkembang.

Kemungkinan reaksi individu akan ada 2 tipe , individu tersebut

menolak atau menerima. Kemampuan cara mengatasi masa lalu dan

dukungan sosial saat itu merupakan kunci bagaimana seseorang

bereaksi terhadap peristiwa hidup. Biasanya beberapa perempuan

menolak gejala-gejala dan kemudian akan menunda periksa ke dokter.

Beberapa alasan antara lain: tidak sensitive tehadap perubahan

(42)

36

akan segera hilang, tidak merasa nyeri, takut bila kanker payudara dan

masalah finansial.

Menurut Bond (dalam Andini 2001) ketidakpastian mengenai

diagnose dan hasilnya merupakan tema utama dari penyesuaian

psikososial penderita yang baru diketahui menderita kanker. Individu

yang menderita kanker seringkali berpikir tentang kematian. Studi

Welch Mc. Cafrey (dalam Andini, 2001) tentang kanker melaporkan

bahwa kebanyakan responden berpikir tentang kanker setelah tahu

diagnosanya.

Untuk alasan apapun, kecemasan dan fantasi perempuan dapat

mencegahnya untuk diperiksa ke medis, perempuan ini kadangkala

lebih tegang, marah, lelah dan bingung. Stress ini akan terus dialami

sampai nasihat medis dan diagnose diketahui. Denial juga akan muncul

dalam problem psikologis bila individu benar-benar menderita kanker.

Meskipun individu telah menyiapkan diri tetang hasil diagnosis, tetapi

tetap saja membuat kecewa dan sedih. Penderita biasanya merespon

diagnose dengan kaget, takut, kaku, panic, atau tidak tahu apa yang

akan diperbuat. Reaksi-reaksi di atas adalah normal, hanya saja dapat

menganggu respon psikologis terhadap diagnose.

Respon lain yang biasanya muncul adalah sedih, bersalah, tidak

berdaya, malu dan kadangkala depresi. Masalahnya adalah apakah

individu tersebut akan hidup atau mati, apakah pengobatan akan

(43)

37

mengharapkan dirinya lagi atau mulai menarik diri. Ketakutan akan

kehilangan payudara merupakan suatu perasaan dimana telah

terampasnya kefeminiman perempuan dalam hal ini akan

menimbulkan trauma setiap penderita. Untuk beberapa perempuan,

teknik operasi seperti lumpectomy atau mastektomi parsial dapat

meyelamatkan payudara sehingga dapat mengurangi stress dari pada

operasi ekstensif (misalnya radikal).Pasien butuh merasakan bahwa

dirinya dapat berdiskusi dengan dokter tentang pembedahan, pilihan

pengobatan termasuk operasi rekonstruksi payudara serta

mengekspresikan perasaannya.

D. Post traumatic Growth Pada Penderita Kanker Payudara Pasca

Mastektomi

Ketika dokter mendiagnosis bahwa seseorang menderita penyakit

berbahaya (kronis) seperti kanker, ada tiga bentuk respon emosional yang

secara umum berpoensi muncul, yaitu penolakan, keceasan dan depresi

sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Taylor (dalam Hanson,1995).

Dalam keadaan tersebut sangat sulit bagi pasien kanker untuk dapat

menerima dirinya karena keadaan dan penanganan penyakit ini dapat

menimbulkan stress yang terus menerus, sehingga tidak hanya

mempengaruhi penyesuaian fisik atau juga penyesuaian psikologis

individu, Lehmann (dalam Hanson, 1995).

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh Utami & Hasanat

(44)

38

psikologis yang tidak menyenangkan ketika mengetahui bahwa mereka

menderita kanker, misalnya, merasa kaget, cemas, takut, bingung, panic,

sedih, gelisah atau merasa sendiri. Individu akan dibayangi oleh ketakutan

terhadap adanya perubahan dalam hidupnya dan dibayangi oleh kematian.

Kecemasan juga selalu timbul selama proses penyakit sedang berlangsung.

Menghadapi penderitaan fisik dan mental akibat penyakit yang

parah seperti kanker, umumnya penderita yang memiliki penerimaan diri

yang rendah dan penghargaan diri yang rendah merasa putus asa, bosan,

cemas, frustasi, tertekan dan takut kehilangan seseorang (Charmaz dalam

Hanson, 1995).Jika perasaan-perasaan rendah tersebut dirasakan penderita

dalam waktu yang cukup lama dapat menyebabkan depresi. Oleh sebab

itu, penderita kanker biasanya mengalami sakit dua kali lipat dari

kebanyakan penyakit yang lain. Mereka tidak menerima keadaan dirinya

sebagai orang yang sakit sehingga penderita kanker akan terus merasa

bahwa dia adalah orang yang paling tidak beruntung. Dengan menjadi

penderta kanker, aktivitas yang dapat dilakukannya sangat terbatas.

Penelitian yang dilakukan oleh Hadjam (dalam Hanson, 1995)

terhadap pasien kanker, menemukan bahwa pasien yang mengalami

kanker menunjukkan stress dan depress yan ditunjukkan dengan perasaan

sedih, putus asa, pesimis, merasa diri gagal, tidak pasti dalam hidup,

merasa lebih buruk dibndingkan dengan orang lain, penilaian rendah

(45)

39

Meskipun kenyataannya banyak penderita kanker melaporkan

adanya peningkatan stress dan sulit dalam penyesuaian diri, banyak orang

yang selamat, juga melaporkan hasil yang positif (Mahleda & Hartini,

2012). Para peneliti di luar negeri menggambarkan pengalaman atau

ekspresi dari perubahan kehidupan yang positif sebagai hasil dari

menghadapi krisis, seperti kanker, dengan istilah post traumatic growth.

Post traumatic growth terjadi karena individu memikirkan kembali arti

dan tujuan hidup merekadan mengkaji prioritas mereka.

Dalam penelitian Mahleda & Hartini (2012) jurnal penelitian yang

berjudul post traumatic pada pasien kanker payudara pasca mastektomi

usia dewasa madya. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa

pada awalnya pasien mengalami emosi negative setelah menjalani

mastektomi. Setelah melakukan perenungan dan pengungkapan diri,

mereka merubah pandangan hidupnya. Subyek bisa mengembangkan diri

menuju pertumbuhan psikologis, yaitu menjadi lebih baik dari

sebelumnya. Proses ini dipengaruhi juga oleh adanya dukungan sosial dan

keyakinan terhadap Tuhan.

Dalam penelitian lain dijelaskan bahwa, penderita kanker yang

mempunyai hubungan sosial yang baik akan mampu beradaptasi secara

lebih baik dengan penyakitnya. Selain itu dukungan sosial mempunyai

peran penting dalam memperbaiki status kesehatan seseorang, Kaplan &

(46)

40

Dalam penelitian kali ini peneliti akan membahas mengenai post

traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca mastektomi.

Sebagaimana yang telah diuraikan di atas bahwa dewasa ini setiap

kejadian traumatis tidak melulu menjadi beban yang terus-menerus harus

disesali bagi penderitanya. Akan tetapi bagi sebagian orang kejadian

traumatis tersebut yang dalam hal ini dialami oleh penderita kanker

payudara pasca mastektomi bisa mendatangkan perubahan positif

tersendiri bagi mereka. Diantaranya perubahan positif yang berpotensi

muncul pada mereka yang mengalami krisis tinggi seperti pra penderit

kanker payudara pasca mastektomiadalah, mereka lebih menghargai hidup

mereka, hubungan dengan orang lain semakin intensif, sadar akan

kemampuan atau kekuatan diri yang dimiliki, mencoba

kemungkinan-kemungkinan baru dalam hidup dan yang terakhir tingkat religiusitas

(47)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Hal ini dikarenakan penelitian ini menggunakan data kualitatif dan

dideskripsikan untuk menghasilkan gambaran yang mendalam dan terperinci

mengenai post traumatic growth pada penderita kanker payudara pasca

mastektomi. Dengan digunakan penelitian kualitatif, maka data yang di

dapatkan akan lebih lengkap, lebih mendalam dan bermakna sehingga tujuan

dari penelitian ini akan tercapai. Sedangkan untuk jenis penelitian yang

digunakan pada penelitian kali ini yaitu dengan menggunakan studi kasus,

menurut Poerwandari (2005) studi kasus, digunakan agar peneliti dapat

memperoleh pemahaman utuh dan terintegrasi mengenai interrelasi berbagai

fakta dan dimensi dari kasus tersebut tanpa bermaksud untuk menghasilkan

konsep-konsep atau teori-teori atau tanpa upaya menggeneralisasikan.

Berdasarkan keterangan yang telah dipaparkan diatas, alasan

penelitian ini menggunakan studi kasus sebab dengan metode studi kasus

akan memungkinkan peneliti untuk memahami subjek secara mendalam dan

memandang subjek sebagaimana subjek penelitian memahami dan mengenal

dunianya sendiri.

B. Lokasi Penelitian

(48)

42

dalam penelitian ini adalah kantor subjek yang berada di daerah Sidoarjo

untuk subjek Id, sedangkan untuk subjek Am penelitian didominasi di rumah

subjek yang terletak di daerah Sidoarjo pula.

C. Sumber Data

Untuk mengungkapkan sebuah kasus mengenai post traumatic growth

pada penderita kanker payudara pasca mastektomi diperlukan adanya subjek

yang dapat memberikan data serta mampu memberikan gambaran yang nyata

berkenaan dengan kasus tersebut. Adapun sumber data dari penelitian ini,

yaitu:

1. Id (nama samaran). Subjek Id adalah seorang ibu rumah tangga yang

juga bekerja di salah satu kantor dinas sosial yang berada di daerah Jawa

Timur. Subjek Id memiliki tiga orang anak. Subjek Id terdiagnosa kanker

payudara pada tahun 2012 tepatnya pada awal Maret dan melakukan

mastektomi di bulan April pada tahun yang sama.

2. Am (nama samaran). Subjek Am adalah seorang ibu rumah tangga yang

memiliki seorang putra yang berprofesi sebagai perawat. Am didiagnosa

kanker payudara ketika awal Oktober di tahun 2014 dan melakukan

operasi di awal November di tahun yang sama.

D. Cara Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini metode yang digunakan dalam pengumpulan data

(49)

43

1. Wawancara (interview)

Penelitian ini menggunakan metode wawancara mendalam. Dengan

melakukan wawancara mendalam peneliti dapat menggali saja apa yang

diketahui dan dialami subyek pada masa lampau ataupun masa sekarang,

serta hal-hal yang tersembunyi di dalam diri subyek. Dalam proses

wawancara peneliti dilengkapi dengan pedoman wawancara yang sangat

umum, pedoman wawancara ini digunakan untuk mengingatkan peneliti

menganai aspek-aspek yang harus dibahas sekaligus menjadi daftar

pengecek apakah aspek-aspek relevan tersebut telah dibahas atau

ditanyakan.

Tehnik wawancaraini digunakan untuk mendapatkan informasi

yang terkait dengan bagaimana post traumatic growth pada penderita

kanker puyudara pasca mastektomi, apa saja yang subjek alami dalam

proses post traumatic growth serta apa saja faktor yang mempengaruhi

terjadinya post traumatic growth.

Wawancara dilakukan dengan subyek penelitian, kemudian dengan

keluarga, atau pihak lain yang bisa memberikan keterangan secara benar

tentang diri subjek penelitian. Wawancara dengan subjek dimaksudkan

untuk memperdalam dan memperluas pemahaman atau memahami

maksud suatu perilaku yang dilakukan oleh subyek.Wawancara dengan

keluarga untuk mengungkap awal dan jalannya post traumatic growth

(50)

44

oleh peneliti dan sebagai bentuk triangulasi atas data-data yang diperoleh

berdasarkan wawancara dengan subjek.

2. Observasi

Alasan digunakannya metode observasi ini untuk menunjang data

hasil dari wawancara, melalui observasi ini diharapkan beberapa bentuk

ekspresi wajah, gerakan tubuh atau body language bisa teramati atau

terdeteksi sehingga mampu memberikan cek dan recek terhadap

informasi-informasi yang telah di sampaikan oleh subyek dalam

wawancara.

Dalam penelitian ini peneliti ingin mengatahui bagaimana

perubahan positif yang terjadi setelah subjek berjuang melawan krisis

yang dihadapi.adapun beberapa perubahan yang diamati diantarana:

hubungan dengan orang lain, hal itu akan peneliti lihat dengan

mengamati hubungan yang terjain antara subjek dengan lingkungan

sekitarnya, selain itu adanya perkembangan spiritual subjek, hal itu akan

peneliti lihat dengan keseharian subjek baik di rumah untuk subjek Am

dan di kantor untuk subjek Id.

3. Dokumentasi

Dokumentasi yang digunakan sebagai data dalam penelitian ini

adalah dokumentasi hasil pemeriksaan kesehatan subyek.

E. Prosedur analisis dan interpretasi data

Prosedur analisis dan interpretasi data pada penelitian ini

Gambar

Tabel 1
  Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Analisis kurikulum bertujuan untuk mengetahui apa yang diterapkan oleh pihak sekolah serta bagaimana implementasinya dikelas oleh guru mata pelajaran terutama guru mata

Pengetahuan ibu adalah tingkat pemahaman ibu tentang kebutuhan gizi dan kesehatan bagi balitanya serta pemilihan pengolahan makanan bagi balita (Muntofiah,

Jika host A megirim dua paket berurutan ke host B pada sebuah jaringan paket datagram, jaringan tidak dapat menjamin bahwa kedua paket tersebut akan dikirim bersamaan, kenyataannya

Pengaruh Independensi, Gaya Kepemimpinan, Komitmen Organisasi, dan Pemahaman Good Governance Terhadap Kinerja Auditor Pemerintah (Studi Empiris Pada Kantor BPKP

[r]

Materi Administrasi Kepegawaian Negara disiapkan oleh Lina Miftahul

Analisis ragam karakter kadar klorofil daun vegetatif tanaman juga dilakukan, berdasarkan hasil analisis ragam nilai F Hitung (1,50*) lebih besar dibanding F Tabel 5%

Pendahuluan Vagina spa merupakan perawatan daerah vagina melalui teknik penguapan dengan menggunakan ramuan tertentu, yang mempunyai manfaat merawat organ intim