• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi dakwah ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar Rinbany: studi deskripsi komunitas terpinggirkan di Surabaya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi dakwah ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar Rinbany: studi deskripsi komunitas terpinggirkan di Surabaya."

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

ABSTRAK

Afifah, B71213033, 2017. Strategi Dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan ar Rinbany (Studi Deskripsi Komunitas Terpinggirkan di Surabaya). Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

Kata Kunci : Strategi Dakwah dan Komunitas Terpinggirkan

Pada penelitian kali ini peneliti akan mengkaji satu persoalan yang terjadi pada masyarakat yakni kurangnya masyarakat memberi nasehat kepada komunitas terpinggirkan, dan yang akan diteliti pada persoalan ini adalah bagaimana strategi

dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada mad’u komunitas

terpinggirkan, yakni orang gelandangan dan pengemis (Gepeng), orang stress, anak yatim dan anak jalanan.

Untuk mengetahui dan mengungkapkan permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data, melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.

Dari hasil penelitian iniditemukan beberapa hal, yakni strategi-strategi dakwah apa saja yang digunakan Ustadz Syuaib pada komunitas terpinggirkan. Strategi dakwah yang digunakan yaitu strategi rasional dan strategi indriawi. Strategi rasional (al-manhaj al-aqli) adalah dakwah dengan beberapa metode

yang memfokuskan pada aspek akal pikiran. Melalui nazhar, mengarahkan hati

untuk berkonsentrasi pada objek yang sedang diperhatikan. Taammul,

mengulang-ulang pemikiran hingga menemukan kebenaran dalam hatinya. Dan tadabbur,

usaha memikirkan akibat-akibat setiap perilaku yang diperbuat oleh setiap insan. Agar hati dan pikiran mad’unnya tersentuh serta bisa menerapkan amalan-amalan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana sudah diajarkan dalam agama Islam. Strategi rasional ini cocok untuk komunitas terpinggirkan dengan mengulang-ulang tema ceramah yang sama, yakni tema adab dan akhlak untuk anak yatim dan anak jalanan serta tema bahagia untuk masyarakat Liponsos. Sedangkan strategi indriawi (al-manhaj al-hissi) adalah praktik keagamaan, keteladanan dan pentas drama. Namun yang dipilih oleh ustadz Syuaib hanya praktik keagamaan, yang diwujudkan dalam bentuk sholawatan, dzikiran, shalat berjama’ah serta memberi santunan kepada anak yatim, anak jalanan dan masyarakat yang berada di Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial) Keputih Surabaya.

(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v

ABSTRAK ...vi

KATA PENGANTAR ...vii

DAFTAR ISI ...x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...7

C. Tujuan Penelitian ...8

D. Manfaat Penelitian ...8

E. Definisi Konsep ...9

F. Sistematika Pembahasan ...12

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Berdakwah Pada Komunitas Terpinggirkan ...14

1. Strategi Dakwah ...14

a. Pengertian Strategi Dakwah ...14

b. Macam-macam Strategi Dakwah ...19

2. Metode dan Teknik Dakwah ...23

3. Komunitas Terpinggirkan ...29

(8)

C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...35

BAB III METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 40

B. Kehadiran Peneliti 41

C. Jenis dan Sumber Data 42

D. Tahap Penelitian 43

E. Teknik Pengumpulan Data 48

F. Teknik Analisis Data 50

G. Teknik Keabsahan Data 52

BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA

A. Kiprah Dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan

Ar Rinbany 54

B. Penyajian Data 61

C. Analisis Data 70

D. Komunikasi Persuasif Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan

Ar Rinbany 74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan 81

B. Rekomendasi 81

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...38

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I : Pedoman Wawancara

Lampiran II : Foto

Lampiran III: Data Pribadi Penulis

Lampiran IV: Surat Perizinan Pernyataan Menjadi Subyek

Lampiran V : 1. Kartu Bimbingan Skripsi

(11)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

SAW untuk umat manusia. Secara harfiyah, Islam bentuk lain dari “aslama”,

yang artinya “menyerahkan diri atau jiwa kepada Allah” atau berarti “mentaati

dengan tulus hati atau mengikhlaskan kepada kebenaran”. Dengan memperhatikan

makna tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa, Islam menuntut penyerahan diri

kepada Tuhan. Dengan penyerahan diri kepada Tuhan itu, seseorang akan mampu

mengembangkan seluruh (whole) kepribadiannya secara menyeluruh (integral)

dan oleh karenanya, ia akan dapat meraih keselamatan, kesejahteraan dan

kedamaian.1

Terkait dengan Islam, dakwah adalah sebagai proses penyampaian.

Dakwah dipahami sebagai tugas ulama semata; bentuk dakwah hanya ceramah

agama; dan mitra dakwah selalu terdiri banyak orang. Pemahaman yang tidak

tepat ini telah diterima secara umum oleh masyarakat, sehingga perlu

dikemukakan beberapa fenomena dakwah yang lain. Dakwah bukan hanya

kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap muslim bisa melakukan dakwah,

karena dakwah bukan hanya ceramah agama.2

1

Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta & Semarang: PUSTAKA PELAJAR & WALISONGO PRESS, 2003), h. 76.

2

(12)

2

Dakwah Islam harus mengacu pada ketetapan Alquran secara mutlak.

Sementara Alquran telah menetapkan keteladanan tunggalnya. Yakni mengikuti

Rasulullah SAW. Mengapa demikian? Karena ternyata akhlaq Rasulullah SAW

adalah Alquran seperti yang masyhur diriwayatkan secara akurat dalam Al-Hadits.

Pada waktu yang sama, Alquran telah menetapkan keberadaan umat Muhammad

adalah umat yang tengah-tengah (moderat) karena seluruh ajarannya dari A

hingga Z sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah SWT.3

Dakwah adalah sebuah kewajiban agama, seperti halnya shalat dan puasa,

kendati tidak menjadi rukun Islam. Surah al-Baqarah ayat 159 mengancam

orang-orang yang tidak mau berdakwah, mereka akan dilaknat Allah SWT dan para

makhluk yang melaknat. Orang yang tidak mau berdakwah kecuali diberi imbalan

sama artinya dia tidak mau berdakwah kalau tidak ada imbalan.4

Kalau diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka pengertian

dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja yang secara khas dibedakan

dari bentuk komunikasi yang lainnya terletak pada cara dan tujuan yang akan

dicapai. Tujuan komunikasi mengharapkan adanya partisipasi dari komunikan

atas idea-idea atau pesan-pesan yang disampaikan oleh pihak komunikator

sehingga dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan

sikap dan tingkah laku yang diharapkan. Ciri khas yang membedakannya adalah

terletak pada pendekatannya yang dilakukan secara persuasive dan juga tujuannya

3

A. Sunarto, Etika Dakwah (Surabaya: JAUDAR PRESS, 2015), h. 7

4

(13)

3

yaitu mengharapakan terjadinya perubahan pembentukan sikap dan tingkah laku

sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.5

Dengan demikian muballigh juga merupakan seorang pelaku utama untuk

mempengaruhi perubahan sikap dari komunikannya, yang dikenal dengan agent

ofchange. “A change agent is a professional who influence innovation decisions

in a direction deemed desirable by a change agent”. Yang dimaksudkan dengan

influence innovation disini, dimaksudkan adalah usaha yang dilakukan oleh

seorang change agent untuk mempengaruhi tingkah laku (behaviour) dari

komunikannya sehingga tingkah laku tersebut sesuai dengan tujuan atau

keinginan yang ditentukan.

Usaha-usaha untuk mempengaruhi komunikannya, harus diarahkan kepada

tingkat kesadaran dari komunikan terhadap idea-idea yang dibawakan oleh

changeagent tersebut. Hal ini sangat penting sehingga komunikan merasa

menjiwai dan menerima idea-idea tersebut secara penuh sadar dan sukarela,

sehingga faktor persuasive merupakan usaha atau teknik yang dominan dalam

usaha mempengaruhi komunikannya.

Peranan muballigh sebagai pelopor perubahan, khususnya perubahan cara

berfikir agar mampu mengadaptasi terhadap idea-idea tertentu merupakan suatu

usaha komunikasi yang meminta perhatian terhadap berbagai aspek yang

mempengaruhi cara berfikir dan kebiasaan dari komunikannya.

Seseorang akan dianggap mempunyai nilai kredibilitas, apabila oleh

komunikannya dianggap memiliki kecakapan atau menguasai persoalan, serta

5

(14)

4

dipercaya karena kecakapan dan kejujurannya. Bahkan nilai kredibilitas seseorang

muballigh merupakan the core of action (inti tindakan) daripada muballigh

tersebut.6

Dai seyogyanya adalah orang yang memecahkan masalah umat bukan

orang yang membuat masalah bagi umat. Dai adalah orang yang meringankan

beban umat bukan orang yang membebani umat.7

Proses untuk mengajak seseorang ataupun komunitas menuju arah

perilaku yang lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah

membalik telapak tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan

terkonsep dengan baik. Seperti yang telah tercantum dalam Surat An-Nahl:125 Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:

ك بر إ سحأ يه يت لاب م لداجو ةنسحلا ة ع لاو ة كحلاب كبر ليبس ىلإ دا

يدت لاب ملعأ هو هليبس ع لض ب ملعأ ه

Artinya:“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasehat

nasehat yang baik dan bertukar pikiranlah dengan cara yang lebih baik.

Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan

Dialah yang mengetahui siapa yang terpimpin”.(16:125)8

Saat ini kita telah memasuki abad milenium yang disebut era globalisasi.

Perubahan atau perkembangan teknologi menjadi salah satu sebab utama

perubahan yang terjadi. Kehadiran teknologi telah berhasil mengkonstruksikan

dunia sebagaimana yang kita lihat sekarang ini. Kemampuan mengkonstruksi

(15)

5

tersebut membuat masyarakat terperangkat dalam kerangka sistem sosial budaya

yang sedemikian rupa dan bergantung padanya. Maka muncullah pemikiran yang

cenderung materialistik, rasionalistik, dan sekularistik. Segala persoalan

cenderung dilihat dari aspek untung-ruginya secara material belaka dan hanya

mempercayai hal-hal yang bisa dirasionalkan.

Dari fenomena yang nampak, bagi umat Islam era globalisasi memiliki

dua tendensi. Pertama, era globaliasi yang ditandai dengan semakin majunya

teknologi komunikasi dan informasi telah meniadakan batas-batas ruang dan

waktu. Dunia diibaratkan sebuah kampung dengan suatu ciri apa yang terjadi di

suatu wilayah negara dalam waktu singkat akan segera dapat diketahui oleh

negara lain.

Kedua, globalisasi bertendensi memberikan peluang bagi umat Islam,

khususnya para dai untuk lebih bisa memanfaatkan dan mengembangkan

teknologi dalam rangka ber-amar ma’ruf nahi munkar. Harus disadari bahwa

masyarakat kita memang belum mampu menghasilkan teknologi canggih yang

mampu membawa perubahan secara global. Itu merupakan kelemahan yang

seharusnya menjadi peluang bagi kita untuk lebih kreatif memanfaatkan sajian

teknologi canggih, yakni bagaimana umat Islam bisa mengembangkan

pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk berdakwah.9

Dalam era sekarang ini, peranan dakwah di Indonesia akan lebih

meningkat dan penting karena tantangan-tantangan yang dihadapi di masa

mendatang lebih kompleks dan masyarakat menuntut layanan agama yang dapat

9

(16)

6

memberi motivasi dan bekal untuk membantu memecahkan masalah-masalah

duniawi yang semakin kompleks.

Agar tercapai proses dakwah di Indonesia dibutuhkan strategi yang

mantap dan handal. Strategi dakwah dalam masyarakat modern dan informasi

mensyaratkan dilakukannya pembaharuan terus-menerus terhadap visi keislaman,

visi dakwah, analisis situasi, perluasan wilayah kepedulian serta sasaran dari

dakwah itu sendiri. Dan pada gilirannya perlu penajaman pilihan agenda serta

metode dan teknik dakwahnya.10

Jelaslah bahwa manusia benar-benar membutuhkan ibadah dan ketaatan.

Berbagai penyakit jiwa banyak merajalela di zaman sekarang. Hal ini disebabkan

manusia jauh dari ibadah. Dalam pandangan Islam, ibadah merupakan pokok

ajaran. Jika ibadah tidak dilaksanakan secara benar, maka masalah-masalah sosial

dan akhlak juga tidak akan benar. Jika ibadah tidak diwujudkan, maka kedua

ajaran tersebut, yaitu ajaran akhlak dan ajaran sosial, tidak akan bisa berubah

menjadi realitas di dalam nyata.11

Berdasarkan fenomena diatas menunjukkan bahwa sudah menjadi

kewajiban seorang dai khususnya Ustadz Syuaib untuk menyampaikan

dakwahnya kepada masyarakat. Untuk itu Ustadz Syuaib mencari cara dengan beberapa strategi dakwahnya agar dapat mempengaruhi para mad’unya. Ia sangat

membutuhkan strategi, sebab sasaran dakwah Ustadz Syuaib tidak hanya jamaah pengajian pada umumnya. Namun juga menghadapi mad’u komunitas

terpinggirkan. Yaitu kaum gelandangan dan pengemis (Gepeng), orang gilayang

10

Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, (Purwokerto & Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press &Pustaka Pelajar, 2006), h. 149.

11

(17)

7

ditampung di Liponsos (lingkungan pondok sosial) Dinas Sosial Keputih yang

dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya, serta anak jalanan dan anak yatim. Yang

menarik, ketika acara pengajian di Liponsos berlangsung, peneliti menyaksikan

Ustadz Syuaib mempunyai strategi yang bisa membuat orang-orang di Liponsos

berinteraksi dengannya. Bisa dikatakan orang-orang di Liponsos adalah orang

tidak bisa berfikir bahkan tidak paham apa saja yang dikatakan Ustadz Syuaib,

namun ini sebaliknya.Tidak sesuai dengan apa yang ada dipikiran peneliti. Oleh

sebab itu peneliti akan mencoba melakukan penelitianyang mengenai strategi

dengan judul : Strategi DakwahUstadz Syuaib Mohammad Arsalan ar Rinbany

(Studi Deskripsi Komunitas Terpinggirkan di Surabaya).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan fenomena sosial diatas, maka peneliti akan meneliti sebuah

masalah yang lebih jelas, yaitu:

1. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammad Arsalan Ar

Rinbany pada orang gelandangan dan pengemis (Gepeng)?

2. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar

Rinbany pada orang gila?

3. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar

(18)

8

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan daripada penelitian ini

adalah:

1. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib

Mohammad Arsalan Ar Rinbany pada orang gelandangan dan pengemis

(Gepeng).

2. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib

Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada orang gila.

3. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib

Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada anak yatim dan anak jalanan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat wawasan baru terhadap

pengembangan ilmu di bidang dakwah khususnya jurusan Komunikasi Penyiaran

Islam. Terutama pada kajian public speaking terhadap masyarakat umum dan

komunitas terpinggirkan.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti

(19)

9

Komunitas Terpinggirkan.” Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan

acuan pembelajaran bagi penulis agar dapat mengamalkannya.

b. Bagi Masyarakat

1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi dalam

mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam penyampaian dakwah

dengan strategi-strategi.Tentunya juga untuk masyarakat awam agar memahami

strategi dakwah dan bisa memilih dai yang pandai berdakwah terhadap komunitas

terpinggirkan.

3. Secara Akademis

a. Dari hasil penelitian ini pula, harapan besar bagi peneliti bisa menjadikan tema

ini sebagai bahan atau kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya.

b. Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar strata sati (S1) pada Fakultas

Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.

E. Definisi Konsep

Dakwah dalam islam merupakan denyut nadi Islam. Islam dapat bergerak

dan hidup karena dakwah. Luasnya wilayah dakwah dan peranannya yang besar

dalam islam membuat kita merasa kesulitan dalam merumuskan definisi dakwah

secara tepat. Definisi dakwah menurut Musyarawah Kerja Nasional –I PTDI di

Jakarta (1968) adalah mengajak atau menyeru untuk melakukan kebajikan dan

mencegah kemunkaran, mengubah umat dari satu situasi kepada situasi yang lain

(20)

10

sehari-hari bagi seorang pribadi, keluarga, kelompok atau massa, serta bagi

kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka

pembangunan bangsa dan umat manusia.12

Hal ini berkaitan dengan firman Allah dalam surat Ali Imran 104 yang

berbunyi:

ِفوُرْعَمْلِِ َنوُرُمَََْو َِْْْْا ََِإ َنوُعْدَي ٌةّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْلَو

ُمُ َكِئَلوُأَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْ نَ يَو

َنوُحِلْفُمْلا

Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru

kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang

munkar merekalah orrang-orang yang beruntung.” (2: 104)13

Dalam berdakwah meliputi beberapa metode, salah satunya adalah

strategi. Strategi dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau manuvers

yang dipergunakan dalam aktivitas (kegiatan) dakwah. Strategi dakwah yang

dipergunakan di dalam usaha dakwah harus memperhatikan beberapa azas

dakwah antara lain:

1. Azas Filosofis. Azas ini terutama membicarakan masalah erat hubungannya

dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktifitas

dakwah.

12

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., h. 5.

(21)

11

2. Azas Kemampuan dan keahlian Dai (achievement and profesional)

3. Azas Sosiologis. Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan

situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat,

mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasaran dakwah. Sosio kultural

sasaran dakwah dan sebagainya.

4. Azas Psychologis. Azas ini membahas masalah yang erat hubungannya

dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia, begitupun sasaran

dakwahnya yang memiliki karakter (kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu

sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah idiologi atau

kepercayaan (rakhianah) tak luput dari masalah-masalah psychologis sebagai

azas (dasar) dakwahnya.

5. Azas Efektifitas dan efisiensi. Azas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas

dakwah harus berusaha menseimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga

yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya

dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin.

Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil

yang semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya.

Melihat azas-azas strategi dakwah atas, seorang da’i perlu sekali memiliki

pengetahuan-pengetahuan yang erat hubungannya dengan azas-azas tersebut.14

F. Sistematika Pembahasan

14

(22)

12

Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir

dalam penulisan skripsi, untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi ini,

maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:

BAB I PENDAHULUAN

Bab pertama dari skripsi yang mengantarkan pembaca untuk dapat

menjawab pertanyaan apa yang akan diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu

dilakukan. Yang meliputi rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.

BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN

Berisi tentang kerangka teoritik, landasan teori dan penelitian terdahulu

yang relevan. Dalam penelitian kualitatif kajian kepustakaan diarahkan pada

penyajian informasi terkait yang mendukung gambaran umum tentang fokus

penelitian. Pada bab II ini akan dipaparkan tentang strategi dakwah, metode dan

teknik dakwah serta komunitas terpinggirkan.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini memuat uraian secara rinci tentang metode dan langkah-langkah

penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data,

unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan, teknik analisis data.

(23)

13

Bab ini memaparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian.

Pemaparan berisi deskripsi objek penelitian, data dan fakta subyek yang terkait

dengan rumusan masalah. Hal ini akan dijelaskan dengan secukupnya agar

pembaca mengetahui sasaran penelitian.

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban langsung dari

permasalahan. Yang perlu diingat bahwa kesimpulan harus sinkron dengan

(24)

BAB II

KAJIAN KEPUSTAKAAN

A.Berdakwah Pada Komunitas Terpinggirkan

1. Strategi Dakwah

a. Pengertian Strategi Dakwah

Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti “panggilan, ajakan atau seruan.” Dalam ilmu tata

Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai “isim masdhar.” Kata ini berasal

dari fi’il (kata kerja) “da’a-yad’u”, artinya memanggil, mengajak atau menyeru.

Orang yang memanggil, mengajak atau menyeru atau melaksanakan dakwah dinamakan “da’i.” Jika yang menyeru atau da’inya terdiri dari beberapa orang

(banyak) disebut “du’ah.”

Dakwah menurut arti istilahnya mengandung beberapa arti yang beraneka

ragam. Banyak ahli Ilmu Dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi

terhadap istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat. Hal ini tergantung

pada sudut pandang mereka di dalam memberikan pengertian kepada istilah

tersebut. Sehingga antara definisi menurut ahli yang satu dengan lainnya

senantiasa terdapat perbedaan dan kesamaan.1

Dakwah secara harfiyah berarti mengajak atau menyeru. Dakwah

merupakan salah satu dari istilah keagamaan yang telah banyak disalahgunakan

baik fungsi maupun hakikatnya. Terlebih ketika kata atau istilah tersebut telah

menjadi bagian bahasa Indonesia yang dibakukan dan mempunyai makna

1

(25)

15

beragam. Dalam kamus bahasa Indonesia misalnya, kata dakwah diartikan antara

lain propaganda yang mempunyai konotasi positif dan negatif. Sementara dakwah

dalam istilah agama Islam konotasinya selalu tunggal dan positif. Yakni mengajak

kepada peningkatan ibadah dan pengabdian pada sang Khaliq (dalam arti luas).

Bahkan dalam Alquran dan Sunnah merupakan bagian dari prinsip ajaran yang

diwajibkan.2

Dakwah menurut definisi H. Endang S. Anshari sebagaimana dikutip

Tasmara, terbagi dalam dua kategori, yakni:

1) Dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada

manusia secara lisan maupun secara tulisan, ataupun secara lukisan,

seperti panggilan, seruan ajakan kepada manusia pada Islam.

2) Dakwah dalam arti luas adalah penjabaran, penerjemahan dan

pelaksanaan Islam dalam perikehidupan dan penghidupan manusia

(termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu

pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya).3

Strategi berasal dari bahasa Yunani: strategia yang berarti kepemimpinan

atas pasukan seni memimpin pasukan. Kata strategia bersumber dari kata

strategos yang berkembang dari kata stratos (tentara) dan kata agein (memimpin).

Istilah stratego dipakai dalam konteks militer sejak zaman kejayaan

Yunani-Romawi sampai masa awal industrialisasi. Kemudian istilah strategi meluas ke

berbagai aspek kegiatan masyarakat, termasuk dalam bidang komunikasi dan

2

A. Sunarto, Etika Dakwah,.... h. 4.

3

(26)

16

dakwah. Hal ini penting karena dakwah bertujuan melakukan perubahan terencana

dalam masyarakat dan hal ini telah berlangsung lebih dari seribu tahun lamanya.

Strategi merupakan teknik untuk mendapatkan kemenangan (victory)

pencapian tujuan (to achieve goals). Untuk lebih jelasnya telah dirangkum

beberapa strategi menurut para ahli, berikut ulasannya:

1. Menurut Pearce dan Robinson mendefinisikan strategi merupakan ‘rencana

main’ suatu perusahaan. Strategi sendiri mencerminkan kesadaran perusahaan

mengensi bagaimana, kapan dan di mana ia harus bersaing menghadapi lawan

serta dengan maksud dan tujuan untuk apa.

2. Carl Von Clausewitz menurutnya strategi merupakan pengetahuan tentang

penggunaan pertempuran untuk memenangkan sebuah peperangan. Dan perang

itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.

3. A. Halim menurutnya strategi itu merupakan suatu cara dimana sebuah

lembaga atau organisasi akan mencapai suatu tujuannya sesuai peluang dan

ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta kemampuan internal dan

sumber daya.

4. Morrisey mendefinisikan bahwa strategi merupakan proses untuk menentukan

arah yang harus dituju oleh suatu perusahaan supaya dapat tercapai segala

misinya.

5. Siagaan mendefinisikan strategi merupakan serangkaian keputusan serta

(27)

17

seluruh jajaran dalam suatu organisasi demi pencapaian tujuan organisasi

tersebut.4

Strategi menurut Arifin (1994: 10) adalah keseluruhan keputusan

kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi,

merumuskan strategi dakwah, berarti memperhitungkankondisi dan situasi (ruang

dan waktu) yang dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas atau

mencapai tujuan. Dengan strategi dakwah, berarti dapat ditempuh beberapa cara

memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri

khalayak dengan mudah dan cepat.5

Strategi dakwah adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang

didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu. Ada dua hal yang perlu

diperhatikan dalam hal ini, yaitu :

1. Strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan dakwah) termasuk

penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan.

Dengan demikian, strategi merupakan proses penyusunan rencana kerja,

belum sampai pada tindakan.

2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua

keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,

sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas serta dapat

diukur keberhasilannya.

4

Ubay, Seputar Pendidikan Portal Situs Berita Pendidikan Online

(http://www.seputarpendidikan.com/2016/04/12-pengertian-strategi-menurut-para-ahli.html. Diakses tanggal 4 November 2016)

5

(28)

18

Sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz, Al-Bayanuni (1993: 46 &

195) mendefinisikan strategi dakwah (manahij al-da’wah) sebagai berikut:

Ketentuan-ketentuan dakwah dan rencana-rencana yang dirumuskan untuk

kegiatan dakwah”.6

Jika seorang da’i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, Insha

Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya. Nabi saw., sebagai imam para da’i, telah menerapkan strategi dakwah secara bijak

sehingga, melalui beliau, Allah memberi manfaat kepada hamba-Nya dan

menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat beliau tersebut

bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun negaranya,

menguatkan kekuasaannya dan meninggikan kedudukannya.

Cara atau strategi dakwah tersebut antara lain sebagai berikut:

1. Memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan audiens (penerima

dakwah).

2. Jangan memerintahkan sesuatu yang menimbulkan fitnah. Terkadang seorang

da’i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan. Tradisi

tersebut bertentangan dengan syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan

mendatangkan kebaikan. Jika seorang da’i menyadari bahwa apabila dilakukan

perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu ia lakukan.

3. Menjinakkan hati dengan harta dan kedudukan.

4. Menjinakkan hati dengan memberi maaf ketika dihina, berbuat baik ketika

disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika dizhalimi.

6

(29)

19

Cemoohan dibalas dengan kesabaran, ketergesa-gesaan dibalas dengan

kehati-hatian.

5. Pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung kepada orangnya tetapi

berbicara dengan sasaran umum.

6. Memberikan sarana yang dapat mengantarkan seseorang pada tujuannya.

7. Seorang da’i harus siap menjawab berbagai pertanyaan. Setiap pertanyaan

sebaiknya dijawab secara rinci dan jelas sehingga orang yang bertanya merasa

puas.

8. Memberikan perumpamaan-perumpamaan.7

b. Macam-macam Strategi dakwah

Strategi dakwah terbagi menjadi tiga bentuk dalam buku (Al-Bayanuni,

1993: 204-219), yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz, yaitu:

1) Strategi sentimentil (al-manhaj al-‘athifi)

2) Strategi rasional (al-manhaj al-‘aqli)

3) Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi)

Strategi sentimental (al-manhaj al-athifi) adalah dakwah yang

memfokuskan aspek hati dan menggerakkan perasaan dan batin mitra dakwah.

Strategi rasional (al-manhaj al-aqli) adalah dakwah dengan beberapa metode

yang memfokuskan pada aspek akal pikiran. Al-Qur’an mendorong penggunaan

strategi rasional dengan beberapa terminologi antara lain: tafakkur, tadzakkur,

nazhar, taammul, i’tibar, tadabbur dan istibshar. Tafakkur adalah menggunakan

7

(30)

20

pemikiran mencapainya dan memikirkannya; tadzakkur merupakan menghadirkan

ilmu yang harus dipelihara setelah dilupakan; nazhar ialah mengarahkan hati

untuk berkonsentrasi pada objek yang sedang diperhatikan; taammul berarti

mengulang-ulang pemikiran hingga menemukan kebenaran dalam hatinya; i’tibar

bermakna perpindahan dari pengetahuan yang sedang dipikirkan menuju

pengetahuan yang lain; tadabbur suatu usaha memikirkan akibat-akibat setiap

masalah; Istibshar ialah mengungkap sesuatu atau menyingkapnya, serta

memperlihatkannya kepada pandangan hati (Muhammad Yusuf al-Qardlawi,

1998: 63-64). Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi) juga dapat dinamakan dengan

strategi eksperimen atau strategi ilmiah. Strategi ini adalah praktik keagamaan,

keteladanan, dan pentas drama.8

Salah satu praktik keagamaan adalah shalat. Semua gerakan shalat adalah

gerakan untuk kesehatan. Bahkan, shalat tidak hanya menjaga kesehatan, tapi juga

mengembalikan hidup sehat dari berbagai macam penyakit. Dr. Alexis Carel,

pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran dan direktur riset pada

RockefellerFoundation Amerika mengatakan, “Sebagai seorang dokter, saya

melihat banyak pasien yang gagal disembuhkan secara medis, tiba-tiba penyakit

itu hilang setelah mereka melakukan sholat. Shalat bagaikan Tambang Radium

yang menyalurkan sinar dan melahirkan kekuatan diri. Shalat merupakan meditasi

suci yang pelakunya merasakan kehadiran Allah, seperti merasakan panasnya

cahaya matahari. Banyak pasien saya berpenyakit tuberculosis, radang tulang, luka membusuk dan sebagainya sembuh dengan shalat”.

8

(31)

21

Shalat juga bisa membuat seseorang bahagia. Semua orang ingin hidup

bahagia dan Islam telah mendorong untuk mencapainya. Setiap hari dorongan hidup bahagia itu dikumandangkan melalui adzan, “hayya alal falah” (mari

meraih kebahagiaan). Bahagia bisa ditandai dengan jiwa yang tenang, bersikap

positif menghadapi semua keadaan dan cobaan hidup. Bisakah shalat mengantarkan manusia kepada kebahagiaan? Allah berfirman, “Sungguh

beruntung (berbahagialah) orang-orang beriman, yaitu mereka yang khusyuk dalam sholatnya” (QS. Al Mukminun (23): 1-2). Keberuntungan itu berupa

kesehatan fisik dan ketenangan batin dalam kehidupan dunia dan kenikmatan

surga di akhirat.9

Penentuan strategi dakwah juga bisa berdasar surat al-Baqarah ayat 151.

Yang bunyinya:

اتكلا مك لعيو مكيكزيو انتايآ مكيلع لتي مكنم ا سر مكيف انلسرأ ا ك

لعت ا كت مل ام مك لعيو ة كحلاو

Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami

kepadamu) Kamu telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang

membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan

mengajarkan kepada kamu yang belum kamu ketahui”.

Ayat tersebut mengisyaratkan tiga strategi dakwah, yaitu Strategi Tilawah

(membacakan ayat-ayat Allah SWT), Strategi Tazkiyah (menyucikan jiwa) dan

Strategi Ta’lim (mengajarkan Al-Quran dan al-hikmah).

9

(32)

22

1) Strategi Tilawah. Dengan ini mitra dakwah diminta mendengarkan penjelasan

pendakwah atau mitra dakwah membaca sendiri pesan yang ditulis oleh

pendakwah.

2) Strategi Tazkiyah. Menyucikan jiwa atau melalui aspek kejiwaan.

3) Strategi Ta’lim. Ini hampir sama dengan strategi tilawah, tetapi strategi ta’lim

bersifat lebih mendalam, dilakukan secara formal dan sistematis.

Setiap strategi membutuhkan perencanaan yang matang. Dalam dakwah

kelembagaan, perencanaan yang strategis paling tidak berisi analisis SWOT yaitu

Strength (keunggulan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threat

(ancaman) yang dimiliki atau dihadapi organisasi dakwah. Keunggulan dan

kelemahan lebih bersifat internal yang terkait dengan keberadaan strategi yang

ditentukan. Ketika strategi tersebut dihubungkan dengan pendakwah maupun

mitra dakwah (eksternal), maka ia akan memunculkan ancaman maupun peluang.

Strategi rasional yang ditawarkan al-Bayanuni di atas tidak terlepas dari kelebihan

dan kekurangan. Relevan dengan ajaran Islam yang rasional adalah di antaranya

kelebihannya, sedangkan kekurangannya adalah ia tidak menjangkau hal-hal yang

berada di luar akal. Sebab ada beberapa ajaran Islam yang tidak bisa dijelaskan

secara rasional. Ajaran seperti ini harus diterima secara dogmatis berdasar

keimanan semata. Ancamannya mungkin terletak pada pendakwah yang tidak

percaya dengan pemikiran akal, atau tidak biasa berpikir secara filosofis. Tetapi,

adanya mitra dakwah yang terpelajar bisa dikategorikan sebagai peluangnya.

(33)

23

memperkecil kelemahan dan ancaman serta memperbesar keunggulan dan

peluang.10

2. Metode dan Teknik Dakwah

Dalam ilmu dakwah metode merupakan suatu cara yang digunakan seorang da’i dalam menyampaikan pesannya kepada mad’u. Untuk merealisasikan

suatu metode diperlukan strategi yang merujuk pada sebuah perencanaan untuk

mencapai suatu tujuan.11

Setelah mengetahui prinsip-prinsip metode atau hakikat suatu metode, seorang da’i diharapkan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

pemilihan dan penggunaan suatu metode, agar metode yang dipilih dan digunakan

benar-benar fungsional. Maka faktor-faktor yang dimaksud adalah:

a. Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya.

b. Sasaran dakwah (masyarakat) dengan segala kebijakan pemerintah,

tingkat usia, pendidikan, peradaban dan lain sebagainya.

c. Situasi dan kondisi yang beraneka ragam keadaannya.

d. Media dan fasilitas yang tersedia, dengan berbagai macam kuantitas

dan kualitas.

e. Kepribadian dan kemampuan seorang da’i atau muballigh.12

Pada garis besarnya, metode dakwah ada 6 metode. Diantaranya:

1) Metode Ceramah (rhetorika dakwah)

10

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., hlm. 349.

11

Ibid,..., hlm. 357.

12

(34)

24

Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i/ muballigh pada suatu aktivitas

dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye, berpidato

(rhetorika), khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.

Metode ceramah sebagai salah satu metode atau tehnik berdakwah tidak jarang digunakan oleh da’i-da’i ataupun para utusan Allah dalam usaha

menyampaikan risalah-risalah.

Metode ceramah dipergunakan sebagai metode dakwah, efektif dan tepat

bilamana:

(a) Obyek atau sasaran dakwah berjumlah banyak.

(b) Penceramah (muballigh) orang yang ahli berceramah dan

berwibawa.

(c) Sebagai sarat dan rukun suatu ibadah, seperti khutbah jum’at, hari

raya.

(d) Tidak ada metode lain yang dianggap paling sesuai dipergunakan.

Seperti dalam walimatul ‘arusy mungkin yang cocok hanyalah

metode ceramah, bukan simulasi games, role playing, diskusi dan

sebagainya.13

Metode ceramah atau muhadlarah atau pidato ini telah dipakai oleh semua

Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah. Sampai sekarang pun masih

merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para pendakwah sekalipun

alat komunikasi modern telah bersedia.

13

(35)

25

Umumnya, ceramah diarahkan kepada sebuah publik, lebih dari seorang.

Oleh sebab itu, metode ini disebut public speaking (berbicara di depan publik).

Sifat komunikasinya lebih banyak searah (monolog) dari pendakwah ke audiensi,

sekalipun sering juga diselingi atau diakhiri dengan komunikasi dua arah (dialog)

dalam bentuk tanya jawab. Umumnya, pesan-pesan dakwah yang disampaikan

dengan ceramah bersifat ringan, informatif, dan tidak mengundang perdebatan.

Dialog yang dilakukan juga terbatas pada pertanyaan, bukan sanggahan.

Penceramah diperlakukan sebagai pemegang otoritas informasi keagamaan kepda

audiensi.

2) Metode diskusi

Metode ini dimaksudkan untuk mendorong mitra dakwah berpikir dan

mengeluarkan pendapatnyaserta ikut menyumbangkan dalam suatu masalah

agama yang terkandung banyak kemungkinan-kemungkinan jawaban.

Diskusi dengan perbincangan suatu masalah di dalam sebuah pertemuan

dengan jalan pertukaran pendapat di antara beberapa orang.

3) Metode Konseling

Konseling adalah pertalian timbal balik di antara dua orang individu di

mana seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk

mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan

masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu yang akan

datang. Metode konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap

(36)

26

untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Konselor sebagai pendakwah

akan membantu mencari pemecahan masalahnya.

4) Metode Karya Tulis

Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bi al-qalam (dakwah dengan

karya tulis). Tanpa tulisan, peradaban dunia akan lenyap dan penuh. Kita bisa

memahami Al-Qur’an, hadis fikih para Imam Mazhab dari tulisan yang

dipublikasikan.

Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam

menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya

melahirkan tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi

dakwah.

5) Metode Pemberdayaan Masyarakat

Salah satu metode dalam dakwah bi al-hal (dakwah dengan aksi nyata)

adalah metode pemberdayaan masyarakat, yaitu dakwah dengan upaya untuk

membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan

kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk

mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian. Metode ini selalu

berhubungan antara tiga aktor, yaitu masyarakat (komunitas), pemerintah dan

agen (pendakwah).

6) Metode Kelembagaan

Metode dakwah bil al hal adalah metode kelembagaaan yaitu

(37)

27

instrumen dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota melalui institusi

umpamanya, pendakwah harus melewati proses fungsi-fungsi manajemen

yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakkan

(actuating) dan pengendalian (controlling). Metode kelembagaan dan

pemberdayaan berbeda satu sama lain. Perbedaan pokok dari kedua metode

ini adalah terletak pada arah kebijakannya. Metode kelembagaan lebih

bersifat sentralistik dan kebijakannya bersifat dari atas ke bawah (top-down).

Sedangkan strategi pemberdayaan lebih bersifat desentralistik dengan

kebijakan dari bawah ke atas (bottom-up). Perbedaan yang lain adalah

kontribusi keduanya pada suatu lembaga. Ada kata kunci yang membuat

keduannya berbeda: metode kelembagaan menggerakkan lembaga, sedangkan

metode pemberdayaan mengembangkan lembaga.14

Setiap metode memerlukan teknik dalam implementasinya. Menurut Wina

Sanjaya teknik adalah cara yang dilakukan seorang dalam rangka

mengimplementasikan suatu metode.15

Teknik berisi langkah-langkah yang diterapkan dalam membuat metode

lebih berfungsi. Karena ilmu dakwah banyak berhubungan bahkan sangat

memerlukan disiplin ilmu lain, seperti Ilmu Komunikasi, Ilmu Manajemen,

Psikologi dan Sosiologi, maka penjabaran metode dan teknik-tekniknya banyak

meminjam dari beberapa ilmu di atas dengan beberapa modifikasi.16 Teknik

dalam ceramah dibagi menjadi tiga macam, antara lain:

14

Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., hlm. 359.

15

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 125.

16

(38)

28

(a) Teknik Persiapan Ceramah

Dua persiapan yang pokok sebelum pelaksanaan ceramah adalah

persiapan mental untuk berdiri dan berbicara di muka khalayak dan

persiapan yang menyangkut isi ceramah. Jika persiapan mental masih

kurang dan belum mantap sehingga pembicara dihinggapi rasa cemas

(nervous), kurang percaya diri, maka hal ini akan berakibat kacaunya

sikap dan kelancaran penyampaian isi ceramah, sekalipun sudah

sedemikian rupa dipersiapkan sebelumnya. Demikian juga sebaliknya

pidato akan kacau jika yang disiapkan hanya mental semata sedang

persiapan isi pidato masih kurang.

(b) Teknik Penyampaian Dakwah

Dalam penyampaian ceramah diperlukan alat-alat bantu seperti audio

visual, dapat pula dikembangkan cara penyajian dengan induktif dan

deduktif. Cara induktif maksudnya cara menjelaskan sesuatu (pesan

dakwah) melalui berpikir dari hal yang bersifat khusus ke arah

hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif

maksudnya cara menjelaskan materi dakwah yang dimulai dengan

berpikir tentang hal-hal yang bersifat umum. Penyampaian ini sudah

barang tentu harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis

berdasarkan logika sebab akibat, kronologis ataupun topikal dan

seterusnya.

(c) Pembukaan dan penutupan adalah bagian yang sangat menentukan.

(39)

29

menambahkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan

harus memfokuskan pikiran dan gagasan pendengar kepada gagasan

utamanya.

3. Komunitas Terpinggirkan

Liponsos adalah singkatan dari Lingkungan Pondok Sosial yang di

dalamnya menampung, membina dan memberdayakan orang-orang kurang

beruntung seperti Gepeng, orang sakit jiwa, PSK Jompo dan lain sebagainya.

Maksud dari komunitas terpinggirkan adalah orang yang mengalami

gangguan kesehatan mental. Seperti kaum gelandangan, pengemis, orang gila,

anak jalanan serta anak yatim. Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip oleh Sururin

dalam buku Islam dan kesehatan mental, menampilkan pengaruh gangguan

kesehatan mental, bukan pengaruh penyakit mental (jiwa), karena pengaruh sakit

jiwa sudah jelas, yaitu hilangnya kesadaran seseorang. Sedangkan pengaruh

terganggunya mental adalah:

a. Perasaan: misalnya cemas, takut, iri hati, dengki, sedih tak beralasan,

marah pada hal-hal yang remeh, bimbang, merasa diri rendah,

sombong tertekan (frustasi), pesimis, putus asa, apatis dan sebagainya.

b. Pikiran: kemampuan berpikir kurang, sukar memusatkan perhatian,

mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah disusun dan

sebagainya.

c. Kelakuan: nakal, pendusta, menganiaya diri sendiri atau orang lain dan

(40)

30

d. Kesehatan tubuh, penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh

gangguan pada jasmani.17

Arti dari kaum gelandangan dan pengemis (gepeng) adalah kelompok

kelas bawah dalam struktur masyarakat berupaya mengekspresikan keberadaan

mereka dengan menekuni dunia informal sebagai bentuk resistensi terhadap

pembangunan yang cenderung perpihak pada sektor formal. Gepeng merupakan

gambaran masyarakat tak berdaya. Gepeng tidak mampu berkompetisi di sektor

formal, karena berpendidikan rendah, tidak memiliki modal, tidak memiliki

keterampilan yang memadahi. Mereka bekerja serabutan, kerja apa saja, pada

sektor yang tidak membutuhkan pengetahuan, modal dan skill, termasuk

meminta-minta. Semua dilakukan demi kelangsungan hidup pada

gelandangan-pengemis.18

Mengutip pengertian orang stress Handoko (1993), stress merupakan suatu

kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi

seseorang. Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor.19

Sedangkan anak yatim adalah anak yang tidak beribu atau berbapak atau

tidak beribu bapak.20 Pengertian dari anak yatim adalah sosok manusia yang

mendapat kedudukan khusus dan mulia di sisi Allah swt. Perhatian Allah swt.

begitu besar kepada mereka, sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam

Al-Qur’anul Karim yang membicarakan masalah anak yaitm. Bahkan, bila Al

17

Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 176.

18

Maghfur Ahmad, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan-Pengemis, Jurnal Penelitian, Volume 7, Nomor 2, Nopember 2010.

19

Husein Umar, Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 34.

20

(41)

31

Qur’an menyebutkan nama-nama kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki

urutan pertama. Bahkan kata yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang

lebih 23 kali dalam Al-Qur’an. Adalah wajar jika mereka mendapat perhatian

yang besar dari Allah swt. Sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah

merasakan penderitaan lahir-batin.21

Dan anak jalanan termasuk dalam kategori anak terlantar. Menurut

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Anak

terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial”. Pada realitas sehari-hari, kejahatan dan

eksploitasi seksual terhadap anak sering terjadi. Anak-anak jalanan merupakan

kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak-anak yang seharusnya berada

di lingkungan belajar, bermain dan berkembang justru mereka harus mengarungi

kehidupan yang keras dan penuh berbagai bentuk eksploitasi.

Menurut Suryanto (2010), “anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih,

marjinal dan terealisasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam

usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat” (hlm 185). Di berbagai sudut kota sering

terjadi anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial

kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekadar untuk

menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak

jarang pula mereka dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota

21

(42)

32

menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal

yang mengagetkan mereka.22

Maka dari itu sebagai pendakwah wajib untuk mengajak kebaikan meskipun mad’unya dari berbagai macam latar belakang, yakni seperti komunitas

terpinggirkan. Sebagaimana dalam hadits dakwah yang mengatakan:

م

Artinya : “barang siapa yang menunjukkan kepada perbuatan baik, maka

baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu

Mas’ud Al Badri)23

B. Landasan Teori

Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar adalah persuasi. Persuasi didefinisikan sebagai “perubahan sikap akibat paparan informasi dari orang lain”

(Olson dan Zanna, 1993, hlm.135). Banyak riset telah dilakukan berkenaan

dengan komunikasi yang ditujukan pada perubahan sikap.

Banyak sikap yang sulit untuk berubah. Sikap biasanya memiliki nilai dan

manfaat bagi orang yang memegang sikap itu, dan biasanya sikap tersebut

melekat erat pada ego atau jati diri seseorang. Sering usaha-usaha untuk

mengubah sikap seseorang dipandang sebagai ancaman dan ditolak.

Selama berabad-abad manusia harus bertindak berdasarkan intuisi dan akal

sehat dalam upaya mereka untuk melakukan persuasif. Aristotle salah satu orang

22

Fedri Apri Nugroho, Jurnal Skripsi Realitas Anak Jalanan di Kota Layak Anak Tahun 2014, Januari 2014.

23

(43)

33

yang pertama kali menganalisis dan menulis tentang persuasi dalam karya-karya

klasiknya mengenai retorika. Beberapa tahun kemudian, khususnya ketika

komunikasi massa menjadi lebih menyebar luas, orang mulai mempelajari

persuasi bahkan secara lebih sistematis.24

Selanjutnya teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kanon

Retorika. Aristoteles yakin bahwa, agar suatu pidato persuasif dapat menjadi

efektif, pembicara harus mengikuti tuntunan tertentu atau prinsip-prinsip, yang ia

sebut kanon. Ini merupakan rekomendasi untuk membuat suatu pidato lebih

menggugah. Para ahli retoris klasik telah mempertahankan pengamatan

Aristoteles ini, dan hingga hari ini, kebanyakan penulis mengenai teks public

speaking dalam komunikasi mengikuti kanon-kanon Aristoteles untuk

menghasilkan pidato yanng efektif.

Walaupun tulisannya dalam retorika berfokus pada persuasi, kanon-kanon

ini telah diterapkan di dalam beberapa situasi pembicara. Aristoteles menyatakan

ada lima hal yang paling dibutuhkan untuk pidato yang efektif: penemuan,

pengaturan, gaya, penyampaian, dan ingatan.

Kanon yang pertama adalah penemuan. Istilahnya ini dapat menjadi

sedikit membingungkan karena penemuan dalam sebuah pidato tidak berarti

penemuan dalam pengertian ilmiah. Penemuan (invention) didefinisikan sebagai

konstruksi atau penyusunan dari suatu argumen yang relevan dengan tujuan dari

suatu pidato. Penemuan berhubungan erat dengan logos, yang telah dibahas

sebelumnya. Penemuan, karenanya, dapat mencakup penggunaan cara berpikir

24

(44)

34

entimen dalam suatu pidato. Selain itu, penemuan diinterpretasikan secara luas

sebagai sekelompok informasi dan pengetahuan yang dibawa oleh seorang

pembicara ke dalam situasi berbicara. Tumpukan informasi ini dapat membantu

seorang pembicara dalam pendekatan persuasifnya. Misalkan saja, contohnya,

Anda sedang memberikan sebuah pidato mengenai keuntungan olahraga.

Penemuan yang dikaitkan dengan pidato ini akan mencakup baik daya tarik logis yang ada di dalam pidato Anda (“Anda akan hidup lebih lama” atau “Asuransi

kesehatan anda akan lebih rendah”) serta sekelompok informasi yang anda miliki

mengenai kesehatan secara umum. Dalam mengonstruksi argumen Anda, anda

akan menggunakan ini semua.

1. Penemuan. Definisi penemuan adalah integrasi cara berpikir dan

argumen di dalam pidato. Dan deskripsinya adalah menggunakan

logika dan bukti di dalam pidato membuat sebuah pidato menjadi lebih

kuat dan persuasif.

2. Pengaturan. Definisi pengaturan adalah organisasi dari pidato.

Deskripsinya yakni mempertahankan struktur suatu pidato-Pengantar,

Batang Tubuh, Kesimpulan-mendukung kredibilitas pembicara,

menambah tingkat persuasi dan mengurangi rasa frustasi pada

pendengar.

3. Gaya. Penggunaan bahasa di dalam pidato. Deskripsi dari gaya adalah

penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan

(45)

35

4. Penyampaian. Presentasi dari pidato. Penyampaian yang efektif

mendukung kata-kata pembicara dan membantu mengurangi

ketegangan pembicara.

5. Ingatan. Penyimpanan informasi di dalam benak pembicara.

Mengetahui apa yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya

meredakan ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara

untuk merespons hal-hal yang tidak terduga.25

Menurut B. Aubrey Fisher, seseorang dapat memandang tindakan persuasi

sebagai upaya sumber untuk memanipulasikan penerima atau persepsi penerima

yang menyaring pesan-pesan manipulatif dengan jalan itu mengendalikan

responsnya terhadap usaha persuasif. Akan tetapi, praktek persuasi dengan

sendirinya berkaitan dengan sejenis efek. Perspektif-perspektif yang terdahulu

menerangkan efek itu dalam pengertian stimuli atau dalam pengertian persepsi

penerimanya. Sekalipun begitu, konsep persuasi umumnya adalah sebab-akibat,

stimulus-respons, masukan-keluaran, yakni adanya hasil atau perubahan yang

nyata pada penerimanya. Dengan kata lain, tindakan persuasi pada akhirnya

merupakan tindakan persuasi diri pada pihak orang yang dipersuasi.26

C.Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Untuk menghindari terjadinya pengulangan yang membahas permasalahan

yang sama dari seseorang, baik dari buku ataupun bentuk tulisan lain dan

25

Richard West, Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 11.

26

(46)

36

untuk menghindari plagirisme, maka penulis sampaikan beberapa hasil

penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara

lain :

1. Ira Pratiwi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.

Skripsi tersebut berjudul “Strategi Dakwah Remaja Masjid (REMAS) Baitul

-Taqwa Dalam Upaya Meningkatkan Nilai Keislaman Bratang Surabaya”. Yang

menjadi perbedaan dalam penelitian ini dengan skripsi terdahulu adalah

terletak pada faktor obyeknya saja. Yang mana secara garis besar yang menjadi

sasaran atau obyek dakwah dalam penelitian yang terdahulu meneliti para

remaja non REMAS yang tinggal di wilayah Bratang Surabaya. Sedang skripsi

ini meneliti seorang Ustadz Syuaib yang membahas mengenai bagaimana

strategi dakwah dia agar mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat dan

komunitas terpinggirkan tidak hanya remaja saja. Persamaan dalam penelitian

yang terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan strategi

dakwah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah.

2. Adapun penelitian kedua yang berjudul “Strategi Dakwah Majelis Az-zikra

dalam Menciptakan Keluarga Sakinah”, yang diteliti oleh Bobby Rahman

Manajemen Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Yang menjadi perbedaan

dalam penelitian ini dengan skripsi terdahulu adalah terletak pada faktor

obyeknya saja. Yang mana secara garis besar yang menjadi sasaran atau obyek

dakwah dalam penelitian yang terdahulu adalah khusus untuk yang sudah

(47)

37

terpinggirkan. Persamaannya sama-sama menggunakan strategi dakwah ketika

berdakwah atau sedang melakukan aktivitas dakwahnya

3. Penelitian ketiga berjudul “Strategi Dakwah Dalam Meningkatkan Pemahaman

Agama Anak Muda”, yang diteliti oleh Miss Patimoh Yeemayor Manajmenen

Dakwah, UIN Walisongo, 2015. Yang menjadi perbedaan dengan skripsi ini

adalah sasaran atau obyeknya, yakni lebih tertuju kepada anak muda.

Sedangkan skripsi ini sasaran atau obyeknya untuk komunitas terpinggirkan.

Persamaan skripsi Miss Patimoh Yeemayor dengan skripsi ini adalah

sama-sama mengkaji strategi dakwah.

4. Pada tahun 2010 Sri Wahyuni juga menulis skripsi yang berjudul “Strategi

Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris Kristen” dalam penelitian ini

dapat disimpulkan yang menjadikan perbedaan adalah, skripsi terdahulu

sasaran dakwahnya adalah misionaris Kristen. Sedangkan skripsi ini

sasarannya untuk komunitas terpinggirkan. Persamaan dengan penelitian

terdahulu dengan penelitian ini adalah, membahas tentang strategi dakwah

yang digunakan para da’i.

5. Nur Rochman, 2014, dengan judul “Strategi dakwah melalui pemasaran online

pada situs www.sahabataqsa.com”. Yang menjadi perbedaan dalam penelitian

ini adalah obyeknya berbeda. Obyeknya menggunakan media online.

Sedangkan dalam skripsi ini obyeknya adalah komunitas terpinggirkan. Dan

(48)
(49)
(50)

BAB III

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian “Strategi Dakwah

Ustadz Syuaib” yaitu metode penelitian kualitatif. Metodologi artinya cara yang

tepat untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara saksama

untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk

mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporannya.

Manfaat metodologi penelitian antara lain, dapat menuyusun laporan baik dalam

bentuk skripsi, mengetahui arti pentingnya riset dan dapat menilai hasil-hasil

penelitian yang sudah ada.1

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan

jenis penelitian deskriptif. Maksudnya adalah data-data yang dikumpulkan berupa

kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.2 Penelitian deskriptif kualitatif adalah

titik berat pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti

bertindak sebagai pengamat. Hanya membuat kategori perilaku, mengamati

gejala, dan mencatatnya dalam buku observasinya. Dan suasana alamiah

dimaksudkan peneliti terjun ke lapangan, peneliti tidak berusaha untuk

memanipulasikan variabel.

1

Cholid Narbuko, dkk, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hh. 1-12.

2

(51)

41

Penelitian deskriptif ditujukan untuk:

(1) Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang

ada.

(2) Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi praktek-praktek yang

berlaku.

(3) Membuat perbandingan atau evaluasi.

(4) Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang

sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan

keputusan pada waktu yang akan datang.3

B. Kehadiran Peneliti

Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen aktif dalam

upaya pengumpulan data yang ada di lapangan. Peneliti langsung terjun ke tempat

penelitian yakni Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial), di pondok pesantren

Al-Muchtar Mleto, selain itu di rumah warga yang beralamatkan di Mleto nomor 37

dan melakukan observasi serta wawancara secara mendalam terhadap Ustadz

Syuaib dan para informan lainnya. Kehadiran peneliti di Liponsos dan di Mleto

merupakan hal yang wajib peneliti lakukan. Karena hal tersebut merupakan tolak

ukur keberhasilan seorang peneliti untuk memahami permasalahan yang sedang

diteliti yakni strategi dakwah Ustadz Syuaib. Peneliti juga mempunyai peran

sebagai pengamat partisipan terhadap kegiatan yang berhubungan dengan

rumusan masalah. Ketika dalam penelitian, peneliti diketahui statusnya oleh

3

(52)

42

subjek serta informan penelitian. Dengan kata lain, peranan manusia sebagai alat

atau instrumen penelitian besar sekali dalam penelitian kualitatif.4

C. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

a. Data primer

Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan

melalui wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer diperolehnya sendiri

secara mentah-mentah dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih

lanjut.5

Data primer dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara serta

observasi langsung kepada Ustadz Syuaib saat dia melakukan aktifitas

dakwahnya.

b. Data sekunder

Data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan. Pada

umumnya untuk mendapatkan data sekunder, tidak lagi dilakukan wawancara atau

melalui instrumen jenis lainnya melainkan meminta bahan-bahan sebagai

pelengkap dengan melalui petugas atau dapat tanpa melalui petugas yaitu

mencarinya sendiri dalam file-file yang tersedia. Data sekunder akan mudah

didapatkan apabila data primer cukup lengkap dalam menunjang

permasalahannya.6

4

Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ..., h. 163.

5

Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 87.

6

(53)

43

Data sekunder dalam penelitian ini adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh

Ustadz Syuaib dan beberapa dokumentasi kegiatan dakwah yang dilakukan oleh

Ustadaz Syuaib. Semua hal yang berkaitan dengan foto, audio, video dan arsip

tertulis lainnya merupakan sebuah dokumen yang akan dapat mendukung dan

menjadi data sekunder dalam penelitian ini.

2. Sumber Data

Menurut Lofland dan Lofland (1987 : 4) sumber data utama dalam

penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan

seperti dokumen dan lain-lain.7

Sumber data adalah sumber yang dibutuhkan untuk sebuah penelitian.

Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi serta

wawancara kepada Ustadz Syuaib.

D. Tahap Penelitian

Penelitian kualitatif tidak terlepas dari tahap-tahap penelitian. Menurut

Lexy J. Moleong terdapat tiga pokok tahapan penelitian kualitatif, yaitu:

a. Tahap pra lapangan

Tahap ini adalah tahap paling awal untuk melakukan penelitian sebelum

terjun ke lapangan. Tahap ini dilakukan agar peneliti menyiapkan apa saja yang

dilakukan sebelum meneliti langsung ke lapangan. Dalam tahap pra lapangan ada

tujuh hal yang harus dilakukan, antara lain:

7

(54)

44

1) Menyusun rancangan penelitian

Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menyusun rancangan

penelitian. Rancangan ini mulai dari pemilihan judul yang sesuai dengan jurusan

yang telah dipilih peneliti. Setelah judul disetujui oleh ketua jurusan, peneliti

menyusun proposal. Proposal adalah langkah awal apakah penelitian ini dapat

diteruskan atau harus ganti judul.

2) Memilih lapangan penelitian

Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian

ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari

serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.

Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu,

perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.

3) Mengurus perizinan

Peneliti mengurus surat izin terebih dahulu ke fakultas, surat perizinan ini

ditujukan untuk diberikan kepada Ustadz Syuaib. Karena pihak yang berwenang,

berhak menolak atau menerima penelitian yang peneliti lakukan. Mereka memiliki

kewenangan secara formal. Dengan diterimanya surat izin, peneliti bisa lebih

dalam lagi untuk melakukan penelitian.

4) Menjajaki dan menilai lapangan

Maksud dari penjajakan lapangan adalah berusaha mengenal tempat yang

akan diteliti, mulai dari lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam. Dan tujuan

lainnya yakni agar peneliti mempersiapkan diri, mental maupun fisik, serta

Gambar

Tabel 4.1 Analisis Data .....................................................................................79
Tabel 2.1
 Tabel 4.1

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini mendeskripsikan strategi komunikasi komunitas Tlatah Bocah dalam menjaring anak lereng Gunung Merapi dengan menggunakan kearifan

Strategi Komunikasi Pengurus Komunitas Tlatah Bocah dalam menjaring anak lereng Gunung Merapi dengan menggunakan Kearifan Lokal (Beasiswa Merapi).. Beasiswa

STRATEGI KOMUNIKASI PERSUASIF KOMUNITAS CAN DALAM MENDORONG MOTIVASI BELAJAR ANAK JALANAN Studi Deskriptif Komunikasi Persuasif Pada Proses Belajar Anak Jalanan Di Rumah Singgah

Dengan demikian pembentukan akhlakul karimah merupakan suatu misi yang paling utama yang harus dilakukan oleh guru terhadap akhlak anak didik, guru merupakan komponen yang

A. Strategi Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia di Mandiri Entrepreneur Center Surabaya dalam Upaya mencetak anak yatim siap kerja. 1. Identifikasi Tujuan