• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAKALAH Pembiakan vegetatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "MAKALAH Pembiakan vegetatif"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

Makalah Perkembangbiakan Vegetatif

SAMBUNG SAMPING PADA TANAMAN KAKAO

Disusun oleh : Kelompok 1

Iin Darista Hajra Astryani Wilfridus

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO 2017

(2)

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena hanya atas berkat rahmat dan petunjuk-Nyalah sehingga kami dapat menyelesaikan makalah perkembangbiakan vegetatif yang berjudul “Sambung Samping pada Tanaman Kakao“ ini dengan baik. Dengan tersusunnya makalah ini diharapkan dapat membantu mahasiswa dalam memahami mata kuliah perkembangbiakan vegetatif khususnya mengenai sambung samping pada tanaman kakao.

Makalah ini disusun secara sistematis dengan menggunakan kata-kata yang mudah dipahami sehingga lebih mudah dan cepat dipahami. Tidak lupa kami mengucapkan terima kasih kepada Bapak Muhammad Naim, S.P. M.P selaku dosen Mata Kuliah Perkembangbiakan Vegetatif yang telah mmberikan tugas ini kepada kami dan semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini sehingga makalah ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya.

Kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca dan dosen Mata Kuliah demi perbaikan makalah ini.Demikian makalah ini disusun, semoga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palopo, 27 Mei 2017

(3)

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL... i KATA PENGANTAR... ii DAFTAR ISI... iii BAB I PENDAHULUAN

1.1... Latar Belakang... 1

1.2... Rumusan Masalah... 2

1.3... Tujuan ... 2 BAB II PEMBAHASAN

2.1. Tanaman Kakao... 3 2.2. Perkembangbiakan Vegetatif : Sambung Samping... 5 2.3. Sambung Samping pada Tanaman Kakao... 7 BAB III PENUTUP

(4)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Budidaya kakao (Theobroma cacao L.) dewasa ini ditinjau dari penambahan luas areal di Indonesia terutama kakao rakyat sangat pesat, karena kakao merupakan salah satu komoditas unggulan nasional setelah tanaman karet, kelapa sawit, kopi, dan teh. Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang berperan penting bagi

pertumbuhan perekonomian Indonesia terutama dalam penyediaan lapangan kerja baru, sumber pendapatan petani dan penghasil devisa bagi negara. Indonesia merupakan negara terbesar ketiga mengisi pasokan kakao dunia yang diperkirakan mencapai 20% bersama Negara Asia lainnya seperti Malaysia, Filipina, dan Papua New Guinea (UNCTAD, 2007; WCF, 2007 dalam Supartha, 2008).

Produksi kakao saat ini 435.000 ton dengan produksi dari perkebunan rakyat sekitar 87%. Produksi tertinggi yakni 67% diperoleh dari wilayah sentra produksi kakao yang berpusat didaerah Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara,dan Sulawesi Tengah (Suhendi, 2007) menunjukkan bahwa pada tahun 1983 luas areal tanaman kakao 59.928 ha, dengan produksi sekitar 20.000 ton, dan pada tahun 1993 luas areal tanaman kakao menjadi 535.000 ha dengan produksi mencapai 258.000 ton (Direktur Jenderal

Perkebunan, 1994). Peningkatan luas areal pertanaman kakao belum diikuti oleh produktivitas dan mutu yang tinggi.

Menurut Suhendi (2007) beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya

produktivitas kakao selain serangan hama dan penyakit, anomali iklim, tajuk tanaman rusak, populasi tanaman berkurang, teknologi budidaya oleh petani yang masih sederhana, penggunaan bahan tanam yang mutunya kurang baik juga karena umur tanaman yang sudah cukup tua sehingga kurang produktif lagi. Hasil penelitian

(5)

memperbaiki atau meningkatkan potensi produktivitas dan salah satunya dilakukan dengan teknologi sambung samping (side grafting).

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan sambung samping?

2. Bagaimana cara sambung samping pada tanaman kakao? 1.3. Tujuan

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini ialah :

1. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai sambung samping 2. Memberikan informasi bagaimana teknik sambung samping pada tanaman

kakao

BAB II PEMBAHASAN 2.1. Tanaman Kakao

Kakao termasuk tanaman perkebunan berumur tahunan. Tanaman tahunan ini dapat mulai berproduksi pada umur 3 - 4 tahun. Kakao merupakan tanaman perkebunan dilahan kering, dan jika diusahakan secara baik dapat berproduksi tinggi serta

(6)

lainnya bahkan karena kandungan lemaknya tinggi, biji kakao dapat dibuat cacao butter/mentega kakao, sabun, parfum dan obat - obatan.

Sistematik tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo (1988) adalah sebagai berikut : Divisio : Spermatophyta

Subdivisio : Angiospermae

Ordo : Malvales

Famili : Sterculiaceae

Genus : Theobroma

Spesies : Theobroma cacao L.

2.1.1 Morfologi

Kakao adalah tanaman dengan surface root freeder, artinya sebagian akar

lateralnya (mendatar) berkembang dekat permukaan tanah, yaitu pada kedalaman (jeluk) 0 – 30 cm. Menurut Himme (Smyth, 1960 dalam Puslit Kopi dan Kakao 2004) 56% akar lateral tumbuh pada jeluk 0-10 cm, 26% pada jeluk 11- 20 cm, 14% pada jeluk 21-30 cm, dan hanya 4% tumbuh pada jeluk diatas 21-30 cm dari permukaan tanah. Jangkauan akar lateral jauh dari luar proyeksi tajuk tanaman, selain itu pada akar kakao terdapat cendawan mikoriza yang membantu penyerapan unsur hara tertentu terutama unsur P. Tanaman kakao yang dikembangkan secara vegetatif tidak memiliki akar tunggang, namun nantinya akan membentuk dua akar yang menyerupai akar tunggang (Susanto, 1994).

Habitat asli tanaman kakao adalah hutan tropis dengan naungan pohon-pohon yang tinggi, curah hujan tingi, suhu sepanjang tahun relatif sama, serta kelembaban tinggi dan relatif tetap. Kondisi habitat seperti itu, tanaman kakao akan tumbuh tinggi tetapi bunga dan buahnya sedikit. Jika dibudidayakan di kebun, tinggi tanaman umur tiga tahun mencapai 1,8 – 3,0 meter dan pada umur 12 tahun dapat mencapai 4,50 – 7,0 meter (Hall, 1932 dalam Puslit Kopi dan Kakao 2004). Tanaman kakao bersifat

dimorfisme, artinya mempunyai dua bentuk tunas vegetatif. Tunas yang arah

pertumbuhannya ke atas disebut dengan tunas ortotrop atau tunas air (wiwilan atau chupon), sedangkan tunas yang arah pertumbuhannya ke samping disebut dengan

plagiotrop (cabang kipas atau fan).

(7)

cm, sedangkan pada tunas plagiotrop panjang tangkai daunnya hanya 2,5 cm (Hall, 1932, dalam Puslit Kopi dan Kakao, 2004). Bentuk helai daun bulat memanjang

(oblongus), ujung daun meruncing (acuminatus), dan pangkal daun runcing (acatus).

Susunan tulang daun menyirip dan tulang daun menonjol kepermukaan bawah helai daun. Permukaan daun licin dan mengkilap.

Tanaman kakao berbunga sepanjang tahun dan tumbuh secara berkelompok pada bantalan bunga yang menempel pada bunga tua, cabangcabang dan ranting-ranting (Sunanto, 1994). Tanaman kakao bersifat kauliflori, artinya bunga tumbuh dan berkembang dari bekas ketiak daun pada batang dan cabang. Tempat bunga tersebut semakin lama semakin membesar dan menebal atau biasa disebut dengan bantalan bunga ( cushion) (Puslit Kopi dan Kakao, 2004).

Warna buah tanaman kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam warna. Buah yang ketika muda berwarna hijau atau hijau agak putih jika sudah masak akan berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak berwarna jingga (orange). Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal silih berganti. Untuk jenis Criollo dan Trinitario alur buah nampak jelas, kulit tebal tetapi lunak dan permukaan kasar. Sedangkan jenis Forastero umumnya permukaan halus atau rata dan kulit buah tipis ( Susanto, 1994; Puslit Kopi dan Kakao, 2004).

2.1.2. Syarat Tumbuh

(8)

2.2. Perkembangbiakan Vegetatif : Sambung Samping

Tanaman dapat diperbanyak dengan dua cara yaitu perbanyakan secara generatif maupun vegetatif. Cara perbanyakan generatif dewasa ini sangat jarang digunakan lagi dalam penyediaan bahan tanam khususnya untuk usaha perkebunan, karena dengan cara ini akan menghasilkan tanaman dengan tipe pertumbuhan yang tidak seragam dan terjadi segregasi genetis (Prawoto dan Bambang, 1996). Tujuan dari perbanyakan tanaman adalah untuk menghasilkan tanaman baru sejenis yang sama unggul atau bahkan lebih. Caranya adalah dengan menumbuhkan bagian-bagian tertentu dari tanaman induk yang memiliki sifat unggul (Agro Media, 2007).

Perbanyakan tanaman secara vegetatif akan menghasilkan populasi tanaman homogen dalam sifat-sifat genetiknya. Perbanyakan secara vegetatif dilakukan dengan menggunakan bagian-bagian tanaman seperti cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar. Prinsipnya adalah merangsang tunas adventif yang ada dibagian-bagian tersebut agar berkembang menjadi tanaman sempurna yang memiliki akar, batang dan daun sekaligus. Perbanyakan secara vegetatif dapat dilakukan dengan teknik sambungan, cangkok, rundukan, setek, kultur jaringan dll.

Teknik sambung samping merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggabungkan bagian dari satu tanaman ke tanaman lain yang sejenis (se-family) sehingga tumbuh menjadi satu tanaman dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya (entrisnya). Penyambungan tanaman merupakan cara yang paling efektif dan efisien dalam proses perbanyakan tanaman secara vegetatif. Salah satu keunggulan dilakukan sambung samping adalah bibit yang dihasilkan sifatnya akan sama dengan sifat induknya (Suryadi dan Zaubin, 2000). Syamsul (2010) mengatakan bahwa manfaat sambung samping pada tanaman adalah memperbaiki kualitas dan kuantitas hasil tanaman, dihasilkan gabungan tanaman baru yang mempunyai keunggulan dari segi perakaran dan produksinya, juga dapat mempercepat waktu berbunga dan berbuah, menghasilkan tanaman yang sifat berbuahnya sama dengan induknya, peremajaan tanpa menebang pohon tua, sehingga tidak memerlukan bibit baru dan menghemat biaya eksploitasi.

(9)

Kesehatan batang bawah yang akan digunakan sebagai bahan perbanyakan perlu diperhatikan. Batang bawah yang kurang sehat, proses pembentukan kambium pada bagian yang dilukai sering terhambat. Keadaan ini akan sangat mempengaruhi keberhasilan penyambungan (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2009). Pendapat ini didukung oleh Garner dan Chaudri (1976, dalam Hamid, 2009) yang mengemukakan bahwa batang bawah berpengaruh kuat dalam pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga pemilihan tanaman yang digunakan sebagai batang bawah sama pentingnya dengan pemilihan varietas yang akan digunakan sebagai batang atas.

Berhasilnya pertemuan entris dan batang bawah bukanlah jaminan adanya kompatibilitas pada tanaman hasil sambungan, sering terjadi perubahan pada entris maupun pada tanaman hasil sambungan, misalnya pembengkakan pada sambungan, pertumbuhan entris yang abnormal atau penyimpangan pertumbuhan lainnya, dimana keadaan ini disebut inkompatibel. Kondisi ini dapat disebabkan oleh perbedaan struktur antara batang atas dan batang bawah atau ketidakserasian bentuk potongan pada

sambungan (Rochiman dan Harjadi, 1973). Batang bawah dan batang atas yang mampu menyokong pertautan dengan baik dan serasi disebut kompatibel (Winarno, 1990). 2. Faktor pelaksanaan

Faktor pelaksanaan memegang peranan penting dalam penyambungan. Menurut Rochiman dan Harjadi (1973) kecepatan penyambungan merupakan pencegahan terbaik terhadap infeksi penyakit. Pemotongan yang bergelombang dan tidak sama pada

permukaan masing-masing batang yang disambungkan tidak akan memberikan hasil yang memuaskan (Hartman dan Kester, 1976). Kehalusan bentuk sayatan dari suatu bagian dengan bagian lain sangat penting untuk mendapatkan kesesuaian posisi persentuhan cambium, disamping itu ketrampilan dan keahlian dalam pelaksanaan penyambungan maupun penempelan serta ketajaman alat-alat yang digunakan juga sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pekerjaan tersebut (Winarno, 1990). 3. Faktor lingkungan

(10)

pertumbuhan serta entris yang tersedia cukup masak (Sugiyanto, 1995, dalam Hamid, 2010).

Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam sambung samping yaitu: (a) Kemampuan batang bawah (under stock) dan atas (entres) menyatu (uniting); (b) Penyambungan entris harus dilakukan sedemikian rupa sehingga pembuluh

kambium dapat menyatu dengan batang bawah dengan baik, sehingga batang bawah dapat menyuplai air dan bahan makanan sampai tunas baru keluar;

(c) Penyambungan dilakukan pada saat yang tepat, dalam arti batang atas pada tahap fisiologi yang baik (sebaiknya pada saat dormansi), sedangkan batang bawah pada masa pertumbuhan aktif;

(d) Setelah proses penyambungan selesai, usahakan bekas luka tidak mengalami insfeksi oleh penyakit dan jamur;

(e) Tanaman dirawat dengan baik sehingga memungkinkan tunas hasil penyambungan berkembang dengan sempurna.

Ditjenbun (2006) menyebutkan bahwa syarat-syarat keberhasilan penyambungan perlu memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut: entres harus diambil dari pohon yang telah diseleksi dan secara genetis harus serasi (compatible); entres harus berada dalam kondisi fisiologis yang baik; sambungan dari masing-masing bahan tanaman harus terpaut sempurna; tanaman hasil penyambungan harus dipelihara dengan baik dalam jangka waktu tertentu.

2.3. Sambung Samping pada Tanaman Kakao

Perbanyakan vegetatif pada tanaman kakao dikenal tiga macam cara yang lazim digunakan, yaitu okulasi (budding), sambung pucuk (top grafting) dan sambung samping (side grafting), namun akhir-akhir ini dikembangkan juga perbanyakan tanaman dengan kultur jaringan (tissue culture) atau yang lebih dikenal dengan istilah

Somatik Embryogenesis (SE). Sambung samping (side grafting) merupakan teknik

perbaikan tanaman kakao yang dilakukan dengan cara menyisipkan batang atas dengan klon-klon unggul yang dikehendaki sifat baiknya pada sisi batang bawah.

(11)

klonalisasi tanaman kakao di Malaysia (Bahaudin dkk, 1984), tetapi kini sambung samping lebih dipilih oleh petani karena lebih mudah pelaksanaannya dan tanaman baru lebih cepat menghasilkan dibandingkan dengan teknik okulasi (Prawoto, 1995).

Adapun langkah-langkah sambung samping pada tanaman kakao yakni sebagai berikut :

1. Penyiapan alat dan bahan yang digunakan meliputi : batang atas (entres), tanaman batang bawah, plastik sungkup transparan, tali rafiah, gunting pangkas, pisau okulasi. 2. Tapak sambungan dibuat pada ketinggian 45-75 cm diatas permukaan tanah, lalu

kulit batang bawah disayat secara horizontal dengan panjang 4-6 cm sampai menyentuh lapisan kambium. Selanjutnya diatas sayatan horizontal disayat/dikerat secara hati-hati sampai membentuk cekungan hingga bertemu pada ujung dari sayatan horizontal. Bagian bawah cekungan disayat vertikal selebar 1,5 – 2,0 cm dan panjangnya ± 5 cm sampai menyentuh lapisan kayu/kambium.

3. Selanjutnya kulit keratan diungkit sedikit untuk mengetahui apakah batang tersebut mudah terkelupas/dibuka. Tapak sambungan yang baik akan menunjukkan warna keputihan apabila kulit tapak torehan dibuka. Kulit torehan ini ditutup kembali setelah dibuka sementara menunggu entres disediakan.

4. Entres yang telah disediakan dipotong dengan panjang ± 15 cm dan terdapat 3-4 mata tunas. Ujung entres yang telah terpilih disayat sampai runcing menyerupai mata bajing dengan panjang sayatan 4-5 cm.

5. Entres yang telah disayat dimasukkan secara perlahan-lahan kedalam tapak sambungan dengan membuka lidah torehan supaya bagian potongan tidak rusak. 6. Sisi sayatan yang panjang pada entres harus menghadap ke arah kayu tapak

sambungan kemudian lidah kulit batang ditutup kembali. Setelah entres dimasukkan ke dalam tapak sambungan lalu tapak sambung diikat kuat dengan tali rafia pada titik pertautan sambungan sehingga sambungan tidak goyang.

7. Kemudian entres ditutup dengan plastik transparan dan diikat kuat dengan tali rafiah karena keberhasilan sambungan juga ditentukan oleh sejauh mana entres terhindar dari penguapan berlebihan dan pastikan air hujan tidak akan masuk.

(12)

9. Ketika tunas muda hasil sambungan sudah mencapai 2-3 cm, maka plastik sungkup dibuka sedikit, sedangkan tali pengikat pertautan tidak dilepas. Dua bulan setelah penyambungan tali ikatan dapat dilepas.

Pada saat melakukan sambungan, penggunaan klon unggul pada sambung samping kakao sangat dianjurkan karena diharapkan mampu berproduksi tinggi, tahan terhadap hama dan penyakit, lebih cepat beradaptasi dengan lingkungan serta

kemampuan untuk menyesuaikan diri antar entris dengan batang bawah. Penggunaan klon unggul diduga dapat mempercepat penyatuan batang atas dan batang bawah yaitu ditandai dengan menutupnya luka pada sayatan sambungan dan berkembangnya entres menjadi bagian utuh dari tanaman.

Penutupan bekas sayatan akan membantu meningkatkan kelembaban di daerah luka dan juga mencegah terjadinya dehidrasi pada jaringan-jaringan disekitar

sambungan. Penutupan juga bisa mencegah terjadinya infeksi luka sayatan dan infeksi dari jamur dan pathogen lainnya. Perbedaan lama penyimpanan entres juga dapat mempengaruhi keberhasilan sambungan, pertumbuhan dan kesegaran entris yang akan disambung. Entres yang baru diambil dari pohon induk tampak segar serta warnanya hijau kecoklatan, namun jika waktu penyambungan dilakukan beberapa hari kemudian, maka warna entres tersebut menjadi coklat kehitaman serta kulitnya mengkerut.

Terjadinya perubahan warna dan mengkerutnya kulit entres dipengaruhi oleh

berkurangnya kadar air pada entres akibat transpirasi. Entres yang disambung beberapa hari setelah diambil dari pohon induknya harus diperlakukan secara khusus sehingga kesegaran, warna serta kadar air tetap terpelihara.

BAB III PENUTUP 3.1. Kesimpulan

Teknik sambung samping merupakan teknik perbanyakan tanaman secara vegetatif dengan menggabungkan bagian dari satu tanaman ke tanaman lain yang sejenis (se-family) sehingga tumbuh menjadi satu tanaman dan mempunyai sifat yang sama dengan induknya (entrisnya). Faktor yang berpengaruh terhadap penyambungan adalah faktor tanaman, faktor pelaksana dan faktor lingkungan.

(13)

Penyiapan alat dan bahan, pembuatan tapak sambungan, penyayatan entres dan penyisipan, penyungkupan entres dengan plastik transparan serta pengikatan.

DAFTAR PUSTAKA

Napitupulu, L.A. dan K. Pamin. 1995. Kemajuan teknik pembiakan vegetatif pada kakao. Pelita Perkebunan 10(4): 159−164

Prawoto, A.A. dan H. Winarno. 1995. Teknis pembangunan kebun entres kakao. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.11(2): 82 −89.

Suhendi, D. 2007. Komposisi klon dan tata tanam pada rehabilitasi tanaman kakao dengan teknologi sambung samping. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 13(1): 28 − 34.

(14)

Tjitrosoepomo, S. 1988. Budidaya Cacao. Kansius. Yogyakarta.

Winarno, H. 1990. Klon-klon unggul untuk mendukung klonalisasi kakao lindak. Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao 11(2): 77− 8.

Referensi

Dokumen terkait

Kultur jaringan merupakan salah satu cara perbanyakan tanaman secara vegetatif. Kultur jaringan merupakan teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi bagian tanaman

Penelitian ini bertujuan untuk mencari alternatif perbanyakan tanaman kayu kuku melalui stek pucuk dan stek batang, mengetahui efektivitas stek pucuk dan stek

Penyetekan adalah cara pembiakan tanaman dengan menggunakan bagianbagian vegetatif yang dipisahkan dari induknya, dimana apabila ditanam pada kondisi

Fokus kegiatan ialah pengkajian terhadap metode pembibitan kakao secara vegetatif yaitu sambung pucuk, sambung samping, okulasi, dan SE yang bertujuan mengetahui metode paling

Fokus kegiatan ialah pengkajian terhadap metode pembibitan kakao secara vegetatif yaitu sambung pucuk, sambung samping, okulasi, dan SE yang bertujuan mengetahui metode paling

Teknologi pencacahan daun pada anggrek phaleonopsis merupakan teknologi perbanyakan secara vegetatif yang dapat membantu dalam perbanyakan tanaman hias anggrek,

Teknologi pencacahan daun pada anggrek phaleonopsis merupakan teknologi perbanyakan secara vegetatif yang dapat membantu dalam perbanyakan tanaman hias anggrek,

Keuntungan dari perlakuan in vitro adalah bahan untuk perbanyakan tanaman dapat menggunakan bagian tanaman generatif maupun bagian tanaman vegetatif, cepat