MODEL POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANGANI TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI MELATI TRISULA SIDOARJO
Skripsi
Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah
Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar
Sarjana Sosial (S.sos)
Oleh:
Siti Masrichah
B03213027
PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL
ABSTRAK
Siti Masrichah (B03213027), Model Pola Asuh Orang Tua untuk Menangani Anak Temper Tantrum di Paud Inklusi Melati Trisula Sidoarjo
Penelitian ini dilakukan karena keingintahuan peneliti mengenai bertujuan model pola asuh orang tua ketika anaknya menagalami ganggun emosi yang bisa menyakiti dirinya yang biasa disebut dengan temper tantrum, penyebab, perilaku anak ketika dia mengalami temper tantrum. Hal ini dikemas dengan fokus permasalahan 1). Bagaimana model pola asuh orang tua dalam menangani temper tantrum pada anak autis dan 2). Bagaimana keterkaitan pola asuh orang tua dengan teori-teori yang ada.
Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan jenis kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan tentang model pola asuh orang tua untuk menangani temper tantrum pada anak autis dan mendeskripsikan tentang keterkaitan teori pola asuh dengan penelitian dilapangan dan hasil penelitiannya disajikan secara utuh, detai, dan mendalam.Objek penelitian ini adalah salah satu siswa di PAUD Melati Trisula Sidoarjo yang menderita temper tantrum. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan wawancara dan observasi.
Hasil Temuan dalam penelitian ini yaitu model pola asuh orang tua klien berbeda antara ayah dan ibu. Untuk ibu menerapkan model pola asuh demokratis dalam kesehariannya, akan tetapi ketika anaknya mengalami tantrum, orang tuanya memberikan pengasuhan yang tegas dalam artian tidak memberikan kekerasan hanya nada bicara yang tegas dan keras. Keterkaitan dengan teori yakni salah satu cara menangani tantrum yaitu dengan tegas agar anak bisa mengurangi tantrum tersebut. Untuk ayahnya kesehariannya dan ketika tantrum memberikan pola asuh yang permisif dimana ayahnya selalu memanjakan dan memberikan apa yang anaknya inginkan. Dalam pola asuh ini keterkaitan dengan teori bisa menghasilkan anak yang kurang percaya diri, mempunyai sikap yang manja dan susah untuk bersosialisasi dengan lingkungan.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
HALAMAN PERSETUJUAN...ii
PENGESAHAN ...iii
MOTTO ...iv
PERSEMBAHAN...v
PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI...vii
ABSTRAK...ix
KATA PENGANTAR ...x
DAFTAR ISI...xii
DAFTAR TABEL...xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...5
C. Tujuan penelitian ...5
D. Manfaat penelitan...5
E. Definisi Konsep ...6
F. Metode Penelitian ...10
1. Pendekatan dan jenis penelitian ...10
2. Subjek penelitian ...12
3. Tahap penelitian ...12
4. Jenis dan sumber data ...14
5. Tehnik pengumpulan data...15
6. Tehnik analisi data ...19
7. Tehnik keabsahan data ...21
G. Sistematika Pembahasan ...21
B. Jenis-jenis Pola Asuh ...24
C. Karakteristik anak dalam Pola Asuh ...29
D. Faktor-Faktor Pola Asuh ...31
E. Definisi Temper Tantrum ...34
F. Ciri-ciri Temper Tantrum ...35
G. Penyebab Temper Tantrum ...37
H. Cara Menangani ketika terjadi Tantrum ...39
I. Definisi Autis ...42
J. Penyebab Autisme ...43
K. Jenis-Jenis Autime ...44
L. Perilaku Autisme ...46
M. Cara Mengasuh Anak Autisme ...47
N. Definisi Family Terapi ...48
O. Tehnik-tehnik Family Terapi ...49
P. Kerangka Pikir ...49
Q. Penelitian Terdahulu ...50
BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ...53
1. Visi dan Misi Sekolah...56
2. Letak geografis...56
3. Data pendidik ...58
4. Data murid ...59
5. Sarana dan Prasarana ...60
B. Deskripsi hasil penelitian ... 1. Identitas Klien ...64
2. Identitas Orang Tua...64
3. Latar belakang klien...65
4. Latar Belakang Lingkungan...66
5. Kepribadian Klien ...66
BAB IV
A. Analisa Model Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanangani Anak
Temper Tantrum...76
B. Bentuk Perilaku Tantrum...77
1. Model pola asuh orang tua...79
C. Analisa keterkaitan teori Pola Asuh orang tua dalam Menangani Temper Tantrum pada Anak Autis di Paud Inklusi Melati Trisula Sidoarjo...83
BAB V
A. Kesimpulan...92
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai
orang tua, dalam usia anak 4-6 Tahun adalah masa dimana anak masih
menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga ia merasa bahwa
dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada. Maka dari itu
orang tua haruslah berhati-hati dalam memberikan contoh kepada anak
dari situlah anak akan menirukannya. Karena orang tua adalah
merupakan tempat pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar
dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga, umumnya
anak terlibat dalam hubungan interaksi. Segala sesuatu yang dibuat
keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun sebaliknya.
Anak autis sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan
khusus. Megalami hambatan pada ketrampilan interaksi dan
komunikasi. Keadaan ini diperburuk oleh adanya gangguan tingkah
laku yang menyertai setiap anak autisme, bahkan hambatan inilah yang
paling menganggu pada anak autisme dalam melakukan interaksi dan
komunikasi dengan lingkungannya.
Orang tua sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga merupakan
pembina kepribadian yang pertama kali dalam kehidupan anak,
kepribadian orang tua, sikap orang tua dan cara hidupnya merupakan
unsur pendidikan dan pembinaan pribadi yang secara tidak langsung
2
tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantaranya adalah
mengasuh anak. Dalam mengasuh anak orang tua dipengaruhi oleh
lingkungan dan budaya, dan berbagai macam sikap-sikap tertentu
dalam mengasuh membimbing serta mengarahkan anak. Sikap tersebut
tercermin dari pola pengasuhan yang berbeda-beda kepada anak.
Pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai aturan,
nilai, dan norma di masyarakat dalam mendidik , merawat dan
membesarkan anak. jadi, dalam artian pola asuh tersebut orang tua
harus membimbing, mengarahkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam
masyarakat.
Dalam usia 4-6 Tahun anak haruslah mulai untuk diarahkan ke
pendidikan seperti sekolah TK (Taman Kanak-Kanak) hal ini sebagai
bekal dasar untuk di usianya saat ini. Sebagaimana dalam
undang-undang tentang sistem pendidikan Nasional (UU No.20 tahun 2003)
tentang sisdiknas yakni pendidikan adalah usaha dasar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar
peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia,
serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan
negara.1
1Pustakamateri.web.id/undang-undang-tentang-sistem-pendidikan-nasional/diakses pada
3
Perkembangan dan pertumbuhan pada individu mencakup
beberapa aspek, salah satu aspek yang penting adalah
social-emosional.2, aspek ini merupakan aspek penting dalam perkembangan
karakter dan kepribadian untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Misalnya ekspresi emosi dalam kehidupan social yang wajar adalah
tempramen. Tempramen merupakan aspek social-emosional pada anak
yang mendasari perilaku ekspresi emosi maupun respon terhadap
stimulus baik itu secara internal maupun eksternal.
Perkembangan social-emosional pada anak usia tiga tahun pertama.
dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan informal, dalam hal ini yang
sangat berperan adalah keluarga yaitu lingkungan kehidupan pertama
dan langsung berhubungan dengan anak.
Pada salah satu kasus yang terjadi di sekolah PAUD Melati Trisula
sidoarjo terdapat anak kecil yang bernama Azam dia adalah salah satu
amak yang memiliki kelebihan khusus (autis) retradasi mental, ia
sering mengalami temper tantrum dimana salah satu perilaku yang
sangat membahayakan dirinya seperti menangis dan meluapkan emosi
yang meledak-ledak dengan membanting atau membuang barang yang
ada disekitarnya. Kebanyakan anak yang mengalami perilaku seperti
itu dikarenakan ada factor-faktor seperti dia menginginkan sesuatu
akan tetapi keinginanya tidak dipenuhi oleh orang tuannya atau mereka
melakukan hal seperti itu dikarenakan mereka ingin mendapatkan
2 Sujiono dan Yuliani Nuraini. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:PT
4
perhatian dari guru maupun orang tuannya. Akan tetapi orang tua
terkadang bingung apa yang harus dilakukan ketika melihat anaknya
melakukan hal tersebut. Terkadang juga orang tua membiarkan dan
menunggunya sampai anaknya terdiam menangis. Hal seperti ini
bukanlah yang baik untuk menghadapi anak yang sedang mengalami
temper tantrum. Temper tanrum adalah hal yang wajar di alami anak
karena dalam masa perkembangan dan pertumbuhan motorik mereka.
Akan tetapi terkadang orang tua tidak bisa memahami tentang perasaan
anak tersebut, semisal ketika anak tersebut menginginkan sesuatu tapi
orang tua tersebut tidak mengizinkan maka anak akan menagis dan
marah , pada saat itu juga orang tua lebih memarahi anak tersebut. Hal
ini sebenarnya sangatlah salah karena ketika anak tersebut menangis
dan dimarahi itu akan menyebakan emosi anak tidak bisa tersalurkan
dengan lepas. Jika hal tersebut terus menerus langsung maka yang
terjadi yakni tumpukan emosi anak yang tidak tersalurkan dan anak
tersebut emosinya semakin meledak dan tak terkendali, inilah yang
disebut dengan temper tantrum.
Atas dasar latar belakang tersebut diatas yang mendorong penulis
untuk melakukanpenelitian tentang “MODEL POLA ASUH ORANG
TUA DALAM MENANGANI TEMPER TANTRUM PADA ANAK
5
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadikan
permasalahan dalam penelitian ini adalah :
1. Bagaimana model pola asuh orang tua menghadapi anak autis yang
mengalami temper tantrum ?
2. Bagaimana keterkaitan pola asuh orang tua tersebut dengan
teori-teori pola asuh orang tua ?
C. Tujuan penelitian
1. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dalam
menghadapi anak yang mengalami temper tantrum.
2. Untuk mengetahui hasil keterkaitan pola asuh orang tua klien
dengan teori-teori pola asuh orang tua.
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik
secara teoritis maupun praktis :
1. Manfaat Teoritis
a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan
wawasan bagi peneliti selanjutnya pada program strata 1
Bimbingan Dan Konseling Islam Di Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel.
b. Bagi penulis dapat menambah khazanah keilmuan dan berfikir
6
deskripsi dan implementasi ilmu pengetahuan yang sedang
diperoleh selama ini.
2. Manfaat Praktis
a. Penelitian ini dapat digunakan masukan pada berbagai
orang tua untuk mengetahui pola asuh yang seperti apa
yang akan diberikan kepada anaknya ketika mengalami
temper tantrum.
b. Penelitian ini dapat digunakan oleh guru yang sedang
mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB)/ inklusi agar mereka
tau bagaimana cara mengatasi dan menghadapi murid yang
mengalami temper tantrum.
E. Definisi Konsep 1. Pola Asuh
a. Definisi
Menurut Hurlock (dikutip dalam Clarissa dan Darmalim,
2014), pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai
aturan, nilai, dan norma di masyarakat dalam mendidik , merawat
dan membesarkan anak.
Menurut Baumrind (dalam paplia, 2014). Pola asuh adalah
cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan
anak, memberi perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi
7
M. Shochib mengatakan bahwa pola pertemuan antara
orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik dengan
maksud orang tua bahwa orang tua mengarahkan anaknya sesuai
dengan tujuannya, yaitu membantu anak memiliki dan
mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Orang tua dengan
anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat mengungkap
pola asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin anak yang
tersirat dalam situasi dan kondisi yang bersangkutan.
b. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua
1) Pola Asuh Permisif, pola asuh permisif orang tua
hanya membuat sedikit perintah dan jarang
menggunakan kekerasan dan kuasa untuk mencapai
tujuan pengasuhan anak. (Bee & boyd, 2004). Orang
tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak tetapi
mereka menghindari segala bentuk tuntutan ataupun
kontrol kepada anak-anak. Pada bentuk pola asuh ini,
orang tua memberikan bimbingan terlalu sedikit,
ehingga anak menjadi binggung mengenai apa yang
seharusnya dilakukan, serta merasa cemas apakah ia
sudah melakukan suatu yang benar atau belum.
(Baumrind dalam papalia, 2004)
2) Pola Asuh Otoriter, menurut Gunarsa , pola asuh
8
aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa
memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat,
jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum.
Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat
hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan
aktifitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi
tidak percaya diri pada kemampuanya.3
3) Pola Asuh Demokratis. Hurlock mengemukakan
bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh
demokratis memiliki ciri-ciri adanya kesempatan anak
untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan
sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan
kepada perilaku salah, dan pujian diberikan kepada
perilaku yang benar.4
4) Pola Asuh Tipe Penelantar. Orang tua tipe ini ada
pada umumnya memberikan waktu dan biasanya yang
sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka
banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka
seperti bekerja.
3
Sinngih Gunarsa, Pengantar Psikologi Edisi Kesebelas, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia 2000). Hal 14
4
9
Akan tetapi kebanyakan orang tua yang mempunyai anak yang
mengalami temper tantrum, biasanya menerapkan pola asuh yang
demokratis. Dimana pola asuh ini tidak menekan dan tidak terlalu
membebaskan anak untuk di kehidupan sehari-harinya. Dan dalam pola
asuh ini anak akan diberi pengertian bahwa tidak semua kemauan anak
harus tercapai karena itu akan membuat anak tidak bisa menjadi mandiri
sampai dia dewasa nanti.
Seperti yang dijelaskan diatas, pola asuh yakni sebuah interaksi
antara orang tua dan anaknya untuk membimbing, melindungi untuk
memenuhi kebututhan anak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian
yang telah dilakukan terdapat dua pola asuh yang berbeda diterapkan oleh
orangtuanya, yakni permisif dan demokratis karena pola asuh yang
diberikan orangtua klien tersebut.
Yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah, interaksi yang
dilakukan oleh orangtua kepada anaknya untuk membimbing dan
melindungi anak tersebut. Sehingga perkembangan fisik dan psikisnya
menjadi lebih baik. Melihat dari pola asuh orangtua yang diterapkan pada
anaknya bisa menyebabkan dampak negatif dan positif, maka dari itu
peran orangtua dalam memberikan pola asuh sangatlah penting.
2. Temper Tantrum
Temper tantrum adalah suatu ekspresi seorang anak antara
10
tidak terpenuhi. Dan menurut Oetomo temper tanrum adalah salah
satu dari sekian banyak kelainan pada kebiasaan-kebiasaan anak,
yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan
menangis sekeras-kerasnya juga merupakan ekspresi
ketidaknyamanan emosi atau kelabilan emosi juga karena pengaruh
orang-orang lain dan pengalaman.5
Temper tantrum yang sering terjadi saat anak terlalu
antusias melakukan sesuatu sementara fisiknya belum mampu
melakukan hal itu dengan baik sehingga menyebabkan frustasi ,
atau anak ditekan oleh orang tuanya untuk menunjukkan sikap
yang tidak disukainya.
Pada umumnya temper tantrum tidak akan hilang seiring
umurnya bertambah walaupun tidak seperti yang biasa diluapkan
oleh anak melainkan bisa mengambil bentuk yang lebih halus,
namun cukup merisaukan orang tua. Namun jika orang tua dapat
mempelajari terlebih dahulu informasi yang terkait dengan anak
yang mengalami temper tantrum.
Tantrum adalah, suatu ledakan emosi yang dilakukan oleh
anak yang berusia 3-5 Tahun ke atas, dimana terkadang anak yang
mengalami tantrum ini penyebabnya adalah keinginan yang tidak
terpenuhi, dan terkadang ingin melakukan sesuatu akan tetapi
fisiknya belum mampu untuk melakukan hal tersebut.
5
11
Seperti yang terjadi pada klien ini sering mengalami
tantrum, dimana ketika dia menginginkan sesuatu akan tetapi
keinginannya tersebut tidak terpenuhi. Maka klien ini akan
berperilaku tantrum, dengan menangis disertai berteriak-teriak
sampai bisa melakukan perilaku yang bisa membahayakan dirinya
sendiri.
Yang dimaksud dengan temper tantrum yakni, dimana
perilaku yang dilakukan oleh anak balita yang meluapkan
emosimya ketika amak tersebut tidak mendapatkan apa yang dia
inginkan.
3. Autis
a. Definisi Autis
Autis adalah satu penyimpangan dalam perkembangan
sejak bayi, sehingga penderita mengalami kelambatan dalam
kemampuan. Perkembangan fisik dan psikis tidak mengikuti
perkembangan seperti yang dialami oleh anak yang normal.6
b. Ciri-ciri Autis
Ada beberapa ciri-ciri dan tanda anak autis, yakni:
1) Kelianan Pengindraan seperti, Sensitif terhadap cahaya,
pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari
mulai ringan sampai berat.
6 Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, Bandung: Alfabeta,
12
2) Tidak bisa memusatkan perhatian pada objek, karena itu
anak autis senantiasa tidak acuh.
3) mengamuk diluar sebab yang wajar; hiperaktif; wajah atau
raut muka tanpa ekspresi baik senang maupun susah,
kecewa,7
Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan objek yang mempunyai
kelebihan khusus (Autis), dimana klein ini mempunyai perkembangan
yang sangat lambat tidak seperti halnya anak normal mengalami
keterlambatan fisik maupun psikisnya, seperti yang dialami klien ini sudah
berusia 9 Tahun akan tetapi saat ini dia belum mampu umtuk berbicara,
dan belum mampu untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.
Yang dimaksud dengan autis adalah, dimana suatu keterlambatan
perkembangan anak pada psikis dan fisiknya, sehingga anak tersebut
berperilaku tidak seperti dengan anak lainnya. Autis disini ada beberapa
macam gangguan seperti, anak tersebut berperilaku sangat hiperaktif dan
terkadang ada juga yang sudah berusia hampir 9 Tahun masih belum
mampu atau sulit untuk berbicara.
7Faisal Yatim, Autis Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta; Pustaka Popular
13
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan jenis penelitian
a. Pendekatan penelitian
Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah
kualitatif deskriptif, karena pendekatan ini, permasalahan belum
jelas karena objek yang diteliti bersifat dinamis, penuh makna,
dan pola pikir induktif atau kualitatif dan terkadang hasil
penelitian lebih menekankan makna dari generelalisasi (proses
penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju
kesimpulan umum).8
b. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif , karena hanya
mengambarkan suatu gejala atau keadaan yang teliti secara apa
adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta
kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.9 Jadi melalui
penelitian deskriptif ini, agar peneliti dapat mendeskripsikan
tentang pola asuh orang tua terhadap anak yang mengalami
temper tanrum.
c. Jenis penelitian
Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena
tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya
8
Sugiyono, DR,metode penelitian bisnis,(Bandung, Alfabeta,2012) hal 1, 14, 428 9
14
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara
holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan
bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah.10
Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang segala
sesuatu yang berkaitan dengan Pola Asuh Orang Tua terhadap
Anak yang Mengalami Temper Tantrum di PAUD Inklusi
Trisula Sidoarjo
2. Subjek Penelitian
a. Subjek
Untuk dapat menentukan subjek penelitian agar dapat
mendapatkan informasi yang dibutuhkan, maka semua informasi
yang akan digali oleh peneliti adalah Orang tua anak yang
mengalami temper tantrum
b. Objek
Obyek adalah wilayah yang dijadikan atau sasaran peneliti
dalam mencari informasi penelitian ini obyek kajian penelitian
adalah bagaimana pola asuh orang tua trhadap anak yang
mengalami temper tantrum di PAUD Melati Trisula Sidoarjo
10
15
c. Lokasi Penelitian
Lokasi adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan.
Dalam hal ini peneliti akan mengambil lokasi di PAUD Melati
Trisula Sidoarjo
3. Tahap Penelitian
Dalam buku Lexy J moleong dijelaskan bahwa "pelaksanaan
penelitian ada empat tahap yaitu : tahap sebelum ke lapangan (pra
lapangan), tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap
penulisan laporan"11adapun tahap-tahap penelitian ini adalah :
a. Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan
fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan
alat peneliti, mencakup observasi lapangan dan
permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi
fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.
b. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan
bahan-bahan yang berkaitan dengan pola asuh orang tua
terhadap anak yang mengalami temper tantrum.
c. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang
diperoleh melalui observasi, dokumen wawancara
mendalam dengan guru dan orang tua murid. Kemudian
dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks
permaslahan yang diteliti. Selanjutnya melakukan
11
16
pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek
sumber data yang didapat dan metode perolehan data
sehingga benar-benar valid sebagai dasar dan bahan
untuk memberikan makna data yang merupakan proses
penentuan dalam memahami konteks penelitian yang
sedang diteliti.
d. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan
hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan
pengumpulan data sampai pemberian makna data yang
kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan
penelitian yang sempurna yang tentunya sudah disetuji
oleh dosen pembimbing.
4. Jenis dan sumber data
a. Jenis data
Data adalah pertanyaan atau keterangan bahan dasar yang
dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu
yang diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam
penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh,
berdasarkan sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu
jenis data primer dan sekunder:12
1) Primer
12
17
Sumber data yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data, atau data yang diperoleh
langsung dari sumbernya, diamati, dicatat, untuk
pertama kalinya.13 Data primer ini diperoleh dari
orang tua. Antara lain meliputi aktifitas anak dan
pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak
tersebut.
2) Sekunder
Data sekunder adalah data yang dipeoleh dari
sumber kedua atau berbagai sumber yang
mendukung peroleh data guna melengkapi data
primer.14 Data sekunder merupakan data yang tidak
langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya orang lain atau lewat dokumen.
b. Sumber data
Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini
antara lain :
1) Manusia sebagai informan yang akan memberikan
suatu jawaban terhadap apa yang ditanyakan oleh
peneliti.
2) Peristiwa yaitu, merupakan semua hal yang terjadi,
yang bisa mendorong terhadap penelitian ini.
13
Marzuki,metodologi Riset,(Yogyakarta, BPFE, 2002). Hal 55 14
18
3) Dokumen yaitu, semua hal yang berkaitan dengan
foto, audio dan video atau lainnya yang bisa
menjadi sebuah dokumen yang mendukung dalam
penelitian ini.
5. Tehnik Pengumpulan data
Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian
adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan
data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi
standar data yang ditetapkan.
Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai
setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari
setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural
setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah
dan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan
lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber
primer adalah sumber data yang yang langsung memberikan data
pada pengumpul data, dan sumber data skunder merupakan sumber
yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,
misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila
19
dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara), kuisioner
(angket). Dokumentasi dan gabungan keempatnya.15
Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah
sebagi berikut:
a) Observasi (pengamatan)
Observasi merupakan aktifitas seorang peneliti terhadap
suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan
kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena
berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui
sebelumnya, kalau mendapatkan informasi-informasi yang
dibutuhkan dalam melanjutkan penelitian. Observasi adalah
kemampuan seseorang untuk menggunakan hasil kerja
pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.16
Macam observasi meliputi, observasi partisipasif,
terus terang dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat
memahami konteks data dalam situasi sosial dll. Dalam
observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang
dikerjakan orang , mendengarkan apa yang mereka
lakukan dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka jika
diperlukan. Adapun data-data yang diambil dari metode
observasi adalah , sebagai berikut :
15
Sugiyono,memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung, Alfabeta, 2010)hal,62 16
20
a. Upaya apa yang dilakukan oleh orang tua dalam
mengatasi anak yang temper tantrum.
b. Pola asuh yang seperti apakah yang diberikan orang
tuanya kepada anak yang mengalami temper tantrum.
b) Interview (wawancara)
Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan
responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang
diteliti. Merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk
bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehungga
dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.
Menurut pendapat lain wawancara atau interview yaitu
proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi
orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan
dan sebaginya, yang dilakukan oleh kedua belah pihak
yaitu : interview.17 Wawancara yang digunakan yaitu
wawancara semi struktur yang berpacu pada pedoman
namun sifatnya masih terbuka.
Dalam metode ini penulis mengadakan wawancara
langsung dengan sumber data, yaitu Orang tua murid dan
Guru PAUD Melati Trisula Sidoarjo sebagai data sekunder
guna mendapatakan data yang berkaitan dengan pola asuh
orang tua terhadap temper tantrum.
17
21
Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau
wawancara adalah sebagi berikut :
1) Orang tua murid yang terkait dengan nama, usia
anak , pola asuh yang diberikan kepada anaknya.
2) Guru kegiatan apa saja yang dilakukan anak
tersebut ketika disekolah dan apa upaya guru
tersebut ketika menghadapi muridnya mengalami
temper tantrum.
6. Tehnik Analisis Data
Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan
mengurutkan data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar
sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja
seperti yang disarankan oleh data.18 Metode ini yang digunakan
adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode
analisis data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan
angka-angka. Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi
(gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.
Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada
dilapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah
didapat, lalu analisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat,
dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari hasil
18
22
wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil
observasi yang dilakukan.
Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan
fokus masalah. Terdapat tiga langkah utama dalam penelitian
ini, yaitu :
a. Reduksi data dimasukkan untuk menentukkan data ulang
sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.
Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan
abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan
pertanyaan-pertanyaan yang perlu. Data mengenai pola
asuh orang tua dalam megalami temper tantrum di PAUD
Inklusi Trisula Sidoarjo baik dari hasil penelitian lapangan
atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.
b. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai
dengan kebutuhan peneliti tentang pola asuh orang tua
terhadap anak yang mengalami temper tantrum. Artinya
data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih, sekiranya
data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan
penelitian.
c. Verifikasi atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang
makna. Data yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir
dari seluruh proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan
23
yang mempunyai anak yang mengalami temper tanrtum di
PAUD Melati Trisula Sidoarjo. Sehinga dapat dijawab
sesuai dengan kategori data dan permasalahannya, pada
bagian akhir ini akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang
mendalam secara komprehensif dari data hasil penelitian.
Jadi langkah akhir ini digunakan untuk membuat
kesimpulan.
7. Tehnik Keabsahan Data
Triangulasi Sumber
Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan dengan
triangulasi sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Data dari sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti
dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskripsikan,
dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan
mana yang spesifik dari kedua sumber data tersebut. Data yang
telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu
kesimpulan selanjutnya akan dimintakan kesepakatan (memberi
chek) dengan kedua sumber data tersebut.
G. Sistematika Pembahasan
Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan
skripsi ini maka penulis akan menyajikan pembahasan kedalam
24
Bab I pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang
penjelasan latar belakang masalah serta hubungan dengan
fenomena yang terjadi disekitar kita, bagian awal terdiri dari: judul
penelitian, pengesahan tim penguji, motto, persembahan, abstrak,
kata pengantar daftar isi, daftar tabel, latar belakang rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep,
metodologi penelitian, sistematika pembahasan.
Bab II Tinjauan pustaka. Dalam bab ini, membahas tentang
kajian teoritik yang dijelaskan dari beberapa referensi untuk
menelaah objek kaijan yang dikaji. Terdiri dari: pengertian pola
asuh, jenis-jenis pola asuh, Karakteristik anak dalam kaitannya
dengan pola asuh orang tua, faktor-faktor pola asuh, definisi
temper tantrum, ciri-ciri anak temper tantrum, penyebab temper
tantrum, cara menangani anak tantrum, definisi anak auti,
gejala-gejala anak autis, faktor penyebab anak autis.
Bab III penyajian Data. Yang membahas tentang deskripsi
umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi
objek penelitian membahas tentang bagaimana model pola asuh
orang tua dalam menangani tantrum pada anak autis.
Bab IV Analisis Data. Pada bab ini memaparkan tentang
analisa : analisis data tentang model pola asuh orang tua dalam
25
Bab V penutup. Merupakan bab terakhir dari skripsi yang
meliputi kesimpulan yang isinya lebih bersifat konseptual dan
harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan
penelitian. Kemudia saran, yang berupa rekomendasi hasil
penelitian yang telah dilakukan untuk penelitian lanjutan yang
terkait dengan hasil penelitian. Serta bagian akhir yaitu berisi
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A. Kajian Kepustakaan 1. Pola Asuh
a. Definisi Pola Asuh
Pola asuh merupakan sebuah interaksi antara anak dan orang tua
selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Banyak faktor dalam
keluarga Yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak.
salah satu dalam keluarga yang mempunyai peran penting dalam
pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. pola asuh
juga merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak. sikap
orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah
maupun hukuman, cara orang tua mewujudkan otritasnya dan cara
orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.
Ingersol mendefinisikan pola asuh orang tua sebagai pola umum
interaksi antara orang tua dengan anak dan remaja yang sangat
berpengaruh pada perkembangan sosial dan biologis.1
Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan
perlakuan terhadap anak.2 sedangkan Yulia singgih D Gunarso
mengemukakan bahwa pola asuh tidak lain merupakan metode atau
cara
1
Ali M & asrori M,perkembangan peserta didik.(Jakarta:Pt Bumi Aksara, 2004). Hal 192 2
25
yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi
bagimana pendidik memperlakukan anak didiknya.3
Menurut wahyuni sikap orang tua dalam mengasuh anak dan
mendidik dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor seperti masa lalu
orang tua, nilai-nilai yang dianut oleh orang tua ataupun sikap mereka
yang berhubungan erat dengan pola asuh orang tua.4
2. jenis-jenis pola asuh orang tua
Pola asuh adalah sikap atau cara orang tua mendidik dan
mempengaruhi anak dalam mencapai suatu tujuan yang diajukan oleh
sikap perubahan tingkah laku pada anak, cara pendidikan dalam keluarga
yang berjalan dengan baik akan menumbuhkan perkembangnan
kepribadian anak menjadi pribadi yang kuat dan memiliki sikap positif
jasmani dan rohani serta intelektual yang brkembang secara optimal.
Dengan kata lain bahwa anak-anak itu merupakan tanggung jawab
orang tua, karena itu ayah dan ibu memberikan bekal den memberikan
perhatian yang cukup kepada anaknya itu sejak dari masa mengandung
hingga sampai kepadamasa dapat dilepaskan terjun dalam gelombang
masyarakat.5
Cara mendidik anak menurut syamsu Yusuf LN. Terdapat tiga pola
asuh (gaya perlakuan) orang tua yakni:
3
Gunarsa, S.D, Yulia. Azaspsikologi Keluarga Idaman,(Jakarta: BPR Gunung Mulia: 2000). Hal 44
4
Gunarsa, S.D,Psikologi Untuk Keluarga,(Jakarta: PT BPR Gunung Mulia, 1976). Hal 144 5
26
a. Authotarian : (sikap “aceptance”, suka menghukum, memaksa, dan
bersikap menolak).
b. Authoritative : (sikap “acsikap “aceptance” dan contohnya tinggi,
responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong serta memberikan
penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk)
c. Permisive : (sikap “aceptance”nya tinggi, kontrolnya rendah memberi
kebebasan anak untuk menyatakan dorongan atau keinginanya).6
1) Authoritarian/ otoriter
Pola asuh ini adalah cara orang tua mengasuh anak dengan
menetapkan standart perilaku bagi anak, tetapi kurang responsif pada hak
dan keinginan anak. Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan, serta
mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standart tingkah laku yang
ditetapkan orang tua.
Dalam pola pengasuhan ini orang tua berlaku snagat ketat dan
mengontrol anak tapi kurang memiliki kedekatan komunikasi berpusat
pada orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses
memberi-menerima dengan anaknya. Mereka mengekang dan memaksa anak untuk
bertindak seperti yang mereka inginkan. Selain itu, mereka juga selalu
menekankan bahwa pendapat orang dewasa paling benar dan anak harus
menerima dengan tidak mempertanyakan kebenaran ataupun memberi
komentar.
6
27
Pola asuh ini lebih mnekankan pada kebutuhan orang tua.
Sedangkan ekspresi diri dan kemandirian anak ditekan atau dihalangi.
Orang tua yang menekankan konformitas dan ketaatan mutlak. orang tua
juga sering menggunakan hukuman sebagai cara membentuk kepatuhan
anak.
Anak yang dibesarkan dari pola pengasuhan seperti ini biasanya
memiliki kecenderungan emosi tidak stabil, murung, takut, sedih, dan
tidak spontan. Selain itu anak yang dibesarkan dalam keluarga ini akan
lebih pasif, tidak mandiri, kurang terampil, bersosialisasi, penuh dengan
konflik, kurang percaya diri, dan kurang memiliki rasa ingin tahu. Jika
anak frustasi, maka ia cenderung bereaksi memusuhi teman sebayanya.
Anak laki-laki yang pola pengasuhannya otoriter, akan menjadi
anak yang mudah marah dan bersikap menentang, sedangkan pada anak
perempuan akan menjadi sangat tergantung dan kurang dalam
bereksplorasi, serta menghindari tugas-tugas menentang
2) Pola asuh permisif
Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh anak yang cuek terhadap
anak. jadi apapun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti
melakukan kegiatan maksiat, pergaulan bebas, matrialistis dan sebgainya.
Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini
diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan,
kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan
28
harta tetapi mereka kurang mendapatkan perhatian dan asih sayang dari
orang tuanya.
Anak yang diasuh dalam metode ini nantinya bisa berkembang
menjadi anak yang kurang perhatian merasa tidak berarti, rendah diri,
nakal memilki kemampuan sosialisasi yang buruk, kurang menghargai
orang lain, dan sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.
Dengan demikian ciri-ciri pola asuh permisif ini adalah :
a) Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif
cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak
tanpa memberikan kontrol sma sekali.
b) Anak dituntut atau sedikit sekali untuk dituntut suatu
tanggung jawab.
c) Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan
anak apabila anak sedang dalam bahaya, darn sangat
sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.
3. Pola asuh demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua pada anak yang
memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi
berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan
pengawasan yang baik dari orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang
cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua pada anaknya.
29
a) Bahwa anak-anak diberikan kesempatan untuk mandiri dan
mengembangkan kontrol internalnya.
b) Anak diakui keberadaanya.
c) Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.
Dengan demikian anak yang diasuh dengan tehnik ini akan hidup ceria,
menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai
dan menghormati orang tua, tidak mudah stress dan depresi, berprestasi baik,
disukai lingkungan dan masyarakat lainnya.7
3. Karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua
a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,
mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan
koperatif terhadap orang-orang lain.
b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,
pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar
norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.
c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang
implusive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang
sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.8
7Yusuf LN. S,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,
2004)hal. 51-52 8Maunur,
“pola asuh”, artikel bertopik sosial,
30
Menurut Elizabeth B Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang
khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:
1. Melindungi secara berlebihan, perlindungan orang tua yang
berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak berlebihan.
2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan
anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.
3. Memanjakan permisivitas yang berlebihan membuat anak egois dan
selalu menuntut.
4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan
kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak
dan sikap bermusuhan yang terbuka.
5. Penerima. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan
kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan
perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.
6. Favoritisme. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai
semua anak dengan sama rata. Kebanyakan orang tua mempunyai
favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dna mencintai anak
favoritnya dari anak lain dalam keluarganya.9
4. Faktor-faktor pola asuh
Menurut Hurlock, berpendapat bahwa beberapa faktor yang
memepengaruhi pola asuh orang tua, yaitu:
a. Tingkat sosial ekonomi
9
31
Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih
bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi
yang rendah.
b. Tingkat pendidikan
Latar belakang pendidikan orang tua yag lebih tinggu dalam
praktek asuhanya terlihat lebih sering membaca artikel ataupun
mengikuti perkembangan pengetahuan tmengenai perkembangan anak.
dalam mengasuh anaknya mereka menjadi lebih siap karena memiliki
pemahaan yang sangat luas, sedangkan orang tua yang memiliki latar
belakang pendidikan yang terbatas, memiliki pengetahuna dan
pemahaman yang terbatas menegenai pertumbuhan dan perkembangan
anak sehingga kurang menunjukkan pengertian dan cenderung akan
memeperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.
c. Kepribadian
Kepribadian orang tua dapat mempengaruhi penggunaan pola asuh.
Orang tua yang konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya
dengan ketat dan otoriter.
d. Jumlah anak
Orang tua yang hanya memiliki anak hanya 2-3 cenderung lebih
intensif dalam pengasuhannya. Dimana interaksi antara orang tua dan
anak lebih menekankan pada perkembangan pribadi dan kerja sama antra
anggita keluarga lebih diperhatikan. Sedangkan orang tua yang memiliki
32
untuk mengadakan kontrol secara intensif antara orang tua dan anak,
karena secara otomatis berkurang perhatiannya pada setiap anak.10
Sedangkan faktor-faktor pola asuh menurut shochib, secara khusus
perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
sebagai berikut :
1) Pengalaman masa lalu
Perlakuan orang tua terhadap anaknya mencerminkan perlkuan
yang diterima ketika masa kecil. Jika anak mendapatkan perilakuan
yang keras dan kejam. Maka nak tersebut akan menjadi orang yang
keras dan kejam. Begitupun juga sebaliknya.
2) Kepribadian orang tua
Kepribadian orang tua dapat mempengaruhi cara mengasuhnya.
Orang tua berkepribadian tertutup, maka anak cendrung
mendapatkan pengasuhan yang ketat dan otoriter.
3) Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua
Ada sebagian orang tua yang menganut faham aqualitarian yaitu
kedudukan anak sama dengan kedudukan orang tua, ini dinegara
barat, sedangkan dinegeri timur nampaknya orang tua masih
cenderung menghargai keputusan anak. generasi tua hidup di
dalam kerangka kebijkan prakmatis dan berdasrkan pengalaman
dimasa lalu, generasi remaja bertindak-tanduk selaras dengan
10
33
idealisme yang romantis namun dinamis, keduanya dipertemukan
dalam realitas yang sama, yaitu kebutuhan hidup untuk
berdampingan, bukan sebagai orang asing bertentangan, akan
tetapi sebagai pribadi-pribadi saling mengindahkan,
memperdulikan, dan memperhatikan. Dari generasi ke generasi
berikutnya jelas ada perubahan dalam hubungan antara orang tua
dan anak. seseorang yang telah menjadi bapak ibu dari anaknya,
menyadari bahwa pola hubungan dia dan anaknya berbeda pola
yang dia miliki dalam hubungan dengan orangtuanya.11
2. Temper tantrum
a. Definisi Temper Tantrum
Temper tantrum adalah ledakan emosi yang kuat yang terjadi
ketika anak balita merasa lepas kendali. Tantrum adalah demonstrasi
praktis dari apa yang dirasakan oleh anak dalam dirinya. Ketika
orang-orang membicarakan tantrum, biasanya hanya mengenai satu hal
spesifik, yaitu kemarahan yang dilakukan oleh anak kecil. Hampir
semua tantrum terjadi ketika anak sedang bersama orang yang paling
dicintainya. Tingkah laku ini biasanya mencapai titik terburuk pada
usia 18 bulan hingga tiga tahun, dan kadang masih ditemui pada anak
usia lima atau enam tahun, namun hal tersebut sangat tidak biasa dan
secara bertahap akan menghilang.12 Lingkungan anak akan
11
Shochib,Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Displin Diri(Jakarta: PT Rienika Cipta, 2007), hal 165
12
34
mempengaruhi intensitas dan frekuensi tantrum. Pada anak usia 2-3
tahun, tantrum terjadi karena anak usia tersebut biasanya sudah mulai
mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya,
tetapi kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas.
Temper tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik
anak, selain itu anak tudak akan bisa mengendalikan emosinya atau
anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif. Hal ini akan
mengakibatkan anak tidak bisa menghadapi lingkungan luar, tidak bisa
beradaptasi, mengatasi masalah, tidak bisa mengambil keputusan dan
anak tidak akan tumbuh dewasa dengan melewati tantrum, karena pada
fase ini bisa menjadikan anaka menjadi tumbuh dewasa.13 Temper
tantrum seringkali terjadi pada anak-anak yang terlalu sering diberi
hati, sering dicemaskan oleh orang tuanya, serta sering muncul pula
pada anak-anak dengan orang tua yang bersikap terlalu melindungi.14
Menurut buku temper tantrumin young childern, Psikolog Michael
Pategal, mengidentifikasikan dua jenis tantrum berbeda jenis landasan
emosional dan tingkah laku berbeda. Tanrum amarah (anger tantrum)
adalah jenis dengan cara menghentakan kaki, menendang, memukul
dan berteriak. Sedangkan (disterss tantrum), dengan ciri-ciri
menanggis, membantingkan badan ke lantai dan berlari menjauh. Anak
yang sangat masih kecil mengungkapkan kesedihan atau kehilangan
dengan tantrum.
13
Agoes Dariyo,Psikologi Perkembangan Remaja. (Bogor: Ghalia Indonesia,2004). 14
35
b. Ciri-ciri anak yang mengalami temper tantrum
Secara umum ada beberapa ciri mengenali bahwa anak
sedang menunjukkan perilaku tantrum ciri untuk mengenalinya
adalah sebagai berikut:
1) Anak tampakmerengutatau mudah marah
2) Perhatian, pelukan, atau dekapan khusus lainnya tampak tidak
memperbaiki suasana hatinya.
3) Dia mencoba melakukan sesuatu di luar kebiasaannya atau
meminta sesuatu yang dia yakini tidak akan diperolehnya.
4) Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan
tidak mau menerima jawaban “tidak”.
5) Dia melanjutkan dengan menangis, menjerit, menedang,
memukul, atau menahan nafas.15
Menurut zaviere menjelaskan ciri-ciri tantrum berdasarkan usia
dikelompokkan sebagai berikut :
a) Di bawah 3 tahun, anak dengan usia di bawah 3 tahun ini
bentuk tantrumnya adalah menangis, menggigit, memukul,
menendang, menjerit, memekik-mekik, melengkungkan
punggung, melempar badan ke lantai,memukul-mukulkan
tangan, menahan napas, membenturbenturkan kepala dan
melempar-lempar barang.
15
36
b) Usia 3-4 tahun, anak dengan rentang usia antara 3 tahun
sampai dengan 4 tahun bentuk tantrumnya meliputi
perilaku pada anak usia di bawah 3 tahun ditambah
dengan menghentak-hentakkan kaki, berteriakteriak,
meninju, membanting pintu, mengkritik dan merengek.
c) Usia 5 tahun ke atas bentuk tantrum pada anak usia 5
tahun ke atas semakin meluas yang meliputi perilaku
pertama dan kedua ditambah dengan memaki,
menyumpah, memukul, mengkritik diri sendiri,
memecahkan barang dengan sengaja dan mengancam.16
c. Penyebab temper tantrum
Menurut Penny Hames hal-hal yang membuat anak frustasi
sehingga dapat menyebabkan perilaku tantrum atau amarah dan
terutama sering terjadi pada masa anak-anak balita adalah:
1) Tidak mendapatkan yang dia inginkan,
2) Tidak mampu melakukan sendiri,
3) Menginginkan kita melakukan sesuatu yang tidak dapat
atau tidak ingin kita lakukan,
4) Tidak mengetahui yang dia inginkan,
5) Tidak mampu menjelaskan apa yang dia inginkan,
6) kebosanan,
7) kelelahan,
16
37
8) lapar, dan
9) sakit.
Maka dapat disimpulkan faktor penyebab anak mengalamitantrum
antara lain: (1) faktor fisiologis, yaitu lelah, lapar atau sakit; (2) faktor
psikologis, antara lain anak mengalami kegagalan, dan orangtua yang
terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua; (3) faktor orangtua, yakni
pola asuh; (4) faktor lingkungan, yaitu lingkungan keluarga dan
lingkungan luar rumah.17
Pola asuh orang tua juga menibulkan penyebab anak menjadi
tantrum, yakni jika orang tua terlalu memanjakan anaknya yang selalu
keinginannya harus terpenuhi, maka suatu saat dia menginginkan sesuatu
dan orang tuanya tidak bisa memenuhinya. Dia akan merasa marah dan
menangis sehingga bisa membahayakan dirinya sendiri. Dan pola asuh
yang tidak konsisten yanng diterapkan pada anaknya, seperti kapan orang
tua melarang, mengizinkan anak untuk berbuat sesuatu. Dan selalu
mengancam akan menghukum meskipun tidak diberikan hukuman. Anak
akan dibingungkan oleh orang tua dan menjadi Tantrum ketika orangtua
benar -benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu
sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak
bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan
dari kedua orangtua.
d. Cara Menangani ketika terjadi Tantrum
17
38
Biasanya, tantrum terjadi ketika suatu keinginan anak tidak bisa
tercapai. Dalam hal ini, anda perlu memahami bahwa ia sangat sulit
mengedalikan ataupun mengntrol emosi saat keinginannya tidak terpenuhi.
Selain itu, tantrum juga bisa terjadi lantaran ia tidak mampu
mengefektifitaskan komunikasinya kepada orang lain, sehingga orng lain
tidak dapat memahami keinginanya. Menurut Setiawani beberapa
penyebab tantrum adalah18:
1) Masalah keluarga.
2) Anak yang dimanja akan membuat anak dapat memanfaatkan
orang tuanya.
3) Anak yang kurang tidur, kelelahan, memiliki tubuh dan keadaan
fisik yang lemah akan membuatnya cepat marah.
4) Masalah kesehatan, ketika anak mengalami kurang enak badan, ada
masalah kesehatan atau tubuh cacat.
5) Masalah makanan, beberapa makanan dapat membuat anak peka
atau alergi yang membuat anak menjadi kehilangan kekuatan untuk
mengendalikan diri.
6) Kekecewaan, saat anak menyadari keterbatasan kemampuan
dirinya dalam menyatakan keinginannya dan tidak dapat
melakukan sesuatu hal, membuat anak mudah marah.
7) Meniru orang dewasa, ketika melihat ada orang dewasa yang tidak
dapat menyelesaikan atau menghadapi kesulitan, lalu
marah-18
39
marah, ditambah di rumah orang tua dan di sekolah guru juga
mudah marah, akan membuat anak meniru mereka menjadi anak
yang mudah marah.
Hampir setiap anak mengalami tantrum dan pada umumnya hal ini terjadi
pada hampir seluruh periode awal masa kanak-kanak tantrum sering terjadi karena
anak merasa frustasi dengan keadaannya, 19sedangkan ia tidak mampu
mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya.
Kondisi tantrum juga bisa dikarenakan anak ingin sesuatu ataupun mengerjakan
sesuatu, tetapi tidak diperbolehkan, bosan ataupun frustasi, takut, serta sengaja
menunjukkan tantrumnya lantaran ingin memperboleh respons dari lingkungan
sekitarnya. Berikut beberapa cara untuk menangani anak yang mengalami temper
tantrum:
a) Temukan penyebab tantrum
Untuk menangani anak autis yang terbiasa tantrum, orag tua
maupun guru terus memahami karakteristiknya. Harus memastikan
penyebab dari tantrum. Dengan demikian bisa memahami
keinginanya dan menemukan solusinya. Itupun dapat dijadikan
sebagai pengalaman saat anak autis menunjuukan tantrum dilain
waktu.
b) Jalinlah komunikasi yang baik
Anak autis mengalami kesulitan dalam komunikasi verbal.
Oleh karena itu, orang tua maupun guru harus mencoba menjalin
40
komunikasi visual dengannya. Misalnya, mengajarkan kepadanya
bahwa memukul itu tidak boleh. Maka gambarkan orang yang
sedang memukul, lalu tuliskan kalimat “memukul tidak boleh”.
c) Berikan solusi konkret ketika tantrum
Saat anak autis menunjukkan perilaku tantrum, berikan
waktu istirahat kepadanya untuk menenangkan diri. Mintalah
kepadanya agar menarik nafas dalam-dalam. Lalu lepaskan secara
perlahan hingga ia merasa tenang. Terkait itu, anak tidak boleh
menggunakan waktu istirahat sebagai hukuman. Sebab ini bisa
menjadikan kemarahannya bertambah.
Namun, orang tua perlu memahami bahwa ketika anak
tantrm, misalnya karena ia menginginkan sesuatu, sebalilknya anda
tidak mengabulkan keinginanya. Hendaknya anda mengalihkan
perhatiannya supaya ia tidak fokus pada keinginanya.
d) Kenalilah lingkungan dengan baik
Ketika anak autis menunjukkan perilaku tantrum, bisa jadi
itu dikarenakan ia tidak nyaman dengan kondisi lingkungan. Maka
dari itu orang tua maupun guru harus memperhatikan perubahan
lingkungan anak. misalnya, saat berada dirumah, ia merasa nyaman
dan tenang. Namun, saat berada di mall tiba-tiba ia tantrum,
mungkin saja ia tidak suka dengan keramaian.
Jika orang tua mengetahui bahwa anak tidak suka dengan
41
mengajaknya ke mal pada waktu tidak banyak pengunjung.
Hindarilah pula berkunjung ke tempat hiburan pada saat akhir
pekan. Sebab pada hari itu tempat hiburan ramai dikunjungi.
e) Betikan penghargaan saat tidak tanrum
Dalam kondisi tertentu, meskipun anak merasa tidak
nyaman dengan lingkungan sekitarnya, ia bisa saja tidak
berperilaku tantrum. Saat-saat seperti inilah, berikan penghargaan
padanya, berupa pujian. Dengan demikian, ia akan termotivasi
untuk tidak tantrum, walaupun kondisi kurang nyaman.
3. Anak Autis
a. Definisi
Autisme atau ADS (autistc spectrum disorder) merupakan
gangguan perkembangan fungsi otak yang sangat kompleks segaligus
bervariasi, yang mengakibatkan otak tidak mampu berfungsi sebagaimana
mestinya. Autisme bukanlah penyakit kejiwaan. Dan perlu diketahui
bahwa penyandang autis anak laki-laki ternyata empat kali lebih banyak
ketimbang penyandang autis anak perempuan.20
Setiap anak autis mempunyai ciri-ciri yang berbeda satu sama lain.
Sebagai anak autis dengan kondisi berat menunjukkan ciri-ciri yang
menyolok. Sedangkan, sebagai lainnya hanya menampakkan beberapa ciri
yang tidak terlalu terlihat.21
20
Bandi Delphie,pendidikan Anak Autistik(yogyakarta:kompetensi Trapan Sinergi Pustaka, 2009), hal 18
21
42
Beberapa karakteristik yang menonjol pada anak autis ialah
mengalami kesulitan dalam membina hubungan sosial, sulit
berkomunikasi secra normal, sulit memahami emosi dan perasaan orang
lain, menunjukkan perilaku repetitif, mengalami gangguan perilaku agresif
dan hiperaktifitas sekaligus hangguan sensoris. Serta mengalami
perkembangan yang terlambat, tidak normal, ataupun tidak seimbang.22
b. Penyebab Autisme
Sebenarnya sampai saat ini belum diketahui penyebab autisme
secara pasti. Namun, ada fua faktor yang diyakini sebagai autisme,
yakni faktor genetik dan lingkungan.
1) Faktor genetik
Faktor genetik dipercaya mempunyai peran besar bagi
munculnya autisme, meskipun tidak diyakini
sepenuhnya bahwa autisme hanya disebabkan oleh gen
dari keluarga.
2) Faktor lingkungan
Ada pula dugaan bahwa autisme dikarenakan vaksin
MMR yang rutin dibetikan kepada anak-anak, yang
menjadikan gejala-gejala autisme mulai tampak.
Kekhawatiran tersebut dikarenakan zat kimia
(thimerosal)yang digunakan untuk mengawetkan vaksin
22
43
ini mengandung merkuri. Itulah yang selama ini
menyebabkan autisme.
c. Jenis-jenis Autisme
Beikut empat jenis autisme menurutautism Society of America,
yakni :23
1) Autistic disorder
Autistic Disorder disebutpula tru autism atau childhood
autism lantaran kebanyakan dialami oleh anak pada tiga
tahun awal usianya. Dalam sebagian kasus anak yang
mengalami autistic disorder tidak mampu berbicara,
melainkan bergantung pada komunikasi nonverbal.
Inilah yang menyebabkan anak menjauhkan diri secara
ekstrem dari lingkungan sosilanya, bahkan bersikap
acuh tak acuh. Ia tidak menampakkan keinginannya
untuk menjalin komunikasi dengan orang lain ataupun
kasih sayang dengan ornag lain.
2) Sindrom asperger
Sindrom asperger dicrikan oleh defisiansi interaksi
sosial den sulit menerima perubahan terkait rutinitas
sehari-hari. Kemampuan bahasa pada anak yang
mengalami sindrom ini tidak terlalu terganggu
ketimbang anak dengan gangguan lainnya.
23
44
Anak yang menderita sindrom ini kurang sensitif
terhadap rasa sakit. Ia juga tidak snaggup mengatasi
paparan sinar lampu yang tiba-tiba mengenainya
ataupun suara yang keras. Meskipun demikian, rata-rata
denga begitu, secara akadmik, ia dikategorikan mampu
dna tidak bermaslaha dengan hal ini.
3) Pervaisive Develompental Disorder
Pada umumnya, anak autis yang mengalami didiagnosis
pada 5 tahun pertama usia anak. autisme jenis ini
meliputi beragam gangguan yang tidak spesifik
terhadap satu gangguan. Tingkat keparahanyapun
bervariasi ada yang ringan, dsn aada pula yang berat
samapai ketidakmampuan yang ekstrem. Anak yang
mengalami gangguan ini, ketrampilan verbal dan
nonverbalnya terbatas.
4) Retradasi mental
Pada tahun 2002, American Association of Mental
Retradation mengeluarkan definisi retradasi mental
adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan fungsi
intelektual dibawah rata-rata dan rendahnya
kemampuan untuk menyesuaikan diri(berperilaku
adaptif).
45
Perilaku autisme yang berlebihan bisa berupa mengamuk
atau munculnya ledakan kemarahan (tantrum). Perilaku seperti
itu dapat menggangu orang lain yag berada dirumah maupun
ditempat umum. Sebab frekuensi dan intensitasnya memang
berlebihan.
Perilaku mengamuk tersebut bisa saja dikarenakan hal-hal
sepele. Pada dasarnya ada beberapa perlaku autisme
berlebihan, sebagai berikut:
1) Tantrum, sebagai contoh anak menangis sembari
menjerit dan memukul ataupun mengigit.
2) Perilaku self abuse (melukai diri sendiri). Seperti
contoh, memukul, menggigit, menendang serta
mencakar dirinya sendiri.
3) Agresif. Misalnya, memukul menendang orang
berulang kali.
4) Perilaku sosial yang tidak tepat. Sehingga anak tersebut
seringkali menganggap orang lain sebagai benda.
Sedangkan perilaku autisme yang berkekurangan bisa
berupa gangguan bicara. Dalam hal ini, anak autis yang
berbica nonverbal, sedikit mengeluarkan suara sedikit
bersuara.
46
Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang
amat kompleks, dengan munculnya gejala sebelum anak
berusia 3 Tahun. Penyebab ialah gangguan Neurobiologis yang
mempengaruhi fungsi otak, sehingga anak tidak bisa
berinteraksi sekaligus berkomunikasi dengan lingkungan secara
efektif.
Sebagian anak autis berperilaku agresif, hiperaktif, bahkan
menyakiti dirinya sendiri. Namun, sebagian lainnya justru
pasif. Anak autis cenderung sulit mengendalikan emosi, bhakan
sering kali mengamuk. Terkadang ia tertawa, marah, dan
menangis tanpa sebab.24
Dalam mengasuh dan menangani anak autis, sebagai orang
tua harus sabar, tegas, tatpi tidak keras serta lebih memahami
kebutuhannya. Intinya, anda berempati terhadapnya. Beberapa
cara mengasuh anak autis sebagai berikut:
1) Komunikasi
Dalam mengasuh anak autis, anda harus
mengoptimalkan komunikasi denganya.orang tua
bersabar dn tidak memaksanya memahami maksud
saat itu juga. Sebaiknya, ajaklah anka bicara ketika
berkomunikasi denganya. Beritahukan maksud anda
padanya.
47
2) Emosi
Emosi anak autis tergolong labil. Oleh karena itu ia
akan gampang marah, tertawa secara berlebihan,
dan merasa sangat ketakutan. Meskipun berperilaku
seperti itu, orang tua tidak boleh menganggapnya
aneh.
Orang tua harus memahami emosi anak, jangan
sampai anka berempati pada emosi. Agar ketika
anak meluapkan emosi orang tua akan mengerti apa
yang harus dilakukan.
3) Persepsi
Anak autis sering kali merasa tidak nyaman saat
mendengar suara tertentu maupun melihat sesuatu.
Dalam kondisi seperti itu orang tua harus berempati
padanya dan harus menghadapinya akan tetapi tdak
memanjakannya.
4) Sosialisasi
Anak penyandang autsme berta lebih suka
menyendir, sedangkan anak penyandang autis
ringan cenderung pilih-pilih terhadap sesuatu. Maka
dari itu, orang tua mesti mengenali jenis autis pada
48
Orang tua tidak diperkenalkan melarang akan
mengerjakan sesuatu yang menjadikannya nyaman
ataupun disukainya. Dengan ungkapan lain, anda
tidak boleh memaksanya. Dalam melakukan
aktivitas sehari-hari hendaknya orang tua
menemaninya.
4. Family Terapi
a. Definisi Family terapi
Family terapi adalah sebuah terapi kelompok dimana masalah yang
dialami klien berhubungan dengan anggota keluarga. Maka dari itu
dalam proses konselin semua anggota dilibatkan dalam proses
tersebut.25
Munichin berpendapat bahwa tujuan dari terapi keluarga ini adalah,
untuk menyusun dan menyembuhkan kembali kesatuan dalam
perpecahan yag sedang dialami oleh keluarga tersebut, sehingga
anggota keluarga dapat mengembangkan pola hubungan dan struktrur
yang mendapatkan self-reinforcing.26
Terapi kelu