ABSTRAK
Afifah, B71213033, 2017. Strategi Dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan ar Rinbany (Studi Deskripsi Komunitas Terpinggirkan di Surabaya). Skripsi Program Studi Komunikasi Penyiaran Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.
Kata Kunci : Strategi Dakwah dan Komunitas Terpinggirkan
Pada penelitian kali ini peneliti akan mengkaji satu persoalan yang terjadi pada masyarakat yakni kurangnya masyarakat memberi nasehat kepada komunitas terpinggirkan, dan yang akan diteliti pada persoalan ini adalah bagaimana strategi
dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada mad’u komunitas
terpinggirkan, yakni orang gelandangan dan pengemis (Gepeng), orang stress, anak yatim dan anak jalanan.
Untuk mengetahui dan mengungkapkan permasalahan tersebut peneliti menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan teknik pengumpulan data, melalui observasi, wawancara dan dokumentasi.
Dari hasil penelitian iniditemukan beberapa hal, yakni strategi-strategi dakwah apa saja yang digunakan Ustadz Syuaib pada komunitas terpinggirkan. Strategi dakwah yang digunakan yaitu strategi rasional dan strategi indriawi. Strategi rasional (al-manhaj al-aqli) adalah dakwah dengan beberapa metode
yang memfokuskan pada aspek akal pikiran. Melalui nazhar, mengarahkan hati
untuk berkonsentrasi pada objek yang sedang diperhatikan. Taammul,
mengulang-ulang pemikiran hingga menemukan kebenaran dalam hatinya. Dan tadabbur,
usaha memikirkan akibat-akibat setiap perilaku yang diperbuat oleh setiap insan. Agar hati dan pikiran mad’unnya tersentuh serta bisa menerapkan amalan-amalan kebaikan dalam kehidupan sehari-hari, yang mana sudah diajarkan dalam agama Islam. Strategi rasional ini cocok untuk komunitas terpinggirkan dengan mengulang-ulang tema ceramah yang sama, yakni tema adab dan akhlak untuk anak yatim dan anak jalanan serta tema bahagia untuk masyarakat Liponsos. Sedangkan strategi indriawi (al-manhaj al-hissi) adalah praktik keagamaan, keteladanan dan pentas drama. Namun yang dipilih oleh ustadz Syuaib hanya praktik keagamaan, yang diwujudkan dalam bentuk sholawatan, dzikiran, shalat berjama’ah serta memberi santunan kepada anak yatim, anak jalanan dan masyarakat yang berada di Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial) Keputih Surabaya.
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...i
PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii
PENGESAHAN TIM PENGUJI ...iii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ...iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ...v
ABSTRAK ...vi
KATA PENGANTAR ...vii
DAFTAR ISI ...x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ...1
B. Rumusan Masalah ...7
C. Tujuan Penelitian ...8
D. Manfaat Penelitian ...8
E. Definisi Konsep ...9
F. Sistematika Pembahasan ...12
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN A. Berdakwah Pada Komunitas Terpinggirkan ...14
1. Strategi Dakwah ...14
a. Pengertian Strategi Dakwah ...14
b. Macam-macam Strategi Dakwah ...19
2. Metode dan Teknik Dakwah ...23
3. Komunitas Terpinggirkan ...29
C. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...35
BAB III METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 40
B. Kehadiran Peneliti 41
C. Jenis dan Sumber Data 42
D. Tahap Penelitian 43
E. Teknik Pengumpulan Data 48
F. Teknik Analisis Data 50
G. Teknik Keabsahan Data 52
BAB IV PENYAJIAN DATA DAN ANALISIS DATA
A. Kiprah Dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan
Ar Rinbany 54
B. Penyajian Data 61
C. Analisis Data 70
D. Komunikasi Persuasif Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan
Ar Rinbany 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan 81
B. Rekomendasi 81
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Penelitian Terdahulu Yang Relevan ...38
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran I : Pedoman Wawancara
Lampiran II : Foto
Lampiran III: Data Pribadi Penulis
Lampiran IV: Surat Perizinan Pernyataan Menjadi Subyek
Lampiran V : 1. Kartu Bimbingan Skripsi
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Islam adalah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW untuk umat manusia. Secara harfiyah, Islam bentuk lain dari “aslama”,
yang artinya “menyerahkan diri atau jiwa kepada Allah” atau berarti “mentaati
dengan tulus hati atau mengikhlaskan kepada kebenaran”. Dengan memperhatikan
makna tersebut, maka dapat dikemukakan bahwa, Islam menuntut penyerahan diri
kepada Tuhan. Dengan penyerahan diri kepada Tuhan itu, seseorang akan mampu
mengembangkan seluruh (whole) kepribadiannya secara menyeluruh (integral)
dan oleh karenanya, ia akan dapat meraih keselamatan, kesejahteraan dan
kedamaian.1
Terkait dengan Islam, dakwah adalah sebagai proses penyampaian.
Dakwah dipahami sebagai tugas ulama semata; bentuk dakwah hanya ceramah
agama; dan mitra dakwah selalu terdiri banyak orang. Pemahaman yang tidak
tepat ini telah diterima secara umum oleh masyarakat, sehingga perlu
dikemukakan beberapa fenomena dakwah yang lain. Dakwah bukan hanya
kewenangan ulama atau tokoh agama. Setiap muslim bisa melakukan dakwah,
karena dakwah bukan hanya ceramah agama.2
1
Muhammad Sulthon, Desain Ilmu Dakwah, (Yogyakarta & Semarang: PUSTAKA PELAJAR & WALISONGO PRESS, 2003), h. 76.
2
2
Dakwah Islam harus mengacu pada ketetapan Alquran secara mutlak.
Sementara Alquran telah menetapkan keteladanan tunggalnya. Yakni mengikuti
Rasulullah SAW. Mengapa demikian? Karena ternyata akhlaq Rasulullah SAW
adalah Alquran seperti yang masyhur diriwayatkan secara akurat dalam Al-Hadits.
Pada waktu yang sama, Alquran telah menetapkan keberadaan umat Muhammad
adalah umat yang tengah-tengah (moderat) karena seluruh ajarannya dari A
hingga Z sesuai dengan fitrah yang telah ditetapkan Allah SWT.3
Dakwah adalah sebuah kewajiban agama, seperti halnya shalat dan puasa,
kendati tidak menjadi rukun Islam. Surah al-Baqarah ayat 159 mengancam
orang-orang yang tidak mau berdakwah, mereka akan dilaknat Allah SWT dan para
makhluk yang melaknat. Orang yang tidak mau berdakwah kecuali diberi imbalan
sama artinya dia tidak mau berdakwah kalau tidak ada imbalan.4
Kalau diperhatikan secara seksama dan mendalam, maka pengertian
dakwah itu tidak lain adalah komunikasi. Hanya saja yang secara khas dibedakan
dari bentuk komunikasi yang lainnya terletak pada cara dan tujuan yang akan
dicapai. Tujuan komunikasi mengharapkan adanya partisipasi dari komunikan
atas idea-idea atau pesan-pesan yang disampaikan oleh pihak komunikator
sehingga dengan pesan-pesan yang disampaikan tersebut terjadilah perubahan
sikap dan tingkah laku yang diharapkan. Ciri khas yang membedakannya adalah
terletak pada pendekatannya yang dilakukan secara persuasive dan juga tujuannya
3
A. Sunarto, Etika Dakwah (Surabaya: JAUDAR PRESS, 2015), h. 7
4
3
yaitu mengharapakan terjadinya perubahan pembentukan sikap dan tingkah laku
sesuai dengan ajaran-ajaran Islam.5
Dengan demikian muballigh juga merupakan seorang pelaku utama untuk
mempengaruhi perubahan sikap dari komunikannya, yang dikenal dengan agent
ofchange. “A change agent is a professional who influence innovation decisions
in a direction deemed desirable by a change agent”. Yang dimaksudkan dengan
influence innovation disini, dimaksudkan adalah usaha yang dilakukan oleh
seorang change agent untuk mempengaruhi tingkah laku (behaviour) dari
komunikannya sehingga tingkah laku tersebut sesuai dengan tujuan atau
keinginan yang ditentukan.
Usaha-usaha untuk mempengaruhi komunikannya, harus diarahkan kepada
tingkat kesadaran dari komunikan terhadap idea-idea yang dibawakan oleh
changeagent tersebut. Hal ini sangat penting sehingga komunikan merasa
menjiwai dan menerima idea-idea tersebut secara penuh sadar dan sukarela,
sehingga faktor persuasive merupakan usaha atau teknik yang dominan dalam
usaha mempengaruhi komunikannya.
Peranan muballigh sebagai pelopor perubahan, khususnya perubahan cara
berfikir agar mampu mengadaptasi terhadap idea-idea tertentu merupakan suatu
usaha komunikasi yang meminta perhatian terhadap berbagai aspek yang
mempengaruhi cara berfikir dan kebiasaan dari komunikannya.
Seseorang akan dianggap mempunyai nilai kredibilitas, apabila oleh
komunikannya dianggap memiliki kecakapan atau menguasai persoalan, serta
5
4
dipercaya karena kecakapan dan kejujurannya. Bahkan nilai kredibilitas seseorang
muballigh merupakan the core of action (inti tindakan) daripada muballigh
tersebut.6
Dai seyogyanya adalah orang yang memecahkan masalah umat bukan
orang yang membuat masalah bagi umat. Dai adalah orang yang meringankan
beban umat bukan orang yang membebani umat.7
Proses untuk mengajak seseorang ataupun komunitas menuju arah
perilaku yang lebih baik dan menjauhi keburukan tentu saja tidak semudah
membalik telapak tangan. Semuanya harus melalui proses yang terencana dan
terkonsep dengan baik. Seperti yang telah tercantum dalam Surat An-Nahl:125 Dalam Al-Qur’an, Allah SWT berfirman:
ك بر إ سحأ يه يت لاب م لداجو ةنسحلا ة ع لاو ة كحلاب كبر ليبس ىلإ دا
يدت لاب ملعأ هو هليبس ع لض ب ملعأ ه
Artinya:“Serulah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah, dan nasehat
nasehat yang baik dan bertukar pikiranlah dengan cara yang lebih baik.
Sesungguhnya Tuhanmu lebih mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan
Dialah yang mengetahui siapa yang terpimpin”.(16:125)8
Saat ini kita telah memasuki abad milenium yang disebut era globalisasi.
Perubahan atau perkembangan teknologi menjadi salah satu sebab utama
perubahan yang terjadi. Kehadiran teknologi telah berhasil mengkonstruksikan
dunia sebagaimana yang kita lihat sekarang ini. Kemampuan mengkonstruksi
5
tersebut membuat masyarakat terperangkat dalam kerangka sistem sosial budaya
yang sedemikian rupa dan bergantung padanya. Maka muncullah pemikiran yang
cenderung materialistik, rasionalistik, dan sekularistik. Segala persoalan
cenderung dilihat dari aspek untung-ruginya secara material belaka dan hanya
mempercayai hal-hal yang bisa dirasionalkan.
Dari fenomena yang nampak, bagi umat Islam era globalisasi memiliki
dua tendensi. Pertama, era globaliasi yang ditandai dengan semakin majunya
teknologi komunikasi dan informasi telah meniadakan batas-batas ruang dan
waktu. Dunia diibaratkan sebuah kampung dengan suatu ciri apa yang terjadi di
suatu wilayah negara dalam waktu singkat akan segera dapat diketahui oleh
negara lain.
Kedua, globalisasi bertendensi memberikan peluang bagi umat Islam,
khususnya para dai untuk lebih bisa memanfaatkan dan mengembangkan
teknologi dalam rangka ber-amar ma’ruf nahi munkar. Harus disadari bahwa
masyarakat kita memang belum mampu menghasilkan teknologi canggih yang
mampu membawa perubahan secara global. Itu merupakan kelemahan yang
seharusnya menjadi peluang bagi kita untuk lebih kreatif memanfaatkan sajian
teknologi canggih, yakni bagaimana umat Islam bisa mengembangkan
pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi untuk berdakwah.9
Dalam era sekarang ini, peranan dakwah di Indonesia akan lebih
meningkat dan penting karena tantangan-tantangan yang dihadapi di masa
mendatang lebih kompleks dan masyarakat menuntut layanan agama yang dapat
9
6
memberi motivasi dan bekal untuk membantu memecahkan masalah-masalah
duniawi yang semakin kompleks.
Agar tercapai proses dakwah di Indonesia dibutuhkan strategi yang
mantap dan handal. Strategi dakwah dalam masyarakat modern dan informasi
mensyaratkan dilakukannya pembaharuan terus-menerus terhadap visi keislaman,
visi dakwah, analisis situasi, perluasan wilayah kepedulian serta sasaran dari
dakwah itu sendiri. Dan pada gilirannya perlu penajaman pilihan agenda serta
metode dan teknik dakwahnya.10
Jelaslah bahwa manusia benar-benar membutuhkan ibadah dan ketaatan.
Berbagai penyakit jiwa banyak merajalela di zaman sekarang. Hal ini disebabkan
manusia jauh dari ibadah. Dalam pandangan Islam, ibadah merupakan pokok
ajaran. Jika ibadah tidak dilaksanakan secara benar, maka masalah-masalah sosial
dan akhlak juga tidak akan benar. Jika ibadah tidak diwujudkan, maka kedua
ajaran tersebut, yaitu ajaran akhlak dan ajaran sosial, tidak akan bisa berubah
menjadi realitas di dalam nyata.11
Berdasarkan fenomena diatas menunjukkan bahwa sudah menjadi
kewajiban seorang dai khususnya Ustadz Syuaib untuk menyampaikan
dakwahnya kepada masyarakat. Untuk itu Ustadz Syuaib mencari cara dengan beberapa strategi dakwahnya agar dapat mempengaruhi para mad’unya. Ia sangat
membutuhkan strategi, sebab sasaran dakwah Ustadz Syuaib tidak hanya jamaah pengajian pada umumnya. Namun juga menghadapi mad’u komunitas
terpinggirkan. Yaitu kaum gelandangan dan pengemis (Gepeng), orang gilayang
10
Abdul Basit, Wacana Dakwah Kontemporer, (Purwokerto & Yogyakarta: STAIN Purwokerto Press &Pustaka Pelajar, 2006), h. 149.
11
7
ditampung di Liponsos (lingkungan pondok sosial) Dinas Sosial Keputih yang
dikelola oleh Pemerintah Kota Surabaya, serta anak jalanan dan anak yatim. Yang
menarik, ketika acara pengajian di Liponsos berlangsung, peneliti menyaksikan
Ustadz Syuaib mempunyai strategi yang bisa membuat orang-orang di Liponsos
berinteraksi dengannya. Bisa dikatakan orang-orang di Liponsos adalah orang
tidak bisa berfikir bahkan tidak paham apa saja yang dikatakan Ustadz Syuaib,
namun ini sebaliknya.Tidak sesuai dengan apa yang ada dipikiran peneliti. Oleh
sebab itu peneliti akan mencoba melakukan penelitianyang mengenai strategi
dengan judul : Strategi DakwahUstadz Syuaib Mohammad Arsalan ar Rinbany
(Studi Deskripsi Komunitas Terpinggirkan di Surabaya).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan fenomena sosial diatas, maka peneliti akan meneliti sebuah
masalah yang lebih jelas, yaitu:
1. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammad Arsalan Ar
Rinbany pada orang gelandangan dan pengemis (Gepeng)?
2. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar
Rinbany pada orang gila?
3. Bagaimana strategi dakwah Ustadz Syuaib Mohammed Arsalan Ar
8
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan diatas, maka tujuan daripada penelitian ini
adalah:
1. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib
Mohammad Arsalan Ar Rinbany pada orang gelandangan dan pengemis
(Gepeng).
2. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib
Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada orang gila.
3. Ingin mengetahui strategi dakwah yang digunakan Ustadz Syuaib
Mohammed Arsalan Ar Rinbany pada anak yatim dan anak jalanan.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang dapat diambil dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat wawasan baru terhadap
pengembangan ilmu di bidang dakwah khususnya jurusan Komunikasi Penyiaran
Islam. Terutama pada kajian public speaking terhadap masyarakat umum dan
komunitas terpinggirkan.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
9
Komunitas Terpinggirkan.” Dengan begitu hasil penelitian ini bisa menjadi bahan
acuan pembelajaran bagi penulis agar dapat mengamalkannya.
b. Bagi Masyarakat
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan salah satu informasi dalam
mengembangkan ilmu pengetahuan khususnya dalam penyampaian dakwah
dengan strategi-strategi.Tentunya juga untuk masyarakat awam agar memahami
strategi dakwah dan bisa memilih dai yang pandai berdakwah terhadap komunitas
terpinggirkan.
3. Secara Akademis
a. Dari hasil penelitian ini pula, harapan besar bagi peneliti bisa menjadikan tema
ini sebagai bahan atau kajian bagi penelitian-penelitian berikutnya.
b. Untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar strata sati (S1) pada Fakultas
Dakwah dan Komunikasi UIN Sunan Ampel Surabaya.
E. Definisi Konsep
Dakwah dalam islam merupakan denyut nadi Islam. Islam dapat bergerak
dan hidup karena dakwah. Luasnya wilayah dakwah dan peranannya yang besar
dalam islam membuat kita merasa kesulitan dalam merumuskan definisi dakwah
secara tepat. Definisi dakwah menurut Musyarawah Kerja Nasional –I PTDI di
Jakarta (1968) adalah mengajak atau menyeru untuk melakukan kebajikan dan
mencegah kemunkaran, mengubah umat dari satu situasi kepada situasi yang lain
10
sehari-hari bagi seorang pribadi, keluarga, kelompok atau massa, serta bagi
kehidupan masyarakat sebagai keseluruhan tata hidup bersama dalam rangka
pembangunan bangsa dan umat manusia.12
Hal ini berkaitan dengan firman Allah dalam surat Ali Imran 104 yang
berbunyi:
ِفوُرْعَمْلِِ َنوُرُمَََْو َِْْْْا ََِإ َنوُعْدَي ٌةّمُأ ْمُكْنِم ْنُكَتْلَو
ُمُ َكِئَلوُأَو ِرَكْنُمْلا ِنَع َنْوَهْ نَ يَو
َنوُحِلْفُمْلا
Artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru
kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang
munkar merekalah orrang-orang yang beruntung.” (2: 104)13
Dalam berdakwah meliputi beberapa metode, salah satunya adalah
strategi. Strategi dakwah artinya sebagai metode, siasat, taktik atau manuvers
yang dipergunakan dalam aktivitas (kegiatan) dakwah. Strategi dakwah yang
dipergunakan di dalam usaha dakwah harus memperhatikan beberapa azas
dakwah antara lain:
1. Azas Filosofis. Azas ini terutama membicarakan masalah erat hubungannya
dengan tujuan-tujuan yang hendak dicapai dalam proses atau dalam aktifitas
dakwah.
12
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., h. 5.
11
2. Azas Kemampuan dan keahlian Dai (achievement and profesional)
3. Azas Sosiologis. Azas ini membahas masalah-masalah yang berkaitan dengan
situasi dan kondisi sasaran dakwah. Misalnya politik pemerintah setempat,
mayoritas agama di daerah setempat, filosofis sasaran dakwah. Sosio kultural
sasaran dakwah dan sebagainya.
4. Azas Psychologis. Azas ini membahas masalah yang erat hubungannya
dengan kejiwaan manusia. Seorang da’i adalah manusia, begitupun sasaran
dakwahnya yang memiliki karakter (kejiwaan) yang unik yakni berbeda satu
sama lainnya. Apalagi masalah agama, yang merupakan masalah idiologi atau
kepercayaan (rakhianah) tak luput dari masalah-masalah psychologis sebagai
azas (dasar) dakwahnya.
5. Azas Efektifitas dan efisiensi. Azas ini maksudnya adalah di dalam aktivitas
dakwah harus berusaha menseimbangkan antara biaya, waktu maupun tenaga
yang dikeluarkan dengan pencapaian hasilnya, bahkan kalau bisa waktu, biaya
dan tenaga sedikit dapat memperoleh hasil yang semaksimal mungkin.
Dengan kata lain ekonomis biaya, tenaga dan waktu tapi dapat mencapai hasil
yang semaksimal mungkin atau setidak-tidaknya seimbang antara keduanya.
Melihat azas-azas strategi dakwah atas, seorang da’i perlu sekali memiliki
pengetahuan-pengetahuan yang erat hubungannya dengan azas-azas tersebut.14
F. Sistematika Pembahasan
14
12
Sistematika pembahasan merupakan urutan sekaligus kerangka berpikir
dalam penulisan skripsi, untuk lebih mudah memahami penulisan skripsi ini,
maka disusunlah sistematika pembahasan, antara lain:
BAB I PENDAHULUAN
Bab pertama dari skripsi yang mengantarkan pembaca untuk dapat
menjawab pertanyaan apa yang akan diteliti, untuk apa dan mengapa penelitian itu
dilakukan. Yang meliputi rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian.
BAB II KAJIAN KEPUSTAKAAN
Berisi tentang kerangka teoritik, landasan teori dan penelitian terdahulu
yang relevan. Dalam penelitian kualitatif kajian kepustakaan diarahkan pada
penyajian informasi terkait yang mendukung gambaran umum tentang fokus
penelitian. Pada bab II ini akan dipaparkan tentang strategi dakwah, metode dan
teknik dakwah serta komunitas terpinggirkan.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini memuat uraian secara rinci tentang metode dan langkah-langkah
penelitian yang meliputi pendekatan dan jenis penelitian, jenis dan sumber data,
unit analisis, tahapan penelitian, teknik pengumpulan, teknik analisis data.
13
Bab ini memaparkan tentang hasil yang didapat selama penelitian.
Pemaparan berisi deskripsi objek penelitian, data dan fakta subyek yang terkait
dengan rumusan masalah. Hal ini akan dijelaskan dengan secukupnya agar
pembaca mengetahui sasaran penelitian.
BAB V PENUTUP
Bab ini berisi tentang kesimpulan yang merupakan jawaban langsung dari
permasalahan. Yang perlu diingat bahwa kesimpulan harus sinkron dengan
BAB II
KAJIAN KEPUSTAKAAN
A.Berdakwah Pada Komunitas Terpinggirkan
1. Strategi Dakwah
a. Pengertian Strategi Dakwah
Ditinjau dari segi etimologi atau asal kata (bahasa), dakwah berasal dari Bahasa Arab, yang berarti “panggilan, ajakan atau seruan.” Dalam ilmu tata
Bahasa Arab, kata dakwah berbentuk sebagai “isim masdhar.” Kata ini berasal
dari fi’il (kata kerja) “da’a-yad’u”, artinya memanggil, mengajak atau menyeru.
Orang yang memanggil, mengajak atau menyeru atau melaksanakan dakwah dinamakan “da’i.” Jika yang menyeru atau da’inya terdiri dari beberapa orang
(banyak) disebut “du’ah.”
Dakwah menurut arti istilahnya mengandung beberapa arti yang beraneka
ragam. Banyak ahli Ilmu Dakwah dalam memberikan pengertian atau definisi
terhadap istilah dakwah terdapat beraneka ragam pendapat. Hal ini tergantung
pada sudut pandang mereka di dalam memberikan pengertian kepada istilah
tersebut. Sehingga antara definisi menurut ahli yang satu dengan lainnya
senantiasa terdapat perbedaan dan kesamaan.1
Dakwah secara harfiyah berarti mengajak atau menyeru. Dakwah
merupakan salah satu dari istilah keagamaan yang telah banyak disalahgunakan
baik fungsi maupun hakikatnya. Terlebih ketika kata atau istilah tersebut telah
menjadi bagian bahasa Indonesia yang dibakukan dan mempunyai makna
1
15
beragam. Dalam kamus bahasa Indonesia misalnya, kata dakwah diartikan antara
lain propaganda yang mempunyai konotasi positif dan negatif. Sementara dakwah
dalam istilah agama Islam konotasinya selalu tunggal dan positif. Yakni mengajak
kepada peningkatan ibadah dan pengabdian pada sang Khaliq (dalam arti luas).
Bahkan dalam Alquran dan Sunnah merupakan bagian dari prinsip ajaran yang
diwajibkan.2
Dakwah menurut definisi H. Endang S. Anshari sebagaimana dikutip
Tasmara, terbagi dalam dua kategori, yakni:
1) Dakwah dalam arti terbatas ialah menyampaikan Islam kepada
manusia secara lisan maupun secara tulisan, ataupun secara lukisan,
seperti panggilan, seruan ajakan kepada manusia pada Islam.
2) Dakwah dalam arti luas adalah penjabaran, penerjemahan dan
pelaksanaan Islam dalam perikehidupan dan penghidupan manusia
(termasuk di dalamnya politik, ekonomi, sosial, pendidikan, ilmu
pengetahuan, kesenian, kekeluargaan dan sebagainya).3
Strategi berasal dari bahasa Yunani: strategia yang berarti kepemimpinan
atas pasukan seni memimpin pasukan. Kata strategia bersumber dari kata
strategos yang berkembang dari kata stratos (tentara) dan kata agein (memimpin).
Istilah stratego dipakai dalam konteks militer sejak zaman kejayaan
Yunani-Romawi sampai masa awal industrialisasi. Kemudian istilah strategi meluas ke
berbagai aspek kegiatan masyarakat, termasuk dalam bidang komunikasi dan
2
A. Sunarto, Etika Dakwah,.... h. 4.
3
16
dakwah. Hal ini penting karena dakwah bertujuan melakukan perubahan terencana
dalam masyarakat dan hal ini telah berlangsung lebih dari seribu tahun lamanya.
Strategi merupakan teknik untuk mendapatkan kemenangan (victory)
pencapian tujuan (to achieve goals). Untuk lebih jelasnya telah dirangkum
beberapa strategi menurut para ahli, berikut ulasannya:
1. Menurut Pearce dan Robinson mendefinisikan strategi merupakan ‘rencana
main’ suatu perusahaan. Strategi sendiri mencerminkan kesadaran perusahaan
mengensi bagaimana, kapan dan di mana ia harus bersaing menghadapi lawan
serta dengan maksud dan tujuan untuk apa.
2. Carl Von Clausewitz menurutnya strategi merupakan pengetahuan tentang
penggunaan pertempuran untuk memenangkan sebuah peperangan. Dan perang
itu sendiri merupakan kelanjutan dari politik.
3. A. Halim menurutnya strategi itu merupakan suatu cara dimana sebuah
lembaga atau organisasi akan mencapai suatu tujuannya sesuai peluang dan
ancaman lingkungan eksternal yang dihadapi serta kemampuan internal dan
sumber daya.
4. Morrisey mendefinisikan bahwa strategi merupakan proses untuk menentukan
arah yang harus dituju oleh suatu perusahaan supaya dapat tercapai segala
misinya.
5. Siagaan mendefinisikan strategi merupakan serangkaian keputusan serta
17
seluruh jajaran dalam suatu organisasi demi pencapaian tujuan organisasi
tersebut.4
Strategi menurut Arifin (1994: 10) adalah keseluruhan keputusan
kondisional tentang tindakan yang akan dijalankan, guna mencapai tujuan. Jadi,
merumuskan strategi dakwah, berarti memperhitungkankondisi dan situasi (ruang
dan waktu) yang dihadapi di masa depan, guna mencapai efektivitas atau
mencapai tujuan. Dengan strategi dakwah, berarti dapat ditempuh beberapa cara
memakai komunikasi secara sadar untuk menciptakan perubahan pada diri
khalayak dengan mudah dan cepat.5
Strategi dakwah adalah perencanaan yang berisi rangkaian kegiatan yang
didesain untuk mencapai tujuan dakwah tertentu. Ada dua hal yang perlu
diperhatikan dalam hal ini, yaitu :
1. Strategi merupakan rencana tindakan (rangkaian kegiatan dakwah) termasuk
penggunaan metode dan pemanfaatan berbagai sumber daya atau kekuatan.
Dengan demikian, strategi merupakan proses penyusunan rencana kerja,
belum sampai pada tindakan.
2. Strategi disusun untuk mencapai tujuan tertentu. Artinya, arah dari semua
keputusan penyusunan strategi adalah pencapaian tujuan. Oleh sebab itu,
sebelum menentukan strategi, perlu dirumuskan tujuan yang jelas serta dapat
diukur keberhasilannya.
4
Ubay, Seputar Pendidikan Portal Situs Berita Pendidikan Online
(http://www.seputarpendidikan.com/2016/04/12-pengertian-strategi-menurut-para-ahli.html. Diakses tanggal 4 November 2016)
5
18
Sebagaimana yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz, Al-Bayanuni (1993: 46 &
195) mendefinisikan strategi dakwah (manahij al-da’wah) sebagai berikut:
“Ketentuan-ketentuan dakwah dan rencana-rencana yang dirumuskan untuk
kegiatan dakwah”.6
Jika seorang da’i mampu menjalankan strategi dakwah secara bijak, Insha
Allah ia akan mudah mencapai keinginannya, yakni keberhasilan dakwahnya. Nabi saw., sebagai imam para da’i, telah menerapkan strategi dakwah secara bijak
sehingga, melalui beliau, Allah memberi manfaat kepada hamba-Nya dan
menyelamatkan mereka dari syirik menuju tauhid. Siasat beliau tersebut
bermanfaat besar dalam menyukseskan dakwahnya, membangun negaranya,
menguatkan kekuasaannya dan meninggikan kedudukannya.
Cara atau strategi dakwah tersebut antara lain sebagai berikut:
1. Memilih waktu kosong dan kegiatan terhadap kebutuhan audiens (penerima
dakwah).
2. Jangan memerintahkan sesuatu yang menimbulkan fitnah. Terkadang seorang
da’i menjumpai suatu kaum yang sudah mempunyai tradisi mapan. Tradisi
tersebut bertentangan dengan syariat, tetapi jika dilakukan perombakan akan
mendatangkan kebaikan. Jika seorang da’i menyadari bahwa apabila dilakukan
perombakan akan terjadi fitnah, maka hal itu tidak perlu ia lakukan.
3. Menjinakkan hati dengan harta dan kedudukan.
4. Menjinakkan hati dengan memberi maaf ketika dihina, berbuat baik ketika
disakiti, bersikap lembut ketika dikasari dan bersabar ketika dizhalimi.
6
19
Cemoohan dibalas dengan kesabaran, ketergesa-gesaan dibalas dengan
kehati-hatian.
5. Pada saat memberi nasihat, jangan menunjuk langsung kepada orangnya tetapi
berbicara dengan sasaran umum.
6. Memberikan sarana yang dapat mengantarkan seseorang pada tujuannya.
7. Seorang da’i harus siap menjawab berbagai pertanyaan. Setiap pertanyaan
sebaiknya dijawab secara rinci dan jelas sehingga orang yang bertanya merasa
puas.
8. Memberikan perumpamaan-perumpamaan.7
b. Macam-macam Strategi dakwah
Strategi dakwah terbagi menjadi tiga bentuk dalam buku (Al-Bayanuni,
1993: 204-219), yang dikutip oleh Moh. Ali Aziz, yaitu:
1) Strategi sentimentil (al-manhaj al-‘athifi)
2) Strategi rasional (al-manhaj al-‘aqli)
3) Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi)
Strategi sentimental (al-manhaj al-athifi) adalah dakwah yang
memfokuskan aspek hati dan menggerakkan perasaan dan batin mitra dakwah.
Strategi rasional (al-manhaj al-aqli) adalah dakwah dengan beberapa metode
yang memfokuskan pada aspek akal pikiran. Al-Qur’an mendorong penggunaan
strategi rasional dengan beberapa terminologi antara lain: tafakkur, tadzakkur,
nazhar, taammul, i’tibar, tadabbur dan istibshar. Tafakkur adalah menggunakan
7
20
pemikiran mencapainya dan memikirkannya; tadzakkur merupakan menghadirkan
ilmu yang harus dipelihara setelah dilupakan; nazhar ialah mengarahkan hati
untuk berkonsentrasi pada objek yang sedang diperhatikan; taammul berarti
mengulang-ulang pemikiran hingga menemukan kebenaran dalam hatinya; i’tibar
bermakna perpindahan dari pengetahuan yang sedang dipikirkan menuju
pengetahuan yang lain; tadabbur suatu usaha memikirkan akibat-akibat setiap
masalah; Istibshar ialah mengungkap sesuatu atau menyingkapnya, serta
memperlihatkannya kepada pandangan hati (Muhammad Yusuf al-Qardlawi,
1998: 63-64). Strategi indriawi (al-manhaj al-hissi) juga dapat dinamakan dengan
strategi eksperimen atau strategi ilmiah. Strategi ini adalah praktik keagamaan,
keteladanan, dan pentas drama.8
Salah satu praktik keagamaan adalah shalat. Semua gerakan shalat adalah
gerakan untuk kesehatan. Bahkan, shalat tidak hanya menjaga kesehatan, tapi juga
mengembalikan hidup sehat dari berbagai macam penyakit. Dr. Alexis Carel,
pemenang hadiah Nobel bidang kedokteran dan direktur riset pada
RockefellerFoundation Amerika mengatakan, “Sebagai seorang dokter, saya
melihat banyak pasien yang gagal disembuhkan secara medis, tiba-tiba penyakit
itu hilang setelah mereka melakukan sholat. Shalat bagaikan Tambang Radium
yang menyalurkan sinar dan melahirkan kekuatan diri. Shalat merupakan meditasi
suci yang pelakunya merasakan kehadiran Allah, seperti merasakan panasnya
cahaya matahari. Banyak pasien saya berpenyakit tuberculosis, radang tulang, luka membusuk dan sebagainya sembuh dengan shalat”.
8
21
Shalat juga bisa membuat seseorang bahagia. Semua orang ingin hidup
bahagia dan Islam telah mendorong untuk mencapainya. Setiap hari dorongan hidup bahagia itu dikumandangkan melalui adzan, “hayya alal falah” (mari
meraih kebahagiaan). Bahagia bisa ditandai dengan jiwa yang tenang, bersikap
positif menghadapi semua keadaan dan cobaan hidup. Bisakah shalat mengantarkan manusia kepada kebahagiaan? Allah berfirman, “Sungguh
beruntung (berbahagialah) orang-orang beriman, yaitu mereka yang khusyuk dalam sholatnya” (QS. Al Mukminun (23): 1-2). Keberuntungan itu berupa
kesehatan fisik dan ketenangan batin dalam kehidupan dunia dan kenikmatan
surga di akhirat.9
Penentuan strategi dakwah juga bisa berdasar surat al-Baqarah ayat 151.
Yang bunyinya:
اتكلا مك لعيو مكيكزيو انتايآ مكيلع لتي مكنم ا سر مكيف انلسرأ ا ك
لعت ا كت مل ام مك لعيو ة كحلاو
Artinya: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan nikmat Kami
kepadamu) Kamu telah mengutus kepadamu Rasul di antara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan mensucikan kamu dan
mengajarkan kepada kamu yang belum kamu ketahui”.
Ayat tersebut mengisyaratkan tiga strategi dakwah, yaitu Strategi Tilawah
(membacakan ayat-ayat Allah SWT), Strategi Tazkiyah (menyucikan jiwa) dan
Strategi Ta’lim (mengajarkan Al-Quran dan al-hikmah).
9
22
1) Strategi Tilawah. Dengan ini mitra dakwah diminta mendengarkan penjelasan
pendakwah atau mitra dakwah membaca sendiri pesan yang ditulis oleh
pendakwah.
2) Strategi Tazkiyah. Menyucikan jiwa atau melalui aspek kejiwaan.
3) Strategi Ta’lim. Ini hampir sama dengan strategi tilawah, tetapi strategi ta’lim
bersifat lebih mendalam, dilakukan secara formal dan sistematis.
Setiap strategi membutuhkan perencanaan yang matang. Dalam dakwah
kelembagaan, perencanaan yang strategis paling tidak berisi analisis SWOT yaitu
Strength (keunggulan), Weakness (kelemahan), Opportunity (peluang) dan Threat
(ancaman) yang dimiliki atau dihadapi organisasi dakwah. Keunggulan dan
kelemahan lebih bersifat internal yang terkait dengan keberadaan strategi yang
ditentukan. Ketika strategi tersebut dihubungkan dengan pendakwah maupun
mitra dakwah (eksternal), maka ia akan memunculkan ancaman maupun peluang.
Strategi rasional yang ditawarkan al-Bayanuni di atas tidak terlepas dari kelebihan
dan kekurangan. Relevan dengan ajaran Islam yang rasional adalah di antaranya
kelebihannya, sedangkan kekurangannya adalah ia tidak menjangkau hal-hal yang
berada di luar akal. Sebab ada beberapa ajaran Islam yang tidak bisa dijelaskan
secara rasional. Ajaran seperti ini harus diterima secara dogmatis berdasar
keimanan semata. Ancamannya mungkin terletak pada pendakwah yang tidak
percaya dengan pemikiran akal, atau tidak biasa berpikir secara filosofis. Tetapi,
adanya mitra dakwah yang terpelajar bisa dikategorikan sebagai peluangnya.
23
memperkecil kelemahan dan ancaman serta memperbesar keunggulan dan
peluang.10
2. Metode dan Teknik Dakwah
Dalam ilmu dakwah metode merupakan suatu cara yang digunakan seorang da’i dalam menyampaikan pesannya kepada mad’u. Untuk merealisasikan
suatu metode diperlukan strategi yang merujuk pada sebuah perencanaan untuk
mencapai suatu tujuan.11
Setelah mengetahui prinsip-prinsip metode atau hakikat suatu metode, seorang da’i diharapkan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi
pemilihan dan penggunaan suatu metode, agar metode yang dipilih dan digunakan
benar-benar fungsional. Maka faktor-faktor yang dimaksud adalah:
a. Tujuan, dengan berbagai jenis dan fungsinya.
b. Sasaran dakwah (masyarakat) dengan segala kebijakan pemerintah,
tingkat usia, pendidikan, peradaban dan lain sebagainya.
c. Situasi dan kondisi yang beraneka ragam keadaannya.
d. Media dan fasilitas yang tersedia, dengan berbagai macam kuantitas
dan kualitas.
e. Kepribadian dan kemampuan seorang da’i atau muballigh.12
Pada garis besarnya, metode dakwah ada 6 metode. Diantaranya:
1) Metode Ceramah (rhetorika dakwah)
10
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., hlm. 349.
11
Ibid,..., hlm. 357.
12
24
Ceramah adalah suatu tehnik atau metode dakwah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang da’i/ muballigh pada suatu aktivitas
dakwah. Ceramah dapat pula bersifat propaganda, kampanye, berpidato
(rhetorika), khutbah, sambutan, mengajar dan sebagainya.
Metode ceramah sebagai salah satu metode atau tehnik berdakwah tidak jarang digunakan oleh da’i-da’i ataupun para utusan Allah dalam usaha
menyampaikan risalah-risalah.
Metode ceramah dipergunakan sebagai metode dakwah, efektif dan tepat
bilamana:
(a) Obyek atau sasaran dakwah berjumlah banyak.
(b) Penceramah (muballigh) orang yang ahli berceramah dan
berwibawa.
(c) Sebagai sarat dan rukun suatu ibadah, seperti khutbah jum’at, hari
raya.
(d) Tidak ada metode lain yang dianggap paling sesuai dipergunakan.
Seperti dalam walimatul ‘arusy mungkin yang cocok hanyalah
metode ceramah, bukan simulasi games, role playing, diskusi dan
sebagainya.13
Metode ceramah atau muhadlarah atau pidato ini telah dipakai oleh semua
Rasul Allah dalam menyampaikan ajaran Allah. Sampai sekarang pun masih
merupakan metode yang paling sering digunakan oleh para pendakwah sekalipun
alat komunikasi modern telah bersedia.
13
25
Umumnya, ceramah diarahkan kepada sebuah publik, lebih dari seorang.
Oleh sebab itu, metode ini disebut public speaking (berbicara di depan publik).
Sifat komunikasinya lebih banyak searah (monolog) dari pendakwah ke audiensi,
sekalipun sering juga diselingi atau diakhiri dengan komunikasi dua arah (dialog)
dalam bentuk tanya jawab. Umumnya, pesan-pesan dakwah yang disampaikan
dengan ceramah bersifat ringan, informatif, dan tidak mengundang perdebatan.
Dialog yang dilakukan juga terbatas pada pertanyaan, bukan sanggahan.
Penceramah diperlakukan sebagai pemegang otoritas informasi keagamaan kepda
audiensi.
2) Metode diskusi
Metode ini dimaksudkan untuk mendorong mitra dakwah berpikir dan
mengeluarkan pendapatnyaserta ikut menyumbangkan dalam suatu masalah
agama yang terkandung banyak kemungkinan-kemungkinan jawaban.
Diskusi dengan perbincangan suatu masalah di dalam sebuah pertemuan
dengan jalan pertukaran pendapat di antara beberapa orang.
3) Metode Konseling
Konseling adalah pertalian timbal balik di antara dua orang individu di
mana seorang (konselor) berusaha membantu yang lain (klien) untuk
mencapai pengertian tentang dirinya sendiri dalam hubungannya dengan
masalah-masalah yang dihadapinya pada saat ini dan pada waktu yang akan
datang. Metode konseling merupakan wawancara secara individual dan tatap
26
untuk memecahkan masalah yang dihadapinya. Konselor sebagai pendakwah
akan membantu mencari pemecahan masalahnya.
4) Metode Karya Tulis
Metode ini termasuk dalam kategori dakwah bi al-qalam (dakwah dengan
karya tulis). Tanpa tulisan, peradaban dunia akan lenyap dan penuh. Kita bisa
memahami Al-Qur’an, hadis fikih para Imam Mazhab dari tulisan yang
dipublikasikan.
Metode karya tulis merupakan buah dari keterampilan tangan dalam
menyampaikan pesan dakwah. Keterampilan tangan ini tidak hanya
melahirkan tulisan, tetapi juga gambar atau lukisan yang mengandung misi
dakwah.
5) Metode Pemberdayaan Masyarakat
Salah satu metode dalam dakwah bi al-hal (dakwah dengan aksi nyata)
adalah metode pemberdayaan masyarakat, yaitu dakwah dengan upaya untuk
membangun daya, dengan cara mendorong, memotivasi dan membangkitkan
kesadaran akan potensi yang dimiliki serta berupaya untuk
mengembangkannya dengan dilandasi proses kemandirian. Metode ini selalu
berhubungan antara tiga aktor, yaitu masyarakat (komunitas), pemerintah dan
agen (pendakwah).
6) Metode Kelembagaan
Metode dakwah bil al hal adalah metode kelembagaaan yaitu
27
instrumen dakwah. Untuk mengubah perilaku anggota melalui institusi
umpamanya, pendakwah harus melewati proses fungsi-fungsi manajemen
yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), penggerakkan
(actuating) dan pengendalian (controlling). Metode kelembagaan dan
pemberdayaan berbeda satu sama lain. Perbedaan pokok dari kedua metode
ini adalah terletak pada arah kebijakannya. Metode kelembagaan lebih
bersifat sentralistik dan kebijakannya bersifat dari atas ke bawah (top-down).
Sedangkan strategi pemberdayaan lebih bersifat desentralistik dengan
kebijakan dari bawah ke atas (bottom-up). Perbedaan yang lain adalah
kontribusi keduanya pada suatu lembaga. Ada kata kunci yang membuat
keduannya berbeda: metode kelembagaan menggerakkan lembaga, sedangkan
metode pemberdayaan mengembangkan lembaga.14
Setiap metode memerlukan teknik dalam implementasinya. Menurut Wina
Sanjaya teknik adalah cara yang dilakukan seorang dalam rangka
mengimplementasikan suatu metode.15
Teknik berisi langkah-langkah yang diterapkan dalam membuat metode
lebih berfungsi. Karena ilmu dakwah banyak berhubungan bahkan sangat
memerlukan disiplin ilmu lain, seperti Ilmu Komunikasi, Ilmu Manajemen,
Psikologi dan Sosiologi, maka penjabaran metode dan teknik-tekniknya banyak
meminjam dari beberapa ilmu di atas dengan beberapa modifikasi.16 Teknik
dalam ceramah dibagi menjadi tiga macam, antara lain:
14
Moh. Ali Aziz, Ilmu Dakwah,..., hlm. 359.
15
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Kencana, 2006), hlm. 125.
16
28
(a) Teknik Persiapan Ceramah
Dua persiapan yang pokok sebelum pelaksanaan ceramah adalah
persiapan mental untuk berdiri dan berbicara di muka khalayak dan
persiapan yang menyangkut isi ceramah. Jika persiapan mental masih
kurang dan belum mantap sehingga pembicara dihinggapi rasa cemas
(nervous), kurang percaya diri, maka hal ini akan berakibat kacaunya
sikap dan kelancaran penyampaian isi ceramah, sekalipun sudah
sedemikian rupa dipersiapkan sebelumnya. Demikian juga sebaliknya
pidato akan kacau jika yang disiapkan hanya mental semata sedang
persiapan isi pidato masih kurang.
(b) Teknik Penyampaian Dakwah
Dalam penyampaian ceramah diperlukan alat-alat bantu seperti audio
visual, dapat pula dikembangkan cara penyajian dengan induktif dan
deduktif. Cara induktif maksudnya cara menjelaskan sesuatu (pesan
dakwah) melalui berpikir dari hal yang bersifat khusus ke arah
hal-hal yang bersifat umum. Sedangkan cara penyajian deduktif
maksudnya cara menjelaskan materi dakwah yang dimulai dengan
berpikir tentang hal-hal yang bersifat umum. Penyampaian ini sudah
barang tentu harus didasarkan pada alasan-alasan yang logis
berdasarkan logika sebab akibat, kronologis ataupun topikal dan
seterusnya.
(c) Pembukaan dan penutupan adalah bagian yang sangat menentukan.
29
menambahkan perhatian kepada pokok pembicaraan, maka penutupan
harus memfokuskan pikiran dan gagasan pendengar kepada gagasan
utamanya.
3. Komunitas Terpinggirkan
Liponsos adalah singkatan dari Lingkungan Pondok Sosial yang di
dalamnya menampung, membina dan memberdayakan orang-orang kurang
beruntung seperti Gepeng, orang sakit jiwa, PSK Jompo dan lain sebagainya.
Maksud dari komunitas terpinggirkan adalah orang yang mengalami
gangguan kesehatan mental. Seperti kaum gelandangan, pengemis, orang gila,
anak jalanan serta anak yatim. Menurut Zakiah Daradjat yang dikutip oleh Sururin
dalam buku Islam dan kesehatan mental, menampilkan pengaruh gangguan
kesehatan mental, bukan pengaruh penyakit mental (jiwa), karena pengaruh sakit
jiwa sudah jelas, yaitu hilangnya kesadaran seseorang. Sedangkan pengaruh
terganggunya mental adalah:
a. Perasaan: misalnya cemas, takut, iri hati, dengki, sedih tak beralasan,
marah pada hal-hal yang remeh, bimbang, merasa diri rendah,
sombong tertekan (frustasi), pesimis, putus asa, apatis dan sebagainya.
b. Pikiran: kemampuan berpikir kurang, sukar memusatkan perhatian,
mudah lupa, tidak dapat melanjutkan rencana yang telah disusun dan
sebagainya.
c. Kelakuan: nakal, pendusta, menganiaya diri sendiri atau orang lain dan
30
d. Kesehatan tubuh, penyakit jasmani yang tidak disebabkan oleh
gangguan pada jasmani.17
Arti dari kaum gelandangan dan pengemis (gepeng) adalah kelompok
kelas bawah dalam struktur masyarakat berupaya mengekspresikan keberadaan
mereka dengan menekuni dunia informal sebagai bentuk resistensi terhadap
pembangunan yang cenderung perpihak pada sektor formal. Gepeng merupakan
gambaran masyarakat tak berdaya. Gepeng tidak mampu berkompetisi di sektor
formal, karena berpendidikan rendah, tidak memiliki modal, tidak memiliki
keterampilan yang memadahi. Mereka bekerja serabutan, kerja apa saja, pada
sektor yang tidak membutuhkan pengetahuan, modal dan skill, termasuk
meminta-minta. Semua dilakukan demi kelangsungan hidup pada
gelandangan-pengemis.18
Mengutip pengertian orang stress Handoko (1993), stress merupakan suatu
kondisi ketegangan yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi
seseorang. Kondisi yang cenderung menyebabkan stres disebut stressor.19
Sedangkan anak yatim adalah anak yang tidak beribu atau berbapak atau
tidak beribu bapak.20 Pengertian dari anak yatim adalah sosok manusia yang
mendapat kedudukan khusus dan mulia di sisi Allah swt. Perhatian Allah swt.
begitu besar kepada mereka, sebagaimana tercermin dari banyaknya ayat dalam
Al-Qur’anul Karim yang membicarakan masalah anak yaitm. Bahkan, bila Al
17
Sururin, Ilmu Jiwa Agama, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 176.
18
Maghfur Ahmad, Strategi Kelangsungan Hidup Gelandangan-Pengemis, Jurnal Penelitian, Volume 7, Nomor 2, Nopember 2010.
19
Husein Umar, Sumber Daya Manusia dalam Organisasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005), h. 34.
20
31
Qur’an menyebutkan nama-nama kaum dhuafa, maka anak yatim menduduki
urutan pertama. Bahkan kata yatim (tunggal) atau yatama (jamak) disebut kurang
lebih 23 kali dalam Al-Qur’an. Adalah wajar jika mereka mendapat perhatian
yang besar dari Allah swt. Sebab, selain dhuafa, sejak kecil mereka telah
merasakan penderitaan lahir-batin.21
Dan anak jalanan termasuk dalam kategori anak terlantar. Menurut
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, “Anak
terlantar adalah anak yang tidak terpenuhi kebutuhannya secara wajar, baik fisik, mental, spiritual maupun sosial”. Pada realitas sehari-hari, kejahatan dan
eksploitasi seksual terhadap anak sering terjadi. Anak-anak jalanan merupakan
kelompok yang paling rentan menjadi korban. Anak-anak yang seharusnya berada
di lingkungan belajar, bermain dan berkembang justru mereka harus mengarungi
kehidupan yang keras dan penuh berbagai bentuk eksploitasi.
Menurut Suryanto (2010), “anak jalanan adalah anak-anak yang tersisih,
marjinal dan terealisasi dari perlakuan kasih sayang karena kebanyakan dalam
usia yang relatif dini sudah harus berhadapan dengan lingkungan kota yang keras dan bahkan sangat tidak bersahabat” (hlm 185). Di berbagai sudut kota sering
terjadi anak jalanan harus bertahan hidup dengan cara-cara yang secara sosial
kurang atau bahkan tidak dapat diterima masyarakat umum, sekadar untuk
menghilangkan rasa lapar dan keterpaksaan untuk membantu keluarganya. Tidak
jarang pula mereka dicap sebagai pengganggu ketertiban dan membuat kota
21
32
menjadi kotor, sehingga yang namanya razia atau penggarukan bukan lagi hal
yang mengagetkan mereka.22
Maka dari itu sebagai pendakwah wajib untuk mengajak kebaikan meskipun mad’unya dari berbagai macam latar belakang, yakni seperti komunitas
terpinggirkan. Sebagaimana dalam hadits dakwah yang mengatakan:
م
Artinya : “barang siapa yang menunjukkan kepada perbuatan baik, maka
baginya pahala seperti orang yang melaksanakannya.” (Diriwayatkan oleh Ibnu
Mas’ud Al Badri)23
B. Landasan Teori
Salah satu bentuk komunikasi paling mendasar adalah persuasi. Persuasi didefinisikan sebagai “perubahan sikap akibat paparan informasi dari orang lain”
(Olson dan Zanna, 1993, hlm.135). Banyak riset telah dilakukan berkenaan
dengan komunikasi yang ditujukan pada perubahan sikap.
Banyak sikap yang sulit untuk berubah. Sikap biasanya memiliki nilai dan
manfaat bagi orang yang memegang sikap itu, dan biasanya sikap tersebut
melekat erat pada ego atau jati diri seseorang. Sering usaha-usaha untuk
mengubah sikap seseorang dipandang sebagai ancaman dan ditolak.
Selama berabad-abad manusia harus bertindak berdasarkan intuisi dan akal
sehat dalam upaya mereka untuk melakukan persuasif. Aristotle salah satu orang
22
Fedri Apri Nugroho, Jurnal Skripsi Realitas Anak Jalanan di Kota Layak Anak Tahun 2014, Januari 2014.
23
33
yang pertama kali menganalisis dan menulis tentang persuasi dalam karya-karya
klasiknya mengenai retorika. Beberapa tahun kemudian, khususnya ketika
komunikasi massa menjadi lebih menyebar luas, orang mulai mempelajari
persuasi bahkan secara lebih sistematis.24
Selanjutnya teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kanon
Retorika. Aristoteles yakin bahwa, agar suatu pidato persuasif dapat menjadi
efektif, pembicara harus mengikuti tuntunan tertentu atau prinsip-prinsip, yang ia
sebut kanon. Ini merupakan rekomendasi untuk membuat suatu pidato lebih
menggugah. Para ahli retoris klasik telah mempertahankan pengamatan
Aristoteles ini, dan hingga hari ini, kebanyakan penulis mengenai teks public
speaking dalam komunikasi mengikuti kanon-kanon Aristoteles untuk
menghasilkan pidato yanng efektif.
Walaupun tulisannya dalam retorika berfokus pada persuasi, kanon-kanon
ini telah diterapkan di dalam beberapa situasi pembicara. Aristoteles menyatakan
ada lima hal yang paling dibutuhkan untuk pidato yang efektif: penemuan,
pengaturan, gaya, penyampaian, dan ingatan.
Kanon yang pertama adalah penemuan. Istilahnya ini dapat menjadi
sedikit membingungkan karena penemuan dalam sebuah pidato tidak berarti
penemuan dalam pengertian ilmiah. Penemuan (invention) didefinisikan sebagai
konstruksi atau penyusunan dari suatu argumen yang relevan dengan tujuan dari
suatu pidato. Penemuan berhubungan erat dengan logos, yang telah dibahas
sebelumnya. Penemuan, karenanya, dapat mencakup penggunaan cara berpikir
24
34
entimen dalam suatu pidato. Selain itu, penemuan diinterpretasikan secara luas
sebagai sekelompok informasi dan pengetahuan yang dibawa oleh seorang
pembicara ke dalam situasi berbicara. Tumpukan informasi ini dapat membantu
seorang pembicara dalam pendekatan persuasifnya. Misalkan saja, contohnya,
Anda sedang memberikan sebuah pidato mengenai keuntungan olahraga.
Penemuan yang dikaitkan dengan pidato ini akan mencakup baik daya tarik logis yang ada di dalam pidato Anda (“Anda akan hidup lebih lama” atau “Asuransi
kesehatan anda akan lebih rendah”) serta sekelompok informasi yang anda miliki
mengenai kesehatan secara umum. Dalam mengonstruksi argumen Anda, anda
akan menggunakan ini semua.
1. Penemuan. Definisi penemuan adalah integrasi cara berpikir dan
argumen di dalam pidato. Dan deskripsinya adalah menggunakan
logika dan bukti di dalam pidato membuat sebuah pidato menjadi lebih
kuat dan persuasif.
2. Pengaturan. Definisi pengaturan adalah organisasi dari pidato.
Deskripsinya yakni mempertahankan struktur suatu pidato-Pengantar,
Batang Tubuh, Kesimpulan-mendukung kredibilitas pembicara,
menambah tingkat persuasi dan mengurangi rasa frustasi pada
pendengar.
3. Gaya. Penggunaan bahasa di dalam pidato. Deskripsi dari gaya adalah
penggunaan gaya memastikan bahwa suatu pidato dapat diingat dan
35
4. Penyampaian. Presentasi dari pidato. Penyampaian yang efektif
mendukung kata-kata pembicara dan membantu mengurangi
ketegangan pembicara.
5. Ingatan. Penyimpanan informasi di dalam benak pembicara.
Mengetahui apa yang akan dikatakan dan kapan mengatakannya
meredakan ketegangan pembicara dan memungkinkan pembicara
untuk merespons hal-hal yang tidak terduga.25
Menurut B. Aubrey Fisher, seseorang dapat memandang tindakan persuasi
sebagai upaya sumber untuk memanipulasikan penerima atau persepsi penerima
yang menyaring pesan-pesan manipulatif dengan jalan itu mengendalikan
responsnya terhadap usaha persuasif. Akan tetapi, praktek persuasi dengan
sendirinya berkaitan dengan sejenis efek. Perspektif-perspektif yang terdahulu
menerangkan efek itu dalam pengertian stimuli atau dalam pengertian persepsi
penerimanya. Sekalipun begitu, konsep persuasi umumnya adalah sebab-akibat,
stimulus-respons, masukan-keluaran, yakni adanya hasil atau perubahan yang
nyata pada penerimanya. Dengan kata lain, tindakan persuasi pada akhirnya
merupakan tindakan persuasi diri pada pihak orang yang dipersuasi.26
C.Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Untuk menghindari terjadinya pengulangan yang membahas permasalahan
yang sama dari seseorang, baik dari buku ataupun bentuk tulisan lain dan
25
Richard West, Lynn H. Turner, Pengantar Teori Komunikasi Analisis dan Aplikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), h. 11.
26
36
untuk menghindari plagirisme, maka penulis sampaikan beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang memiliki relevansi dengan penelitian ini, antara
lain :
1. Ira Pratiwi Komunikasi Penyiaran Islam, UIN Sunan Ampel Surabaya, 2014.
Skripsi tersebut berjudul “Strategi Dakwah Remaja Masjid (REMAS) Baitul
-Taqwa Dalam Upaya Meningkatkan Nilai Keislaman Bratang Surabaya”. Yang
menjadi perbedaan dalam penelitian ini dengan skripsi terdahulu adalah
terletak pada faktor obyeknya saja. Yang mana secara garis besar yang menjadi
sasaran atau obyek dakwah dalam penelitian yang terdahulu meneliti para
remaja non REMAS yang tinggal di wilayah Bratang Surabaya. Sedang skripsi
ini meneliti seorang Ustadz Syuaib yang membahas mengenai bagaimana
strategi dakwah dia agar mudah diterima oleh semua kalangan masyarakat dan
komunitas terpinggirkan tidak hanya remaja saja. Persamaan dalam penelitian
yang terdahulu dengan penelitian ini adalah sama-sama menggunakan strategi
dakwah untuk menyampaikan pesan-pesan dakwah.
2. Adapun penelitian kedua yang berjudul “Strategi Dakwah Majelis Az-zikra
dalam Menciptakan Keluarga Sakinah”, yang diteliti oleh Bobby Rahman
Manajemen Dakwah, UIN Syarif Hidayatullah, 2010. Yang menjadi perbedaan
dalam penelitian ini dengan skripsi terdahulu adalah terletak pada faktor
obyeknya saja. Yang mana secara garis besar yang menjadi sasaran atau obyek
dakwah dalam penelitian yang terdahulu adalah khusus untuk yang sudah
37
terpinggirkan. Persamaannya sama-sama menggunakan strategi dakwah ketika
berdakwah atau sedang melakukan aktivitas dakwahnya
3. Penelitian ketiga berjudul “Strategi Dakwah Dalam Meningkatkan Pemahaman
Agama Anak Muda”, yang diteliti oleh Miss Patimoh Yeemayor Manajmenen
Dakwah, UIN Walisongo, 2015. Yang menjadi perbedaan dengan skripsi ini
adalah sasaran atau obyeknya, yakni lebih tertuju kepada anak muda.
Sedangkan skripsi ini sasaran atau obyeknya untuk komunitas terpinggirkan.
Persamaan skripsi Miss Patimoh Yeemayor dengan skripsi ini adalah
sama-sama mengkaji strategi dakwah.
4. Pada tahun 2010 Sri Wahyuni juga menulis skripsi yang berjudul “Strategi
Dakwah M. Natsir dalam Menghadapi Misionaris Kristen” dalam penelitian ini
dapat disimpulkan yang menjadikan perbedaan adalah, skripsi terdahulu
sasaran dakwahnya adalah misionaris Kristen. Sedangkan skripsi ini
sasarannya untuk komunitas terpinggirkan. Persamaan dengan penelitian
terdahulu dengan penelitian ini adalah, membahas tentang strategi dakwah
yang digunakan para da’i.
5. Nur Rochman, 2014, dengan judul “Strategi dakwah melalui pemasaran online
pada situs www.sahabataqsa.com”. Yang menjadi perbedaan dalam penelitian
ini adalah obyeknya berbeda. Obyeknya menggunakan media online.
Sedangkan dalam skripsi ini obyeknya adalah komunitas terpinggirkan. Dan
BAB III
METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian “Strategi Dakwah
Ustadz Syuaib” yaitu metode penelitian kualitatif. Metodologi artinya cara yang
tepat untuk melakukan sesuatu dengan menggunakan pikiran secara saksama
untuk mencapai suatu tujuan. Sedangkan penelitian adalah suatu kegiatan untuk
mencari, mencatat, merumuskan, dan menganalisis sampai menyusun laporannya.
Manfaat metodologi penelitian antara lain, dapat menuyusun laporan baik dalam
bentuk skripsi, mengetahui arti pentingnya riset dan dapat menilai hasil-hasil
penelitian yang sudah ada.1
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Pada penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan kualitatif dengan
jenis penelitian deskriptif. Maksudnya adalah data-data yang dikumpulkan berupa
kata-kata, gambar dan bukan angka-angka.2 Penelitian deskriptif kualitatif adalah
titik berat pada observasi dan suasana alamiah (naturalistis setting). Peneliti
bertindak sebagai pengamat. Hanya membuat kategori perilaku, mengamati
gejala, dan mencatatnya dalam buku observasinya. Dan suasana alamiah
dimaksudkan peneliti terjun ke lapangan, peneliti tidak berusaha untuk
memanipulasikan variabel.
1
Cholid Narbuko, dkk, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), hh. 1-12.
2
41
Penelitian deskriptif ditujukan untuk:
(1) Mengumpulkan informasi aktual secara rinci yang melukiskan gejala yang
ada.
(2) Mengidentifikasi masalah atau memeriksa kondisi praktek-praktek yang
berlaku.
(3) Membuat perbandingan atau evaluasi.
(4) Menentukan apa yang dilakukan orang lain dalam menghadapi masalah yang
sama dan belajar dari pengalaman mereka untuk menetapkan rencana dan
keputusan pada waktu yang akan datang.3
B. Kehadiran Peneliti
Dalam penelitian ini, peneliti bertindak sebagai instrumen aktif dalam
upaya pengumpulan data yang ada di lapangan. Peneliti langsung terjun ke tempat
penelitian yakni Liponsos (Lingkungan Pondok Sosial), di pondok pesantren
Al-Muchtar Mleto, selain itu di rumah warga yang beralamatkan di Mleto nomor 37
dan melakukan observasi serta wawancara secara mendalam terhadap Ustadz
Syuaib dan para informan lainnya. Kehadiran peneliti di Liponsos dan di Mleto
merupakan hal yang wajib peneliti lakukan. Karena hal tersebut merupakan tolak
ukur keberhasilan seorang peneliti untuk memahami permasalahan yang sedang
diteliti yakni strategi dakwah Ustadz Syuaib. Peneliti juga mempunyai peran
sebagai pengamat partisipan terhadap kegiatan yang berhubungan dengan
rumusan masalah. Ketika dalam penelitian, peneliti diketahui statusnya oleh
3
42
subjek serta informan penelitian. Dengan kata lain, peranan manusia sebagai alat
atau instrumen penelitian besar sekali dalam penelitian kualitatif.4
C. Jenis dan Sumber Data
1. Jenis Data
a. Data primer
Data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat baik yang dilakukan
melalui wawancara, observasi dan alat lainnya. Data primer diperolehnya sendiri
secara mentah-mentah dari masyarakat dan masih memerlukan analisa lebih
lanjut.5
Data primer dalam penelitian ini adalah melakukan wawancara serta
observasi langsung kepada Ustadz Syuaib saat dia melakukan aktifitas
dakwahnya.
b. Data sekunder
Data yang diperoleh dari atau berasal dari bahan kepustakaan. Pada
umumnya untuk mendapatkan data sekunder, tidak lagi dilakukan wawancara atau
melalui instrumen jenis lainnya melainkan meminta bahan-bahan sebagai
pelengkap dengan melalui petugas atau dapat tanpa melalui petugas yaitu
mencarinya sendiri dalam file-file yang tersedia. Data sekunder akan mudah
didapatkan apabila data primer cukup lengkap dalam menunjang
permasalahannya.6
4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, ..., h. 163.
5
Joko Subagyo, Metode Penelitian dalam teori dan praktek, (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), h. 87.
6
43
Data sekunder dalam penelitian ini adalah arsip-arsip yang dimiliki oleh
Ustadz Syuaib dan beberapa dokumentasi kegiatan dakwah yang dilakukan oleh
Ustadaz Syuaib. Semua hal yang berkaitan dengan foto, audio, video dan arsip
tertulis lainnya merupakan sebuah dokumen yang akan dapat mendukung dan
menjadi data sekunder dalam penelitian ini.
2. Sumber Data
Menurut Lofland dan Lofland (1987 : 4) sumber data utama dalam
penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan
seperti dokumen dan lain-lain.7
Sumber data adalah sumber yang dibutuhkan untuk sebuah penelitian.
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah dokumentasi, observasi serta
wawancara kepada Ustadz Syuaib.
D. Tahap Penelitian
Penelitian kualitatif tidak terlepas dari tahap-tahap penelitian. Menurut
Lexy J. Moleong terdapat tiga pokok tahapan penelitian kualitatif, yaitu:
a. Tahap pra lapangan
Tahap ini adalah tahap paling awal untuk melakukan penelitian sebelum
terjun ke lapangan. Tahap ini dilakukan agar peneliti menyiapkan apa saja yang
dilakukan sebelum meneliti langsung ke lapangan. Dalam tahap pra lapangan ada
tujuh hal yang harus dilakukan, antara lain:
7
44
1) Menyusun rancangan penelitian
Sebelum melakukan penelitian, peneliti harus menyusun rancangan
penelitian. Rancangan ini mulai dari pemilihan judul yang sesuai dengan jurusan
yang telah dipilih peneliti. Setelah judul disetujui oleh ketua jurusan, peneliti
menyusun proposal. Proposal adalah langkah awal apakah penelitian ini dapat
diteruskan atau harus ganti judul.
2) Memilih lapangan penelitian
Cara terbaik yang perlu ditempuh dalam penentuan lapangan penelitian
ialah dengan jalan mempertimbangkan teori substantif dan dengan mempelajari
serta mendalami fokus serta rumusan masalah penelitian.
Keterbatasan geografis dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu,
perlu dipertimbangkan dalam penentuan lokasi penelitian.
3) Mengurus perizinan
Peneliti mengurus surat izin terebih dahulu ke fakultas, surat perizinan ini
ditujukan untuk diberikan kepada Ustadz Syuaib. Karena pihak yang berwenang,
berhak menolak atau menerima penelitian yang peneliti lakukan. Mereka memiliki
kewenangan secara formal. Dengan diterimanya surat izin, peneliti bisa lebih
dalam lagi untuk melakukan penelitian.
4) Menjajaki dan menilai lapangan
Maksud dari penjajakan lapangan adalah berusaha mengenal tempat yang
akan diteliti, mulai dari lingkungan sosial, fisik, dan keadaan alam. Dan tujuan
lainnya yakni agar peneliti mempersiapkan diri, mental maupun fisik, serta