• Tidak ada hasil yang ditemukan

LEMBAR KEGIATAN BELAJAR IPA BERBASIS “SINAU” PADA ANAK-ANAK KOMUNITAS SEDULUR SIKEP DI KECAMATAN SUKOLILO, KABUPATEN PATI | Widyanarko | Inkuiri 7816 16371 1 SM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "LEMBAR KEGIATAN BELAJAR IPA BERBASIS “SINAU” PADA ANAK-ANAK KOMUNITAS SEDULUR SIKEP DI KECAMATAN SUKOLILO, KABUPATEN PATI | Widyanarko | Inkuiri 7816 16371 1 SM"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

LEMBAR KEGIATAN BELAJAR IPA BERBASIS

“SINAU”

PADA ANAK-ANAK KOMUNITAS SEDULUR SIKEP

DI KECAMATAN SUKOLILO, KABUPATEN PATI

Anang Christian Widyanarko1), Widha Sunarno2), Baskoro Adi Prayitno3)

1Program Studi Magister Pendidikan Sains, FKIP UNS, Surakarta, 57126, Indonesia

anangchristie@gmail.com

2Program Studi Magister Pendidikan Sains, FKIP UNS, Surakarta, 57126, Indonesia

widhasunarno@gmail.com

3Program Studi Magister Pendidikan Sains, FKIP UNS, Surakarta, 57126, Indonesia

baskoro_ap@uns.ac.id

Abstrak

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui: 1) karakteristik lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep; 2) kelayakan lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep; 3) efektivitas lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode Penelitian dan Pengembangan (Research and Development) yang mengacu pada model 4-D yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Penelitian dibagi menjadi 4 tahap: 1) pendefinisian (define); 2) perancangan (design); 3) pengembangan (develop); dan 4) penyebaran (disseminate). Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan

bahwa: 1) karakteristik lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep adalah mudah diterima dan dipahami, serta tidak melanggar aturan adat; 2) lembar kegiatan belajar

IPA berbasis “sinau” dengan materi konsep dasar air pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep dapat diterapkan setelah mendapat penilaian layak dari ahli materi, akademisi pengamat budaya dan tokoh masyarakat Sedulur Sikep, karena sesuai dengan kebutuhan sehari-hari, tidak melanggar aturan adat dan tidak melanggar prinsip “sinau”; 3) lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” efektif digunakan pada anak-anak Komunitas Sedulur Sikep karena menggunakan metode eksperimen berbasis lingkungan yang dimodifikasi sesuai kondisi, sehingga anak-anak Sedulur Sikep mudah menerima dan memahami. Mereka menganggap seperti bermain, sangat antusias karena menjumpai sesuatu yang baru dan belum pernah dilakukan, mudah dilakukan karena menggunakan bahan dan media yang mudah ditemukan di sekitar mereka, tanpa mereka sadari bahwa mereka telah mempelajari konsep dasar IPA seperti yang diberikan di sekolah formal.

Kata Kunci: Sedulur Sikep, lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau”, konsep dasar air.

Pendahuluan

Pendidikan non-formal di masa kini menjadi alternatif yang semakin mendapat tempat di masyarakat. Pendidikan non-formal sebenarnya telah menjadi salah satu kekayaan lokal masyarakat di Indonesia. Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomer 73 Tahun 1991 tentang Pendidikan Luar Sekolah, bab I pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa Pendidikan luar sekolah adalah pendidikan yang diselenggarakan di luar sekolah baik dilembagakan maupun tidak.

Salah satu dari komunitas adat yang menolak memberikan pendidikan formal bagi anak-anak mereka adalah komunitas Sedulur Sikep (juga dikenal sebagai kaum Samin oleh

(2)

merasakan pendidikan formal karena komunitas mereka tidak mengijinkan anak-anak mereka untuk bersekolah.

Pandangan komunitas Sedulur Sikep yang demikian membuat mereka berada pada posisi yang sulit karena prinsip mereka tidak membuat mereka imun terhadap pengaruh gejolak dan suasana politik dan ekonomi di negara ini. Di satu sisi, kesetiaan mereka pada prinsip ajaran leluhur seperti aja dengki srei, tukar padu, dahwen kemeren, aja kutil, jumput,

mbedhog, colong (tidak boleh berhati jahat,

berperang mulut, iri hati pada orang lain, dan tidak boleh mengambil milik orang) menjadikan mereka masyarakat yang lugu, tidak menaruh prasangka buruk pada orang lain apalagi sampai mencurigai. Kesederhanaan ini sering dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tak bertanggungjawab untuk mengambil keuntungan dari sumber daya alam milik komunitas Sedulur Sikep. Dalam kasus sengketa dengan PT Semen Gresik di tahun 2008, mereka hampir saja kehilangan akses terhadap sumber daya alam pegunungan yang mengandung kapur dan bahan baku semen yang berkualitas baik. Komunitas Sedulur Sikep memerlukan landasan kuat untuk mempertahankan eksistensi mereka untuk pencegahan perulangan kembali kasus-kasus semacam itu.

Pada sisi lain, komunitas Sedulur Sikep memiliki sistem pendidikan yang mapan dan

baik. Prinsip “sinau” yang mereka yakini dan pegang teguh, telah terbukti berhasil mentransfer nilai dan tradisi serta ajaran dari

leluhur mereka. Prinsip “sinau” adalah

keyakinan bahwa seseorang tidak perlu pandai, tetapi harus mengerti atau paham. Sebagai contoh, argumen terkuat komunitas Sedulur Sikep dalam menolak eksploitasi pegunungan kapur adalah matinya sumber air bila dilakukan penambangan di sana. Komunitas Sedulur Sikep tidak pandai menggunakan istilah

“eksploitasi akan merusak ekosistem,” namun

mereka sangat paham bahwa perilaku pengerukan pegunungan kapur akan mematikan sumber air, yang berarti rusaknya lingkungan mereka. Mereka juga paham bahwa kerusakan lingkungan akan berdampak sosial dan budaya, yang merupakan ancaman terhadap komunitas itu sendiri. Matinya mata air adalah matinya pertanian, yang berarti matinya identitas komunitas Sedulur Sikep.

Sebenarnya sangat tidak adil jika menilai masyarakat adat Sedulur Sikep sebagai kaum yang terbelakang, hanya karena mereka tidak pernah mengenyam pendidikan formal dan tidak mengijinkan anak-anak mereka bersekolah. Karena masyarakat adat Sedulur Sikep mempunyai alasan yang kuat mengenai mengapa mereka tidak mengijinkan anak-anaknya bersekolah. Pertama, karena adanya trauma sejarah yang mereka alami. Sebab di jaman penjajahan Belanda, orang-orang yang bersekolah atau disekolahkan pada akhirnya akan menjadi antek Belanda. Sehingga komunitas Sedulur Sikep mengangap bahwa pendidikan akan mendegradasi identitas mereka sebagai seorang Sedulur Sikep yang pada akhirnya akan membuat komunitas Sedulur Sikep punah (Mardi, 2012). Kedua, ketakutan adanya pengaruh negatif dari masyarakat luar terhadap kepercayaan komunitas Sedulur Sikep. Demikian alasan yang digunakan mengapa mereka tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal. Bagi mereka, bersekolah formal atau tidak bukan soal baik atau buruk, melainkan pilihan yang dianggap sesuai dengan tujuan hidup mereka. Untuk menyiasati polemik ini, mereka menyuguhkan strategi tersendiri untuk suksesi pendidikan anak mereka. Sedulur Sikep lebih menekankan pendidikan berbasis keluarga dan alam.

Pendidikan berbasis keluarga ini menyuguhkan nilai kearifan hidup seperti diamini masyarakat Sedulur Sikep selama ini. Semenjak kecil, anak-anak mereka dididik agar tidak drengki (memfitnah), srei (serakah),

panesten (membenci sesama), dahwen

(menuduh tanpa bukti), kemeren (iri hati), dan

aja kutil (jangan suka mengambil atau mencuri

milik orang lain).

(3)

Kedua model pendidikan itu bagi Sedulur Sikep dirasa cukup mengantarkan anak-anak mereka menjadi manusia yang berbudi, luhuring budi. Dalam lingkup keluarga, pendidikan disuguhkan dengan model home

schooling. Aktivitas di lingkungan keluarga

adalah pendidikan penting bagi anak-anak mereka. Orang tua dalam wilayah ini memainkan peran penting. Dalam masyarakat Sedulur Sikep, berhasil atau tidaknya pendidikan anak bergantung pada peran orang tua.

Seiring dengan perubahan jaman seperti saat ini, beberapa komunitas Sedulur Sikep yang berada di daerah Blora dan Bojonegoro sudah memiliki kesadaran untuk menuntut ilmu dengan sekolah yang setinggi-tingginya. Hanya komunitas Sedulur Sikep yang berada di kabupaten Pati, yang masih kuat mempertahankan ajaran Samin, termasuk tidak menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah formal. Akan tetapi, mereka memperbolehkan anak-anaknya untuk belajar. Belajar dalam pandangan komunitas ini sering disebut dengan

istilah ‟sinau‟.

Materi yang diberikan untuk pelajaran membaca dan menulis sangat berbeda dengan yang diberikan di sekolah formal, mereka lebih mengutamakan kearifan lokal yang ada. Ajaran-ajaran para leluhur diberikan bersamaan dengan belajar membaca dan menulis. Ajaran tentang keseimbangan alam, pelestarian sumber daya alam dan pengenalan terhadap alam juga diberikan, tentu saja dengan menggunakan

metode sebatas yang mereka ketahui. “Memulai

ilmu pengetahuan ilmiah dasar sangat mudah dilakukan. Sains sebagian besar merupakan masalah sikap, sebuah cara untuk melihat dunia dengan mempelajari sebanyak mungkin yang kita bisa mengenai hal itu”. (Griffith 2012, 125)

Dalam kehidupan sehari-hari, mereka juga belajar dari alam, mempelajari dan mengamati gejala-gejala alam yang ada. Akan tetapi teori dan konsep-konsepnya mereka sama sekali belum mengenal, untuk memperkenalkannya harus dipilih metode yang sesuai supaya tidak dianggap melanggar ajaran mereka dan merupakan kebutuhan hidup mereka. Kedekatan dengan alam dan pandangan tentang keseimbangan alam sudah ditanamkan kepada anak-anak sejak dini sehingga memungkinkan mereka untuk belajar dari alam

sekitar. Mengeksplorasi alam tanpa merusaknya.

Pertanian adalah sumber mata pencaharian utama Sedulur Sikep, sehingga dapat dikatakan bahwa Sedulur Sikep identik dengan petani. Kehidupan mereka tergantung pada sumber air, yang banyak ditemukan di lereng Pegunungan Kendeng Utara, untuk mengairi lahan pertanian mereka. Pemahaman mereka tentang air, sifat-sifat dan gejala yang ditimbulkannya, didapatkan secara turun temurun. Sistem pengairan dan bencana yang ditimbulkan oleh air diketahui dari pengalaman sehari-hari, tanpa mengetahui prinsip dasar atau hukum IPA yang ada di dalamnya. Oleh sebab itu sangat perlu dipelajari sifat-sifat air, gejala alam yang ditimbulkan dan asal-usulnya, sehingga mereka dapat memahami karakteristik air yang mengarah untuk memanfaatkan dan melestarikannya. Memasukkan konsep dasar air, pada materi sinau anak-anak Sedulur Sikep diambil yang paling sederhana dan paling dasar, sesuai dengan apa yang mereka temui sehari-hari. Tentu saja dengan menggunakan media yang mereka lihat dan gunakan sehari-hari.

Metode Penelitian

Penelitian dilaksanakan di desa Baturejo, kecamatan Sukolilo, kabupaten Pati, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan selama 13 bulan yaitu dimulai dari bulan Maret 2013 sampai bulan April 2014.

Penelitian yang digunakan adalah penelitian dan pengembangan (research and

development) yang mengacu pada model 4-D

yang dimodifikasi sesuai dengan kondisi di lapangan. Penelitian dibagi menjadi 4 tahap: 1) pendefinisian (define); 2) perancangan (design); 3) pengembangan (develop); dan 4) penyebaran (disseminate).

Subjek penelitian pada pendahuluan melibatkan komunitas Sedulur Sikep khususnya anak-anak komunitas Sedulur Sikep yang

mengikuti kegiatan “sinau”.

Desain yang digunakan dalam penelitian ini yaitu studi pendahuluan menggunakan metode etnografi. Pengembangan draf model menggunakan pendekatan sosiologi dan pengembangan pendidikan.

Hasil Penelitian dan Pembahasan

(4)

menghasilkan produk berupa lembar kegiatan

belajar IPA berbasis “sinau” materi konsep

dasar air pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep. Model yang digunakan adalah model pengembangan 4-D (four-D model) yang dikemukakan Thiagarajan. Data hasil proses pengembangan pada setiap tahapan 4-D adalah: 1. Tahap Pendefinisian (Define)

Pra penelitian yang dilakukan diawali dengan menyusun skenario pengembangan, hal-hal yang akan diamati dalam menganalisis

peserta “sinau” serta bahan pertanyaan yang

akan digunakan dalam pengumpulan data. Karena penggunaan angket tidak diperbolehkan, maka digunakan metode Snow

Balling dalam penggalian informasi dan

pengumpulan data.

Sebagai

key

informant

,

dipilih

anggota komunitas Sedulur Sikep yang

dipandang mampu dan dapat memberi

informasi mengenai ajaran serta aturan adat

yang berlaku di komunitas Sedulur Sikep,

yaitu Gunritno. Sedangkan informasi dan

data yang berhubungan dengan “sinau”

didapatkan dari Gunarti (guru “sinau”),

anak-

anak peserta “sinau”, dan beberapa

orang tua anak-

anak peserta “sinau” yang

mengantar anak-anak mereka saat kegiatan

berlangsung.

Berdasarkan pengamatan dan informasi

dari “guru sinau”, anak-anak peserta “sinau” tidak diperbolehkan mengenyam pendidikan formal. Usia mereka berkisar antara 6 sampai 11 tahun, setara dengan anak-anak usia Sekolah Dasar.

Salah satu tujuan dari “sinau” adalah

mentransfer ajaran-ajaran adat yang selama ini dilakukan turun temurun secara lisan, dengan demikian materi yang diberikan pada kegiatan

“sinau” adalah ajaran-ajaran adat yang dikemas dalam belajar baca tulis. Materi yang berhubungan dengan ajaran keseimbangan alam biasanya diberikan dengan cara pengamatan langsung di alam terbuka. Metode dan materi pembelajaran harus sesuai dengan aturan adat.

Hasil dari tahap pra penelitian, analis

peserta “sinau”, metode dan materi

pembelajaran yang digunakan dalam kegiatan

“sinau” dijadikan dasar untuk mengembangkan lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau”

dengan materi konsep dasar air.

Tujuan pengembangan lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” adalah supaya anak-anak peserta “sinau” dapat memahami konsep dasar air yang sering mereka temui di lingkungan sekitar dan dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Belajar dan bermain dengan menggunakan lingkungan sekitar sebagai sumber belajar, tanpa melanggar aturan adat yang berlaku.

2. Tahap Perancangan (Design)

Pada tahap perencanaan dan pembuatan lembar kegiatan belajar IPA dilakukan analisis kebutuhan materi dan analisis persoalan budaya dengan tujuan untuk memperoleh gambaran yang akan dimasukkan ke dalam lembar kegiatan belajar.

Pemahaman konsep dasar air menurut pandangan umum Sedulur Sikep hanyalah sebatas pengertian bahwa air mengalir dari tempat yang lebih tinggi ke tempat yang lebih rendah, dari lereng pegunungan ke lahan pertanian yang lebih rendah letaknya

Pada era reformasi terjadi penjarahan dan penebangan hutan di sebagian besar wilayah Pegunungan Kendeng, termasuk yang berada di kecamatan Sukolilo. Akibatnya, beberapa tahun terakhir daerah ini menjadi langganan banjir bandang pada musim penghujan dan matinya beberapa sumber air di musim kemarau. Menurut Sedulur Sikep, alam sudah tidak seimbang lagi, pepohonan yang dianggap sebagai pengendali air sudah banyak yang habis ditebang. Air yang berasal dari hujan tidak dapat diserap dan ditahan lagi, air akan langsung mengalir tanpa ada yang menghalangi. Karena air tidak dapat terserap, maka tidak akan ada persediaan air pada musim kemarau. Kondisi inilah yang kemudian mendorong komunitas Sedulur Sikep mencari solusi untuk melestarikan sumber air yang ada di Pegunungan Kendeng.

Melihat kondisi yang demikian, perlu adanya pengenalan lebih mendalam mengenai sifat-sifat dasar air pada anak-anak Komunitas Sedulur Sikep, sehingga mereka akan lebih mengenal air dan sifat-sifatnya untuk kemudian timbul kemauan untuk melestarikannya.

Salah satu upaya melestarikan air adalah dengan mengenal air terlebih dahulu. Mengenal sifat-sifatnya, gejala-gejala yang ditimbulkannya serta pengaruhnya terhadap ekosistem. Pemberian materi kepada anak-anak

(5)

dibayangkan. Supaya anak-anak Sedulur Sikep

dapat memahaminya melalui “sinau”, maka

metode pembelajaran yang digunakan harus sesuai dengan ketentuan.

Dari hasil wawancara dengan beberapa

orang tua anak-

anak peserta “sinau” dan

tokoh-tokoh

adat,

diperoleh

beberapa

ketentuan yang harus diperhatikan dalam

pemberian materi kepada anak-anak, yaitu:

(1) materi harus sesuai dengan kebutuhan

hidup mereka; (2) tidak bertentangan

dengan ajaran adat; (3) harus disampaikan

oleh anggota komunitas.

Pemilihan format diadaptasi dari buku Seri Percobaan Sains: Percobaan Terhadap Air, tulisan W. Tuswanto SN, yang berisi percobaan terhadap air dengan format paling sederhana. Bahan dan alat yang digunakan mudah ditemukan di lingkungan sekitar, serta langkah-langkah percobaannya mudah dipahami oleh anak-anak seusia Sekolah Dasar. Pada tahap ini ditentukan spesifikasi kemudian dibuat rencana format desain.

Berdasarkan hasil analisis kebutuhan materi dan analisis persoalan budaya, maka dapat disusun lembar kegiatan belajar dengan format yang paling sederhana dengan tujuan

supaya mudah dipahami oleh guru “sinau” dan

anak-anak peserta “sinau”.

Pada tahapan desain dan pembuatan lembar kegiatan belajar dihasilkan produk awal. Setelah dikonsultasikan pada dosen pembimbing dan dilakukan beberapa revisi, dihasilkan desain produk, yaitu desain lembar kegiatan belajar IPA. Tahap penyusunan dilakukan ketika bahan dan materi sudah terkumpul.

3. Tahap Pengembangan (Develop)

Tahap develop merupakan tahap pengembangan desain produk yang sudah tersusun menjadi lembar kegiatan belajar dengan bahan dan materi yang sudah sesuai dengan kebutuhan.

Adapun materi yang sudah dipilih dan

disetujui oleh guru “sinau” dari hasil

musyawarah dengan orang tua peserta “sinau” adalah konsep dasar air, yaitu: (1) sifat-sifat air, yang terdiri dari: bentuk air, bentuk permukaan air yang tenang, dan air mengalir dari permukaan yang tinggi ke permukaan yang lebih rendah; (2) air mempunyai tenaga

(energi): bembuar kincir air sederhana; (3) simulasi terjadinya erosi.

Untuk menghilangkan kesan berbau pendidikan formal, metode pembelajaran yang digunakan adalah metode eksperimen dengan setting bermain. Alat dan bahan yang digunakan adalah barang-barang bekas yang mudah ditemukan di lingkungan sekitar.

Materi yang sudah disetujui kemudian dibuat dalam bentuk lembar pedoman kegiatan dan divalidasi oleh: (1) Doktor dengan bidang keahlian pendidikan IPA; (2) Magister dengan bidang keahlian pengamat budaya lokal; (3) Seorang tokoh masyarakat Sedulur Sikep.

Validasi dilakukan untuk menentukan kelayakan materi, pedagogi, kesesuaian dengan aturan adat, dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari. Hasil validasi menunjukkan materi yang akan digunakan layak diberikan dengan kriteria “baik”.

Tabel 1. Hasil Validasi Materi Kegiatan

No Materi kegiatan yang divalidasi 5. Simulasi penyebab

erosi SB B B SB

4. Materi dapat diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

B : baik SB: sangat baik

(6)

Gambar 1. Mengamati bentuk air

Gambar 2. Mengamati permukaan air yang tenang

Gambar 3. Air mengalir jika ada perbedaan tinggi permukaannya

Gambar 4. Air dapat meresap melalui celah yang sempit

Gambar 5. Bermain kincir air sederhana

Gambar 6. Simulasi terjadinya erosi

Salah satu upaya melestarikan sumber air adalah dengan reboisasi, penanaman pohon di beberapa area Pegunungan Kendeng, baik yang masih termasuk wilayah Kecamatan Sukolilo maupun di kecamatan tetangga. Kegiatan ini juga melibatkan anak-anak, dengan tujuan supaya anak-anak mereka mengerti pentingnya air bagi kehidupan dan mengerti juga bagaimana cara melestarikannya.

Gambar 7. Belajar menanam pohon

4. Tahap Penyebaran (Desseminate)

Lembar kegiatan belajar IPA tidak dibagikan pada anak-anak peserta “sinau”, tetapi digunakan sebagai pedoman

pembelajaran oleh “guru sinau”. Oleh sebab itu, lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau”

hanya disebarkan pada anggota komunitas Sedulur Sikep yang dipandang mampu menjadi

“guru sinau”. Sementara ini baru ada 3 orang

yang dipandang mampu menjadi “guru sinau”.

Kesimpulan dan Rekomendasi

(7)

unsur sains dan aturan adat; (2) Lembar kegiatan belajar IPA berbasis “sinau” mengenai konsep dasar air pada anak-anak komunitas Sedulur Sikep layak diterapkan setelah mendapat penilaian layak dari ahli materi, akademisi pengamat budaya dan tokoh masyarakat Sedulur Sikep, karena sesuai dengan kebutuhan sehari-hari, tidak melanggar aturan adat dan tidak melanggar prinsip

“sinau”; (3) Lembar kegiatan belajar IPA

berbasis “sinau” efektif digunakan pada anak-anak Komunitas Sedulur Sikep karena menggunakan metode eksperimen berbasis lingkungan yang dimodifikasi sesuai kondisi, sehingga anak-anak Sedulur Sikep mudah menerima dan memahami. Mereka menganggap seperti bermain, sangat antusias karena menjumpai sesuatu yang baru dan belum pernah dilakukan, mudah dilakukan karena menggunakan bahan dan media yang mudah ditemukan di sekitar mereka, tanpa mereka sadari bahwa mereka telah mempelajari konsep dasar IPA seperti yang diberikan di sekolah formal.

Rekomendasi yang diajukan yaitu: (1) Komunitas Sedulur Sikep merupakan salah satu komunitas adat yang masih kuat memegang ajaran adatnya dalam kehidupan sehari-hari. Arus modernisasi memang tidak dapat dihindari, tetapi mereka tetap kuat berpegang pada ajaran adat yang dianut. Sedulur Sikep mempunyai kiat-kiat tersendiri dalam menghadapi arus modernisasi dan terbukti dapat menghadapinya, oleh karena itu kondisi seperti ini sudah semestinya dilestarikan dan dilindungi. Bahkan kalau memungkinkan dijadikan sebagai cagar budaya; (2) Menjadikan Pegunungan Kendeng Utara sebagai kawasan konservasi untuk menghindari kerusakan yang lebih parah. Selain dikenal sebagai penyimpan cadangan air, kawasan karst Kendeng Utara juga mempunyai beberapa jenis flora dan fauna yang tidak dijumpai di tempat lain; (3) Memberikan edukasi pada generasi penerus Sedulur Sikep tidak harus dengan mengubah pilihan hidup mereka, tetapi dengan melengkapi apa yang mereka butuhkan.

Daftar Pustaka

Agustiana, I Gusti Ayu Tri & Tika, I Nyoman. 2013. Konsep Dasar IPA: Aspek Fisika

dan Kimia. Yogyakarta : Ombak.

Ba’asyin, Anis Sholeh & Ba’asyin, Muhammad

Anis. 2014. Samin, Mistisisme Petani di

Tengah Pergolakan. Semarang : Gigih

Pustaka Mandiri.

Borg, W.R. & Gall, M.D. Gall. 1989.

Educational Research: An Introduction,

Fifth Edition. New York: Longman.

Chandra, Doreen Vikashni. 2014. Re-examining

the Importance of Indigenous

Perspectives in the Western

Environmental Education for

Sustainability: “From Tribal to

Mainstream Educationi”. Journal of

Teacher Education for Sustainability, vol. 16, no. 1, pp. 117-127, 2014. New Zealand: University of Canterbury. Darmastuti, Rini & Prasela, Mustika Kuri.

2010. Two Ways Communication: Sebuah Model Pembelajaran dalam Komunitas Samin di Sukolilo Pati,

Jurnal Ilmu Komunikasi, Volume 8, Nomor 2, Mei - Agustus 2010, halaman 204 – 216.

Departemen Pendidikan Nasional. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22

Tahun 2006.

Dhewanty, Dhanik. 2004. Solidaritas Sosial Masyarakat Samin Di Desa Baturejo

Kecamatan Sukolilo Kabupaten Pati.

Jurnal Forum Ilmu Sosial Fakultas Ilmu Sosial. Vol. 31 No. 2 Desember 2004. Semarang: UNNES Press.

Griffith, Mary.1998. The Unschooling Handbook: How to Use Whole World As

Your Child’s Classroom. United States: Prima Publishing.

James, Advienne Brant & Lunday, Tammy. 2014. Native Birthrights and Indigenous

Science. Winter 2014, vol 22, number 4.

Mardi, Weni. 2012. Dilema Masyarakat

Sedulur Sikep: Pendidikan Yang

Membuka Lembaran Trauma Sejarah.

http://sospolinaction.blogspot.com/ 2012/10/dilema-masyarakat-sedulur-sikep.html#.U8kdB6Pc2ag diunduh tanggal 3 Oktober 2013.

McGregor, Heather Elizabeth. 2013. Situating Nunavut Education with Indigenous

Education in Canada. Canadian Journal

Of Education 36, 2 (2013): 87 – 118. Mechielsen, Jack et al. 2014. Reclaiming

(8)

and Schools Together. Summer 2014, vol 23, number 2.

Mulyatiningsih, Endang. 2013. Metode Penelitian Terapan Bidang Pendidikan.

Bandung : Alfabeta.

Rhizkia, Revo. 2010. Etnosains (Ethnosciense)

dan Etnoteknologi.

http://revrev-evomon.blogspot.com/2010/05/etnosains -ethnoscience-dan.html. diunduh tanggal 3 Oktober 2013.

Samiyono, David. 2010. Sedulur Sikep, Struktur Sosial dan Agama Masyarakat Samin di

Sukalila. Salatiga : Penerbit Umum

Universitas Kristen Satya Wacana. Shiraishi, Takashi. 1990. Dangir’s Testimony:

Saminism Reconsidered, Indonesia, No.

50, 25th Anniversary Edition (Oct).

Situs Resmi Pemerintah Kabupaten Blora.

Sejarah Samin.

http://www.blorakab.go.id/03_samin.php. diunduh tanggal 3 Oktober 2013.

Snively, G & J. Corsiglia. 2001. Discovering Indigenous Science: Implication for Science Education. Science Education. Vol 85 (1). Pp. 7 – 34.

Spradley, James P. 1997. Metode Etnografi. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yoga. Sugiyono, Prof. Dr. 2012. Metode Penelitian

Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung : Alfabeta.

Tuswanto SN, W. 2010. Seri Percobaan Sains

1: Percobaan Terhadap Air. CV Megah

Jaya.

Veintie, Truija. 2013. Coloniality and Cognitive

Justice: Reinterpreting Formal

Education for the Indigenous Peoples in

Ecuador. International Journal of

Multicultural Education, Vol. 15, No. 3. Zuldafrial, Drs. M.Si. & Lahir, Muhammad,

Gambar

Gambar 1. Mengamati bentuk air

Referensi

Dokumen terkait

Dari hasil perhitungan kekuatan bending dan modulus elastisitas biokomposit diperoleh data-data yang ditampilkan pada tabel 1. sehingga didapatkan grafik Hubungan antara

Anggapan seperti itu harus dijawab oleh penyelenggara pendidikan di Perguruan Tinggi Hindu dengan melahirkan mahasiswa-mahasiswa yang intelek dan bertanggungjawab terhadap

Setiap akan memulai kegiatan dilakukan re- nungan pagi bersama yang berisi pesan-pesan moral dan keagamaan yang terkait dengan per- soalan-persoalan konkrit yang

gangguan saluran tranmisi ada empat, yaitu: gangguan peralatan, gangguan material, gangguan manusia,dan gangguan alam. 2) Basic event penyebab gangguan saluran transmisi

Apabila siswa merasa sejahtera karena kebutuhan dasar ( School well -being ) di lingkungan sekolah terpenuhi maka akan menciptakan suatu keterikatan dengan sekolah (

Tubuh UUD NRI Tahun 1945 dan Ketetapan MPR berbeda akan tetapi keduanya dibentuk oleh lembaga yang sama yaitu MPR. Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945 sebagai aturan

Peraturan Bupati Lombok Barat Nomor 13 Tahun 2012 tentang Pelimpahan sebagian kewenangan di bidang Perizinan kepada Kepala Badan Penanaman Modal dan Pelayanan

Mengikuti ketentuan protokol perjalanan yang ditetapkan oleh Pemerintah bagi peserta seleksi yang berasal dari wilayah yang berbeda dengan lokasi ujian.. Tidak