• Tidak ada hasil yang ditemukan

Model pola asuh Orangtua dalam menangani Temper Tantrum pada anak autis di PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Model pola asuh Orangtua dalam menangani Temper Tantrum pada anak autis di PAUD Inklusi Melati Trisula Sidoarjo."

Copied!
108
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL POLA ASUH ORANG TUA DALAM MENANGANI TEMPER TANTRUM PADA ANAK AUTIS DI PAUD INKLUSI MELATI TRISULA SIDOARJO

Skripsi

Diajukan kepada Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya untuk Memenuhi Salah

Satu Persyaratan dalam memperoleh Gelar

Sarjana Sosial (S.sos)

Oleh:

Siti Masrichah

B03213027

PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Siti Masrichah (B03213027), Model Pola Asuh Orang Tua untuk Menangani Anak Temper Tantrum di Paud Inklusi Melati Trisula Sidoarjo

Penelitian ini dilakukan karena keingintahuan peneliti mengenai bertujuan model pola asuh orang tua ketika anaknya menagalami ganggun emosi yang bisa menyakiti dirinya yang biasa disebut dengan temper tantrum, penyebab, perilaku anak ketika dia mengalami temper tantrum. Hal ini dikemas dengan fokus permasalahan 1). Bagaimana model pola asuh orang tua dalam menangani temper tantrum pada anak autis dan 2). Bagaimana keterkaitan pola asuh orang tua dengan teori-teori yang ada.

Penelitian ini menggunakan pendekatan dengan jenis kualitatif deskriptif. Penelitian deskriptif bertujuan untuk mendeskripsikan tentang model pola asuh orang tua untuk menangani temper tantrum pada anak autis dan mendeskripsikan tentang keterkaitan teori pola asuh dengan penelitian dilapangan dan hasil penelitiannya disajikan secara utuh, detai, dan mendalam.Objek penelitian ini adalah salah satu siswa di PAUD Melati Trisula Sidoarjo yang menderita temper tantrum. Data yang dikumpulkan dengan menggunakan wawancara dan observasi.

Hasil Temuan dalam penelitian ini yaitu model pola asuh orang tua klien berbeda antara ayah dan ibu. Untuk ibu menerapkan model pola asuh demokratis dalam kesehariannya, akan tetapi ketika anaknya mengalami tantrum, orang tuanya memberikan pengasuhan yang tegas dalam artian tidak memberikan kekerasan hanya nada bicara yang tegas dan keras. Keterkaitan dengan teori yakni salah satu cara menangani tantrum yaitu dengan tegas agar anak bisa mengurangi tantrum tersebut. Untuk ayahnya kesehariannya dan ketika tantrum memberikan pola asuh yang permisif dimana ayahnya selalu memanjakan dan memberikan apa yang anaknya inginkan. Dalam pola asuh ini keterkaitan dengan teori bisa menghasilkan anak yang kurang percaya diri, mempunyai sikap yang manja dan susah untuk bersosialisasi dengan lingkungan.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

HALAMAN PERSETUJUAN...ii

PENGESAHAN ...iii

MOTTO ...iv

PERSEMBAHAN...v

PERNYATAAN OTENTITAS SKRIPSI...vii

ABSTRAK...ix

KATA PENGANTAR ...x

DAFTAR ISI...xii

DAFTAR TABEL...xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...5

C. Tujuan penelitian ...5

D. Manfaat penelitan...5

E. Definisi Konsep ...6

F. Metode Penelitian ...10

1. Pendekatan dan jenis penelitian ...10

2. Subjek penelitian ...12

3. Tahap penelitian ...12

4. Jenis dan sumber data ...14

5. Tehnik pengumpulan data...15

6. Tehnik analisi data ...19

7. Tehnik keabsahan data ...21

G. Sistematika Pembahasan ...21

(8)

B. Jenis-jenis Pola Asuh ...24

C. Karakteristik anak dalam Pola Asuh ...29

D. Faktor-Faktor Pola Asuh ...31

E. Definisi Temper Tantrum ...34

F. Ciri-ciri Temper Tantrum ...35

G. Penyebab Temper Tantrum ...37

H. Cara Menangani ketika terjadi Tantrum ...39

I. Definisi Autis ...42

J. Penyebab Autisme ...43

K. Jenis-Jenis Autime ...44

L. Perilaku Autisme ...46

M. Cara Mengasuh Anak Autisme ...47

N. Definisi Family Terapi ...48

O. Tehnik-tehnik Family Terapi ...49

P. Kerangka Pikir ...49

Q. Penelitian Terdahulu ...50

BAB III LAPORAN HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Umum Objek Penelitian ...53

1. Visi dan Misi Sekolah...56

2. Letak geografis...56

3. Data pendidik ...58

4. Data murid ...59

5. Sarana dan Prasarana ...60

B. Deskripsi hasil penelitian ... 1. Identitas Klien ...64

2. Identitas Orang Tua...64

3. Latar belakang klien...65

4. Latar Belakang Lingkungan...66

5. Kepribadian Klien ...66

(9)

BAB IV

A. Analisa Model Pola Asuh Orang Tua Dalam Menanangani Anak

Temper Tantrum...76

B. Bentuk Perilaku Tantrum...77

1. Model pola asuh orang tua...79

C. Analisa keterkaitan teori Pola Asuh orang tua dalam Menangani Temper Tantrum pada Anak Autis di Paud Inklusi Melati Trisula Sidoarjo...83

BAB V

A. Kesimpulan...92

(10)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Anak adalah anugerah yang diberikan Tuhan kepada kita sebagai

orang tua, dalam usia anak 4-6 Tahun adalah masa dimana anak masih

menyesuaikan diri dengan lingkungannya sehingga ia merasa bahwa

dirinya merupakan bagian dari lingkungan yang ada. Maka dari itu

orang tua haruslah berhati-hati dalam memberikan contoh kepada anak

dari situlah anak akan menirukannya. Karena orang tua adalah

merupakan tempat pertama dalam kehidupan anak, tempat ia belajar

dan menyatakan diri sebagai mahluk sosial. Dalam keluarga, umumnya

anak terlibat dalam hubungan interaksi. Segala sesuatu yang dibuat

keluarganya dapat mempengaruhi anak begitupun sebaliknya.

Anak autis sebagai salah satu bagian dari anak berkebutuhan

khusus. Megalami hambatan pada ketrampilan interaksi dan

komunikasi. Keadaan ini diperburuk oleh adanya gangguan tingkah

laku yang menyertai setiap anak autisme, bahkan hambatan inilah yang

paling menganggu pada anak autisme dalam melakukan interaksi dan

komunikasi dengan lingkungannya.

Orang tua sebagai pemimpin dalam sebuah keluarga merupakan

pembina kepribadian yang pertama kali dalam kehidupan anak,

kepribadian orang tua, sikap orang tua dan cara hidupnya merupakan

unsur pendidikan dan pembinaan pribadi yang secara tidak langsung

(11)

2

tua mempunyai berbagai macam fungsi salah satu diantaranya adalah

mengasuh anak. Dalam mengasuh anak orang tua dipengaruhi oleh

lingkungan dan budaya, dan berbagai macam sikap-sikap tertentu

dalam mengasuh membimbing serta mengarahkan anak. Sikap tersebut

tercermin dari pola pengasuhan yang berbeda-beda kepada anak.

Pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai aturan,

nilai, dan norma di masyarakat dalam mendidik , merawat dan

membesarkan anak. jadi, dalam artian pola asuh tersebut orang tua

harus membimbing, mengarahkan serta melindungi anak untuk

mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada di dalam

masyarakat.

Dalam usia 4-6 Tahun anak haruslah mulai untuk diarahkan ke

pendidikan seperti sekolah TK (Taman Kanak-Kanak) hal ini sebagai

bekal dasar untuk di usianya saat ini. Sebagaimana dalam

undang-undang tentang sistem pendidikan Nasional (UU No.20 tahun 2003)

tentang sisdiknas yakni pendidikan adalah usaha dasar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memiliki kekuatan spiritual keagamaan, kecerdasan, akhlak mulia,

serta ketrampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan

negara.1

1Pustakamateri.web.id/undang-undang-tentang-sistem-pendidikan-nasional/diakses pada

(12)

3

Perkembangan dan pertumbuhan pada individu mencakup

beberapa aspek, salah satu aspek yang penting adalah

social-emosional.2, aspek ini merupakan aspek penting dalam perkembangan

karakter dan kepribadian untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan.

Misalnya ekspresi emosi dalam kehidupan social yang wajar adalah

tempramen. Tempramen merupakan aspek social-emosional pada anak

yang mendasari perilaku ekspresi emosi maupun respon terhadap

stimulus baik itu secara internal maupun eksternal.

Perkembangan social-emosional pada anak usia tiga tahun pertama.

dipengaruhi oleh lingkungan pendidikan informal, dalam hal ini yang

sangat berperan adalah keluarga yaitu lingkungan kehidupan pertama

dan langsung berhubungan dengan anak.

Pada salah satu kasus yang terjadi di sekolah PAUD Melati Trisula

sidoarjo terdapat anak kecil yang bernama Azam dia adalah salah satu

amak yang memiliki kelebihan khusus (autis) retradasi mental, ia

sering mengalami temper tantrum dimana salah satu perilaku yang

sangat membahayakan dirinya seperti menangis dan meluapkan emosi

yang meledak-ledak dengan membanting atau membuang barang yang

ada disekitarnya. Kebanyakan anak yang mengalami perilaku seperti

itu dikarenakan ada factor-faktor seperti dia menginginkan sesuatu

akan tetapi keinginanya tidak dipenuhi oleh orang tuannya atau mereka

melakukan hal seperti itu dikarenakan mereka ingin mendapatkan

2 Sujiono dan Yuliani Nuraini. Konsep Dasar Pendidikan Anak Usia Dini (Jakarta:PT

(13)

4

perhatian dari guru maupun orang tuannya. Akan tetapi orang tua

terkadang bingung apa yang harus dilakukan ketika melihat anaknya

melakukan hal tersebut. Terkadang juga orang tua membiarkan dan

menunggunya sampai anaknya terdiam menangis. Hal seperti ini

bukanlah yang baik untuk menghadapi anak yang sedang mengalami

temper tantrum. Temper tanrum adalah hal yang wajar di alami anak

karena dalam masa perkembangan dan pertumbuhan motorik mereka.

Akan tetapi terkadang orang tua tidak bisa memahami tentang perasaan

anak tersebut, semisal ketika anak tersebut menginginkan sesuatu tapi

orang tua tersebut tidak mengizinkan maka anak akan menagis dan

marah , pada saat itu juga orang tua lebih memarahi anak tersebut. Hal

ini sebenarnya sangatlah salah karena ketika anak tersebut menangis

dan dimarahi itu akan menyebakan emosi anak tidak bisa tersalurkan

dengan lepas. Jika hal tersebut terus menerus langsung maka yang

terjadi yakni tumpukan emosi anak yang tidak tersalurkan dan anak

tersebut emosinya semakin meledak dan tak terkendali, inilah yang

disebut dengan temper tantrum.

Atas dasar latar belakang tersebut diatas yang mendorong penulis

untuk melakukanpenelitian tentang “MODEL POLA ASUH ORANG

TUA DALAM MENANGANI TEMPER TANTRUM PADA ANAK

(14)

5

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadikan

permasalahan dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana model pola asuh orang tua menghadapi anak autis yang

mengalami temper tantrum ?

2. Bagaimana keterkaitan pola asuh orang tua tersebut dengan

teori-teori pola asuh orang tua ?

C. Tujuan penelitian

1. Untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dalam

menghadapi anak yang mengalami temper tantrum.

2. Untuk mengetahui hasil keterkaitan pola asuh orang tua klien

dengan teori-teori pola asuh orang tua.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik

secara teoritis maupun praktis :

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan sumbangan

wawasan bagi peneliti selanjutnya pada program strata 1

Bimbingan Dan Konseling Islam Di Universitas Islam Negeri

Sunan Ampel.

b. Bagi penulis dapat menambah khazanah keilmuan dan berfikir

(15)

6

deskripsi dan implementasi ilmu pengetahuan yang sedang

diperoleh selama ini.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini dapat digunakan masukan pada berbagai

orang tua untuk mengetahui pola asuh yang seperti apa

yang akan diberikan kepada anaknya ketika mengalami

temper tantrum.

b. Penelitian ini dapat digunakan oleh guru yang sedang

mengajar di Sekolah Luar Biasa (SLB)/ inklusi agar mereka

tau bagaimana cara mengatasi dan menghadapi murid yang

mengalami temper tantrum.

E. Definisi Konsep 1. Pola Asuh

a. Definisi

Menurut Hurlock (dikutip dalam Clarissa dan Darmalim,

2014), pola asuh orang tua merupakan sebuah interaksi mengenai

aturan, nilai, dan norma di masyarakat dalam mendidik , merawat

dan membesarkan anak.

Menurut Baumrind (dalam paplia, 2014). Pola asuh adalah

cara orang tua membesarkan anak dengan memenuhi kebutuhan

anak, memberi perlindungan, mendidik anak, serta mempengaruhi

(16)

7

M. Shochib mengatakan bahwa pola pertemuan antara

orang tua sebagai pendidik dan anak sebagai terdidik dengan

maksud orang tua bahwa orang tua mengarahkan anaknya sesuai

dengan tujuannya, yaitu membantu anak memiliki dan

mengembangkan dasar-dasar disiplin diri. Orang tua dengan

anaknya sebagai pribadi dan sebagai pendidik, dapat mengungkap

pola asuh orang tua dalam mengembangkan disiplin anak yang

tersirat dalam situasi dan kondisi yang bersangkutan.

b. Jenis-jenis Pola Asuh Orang Tua

1) Pola Asuh Permisif, pola asuh permisif orang tua

hanya membuat sedikit perintah dan jarang

menggunakan kekerasan dan kuasa untuk mencapai

tujuan pengasuhan anak. (Bee & boyd, 2004). Orang

tua bersikap responsif terhadap kebutuhan anak tetapi

mereka menghindari segala bentuk tuntutan ataupun

kontrol kepada anak-anak. Pada bentuk pola asuh ini,

orang tua memberikan bimbingan terlalu sedikit,

ehingga anak menjadi binggung mengenai apa yang

seharusnya dilakukan, serta merasa cemas apakah ia

sudah melakukan suatu yang benar atau belum.

(Baumrind dalam papalia, 2004)

2) Pola Asuh Otoriter, menurut Gunarsa , pola asuh

(17)

8

aturan dan batasan yang mutlak harus ditaati, tanpa

memberi kesempatan pada anak untuk berpendapat,

jika anak tidak mematuhi akan diancam dan dihukum.

Pola asuh otoriter ini dapat menimbulkan akibat

hilangnya kebebasan pada anak, inisiatif dan

aktifitasnya menjadi kurang, sehingga anak menjadi

tidak percaya diri pada kemampuanya.3

3) Pola Asuh Demokratis. Hurlock mengemukakan

bahwa orang tua yang menerapkan pola asuh

demokratis memiliki ciri-ciri adanya kesempatan anak

untuk berpendapat mengapa ia melanggar peraturan

sebelum hukuman dijatuhkan, hukuman diberikan

kepada perilaku salah, dan pujian diberikan kepada

perilaku yang benar.4

4) Pola Asuh Tipe Penelantar. Orang tua tipe ini ada

pada umumnya memberikan waktu dan biasanya yang

sangat minim pada anak-anaknya. Waktu mereka

banyak digunakan untuk keperluan pribadi mereka

seperti bekerja.

3

Sinngih Gunarsa, Pengantar Psikologi Edisi Kesebelas, (Jakarta : PT BPK Gunung Mulia 2000). Hal 14

4

(18)

9

Akan tetapi kebanyakan orang tua yang mempunyai anak yang

mengalami temper tantrum, biasanya menerapkan pola asuh yang

demokratis. Dimana pola asuh ini tidak menekan dan tidak terlalu

membebaskan anak untuk di kehidupan sehari-harinya. Dan dalam pola

asuh ini anak akan diberi pengertian bahwa tidak semua kemauan anak

harus tercapai karena itu akan membuat anak tidak bisa menjadi mandiri

sampai dia dewasa nanti.

Seperti yang dijelaskan diatas, pola asuh yakni sebuah interaksi

antara orang tua dan anaknya untuk membimbing, melindungi untuk

memenuhi kebututhan anak dalam kehidupan sehari-hari. Dalam penelitian

yang telah dilakukan terdapat dua pola asuh yang berbeda diterapkan oleh

orangtuanya, yakni permisif dan demokratis karena pola asuh yang

diberikan orangtua klien tersebut.

Yang dimaksud dengan pola asuh orang tua adalah, interaksi yang

dilakukan oleh orangtua kepada anaknya untuk membimbing dan

melindungi anak tersebut. Sehingga perkembangan fisik dan psikisnya

menjadi lebih baik. Melihat dari pola asuh orangtua yang diterapkan pada

anaknya bisa menyebabkan dampak negatif dan positif, maka dari itu

peran orangtua dalam memberikan pola asuh sangatlah penting.

2. Temper Tantrum

Temper tantrum adalah suatu ekspresi seorang anak antara

(19)

10

tidak terpenuhi. Dan menurut Oetomo temper tanrum adalah salah

satu dari sekian banyak kelainan pada kebiasaan-kebiasaan anak,

yang biasanya tampak dalam bentuk menjerit-jerit, berteriak dan

menangis sekeras-kerasnya juga merupakan ekspresi

ketidaknyamanan emosi atau kelabilan emosi juga karena pengaruh

orang-orang lain dan pengalaman.5

Temper tantrum yang sering terjadi saat anak terlalu

antusias melakukan sesuatu sementara fisiknya belum mampu

melakukan hal itu dengan baik sehingga menyebabkan frustasi ,

atau anak ditekan oleh orang tuanya untuk menunjukkan sikap

yang tidak disukainya.

Pada umumnya temper tantrum tidak akan hilang seiring

umurnya bertambah walaupun tidak seperti yang biasa diluapkan

oleh anak melainkan bisa mengambil bentuk yang lebih halus,

namun cukup merisaukan orang tua. Namun jika orang tua dapat

mempelajari terlebih dahulu informasi yang terkait dengan anak

yang mengalami temper tantrum.

Tantrum adalah, suatu ledakan emosi yang dilakukan oleh

anak yang berusia 3-5 Tahun ke atas, dimana terkadang anak yang

mengalami tantrum ini penyebabnya adalah keinginan yang tidak

terpenuhi, dan terkadang ingin melakukan sesuatu akan tetapi

fisiknya belum mampu untuk melakukan hal tersebut.

5

(20)

11

Seperti yang terjadi pada klien ini sering mengalami

tantrum, dimana ketika dia menginginkan sesuatu akan tetapi

keinginannya tersebut tidak terpenuhi. Maka klien ini akan

berperilaku tantrum, dengan menangis disertai berteriak-teriak

sampai bisa melakukan perilaku yang bisa membahayakan dirinya

sendiri.

Yang dimaksud dengan temper tantrum yakni, dimana

perilaku yang dilakukan oleh anak balita yang meluapkan

emosimya ketika amak tersebut tidak mendapatkan apa yang dia

inginkan.

3. Autis

a. Definisi Autis

Autis adalah satu penyimpangan dalam perkembangan

sejak bayi, sehingga penderita mengalami kelambatan dalam

kemampuan. Perkembangan fisik dan psikis tidak mengikuti

perkembangan seperti yang dialami oleh anak yang normal.6

b. Ciri-ciri Autis

Ada beberapa ciri-ciri dan tanda anak autis, yakni:

1) Kelianan Pengindraan seperti, Sensitif terhadap cahaya,

pendengaran, sentuhan, penciuman dan rasa (lidah) dari

mulai ringan sampai berat.

6 Abdul Hadis, Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus Autistik, Bandung: Alfabeta,

(21)

12

2) Tidak bisa memusatkan perhatian pada objek, karena itu

anak autis senantiasa tidak acuh.

3) mengamuk diluar sebab yang wajar; hiperaktif; wajah atau

raut muka tanpa ekspresi baik senang maupun susah,

kecewa,7

Dalam penelitian ini, peneliti mengunakan objek yang mempunyai

kelebihan khusus (Autis), dimana klein ini mempunyai perkembangan

yang sangat lambat tidak seperti halnya anak normal mengalami

keterlambatan fisik maupun psikisnya, seperti yang dialami klien ini sudah

berusia 9 Tahun akan tetapi saat ini dia belum mampu umtuk berbicara,

dan belum mampu untuk melakukan aktivitasnya secara mandiri.

Yang dimaksud dengan autis adalah, dimana suatu keterlambatan

perkembangan anak pada psikis dan fisiknya, sehingga anak tersebut

berperilaku tidak seperti dengan anak lainnya. Autis disini ada beberapa

macam gangguan seperti, anak tersebut berperilaku sangat hiperaktif dan

terkadang ada juga yang sudah berusia hampir 9 Tahun masih belum

mampu atau sulit untuk berbicara.

7Faisal Yatim, Autis Suatu Gangguan Jiwa Pada Anak-Anak, (Jakarta; Pustaka Popular

(22)

13

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan jenis penelitian

a. Pendekatan penelitian

Pendekatan yang digunakan oleh peneliti dalam hal ini adalah

kualitatif deskriptif, karena pendekatan ini, permasalahan belum

jelas karena objek yang diteliti bersifat dinamis, penuh makna,

dan pola pikir induktif atau kualitatif dan terkadang hasil

penelitian lebih menekankan makna dari generelalisasi (proses

penalaran yang bertolak dari fenomena individual menuju

kesimpulan umum).8

b. Peneliti menggunakan pendekatan deskriptif , karena hanya

mengambarkan suatu gejala atau keadaan yang teliti secara apa

adanya, sehingga diarahkan untuk memaparkan fakta-fakta

kejadian-kejadian secara sistematis dan akurat.9 Jadi melalui

penelitian deskriptif ini, agar peneliti dapat mendeskripsikan

tentang pola asuh orang tua terhadap anak yang mengalami

temper tanrum.

c. Jenis penelitian

Jenis penelitian adalah penelitian kualitatif. Penelitian kualitatif

adalah penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena

tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, misalnya

8

Sugiyono, DR,metode penelitian bisnis,(Bandung, Alfabeta,2012) hal 1, 14, 428 9

(23)

14

perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara

holistik dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan

bahasa pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan

memanfaatkan berbagai metode alamiah.10

Penelitian ini digunakan untuk mendeskripsikan tentang segala

sesuatu yang berkaitan dengan Pola Asuh Orang Tua terhadap

Anak yang Mengalami Temper Tantrum di PAUD Inklusi

Trisula Sidoarjo

2. Subjek Penelitian

a. Subjek

Untuk dapat menentukan subjek penelitian agar dapat

mendapatkan informasi yang dibutuhkan, maka semua informasi

yang akan digali oleh peneliti adalah Orang tua anak yang

mengalami temper tantrum

b. Objek

Obyek adalah wilayah yang dijadikan atau sasaran peneliti

dalam mencari informasi penelitian ini obyek kajian penelitian

adalah bagaimana pola asuh orang tua trhadap anak yang

mengalami temper tantrum di PAUD Melati Trisula Sidoarjo

10

(24)

15

c. Lokasi Penelitian

Lokasi adalah tempat dimana penelitian akan dilakukan.

Dalam hal ini peneliti akan mengambil lokasi di PAUD Melati

Trisula Sidoarjo

3. Tahap Penelitian

Dalam buku Lexy J moleong dijelaskan bahwa "pelaksanaan

penelitian ada empat tahap yaitu : tahap sebelum ke lapangan (pra

lapangan), tahap pekerjaan lapangan, tahap analisis data dan tahap

penulisan laporan"11adapun tahap-tahap penelitian ini adalah :

a. Tahap sebelum ke lapangan, meliputi kegiatan penentuan

fokus, penyesuaian paradigma dengan teori, penjajakan

alat peneliti, mencakup observasi lapangan dan

permohonan ijin kepada subyek yang diteliti, konsultasi

fokus penelitian, penyusunan usulan penelitian.

b. Tahap pekerjaan lapangan, meliputi mengumpulkan

bahan-bahan yang berkaitan dengan pola asuh orang tua

terhadap anak yang mengalami temper tantrum.

c. Tahap analisis data, meliputi analisis data baik yang

diperoleh melalui observasi, dokumen wawancara

mendalam dengan guru dan orang tua murid. Kemudian

dilakukan penafsiran data sesuai dengan konteks

permaslahan yang diteliti. Selanjutnya melakukan

11

(25)

16

pengecekan keabsahan data dengan cara mengecek

sumber data yang didapat dan metode perolehan data

sehingga benar-benar valid sebagai dasar dan bahan

untuk memberikan makna data yang merupakan proses

penentuan dalam memahami konteks penelitian yang

sedang diteliti.

d. Tahap penulisan laporan, meliputi kegiatan penyusunan

hasil penelitian dari semua rangkaian kegiatan

pengumpulan data sampai pemberian makna data yang

kemudian dilanjutkan dengan penulisan laporan

penelitian yang sempurna yang tentunya sudah disetuji

oleh dosen pembimbing.

4. Jenis dan sumber data

a. Jenis data

Data adalah pertanyaan atau keterangan bahan dasar yang

dipergunakan untuk menyusun hipotesa atau segala sesuatu

yang diteliti. Yang dimaksud dengan sumber data dalam

penelitian ini adalah subyek darimana data dapat diperoleh,

berdasarkan sumbernya, jenis data dibagi menjadi dua yaitu

jenis data primer dan sekunder:12

1) Primer

12

(26)

17

Sumber data yang langsung memberikan data

kepada pengumpul data, atau data yang diperoleh

langsung dari sumbernya, diamati, dicatat, untuk

pertama kalinya.13 Data primer ini diperoleh dari

orang tua. Antara lain meliputi aktifitas anak dan

pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak

tersebut.

2) Sekunder

Data sekunder adalah data yang dipeoleh dari

sumber kedua atau berbagai sumber yang

mendukung peroleh data guna melengkapi data

primer.14 Data sekunder merupakan data yang tidak

langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya orang lain atau lewat dokumen.

b. Sumber data

Sumber-sumber data yang digunakan dalam penelitian ini

antara lain :

1) Manusia sebagai informan yang akan memberikan

suatu jawaban terhadap apa yang ditanyakan oleh

peneliti.

2) Peristiwa yaitu, merupakan semua hal yang terjadi,

yang bisa mendorong terhadap penelitian ini.

13

Marzuki,metodologi Riset,(Yogyakarta, BPFE, 2002). Hal 55 14

(27)

18

3) Dokumen yaitu, semua hal yang berkaitan dengan

foto, audio dan video atau lainnya yang bisa

menjadi sebuah dokumen yang mendukung dalam

penelitian ini.

5. Tehnik Pengumpulan data

Tehnik pengumpulan data merupakan langkah yang paling

strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mendapatkan data. Tanpa mengetahui tehnik pengumpulan

data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang memenuhi

standar data yang ditetapkan.

Pengumpulan sumber data dapat dilakukan dalam berbagai

setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari

setting-nya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah (natural

setting), pada laboratorium dengan metode eksperimen, dirumah

dan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, dijalan dan

lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data

dapat menggunakan sumber primer, dan sumber sekunder. Sumber

primer adalah sumber data yang yang langsung memberikan data

pada pengumpul data, dan sumber data skunder merupakan sumber

yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data,

misalnya lewat orang lain atau lewat dokumen. Selanjutnya bila

(28)

19

dengan observasi (pengamatan) interview (wawancara), kuisioner

(angket). Dokumentasi dan gabungan keempatnya.15

Adapun teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah

sebagi berikut:

a) Observasi (pengamatan)

Observasi merupakan aktifitas seorang peneliti terhadap

suatu proses atau objek dengan maksud merasakan dan

kemudian memahami pengetahuan dari sebuah fenomena

berdasarkan pengetahuan dan gagasan yang sudah diketahui

sebelumnya, kalau mendapatkan informasi-informasi yang

dibutuhkan dalam melanjutkan penelitian. Observasi adalah

kemampuan seseorang untuk menggunakan hasil kerja

pancaindra mata serta dibantu dengan panca indra lainnya.16

Macam observasi meliputi, observasi partisipasif,

terus terang dan transparan, tidak terstruktur, yang dapat

memahami konteks data dalam situasi sosial dll. Dalam

observasi partisipatif, peneliti mengamati apa yang

dikerjakan orang , mendengarkan apa yang mereka

lakukan dan berpartisipasi dalam aktifitas mereka jika

diperlukan. Adapun data-data yang diambil dari metode

observasi adalah , sebagai berikut :

15

Sugiyono,memahami Penelitian Kualitatif,(Bandung, Alfabeta, 2010)hal,62 16

(29)

20

a. Upaya apa yang dilakukan oleh orang tua dalam

mengatasi anak yang temper tantrum.

b. Pola asuh yang seperti apakah yang diberikan orang

tuanya kepada anak yang mengalami temper tantrum.

b) Interview (wawancara)

Peneliti mengadakan wawancara langsung dengan

responden yang mempunyai hubungan dengan obyek yang

diteliti. Merupakan pertemuan dua orang atau lebih untuk

bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab, sehungga

dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

Menurut pendapat lain wawancara atau interview yaitu

proses percakapan dengan maksud untuk mengkonstruksi

orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan

dan sebaginya, yang dilakukan oleh kedua belah pihak

yaitu : interview.17 Wawancara yang digunakan yaitu

wawancara semi struktur yang berpacu pada pedoman

namun sifatnya masih terbuka.

Dalam metode ini penulis mengadakan wawancara

langsung dengan sumber data, yaitu Orang tua murid dan

Guru PAUD Melati Trisula Sidoarjo sebagai data sekunder

guna mendapatakan data yang berkaitan dengan pola asuh

orang tua terhadap temper tantrum.

17

(30)

21

Adapun data-data yang diambil dari metode interview atau

wawancara adalah sebagi berikut :

1) Orang tua murid yang terkait dengan nama, usia

anak , pola asuh yang diberikan kepada anaknya.

2) Guru kegiatan apa saja yang dilakukan anak

tersebut ketika disekolah dan apa upaya guru

tersebut ketika menghadapi muridnya mengalami

temper tantrum.

6. Tehnik Analisis Data

Analisis data adalah proses mengorganisasikan dan

mengurutkan data dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar

sehingga dapat ditemukan dan dapat dirumuskan hipotesis kerja

seperti yang disarankan oleh data.18 Metode ini yang digunakan

adalah metode deskriptif. Metode deskriptif yaitu metode

analisis data yang berupa kata-kata, gambar dan bukan

angka-angka. Metode ini bertujuan untuk menyajikan deskripsi

(gambaran) secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

fakta-fakta sifat serta hubungan fenomena yang diselidiki.

Dengan demikian analisis ini dilakukan saat peneliti berada

dilapangan dengan cara mendeskripsikan segala data yang telah

didapat, lalu analisis sedemikian rupa secara sistematis, cermat,

dan akurat. Dalam hal ini data yang digunakan berasal dari hasil

18

(31)

22

wawancara dan dokumen-dokumen yang ada serta hasil

observasi yang dilakukan.

Kemudian agar data yang diperoleh nanti sesuai dengan

fokus masalah. Terdapat tiga langkah utama dalam penelitian

ini, yaitu :

a. Reduksi data dimasukkan untuk menentukkan data ulang

sesuai dengan permasalahan yang akan diteliti.

Mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan

abstraksi yaitu usaha membuat rangkuman inti, proses dan

pertanyaan-pertanyaan yang perlu. Data mengenai pola

asuh orang tua dalam megalami temper tantrum di PAUD

Inklusi Trisula Sidoarjo baik dari hasil penelitian lapangan

atau kepustakaan kemudian dibuat rangkuman.

b. Sajian data dimaksudkan untuk memilih data yang sesuai

dengan kebutuhan peneliti tentang pola asuh orang tua

terhadap anak yang mengalami temper tantrum. Artinya

data yang telah dirangkum tadi kemudian dipilih, sekiranya

data mana yang diperlukan untuk penulisan laporan

penelitian.

c. Verifikasi atau menyimpulkan data yaitu penjelasan tentang

makna. Data yang dimaksudkan untuk penentuan data akhir

dari seluruh proses tahapan analisis, sehingga keseluruhan

(32)

23

yang mempunyai anak yang mengalami temper tanrtum di

PAUD Melati Trisula Sidoarjo. Sehinga dapat dijawab

sesuai dengan kategori data dan permasalahannya, pada

bagian akhir ini akan muncul kesimpulan-kesimpulan yang

mendalam secara komprehensif dari data hasil penelitian.

Jadi langkah akhir ini digunakan untuk membuat

kesimpulan.

7. Tehnik Keabsahan Data

Triangulasi Sumber

Pada penelitian ini, keabsahan data dilakukan dengan

triangulasi sumber. Untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa

sumber. Data dari sumber tersebut, tidak bisa diratakan seperti

dalam penelitian kuantitatif, tetapi di deskripsikan,

dikategorisasikan, mana pandangan yang sama, yang berbeda, dan

mana yang spesifik dari kedua sumber data tersebut. Data yang

telah di analisis oleh peneliti sehingga menghasilkan suatu

kesimpulan selanjutnya akan dimintakan kesepakatan (memberi

chek) dengan kedua sumber data tersebut.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah dalam pembahasan dan penyusunan

skripsi ini maka penulis akan menyajikan pembahasan kedalam

(33)

24

Bab I pendahuluan. Dalam bab ini membahas tentang

penjelasan latar belakang masalah serta hubungan dengan

fenomena yang terjadi disekitar kita, bagian awal terdiri dari: judul

penelitian, pengesahan tim penguji, motto, persembahan, abstrak,

kata pengantar daftar isi, daftar tabel, latar belakang rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep,

metodologi penelitian, sistematika pembahasan.

Bab II Tinjauan pustaka. Dalam bab ini, membahas tentang

kajian teoritik yang dijelaskan dari beberapa referensi untuk

menelaah objek kaijan yang dikaji. Terdiri dari: pengertian pola

asuh, jenis-jenis pola asuh, Karakteristik anak dalam kaitannya

dengan pola asuh orang tua, faktor-faktor pola asuh, definisi

temper tantrum, ciri-ciri anak temper tantrum, penyebab temper

tantrum, cara menangani anak tantrum, definisi anak auti,

gejala-gejala anak autis, faktor penyebab anak autis.

Bab III penyajian Data. Yang membahas tentang deskripsi

umum objek penelitian dan deskripsi hasil penelitian. Deskripsi

objek penelitian membahas tentang bagaimana model pola asuh

orang tua dalam menangani tantrum pada anak autis.

Bab IV Analisis Data. Pada bab ini memaparkan tentang

analisa : analisis data tentang model pola asuh orang tua dalam

(34)

25

Bab V penutup. Merupakan bab terakhir dari skripsi yang

meliputi kesimpulan yang isinya lebih bersifat konseptual dan

harus terkait langsung dengan rumusan masalah dan tujuan

penelitian. Kemudia saran, yang berupa rekomendasi hasil

penelitian yang telah dilakukan untuk penelitian lanjutan yang

terkait dengan hasil penelitian. Serta bagian akhir yaitu berisi

(35)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A. Kajian Kepustakaan 1. Pola Asuh

a. Definisi Pola Asuh

Pola asuh merupakan sebuah interaksi antara anak dan orang tua

selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Banyak faktor dalam

keluarga Yang ikut berpengaruh dalam proses perkembangan anak.

salah satu dalam keluarga yang mempunyai peran penting dalam

pembentukan kepribadian adalah praktik pengasuhan anak. pola asuh

juga merupakan sikap orang tua dalam berinteraksi dengan anak. sikap

orang tua ini meliputi cara orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah

maupun hukuman, cara orang tua mewujudkan otritasnya dan cara

orang tua memberikan perhatian serta tanggapan terhadap anaknya.

Ingersol mendefinisikan pola asuh orang tua sebagai pola umum

interaksi antara orang tua dengan anak dan remaja yang sangat

berpengaruh pada perkembangan sosial dan biologis.1

Pola asuh merupakan pola sikap mendidik dan memberikan

perlakuan terhadap anak.2 sedangkan Yulia singgih D Gunarso

mengemukakan bahwa pola asuh tidak lain merupakan metode atau

cara

1

Ali M & asrori M,perkembangan peserta didik.(Jakarta:Pt Bumi Aksara, 2004). Hal 192 2

(36)

25

yang dipilih pendidik dalam mendidik anak-anaknya yang meliputi

bagimana pendidik memperlakukan anak didiknya.3

Menurut wahyuni sikap orang tua dalam mengasuh anak dan

mendidik dipengaruhi oleh adanya beberapa faktor seperti masa lalu

orang tua, nilai-nilai yang dianut oleh orang tua ataupun sikap mereka

yang berhubungan erat dengan pola asuh orang tua.4

2. jenis-jenis pola asuh orang tua

Pola asuh adalah sikap atau cara orang tua mendidik dan

mempengaruhi anak dalam mencapai suatu tujuan yang diajukan oleh

sikap perubahan tingkah laku pada anak, cara pendidikan dalam keluarga

yang berjalan dengan baik akan menumbuhkan perkembangnan

kepribadian anak menjadi pribadi yang kuat dan memiliki sikap positif

jasmani dan rohani serta intelektual yang brkembang secara optimal.

Dengan kata lain bahwa anak-anak itu merupakan tanggung jawab

orang tua, karena itu ayah dan ibu memberikan bekal den memberikan

perhatian yang cukup kepada anaknya itu sejak dari masa mengandung

hingga sampai kepadamasa dapat dilepaskan terjun dalam gelombang

masyarakat.5

Cara mendidik anak menurut syamsu Yusuf LN. Terdapat tiga pola

asuh (gaya perlakuan) orang tua yakni:

3

Gunarsa, S.D, Yulia. Azaspsikologi Keluarga Idaman,(Jakarta: BPR Gunung Mulia: 2000). Hal 44

4

Gunarsa, S.D,Psikologi Untuk Keluarga,(Jakarta: PT BPR Gunung Mulia, 1976). Hal 144 5

(37)

26

a. Authotarian : (sikap “aceptance”, suka menghukum, memaksa, dan

bersikap menolak).

b. Authoritative : (sikap “acsikap “aceptance” dan contohnya tinggi,

responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong serta memberikan

penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk)

c. Permisive : (sikap “aceptance”nya tinggi, kontrolnya rendah memberi

kebebasan anak untuk menyatakan dorongan atau keinginanya).6

1) Authoritarian/ otoriter

Pola asuh ini adalah cara orang tua mengasuh anak dengan

menetapkan standart perilaku bagi anak, tetapi kurang responsif pada hak

dan keinginan anak. Orang tua berusaha membentuk, mengendalikan, serta

mengevaluasi tingkah laku anak sesuai dengan standart tingkah laku yang

ditetapkan orang tua.

Dalam pola pengasuhan ini orang tua berlaku snagat ketat dan

mengontrol anak tapi kurang memiliki kedekatan komunikasi berpusat

pada orang tua. Orang tua sangat jarang terlibat dalam proses

memberi-menerima dengan anaknya. Mereka mengekang dan memaksa anak untuk

bertindak seperti yang mereka inginkan. Selain itu, mereka juga selalu

menekankan bahwa pendapat orang dewasa paling benar dan anak harus

menerima dengan tidak mempertanyakan kebenaran ataupun memberi

komentar.

6

(38)

27

Pola asuh ini lebih mnekankan pada kebutuhan orang tua.

Sedangkan ekspresi diri dan kemandirian anak ditekan atau dihalangi.

Orang tua yang menekankan konformitas dan ketaatan mutlak. orang tua

juga sering menggunakan hukuman sebagai cara membentuk kepatuhan

anak.

Anak yang dibesarkan dari pola pengasuhan seperti ini biasanya

memiliki kecenderungan emosi tidak stabil, murung, takut, sedih, dan

tidak spontan. Selain itu anak yang dibesarkan dalam keluarga ini akan

lebih pasif, tidak mandiri, kurang terampil, bersosialisasi, penuh dengan

konflik, kurang percaya diri, dan kurang memiliki rasa ingin tahu. Jika

anak frustasi, maka ia cenderung bereaksi memusuhi teman sebayanya.

Anak laki-laki yang pola pengasuhannya otoriter, akan menjadi

anak yang mudah marah dan bersikap menentang, sedangkan pada anak

perempuan akan menjadi sangat tergantung dan kurang dalam

bereksplorasi, serta menghindari tugas-tugas menentang

2) Pola asuh permisif

Pola asuh permisif adalah jenis pola asuh anak yang cuek terhadap

anak. jadi apapun yang mau dilakukan anak diperbolehkan seperti

melakukan kegiatan maksiat, pergaulan bebas, matrialistis dan sebgainya.

Biasanya pola pengasuhan anak oleh orang tua semacam ini

diakibatkan oleh orang tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaan,

kesibukan atau urusan lain yang akhirnya lupa untuk mendidik dan

(39)

28

harta tetapi mereka kurang mendapatkan perhatian dan asih sayang dari

orang tuanya.

Anak yang diasuh dalam metode ini nantinya bisa berkembang

menjadi anak yang kurang perhatian merasa tidak berarti, rendah diri,

nakal memilki kemampuan sosialisasi yang buruk, kurang menghargai

orang lain, dan sebagainya baik ketika kecil maupun sudah dewasa.

Dengan demikian ciri-ciri pola asuh permisif ini adalah :

a) Orang tua yang mempunyai pola asuh permisif

cenderung selalu memberikan kebebasan pada anak

tanpa memberikan kontrol sma sekali.

b) Anak dituntut atau sedikit sekali untuk dituntut suatu

tanggung jawab.

c) Mereka cenderung tidak menegur atau memperingatkan

anak apabila anak sedang dalam bahaya, darn sangat

sedikit bimbingan yang diberikan oleh mereka.

3. Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis adalah pola asuh orang tua pada anak yang

memberikan kebebasan pada anak untuk berkreasi dan mengeksplorasi

berbagai hal sesuai dengan kemampuan anak dengan sensor batasan dan

pengawasan yang baik dari orang tua. Pola asuh ini adalah pola asuh yang

cocok dan baik untuk diterapkan para orang tua pada anaknya.

(40)

29

a) Bahwa anak-anak diberikan kesempatan untuk mandiri dan

mengembangkan kontrol internalnya.

b) Anak diakui keberadaanya.

c) Anak dilibatkan dalam pengambilan keputusan.

Dengan demikian anak yang diasuh dengan tehnik ini akan hidup ceria,

menyenangkan, kreatif, cerdas, percaya diri, terbuka pada orang tua, menghargai

dan menghormati orang tua, tidak mudah stress dan depresi, berprestasi baik,

disukai lingkungan dan masyarakat lainnya.7

3. Karakteristik anak dalam kaitannya dengan pola asuh orang tua

a. Pola asuh demokratis akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang

mandiri, dapat mengontrol diri, mempunyai hubungan baik dengan teman,

mampu menghadapi stress, mempunyai minat terhadap hal-hal baru dan

koperatif terhadap orang-orang lain.

b. Pola asuh otoriter akan menghasilkan karakteristik anak yang penakut,

pendiam, tertutup, tidak berinisiatif, gemar menantang, suka melanggar

norma, berkepribadian lemah, cemas dan menarik diri.

c. Pola asuh permisif akan menghasilkan karakteristik anak-anak yang

implusive, agresif, tidak patuh, manja, kurang mandiri, mau menang

sendiri, kurang percaya diri, dan kurang matang secara sosial.8

7Yusuf LN. S,Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,(Bandung:PT Remaja Rosdakarya,

2004)hal. 51-52 8Maunur,

“pola asuh”, artikel bertopik sosial,

(41)

30

Menurut Elizabeth B Hurlock ada beberapa sikap orang tua yang

khas dalam mengasuh anaknya, antara lain:

1. Melindungi secara berlebihan, perlindungan orang tua yang

berlebihan mencakup pengasuhan dan pengendalian anak berlebihan.

2. Permisivitas. Permisivitas terlihat pada orang tua yang membiarkan

anak berbuat sesuka hati dengan sedikit pengendalian.

3. Memanjakan permisivitas yang berlebihan membuat anak egois dan

selalu menuntut.

4. Penolakan. Penolakan dapat dinyatakan dengan mengabaikan

kesejahteraan anak atau dengan menuntut terlalu banyak dari anak

dan sikap bermusuhan yang terbuka.

5. Penerima. Penerimaan orang tua ditandai oleh perhatian besar dan

kasih sayang pada anak, orang tua yang menerima, memperhatikan

perkembangan kemampuan anak dan memperhitungkan minat anak.

6. Favoritisme. Meskipun mereka berkata bahwa mereka mencintai

semua anak dengan sama rata. Kebanyakan orang tua mempunyai

favorit. Hal ini membuat mereka lebih menuruti dna mencintai anak

favoritnya dari anak lain dalam keluarganya.9

4. Faktor-faktor pola asuh

Menurut Hurlock, berpendapat bahwa beberapa faktor yang

memepengaruhi pola asuh orang tua, yaitu:

a. Tingkat sosial ekonomi

9

(42)

31

Orang tua yang berasal dari tingkat sosial ekonomi menengah lebih

bersikap hangat dibandingkan orang tua yang berasal dari sosial ekonomi

yang rendah.

b. Tingkat pendidikan

Latar belakang pendidikan orang tua yag lebih tinggu dalam

praktek asuhanya terlihat lebih sering membaca artikel ataupun

mengikuti perkembangan pengetahuan tmengenai perkembangan anak.

dalam mengasuh anaknya mereka menjadi lebih siap karena memiliki

pemahaan yang sangat luas, sedangkan orang tua yang memiliki latar

belakang pendidikan yang terbatas, memiliki pengetahuna dan

pemahaman yang terbatas menegenai pertumbuhan dan perkembangan

anak sehingga kurang menunjukkan pengertian dan cenderung akan

memeperlakukan anaknya dengan ketat dan otoriter.

c. Kepribadian

Kepribadian orang tua dapat mempengaruhi penggunaan pola asuh.

Orang tua yang konservatif cenderung akan memperlakukan anaknya

dengan ketat dan otoriter.

d. Jumlah anak

Orang tua yang hanya memiliki anak hanya 2-3 cenderung lebih

intensif dalam pengasuhannya. Dimana interaksi antara orang tua dan

anak lebih menekankan pada perkembangan pribadi dan kerja sama antra

anggita keluarga lebih diperhatikan. Sedangkan orang tua yang memiliki

(43)

32

untuk mengadakan kontrol secara intensif antara orang tua dan anak,

karena secara otomatis berkurang perhatiannya pada setiap anak.10

Sedangkan faktor-faktor pola asuh menurut shochib, secara khusus

perlakuan orang tua terhadap anak-anaknya sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor

sebagai berikut :

1) Pengalaman masa lalu

Perlakuan orang tua terhadap anaknya mencerminkan perlkuan

yang diterima ketika masa kecil. Jika anak mendapatkan perilakuan

yang keras dan kejam. Maka nak tersebut akan menjadi orang yang

keras dan kejam. Begitupun juga sebaliknya.

2) Kepribadian orang tua

Kepribadian orang tua dapat mempengaruhi cara mengasuhnya.

Orang tua berkepribadian tertutup, maka anak cendrung

mendapatkan pengasuhan yang ketat dan otoriter.

3) Nilai-nilai yang dianut oleh orang tua

Ada sebagian orang tua yang menganut faham aqualitarian yaitu

kedudukan anak sama dengan kedudukan orang tua, ini dinegara

barat, sedangkan dinegeri timur nampaknya orang tua masih

cenderung menghargai keputusan anak. generasi tua hidup di

dalam kerangka kebijkan prakmatis dan berdasrkan pengalaman

dimasa lalu, generasi remaja bertindak-tanduk selaras dengan

10

(44)

33

idealisme yang romantis namun dinamis, keduanya dipertemukan

dalam realitas yang sama, yaitu kebutuhan hidup untuk

berdampingan, bukan sebagai orang asing bertentangan, akan

tetapi sebagai pribadi-pribadi saling mengindahkan,

memperdulikan, dan memperhatikan. Dari generasi ke generasi

berikutnya jelas ada perubahan dalam hubungan antara orang tua

dan anak. seseorang yang telah menjadi bapak ibu dari anaknya,

menyadari bahwa pola hubungan dia dan anaknya berbeda pola

yang dia miliki dalam hubungan dengan orangtuanya.11

2. Temper tantrum

a. Definisi Temper Tantrum

Temper tantrum adalah ledakan emosi yang kuat yang terjadi

ketika anak balita merasa lepas kendali. Tantrum adalah demonstrasi

praktis dari apa yang dirasakan oleh anak dalam dirinya. Ketika

orang-orang membicarakan tantrum, biasanya hanya mengenai satu hal

spesifik, yaitu kemarahan yang dilakukan oleh anak kecil. Hampir

semua tantrum terjadi ketika anak sedang bersama orang yang paling

dicintainya. Tingkah laku ini biasanya mencapai titik terburuk pada

usia 18 bulan hingga tiga tahun, dan kadang masih ditemui pada anak

usia lima atau enam tahun, namun hal tersebut sangat tidak biasa dan

secara bertahap akan menghilang.12 Lingkungan anak akan

11

Shochib,Pola Asuh Orang Tua untuk Membantu Anak Mengembangkan Displin Diri(Jakarta: PT Rienika Cipta, 2007), hal 165

12

(45)

34

mempengaruhi intensitas dan frekuensi tantrum. Pada anak usia 2-3

tahun, tantrum terjadi karena anak usia tersebut biasanya sudah mulai

mengerti banyak hal dari yang didengar, dilihat maupun dialaminya,

tetapi kemampuan bahasa atau berbicaranya masih sangat terbatas.

Temper tantrum yang tidak diatasi dapat membahayakan fisik

anak, selain itu anak tudak akan bisa mengendalikan emosinya atau

anak akan kehilangan kontrol dan akan lebih agresif. Hal ini akan

mengakibatkan anak tidak bisa menghadapi lingkungan luar, tidak bisa

beradaptasi, mengatasi masalah, tidak bisa mengambil keputusan dan

anak tidak akan tumbuh dewasa dengan melewati tantrum, karena pada

fase ini bisa menjadikan anaka menjadi tumbuh dewasa.13 Temper

tantrum seringkali terjadi pada anak-anak yang terlalu sering diberi

hati, sering dicemaskan oleh orang tuanya, serta sering muncul pula

pada anak-anak dengan orang tua yang bersikap terlalu melindungi.14

Menurut buku temper tantrumin young childern, Psikolog Michael

Pategal, mengidentifikasikan dua jenis tantrum berbeda jenis landasan

emosional dan tingkah laku berbeda. Tanrum amarah (anger tantrum)

adalah jenis dengan cara menghentakan kaki, menendang, memukul

dan berteriak. Sedangkan (disterss tantrum), dengan ciri-ciri

menanggis, membantingkan badan ke lantai dan berlari menjauh. Anak

yang sangat masih kecil mengungkapkan kesedihan atau kehilangan

dengan tantrum.

13

Agoes Dariyo,Psikologi Perkembangan Remaja. (Bogor: Ghalia Indonesia,2004). 14

(46)

35

b. Ciri-ciri anak yang mengalami temper tantrum

Secara umum ada beberapa ciri mengenali bahwa anak

sedang menunjukkan perilaku tantrum ciri untuk mengenalinya

adalah sebagai berikut:

1) Anak tampakmerengutatau mudah marah

2) Perhatian, pelukan, atau dekapan khusus lainnya tampak tidak

memperbaiki suasana hatinya.

3) Dia mencoba melakukan sesuatu di luar kebiasaannya atau

meminta sesuatu yang dia yakini tidak akan diperolehnya.

4) Dia meningkatkan tuntutannya dengan cara merengek dan

tidak mau menerima jawaban “tidak”.

5) Dia melanjutkan dengan menangis, menjerit, menedang,

memukul, atau menahan nafas.15

Menurut zaviere menjelaskan ciri-ciri tantrum berdasarkan usia

dikelompokkan sebagai berikut :

a) Di bawah 3 tahun, anak dengan usia di bawah 3 tahun ini

bentuk tantrumnya adalah menangis, menggigit, memukul,

menendang, menjerit, memekik-mekik, melengkungkan

punggung, melempar badan ke lantai,memukul-mukulkan

tangan, menahan napas, membenturbenturkan kepala dan

melempar-lempar barang.

15

(47)

36

b) Usia 3-4 tahun, anak dengan rentang usia antara 3 tahun

sampai dengan 4 tahun bentuk tantrumnya meliputi

perilaku pada anak usia di bawah 3 tahun ditambah

dengan menghentak-hentakkan kaki, berteriakteriak,

meninju, membanting pintu, mengkritik dan merengek.

c) Usia 5 tahun ke atas bentuk tantrum pada anak usia 5

tahun ke atas semakin meluas yang meliputi perilaku

pertama dan kedua ditambah dengan memaki,

menyumpah, memukul, mengkritik diri sendiri,

memecahkan barang dengan sengaja dan mengancam.16

c. Penyebab temper tantrum

Menurut Penny Hames hal-hal yang membuat anak frustasi

sehingga dapat menyebabkan perilaku tantrum atau amarah dan

terutama sering terjadi pada masa anak-anak balita adalah:

1) Tidak mendapatkan yang dia inginkan,

2) Tidak mampu melakukan sendiri,

3) Menginginkan kita melakukan sesuatu yang tidak dapat

atau tidak ingin kita lakukan,

4) Tidak mengetahui yang dia inginkan,

5) Tidak mampu menjelaskan apa yang dia inginkan,

6) kebosanan,

7) kelelahan,

16

(48)

37

8) lapar, dan

9) sakit.

Maka dapat disimpulkan faktor penyebab anak mengalamitantrum

antara lain: (1) faktor fisiologis, yaitu lelah, lapar atau sakit; (2) faktor

psikologis, antara lain anak mengalami kegagalan, dan orangtua yang

terlalu menuntut anak sesuai harapan orangtua; (3) faktor orangtua, yakni

pola asuh; (4) faktor lingkungan, yaitu lingkungan keluarga dan

lingkungan luar rumah.17

Pola asuh orang tua juga menibulkan penyebab anak menjadi

tantrum, yakni jika orang tua terlalu memanjakan anaknya yang selalu

keinginannya harus terpenuhi, maka suatu saat dia menginginkan sesuatu

dan orang tuanya tidak bisa memenuhinya. Dia akan merasa marah dan

menangis sehingga bisa membahayakan dirinya sendiri. Dan pola asuh

yang tidak konsisten yanng diterapkan pada anaknya, seperti kapan orang

tua melarang, mengizinkan anak untuk berbuat sesuatu. Dan selalu

mengancam akan menghukum meskipun tidak diberikan hukuman. Anak

akan dibingungkan oleh orang tua dan menjadi Tantrum ketika orangtua

benar -benar menghukum. Atau pada ayah-ibu yang tidak sependapat satu

sama lain, yang satu memperbolehkan anak, yang lain melarang. Anak

bisa jadi akan Tantrum agar mendapatkan keinginannya dan persetujuan

dari kedua orangtua.

d. Cara Menangani ketika terjadi Tantrum

17

(49)

38

Biasanya, tantrum terjadi ketika suatu keinginan anak tidak bisa

tercapai. Dalam hal ini, anda perlu memahami bahwa ia sangat sulit

mengedalikan ataupun mengntrol emosi saat keinginannya tidak terpenuhi.

Selain itu, tantrum juga bisa terjadi lantaran ia tidak mampu

mengefektifitaskan komunikasinya kepada orang lain, sehingga orng lain

tidak dapat memahami keinginanya. Menurut Setiawani beberapa

penyebab tantrum adalah18:

1) Masalah keluarga.

2) Anak yang dimanja akan membuat anak dapat memanfaatkan

orang tuanya.

3) Anak yang kurang tidur, kelelahan, memiliki tubuh dan keadaan

fisik yang lemah akan membuatnya cepat marah.

4) Masalah kesehatan, ketika anak mengalami kurang enak badan, ada

masalah kesehatan atau tubuh cacat.

5) Masalah makanan, beberapa makanan dapat membuat anak peka

atau alergi yang membuat anak menjadi kehilangan kekuatan untuk

mengendalikan diri.

6) Kekecewaan, saat anak menyadari keterbatasan kemampuan

dirinya dalam menyatakan keinginannya dan tidak dapat

melakukan sesuatu hal, membuat anak mudah marah.

7) Meniru orang dewasa, ketika melihat ada orang dewasa yang tidak

dapat menyelesaikan atau menghadapi kesulitan, lalu

marah-18

(50)

39

marah, ditambah di rumah orang tua dan di sekolah guru juga

mudah marah, akan membuat anak meniru mereka menjadi anak

yang mudah marah.

Hampir setiap anak mengalami tantrum dan pada umumnya hal ini terjadi

pada hampir seluruh periode awal masa kanak-kanak tantrum sering terjadi karena

anak merasa frustasi dengan keadaannya, 19sedangkan ia tidak mampu

mengungkapkan perasaannya dengan kata-kata atau ekspresi yang diinginkannya.

Kondisi tantrum juga bisa dikarenakan anak ingin sesuatu ataupun mengerjakan

sesuatu, tetapi tidak diperbolehkan, bosan ataupun frustasi, takut, serta sengaja

menunjukkan tantrumnya lantaran ingin memperboleh respons dari lingkungan

sekitarnya. Berikut beberapa cara untuk menangani anak yang mengalami temper

tantrum:

a) Temukan penyebab tantrum

Untuk menangani anak autis yang terbiasa tantrum, orag tua

maupun guru terus memahami karakteristiknya. Harus memastikan

penyebab dari tantrum. Dengan demikian bisa memahami

keinginanya dan menemukan solusinya. Itupun dapat dijadikan

sebagai pengalaman saat anak autis menunjuukan tantrum dilain

waktu.

b) Jalinlah komunikasi yang baik

Anak autis mengalami kesulitan dalam komunikasi verbal.

Oleh karena itu, orang tua maupun guru harus mencoba menjalin

(51)

40

komunikasi visual dengannya. Misalnya, mengajarkan kepadanya

bahwa memukul itu tidak boleh. Maka gambarkan orang yang

sedang memukul, lalu tuliskan kalimat “memukul tidak boleh”.

c) Berikan solusi konkret ketika tantrum

Saat anak autis menunjukkan perilaku tantrum, berikan

waktu istirahat kepadanya untuk menenangkan diri. Mintalah

kepadanya agar menarik nafas dalam-dalam. Lalu lepaskan secara

perlahan hingga ia merasa tenang. Terkait itu, anak tidak boleh

menggunakan waktu istirahat sebagai hukuman. Sebab ini bisa

menjadikan kemarahannya bertambah.

Namun, orang tua perlu memahami bahwa ketika anak

tantrm, misalnya karena ia menginginkan sesuatu, sebalilknya anda

tidak mengabulkan keinginanya. Hendaknya anda mengalihkan

perhatiannya supaya ia tidak fokus pada keinginanya.

d) Kenalilah lingkungan dengan baik

Ketika anak autis menunjukkan perilaku tantrum, bisa jadi

itu dikarenakan ia tidak nyaman dengan kondisi lingkungan. Maka

dari itu orang tua maupun guru harus memperhatikan perubahan

lingkungan anak. misalnya, saat berada dirumah, ia merasa nyaman

dan tenang. Namun, saat berada di mall tiba-tiba ia tantrum,

mungkin saja ia tidak suka dengan keramaian.

Jika orang tua mengetahui bahwa anak tidak suka dengan

(52)

41

mengajaknya ke mal pada waktu tidak banyak pengunjung.

Hindarilah pula berkunjung ke tempat hiburan pada saat akhir

pekan. Sebab pada hari itu tempat hiburan ramai dikunjungi.

e) Betikan penghargaan saat tidak tanrum

Dalam kondisi tertentu, meskipun anak merasa tidak

nyaman dengan lingkungan sekitarnya, ia bisa saja tidak

berperilaku tantrum. Saat-saat seperti inilah, berikan penghargaan

padanya, berupa pujian. Dengan demikian, ia akan termotivasi

untuk tidak tantrum, walaupun kondisi kurang nyaman.

3. Anak Autis

a. Definisi

Autisme atau ADS (autistc spectrum disorder) merupakan

gangguan perkembangan fungsi otak yang sangat kompleks segaligus

bervariasi, yang mengakibatkan otak tidak mampu berfungsi sebagaimana

mestinya. Autisme bukanlah penyakit kejiwaan. Dan perlu diketahui

bahwa penyandang autis anak laki-laki ternyata empat kali lebih banyak

ketimbang penyandang autis anak perempuan.20

Setiap anak autis mempunyai ciri-ciri yang berbeda satu sama lain.

Sebagai anak autis dengan kondisi berat menunjukkan ciri-ciri yang

menyolok. Sedangkan, sebagai lainnya hanya menampakkan beberapa ciri

yang tidak terlalu terlihat.21

20

Bandi Delphie,pendidikan Anak Autistik(yogyakarta:kompetensi Trapan Sinergi Pustaka, 2009), hal 18

21

(53)

42

Beberapa karakteristik yang menonjol pada anak autis ialah

mengalami kesulitan dalam membina hubungan sosial, sulit

berkomunikasi secra normal, sulit memahami emosi dan perasaan orang

lain, menunjukkan perilaku repetitif, mengalami gangguan perilaku agresif

dan hiperaktifitas sekaligus hangguan sensoris. Serta mengalami

perkembangan yang terlambat, tidak normal, ataupun tidak seimbang.22

b. Penyebab Autisme

Sebenarnya sampai saat ini belum diketahui penyebab autisme

secara pasti. Namun, ada fua faktor yang diyakini sebagai autisme,

yakni faktor genetik dan lingkungan.

1) Faktor genetik

Faktor genetik dipercaya mempunyai peran besar bagi

munculnya autisme, meskipun tidak diyakini

sepenuhnya bahwa autisme hanya disebabkan oleh gen

dari keluarga.

2) Faktor lingkungan

Ada pula dugaan bahwa autisme dikarenakan vaksin

MMR yang rutin dibetikan kepada anak-anak, yang

menjadikan gejala-gejala autisme mulai tampak.

Kekhawatiran tersebut dikarenakan zat kimia

(thimerosal)yang digunakan untuk mengawetkan vaksin

22

(54)

43

ini mengandung merkuri. Itulah yang selama ini

menyebabkan autisme.

c. Jenis-jenis Autisme

Beikut empat jenis autisme menurutautism Society of America,

yakni :23

1) Autistic disorder

Autistic Disorder disebutpula tru autism atau childhood

autism lantaran kebanyakan dialami oleh anak pada tiga

tahun awal usianya. Dalam sebagian kasus anak yang

mengalami autistic disorder tidak mampu berbicara,

melainkan bergantung pada komunikasi nonverbal.

Inilah yang menyebabkan anak menjauhkan diri secara

ekstrem dari lingkungan sosilanya, bahkan bersikap

acuh tak acuh. Ia tidak menampakkan keinginannya

untuk menjalin komunikasi dengan orang lain ataupun

kasih sayang dengan ornag lain.

2) Sindrom asperger

Sindrom asperger dicrikan oleh defisiansi interaksi

sosial den sulit menerima perubahan terkait rutinitas

sehari-hari. Kemampuan bahasa pada anak yang

mengalami sindrom ini tidak terlalu terganggu

ketimbang anak dengan gangguan lainnya.

23

(55)

44

Anak yang menderita sindrom ini kurang sensitif

terhadap rasa sakit. Ia juga tidak snaggup mengatasi

paparan sinar lampu yang tiba-tiba mengenainya

ataupun suara yang keras. Meskipun demikian, rata-rata

denga begitu, secara akadmik, ia dikategorikan mampu

dna tidak bermaslaha dengan hal ini.

3) Pervaisive Develompental Disorder

Pada umumnya, anak autis yang mengalami didiagnosis

pada 5 tahun pertama usia anak. autisme jenis ini

meliputi beragam gangguan yang tidak spesifik

terhadap satu gangguan. Tingkat keparahanyapun

bervariasi ada yang ringan, dsn aada pula yang berat

samapai ketidakmampuan yang ekstrem. Anak yang

mengalami gangguan ini, ketrampilan verbal dan

nonverbalnya terbatas.

4) Retradasi mental

Pada tahun 2002, American Association of Mental

Retradation mengeluarkan definisi retradasi mental

adalah ketidakmampuan yang ditandai dengan fungsi

intelektual dibawah rata-rata dan rendahnya

kemampuan untuk menyesuaikan diri(berperilaku

adaptif).

(56)

45

Perilaku autisme yang berlebihan bisa berupa mengamuk

atau munculnya ledakan kemarahan (tantrum). Perilaku seperti

itu dapat menggangu orang lain yag berada dirumah maupun

ditempat umum. Sebab frekuensi dan intensitasnya memang

berlebihan.

Perilaku mengamuk tersebut bisa saja dikarenakan hal-hal

sepele. Pada dasarnya ada beberapa perlaku autisme

berlebihan, sebagai berikut:

1) Tantrum, sebagai contoh anak menangis sembari

menjerit dan memukul ataupun mengigit.

2) Perilaku self abuse (melukai diri sendiri). Seperti

contoh, memukul, menggigit, menendang serta

mencakar dirinya sendiri.

3) Agresif. Misalnya, memukul menendang orang

berulang kali.

4) Perilaku sosial yang tidak tepat. Sehingga anak tersebut

seringkali menganggap orang lain sebagai benda.

Sedangkan perilaku autisme yang berkekurangan bisa

berupa gangguan bicara. Dalam hal ini, anak autis yang

berbica nonverbal, sedikit mengeluarkan suara sedikit

bersuara.

(57)

46

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan yang

amat kompleks, dengan munculnya gejala sebelum anak

berusia 3 Tahun. Penyebab ialah gangguan Neurobiologis yang

mempengaruhi fungsi otak, sehingga anak tidak bisa

berinteraksi sekaligus berkomunikasi dengan lingkungan secara

efektif.

Sebagian anak autis berperilaku agresif, hiperaktif, bahkan

menyakiti dirinya sendiri. Namun, sebagian lainnya justru

pasif. Anak autis cenderung sulit mengendalikan emosi, bhakan

sering kali mengamuk. Terkadang ia tertawa, marah, dan

menangis tanpa sebab.24

Dalam mengasuh dan menangani anak autis, sebagai orang

tua harus sabar, tegas, tatpi tidak keras serta lebih memahami

kebutuhannya. Intinya, anda berempati terhadapnya. Beberapa

cara mengasuh anak autis sebagai berikut:

1) Komunikasi

Dalam mengasuh anak autis, anda harus

mengoptimalkan komunikasi denganya.orang tua

bersabar dn tidak memaksanya memahami maksud

saat itu juga. Sebaiknya, ajaklah anka bicara ketika

berkomunikasi denganya. Beritahukan maksud anda

padanya.

(58)

47

2) Emosi

Emosi anak autis tergolong labil. Oleh karena itu ia

akan gampang marah, tertawa secara berlebihan,

dan merasa sangat ketakutan. Meskipun berperilaku

seperti itu, orang tua tidak boleh menganggapnya

aneh.

Orang tua harus memahami emosi anak, jangan

sampai anka berempati pada emosi. Agar ketika

anak meluapkan emosi orang tua akan mengerti apa

yang harus dilakukan.

3) Persepsi

Anak autis sering kali merasa tidak nyaman saat

mendengar suara tertentu maupun melihat sesuatu.

Dalam kondisi seperti itu orang tua harus berempati

padanya dan harus menghadapinya akan tetapi tdak

memanjakannya.

4) Sosialisasi

Anak penyandang autsme berta lebih suka

menyendir, sedangkan anak penyandang autis

ringan cenderung pilih-pilih terhadap sesuatu. Maka

dari itu, orang tua mesti mengenali jenis autis pada

(59)

48

Orang tua tidak diperkenalkan melarang akan

mengerjakan sesuatu yang menjadikannya nyaman

ataupun disukainya. Dengan ungkapan lain, anda

tidak boleh memaksanya. Dalam melakukan

aktivitas sehari-hari hendaknya orang tua

menemaninya.

4. Family Terapi

a. Definisi Family terapi

Family terapi adalah sebuah terapi kelompok dimana masalah yang

dialami klien berhubungan dengan anggota keluarga. Maka dari itu

dalam proses konselin semua anggota dilibatkan dalam proses

tersebut.25

Munichin berpendapat bahwa tujuan dari terapi keluarga ini adalah,

untuk menyusun dan menyembuhkan kembali kesatuan dalam

perpecahan yag sedang dialami oleh keluarga tersebut, sehingga

anggota keluarga dapat mengembangkan pola hubungan dan struktrur

yang mendapatkan self-reinforcing.26

Terapi kelu

Gambar

Tabel 3.1
Tabel 3.2
 Tabel 3.3
 Tabel 3.5

Referensi

Dokumen terkait

Sesaat sebelum intubasi pada kelompok A disemprotkan xylocain spray 10 % , 5 semprotan pada ETT mulai ujung distal sampai dengan kurang lebih 10 cm dari ujung ETT... dan 5

ditemukanya penelitian terdahulu yang terkait, dalam membahas pengaruh kualitas informasi dan komunitas virtual terhadap keputusan pembelian oleh konsumen melalui

Fungsi dari aplikasi ini adalah untuk memasukan data barang masuk dan data barang keluar , pada aplikasi ini proses penginputan data barang dilakukan dengan cara memasukan

Materi aritmetika sosial merupakan materi yang banyak bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari. Dalam setiap penyajian materi, peneliti memasukkan masalah kontekstual

Berdasarkan hal-hal yang telah dijelaskan, maka penelitian tentang optimasi parameter respon mesin cetak sistem injeksi perlu dilakukan dengan prosedur terpadu yang

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah dapat mempermudah dalam hal pencarian informasi lokasi tentang kerajinan kain tenun dan gerabah yang berada di kabupaten

Berdasarkan evaluasi perhitungan manual yang dapat diketahui daya dukung ijin aksial pondasi tiang beton didapat sebesar perhitungan manual yang dapat diketahui daya dukung ijin

Bahwa Perawatan Metode Kanguru (PMK) adalah salah satu intervensi yang dapat dilakukan dalam mengurangi kematian neonatal pada bayi dengan Berat Badan