• Tidak ada hasil yang ditemukan

SVLK dan pengadaan barang lestari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "SVLK dan pengadaan barang lestari"

Copied!
2
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

PERBANDINGAN NILAI EKSPOR PRODUK MEBEL DENGAN MENGGUNAKAN DOKUMEN V-LEGAL

Sumber: Ditjen PHKA, 2015

SVLK MENJAMIN

PENGADAAN BARANG

PEMERINTAH

YANG BERKELANJUTAN

SISTEM VERIFIKASI LEGALITAS KAYU

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan/ atau legalitas kayu serta ketelusuran kayu melalui Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL), Sertifikasi Legalitas Kayu (S-LK), dan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP).

Proses ini diawasi oleh masyarakat sipil dalam rangka memastikan legalitas kayu dan produk dari kayu yang dipanen, diangkut, diolah, dan diekspor dari Indonesia. Penilaian legalitas dilaksanakan secara independen oleh auditor yang berasal dari Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, menggunakan standar penilaian/verifikasi yang dikembangkan oleh perwakilan pemangku kepentingan kehutanan Indonesia dan ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

SVLK dibangun melalui proses panjang sejak 2003 yang melibatkan para pemangku kepentingan kehutanan, baik akademisi, asosiasi, kementerian terkait, dan LSM yang kemudian ditetapkan melalui Permenhut Nomor P.38/Menhut- II/2009. SVLK diberlakukan secara wajib bagi semua unit usaha kehutanan baik di hulu maupun hilir serta pemilik hutan hak.

PEMBERANTASAN PEMBALAKAN DAN PERDAGANGAN KAYU ILEGAL

Implementasi penerapan SVLK membantu menurunkan kasus illegal logging, karena industri pengolahan kayu hanya menerima kayu yang telah memegang S-LK.

Produk yang berkelanjutan dan hijau dewasa ini telah menjadi tuntutan dari berbagai kalangan untuk diproduksi dan dihasilkan. Hal ini sangat berkaitan dengan isu lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi, yang menuntut produk-produk yang legal, bersertifikasi dan memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan secara internasional.

Dukungan dan komitmen dari pelaku usaha/industri kehutanan dan pemilik hutan hak terhadap pelaksanaan SVLK dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SILK), sampai bulan April 2015 telah ada 156 perusahaan yang telah memiliki S-PHPL dan 1.352 KPH/perusahaan/industri/hutan hak yang memiliki S-LK. Pemenuhan terhadap SVLK terus berlanjut dan dilakukan oleh pelaku usaha terkait serta mendapatkan dukungan dari Kementerian, pemerintah daerah, lembaga donor dan stakeholder terkait.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memelopori kebijakan pengadaan barang produk kayu yang ber S-LK melalui Surat Edaran S-553/Um/4/2015 tertanggal 8 Juni 2015 yang menegaskan pengadaan barang produk kayu di lingkup KLHK harus yang ber-SLK.

Kebijakan ini juga telah dilakukan oleh beberapa Pemda seperti Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah melalui Peraturan Bupati Klaten No. 16 tahun 2014, demikian pula dengan Kabupaten Jombang, Buleleng dan Kota Yogyakarta yang sedang menyiapkan peraturan/kebijakan serupa. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan telah mengusulkan revisi Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 kepada LKPP sebagai berikut:

a. Dalam Bab XII Pasal 105, diusulkan perubahan pada ayat (2), yaitu: “Konsep pengadaan ramah lingkungan harus diterapkan dalam Dokumen Pemilihan berupa persyaratan-persyaratan yang memenuhi ketentuan ramah lingkungan atau Legalitas barang, yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik pekerjaan.”

b. Menambahkan satu ayat pada Pasal 105 menjadi ayat (3), yang berbunyi:

(3) Khusus pengadaan barang pemerintah berupa produk kayu yang harus memenuhi ketentuan persyaratan dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)

c. Mengusulkan beberapa produk kayu yang telah diwajibkan pemenuhan SVLK untuk masuk dalam daftar e-catalogue pengadaan barang/jasa pemerintah di LKPP, yaitu: kayu lapis, furniture, papan partikel, kayu gergajian dan moulding.

TREND MENURUNNYA KASUS ILLEGAL LOGGING TAHUN 2005-2014

(2)

JUMLAH PERUSAHAAN PEMEGANG SERTIFIKAT LEGALITAS KAYU

1352

234.592

JUMLAH DOKUMEN V-LEGAL YANG DITERBITKAN

156

JUMLAH PERUSAHAAN YANG MEMILIKI SERTIFIKASI PENGELOLAAN HUTAN PRODUKSI LESTARI

Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) adalah suatu sistem yang menjamin kelestarian pengelolaan hutan dan/ atau legalitas kayu serta ketelusuran kayu melalui Sertifikasi Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (S-PHPL), Sertifikasi Legalitas Kayu (S-LK), dan Deklarasi Kesesuaian Pemasok (DKP).

Proses ini diawasi oleh masyarakat sipil dalam rangka memastikan legalitas kayu dan produk dari kayu yang dipanen, diangkut, diolah, dan diekspor dari Indonesia. Penilaian legalitas dilaksanakan secara independen oleh auditor yang berasal dari Lembaga Penilai dan Verifikasi Independen yang terakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional, menggunakan standar penilaian/verifikasi yang dikembangkan oleh perwakilan pemangku kepentingan kehutanan Indonesia dan ditetapkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

SVLK dibangun melalui proses panjang sejak 2003 yang melibatkan para pemangku kepentingan kehutanan, baik akademisi, asosiasi, kementerian terkait, dan LSM yang kemudian ditetapkan melalui Permenhut Nomor P.38/Menhut- II/2009. SVLK diberlakukan secara wajib bagi semua unit usaha kehutanan baik di hulu maupun hilir serta pemilik hutan hak.

Implementasi penerapan SVLK membantu menurunkan kasus illegal logging, karena industri pengolahan kayu hanya menerima kayu yang telah memegang S-LK.

PENGADAAN BARANG PEMERINTAH DARI KAYU DENGAN S-LK

Produk yang berkelanjutan dan hijau dewasa ini telah menjadi tuntutan dari berbagai kalangan untuk diproduksi dan dihasilkan. Hal ini sangat berkaitan dengan isu lingkungan dan perubahan iklim yang terjadi, yang menuntut produk-produk yang legal, bersertifikasi dan memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan secara internasional.

Dukungan dan komitmen dari pelaku usaha/industri kehutanan dan pemilik hutan hak terhadap pelaksanaan SVLK dari tahun ke tahun semakin meningkat. Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (SILK), sampai bulan April 2015 telah ada 156 perusahaan yang telah memiliki S-PHPL dan 1.352 KPH/perusahaan/industri/hutan hak yang memiliki S-LK. Pemenuhan terhadap SVLK terus berlanjut dan dilakukan oleh pelaku usaha terkait serta mendapatkan dukungan dari Kementerian, pemerintah daerah, lembaga donor dan stakeholder terkait.

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) telah memelopori kebijakan pengadaan barang produk kayu yang ber S-LK melalui Surat Edaran S-553/Um/4/2015 tertanggal 8 Juni 2015 yang menegaskan pengadaan barang produk kayu di lingkup KLHK harus yang ber-SLK.

Kebijakan ini juga telah dilakukan oleh beberapa Pemda seperti Kabupaten Klaten Provinsi Jawa Tengah melalui Peraturan Bupati Klaten No. 16 tahun 2014, demikian pula dengan Kabupaten Jombang, Buleleng dan Kota Yogyakarta yang sedang menyiapkan peraturan/kebijakan serupa. Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan telah mengusulkan revisi Peraturan Presiden No.54 Tahun 2010 kepada LKPP sebagai berikut:

a. Dalam Bab XII Pasal 105, diusulkan perubahan pada ayat (2), yaitu: “Konsep pengadaan ramah lingkungan harus diterapkan dalam Dokumen Pemilihan berupa persyaratan-persyaratan yang memenuhi ketentuan ramah lingkungan atau Legalitas barang, yang mengarah pada pemanfaatan sumber daya alam secara arif dan mendukung pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai dengan karakteristik pekerjaan.”

b. Menambahkan satu ayat pada Pasal 105 menjadi ayat (3), yang berbunyi:

(3) Khusus pengadaan barang pemerintah berupa produk kayu yang harus memenuhi ketentuan persyaratan dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK)

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Melalui hasil pengolahan data dapat diinterpretasikan juga bahwa variabel yang paling signifikan (dominan) dari variabel-variabel penelitian ini adalah faktor pembinaan manajemen.

Pembentukan Kesadaran Hukum Warga Negara untuk Penegakan Hukum Tanah dalam Implementasi Asas Fungsi Sosial Hak Atas Tanah .... Pembentukan Kesadaran Hukum Tanah melalui Kelompok

Kami berhasil dengan penjualan properti yang kuat sepanjang tahun dari proyek-proyek kami di Summarecon Kelapa Gading dan Summarecon Serpong, dengan volume “ marketing sales ”, yang

Pemberian vitamin C 0,2 mg/g BB secara oral selama 36 hari pada mencit jantan mampu berperan sebagai antioksidan untuk melindungi efek senyawa radikal bebas yang

Penerapan Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL) Dalam Pembelajaran IPA Materi Proses Pembentukan Tanah Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa.. Universitas

rekomendasi yang ditujukan kepada daerah dengan membuat jadwal tindak lanjut

PENERAPAN PEND EKATAN KETERAMPILAN PROSES UNTUK MENINGKATKAN SIKAP ILMIAH PAD A MATA PELAJARAN IPA KELAS IV SEKOLAH D ASAR.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu