• Tidak ada hasil yang ditemukan

cdb60b2e 3e70 43e4 8604 a305ac770ef8

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "cdb60b2e 3e70 43e4 8604 a305ac770ef8"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

1

Policy Paper

Multi Stakeholder Forum MSF :

Strategi Pelibatan Masyarakat untuk

Meningkatkan Kualitas Pelayanan Kesehatan

di Tingkat Kabupaten/Kota dan Kecamatan

(2)

2

PENDAHULUAN

Peningkatan pelayanan publik di unit-unit layanan merupakan mandat bagi pemerintah daerah yang diamanatkan dalam berbagai perundang-undangan seperti Undang-Undang Nomor 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, dan Keputusan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63/KEP/M.PAN/ 7/2003 tentang Pedoman Umum Penyelenggaraan Pelayanan Publik. Di bidang kesehatan, penyediaan pelayanan publik yang memadai merupakan bentuk dari tanggung jawab pemerintah dalam merencanakan, mengatur, menyelenggarakan, membina, dan mengawasi penyelenggaraan pelayanan kesehatan publik sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan. Dalam semua peraturan perundang-undangan tersebut di atas, peran serta masyarakat dalam memastikan pelayanan publik diselenggarakan dengan baik, juga diatur dengan tegas. Sehingga jelaslah di sini bahwa kedua sisi, baik penyedia maupun pengguna layanan, sama-sama memiliki peran penting dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

Program Kinerja dengan dukungan dari USAID selama hampir lima tahun terakhir ini, telah memperkenalkan program bantuan teknis untuk peningkatan pelayanan publik di bidang kesehatan dan pendidikan di 24 kabupaten/kota di lima provinsi di Indonesia yaitu Aceh, Jawa Timur, Kalimantan Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Pemberian bantuan teknis ini difokuskan pada kedua sisi yaitu penyedia layanan (supply side) dan pengguna layanan (demand side). Bantuan ini dimaksudkan agar unit pelayanan dapat menyelenggarakan pelayanan publik secara transparan, partisipatif dan akuntabel untuk mencapai standar-standar pelayanan (SPP, SPM dan standar nasional) yang pada akhirnya akan berkontribusi pada pencapaian tujuan pembangunan nasional. Intervensi di bidang kesehatan yang telah dilakukan adalah khususnya bidang Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dengan memperkuat tata kelola pelayanan Puskesmas bagi penyedia layanan, dan mengembangkan forum multi pihak (MSF-Multi Stakeholder Forum) untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam perbaikan tata kelola pelayanan puskesmas (sisi pengguna). Penguatan untuk pengguna layanan bertujuan untuk memastikan agar masyarakat selaku pengguna layanan, memahami hak-haknya dalam pelayaanan publik, seperti hak untuk mendapatkan informasi, hak mendapatkan pelayanan, hak berpartisipasi dalam penyusunan kebijakan, hak untuk memonitor, dan lain-lain. Dengan pemahaman yang baik tentang hak-hak dan kewajibannya untuk pelayanan publik, kedua pihak -masyarakat dan penyedia layanan- diharapkan dapat membangun kemitraan dalam peningkatkan kualitas pelayanan yang berkelanjutan.

(3)

3

Salah satu aspek yang sangat penting yang menentukan keberhasilan di atas adalah keterlibatan masyarakat yang sudah terorganisir dalam MSF baik MSF di tingkat unit layanan, maupun di tingkat kabupaten/kota. MSF yang diperkuat ini, ada yang merupakan forum yang baru dibentuk saat intervensi program, ada juga yang merupakan forum para pihak yang telah ada sebelumnya. Mereka terlibat dalam survey sejak awal, mulai dari penyusunan kuesioner melalui pengumpukan pengaduan, pelaksanaan survey, sampai pada tahap mengawal dan memonitor pelaksanaan Janji Perbaikan Layanan (JPP) oleh Puskesmas serta rekomendasi teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan.

Pengalaman KINERJA dalam pengembangan dan pelaksanaan kerja-kerja MSF tersebut yang dituangkan dalam dokumen ini, diharapkan dapat menjadi masukan dalam penyempurnaan Draft Peraturan Presiden (Perpres) tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK) sesuai UU Kesehatan. Pada sisi lain, terbitnya UU No 25 tahun 2009 tentang Standar Pelayanan Publik perlu peran partisipasi masyarakat tidak sekedar ikut serta tetapi turut mengawasi pelayanan yang diberikan oleh penyelenggaran pelayanan. Secara khusus rekomendasi ini akan lebih menekankan pada mengapa model kemitraan yang menjadi semangat forum multi-pihak ini cukup berhasil, bagaimana proses, hasil, dan tantangannya. Model pengembangan MSF hasil program Kinerja ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau model untuk pengembangan BPK di tingkat kabupaten/kota sampai tingkat unit layanan yang merupakan mandat penting dari UU No. 36/2009 tentang Kesehatan.

RINGKASAN SITUASI KETERLIBATAN MASYARAKAT

Potret umum permasalahan tata kelola pelayanan publik di bidang kesehatan dasar di Indonesia khususnya di kabupaten/kota dimana Kinerja melakukan intervensi, adalah masih rendahnya partisipasi masyarakat dalam mendukung perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan, yang berdampak pada rendahnya kualitas pelayanan kepada pengguna layanan. Hal inilah yang menjadi landasan, mengapa rekomendasi kebijakan ini diusulkan. Rendahnya partisipasi masyarakat ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:

a. Masih rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya mereka terlibat dalam proses pembangunan daerah. Walaupun proses pelibatan itu telah diupayakan pemerintah, misalnya melalui Musrenbang, namun perwakilan masyarakat yang terlibat dalam musrenbang ini juga masih terbatas jumlahnya. Partisipasi masyarakat yang saat ini ada, masih prosedural sifatnya, yaitu hanya kehadiran secara fisik tapi tidak memberikan masukan secara aktif sehingga partisipasinya belum bermakna.

b. Partisipasi masyarakat bersifat pasif, sering diterjemahkan sebagai pengikut rekomendasi atau membantu tenaga kesehatan. Misalnya, keterlibatan dalam penyelenggaraan Posyandu dianggap sebagai partisipasi.

c. Bagi penyedia layanan, partisipasi aktif masyarakat terkadang masih dilihat sebagai

a a a . Proses keterli ata asyarakat adalah pe dekata aru dala tata

(4)

4

dalam lokakarya perencanaan regular puskesmas (3 bulanan). Namun hal ini pun belum terlalu dirasakan hasilnya untuk perbaikan tata kelola pelayanan.

d. Meski UU tentang Kesehatan yang baru telah menjamin partisipasi masyarakat, namun peraturan pelaksanaannya yang belum tersedia, membuat Dinas Kesehatan di kabupaten/kota dan unit layanan belum menerapkan hal ini secara optimal.

KEBIJAKAN TERKAIT PENINGKATAN PARTISIPASI MASYARAKAT

Landasan hukum nasional

Dalam UU No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, ada dua Bab yang mengatur tentang partisipasi masyarakat yaitu Bab XVI tentang Peran Serta Masyarakat (pasal 174) dan Bab XVII tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (pasal 175-177). Pasal 174 secara eksplisit menyatakan bahwa: (1) Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, dan (2) Peran serta sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif.

Sementara dalam 3 pasal berikutnya tentang Badan Pertimbangan Kesehatan (BPK), disebutkan bahwa BPK merupakan badan independen, yang memiliki tugas, fungsi, dan wewenang di bidang kesehatan (Pasal 175). Pasal ini secara implisit merupakan kesempatan bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam memberi pertimbangan kepada pemerintah tentang program-program kesehatan, mulai dari tingkat pusat sampai dengan tingkat kecamatan.

Menurut pasal 177 UU tentang Kesehatan ini, peran BPK adalah membantu pemerintah dan masyarakat dalam bidang kesehatan sesuai dengan lingkup tugas masing-masing. Sementara tugas dan kewenangan yang dimandatkan adalah:

a. menginventarisasi masalah melalui penelaahan terhadap berbagai informasi dan data yang relevan atau berpengaruh terhadap proses pembangunan kesehatan;

b. memberikan masukan kepada pemerintah tentang sasaran pembangunan kesehatan selama kurun waktu 5 (lima) tahun;

c. menyusun strategi pencapaian dan prioritas kegiatan pembangunan kesehatan;

d. memberikan masukan kepada pemerintah dalam pengidentifikasi dan penggerakan sumber daya untuk pembangunan kesehatan;

e. melakukan advokasi tentang alokasi dan penggunaan dana dari semua sumber agar pemanfaatannya efektif, efisien, dan sesuai dengan strategi yang ditetapkan;

f. memantau dan mengevaluasi pelaksanaan pembangunan kesehatan; dan

g. merumuskan dan mengusulkan tindakan korektif yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pembangunan kesehatan yang menyimpang.

(5)

5

masyarakat berkewajiban untuk berpartisipasi aktif dan mematuhi peraturan yang terkait dengan penyelenggaraan pelayanan publik. Sebagai salah satu layanan publik yang utama, pelayanan kesehatan sangat penting membuka ruang partisipasi publik dalam pelaksanaannya, untuk meningkatkan kualitas pelayanannya.

PENGALAMAN INTERVENSI KINERJA UNTUK PENGUATAN PARTISIPASI

MASYARAKAT

Rendahnya partisipasi masyarakat berdampak pada kualitas pelayanan. Mengacu pada fakta di atas, dan adanya landasan hukum terkait pelibatan masyarakat dalam perbaikan pelayanan publik, maka Kinerja mengembangkan program perbaikan tata kelola pelayanan kesehatan dengan partisipasi masyarakat. Untuk mendorong partisipasi aktif masyarakat, metode yang telah dilakukan adalah melaksanakan Survey Pengaduan Masyarakat di 73 Puskesmas mitra. Secara singkat, intervensi Kinerja untuk peningkatan partisipasi masyarakat dilakukan dalam proses sebagai berikut:

Inisiasi pembentukan MSF

MSF adalah sebuah wadah atau forum bagi para pemangku kepentingan untuk bertemu, berkomunikasi dan membicarakan serta menanggapi sesuatu sebagai upaya untuk mencapai tujuan bersama, yaitu berperan dalam upaya peningkatan pelayanan publik. Proses ini umumnya dilakukan pada tahap awal setelah sosialisasi kegiatan kepada seluruh pemangku kepentingan.

Memperkuat/menginisiasi MSF di tingkat unit layanan dan

Kabupaten/Kota

Membangun komunikasi dan meminta komitmen pemerintah daerah untuk pelaksanaan survey pengaduan (Penataan Awal)

Melakukan lokakarya pengelolaan pengaduan

Melakukan survey pengaduan

Melakukan lokakarya analisis penyebab pengaduan dan menyusun rencana tindak nyata

Melakukan monitoring dan evaluasi pelaksanaan Perbaikan Layanan,

dan kebijakan tentang KIA

Melakukan advokasi kebijakan untuk memastikan rekomendasi

hasil monev ditindaklanjuti

(6)

6

Dalam konteks UU tentang Kesehatan, peran dan fungsi Badan Pertimbangan Kesehatan sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 177, memiliki kesamaan dengan peran dan fungsi MSF yang telah dikembangkan oleh Kinerja selama ini.

Berdasarkan pengalaman dalam pengembangan MSF di 24 kab/kota, Kinerja mengembangkan dan memperkuat MSF di dua level, yaitu di tingkat unit layanan (Puskesmas) dan di tingkat Kabupaten/Kota. Untuk menjalankan perannya secara optimal, MSF memiliki tugas dan fungsi sebagai berikut1:

Tugas Fungsi

a) Mengupayakan agar MSF dapat menjadi pusat informasi masyarakat tingkat kabupaten/kota. b) Memfasilitasi jaringan komunikasi dan koordinasi

antar pemangku kepentingan di tingkat kabupaten/kota.

c) Memberikan alternatif-alternatif solusi terkait dengan isu tentang pengelolaan puskesmas. d) Merevitalisasi institusi adat atau forum yang

telah ada.

e) Menjadi alat pendidikan kritis warga atau media pembelajaran (learning center) di tingkat kab/kota.

f) Menjadi solidarity makers (warga dan forum-forum) di tingkat kab/kota.

g) Memantau pelayanan pendidikan dan mengawal kepentingan warga.

h) Advokasi kebijakan untuk perbaikan layanan pendidikan.

i) Mendorong adanya kompetisi positif dan sehat dalam peningkatan layanan.

a) Memfasilitasi penyadaran dan pengorganisasian masyarakat, khususnya basis organisasi partisipan forum.

b) Mendukung penyediaan wahana komunikasi dan jejaring inter dan antar anggota organisasi partisipan forum.

c) Memberikan tempat untuk melakukan tukar pikiran, berbagi informasi dan konsultasi tentang kinerja pengelolaan pelayanan publik.

d) Memudahkan proses pemantauan capaian kinerja pelayanan publik di bidang kesehatan. e) Menyediakan wahana untuk merumuskan

strategi dan melakukan aksi-aksi advokasi untuk perubahan kebijakan dalam rangka peningkatan kuantitas dan kualitas pelayanan publik.

Meski secara umum mereka memiliki tugas dan fungsi yang hampir sama, namun MSF di kedua level ini juga memiliki kekhususan fungsi masing-masing. MSF di tingkat unit layanan berfungsi sebagai tim pelaksana peningkatan pelayanan publik (sesuai PermenPAN 13/2009) di mana tim ini bertugas melakukan perbaikan atas pengaduan yang disampaikan masyarakat, sekaligus memantau upaya perbaikan yang telah dilakukan oleh Puskesmas secara periodik yang dimulai minimal enam bulan setelah JPL ditandatangani. Selain itu, MSF di tingkat unit layanan merupakan mitra terdekat Puskesmas dalam mendiskusikan permasalahan yang dihadapi di puskesmas dan merumuskan solusinya termasuk mengelola saran/keluhan yang diterima puskesmas melalui Kotak Saran/Pengaduan. Sementara MSF di tingkat kabupaten/kota berfungsi sebagai tim advokasi yang juga dikenal dengan nama tim peningkatan pelayanan publik di mana mereka bertugas memonitor pelaksanaan Rekomendasi Teknis (RT) oleh Dinas Kesehatan atau SKPD lain sesuai dengan rekomendasi hasil survey pengaduan. Selain itu, mereka juga aktif terlibat dalam memonitor kebijakan kesehatan di tingkat daerah dan mendiskusikan temuan-temuan mereka dengan Dinas Kesehatan untuk mendapatkan solusinya.

1

(7)

7

Pengembangan dan perekrutan anggota MSF2

Berdasarkan pengalaman Kinerja, pengembangan MSF perlu dilakukan dengan sangat hati-hati agar penetapan peran dan pelibatan masyarakat dalam pengelolaan pelayanan publik dapat dilakukan dengan tepat dan benar. Kinerja senantiasa mendorong untuk memperkuat forum yang relevan yang telah ada. Kecuali jika sama sekali belum ada, maka baru melakukan inisiasi pembentukan forum baru. Dalam konteks daerah yang belum memiliki forum yang relevan, maka pembentukan MSF akan diawali dengan identifikasi para pihak yang berkepentingan oleh fasilitator.

Identifikasi para pihak yang relevan merupakan elemen kunci yang sangat penting. Proses ini merupakan proses awal, bersamaan dengan upaya membangun kepercayaan dari semua komponen masyarakat dan mensosialisasikan program atau kegiatan advokasi yang akan dilakukan. Setelah para pihak ini terindentifikasi, maka dimulailah proses sosialisasi tentang peran dan aktivitas MSF dalam perbaikan pelayanan publik. Tujuannya agar masyarakat sadar dan mau mengambil bagian di dalam forum ini. Dalam proses sosialisasi ini, secara langsung fasilitator dapat melakukan analisis terhadap pihak-pihak mana yang dapat dijadikan sebagai kelompok utama. Dari proses ini, tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan pembentukan forum secara lebih terstruktur meski sederhana.

Beberapa pengalaman KINERJA dalam menentukan kriteria anggota MSF adalah orang yang memiliki pengaruh, bersedia bekerja untuk masyarakat (fase aktualisasi dan kader), punya waktu (pensiunan dan akifis atau kader), dan pensiunan dari kesehatan yang integritasnya diakui oleh komunitas bidang kesehatan dan masyarakat lainnya.

Pihak-pihak yang bisa menjadi anggota MSF di 2 level MSF ini adalah sebagai berikut:

MSF tingkat Unit Layanan MSF tingkat Kabupaten/Kota

Unsur keanggotaan MSF di Puskesmas minimal mencakup perwakilan dari:

1. Pengguna pelayanan di unit layanan.

2. Pengurus PKK dan organisasi perempuan setempat.

5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll. 6. Kader-kader kesehatan (Posyandu, Gizi, dll). 7. Perwakilan puskesmas.

Unsur keanggotaan MSF di Kab/Kota minimal mencakup perwakilan dari:

1. Pengurus MSF di tingkat unit layanan. 2. Pengurus PKK Kabupaten/kota. 3. LSM lokal.

4. Organisasi social kemasyarakatan/ keagamaan setempat.

5. Organisasi profesi terkait seperti IBI, IDI, dll. 6. Pihak swasta (perusahaan).

7. Media local.

8. Perwakilan dari SKPD Kesehatan. 9. Biro pemberdayaan perempuan. 10. Dll.

Setelah berhasil mendapat kepercayaan masyarakat dan pemerintah lokal, baru dilakukan pembentukan MSF dengan membahas visi, misi, tujuan serta struktur MSF. Selanjutnya dilakukan pemilihan pengurus sesuai struktur yang telah disepakati, dan diakhiri dengan pembuatan Surat

(8)

8

Keputusan (SK) atau Berita Acara (BA) pembentukan MSF. SK atau BA ini dapat dibuat oleh pengurus MSF itu sendiri, dan lebih baik lagi jika dikeluarkan oleh pemerintah setempat. Jika MSF disahkan oleh SK Bupati/Walikota, maka MSF tersebut dapat berfungsi seperti Dewan Kesehatan atau BPK. Keberadaan SK/BA akan mempermudah mereka melakukan kegiatan dan dianggap memberi legitimasi atas program dan kegiatan advokasi yang akan mereka lakukan ke depannya. Jika MSF tidak mendapatkan SK kepengurusan dari pemerintah setempat, maka mereka dapat menggunakan BA yang sudah ada sebagai bukti kepengurusan. Ada juga yang mengesahkan BA Pembentukan MSF di hadapan notaris, untuk mendapatkan status legal sebagai forum.

Proses di atas ini penting mendapatkan perhatian, utamanya dalam konteks pembentukan BPK Daerah, agar siapapun yang terlibat menjadi anggota dan pengurus BPKD, adalah mereka yang memahami alasan keberadaan forum/badan tersebut dan juga memiliki komitmen yang tinggi untuk menjalankan perannya secara optimal.

Sejumlah kabupaten/kota mitra telah memperlihatkan keberhasilan dan potensi keberlanjutan dalam pengembangan MSF ini baik di tingkat kabupaten/kota maupun puskesmas. Keberlanjutan ini karena didukung oleh keterlibatan berbagai unsur, termasuk pihak swasta dan Dinas Kesehatan dalam forum, sehingga mereka tidak lagi berposisi vis a vis dengan pemerintah, namun berkolaborasi secara kritis dalam mengupayakan perbaikan pelayanan kesehatan di daerahnya.

Struktur kelembagaan

Struktur kelembagaan yang dikembangkan oleh MSF di daerah sangat bervariasi tergantung kebutuhan masing-masing daerah. Secara umum, struktur MSF tidak terlalu jauh berbeda dengan forum-forum lain yang sudah ada, khususnya untuk daerah yang baru membentuk forum baru, bukan memperkuat institusi yang sudah ada. Unsur-unsur dalam struktur kepengurusan MSF ini setidaknya terdiri dari:

1. Koordinator 2. Sekretaris 3. Bendahara

4. Koordinator dan anggota bidang.

Penyusunan struktur yang baru bagi forum atau wadah sejenis yang sudah ada, tidak diperlukan karena telah memiliki struktur yang sudah ditetapkan. Dalam konteks ini, yang perlu dilakukan adalah menambahkan tugas dan fungsi advokasi untuk isu kesehatan yang menjadi fokus perbaikan.

(9)

9

Pengarah : Bupati Sekadau

: Wakil Bupati Sekadau

Penanggung jawab : Sekretaris Daerah Kabupaten Sekadau

Ketua Umum : H. Zulkifli, S.Pd.I, S.AP, M.Pd

Ketua 1 (Bidang Kesehatan) : Kristina, SPd.SD (Ketua GOW Kab Sekadau)

Ketua 2 (Bidang Pendidikan) : Petrus Kanisius, S.Pd (Dewan Pendidikan Kab Sekadau)

Sekretaris : Teresia Lili, SH (Kabid Sosbud Bappeda Kab Sekadau)

Bendahara : drg. Elsa Setyaningsih (Kabid Kesga DinKes Kab. Sekadau)

Bidang – Bidang:

Bidang Penyuluhan, Mediasi dan Publikasi

Koordinator : Fitriani, SKM (Kasi Promkes Dinkes Kab Sekadau)

Anggota :

Fatimah, A.Md.Keb (Ketua IBI Kab Sekadau) Hs. Bruno, SKM (Kepala Kantor KBP3A Kab Sekadau) Wahab, A.Md, Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) Abdul Sukri, ST (Wartawan Suara Kalbar) Drs. Nico Bohot (Radio Dermaga Sekadau)

Bidang Pengaduan Masyarakat

Koordinator : Muhdlar, S.Pd.i, MM (Ketua MUI Kab Sekadau)

Anggota :

Sumini, AMd.Keb (Kasi Kesga Dinkes Kab Sekadau) Thomas Bunsu (Dewan Pendidikan Kab. Sekadau)

Bidang Advokasi dan Kelembagaan

Koordinator : Subhan, S.Sos, M.Si (Kabag. Hukum dan HAM Setda Kab Sekadau)

Anggota :

Drs. M. Taufik (Kepala Kantor Kemenag Kab Sekadau) Kristianus Jipalis, S.Pd (Dinas Dikpora Kab. Sekadau) H. Edy Abdullah (Kasi Gizi Dinkes Kab Sekadau)

Forum Kecamatan:

Forum Sekadau Sehat & Cerdas Kec. Sekadau Hilir.

Koordinator : Paulus Lion, BA (Tokoh Masyarakat) Sekretaris : Ida Jumiati, S.Sos, M.Si (Aisyiyah Sekadau)

Forum Sei Ayak Sehat & Cerdas

Koordinator : Jumadi (Kepala Desa)

Sekretaris : Sira Bunga (Sekretaris TP PKK Kec. Belitang Hilir)

Forum Peduli Masyarakat Sekadau Hulu

Koordinator : Patricia Agustina (Ketua TP-PKK Kecamatan Sekadau Hulu) Sekretaris : Hj. Nurhayati (Badan Kontak Majelis Taklim/BKMT) Kec Sekadau Hulu

Partisipasi MSF dalam upaya perbaikan pelayanan Kesehatan melalui

Survey Pengaduan

(10)

10

Di wilayah kerja Kinerja, Survey Pengaduan ini telah dilakukan di 73 Puskemas mitranya yang berlokasi di 24 kabupaten/kota di 5 provinsi, yg tujuannya adalah untuk mengumpulkan pengaduan masyarakat tentang hal-hal yang selama ini dirasakan kurang oleh masyarakat dalam proses pelayanan kesehatan di Puskesmas. Dari proses itu, terbukti bahwa Suvey Pengaduan ini mampu meningkatkan kepedulian dan partisipasi masyarakat terhadap kualitas pelayanan di Puskesmas mitra Kinerja. MSF sangat berperan dalam survey pengaduan, mulai sejak awal dalam penyusunan kuesioner melalui lokakarya pengelolaan pengaduan sampai memonitor pemenuhan JPP dan RT. Minimal 6 bulan setelah JPP dan RT ditandatangani, maka MSF di masing-masing level – yaitu MSF unit layanan (di tingkat Puskesmas) melakukan monitoring dan verifikasi pelaksanaan JPL, dan MSF di tingkat kabupaten/kota bertugas memantau pelaksanaan RT oleh Dinas. Dari hasil monitoring ini, diperoleh beberapa rekomendasi lanjutan untuk terus meningkatkan pelayanan di puskesmas.

Advokasi dan Monitoring kebijakan

Untuk memastikan bahwa pemerintah daerah dan unit layanan berkomitmen pada perbaikan pelayanan secara berkelanjutan, MSF melakukan berbagai kegiatan advokasi seperti audiensi dan lobby ke Dinas Kesehatan, Bupati/Walikota, dan DPRD. Advokasi ini bertujuan untuk mendapatkan komitmen jaminan keberlanjutan perbaikan pelayanan kesehatan agar dituangkan dalam kebijakan dan anggaran daerah yang akan datang. Selain itu, advokasi ini juga mendorong pemerintah daerah mengadopsi metode survey pengaduan sebagai pendekatan untuk perbaikan pelayanan public karena telah terbukti mampu menghasilkan perbaikan di unit-unit layanan.

Pelaksanaan advokasi ini dilakukan sesuai kebutuhan masing-masing daerah dan unit layanan khususnya sehingga ada yang dilakukan secara regular yaitu setelah proses monitoring atas pelaksanaan JPP dan RT serta kebijakan KIA khususnya tentang IMD, Asi Eksklusif dan Persalinan Aman, namun ada juga yang dilakukan secara insidental. Hasil monitoring JPP-RT biasanya dilakukan minimal 6 bulan setelah ditandatangani, dan monitoring Perbup/Perwali/Perwako tentang KIA dilakukan paling cepat 1 tahun setelah peraturan tersebut disahkan. MSF menyampaikan hasil monitoring tersebut dalam bentuk kompilasi hasil monitoring dan/atau berupa rekomendasi kebijakan yang secara khusus menekankan pada isu tertentu yang merupakan temuan utama dari hasil monitoring tersebut. Rekomendasi-rekomendasi kebijakan ini mencakup perbaikan tata kelola pelayanan, juga untuk mendorong peningkatan fasilitas pendukung pelayanan seperti pengadaan/penambahan ruang pelayanan, air bersih, dan seterusnya.

(11)

11

Potensi keberlanjutan MSF dan tantangannya

Sumber Pendanaan MSF

Ada berbagai variasi sumber pembiayaan kegiatan MSF di tingkat kabupaten/kota mitra. Sebagian dari MSF, membiayai kegiatan sendiri setelah program Kinerja berakhir. Dalam arti, mereka membuka ruang kerja sama dengan berbagai pihak termasuk perusahaan swasta, media local, untuk bekerja sama mendukung upaya-upaya advokasi yang mereka lakukan demi perbaikan pelayanan publik. Contoh daerah yang memiliki pembiayaan sendiri adalah Forum Peduli Pelayanan Publik Bengkayang, MSF Pendidikan Singkawang, MSF Kota Makasar, Bulukumba Forum, KPP Jember, MSF Pendidikan Probolinggo, dan lainnya. Mereka melakukan pertemuan dan membiayai kegiatan mereka dengan membangun kerja sama dengan pihak lain seperti media, perusahaan daerah (Jember), dst.

Namun sebagian MSF khususnya yang SK Pembentukannya disahkan oleh pemerintah daerah baik Bupati/Walikota atau Kepala Dinas Kesehatan, mendapatkan dukungan dana dari pemerintah daerah atas kegiatan-kegiatan yang mereka rencanakan seperti MSF Pendidikan dan MSF Kesehatan di Bener Meriah (keduanya belakangan menjadi Majelis Pendidikan Daerah dan Majelis Kesehatan Daerah), Forum Sekadau Sehat dan Cerdas, Dewan Kesehatan Aceh Singkil, dan lainnya. Keberlanjutan MSF sangat dipengaruhi oleh pendanaan ini karena dengan dukungan pendanaan atas kegiatan yang dilakukan, aktifitas MSF lebih lancar.

Faktor pendukung dan tantangan

Beberapa hal yang dapat disebutkan sebagai faktor pendukung keberhasilan dalam pengembangan MSF di kabupaten/kota setidaknya antara lain:

1. Keterbukaan dan kesediaan pemerintah kabupaten/kota dalam melibatkan masyarakat dalam proses perbaikan pelayanan publik. Agenda reformasi tata pemerintahan dan birokrasi yang telah memungkinkan terbuka adannya kesempatan secara luas bagi masyarakat untuk terlibat dalam proses pembangunan secara bebas dan terencana. Misalnya, dengan adanya Musrenbang dari tingkat desa, telah memberikan pembelajaran dan membuka kesempatan untuk masyarakat berpartisipasi dalam proses pembangunan. Proses partisipasi ini menjadi pembelajaran bersama baik bagi supply side maupun demand side.

2. Adanya orang-orang kunci dari tokoh masyarakat yang sudah memiliki kesadaran dan pengetahuan tentang pentingnya mereka terlibat dalam perbaikan pelayanan. Mereka inilah yang menjadi motor penggerak masyarakat lainnya untuk terlibat.

3. Pendidikan publik melalui media massa dan pendidikan kritis di tingkat basis. Banyaknya pengetahuan dan informasi yang mereka terima dari media massa, proses pendidikan publik yang diselenggarakan oleh banyak organisasi di tingkat basis, dan juga intervensi program-program pemerintah yang mewajibkan keterlibatan masyarakat secara massif telah berkontribusi dalam hal ini.

(12)

12

Partisipasi Masyarakat. Keberadaan kebijakan ini sangat memperkuat proses partisipasi masyarakat dalam pemerintahan termasuk dalam memberikan masukan untuk perbaikan pelayanan 12eriod.

Hasil dan dampak partisipasi MSF dalam perbaikan pelayanan di

Puskesmas

Dengan pembentukan dan pendampingan Kinerja terhadap MSF selama 3 tahun, beberapa hasil yang bisa dilihat adalah meningkatnya kesadaran masyarakat akan hak-hak dasarnya khususnya di bidang kesehatan, meningkatnya pemahaman mereka akan pentingnya partisipasi masyarakat dalam pelayanan, dan meningkatnya keterlibatan aktif masyarakat dalam memberikan masukan dan terlibat dalam perbaikan pelayanan di unit layanan.

Hasil lain yang cukup signifikan terutama terkait dengan terjadinya perbaikan pelayanan di unit layanan yang diintervensi dan SKPD yang menjadi mitra kerja sama. Perbaikan pelayanan dengan capaian pelaksanaan JPL yang mendekati 90% di semua unit layanan merupakan hasil dari adanya peran serta masyarakat dalam mendorong perbaikan ini oleh unit layanan.

Berbagai rekomendasi peningkatan pelayanan telah diberikan kepada unit layanan dan SKPD untuk mempertahankan dan meningkatkan upaya-upaya perbaikan yang telah mereka capai melalui berbagai hearing, lobby dan pertemuan lainnya dengan DPRD, Bupati/Walikota dan SKPD terkait. Terutama untuk meminta SKPD dan Bupati melaksanakan RT yang telah diajukan, dan menindaklanjuti hasil monitoring Perbup/Perwali tentang KIA yang belum dilakukan. Upaya advokasi ini secara langsung sangat berdampak pada peningkatan komitmen pemerintah daerah untuk memperhatikan usulan masyarakat tersebut.

Hasil konkrit lainnya yaitu dengan keterlibatan aktif masyarakat dalam perbaikan pelayanan ini, telah mendorong munculnya inovasi di sejumlah puskesmas mitra untuk mengembangkan mekanisme pengelolaan pengaduan yang sistematis. Setidaknya ada dua metode pengumpulan pengaduan yang digunakan yaitu dengan SMS dan kotak pengaduan. Metode pengaduan ini ada yang merupakan kelanjutan dari pengaduan dan kotak saran yang sudah pernah ada sebelumnya (di beberapa unit) tapi belum efektif. Namun ada juga puskesmas yang memang baru mengembangkan mekanisme ini. Baik yang baru maupun yang merupakan penguatan dari metode yang sudah ada sebelumnya, mekanisme pengelolaan pengaduan ini mengandalkan pemberian feedback dan pelaksanaan perbaikan sebagai bagian terpenting dari mekanisme ini, karena dengan adanya perbaikan, maka masyarakat penerima layanan akan dengan sukarela memberikan masukan meski dalam bentuk keluhan.

(13)

13

replikasi ini dapat dilihat di Kab. Sambas, Kalimantan Barat; Kab. Bener Meriah, Aceh; Kota Makassar, Sulawesi Selatan; dan Kota Probolinggo, Jawa Timur.

Pada saat yang sama, upaya MSF mendorong perbaikan pelayanan dengan terlibat dalam memberi masukan dalam penyusunan Perbup/Perwali tentang KIA serta memantau pelaksanaan kebijakan tersebut juga pada akhirnya telah mendorong pemerintah daerah mengembangkan berbagai strategi dan kegiatan untuk mencapai tujuan dari kebijakan tersebut. Akhirnya, dampak dari upaya ini adalah peningkatan mutu pemberian layanan kesehatan kepada masyarakat.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Dari pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa keberadaan MSF baik di tingkat kabupaten/kota maupun di tingkat unit layanan memiliki peran yang cukup signifikan dalam upaya peningkatan pelayanan di Puskesmas. MSF di tingkat unit layanan, secara proaktif terlibat dalam upaya-upaya perbaikan di puskesmas sebagai mitra dari penyedia layanan, sementara MSF di tingkat kabupaten/kota memainkan peranan advokasi dan monitoring atas kebijakan KIA sehingga muncul berbagai program di Dinas Kesehatan dan Puskesmas didukung oleh dana APBD, yang pada akhirnya akan bermuara pada peningkatan kualitan pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Singkatnya, peran aktif MSF tidak hanya membawa manfaat bagi masyarakat itu sendiri karena mendapatkan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga bagi bermanfaat bagi pemerintah dengan meningkatnya kepercayaan publik kepada atas kinerja mereka, sehingga otomatis akan meningkatkan dukungan politik kepada pejabat pemerintah yang sedang menjabat.

Terkait dengan hal tersebut, Kinerja mengajukan beberapa rekomendasi berdasarkan pengalaman pelaksanaan program penguatan MSF sebagai rekomendasi dalam penyusunan petunjuk teknis implementasi Peraturan Presiden tentang BPKN/BPKD yang akan menjadi acuan dalam pembantukan BPKN dan BPKD di provinsi dan kabupaten/kota yg sedang disusun. Rekomendasi yang kami ajukan adalah sebagai berikut:

A. Umum

a. Dalam membentuk BPKD, sebaiknya menggunakan MSF atau forum sejenis yang sudah ada di tingkat kabupaten/kota yang memiliki peran dan fungsi sama dengan BPKD. Dalam hal ini, MSF di tingkat kabupaten/kota yang sudah terbentuk dijadikan

se agai e rio Bada Perti a ga Kesehatan Daerah atau diubah langsung menjadi Badan Pertimbangan Kesehatan, untuk mengoptimalkan keterlibatan masyarakat dalam membantu pemerintah dan masyarakat di bidang kesehatan sebagai pihak independen.

(14)

14

B. Masukan untuk Substansi Juknis.

Memperluas susbtansi terkait Keanggotaan, Struktur, dan Sumber dana BPKD yang dimandatkan oleh UU No. 36/2009 tentang kesehatan dengan menambahkan aspek-aspek:

a. Perluasan keanggotaan dengan memasukkan:

i. Keanggotaan tidak hanya unsur masyarakat tetapi juga mengakomodir perwakilan penyedia layanan (Dinas Kesehatan dan Puskesmas).

ii. Keanggotaan MSF memperhatikan keragaman latar belakang dan mewakili semua kelompok kepentingan dan keseimbangan gender sehingga mereka dapat menyuarakan kepentingan semua kelompok masyarakat untuk pemenuhan hak kesehatan di daerahnya.

iii. Jangka waktu keanggotaan tidak terbatas, kecuali jangka waktu kepengurusan.

iv. Cara perekrutan anggota, dilakukan secara transparan, dengan kriteria yang jelas dan terbuka bagi semua orang.

b. Struktur kepengurusan dengan menambahkan:

i. Ketentuan terkait struktur kepengurusan miminal terdiri dari Ketua, Sekretaris, bendahara, dan koordinator bidang, dengan posisi-posisi dalam kepengurusan inti harus dipegang oleh unsur masyarakat.

ii. Masa kepengurusan maksimal 5 tahun, dan khusus untuk jabatan pengurus inti hanya bisa menjabat 2 kali.

iii. Rincian tugas pokok dan fungsi (Tupoksi) masing-masing posisi secara jelas. iv. Tata cara pengambilan keputusan strategis organisasi.

c. Mengalokasikan dukungan dana untuk penguatan MSF dari alokasi dana kesehatan dalam APBD, dan mengatur tentang pengelolaan keuangannya termasuk mekanisme pelaporan yang transparan dan akuntabel.

Selain poin-poin di atas, Draf Perpres ini juga perlu mengatur tentang:

a. BPKD berposisi sebagai mitra kritis-kolaboratif Dinas Kesehatan yang memiliki visi dan misi, tujuan, dan prinsip yang mengutamakan dan berorientasi pada peran utamanya yaitu membantu pemerintah dan masyarakat dengan mendorong keterlibatan aktif masyarakat di bidang kesehatan.

b. Penjabaran fungsi BPKD yang lebih operasional sehingga mempermudah pengejawantahannya di dalam penyelenggaraan tugas BPKD dan tidak menimbulkan penafsiran ganda.

c. Mengatur bahwa program utama selalu dikembangkan sesuai tugas dan kewenangan BPKD sehingga tercermin dalam struktur organisasi.

d. Mekanisme pergantian kepengurusan MSF secara periodik dan terencana untuk memastikan terlaksananya tugas dan fungsi mereka secara optimal.

(15)

Referensi

Dokumen terkait

Observasi merupakan pengumpulan data dengan melakukan pengamatan, dan berpartisipasi secara langsung pada objek penelitian, guna memperoleh data yang diperlukan.

Sudah sangat jelas suatu sistem pertanggungjawaban Pemerintah dibidang lalu lintas dan angkutan jalan yang dibuat sudah memenuhi standar dan sangat efektif apalagi dalam

Proyek- sikan Juni sampai desem- ber, jumlahnya juga akan sama, dan ditambahkan dengan modal inti yang sudah terkumpul (903 mi- liar) maka pada Desember 2020 kita bisa penuhi

Adapun tujuan penyusunan skripsi ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis prosedur dan arus bisnis dalam sistem informasi persediaan yang diterapkan dalam perusahaan,

Pada pendidikan formal (Kejar Paket) narapidana anak merasa senang/suka pada kegiatan tersebut walaupun terdapat beberapa anak yang kesulitan mengikuti metode

Pantai Timur Bagian Barat Perda No.. Oksibil

Selain itu hukum Islam juga memiliki prinsip yang sangat bersahaja, dengan konsep kemaslahatan, menegakkan keadilan, tidak menyulitkan, menyedikitkan beban,

Masih banyak terjadi kesalahan konsep pembelajaran pecahan di antara calon-calon guru di Indonesia yang disebabkan kurangnya pemahaman tentang konsep dasar pecahan